Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

(1)

LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama (Inisial) : ... Alamat : ...

Saya telah diminta dan memberi ijin untuk berperan serta sebagai responden dalam penelitian yang berjudul “Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Blud Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan”. Peneliti telah menjelaskan tentang penelitian yang akan dilaksanakan. Saya mengetahui bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran beban keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya yang mengalami halusinasi. Saya mengerti bahwa catatan mengenai penelitian ini akan dirahasiakan. Kerahasiaan ini dijamin selegal mungkin. Semua berkas yang mencantumkan identitas subyek penelitian hanya digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan dimusnahkan. Hanya peneliti mengetahui kerahasiaan data.

Saya berhak menghentikan penelitian ini tanpa adanya hukuman atau kehilangan hak bila ada perlakuan yang merugikan bagi saya.

Demikianlah secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun, saya bersedia berpatisipasi dalam penelitian ini.

Tapaktuan,... Desember 2015

Peneliti Responden

IRMA HENNI (...)

NIM .141121034


(2)

KUESIONER PENELITIAN

1. Kuesioner Data Demografi

Kode Responden

Petunjuk pengisian

1. Berilah tanda check list (√) pada salah satu tanda kurung sesuai dengan jawaban responden.

2. Bila ada pertanyaan yang kurang dimengerti dapat ditanyakan kepada peneliti. Inisial : ...

Usia : ... Tahun

Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan

Agama : ( ) Islam ( ) Kristen Katolik

( ) Kristen Protestan ( ) Hindu ( ) Budha

Pendidikan : ( ) Pasca Serjana ( ) Serjana

( ) Akademi ( ) SMA atau sederajat ( ) SMP atau sederajat ( ) SD atau Sederajat

Suku : ( ) Aceh ( ) Jawa

( ) Batak ( ) Melayu

( ) Minang ( ) dll :...

Pekerjaan : ( ) PNS ( ) Wiraswasta

( ) Petani ( ) Karyawan ( ) Dan lain-lain, sebutkan : ... Penghasilan keluarga : (Rp. ____________________) Hubungan dengan pasien : ...


(3)

2. Kuesioner Beban Keluarga Petunjuk pengisian

Beri tanda checklist ( √ ) pada kolom pilihan yang tersedia sesuai dengan kondisi adik-adik sekarang

SS : Sangat Setuju

S : Setuju

TS : Tidak Setuju

STS : Sangat Tidak Setuju

a. Beban Objektif No Pernyataan Sangat Setuju (SS) Setuju (S) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Keluarga mengalami kesulitan dalam

merawat pasien yang mengalami halusinasi

2 Keluarga bingung dalam memberikan obat pada pasien yang mengalami halusinasi

3 Lama rawatan/pengobatan yang berulang membutuhkan banyak biaya

4 Merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi membatasi kegiatan sosial

5 Keluarga kesulitan dalam berkomunikasi dengan anggota keluarga yang mengalami halusinasi

6 Merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi menyita waktu kerja

7 Merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi membuat kelelahan anggota keluarga

8 Keluarga mengalami kesulitan dalam memberikan makan kepada anggota keluarga yang mengalami halusinasi 9 Keluarga kesulitan membawa anggota

keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan

10 Keluarga merasa tidak nyaman tinggal serumah dengan anggota keluarga yang menderita halusinasi


(4)

b. Beban Subjektif No Pernyataan Sangat Setuju (SS) Setuju (S) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS) 11 Keluarga merasa sedih memiliki anggota

keluarga yang mengalami halusinasi 12 Keluarga merasa cemas akan keadaan

penyakit yang dialami

13 Keluarga merasa frustasi dalam merawat pasien yang halusinasi

14 Keluarga merasa malu dalam merawat pasien yang halusinasi

15 Keluarga merasa bosan dalam merawat anggota keluarga yang halusinasi

16 Keluarga merasa dikucilkan

dimasyarakat akibat ada anggota keluarga yang mengalami halusinasi 17 Keluarga yakin halusinasi yang dialami

akan sembuh

18 Keluarga bingung terhadap gangguan perilaku/bicara-bicara sendiri yang sering dilakukan pasien

19 Keluarga takut terjadi pengerusakan diri, orang lain, lingkungan akibat halusinasi pasien

20 keluarga merasa ragu atas kesembuhan pasien yang mengalami halusinasi


(5)

MASTER TABLE

KODE

Demografi PERNYATAAN

SKOR

Inisial Usia JK Agama Pendidikan Suku Pekerjaan Hubungan Lama

sakit P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20

Z1 WA 31-40 L Islam SMA Aceh Petani Saudara K 13 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 54

Z2 ZH 41-50 P Islam SMP Aceh Petani Anak 14 Bulan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 60

Z3 AS 41-50 L Islam SMA Aceh Wiraswasta Anak 8 Bulan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 60

Z4 HK 41-50 P Islam SMP Aceh Wiraswasta Suami 12 Bulan 4 2 4 3 3 3 3 2 3 1 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 53

Z5 HH 41-50 L Islam SMP Aceh Petani Anak 10 Bulan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 59

Z6 MA >50 L Islam SMP Aceh Petani Anak 12 Bulan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 58

Z7 D 41-50 P Islam SMA Aceh Wiraswasta Anak 10 Bulan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 58

Z8 PY 41-50 L Islam Akademi Aceh PNS Anak 9 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 58

Z9 AG 31-40 P Islam Akademi Aceh Karyawan Suami 16 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 52

Z10 DF >50 P Islam SMP Aceh Petani Anak 10 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 56

Z11 NL >50 P Islam SMA Aceh Wiraswasta Anak 16 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 54

Z12 S 41-50 L Islam SMA Aceh Wiraswasta Anak 8 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 2 4 3 2 4 3 2 2 2 2 3 3 4 57

Z13 RS 41-50 P Islam Akademi Aceh PNS Saudara K 16 Bulan 3 2 4 4 4 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 56

Z14 I 41-50 L Islam SMP Aceh Petani Anak 10 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 4 3 3 2 59

Z15 SM 41-50 P Islam SMA Jawa Wiraswasta Anak 18 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 56

Z16 MY 20-30 L Islam SMA Aceh Karyawan Orang Tua 14 Bulan 3 2 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 59

Z17 ML 20-30 P Islam SMA Batak Wiraswasta Saudara K 14 Bulan 3 2 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 56

Z18 M 41-50 L Islam SMP Aceh Petani Anak 6 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 1 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 52

Z19 PM 41-50 P Kristen P Sarjana Batak PNS Anak 7 Bulan 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 55

Z20 MS >50 L Islam SMP Aceh Petani Anak 17 Bulan 3 3 3 4 3 3 3 3 3 1 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 52

Z21 AF >50 L Islam SD Aceh Petani Anak 13 Bulan 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 3 2 2 3 42

AL Anak 15 Bulan


(6)

Z25 MR 41-50 P Islam SMA Jawa Wiraswasta Anak 10 Bulan 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 54

Z26 IR 20-30 P Islam SMA Aceh Karyawan Orang Tua 15 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 2 57

Z27 SW 31-40 P Islam SMA Aceh Wiraswasta Saudara K 17 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3 2 2 2 2 3 3 3 2 54

Z28 RS 41-50 L Islam SMA Aceh Petani Anak 13 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 4 4 2 3 2 1 3 3 3 2 55

Z29 ER >50 P Islam SD Aceh Petani Anak 18 Bulan 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 43

Z30 SR >50 L Islam SMP Aceh Petani Anak 19 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 55

Z31 CB 41-50 P Islam SMA Jawa Wiraswasta Anak 9 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 55

Z32 HS 41-50 L Kristen P SMA Batak Karyawan Anak 10 Bulan 3 2 4 3 4 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 56

Z33 RM >50 P Islam Akademi Aceh Karyawan Anak 11 Bulan 3 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 2 3 3 3 2 54

Z34 MA >50 L Islam SMA Jawa Wiraswasta Anak 20 Bulan 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 47

Z35 FL 20-30 P Islam SMA Jawa Karyawan Saudara K 9 Bulan 3 2 4 3 4 3 3 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 53

Z36 SG >50 L Islam SD Aceh Petani Anak 15 Bulan 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 45

Z37 HS >50 P Islam Sarjana Aceh PNS Anak 18 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3 2 56

Z38 AT 41-50 P Islam SD Aceh Petani Anak 10 Bulan 2 2 4 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 47

Z39 DM >50 P Islam SMA Aceh Wiraswasta Anak 12 Bulan 3 2 4 3 3 3 3 3 3 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 57


(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

TAKSASI DANA PENELITIAN

Kertas A4 : Rp. 80.000,-

Tinta Print : Rp. 120.000,-

Biaya Internet : Rp. 300.000,-

Buku Referensi : Rp. 500.000,-

Foto copy : Rp. 300.000,-

Biaya Transportasi : Rp. 850.000,-

Penggandaan Skripsi + Jilid : Rp. 100.000,-

Translet Abstrak : Rp. 100.000,-

Biaya tak terduga : Rp. 200.000,-

Konsumsi : Rp. 250.000,-

Pulsa : Rp. 100.000,-

Total Rp.2.900.000,-


(15)

JADWAL TENTATIF PENELITIAN N o Aktivitas Penelitian

Maret April Mei Juni Juli Agustus

Septembe

r Oktober

Novembe

r Desember Januari Februari

2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2016 2016

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan judul

penelitian

2 Menyusun

Bab 1

3 Menyusun

Bab 2

4 Menyusun

Bab 3

5 Menyusun

Bab 4

6 Menyerah kan proposal

penelitian

7 Mengajuk an sidang proposal

penelitian

8 Ujian sidang

proposal

9 Revisi proposal


(16)

