Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

(1)

LEMBAR PERSETUJUAN

Dengan menanda tangani lembar ini saya bersedia turut serta berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang bernama Hasdamila dengan judul “Faktor penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga Di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.

Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan merugikan atau berakibat negatif buat saya dan keluarga saya sehingga jawaban yang saya berikan adalah yang sebenar-benarnya.

Dengan demikian maka saya akan bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

Tapaktuan, 2015 Tertanda

Nama (Inisial) : ………… Lampiran 1


(2)

KUESIONER PENELITIAN

A. Data Demografi

Kode Pasien :

Petunjuk: Jawablah pertanyaan dengan memberi tanda (√) pada jawaban yang anda pilih atau yang anda anggap benar.

Umur : …….. Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Pekerjaan : Bekerja Tidak bekerja

Agama : Islam Kristen Katolik Budha Hindu

Kristen Protestan

Suku : Aceh Jawa Batak

Minang Lain-lain ………..

Pendidikan Terakhir : SD SMP

SMA D-III Sarjana


(3)

B. Faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga

No Pernyataan Ya Tidak

1 Pasien bosan minum obat

2 Pasien tidak menelan obat yang diberikan 3 Pasien minum obat tidak sesuai jadwal 4 Pasien menolak minum obat

5 Pasien tidak mau diajak kontrol kedokter

6 Petugas Kesehatan tidak memantau pasien dirumah

7 Kurangnya perhatian dari petugas kesehatan 8 Tidak ada penanggung jawab pasien dari

pelayanan kesehatan

9 Tidak ada tindak lanjut perawatan pasien dirumah 10 Petugas kesehatan jarang melakukan kunjungan

rumah

11 Keluarga sering berkata kasar pada pasien

12 Keluarga tidak menjelaskan manfaat minum obat kepada pasien

13 Keluarga tidak mengawasi pasien minum obat 14 Keluarga jarang membawa pasien untuk kontrol

ke dokter

15 Keluarga tidak melanjutkan pengobatan 16 Masyarakat mengucilkan pasien

17 Masyarakat menghina pasien

18 Masyarakat menganggap pasien tidak berguna 19 Masyarakat menolak keberadaan pasien

20 Pasien tidak mendapatkan perlakuan yang baik dari masyarakat


(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

MASTER TABLE

Kode Pernyataan Skor

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20

A1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7

A2 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3

A3 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 10

A4 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 9

A5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

A6 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 12

A7 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 7

A8 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 1 0 1 9

A9 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 8

A10 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1 0 1 8

A11 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 18

A12 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 9

A13 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 13

A14 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 3

A15 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 11

A16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 14

A17 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 4

A18 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 8

A19 1 0 0 1 0 0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4

A20 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 4

A21 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 14

A22 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 13

A23 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 17


(12)

A24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19

A25 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20

A26 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 19

A27 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19

A28 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19

A29 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 17

A30 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 15

A31 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 19

A32 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 10

A33 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 15

A34 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 16

A35 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20

A36 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 0 1 16

A37 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 13

A38 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16

A39 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20

A40 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18

A41 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 17

A42 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20

A43 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 14

A44 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

A45 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 19

A46 1 1 1 1 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17

A47 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 12

A48 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20

A49 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 16


(13)

A51 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 0 1 0 1 12

A52 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 1 1 1 1 15

A53 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 18

A54 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 18

A55 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 15

A56 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 14

A57 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19

A58 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14

A59 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 17

A60 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 0 15

A61 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 1 1 14

A62 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 18

A63 1 1 1 0 0 1 1 1 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 1 11

A64 0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 14

A65 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 15

A66 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 14

A67 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 1 16

A68 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 17

A69 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 18

A70 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 17

A71 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 15

A72 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 18

A73 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0 1 1 1 0 0 14

A74 0 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 15

A75 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 19

A76 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19


(14)

A78 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20

A79 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20

A80 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 0 13

A81 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 20

Ya 60 56 72 56 66 63 69 61 65 70 33 65 57 40 35 63 61 67 43 60 Tidak 21 25 9 25 15 18 12 20 16 11 48 16 24 41 46 18 20 14 38 21


(15)

TAKSASI DANA PENELITIAN

Kertas A4 : Rp. 80.000,-

Tinta Print : Rp. 120.000,-

Biaya Internet : Rp. 300.000,-

Buku Referensi : Rp. 500.000,-

Foto copy : Rp. 300.000,-

Biaya Transportasi : Rp. 800.000,-

Penggandaan Skripsi + Jilid : Rp. 100.000,-

Translet Abstrak : Rp. 100.000,-

Biaya tak terduga : Rp. 200.000,-

Konsumsi : Rp. 250.000,-

Pulsa : Rp. 100.000,-

Total Rp.2.850.000,-


(16)

JADWAL TENTATIF PENELITIAN

No Aktivitas

Penelitian

Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari

2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2015 2016 2016

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajua

n judul

penelitian 2 Menyusu

n Bab 1 3 Menyusu

n Bab 2 4 Menyusu

n Bab 3 5 Menyusu

n Bab 4 6 Menyera

hkan proposal

penelitian 7 Mengaju

kan sidang proposal

penelitian 8 Ujian

sidang

proposal 9 Revisi

proposal

penelitian Lampiran 11


(17)

10 Pengump ulan data responde

n 11 Analisa

data, Bab 5 dan

Bab 6 12 Pengajua

n sidang

skripsi 13 Ujian

sidang

skripsi 14 Revisi

skripsi 15 Mengum

pulkan

Skripsi

Diketahui


(18)

Daftar Riwayat Hidup Data Pribadi

Nama : Hasdamila

NIM : 141121022

Tempat/Tanggal Lahir : Blangpidie, 16 April 1986 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jl.Cut Aloeh Lr.Seutui Gampong Meunasah Sangkalan Kec.Susoh Kab.Aceh Barat Daya Kewarganegaraan : Indonesia

No.Hp : 08119911661

Email : hasdamila.darwis@yahoo.com

Orangtua/Keluarga

Ayah : Darwis, A.Ma.Pd

Ibu : Almh.Asmah

Suami : Harry Budi Satrya, S.Mn

Anak : Kinza Hadi Muktabar

Riwayat Pendidikan

1. 1991-1997 : SDN.1 Kuta Tinggi Aceh Barat Daya 2. 1997-2000 : SMPN.2 Blangpidie Aceh Barat Daya 3. 2000-2003 : SMUN.1 Blangpidie Aceh Barat Daya 4. 2003-2006 : D-III Akper Pemkab Aceh Selatan

5. 2014-sekarang : S-I Keperawatan Universitas Sumatera Utara Lampiran 12


(19)

(20)

(21)

DAFTAR PUSTAKA

Aji, W. (2011). Tesis Peran Pelayanan Kesehatan dalam Mencegah Terjadinya Kekambuhan pada Pasien Skizofrenia. Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Ali, H. Z. (2009). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta. EGC

Anggraeni, T. Sri dan Heni S. (2009). Journal Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Frekuensi Kekambuhan Klien Skizofrenia Di IGD Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.. Akademi Keperawatan Mamba’ulum Surakarta. Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Edisi 6.