1 0 Pengumpu lan data responden 1 1 Analisa data, Bab 5 dan Bab

6 1 2 Pengajuan sidang skripsi 1 3 Ujian sidang skripsi 1 4 Revisi skripsi 1 5 Mengump ulkan Skripsi Diketahui


(17)

Daftar Riwayat Hidup Data Pribadi

Nama : Irma Henni

NIM : 141121034

Tempat/Tanggal Lahir : Meukek, 08 April 1979

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kutabuloh II,Meukek,Aceh Selatan

Kewarganegaraan : Indonesia

No.Hp : 085371963002

Email : irma.henni@yahoo.com

Orangtua/Keluarga

Ayah : Alm.Teuku Hasbi

Ibu : Arnita

Suami : Khairinas

Anak : Khalil al Faris

Khaliqa az Zahwa

Riwayat Pendidikan

1. 1986-1992 : SDN.1 Kutabuloh, Meukek,Aceh Selatan 2. 1992-1995 : SMPN.I Meukek,Aceh Selatan

3. 1995-1998 : SPK PEMDA Tapaktuan,Aceh Selatan 4. 2001-2003 : D-III Akper Depkes Banda Aceh

5. 2014-2016 : S-I Keperawatan Universitas Sumatera Utara


(18)

(19)

(20)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi

VI. Jakarta : Rineka Cipta.

Engkeng, S. Maslina. (2013). Faktor-Faktor Presipitasi Yang Berhubungan

Dengan Timbulnya Halusinasi Pada Klien Gangguan Jiwa Di BPRS Makasar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Manado.

Hidayat, A. A. (2011). Metodi Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisis Data

. Jakarta ; Salemba Medika.

Hidayat, A. A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta ; Salemba Medika.

Kurniawan, H. (2014). Kecemasan Keluarga Merawat Pasien Perilaku Kekerasan

Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.

Skripsi. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ngadiran, A. (2010). Studi FenomenologiPengalaman Keluarga Tentang Beban

Dan SumberDukungan Keluarga Dalam Merawat KlienDengan Halusinasi.Tesis. Program Magister Keperawatan Kekhususan Keperawatan

Jiwa Fakultas ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok.

Nuraenah. (2012). Hubungan Dukungan Keluarga Dan Beban Keluarga Dalam

Merawat Anggota Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan Di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur. Tesis. Program Magister Ilmu Keperawatan

Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan. Jakarta : Medika Salemba.

Pieter, H. Z. Bethsaida J dan Marti S. (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk

Keperawatan. Jakarta ; Kencana

Rabba, E. P. Dahrianis dan Sri P. R. (2014). Hubungan Antara Pasien Halusinasi

Pendengaran Terhadap Resiko Perilaku Kekerasan Diruang Kenari Rumah Sakit Khusus Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmiah Kesehatan

Diagnosis Volume 4 Nomor 4 Tahun 2014. STIKES Nani Hasanuddin Makasar.


(21)

Rahmawati, Y. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Ny. L Dengan Gangguan

Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Di Ruang Srikandi Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Naskah Publikasi. Program Studi Diploma III

Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Riduwan. (2010). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung : Alfabeta.

Suliswati, T. A. P. Jeremia M. Yenny S. Sumijatun. (2005). Konsep Dasar

Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Suwardiman, D. (2011). Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Beban

Keluarga Untuk Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Keluarga Klein Halusinasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Serang Tahun 2011.Tesis.

Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Jiwa Depok

Suhita, B. M. (2013). Pengaruh Health Education Tentang Strategi Pelaksanaan

Halusinasi Pada Keluarga Terhadap Peran Keluarga Dalam Membantu Klien Schizophrenia Mengontrol Halusinasi. Strada Jurnal. STIKes Surya

Mitra Husada.

Sudjana. (2005). Metoda Statistika, Edisi 6. Bandung; Tarsito Bandung

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : EGC

Wiramihardja, S. A. 2007. Pengantar Psikologi Abnormal.Bandung ; Refika Aditama

Yusnipah, Y. (2012). Tingkat Pengetahuan Keluarga Dalam Merawat Pasien

Halusinasi Di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Marzoeki Mahdi Bogor.


(22)

27

BAB 3

KERANGKA KONSEP 3.1.Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan landasan berpikir yang digunakan sehingga peneliti dapat menghubungkan hasil penelitian dengan teori (Nursalam, 2008).

Skema 1. Kerangka Konsep Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. Yuliddin Away Tapaktuan

3.2. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah mendefenisikan variabel secara operasioanal berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Hidayat, 2011).

Berdasarkan judul penelitian “ Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi Di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan”, disini peneliti akan meneliti beban keluarga.

Beban Keluarga Merawat Pasien Halusinasi

 Objektif

 Subjektif

Tanpa Beban Ringan Sedang Berat


(23)

28

Tabel 3.1. Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Beban Keluarga

Dampak yang

dirasakan keluarga

selama merawat

anggota keluarga

yang mengalami

halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan

Layanan Umum

Daerah Rumah sakit Umum Daerah dr. H.

Yuliddin Away

Tapaktuan meliputi beban objektif yaitu berupa keuangan, pengobatan, tempat tinggal dan beban subjektif yaitu berupa reaksi emosi seperti rasa malu, sedih, ketakutan.

Kuesioner dengan 20 pernyataan menggunakan skala Likert Tanpa Beban (20-35) Ringan (36-50) Sedang (51-65) Berat (66-80) Ordinal


(24)

29

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1.Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskripsi murni untuk melihat gambaran beban keluarga dalam merawat anggota keluarga yang menderita halusinasi.

4.2.Populasi dan Sampel 4.2.1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2011). Pada penelitian ini populasinya adalah keluarga yang anggota keluarganya mengalami Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. Berdasarkan jumlah penderita halusinasi yang berobat jalan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. Yuliddin Away Tapaktuan selama bulan Januari sampai bulan Maret 2015 sebanyak 39 orang.

4.2.2. Sampel

Sampel murupakan bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki dari populasi (Hidayat, 2007). Sampel diambil sesuai dengan kemampuan peneliti dari segi waktu, tenaga, dana, serta luas sempitnya wilayah penelitian. Dengan sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik Total Sampling. Pengambilan sampel secara Total


(25)

30

Sampling ini dilakukan dengan mengambil semua populasi digunakan

sebagaisampel (Riduwan, 2010). Sehingga jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 39 orang dengan kriteria sampel adalah keluarga inti penderita halusinasi, dan tinggal satu rumah dengan penderita.

4.3.Waktu dan Tempat Penelitian 4.3.1. Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015.

4.3.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan. Pemilihan lokasi ini karena Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit satu-satunya yang memiliki Poli Klinik melayani pasien penderita gangguan jiwa di Aceh Selatan sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan jumlah sampel yang dibutuhkan pada penelitian ini.

4.4.Pertimbangan Etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin ke Komisi Etik Fakultas Keperawatan, setalah mendapatkan izin dari Komisi Etik Fakultas Keperawatan selanjutnya peneliti meminta izin dari pihak pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian, selanjutnya akan mengirim surat permohonan izin melakukan penelitian kepada Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum


(26)

31

penelitian. Setelah mendapat persetujuan penelitian, peneliti akan memberikan kuesioner kepada responden yang akan diteliti dengan terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepeda responden dengan menekankan pada masalah yang meliputi :

a. Informed Consent (Lembar persetujuan)

Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Lembar persetujuan diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memeberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden jika subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak mereka.

b. Anonimity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden dalam lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

c. Confidentiality (Kerahasiaan)

Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset (Hidayat, 2011).


(27)

32

4.5.Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah berisi data demografi yang terdiri dari inisial, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan, suku, pekerjaan, penghasilan keluaga, hubungan dengan klien, kemudian lama sakit.

Bagian kedua adalah kuesioner beban keluarga yang berisi sejumlah pernyataan yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi beban keluarga merawat pasien halusinasi. Kuesioner penelitian ini terdiri dari dari 20 pernyataan meliputi beban objektif dan beban subjektif.

Instrumen yang dipakai berupa pernyataan yang dirancang oleh peneliti sendiri berdasarkan materi dan substansi beban subjektif dan objektif dari WHO (2008),. Kuesioner ini terdiri dari 20 pernyataan, beban objektif (nomor 1-10) dan beban subjektif (nomor 11-20) diukur menggunakan skala Likert (1-4) dengan nilai pernyataan 4 = sangat setuju, 3 = setuju, 2 = tidak setuju, dan 1 = sangat tidak setuju. Berdasarkan skala tersebut skor yang bisa dicapai responden adalah minimal 20 sampai dengan maksimal 80.

Menurut Sudjana (2005), untuk menghitung jumlah panjang kelas digunakan rumus statistik :

P = Rentang Banyak Kelas

Dimana P merupakan panjang kelas dengan nilai tertinggi dikurang nilai terendah sehingga didapat nilai rentang kelas 60 dan banyak kelas adalah 4, maka


(28)

33

diperoleh P = 15, dan nilai terendah 20 sebagai batas bawah kelas pertama, beban keluarga dikategorikan atas kelas interval sebagai berikut :

20-35 = Tanpa Beban

36-50 = Ringan

51-65 = Sedang 66-80 = Berat

4.6.Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dugunakan adalah wawancara dengan panduan kuesioner. Pengumpulan data dimulai setelah peneliti menerima surat izin dari institusi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan surat izin dari lokasi penelitian yaitu Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum dr. Yuliddin Away Tapaktuan. Sebelum pengumpulan data peneliti terlebih dahulu melakukan skreening pada keluarga pasien halusinasi, kemudian peneliti menjelaskan waktu, tujuan, manfaat dan prosedur pelaksanaan pada calon responden dan yang bersedia berpartisifasi diminta untuk menandatangani

Informed Consent, responden yang bersedia diwawancarai dengan panduan

lembar kuesioner dan diberi kesempatan untuk bertanya apabila ada pernyataan yang tidak dipahami. Selesai wawancara peneliti memeriksa kelengkapan data dan jika ada data yang kurang, dapat langsung dilengkapi dan selanjutnya data yang telah dikumpul dianalisa.