Jakarta: PT. Rineka Cipta

Bahri, S. (2008). Skripsi Persepsi Keluarga Pasien Rawat Inap Terhadap Pelayanan Bimbingan Kerohanian Pada Pasien Rumah Sakit (Studi Komparasi RS. Roemani dan RSI Sultan Agung). Fakultas Da’wah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.

Dewi, R. Dan Carla R M. (2009). Journal Riwayat Gangguan Jiwa Pada Keluarga Dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia Di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta. Berita Kedokteran Masyarakat Vol. 25, no 4. Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Duran & Barlow. (2006). Psikologi Abnormal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Davison, G.C. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Efendi, F . Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan

Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medica.

Fadli, S M & Mitra. (2012). Artikel Penelitian Pengetahuan dan Ekspresi Emosi Keluarga Serta Frekuensi Kekambuhan Penderita Skizofrenia. Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Hang Tuah Pekanbaru.

Fitra, M dan Sandy. (2013). Hubungan Antara Faktor Kepatuhan Mengkonsumsi Obat, Dukungan Keluarga dan Lingkungan Masyarakat Dengan Tingkat Kekambuhan Pasien Skizofrenia. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Herman, A. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.

Hidayat, A. A. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta ; Salemba Medika.


(22)

Kurniawan, H. (2014). Skripsi Kecemasan Keluarga Merawat Pasien Perilaku Kekerasan Di Unit Rawat Jalan Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara.. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Novita, M. (2012). Skripsi Peran Perawat Dalam Meningkatkan Kemampuan Bersosialisasi Pada Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.Rieneka Cipta.

Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Nuraenah. (2012). Tesis Hubungan Dukungan Keluarga Dan Beban Keluarga Dalam Merawat Anggota Dengan Riwayat Perilaku Kekerasan Di RS. Jiwa Islam Klender Jakarta Timur. Program Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan Keperawatan Jiwa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Depok.

Pratama, Y. Saifuddin dan Syahrial. (2013). Journal Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keluarga Pasien Terhadap Kekambuhan Skizofrenia Di Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) Rumah Sakit Jiwa Aceh. Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.

Purwanto, A. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kekambuhan pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa daerah Surakarta. http://etd.eprints.ums.ac.id/7937/1/J210080514.pdf, diperoleh pada tanggal 01 April 2015.

Pieter, H. Z., dkk. (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Kencana.

Riduwan. (2010). Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung : Alfabeta.

Saputra, N. (2010). Skripsi Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kekambuhan Pasien Skizofrenia di PoliKlinik Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Sumatera Utara-Medan. Fakultas Keperawatan Univesitas Sumatera Utara Simanjuntak, Y.P. (2008). Faktor Resiko Terjadinya Relaps Pada Pasien

Skizofrenia Paranoid. Tesis.

Suryani. Wiwi K, Maria K. (2014). Journal Persepsi Keluarga Terhadap Skizofrenia Di R.S. X.. Fakultas Keperawatan Universitas Padjajaran.


(23)

Suwardiman, D. (2011). Tesis Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Beban Keluarga Untuk Mengikuti Regimen Terapeutik Pada Keluarga Klein Halusinasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Serang Tahun 2011. Fakultas Ilmu Keperawatan Program Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Jiwa Depok.

Sunaryo. (2004). Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC.

Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi Dalam Praktik. Jakarta : EGC

Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta.EGC.

Yulia, E.W. (2011). Skripsi Hubungan Antara Tingkat Ekspresi Emosi Keluarga Dengan Kekambuhan Penderita Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Dr.Radjiman Wediodiningrat Lawang.


(24)

32 BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lain, atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2012).

Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan faktor penyebab kekambuhan pada pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga yang

dirawat di Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.

Skema 3.1 Kerangka konseptual tentang faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga.

Faktor Penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga 1. Klien

2. Penanggung Jawab Pasien 3. Keluarga

4. Lingkungan Masyarakat


(25)

33

3.2. Definisi Operasional Tabel 3.1 Defenisi Operational

Variabel Definisi Alat Ukur Skala

Ukur Faktor Penyebab

kekambuhan

Skizofrenia menurut persepsi keluarga

Hal-hal yang

menyebabkan pasien skizofrenia dirawat kembali di Rumah Sakit menurut persepsi keluarga

Kuesioner dengan 20 pernyataan menggunak an Skala Gutmant


(26)

34 BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif digunakan untuk memberi suatu gambaran atau fenomena. Penelitian ini memberi gambaran faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga.

4.2. Populasi dan Sampel

4.2.1. Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut (Arikunto, 2006). Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anggota keluarga yang menderita skizofrenia di Poli Klinik Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang pernah mengalami kekambuhan. Dari data yang didapat selama 3 bulan terakhir pada bulan Januari sampai Maret 2015 berjumlah 421 orang.

4.2.2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Adapun jumlah populasi pada 3 bulan terakhir adalah 421 orang.


(27)

35

Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus Solvin dalam Riduwan (2010) sebagai berikut :

N n =

Nd2 + 1

Dimana :

n : Jumlah sampel N : Jumlah Populasi

d2 : Presisi yang ditetapkan (10%) 421

n =

421. 0,12 + 1

421 =

421.0.01 +1 421 =

4.21 + 1

421 =

5.21 = 80,81

= 81 (dibulatkan)


(28)

36

Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik Accidental Sampling yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau tersedia disuatu tempat sesuai dengan konteks penelitian (Notoadmodjo, 2010). Kriteria yang digunakan dalam pengambilan sampel ini adalah kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti (Nursalam,2013).

Adapun kriteria pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah:

a. Keluarga pasien skizofrenia yang berkunjung ke Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang pernah mengalami kekambuhan. b. Keluarga pasien yang bersedia menjadi responden

c. Keluarga pasien yang bisa berkomunikasi dengan baik d. Keluarga pasien yang bisa membaca

4.3. Waktu dan Tempat Penelitian

4.3.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015

4.3.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang berlokasi di Jalan T. Ben Mahmud No.86-A Gunung Kerambil Tapaktuan. Alasan peneliti mengambil lokasi tersebut sebagai lahan penelitian karena Badan Layanan Umum


(29)

37

Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan merupakan Rumah Sakit rujukan dari empat Kabupaten di wilayah barat Provinsi yang memiliki ruang rawat inap pasien gangguan jiwa yang baru di resmikan pada bulan Februari 2014 dan belum pernah dilakukan penelitian sebelumnya di Rumah Sakit tersebut.

4.4. Prinsip Etik Dalam Penelitian

Prinsip etik dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin ke Komisi Etik Fakultas Keperawatan, setalah mendapatkan izin dari Komisi Etik Fakultas Keperawatan selanjutnya peneliti meminta izin dari pihak pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk melakukan penelitian, selanjutnya akan mengirim surat permohonan izin melakukan penelitian kepada Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan yang peneliti pakai sebagai lahan untuk penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan peneliti akan memulai penelitian.

Prinsip etik yang harus dilakukan adalah peneliti harus memahami prinsip-prinsip etika penelitan dengan tidak melanggar hak-hak (otonomi), yaitu menghargai hak asasi manusia (respect human dignity), dimana responden mempunyai hak untuk tidak bersedia menjadi responden dan peneliti memberi penjelasan secara rinci serta bertanggungjawab jika ada sesuatu yang terjadi kepada responden, selanjutnya kepada responden yang diteliti dijelaskan maksud, tujuan, dan prosedur penelitian secara adil dan jujur (justice), peneliti juga menjelaska kepada responden bahwa data yang diberikan dirahasiakan (confidentiality), untuk itu perlu adanya tanpa nama atau inisial nama (anonimity),


(30)

38

dan responden diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan, kemudian peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden dengan menandatangani lembar persetujuan (informed concent), jika responden menolak berpartisipasi dalam penelitian ini, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya (Nursalam, 2011).

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa: kuesioner (daftar pertanyaan), formulir observasi, formulir-fomulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah berisi data demografi yang terdiri dari inisial, kode pasien, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, suku, pendidikan hubungan dengan pasien.

Bagian kedua adalah kuesioner faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga yang dirancang oleh peneliti sendiri berdasarkan tinjauan pustaka.

Kuesioner penelitian ini terdiri dari 20 pernyataan, diukur dengan skala Gutmant dengan alternatif jawaban ya atau tidak. Untuk jawaban ya = 1, tidak = 0. Berdasarkan skala tersebut, skor yang dicapai responden adalah minimal 0 sampai dengan maksimal 20 (Hidayat, 2007).


(31)

39

4.6. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidtan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi dan juga sebaliknya (Arikunto, 2006).

Instrumen pada penelitian ini di uji validkan kepada Ibu Wardiah, S.Kep, Ns, M. Kep, yang merupakan salah satu Dosen/Staff Pengajar Keperawatan Jiwa Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4.7. Uji Reliabilitas Instrumen

Menurut Arikunto (2006), realibilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrumen tersebut sudah baik.

Dalam penelitian ini, uji reliabilitas akan dilakukan dengan menggunakan tekhnik Formula Kuder Richardson (KR-21) karena instrumen penelitian memiliki jumlah butir pernyataan yang genap, yaitu berjumlah 20 pernyataan. Uji reliabilitas dilakukan pada Keluarga pasien yang berkunjung di Poli Klinik Jiwa Rumah Sakit Umum Daerah Aceh Tamiang sebanyak 20 orang dengan hasil 0,74.

4.8. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara yaitu sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin tertulis kepada Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan Aceh Selatan yang dipilih sebagai tempat penelitian. Setelah mendapatkan ijin dari pihak Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum


(32)

40

Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan Aceh Selatan peneliti mengadakan pertemuan dan kontrak kerja dengan penanggung jawab poli klinik jiwa dan tenaga perawat. Selanjutnya peneliti mengidentifikasi keluarga pasien yang kebetulan ada sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, bekerja sama dengan perawat yang berada di poli klinik jiwa tersebut. Selanjutnya peneliti mengumpulkan data akan diberikan penjelasan terlebih dahulu kepada calon responden tentang tujuan penelitian serta menanyakan kesediaan keluarga pasien. Bagi yang bersedia, keluarga pasien menandatangani surat persetujuan atau menyetujui secara lisan. Kemudian peneliti menjelaskan prosedur kegiatan pengisian kuesioner, yang mana kuesioner terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner data demografi, dan kuesioner faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia. Setelah responden diberikan kuesioner selanjutnya meminta responden supaya memberi tanda centang pada kolom “ya” jika jawaban dianggap sesuai, centang pada kolom “tidak” jika jawaban di anggap tidak sesuai. Setelah itu peneliti mengumpulkan kuesioner dan menganalisa data tersebut.

4.9. Pengolahan Data

Setelah semua data terkumpul maka peneliti akan mengadakan pengolahan data melalui beberapa tahap sebagai berikut :

1) Editing, dilakukan untuk memeriksa kembali data yang diperoleh atau yang dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengolahan data atau setelah data terkumpul.

2) Coding, merupakan kegiatan memberikan kode numeric (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat


(33)

41

penting bila pengolahan dan analisa dan menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.

3) Processing yaitu memasukkan data dari lembar kuesioner kedalam program computer.

4) Cleaning data, data yang telah dimasukkan diperiksa kembali, untuk memastikan bahwa data telah bersih dari kesalahan. Baik kesalahan dalam pengkodean maupun dalam membaca kode sehingga data siap untuk dianalisis.

5) Entery data, merupakan kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master table atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat tabel.

4.10. Analisa Data

Analisa data dilakukan secara deskriptif dengan melihat persentase data yang telah terkumpul dalam tabel distribusi frekuensi, data demografi ditampilkan dalam bentuk persentase, dan analisa untuk faktor kekambuhan pasien skizofrenia di analisa secara deskriptif untuk mengetahui frekuensi dan persentase dengan tujuan untuk menggambarkan faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga pasien di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.