(29)

34

4.7.Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidtan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi dan juga sebaliknya (Arikunto, 2006). Instrumen penelitian ini telah dilakukan uji validitas oleh Ibu Siti Zahara, S.Kep, MNS dan Ibu Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kep.

4.8.Uji Realibilitas Instrumen

Menurut Arikunto (2006), realibilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik.

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas akan dilakukan dengan menggunakan tekhnik Formula Alpha Cronbachdengan r hitung > 0.6 akan dikatakan reabilitas. Uji reliabilitas dilakukan pada keluarga pasien halusinasi di Poli Klinik Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang sebanyak 20 orang dengan hasil 0.744

4.9.Analisa Data

Setelah semua data terkumpul maka peneliti akan mengadakan analisa data melalui beberapa tahap, yaitu sebagai berikut :

a. Editingadalah upaya untuk memeriksa kembali data yang diperoleh atau

yang dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.


(30)

35

pengolahan dan analisa dan menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.

c. Processing yaitu memasukkan data dari lembar kuesioner kedalam

program komputer.

d. Cleaning yaitu mengecek kembali data yang telah dimasukkan untuk

mengetahui ada kesalahan atau tidak

e. Tabulating yaitu menganalisa data secara deskriptif

f. Teknik Analisa dilakukan dengan bantuan komputer, untuk data demografi akan ditampilkan dalam bentuk persentase dan tidak akan dianalisa lebih lanjut. Analisa yang digunakan untuk beban keluarga adalah analisa data secara deskriptif untuk mengetahui frekuensi, mean dan standar deviasi yang bertujuan untuk menjelaskan atau menggambarkan beban keluarga dalam merawat pasien halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Tapaktuan.


(31)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan. Penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 10-31 Desember 2015 di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan.

5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian akan dijabarkan mulai dari data demografi karakteristik responden dan beban keluarga dalam merawat pasien halusinasi

5.1.1. Data Demografi

Hasil penelitian pada keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuludiin Away Tapaktuan dapat dilihat pada tabel 5.1

Berdasarkan dari 39 keluarga yang diteliti, mayoritas pada rentang usia 41-50 tahun berjumlah 20 orang (51,3%), mayoritas berjenis kelamin perempuan berjumlah 23 orang (59%), mayoritas beragama islam berjumlah 37 orang (94,4%), mayoritas berpendidikan SMA berjumlah 18 orang (46.2%), mayoritas suku aceh berjumlah 31 orang (79,5%), mayoritas pekerjaan petani berjumlah 16 orang (41%), mayoritas penghasilan keluarga < Rp.1.900.000,- berjumlah 25 orang (64,1%), mayoritas hubungan dengan pasien adalah anak berjumlah 29


(32)

37

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan (n=39)

Karakteristik Responden Frekuensi Persentase (%) Usia

20-30 4 10.3 31-40 3 7.7 41-50 20 51.3 >50 12 30.8

Jenis Kelamin

Laki-laki 16 41 Perempuan 23 59

Agama

Islam 37 94.9

Kristen Protestan 2 5.1

Pendidikan

SD 4 10.3

SMP 11 28.2

SMA 18 46.2

Akademi 4 10.3

Sarjana 2 5.1

Suku

Aceh 31 79.5

Jawa 5 12.8

Batak 3 7.7

Pekerjaan

PNS 4 10.3 Petani 16 41

Wiraswasta 13 33.3

Karyawan 6 15.4

Penghasilan Keluarga

< Rp.1.900.000,- 25 64.1

≥Rp.1.900.000,- 14 35.9

Hubungan Dengan Pasien

Anak 29 74.4

Orang Tua 2 5.1

Saudara Kandung 5 12.8

Suami 3 7.7

Lama Sakit

< 1 Tahun 15 38.5


(33)

38

5.1.2. Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi

Hasil penelitian yang diperoleh beban keluarga dalam merawat pasien halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan dapat dilihat pada tabel 5.2.

Pada tabel 5.2 menunjukkan, beban keluarga dalam merawat pasien halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan sedang yaitu 32 orang (82,1%).

Tabel 5.2. Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa

Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan (n=39)

Beban Keluarga Frekuensi Persentase (%)

Sedang 32 82,1

Ringan 7 17,9

Distribusi frekuensi dan persentase beban keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah H. Yuluddin Away Tapaktuan dapat dilihat pada tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Beban Keluarga Di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RUSD H. Yuluddin Away Tapaktuan n (39)

No Pernyataan SS S TS STS

n (%) n (%) n (%) n (%) Objektif

1 Keluarga mengalami kesulitan dalam 1 32 6 -

merawat pasien yang mengalami halusinasi (2.6) (82.1) (15.4)

2 Keluarga bingung dalam memberikan obat 8 31 -

pada pasien yang mengalami halusinasi - (20.5) (79.5)

3 Lama rawatan/pengobatan yang berulang 17 20 2 -


(34)

39

4 Merawat anggota keluarga yang mengalami 3 29 7 -

halusinasi membatasi kegiatan sosial (7.7) (74.4) (17.9)

5 Keluarga kesulitan dalam berkomunikasi 4 29 6 -

dengan anggota keluarga yang mengalami (10.3) (74.4) (15.4) halusinasi

6 Merawat anggota keluarga yang mengalami 1 31 7 -

halusinasi menyita waktu kerja (2.6) (79.5) (17.9)

7 Merawat anggota keluarga yang mengalami - 32 7 -

halusinasi membuat kelelahan anggota (82.1) (17.9) keluarga

8 Keluarga mengalami kesulitan dalam - 29 10 -

memberikan makan kepada anggota keluarga (74.4) (25.6) yang mengalami halusinasi

9 Keluarga kesulitan membawa anggota 1 29 9 -

Keluarga yang sakit ke pelayanan kesehatan (2.6) (74.4) (23.1)

10 Keluarga merasa tidak nyaman tinggal - 13 17 9

serumah dengan anggota keluarga yang (33.3) (43.6) (23.1) menderita halusinasi

Subjektif

11 Keluarga merasa sedih memiliki anggota 2 36 1 -

keluarga yang mengalami halusinasi (5.1) (92.3) (2.6)

12 Keluarga merasa cemas akan keadaan 2 32 5 -

penyakit yang dialami (5.1) (82.1) (12.8)

13 Keluarga merasa frustasi dalam merawat 7 32 - -

pasien yang halusinasi (17.9) (82.1)

14 Keluarga merasa malu dalam merawat - 14 24 1

pasien yang halusinasi (35.9) (61.5) (2.6)

15 Keluarga merasa bosan dalam merawat - 13 26 -

anggota keluarga yang halusinasi (33.3) (66.7)

16 Keluarga merasa dikucilkan dimasyarakat - 9 29 1

akibat ada anggota keluarga yang (23.1) (74.4) (2.6) mengalami halusinasi


(35)

40

17 Keluarga yakin halusinasi yang dialami - 37 2 -

akan sembuh (94.9) (5.1)

18 Keluarga bingung terhadap gangguan - 35 4 -

perilaku/bicara-bicara sendiri yang sering (89.7) (10.3) dilakukan pasien

19 Keluarga takut terjadi pengerusakan diri, - 36 3 - orang lain, lingkungan akibat halusinasi (92.3) (7.7) pasien

20 keluarga merasa ragu atas kesembuhan 1 11 27 -

pasien yang mengalami halusinasi (2.6) (28.2) (69.2)

Pada tabel 5.3 menunjukkan bahwa 32 keluarga (82,1%) setuju dengan pernyataan keluarga mengalami kesulitan dalam merawat pasien yang mengalami halusinasi, 20 keluarga (51,3%) setuju dengan pernyataan lama rawatan/pengobatan yang berulang membutuhkan banyak biaya, 31 keluarga (79,5%) setuju dengan pernyataan merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi menyita waktu kerja, 32 keluarga (82,1%) setuju dengan merawat anggota keluarga yang mengalami halusinasi membuat kelelahan anggota keluarga, 36 keluarga (92,3%) setuju dengan pernyataan keluarga merasa sedih memiliki anggota keluarga yang mengalami halusinasi, 36 keluarga (92,3%) setuju dengan pernyataan keluarga takut terjadi pengerusakan diri, orang lain, lingkungan akibat halusinasi pasien.