(34)

42 BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini diuraikan data hasil penelitian dan pembahasan. Penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 5 sampai 30 Oktober 2015 di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.

5.1. Hasil Penelitian

Hasil penelitian dijabarkan mulai dari data demografi karakteristik keluarga dan faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga.

5.1.1. Data Demografi

Berdasarkan hasil penelitian pada data demografi karakteristik keluarga pasien dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik keluarga (n=81)

Karakteristik Keluarga Frekuensi (f) Persentase (%)

Umur

20-30 16 19.8 31-40 33 40.7 41-50 21 25.9 >50 11 13.6 Jenis Kelamin

Laki-laki 36 44.4 Perempuan 45 55.6 Pekerjaan

Bekerja 48 59.3 Tidak Bekerja 33 40.7 Agama


(35)

43

Karakteristik Keluarga Frekuensi (f) Persentase (%)

Suku

Aceh 74 91.4

Minang 6 7.4

Jawa 1 1.2

Pendidikan

SD 10 12.3

SMP 15 18.5

SMA 30 37.0

D III 17 21.0

Sarjana 9 11.1

Hubungan Dengan Pasien

Anak 29 35.8

Istri 2 2.5

Orang Tua 6 7.4

Saudara Kandung 44 54.3

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data distribusi frekuensi karakteristik keluarga meliputi umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, suku, pendidikan dan hubungan dengan pasien.

Berdasarkan dari 81 keluarga yang diteliti, sebagian besar keluarga pada rentang umur 31-40 tahun berjumlah 33 orang (40.7%), berjenis kelamin perempuan berjumlah 45 orang (55.6%), bekerja berjumlah 48 orang (59.3%), beragama islam berjumlah 81 orang (100%), suku aceh berjumlah 74 orang (91.4%), berpendidikan SMA berjumlah 30 orang (37%), dan hubungan dengan pasien sebagai saudara kandung berjumlah 44 orang (54.3%).


(36)

44

5.1.2. Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel. 5.2. Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga

No Pernyataan Ya Tidak

n (%) n (%) Klien

1 Pasien bosan minum obat 60 21

(74.1) (25.9) 2 Pasien tidak menelan obat yang diberikan 56 25

(69.1) (30.9)

3 Pasien minum obat tidak sesuai jadwal 72 9

(88.9) (11.1)

4 Pasien menolak minum obat 56 26

(69.1) (30.9) 5 Pasien tidak mau diajak kontrol kedokter 66 15

(81.5) (18.5) Penanggung Jawab Pasien

6 Petugas Kesehatan tidak memantau pasien dirumah 63 18 (77.8) (22.2) 7 Kurangnya perhatian dari petugas kesehatan 69 12

(85.2) (14.8) 8 Tidak ada penanggung jawab pasien dari pelayanan 61 20

kesehatan (75.3) (24.7)

9 Tidak ada tindak lanjut perawatan pasien dirumah 65 16 (80.2) (19.8) 10 Petugas kesehatan jarang melakukan kunjungan rumah 70 11

(86.4) (13.6) Keluarga

11 Keluarga sering berkata kasar pada pasien 33 48 (40.7) (59.3) 12 Keluarga tidak menjelaskan manfaat minum obat 65 16

kepada pasien (80.2) (19.8)

13 Keluarga tidak mengawasi pasien minum obat 57 24


(37)

45

No Pernyataan Ya Tidak

n (%) n (%) 14 Keluarga jarang membawa pasien untuk kontrol 40 41

ke dokter (49.4) (50.6)

15 Keluarga tidak melanjutkan pengobatan 35 46

(43.2) (56.8)

Lingkungan Masyarakat

16 Masyarakat mengucilkan pasien 63 18

(77.8) (22.2)

17 Masyarakat menghina pasien 61 20

(75.3) (24.7)

18 Masyarakat menganggap pasien tidak berguna 67 14

(82.7) (17.3)

19 Masyarakat menolak keberadaan pasien 43 38

(53.1) (46.9)

20 Pasien tidak mendapatkan perlakuan yang baik 60 21

dari masyarakat (74.1) (25.9)

Berdasarkan tabel diatas bahwa faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga yaitu pada faktor klien, keluarga menjawab

“ya” pasien minum obat tidak sesuai jadwal (88,9%). Pada faktor penanggung

jawab pasien, keluarga menjawab “ya” petugas kesehatan jarang melakukan kunjungan rumah (86,4%). Pada faktor keluarga, keluarga menjawab “ya” bahwa keluarga tidak menjelaskan manfaat minum obat kepada pasein (80,2%). Pada faktor lingkungan masyarakat, keluarga menjawab “ya” masyarakat menganggap pasien tidak berguna (82,7%).

5.2. Pembahasan

Hasil penelitian yang dilakukan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan didapatkan bahwa faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga berdasarkan faktor klien yaitu sebagian besar menunjukkan bahwa 72 keluarga


(38)

46

(88,9%) menjawab “ya” pasien minum obat tidak sesuai jadwal, 56 keluarga

(68,1%) menjawab “ya” pasien menolak minum obat. Hasil penelitian ini sesuai

dengan Keliat (2009) dalam Fitra (2013), menyebutkan salah satu faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia yaitu klien, sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal meminum obat dengan teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Klien skizofrenia khusunya sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan membuat keputusan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian Carla, dkk (2008) melaporkan bahwa 76% pasien di skizofrenia di RS Dr. Sarjito Yogyakarta mengalami kekambuhan. Faktor-faktor yang dominan terhadap kekambuhan pasien skizofrenia antara lain ekspresi keluarga dan kepatuhan mengkonsumsi obat. Bila dikaitkan dengan data demografi, sebagian besar 44 keluarga (54,3%) memiliki hubungan dengan pasien sebagai saudara kandung tentunya dapat memberikan dukungan yang lebih pada kepatuhan pasien minum obat. Orang terdekat dengan pasien atau keluarga yang merawat terlebih dahulu mengetahui tanda-tanda terjadinya kekambuhan akibat tidak patuhnya pasien minum obat. Sehingga keluarga menerima rangsangan atau stimulus dari pengalaman munculnya tanda gejala kekambuhan pasien.

Berdasarkan faktor Penanggung Jawab Pasien, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 69 keluarga (85,2%) menjawab “ya” kurangnya perhatian dari petugas kesehatan, 70 keluarga (86,4%) menjawab “ya” petugas kesehatan jarang melakukan kunjungan rumah. Hasil penelitian ini juga didukung penelitian oleh Aji (2011), mengenai peran pelayanan kesehatan dalam mencegah terjadinya kekambuhan pada skizofrenia, yang menyebutkan bahwa ketersediaan pelayanan


(39)

47

kesehatan berperan bermakna secara signifikan dalam mencegah kekambuhan pasien skizofrenia. Hal ini didukung penelitian oleh Novita (2012) menunjukkan bahwa bagi seorang perawat menjalin hubungan yang baik dengan pasien gangguan jiwa merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukannya. Keberadaan perawat dan dokter merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan, hal ini harus benar-benar diperhatikan dan dikelola secara profesional sehingga mampu meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan pengobatan optimal bagi pasien baik dipelayanan kesehatan maupun diluar pelayanan kesehatan, mengingat kondisi pasien yang memerlukan penanganan yang khusus. Namun terbatasnya penanggung jawab pasien dari pihak rumah sakit untuk melakukan kunjungan rumah, kemungkinan keluarga merasa tidak diperhatikan sehingga keluarga menganggap hal ini salah satu penyebab kekambuhan pasien skizofrenia.

Usaha kesehatan mental sebaiknya dan seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian utama dalam kesehatan mental adalah menggarap keluarga agar dapat memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan mental (Notosoedirdjo dan Latipun, 2005, dalam Kurniawan, 2014).

Berdasarkan faktor keluarga, hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 keluarga (80, 2%) menjawab “ya” keluarga tidak menjelaskan manfaat minum obat kepada pasein, 57 keluarga (70, 4%) menjawab “ya” keluarga tidak mengawasi pasien minum obat. Penelitian ini sesuai dengan Keliat (2009) dalam Fitra (2013), menyebutkan salah satu faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia yaitu keluarga, dukungan dan bantuan merupakan variabel yang


(40)

48

sangat penting dalam kepatuhan pengobatan pasien skizofrenia. Pasien yang ditinggal sendirian secara umum memiliki angka kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang mendukung. Sebagai kemungkinan lain, sikap negatif dalam lingkungan sosial pasien terhadap pengobatan dapat mempengaruhi kepatuhan. Hasil penelitian ini juga didukung penelitian oleh Fitra (2013) yang menyimpulkan bahwa dukungan keluarga memiliki pengaruh yang lebih dominan dibandingkan kepatuhan mengkonsumi obat terhadap kekambuhan pasien skizofrenia. Peneliti berasumsi bahwa hal ini dikarenakan sebagian besar keluarga bekerja 48 keluarga (59,3%) sehingga peran dan fungsi keluarga terhadap pengobatan pasien berkurang, karena pada umumnya klien gangguan jiwa belum mampu mengatur dan mengetahui jadwal dan jenis obat yang akan diminum sehingga kurangnya pengawasan pasien dalam minum obat.

Yosep (2009), menjelaskan bahwa dukungan masyarakat merupakan sebagai faktor yang bermakna dalam menahan stress bagi pasien yang menderita gangguan jiwa berat maupun bagi keluarga penderita gangguan jiwa. Adanya dukungan masyarakat berkorelasi dengan penurunan perawatan ulang bagi penderita gangguan jiwa berat.

Berdasarkan faktor lingkungan masyarakat, hasil penelitian menunjukkan bahwa 67 keluarga (82,7%) menjawab “ya” masyarakat menganggap pasien tidak berguna, 63 keluarga (77,8%) menjawab “ya” masyarakat mengucilkan pasien. Hasil penelitian ini sesuai dengan Keliat (2009) dalam Fitra (2013), menyebutkan salah satu faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia yaitu lingkungan


(41)

49

masyarakat, lingkungan masyarakat tempat tinggal klien yang tidak mendukung juga dapat meningkatkan frekuensi kekambuhan. Misalnya masyarakat menganggap klien sebagai individu yang tidak berguna, mengucilkan klien, mengejek klien dan seterusnya. Hasil penenlitian ini didukung oleh penelitian Angermeyer (2003) tentang The stigma of metal illness: effect of labeling on public attitudes towards people with metal disorder. Penelitian yang dilakukan di Jerman ini menyimpulkan bahwa stigma atau persepsi masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa adalah negatif, yaitu pasien gangguan jiwa dianggap orang yang berbahaya dan harus dihindari.


(42)

50

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan dapat disimpulkan :

Sebagian besar responden pada rentang umur 31-40 tahun berjumlah 33 orang (40,7%), berjenis kelamin perempuan berjumlah 45 orang (55,6%), bekerja berjumlah 48 orang (59,3%), beragama islam berjumlah 81 orang (100%), suku aceh berjumlah 74 orang (91,4%), berpendidikan SMA berjumlah 30 orang (37%), hubungan dengan pasien sebagai saudara kandung berjumlah 44 orang (54,3%).

Kekambuhan pasien skizofrenia disebabkan oleh faktor pasien tidak minum obat, kurangnya perhatian dari penanggung jawab pasien dan kurangnya dukungan dari keluarga serta masyarakat. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga yaitu faktor dari pasien seperti pasien minum obat tidak sesuai jadwal. Faktor dari penanggung jawab pasien seperti kurangnya perhatian dari petugas kesehatan dan jarang melakukan kunjungan rumah. Faktor dari keluarga seperti keluarga tidak menjelaskan manfaat minum obat kepada pasein, keluarga tidak mengawasi pasien minum obat. Faktor dari lingkungan masyarakat seperti masyarakat menganggap pasien tidak berguna, masyarakat mengucilkan pasien.


(43)

51

6.2. Saran

6.2.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitan ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi mahasiswa keperawatan tentang faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga, sehingga dapat memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarga pasien.

6.2.2. Praktik Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan konstribusi bagi peningkatan praktek keperawatan khususnya pengembangan ilmu keperawatan jiwa terhadap penatalaksanaan pasien skizofrenia dan mengidentifikasikan tentang faktor penyebab kekambuhan pada pasien skizofrenia, terutama bagi penanggung jawab pasien agar lebih meluangkan kesempatan untuk melakukan kunjungan rumah dan melibatkan keluarga dalam perawatan pasien, untuk itu keluarga tetap memberi dukungan kepada pasien serta memantau pasien dalam minum obat.