5.2. Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan didapatkan


(36)

41

Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan yaitu sedang (82,1%). Hal ini sesuai dengan penelitian Suwardiman (2011) mengenai hubungan antara dukungan keluarga dengan beban keluarga untuk mengikuti regimen terapeutik pada keluarga klien halusinasi di RSUD Serang. Penelitian Suwardiman (2011), beban keluarga berada pada kondisi sedang dengan rata-rata penghasilan keluarga Rp.1.605.316,46,-. Bila dikaitkan dengan data demografi sebagian besar responden berpenghasilan dibawah Upah Minimum Kabupaten Tapaktuan < Rp.1.900.000,- (64,1%), tentu ini akan membuat beban keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit akan lebih dirasakan. Hal ini juga didukung Penelitian oleh Gururaj, Bada, Reddy dan Chandrashkar (2008) menemukan bahwa dari enam dimensi beban keluarga dengan skizofrenia, skor finansial memiliki rata-rata yang paling tinggi. Peneliti berasumsi bahwa faktor ekonomi bisa menjadi penyebab kekambuhan karena keluarga tidak sanggup mematuhi regimen terapeutik klien halusinasi untuk tetap mendapat perawatan kesehatannya, oleh karena itu, apabila keluarga tidak memiliki sumber dana yang cukup atau jaminan kesehatan, maka hal ini akan menjadi beban yang berat bagi keluarga. Namun saat ini pemerintah telah menyelenggarakan program Jaminan Kesahatan Nasional tentu akan sedikit membatu keluarga dalam biaya pengobatan. Dari data demografi juga didapatkan bahwa sebagian besar lama sakit

anggota keluarga ≥ 1 tahun (61,5%), dimana hal ini akan sedikit meringankan

beban keluarga dimana keluarga sudah mempunyai pengalaman dan dapat menerima segala stigma selama merawat pasien halusinasi sehingga beban yang dirasakan keluarga sedang.


(37)

42

Menurut WHO (2003), secara umum dampak yang dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga mengalami halusinasi adalah tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap perilaku pasien yang terganggu, gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga sehari-hari dan keterbatasan melakukan aktivitas sosial. Selain itu juga muncul beban keluarga karena stigma sosial terhadap penderita halusinasi tersebut, beban yang muncul bisa berupa psikologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 20 keluarga (51,3%) menyatakan setuju bahwa lama rawatan/pengobatan yang berulang membutuhkan banyak biaya. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Ngadiran (2010) mengenai studi fenomenologi pengalaman keluarga tentang beban dan sumber dukungan keluarga dalam merawat klien dengan halusinasi di Cimahi dan Bandung, menyatakan bahwa beban yang di hadapi oleh partisipan dalam merawat anggota keluarganya dengan halusinasi adalah beban psikologi, beban finansial dan masalah dalam fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil penelitian diperkuat dengan Friedman, (1998) mengemukakan bahwa beban keluarga obyektif meliputi beban keluarga dalam pelaksanaan merawat salah satu anggota keluarga yang mengalami halusinasi, termasuk dalam beban keluarga obyektif ini adalah beban biaya finansial, untuk perawatan dan pengobatan, tempat tinggal, makanan, dan transportasi. Dukungan instrumental keluarga merupakan fungsi ekonomi dan fungsi perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.


(38)

43

Gangguan jiwa dapat berdampak negatif pada keluarga. (Stuart & Laraia, 2001, dalam Suwardiman, 2011) dampak yang terjadi meliputi ; meningkatnya konflik dan stress keluarga, saling menyalahkan satu sama lain, kesulitan untuk mengerti dan menerima keluarganya yang sakit, meningkatnya emosi ketika berkumpul dan kehilangan energi, waktu, uang untuk merawat anggota keluarganya.

Hasil penelitian menunjukkan 36 keluarga (92,3%) menyatakan setuju bahwa keluarga merasa sedih memiliki anggota keluarga yang mengalami halusinasi, 32 keluarga (82,1%) menyatakan setuju keluarga merasa cemas akan keadaan penyakit yang dialami. Hal ini diperkuat pendapat Mohr (2006) bahwa beban subyektif yang di rasakan oleh keluarga sebagai respon terhadap anggota keluarga yang gangguan mengalami jiwa adalah masalah rasa kehilangan, rasa takut, merasa bersalah, rasa marah dan perasaan negatif lainnya yang dialami.

Hasil penelitian menunjukkan 36 keluarga (92,3%), keluarga menyatakan setuju bahwa keluarga takut terjadi pengerusakan diri, orang lain, lingkungan akibat halusinasi pasien. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ngadiran (2010) mengenai studi fenomenologi pengalaman keluarga tentang beban dan sumber dukungan keluarga dalam merawat klien dengan halusinasi di Cimahi dan Bandung yang menyatakan bahwa beban psikologi yang dirasakan partisipan selama merawat anggota keluarganya dengan perilaku halusinasi, adalah rasa kecewa terhadap klien karena ketidak patuhan dalam minum obat, putus asa dalam menghadapai proses penyakit klien , marah terhadap perilaku klien, rasa takut terhadap perilaku klien. Hal ini dikarenakan mayoritas responden 23 orang


(39)

44

(59,3% ) adalah perempuan. dimana beban akan lebih dirasakan dalam merawat pasien. Komar dan Muhanti (2007) yang menemukan bahwa jenis kelamin memiliki pengaruh yang besar terhadap beban keluarga dalam mendukung keluarga dengan skizofrenia, dimana perempuan memiliki beban yang lebih berat jika dibandingkan dengan laki-laki.

Perilaku klien dengan halusinasi di atas menimbulkan beban bagi keluarganya, karena keluarga harus lebih sabar, perhatian , menyediakan waktu yang khusus, klien tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, selain itu masih banyak keluarga yang merasakan beban atau kesulitan dalam merawat anggota keluarganya dengan halusinasi, keluarga sangat membutuhkan sumber-sumber dukungan seperti apa yang dapat mendukung keluarga tersebut dalam merawat anggota keluarganya yang mengalamihalusinasi (Ngadiran, 2010). Hasil penelitian menunjukkan 35 keluarga (89,7% ), menyatakan setuju bahwa keluarga bingung terhadap gangguan perilaku/bicara-bicara sendiri yang sering dilakukan pasien. Hal ini dikarenakan mayoritas 28 keluarga (74,4%) memiliki hubungan dengan pasien adalah anak. Hasil penelitian Sari (2009) dan Saunders (2003) bahwa beban keluarga akan dirasakan lebih berat pada individu yang mempunyai hubungan langsung dengan klien.

Keluarga menghadapi situasi penuh stres dan ketegangan karena memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Situasi penuh stres ini diperberat dengan tuntutan ekonomi akan perawatan anggota keluarga yang mengalami halusinasi tersebut dalam jangka waktu yang tidak singkat dalam


(40)

45

perilaku maladaptif dan masa depannya. Situasi-situasi tersebut menimbulkan beban keluarga yang tidak ringan, jika tidak mendapatkan intervensi secara optimal dapat mengantarkan keluarga ke dalam krisis psikologis.


(41)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan dapat disimpulkan bahwa Beban keluarga dalam merawat pasien halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan yaitu sedang dengan sebagian besar responden berusia 41-50 tahun, berjenis kelamin perempuan, beragama islam, berpendidikan SMA,

suku aceh, pekerjaan keluarga sebagai petani, penghasilan keluarga < Rp.1.900.000,-, hubungan dengan pasien adalah anak, lama sakit ≥ 1 tahun.

6.2. Saran

6.2.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi Mahasiswa dan bahan tambahan informasi dalam pembelajaran keperawatan jiwa komunitas yang berorientasi pada pasien dan keluarga yang menderita gangguan jiwa, sehingga informasi ini juga dapat dikembangkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dan keluarga.


(42)

47

6.2.2. Praktik Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melakukan intervensi pada keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang berkaitan dengan memenimalkan beban keluarga dalam membantu proses kesembuhan klien dan sebagai peningkatan motivasi terhadap perawat untuk melakukan kunjungan rumah.

6.2.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk memberi pengetahuan yang berharga bagi peneliti dan peneliti selanjutnya, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai program perawatan klien gangguan jiwa beserta keluarganya.


(43)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Halusinasi

2.1.1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal dan rangsangan eksternal. Klien memberi 5 pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata, misalnya klien mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati, 2010)

Halusinasi ialah suatu pengalaman pada suatu kejadian sensoris tanpa ada input dari lingkungan sekitarnya. Mark Durrand dan David H. Barlow (2007), mendeskripsikan halusinasi adalah suatu penghayatan kepada kejadian-kejadian yang tidak mendasar pada kejadian eksternal (Pieter, Herri Zan, Bethsaida Janiwarti dan Marti Saragih, 2011)

2.1.2. Jenis Halusinasi

Jenis halusinasi menurut Cancro dan Lehman dalam Videbeck (2008) yaitu halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, taktil, kinestetik atau gerakan. Stuart (2007) mengatakan bahwa halusinasi dapat terjadi pada salah satu dari 5 modalitas sensosi utama penglihatan, pendengaran, bau, rasa, dan perabaan persepsi terhadap stimulus eksternal dimana stimulus tersebut sebenarnya tidak ada. Halusinasi pendengaran merupakan halusinasi yang paling


(44)

8

sering muncul adalah halusinasi pendengaran sebanyak 69,23%, diikuti dengan halusinasi penglihatan sebesar 8,59 %, selanjutnya halusinasi taktil sebesar 5,72%, dan sisanya halusinasi tipe lain. Maka halusinasi dapat terjadi berupa stimuluspalsu terhadap seluruh panca indera, tetapi yang paling banyak terjadi adalah halusinasi pendengaran(Yusnipah, 2012).