6.2.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar penelitian selanjutnya yang terkait dengan faktor-faktor yang menyebabkan kekambuhan pada pasien skizofrenia.


(44)

7 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Persepsi

2.1.1. Pengertian Persepsi

Persepsi dapat diartikan sebagai proses diterimanya rangsang melalui pancaindra yang didahului oleh perhatian sehingga individu mampu mengetahui, mengartikan dan menghayati tentang hal yang diamati, baik yang ada diluar maupun dalam diri individu (Sunaryo, 2004)

Menurut Najati dalam Bahri (2008), persepsi merupakan fungsi yang penting dalam kehidupan. Dengan persepsi, makhluk hidup dapat mengetahui sesuatu yang akan mengganggunya sehingga ia pun dapat menjauhinya, juga dapat mengetahui sesuatu yang bermanfaat sehingga ia pun dapat mengupayakannya.

2.1.2. Macam-Macam Persepsi Ada dua macam persepsi, yaitu :

1) External Perceptian, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang datang dari luar diri individu

2) Self Perception, yaitu persepsi yang terjadi karena adanya rangsang yang berasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini yang menjadi objek adalah dirinya sendiri.


(45)

8

2.1.3. Proses Terjadinya Persepsi Persepsi melewati tiga proses yaitu :

a. Proses fisik (kealaman) – objek – stimulus – reseptor atau alat indra. b. Proses fisiologis – stimulus – saraf sensoris – otak.

c. Proses psikologis – proses dalam otak sehingga individu menyadari stimulus yang diterima.

Jadi, syarat untuk mengadakan persepsi perlu ada proses fisik, fisologis dan psikologis. Secara bagan dapat digambarkan sebagai berikut :

(Sunaryo, 2004) Skema 2.1. Proses terjadinya persepsi

Objek Stimulus Reseptor

Saraf sensorik Otak

Saraf Motorik


(46)

9

2.1.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi

Sementara itu menurut Sarwono dalam Bahri (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:

a. Perhatian. Biasanya kita tidak menangkap seluruh rangsang yang ada di sekitar kita sekaligus, tetapi kita memfokuskan perhatian kita pada satu dua obyek saja.

b. Set. Set adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul.

c. Kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang, akan mempengaruhi persepsi orang tersebut. Dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan yang berbeda, akan menyebabkan pula perbedaan persepsi.

d. Sistem Nilai. Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi.

e. Ciri Kepribadian. Ciri kepribadian akan mempengaruhi pula persepsi. f. Gangguan Kejiwaan. Gangguan kejiwaan dapat menimbulkan kesalahan

persepsi yang disebut halusinasi. Berbeda dari ilusi, halusinasi bersifat individual, jadi hanya dialami oleh penderita yang bersangkutan saja.

2.2. Keluarga

2.2.1. Pengertian Keluarga

Keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, serta sosial dari tiap


(47)

10

anggota keluarga. Secara dinamis individu yang membentuk sebuah keluarga dapat digambarkan sebagai anggota dari kelompok masyarakat yang paling dasar, tinggal bersama dan berinteraksi untuk memenuhi kebutuhan antar individu (Friedman, 2010, dalam Suwardiman, 2011).

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Keluarga yang lengkap dan fungsional serta mampu membentuk homeostatis akan dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota keluarganya dan kemungkinan dapat meningkatkan ketahanan para anggota keluarganya dari adanya gangguan-gangguan mental dan ketidaksetabilan emosional anggota keluarganya. Usaha kesehatan mental sebaiknya dan seharusnya dimulai dari keluarga. Karena itu perhatian utama dalam kesehatan mental adalah menggarap keluarga agar dapat memberikan iklim yang kondusif bagi anggota keluarganya yang mengalami gangguan kesehatan mental (Notosoedirdjo dan Latipun, 2005, dalam Kurniawan, 2014).

2.2.2. Tipe Keluarga

Dalam Suprajitno (2004), Pembagian tipe keluarga bergantung pada konteks keilmuan dan orang yang mengelompokkan. Secara tradisional keluarga dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

1) Keluarga Inti (Nuclear Family)adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.


(48)

11

2) Keluarga besar (Extended Family) adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek-nenek, paman-bibi).

Susman dalam Ali (2009), menguraikan beberapa bentuk keluarga, terdiri dari :

1) Keluarga inti. Keluarga inti terdiri dari suami (pencari nafkah), seorang ibu (ibu rumah tangga) dan anak-anak. Akhir-akhir ini ada kecenderungan keluarga inti tradisional bergeser menjadi bentuk keluarga inti nontradisional. Kecendurungan ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain suami-istri keduanya pekerja/berkarir dan keluarga tanpa anak.

2) Keluarga besar tradisional. Keluarga besar tradisional adalah bentuk keluarga yang pasangan suami-istri sama-sama melakukan pengaturan dan belanja rumah tangga dengan orang tua, sanak saudara dan kerabat lain dalam keluarga tersebut.

3) Keluarga dengan orang tua tunggal. Keluarga ini hanya memiliki satu kepala rumah tangga, ayah atau ibu (duda/janda/belum menikah). Jumlah ibu remaja yang tidak menikah akhir-akhir ini cenderung meningkat karena berbagai alasan antara lain kemiskinan dan pergaulan bebas (melahirkan diluar pernikahan).


(49)

12

2.2.3. Fungsi Keluarga

Friedman dalam Ali (2009), membagi fungsi keluarga menjadi 5 yaitu : 1) Fungsi Afektif. Berhubungan dengan fungsi internal keluarga yang

merupakan dasar kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial. Anggota keluarga mengembangkan gambaran diri yang positif, peran dijalankan dengan baik dan penuh rasa kasih sayang.

2) Fungsi sosialisasi. Proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu menghasilkan interaksi sosial dan individu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan sosial. Keluarga merupakan tempat individu melaksanakan sosialisasi dengan anggota keluarga dan belajar disiplin, norma budaya dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga, sehingga individu mampu berperan didalam masyarakat.

3) Fungsi reproduksi. Fungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

4) Fungsi ekonomi. Fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti makanan, pakaian, perumahan dan lain-lain

5) Fungsi perawatan keluarga. Keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan dan asuhan kesehatan/keperawatan.


(50)

13

2.2.4. Tugas Keluarga

Keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan (Friedman, 2010, dalam Nuraenah, 2012) yang meliputi :

a. Kemampuan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan keluarga klien dengan skizofrenia, keluarga perlu mengetahui peneyebab tanda-tanda klien kambuh.

b. Kemampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan keperawatan yang tepat dalam mengatasi anggota keluarga dengan skizofrenia, menanyakan kepada orang yang lebih tahu.

c. Kemampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga dengan merawat anggota keluarga dengan riwayat skizofrenia.

d. Kemampuan keluarga menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan yang berada di masyarakat.

e. Kemampuan keluarga dalam memodifikasi lingkungan.

Tugas kesehatan keluarga menurut Bailon dan Maglaya dalam Efendi (2009), yaitu :

1) Mengenal masalah kesehatan

2) Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat 3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit 4) Merujuk pada fasilitas kesehatan masyarakat


(51)

14

2.3. Skizofrenia

2.3.1. Pengertian

Skizofrenia adalah suatu bentuk psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses fikir serta disharmoni (keretakan, perpecahan) antara proses pikir, afek/emosi, kemauan dan psikomotor disertai distoris kenyataan, terutama karena waham dan halusinasi; asosiasi terbagi-bagi sehingga timbul inkoherensi (Herman, A, 2011). Skizofrenia adalah sebuah sindrom kompleks yang dapat menimbulkan efek merusak kepada diri sendiri atau kepada orang lain (Pieter, 2011).

Menurut Davison (2006), skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi, dan perilaku pikiran yang terganggu, dimana berbagai pemikiran yang datar atau tidak sesuai dan berbagai gangguan aktivitas motorik. Menurut Eugen Bleuer (dalam Mark Durand dan David H.Barlow, 2007), mengatakan bahwa skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan pikiran yang terpecah (Split) yang mendasari perilaku menyimpang (tidak lazim), seperti asosiative spliting dalam fungsi –fungsi dasar kepribadiannya.Penderita skizofrenia kerap kali menunjukkan kesulitan dalam menjaga konsistensi jalan pikirannya.

Definisi skizofrenia menurut Mark Durand dan David H. Barlow (2007), skizofrenia ialah gangguan psikotik yang bersifat merusak yang malibatkan gangguan berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi, dan perilaku. Sedangkan menurut Melinda Hermann (2008), skizofreni sebagai


(52)

15

penyakit neurologis yang memengaruhi persepsi klien, cara berfikir, bahasa, emosi,dan perilaku sosialnya.

2.3.2. Etiologi

Menurut Videbeck (2008), faktor penyebab skizofrenia adalah: a. Faktor Genetik

Kebanyakan penelitian genetik berfokus pada keluarga terdekat, seperti orang tua, saudara kandung, dan cucu-cucu untuk melihat apakah skizofrenia diwariskan atau diturunkan secara genetik. Penelitian yang paling penting memusatkan pada penelitian anak kembar yang menunjukkan bahw kembar identik berisiko mengalami gangguan ini sebesar 50%, sedangkan kembar fraternal berisiko hanya 15%. Hal ini mengindikasikan bahwa skizofrenia sedikit diturunkan. Penelitian penting lain menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki satu orang tua biologis penderita skizofrenia memiliki risiko 15%; angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orang tua biologis menderita skizofrenia.

b. Faktor Neuronatomi dan Neurokimia

Penelitian menunjukkan bahwa individu penderrita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit, hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan perkembangan atau kehilangan jaringan selanjutnya. Riset secara konsisten menunjukkan penurunan volume otak dan fungsi otak yang abnormal pada area temporal dan frontal individu penderita skizofrenia.


(53)

16

Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan adanya perubahan sistem neurotransmiter otak pada individu penderita skizofrenia. Tampaknya terjadi malfungsi pada jaringan neuron yang mentransmisikan informasi berupa sinyal-sinyal listrik dari sel saraf melalui aksonnya dan melewati sinaps ke reseptor pascasinaptik di sel-sel saraf yang lain.

c. Faktor Imunovirologi

Perubahan patologi otak pada individu penderita skizofrenia dapat disebabkan oleh pajanan virus, atau respons imun tubuh terhadap virus dapat mengubah fisiologi otak.

2.3.3. Jenis - Jenis Skizofrenia

Menurut Videbeck (2008), klasifikasi tipe skizofrenia dikelompokkan atas lima bagian, yaitu :

1) Skizofrenia Tipe Paranoid

Skizofrenia tipe paranoid ditandai dengan waham kejar (rasa menjadi korban atau di mata-matai) atau waham kebesaran, halusinasi, dan kadang-kadang keagamaan yang berlebihan (fokus waham agama), atau perilaku agresif dan bermusuhan.

2) Skizofrenia Tipe Disorganisasi

Skizofrenia tipe tidak terorganisasi ditandai dengan afek datar atau afek yang tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi longgar, dan disorganisasi perilaku yang ekstern.


(54)

17

3) Skizofrenia Tipe Katatonik

Skizofrenia tipe katatonik ditandai dengan gangguan psikomotor yang nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau aktivitas motorik yang berlebihan, negativism yang ekstrem, mutisme, gerakan volunteer yang aneh, ekolalia, atau ekopraksia. Imobilitas motorik dapat terlihat berupa katalepsi (flexibilitas cerea) atau stupor. Aktivitas motorik yang berlebihan terlihat tanpa tujuan dan tidak dipengaruhioleh stimulus eksternal.

4) Skizofrenia Tipe Tak Terbedakan

Skizofrenia tipe tak terbedakan ditandai dengan gejala-gejala skizofrenia campuran (atau tipe lain) disertai tipe gangguan pikiran, afek, dan perilaku.

5) Skizofrenia Tipe Residual

Skizofrenia tipe residual ditandai dengan setidaknya satu episode skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak psikotik, menarik diri dari masyarakat, afek datar, serta asosiasi longgar.