Hoeksema (2004) mengemukakan adanya bermacam-macam halusinasi, pertama, halusinasi pendengaran, dimana orang mendengar suara-suara, musik dan lain-lain yang sebenrnya tidak ada. Ini merupakan yang paling sering muncul dan rata-rata lebih sering pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Halusinasi kedua yang sering muncul adalah halusinasi penglihatan, seringkali berbarengan dengan halusinasi pendengaran. Selanjutnya halusinasi perabaan, melibatkan persepsi bahwa sesuatu sedang terjadi diluar tubuh seseorang. Selanjutnya halusinasi somatis, melibatkan persepsi bahwa sesuatu sedang terjadi didalam diri seseorang, halusinasi ini seringkali sangat hebat dan menakutkan (Wiramihardja, 2007)

2.1.3. Tanda dan Gejala

Klien dengan gangguan sensori persepsi halusinasi dapat memperlihatkan berbagai manifestasi klinis yang bisa kita amati dalam perilaku mereka sehari-hari. Menurut NANDA (2010), tanda dan gejala halusinasi meliputi: konsentrasi kurang, selalu berubah respon dari rangsangan, kegelisahan, perubahan sensori akut, mudah tersinggung, disorientasi waktu, tempat, dan orang, perubahan kemampuan pemecahan masalah, perubahan pola perilaku. Bicara dan tertawa sendiri, mengatakan melihat dan mendengar sesuatu padahal objek sebenarnya


(45)

9

tidak ada, menarik diri, mondar-mandir, dan mengganggu lingkungan juga sering ditemui pada pasien dengan halusinasi. Individu terkadang sulit untuk berpikir dan mengambil keputusan. Banyak dari mereka yang justru mengganggu lingkungan karena perilakunya itu. Pasien halusinasi biasanya dibawa ke rumah sakit dalam kondisi akut yang memperlihatkan gejala seperti bicara dan tertawa sendiri, berteriak-teriak, keluyuran, dan tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Hal tersebut sebenarnya dapat dicegah apabila keluarga mengetahui tanda dan gejala awal dari halusinasi (Yusnipah, 2012).

2.1.4. Patofisiologi Halusinasi

Patofiologi halusinasi yaitu menurut Maramis (2004), halusinasi dapat didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus, individu merasa ada stimulus yang sebetulnya tidak ada, pasien merasa ada suara padahal tidak ada stimulus suara, bisa juga berupa suara-suara bising dan mendengung, tetapi paling sering berupa kata- kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respon tertentu seperti bicara sendiri. Suara bisa berasal dari dalam diri individu atau dari luar dirinya. Isi suara tersebut dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya tentang perilaku klien sendiri, klien merasa yakin bahwa suara itu dari Tuhan, sahabat dan musuh (Rahmawati, 2014).

Terjadinya Halusinasi dipengaruhi oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi.Menurut Dermawan dan Rusdi (2013), faktor predisposisi yang mempengaruhi masalah halusinasi yaitu; faktor biologis, faktor psikologis, faktor


(46)

10

halusinasi adalah faktor biologis, stress lingkungan, pemicu gejala dan sumber koping (Rahmawati, 2014).

Menurut Stuart & Laraia (2005) dalam Suwardiman (2011), proses halusinasi terjadi melalui empat tahapan, antara lain :

1) Tahap dirasakan oleh klien sebagai pengalaman yang memberi rasa nyaman, dengan perilaku yang sering ditampilkan pada tahapan ini adalah tersenyum atau tertawa sendiri, menggerakan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal lambat, diam, dan berkonsentrasi.

2) Tahap menyalahkan, pada tahap ini dikarakteristikan sebagai pengalaman sensori dan isolasi diri.

3) Tahap mengontrol, perilaku yang ditampilkan pada tahap ini adalah perintah halusinasi dituruti, sulit berhubungan dengan orang lain, dan rentang perhatian hanya beberapa detik.

4) Tahap menguasai, perilaku yang sering dimunculkan pada tahap ini adalah perilaku panik, perilaku mencederai diri sendiri atau orang lain, dan potensial bunuh diri.

2.1.5. Tindakan Keperawatan Keluarga dengan Halusinasi

Menurut Stuart (2007), strategi merawat pasien dengan halusinasi yaitu membina hubungan interpersonal dan saling percaya, mengkaji gejala halusinasi, memfokuskan pada gejala dan minta pasien menjelaskan apa yang sedang terjadi, mengkaji penggunaan alkohol atau obat terlarang, mengatakan bahwa perawat tidak mempunyai stimulus yang sama, membantu pasien mengidentifikasikan kebutuhan yang dapat memicu halusinasi, dan membantu menangani gejala yang


(47)

11

mempengaruhi aktifitas hidup sehari-hari. Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit sangat dibutuhkan sehingga pasien termotivasi untuk sembuh. Demikian juga saat pasien tidak lagi dirawat di rumah sakit (dirawat di rumah). Keluarga yang mendukung pasien secara konsisten akan membuat pasien mampu mempertahankan program pengobatan secara optimal (Yusnipah, 2012).

Menurut Keliat, dkk (2011) tindakan keperawatan yang dapat diberikan untuk keluarga pasien halusinasi adalah sebagai berikut. 1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien, 2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi, dan cara merawat pasien halusinasi, 3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien, 4) Memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga tentang perawatan lanjutan pasien (Yusnipah, 2012).

Merawat pasien berarti juga harus terlibat langsung dalam program pengobatan pasien. Peran keluarga dibutuhkan dalam mengawasi pasien minum obat. Oleh karena itu penting bagi keluarga untuk mengetahui tentang obat dan efek samping obat. Keluarga diharapkan mengetahui manfaat obat, jenis, dosis, waktu, cara pemberian, dan efek samping obat. Kondisi halusinasi dalam perawatan dan pengobatannya bisa dikontrol oleh obat (Videbeck, 2008 dalam Yusnipah, 2012).


(48)

12

Penatalaksanaan terpentingnya adalah bagaimana pasien dengan halusinasi tahu manfaat obat, kemudian mau minum obat dan patuh, sehingga mampu mengikuti dan mempertahankan terapinya untuk mengontrol halusinasinya (Suwardiman, 2011). Pemberian informasi yang Tingkat pengetahuan tepat tentang obat pada keluarga penting untuk keberhasilan perawatan pasien halusinasi. Faktor keluarga menempati hal vital penanganan pasien gangguan jiwa di rumah. Hal ini mengingat keluarga adalah support sistem terdekat dan 24 jam bersama-sama dengan pasien. Keluarga sangat menentukan apakah pasien akan kambuh atau tetap sehat. Keluarga yang mendukung secara optimal akan membuat pasien mampu survive dalam kondisi apapun. Jika keluarga tidak mampu merawat pasien maka pasien akan kambuh bahkan untuk memulihkannya lagi akan sangat sulit. Perawat dituntut harus melatih keluarga pasien agar mampu merawat pasien gangguan jiwa di rumah (Keliat, 1996 dalam Yusnipah, 2012).

2.2. Konsep Keluarga 2.2.1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga. Secara dinamis individu yang membentuk sebuah keluarga dapat digambarkan sebagai anggota dari kelompok masyarakat yang paling dasar, tinggal bersama dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan antar individu (Friedman, 2010, dalam Suwardiman, 2011).


(49)

13

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu membentuk homeostatis akan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota keluarganya dan kemungkinan dapat meningkatkan ketahanan para anggota keluarganya dari adanya gangguan-gangguan mental dan ketidaksetabilan emosional anggota keluarganya. Usaha kesehatan mental sebaiknya dan seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian utama dalam kesehatan mental adalah menggarap keluarga agar dapat memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan mental (Notosoedirdjo dan Latipun, 2005, dalam Kurniawan, 2014).

2.2.2. Tipe Keluarga

Dalam Suprajitno (2004), Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1) Keluarga Inti (Nuclear Family)adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

2) Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).


(50)

14

2.2.3. Fungsi Keluarga

Fungsi keluarga secara umum didefinisikan sebagai hasil akhir atau akibat dari struktur keluarga. sedangkan fungsi dasar keluarga adalah untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga itu sendiri dan masyarakat yang lebih luas. Tujuan terpenting yang perlu dipenuhi keluarga adalah menghasilkan anggota baru (fungsi reproduksi) dan melatih individu tersebut menjadi bagian dari anggota masyarakat (fungsi sosialisasi) (Friedman, 2010, dalam Suwardiman, 2011).

Fungsi keluarga menjadi suatu perhatian ketika kita akan membahas bagaimana kebutuhan dukungan yang dipersepsikan oleh keluarga dengan beban keluarga yang mengalami halusinasi. Adapun fungsi keluarga meliputi :

1) Fungsi afektif, kebahagiaan keluarga diukur oleh kekuatan cinta keluarga (Friedman, 2010, dalam Suwardiman, 2011). Keluarga harus memenuhi kebutuhan kasih sayang anggota keluarganya karena respon kasih sayang satu anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya memberikan dasar penghargaan terhadap kehidupan keluarga.

2) Fungsi sosialisasi, sosialisasi anggota keluarga adalah fungsi yang universal dan lintas budaya yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup masyarakat (Friedman, 2010, dalam Suwardiman, 2011). Sosialisasi merujuk pada banyaknya pengalaman belajar yang diberikan dalam keluarga yang ditujukan untuk mendidik klien halusinasi tentang cara menjalankan fungsi adaptif dalam lingkungan


(51)

15

masyarakat, sehingga klien yang mengalami halusinasi merasa diterima oleh lingkungan sosial.

3) Fungsi reproduksi, salah satu fungsi dasar keluarga adalah untuk menjamin kontinuitas antar generasi keluarga dan masyarakat, yaitu menyediakan anggota baru untuk masyarakat (Friedman, 2010, dalam Suwardiman, 2011).

4) Fungsi ekonomi, fungsi ekonomi melibatkan penyediaan keluarga akan sumber daya yang cukup, ruang, dan materi serta alokasinya yang sesuai melalui proses pengambilan keputusan.

Termasuk ke dalam fungsi ekonomi yaitu :

a. mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

b. pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

c. menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan datang (pendidikan, dan jaminan hari tua).

d. Fungsi perawatan kesehatan, fungsi peningkatan status kesehatan pada klien dengan halusinasi dipenuhi oleh keluarga yang menyediakan makanan, pakaian, tempat tinggal, perawatan kesehatan, dan perlindungan terhadap munculnya bahaya. Pelayanan dan praktik kesehatan adalah fungsi keluarga yang paling relevan bagi perawat keluarga (caregivers).


(52)

16

2.2.4. Tugas Keluarga

Keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan (Friedman, 2010, dalam Nuraenah, 2012) yang meliputi :

a. kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan keluarga klien dengan halusinasi, keluarga perlu mengetahui peneyebab tanda-tanda klien kambuh.

b. kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi anggota keluarga dengan halusinasi, menanyakan kepada orang yang lebih tahu.

c. kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan merawat anggota keluarga dengan riwayat halusinasi.

d. kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di masyarakat.

e. Kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan.

2.2.5. Peran Keluarga

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan sehat-sakit klien (Friedman, 1998, Ngadiran, 2010). Umumnya mereka tidak sanggup merawatnya, setelah sebelumnya keluarga mencoba menyelesaikan masalah dengan anggotanya yang sakit dengan menyangkal bahwa mereka mempunyai masalah yang serius, atau melakukan kontrol yang berlebihan atau menarik diri, sehingga klien gangguan halusinasi biasanya dibawa ke Rumah Sakit setelah mereka lama berada di rumah (Stuart & Sunden, 2001, dalam Ngadiran, 2010).


(53)

17

Keluarga yang menpunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat mencegah perilaku maladaptif (pencegahan perimer), penanggulangan perilakumaladaptif (pencegahan sekunder) dan memulihkan perilaku adaptif(pencegahan tersier) sehingga derajat kesehatan klien dan keluarga dapat ditingkatkan secara optimal (Keliat, 1995, dalam Ngadiran, 2010). Maka peran keluarga sangatpenting dari berbagi faktor:

1) Keluarga merupakan tempat dimana individu memulai hubungan interpersonal dengan lingkungan. Keluarga merupakan istitusi untuk belajar dan mengembangkan nilai, keyakinan, sikap, perilaku (Clenent & Buchanan 1982, dalam Keliat 1995, dalam Ngadiran, 2010). Individu menguji perilakunya didalam keluarga dan umpan balik keluarga mempengaruhi individu dalam mengadopsi perilaku tersebut, semua ini merupakan persiapan individu untuk berperan di masyarakat.

2) Jika keluarga dipandang sebagai suatu sistem, maka gangguan jiwa (halusinasi) yang terjadi pada salah satu anggota dapat mempengaruhi seluruh sistem. Sebaliknya disfungsi keluarga dapat pula merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan pada anggota keluarga.

3) Berbagai pelayanan kesehatan jiwa bukan tempat klien untuk hidup, tetapihanya fasilitas yang membantu klien dan keluraga mengembangkan kemampuan dalam mencegah terjadinya masalah, memanggualngi berbagi masalah dan mempertahankan keadaan adaptif.


(54)

18

4) Dari beberapa penelitian menunjukan bahwa salah satu faktor penyebab kekambuhan gangguan jiwa (halusinasi) adalah keluarga yang tidak tahu menangani perilaku di rumah.

Ngadiran (2010), Peran keluarga dalam perawatan di rumah adalah :

1) Menciptakan lingkungan rumah yang sehat dan menyenangkan sehingga membantu memulihkan kesehatan fisik, psikologis dan sosial yang memuaskan.

2) Mengatasi dan ikut bertanggung jawab atas terlaksananya pengobatan lanjutan difasilitas kesehatan yang ada dan pengawasan dalam pemberian obat di rumah.

3) Membantu pelaksanaan kegiatan sebelum dan setelah perawatan klien dan bertanggung jawab atas kemadirian klien.

4) Menjalankan kerja sama yang baik dengan petugas kesehatan dalam rangka partisipasi dalam proses pengobatan dan pemulihan di rumah. 5) Menciptakan hubungan yang baik dengan lingkungan keluarga dan

tetangga dalam rangka pemberian pengertian kepada masyarakat terkait tentang keadaan, perilaku dan penyakit klien sehingga bersifat positif, suportif dan membantu meneteramkan apabila klien memperlihatkan perilaku negatif.

6) Membantu mencari tempat kerja di masyarakat sehingga kondisi klien yang baik tetap dapat dipertahankan dan dikembangkan.

7) Berpartisipasi secara aktif dan konstruktif dalam proses terapi keluarga. Dengan demikian, jelas sekali bahwa keluarga berperan penting dalam


(55)

19

perawatan halusinasi dan peroses terjadinya penyesuaian kembali klien di rumah Oleh karena itu, peran keluarga dalam proses pemulihan, mencegah kekambuhan dan mengontrol halusinasi di rumah sangat diperlukan.

2.2.6. Kekuatan Keluarga

Ketika ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa (halusinasi) hal tersebut akan memperburuk keadaan mental keluarga, tetapi itu lama-kelamaan akan menjadi biasa. Bahkan pada beberapa anggota keluarga tanpadisadari terjadi perubahan dalam komunikasi dan pada keluarga lain tanpa disadari berkerja sama untuk memulihkan atau memperbaiki komunikasi mereka sehingga menjadi lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya (Barry, 1998, dalam Ngadiran, 2010). Belajar untuk mengatasi masalah yang terjadi merupakan kekuatan keluarga untuk berusaha mengontrol mereka (Stuart & Sunden, 1995,dalam Suwardiman, 2011). Menurut Friedman (1998) dalam Ngadiran (2010), kekuatan keluarga terdiri dari keterampilan komunikasi, kemampuan mendengar, kemampuan anggota keluarga berdiskusi dengan masalah, pengungkapan persepsi-persepsi tentang realitas yang sama dalam keluarga,keinginan keluarga untuk memiliki harapan dan apresiasi, bahwa perubahan mungkin saja terjadi, dukungan dari dalam keluarga, kemampuan memberikan penguatan satu sama lain,kemampuan anggota keluarga menciptakan suasana memiliki, kemampuan dalam merawat diri, kemampuan anggota keluarga bertanggung jawab terhadap masalah-masalah kesehatan, kemampuan anggota keluarga menjaga kesehatan mereka sendiri.


(56)

20

2.3. Konsep Beban Keluarga 2.3.1. Pengertian Beban Keluarga

Beban keluarga adalah tingkat pengalaman distres keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya. Kondisi ini dapat menyebabkan meningkatnya stres emosianal dan ekonomi keluarga adalah tingkat pengalaman distres keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya (Fontaine, 2009, dalam Nuraenah, 2012).

Kondisi klien dengan halusinasi tersebut dapat menimbulkan efek psikologis bagi keluarganya. Keluarga sering merasa malu dan marah terhadap tingkah laku klien (misalnya, tertawa – tawa sendiri, berperilaku aneh), dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Klien yang menderita seumur hidup menjadi beban bagi keluarga. Masalah yang sering dihadapi keluarga adalah klien susah jodoh, diasingkan oleh lingkungan dan sumber dana yang diperlukan.

Masalah yang dihadapi keluarga tidak dapat dihindarkan, karena klien dengan skizofrenia dengan halusinasi kronis memerlukan pembiayaan yang tidak sedikit (Walton &Moss, 2005, dalam Ngadiran, 2010).

Pada keluarga dengan gangguan jiwa, stressor yang dihadapi berbeda dengan keluarga dengan dengan masalah kesehatan lain. Selain berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan untuk perawatan, ketidakmampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari juga pada stigma masyarakat pada klien gangguan jiwa. Stressor yang dialami oleh keluarga dengan gangguan jiwa sering dikenal dengan beban keluarga (family burden) (Ngadiran, 2010).


(57)

21

Gangguan jiwa dapat berdampak negatif pada keluarga. (Stuart & Laraia, 2001, dalam Suwardiman, 2011) dampak yang terjadi meliputi ; meningkatnya konflik dan stress keluarga, saling menyalahkan satu sama lain, kesulitan untuk mengerti dan menerima keluarganya yang sakit, meningkatnya emosi ketika berkumpul dan kehilangan energi, waktu, uang untuk merawat anggota keluarganya.

2.3.2. Pembagian Beban Keluarga

Pembagian beban keluarga juga disampaikan oleh Mohr (2006) dalam Ngadiran (2010) yaitu bahwa beban keluarga terbagi atas tiga jenis :

1) Beban Obyektif

Beban obyektif adalah masalah yang berhubungan dengan pelaksanaan perawatan klien, yang meliputi; tempat tinggal, makanan, transportasi, pengobatan, keuangan, intervensi krisis. Keluarga memerlukan biaya untuk klien di rumah sakit, mengantarkannya berobat. Hal ini akan semakin meningkat jika berlangsung lama.

2) Beban Subyektif

Beban subyektif adalah masalah yang berhubungan dengan kehilangan, takut, merasa bersalah, marah dan perasaan negatif lainnya yang dialami oleh keluarga sebagai respon terhadap anggota keluarga yang gangguan jiwa. Perasaan kehilangan timbul karena menganggap bahwa masa depan keluarga dan klien seolah telah berakhir (Mohr, 2006, dalam Ngadiran, 2010). Perasaan takut, meliputi takut akan kehilangan hartanya untuk mengobati anggota keluarganya


(58)

22

sendiri, marah terhadap keluarga, bahkan terhadap Tuhan (Mohr, 2006, dalam Ngadiran, 2010)

3) Beban Iatrogenik

Beban yang tidak kalah pentingnya adalah beban iatrogenik yaitu beban yang disebabkan karena tidak berfungsinya sistem pelayanan kesehatan jiwa yang tidak mengetahui teori keluarga. Beban iatrogenik itu meliputi tentang pelayanan yang di berikan oleh tenaga kesehatan : dokter, perawat, farmasi, gizi , pelayanan dari tenaga penunjang lainya: sosial worker, analasis, administrasi, informasi .Hal ini mengakibatkan proses pengobatan dan pemulihan tidak berjalan sesuai yang di harapkan.

Sedangkan menurut WHO (2008) dalam Suwardiman (2011), mengkategorikan beban keluarga dengan klien halusinasi dibagi kedalam dua jenis yaitu:

1. Beban obyektif, merupakan beban yang berhubungan dengan masalah dan pengalaman anggota keluarga, terbatasnya hubungan sosial dan aktivitas kerja, kesulitan finansial dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik anggota keluarga.

2. Beban subyektif, merupakan beban yang berhubungan dengan reaksi psikologis anggota keluarga meliputi perasaan kehilangan, kesedihan, kecemasan dan malu dalam situasi sosial, koping, stress terhadap gangguan perilaku dan frustasi yang disebabkan karena perubahan hubungan.


(59)

23

2.3.3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi beban keluarga

Faktor-Faktor yang mempengaruhi beban keluarga penderita skizofrenia merupakan beban bagi keluarga. Beban keluarga ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi beban keluarga antara lain:

1) Perjalanan penyakit

Penderita skizofrenia sering mangalami ketidakmampuan seperti merawat diri, berinteraksi sosial, sehingga sangat bergantung kepada keluarga yang akan menjadi beban baik subyektif maupun obyektif (Kaplan & Sadock, 2000 dalam Nuraenah, 2012). Siregar, Arijanto dan Wati (2008) dalam Nuraenah (2012) menemukan bahwa gejala positif dan negatif klien skizofrenia berperan dalam beratnya beban caregiver, semakin tinggi skor sindrom positif dan negatif skizofrenia maka semakin berat beban yang dirasakan.

2) Stigma

Pada kehidupan masyarakat, skizofrenia masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan dan merupakan aib bagi keluarga, dan sering dianggap sebagai ancaman yang mengganggu keamanan sekitarnya. Keadaan ini menyebabkan keluarga dikucilkan dan mengalami isolasi sosial dari masyarakat. Hal ini menjadi beban bagi keluarga baik beban subyektif maupun beban obyektif. Menurut Sane Research (2009) dalam Nuraenah (2012), stigma adalah suatu usaha untuk label tertentu sebagai kelompok yang kurang patut dihormati dari pada yang lain. Stigma masih tersebar luas di Australia. Australia menghabiskan sekitar 8% dari anggaran kesehatan padapelayanan kesehatan mental, di Negara-negara OECD


(60)

24

adalah 12% atau lebih, kekurangan ini memiliki efek drastis pada kapasitas layanan. Keadaan di Indonesia tidak jauh berbeda dengan di Australia. Orang yang mengalami gangguan jiwa diperlakukan dengan cara yang tidak pantas. Kalau kita melihat pelayanan kesehatan di Indonesia, bahwa bangsal-bangsal yang ada di rumah sakitumum banyak yang belum ada bangsal jiwanya hal ini menunjukkan bukan hanya masyarakat awam saja yang melakukan diskriminatif, tetapi para profesionalpun secara tidak sadar melakukan stigmatisasi terhadap penderita gangguan jiwa. Menurut Hawari (2009) dalam Nuraenah (2012), stigma merupakan sikap keluarga dan masyarakat yang menggangap bahwa bila salah seorang anggota keluarga menderita skizofrenia merupakan aib bagi anggota keluarganya. Selama bertahun-tahun banyak bentuk diskriminasi di dalam masyarakat. Penyakit mental masih menganggap kesalahpahaman, prasangka, kebingungan, ketakutan di tengah-tengah masyarakat.

3) Pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan khususnya kesehatan mental merupakan sarana yang penting dalam melakukan perawatan terhadap skizofren. Kemudahan keluarga untuk membawa klien kepelayanan kesehatan akan mengurangi beban keluarga dalam merawat, begitu juga sebaliknya, jika pelayanan kesehatan khususnya mental tidak tersedia atau sulit dijangkau akan menyebabkan keadaan klien lebih buruk yang akan menjadi beban bagi keluarga yang merawat (Thonicraft & Samukler, 2001 dalam Nuraenah, 2012).


(61)

25

4) Pengetahuan terhadap penyakit

Pengetahuan keluarga tentang skizofrenia dan cara perawatannya sangat mempengaruhi proses fikir keluarga.

5) Ekspresi emosi

Ekspresi emosi adalah keadaan individu yang terbuka dan sadarakan perasaannya dan dapat berpartisipasi dengan dunia eksternal dan internal (Keliat, 2000, dalam Nuraenah, 2012). Beberapa penelitian menemukan bahwa ekspresi emosi keluarga yang tinggi rata-rata memiliki beban yang tinggi jika dibandingkan dengan keluarga yang memiliki ekspresi emosi yang rendah. Angiananda (2006) dalam Nuraenah (2012), menemukan bahwa emosi keluarga berkaitan dengan pengetahuan menyebabkan emosi tinggi karena merasa terbebani dengan perilaku klien. Tingginya angka kekambuhan tersebutkan meningkatkan ketidakmampuan penderita yang menyebabkan beban bagi keluarga.

6) Ekonomi

Faktor ekonomi merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam penilaian beban keluarga. Perawatan klien skizofrenia membutuhkan waktu yang lama sehingga membutuhkan biaya yang banyak. Penelitian Gururaj, Bada, Reddy dan Chandrashkar (2008) menemukan bahwa dari enam dimensi beban keluarga dengan skizofrenia, skor finansial memiliki rata-rata yang paling tinggi. Oleh karena itu, apabila keluarga tidak memiliki sumber dana yang cukup atau jaminan kesehatan, maka hal ini akan menjadi beban yang berat bagi keluarga (Nuraenah,


(62)

26

2.3.4. Beban Keluarga Merawat Pasien Halusinasi.

Menurut WHO (2003), secara umum dampak yang dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga mengalami halusinasi adalah tingginya beban ekonomi, beban emosi keluarga, stress terhadap perilaku pasien yang terganggu, gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga sehari-haridan keterbatasan melakukan aktivitas sosial. Selain itu juga muncul beban keluarga karena stigma social terhadap penderita halusinasi tersebut, beban yang muncul bisa berupa psikologis.

Prilaku halusinasi adalah akibat kesalahan persepsi sensori dari kelima pancaindra, penyimpangan prilaku klien sangat bervariasi tergantung dari tingkat terjadinya halusinasi. Penimpangan prilaku yang terjadi meliputi; terseyum lebar, menggerakkan bibir tanpa membuat suara, perhatian menyempit, kesulitan berhubungan dengan orang lain, tampak cemas, tidak mampu mengikuti perintah, prilaku klien seperti di hantui teror, potensi kuat untuk bunuh diri atau membunuh orang lain, menarik diri, tidak bisa pada lebih dari satu orang.

Prilaku klien dengan halusinasi di atas menimbulkan beban bagi keluarganya, karena keluarga harus lebih sabar, perhatian, menyediakan waktu yang khusus, klien tidak mandiri dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, selain itu masih banyak keluarga yang merasakan beban atau kesulitan dalam merawat anggota keluarganya dengan halusinasi, keluarga sangat membutuhkan sumber-sumber dukungan seperti apa yang dapat mendukung keluarga tersebut dalam merawat anggota keluarganya yang mengalami halusinasi (Ngadiran, 2010).


(63)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gangguan jiwa yang terjadi di era globalisasi dan persaingan bebas ini cenderung semakin meningkat. Peristiwa kehidupan yang penuh dengan tekanan seperti kehilangan orang yang dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan, krisis ekonomi, tekanan dalam pekerjaan dan deskriminasi meningkatkan risiko terjadinya gangguan jiwa (Suliswati, 2005).

Depertemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2010, menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia mencapai 2,5 juta. Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Rabba, Dahrianis dan Rauf, 2014).

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik,


(64)

2

baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010).

Gangguan jiwa tidak hanya menimbulkan penderitaan bagi individu penderitanya tetapi juga bagi orang yang terdekatnya. Biasanya keluargalah yang paling terkena dampak bagi hadirnya gangguan jiwa di keluarga mereka. Selain biaya perawatan tinggi pasien juga membutuhkan perhatian dan dukungan yang lebih dari masyarakat terutama keluarga, sedangkan pengobatan gangguan jiwa membutuhkan waktu yang relative lama, bila pasien tidak melanjutkan pengobatan maka akan mengalami kekambuhan (Arif, 2006 dalam Suhita, 2013).

Keluarga merupakan orang terdekat dengan klien, dimana perlu mengetahui proses munculnya halusinasi yang dialami anggota keluarganya, dan perlu memonitor perilaku klien yang menunjukkan tanda-tanda munculnya halusinasi. Keluarga memiliki tanggungjawab untuk merawat, namun dalam pelaksanan memyebabkan beban bagi keluarga (Suwardiman, 2011).

Beban keluarga adalah tingkat pengalaman yang tidak menyenangkan dalam keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya. Kondisi ini dapat menyebabkan meningkatnya stres emosional dan ekonomi dari keluarga adalah tingkat pengalaman distress keluarga sebagai efek dari kondisi anggota keluarganya (Fontaine, 2009, dalam Ngadiran, 2010).

Keluarga mempersepsikan kondisi keluarga dengan klien halusinasi sebagai beban keluarga. Keluarga mengalami rasa takut, malu, dan bersalah sebagai respons terhadap penyakit yang diderita anggota keluarga (Videbeck, 2008). Keluarga sebagai suatu sistem dengan adanya anggota keluarga yang mengalami


(65)

3

halusinasi akan menjadi stressor tersendiri bagi setiap anggota keluarga yang lain. Penurunan kemampuan kognitif dan psikomotor pada klien dengan halusinasi juga merupakan konsekuensi yang harus dihadapi sebagai beban keluarga dalam membantu mengontrol perilaku halusinasi yang ditunjukkan oleh anggota keluarganya yang mengalami halusinasi (Suwardiman, 2011)

Kondisi keluarga dengan salah satu anggota keluarganya mengalami halusinasi menjadi suatu kondisi yang sulit bagi keluarga. Halusinasi merupakan masalah keperawatan sebagai interpretasi dari penyakit kronis. Adanya salah satu anggota keluarga yang sakit kronis tentu saja akan menyebabkan ketegangan dan keputusasaan dalam keluarga yang berlangsung tidak hanya sementara (Suwardiman, 2011).

Brady dan McCain (2004) dalam Suwardiman (2011), menjelaskan bahwa halusinasi dapat menyebabkan keluarga dihadapkan pada rasa bosan, ketakutan dan rasa malu. Beban lain yang dapat diidentifikasi adalah perasaan tidak berdaya dan stres dalam merawat anggota keluarga dengan halusinasi. Gangguan emosional, sosial dan finansial merupakan konsekuensi yang harus dihadapi oleh keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan halusinasi. Berbagai dampak yang dihadapi keluarga sebagai beban keluarga akan mempengaruhi perilaku keluarga dalam merawat penderita halusinasi termasuk bagaimana mendukung untuk patuh berobat atau regimen terapeutik.

Menurut WHO (2003), secara umum dampak yang dirasakan oleh keluarga dengan adanya anggota keluarga mengalami halusinasi adalah tingginya beban


(66)

4

gangguan dalam melaksanakan kegiatan rumah tangga sehari-hari dan keterbatasan melakukan aktivitas sosial. Pandangan masyarakat atau stigma masyarakat terhadap penderita gangguan jiwa , gangguan jiwa di anggap penyakit akibat dosa dari keluarganya dan merupakan aib bagi pasien dan keluarganya, sehingga masih banyak keluarga yang menyembunyikan anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa, keluarga merasa malu, kecewa dan putus asa . Beban sosial ekonomi diantaranya adalah gangguan dalam hubungan keluarga , keterbatasan melakukan aktivitas sosial, pekerjaan, dan hobi , kesulitan finansial, dan dampak negatif terhadap kesehatan fisik keluarga. Beban psikologis menggambarkan reaksi psikologis seperti perasaan kehilangan, sedih, cemas dan malu terhadap masyarakat sekitar, stres menghadapi gangguan perilaku dan frustasi akibat perubahan pola interaksi dalam keluarga (Ngadiran, 2010).

Keluarga menghadapi situasi penuh stres dan ketegangan karena memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Situasi penuh stres ini diperberat dengan tuntutan ekonomi akan perawatan anggota keluarga yang mengalami halusinasi tersebut dalam jangka waktu yang tidak singkat dalam perawatan, kesabaran tinggi dalam menghadapi emosi, kekhawatiran akan perilaku maladaptif dan masa depannya. Situasi-situasi tersebut menimbulkan beban keluarga yang tidak ringan, jika tidak mendapatkan intervensi secara optimal dapat mengantarkan keluarga ke dalam krisis psikologis (Suwardiman, 2011).


(67)

5

Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suwardiman(2011) mengenai Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Beban Keluarga Untuk Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Keluarga Klien Halusinasi di RSUD Serang tahun 2011, yaitu beban keluarga pada keluarga klien halusinasi masih bisa dirasakan oleh keluarga sebagai hal yang cukup menggangu untuk mengikuti regimen terapeutik. Hasil penelitian Sari (2009) dan Saunders (2003) bahwa beban keluarga akan dirasakan lebih berat pada individu yang mempunyai hubungan langsung dengan klien.

Berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. Yuliddin Away Tapaktuan, ditemukan sebanyak 39 penderita Halusinasi berobat jalan di Poli Klinik Jiwa selama bulan Januari sampai Maret 2015. Beberapa keluarga yang anggota keluarganya mengalami halusinasi ditemukan bahwa mereka merasakan perasaan sedih dan malu memiliki anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa. Dampak dari beban yang dirasakan keluarga akan mempengaruhi kemampuan keluarga dalam merawat pasien. Jika keluarga terbebani kemungkinan keluarga tidak mampu merawat pasien dengan baik.

Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk meneliti beban keluarga merawat pasien halusinasi.

1.2.Pertanyaan Penelitian

Bagaimana beban keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya yang mengalami halusinasi ?


(68)

6

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran beban keluarga dalam menghadapi anggota keluarganya yang mengalami halusinasi.

1.4.Manfaat Penelitian

1.4.1.Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan dibagian keperawatan jiwa dan keperawatan komunitas dalam hal pemberian asuhan keperawatan pada klien dan keluarga gangguan jiwa

1.4.2. Praktik Keperawatan

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat dijadikan sebagai data dasar dalam melakukan intervensi pada keluarga yang mengalami gangguan jiwa yang berkaitan dengan memenimalkan beban keluarga dalam membantu proses kesembuhan klien dan sebagai peningkatan motivasi terhadap perawat untuk melakukan kunjungan rumah.

1.4.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan yang berharga bagi peneliti, sehingga dapat menerapkan pengalaman ilmiah yang diperoleh untuk penelitian yang akan datang mengenai program perawatan klien gangguan jiwa beserta keluarganya.


(1)

7. Direktur BLUD RSUD dr.H.Yuliddin Away Tapaktuan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di BLUD RSUD dr.H.Yuliddin Away Tapaktuan.

8. Suami tercinta Khairinas yang selalu memberikan dorongan dan dukungan, serta kesabaran lahir dan batin dalam penantian, belahan jiwaku Faris dan Zahwa atas kesabarannya yang selalu menanti kepulangan ibunda tercintanya. 9. Alm.Ayahanda dan Ibunda, kakak, adik-adik saya yang selalu berdoa dan

memberi motivasi selama mengikuti pendidikan ini.

10. Serta rekan-rekan Program Studi S-1 Keperwatan Universitas Sumatera Utara angkatan 2014 yang telah memberikan dorongan dan bantuan kepada penulis sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.

Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dan mudah-mudahan tulisan ini dapat berguna bagi penulis sendiri dan para pembaca khususnya.

Medan, Februari 2016


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PRAKATA ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR SKEMA ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Konsep Halusinasi ... 7

2.1.1. Pengertian Halusinasi ... 7

2.1.2. Jenis Halusinasi ... 7

2.1.3. Tanda dan Gejala ... 8

2.1.4. Patofisiologi Halusinasi... 9

2.1.5. Tindakan Keperawatan Keluarga dengan Halusinasi ... 10

2.2. Konsep Keluarga ... 12

2.2.1. Pengertian Keluarga ... 12

2.2.2. Tipe Keluarga ... 13

2.2.3. Fungsi Keluarga ... 14

2.2.4. Tugas Keluarga ... 16

2.2.5. Peran Keluarga ... 16


(3)

2.3.4. Beban Keluarga Merawat Pasien Halusinasi. ... 26

BAB 3 KERANGKA KONSEP... 27

3.1. Kerangka Konsep ... 27

3.2. Defenisi Operasional ... 27

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 29

4.1. Desain Penelitian ... 29

4.2. Populasi dan Sampel ... 29

4.2.1. Populasi ... 29

4.2.2. Sampel ... 29

4.3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30

4.3.1. Waktu penelitian ... 30

4.3.2. Tempat Penelitian ... 30

4.4. Pertimbangan Etik ... 30

4.5. Instrumen Penelitian ... 32

4.6. Pengumpulan Data ... 33

4.7. Uji Validitas ... 34

4.8. Uji Realibilitas Instrumen ... 34

4.9. Analisa Data ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

5.1. Hasil Penelitian ... 36

5.1.1. Data Demografi... 36

5.1.2. Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi ... 38

5.2. Pembahasan ... 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 46

6.1. Kesimpulan ... 46

6.2. Saran ... 46 DAFTAR PUSTAKA


(4)

DAFTAR SKEMA


(5)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Defenisi Operasional ... 28 Tabel 5.1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik keluarga

di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

(n=39) ...37 Tabel 5.2. Beban Keluarga Dalam Merawat Pasien Halusinasi

di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away

Tapaktuan (n=39) ...38 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Beban Keluarga

Di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah


(6)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian Lampiran 2 Master Table

Lampiran 3 Surat izin Survei Awal Lampiran 4 Surat Balasan Survei Awal Lampiran 5 Surat Izin Etical Clearen Lampiran 6 Surat Izin Reabilitas

Lampiran 7 Surat Balasan Izin Reabilitas Lampiran 8 Surat Izin Penelitian

Lampiran 9 Surat Balasan Izin Penelitian Lampiran 10 Taksasi dana

Lampiran 11 Jadwal Tantatif Penelitian Lampiran 12 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 13 Lembar Bimbingan


Dokumen yang terkait

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

4 17 86

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 10

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 2

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 6

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 1 9

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 0 2

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 0 6

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 0 20

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 2 2

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 1 19