2.3.4. Gejala Umum Skizofrenia

Gejala-gejala skizofrenia tidak semuanya menunjukkan gejala-gejala yang sama jenisnya. Setiap gejala-gejala skizofrenia bervariasi dari satu orang ke orang lain. Di dalam Pieter (2011), gejala-gejala yang lazim dari penderita skizofrenia yaitu :


(55)

18

1) Delusi

Delusi adalah keyakinan yang oleh kebanyakan orang atau anggota masyarakat sebagai misinterpretation terhadap realitas dari pengalaman atau persepsi. Seringkali waham terjadi dalam bentuk penyiaran pikiran, yaitu mereka percaya bahwa pikiran pribadinya telah disiarkan ke dunia luar. Selain itu juga, mereka sering kali percaya bahwa perasaan, pikiran dan tindakan bukan dilakukannya, tetapi digerakkan oleh kekuatan-kekuatan eksternal.

Delusi penderita skizofrenia kerap kali berupa keyakinan yang tidak realistis, ganjil, dan tidak dimiliki orang lain. Jenis-jenis tema delusi skizofrenia antara lain :

a. Delusi kejar, adalah keyakinan bahwa dia sedang diikuti, dikelabui, dan disiksa ataupun dibuat sebagai bahan ejekan.

b. Waham referensial, adalah keyakinan pada kabar, pernyataan artikel, mass media atau berita yang didengar penderitanya sebagai pernyataan buruk atas keberadaan dirinya.

c. Waham kebesaran, adalah suatu keyakinan bahwa dirinya memiliki kekuatan yang lebih, terkenal, berkuasa, dan dia cenderung membesar-besarkan dirinya.

d. Waham somatik, adalah keyakinan bahwa pada bagian- bagian tubuhnya berpenyakitan yang sebenarnya tidak ada.


(56)

19

e. Delusi kontrol atau pengaruh, adalah keyakinan penderita skizofrenia bahwa ada orang lain yang menguasai atau mengontrol kekuatan, pikiran, perasaan, dan tindakannya.

f. Delusi keterhubungan, adalah keyakinan penderita skizofrenia bahwa dia berhubungan dengan sesuatu hal atau peristiwa yang sebenarnya hal ini tidak ada kaitannya.

g. Delusi persekusi, adalah keyakinan penderita skizofrenia bahwa dirinya telah tersaingi oleh kekuatan-kekuatan lain.

h. Delusi nihilisme, adalah keyakinan penderita skizofrenia bahwa semua orang di dunia ini sudah mati dan kembali kepada rohkematian.

i. Capgras syndrome, adalah keyakinan penderita skizofrenia bahwa orang lain telah menggantikan keberadaan dirinya.

j. Cortad syndrome, adalah keyakinan penderita skizofrenia bahwa ada bagian tubuhnya telah mengalami perubahan yang musykil. 2) Halusinasi

Halusinasi ialah suatu pengalaman pada suatu kejadian sensoris tanpa ada input dari lingkungan sekitarnya. Mark Durrand dan David H. Barlow (2007), mendeskripsikan halusinasi adalah suatu penghayatan kepada kejadian-kejadian yang tidak mendasar pada kejadian eksternal. Halusinasi bisa terjadi pada pendengaran, penglihatan, ataupun penciuman.


(57)

20

Penderita skizofrenia kerap kali mengalami halusinasi pendengaran, seperti mendengarkan suara-suara orang meninggal. Selain itu juga penderita skizofrenia sering mengalami halusinasi penglihatan dan pendengaran terhadap orang terdekat yang sudah meninggal. Ketika penderita skizofrenia mengalami halusinasi pendengaran, mereka sering mendengarkan suara-suara aneh yang dianggapnya sesuatu yang terpisah dengan alam pikirannya. Suara-suara aneh ini sering memerintahnya untuk melakukan tindakan yang mencederai dirinya atau orang lain.

3) Pembicaraan Disorganisasi

Pola pembicaraan penderita skizofrenia ditandai dengan pembicaraan disorganisasi (ketidakteraturan pembicaraan). Ciri-ciri pembicaraan disorganisasi yaitu :

a. Topik pembicaraan yang melompat-lompat dari topik. b. Pembicaraan yang serampangan dan kehilangan asosiasi. c. Pembicaraan yang tidak berhubungan dengan topik.

d. Neologisme (menciptakan kata atau kalimat yang aneh-aneh).

e. Tidak menjawab pertanyaan dan memberikan jawaban yang menyimpang dari pertanyaan atau clanging (berbicara dengan kata dan kalimat yang tidak dapat dimengerti).

4) Timbulnya Masalah-masalah Perilaku

Pengulangan sikap motorik tertentu, seperti menggosok-gosok kepala, meremas-remas, atau merobek-robek pakaian dalam situasi tertentu merupakan bentuk perilaku abnormal dari penderita skizofrenia.


(58)

21

Tindakannya tanpa tujuan dan berulang-ulang, atau sebaliknya pula penderita skizofrenia sama sekali tidak melakukan gerakan hingga mereka mencapai tahap catatonic stupor (tidak melakukan apapun dan tidak bergerak sama sekali dalam kurun waktu yang lama).

Masalah-masalah perilaku yang ditunjukkan para penderita skizofrenia yaitu :

a. Bergerak dengan kegaduhan.

b. Agitasi liar dan imobilitas katatonik.

c. Wally flexibelity (mempertahankan sikap tubuh pada posisi yang sama ketika orang lain berusaha menggerakkannya).

d. Cara berpakaian yang tak jelas dan tak pas pada situasinya. e. Afek yang tidak pas pada situasi.

f. Tidak memperdulikan higienis personality. 5) Avolisi

Avolisi adalah ketidakmampuan seseorang untuk memulai dan mempertahankan berbagai macam kegiatan ataupun aktivitas. Biasanya penderita skizofrenia akan menunjukkan sikap yang apatis, tidak berminat melakukan aktivitas dan tidak memedulikan masalah kesehatandan higienis pribadinya.

6) Alogia

Alogia berasal dari kata a (tanpa) dan logos (kata), yakni ketiadaan pembicaraan. Penderita skizofrenia akan menunjukkan alogia dalam bentuk jawaban pendek, terbatas, dan tidak tertarik untuk bercerita.


(59)

22

7) Pendataran Afek

Kira-kira ¼ penderita skizofrenia mengalami pendataran afek. Pendataran afek penderita skizofrenia ditandai dengan ketiadaan emosi, pandangan kosong, bicara datar tanpa ontonasi, tidak terpengaruh situasi lingkungan sekitarnya, dan tidak memiliki ekspresi wajah.

Ciri-ciri pendataran afeksi adalah gangguan mood (suasana perasaan) atau psikosis, yang ditandai pada perasaan bahagia yang luar biasa (manic elation) atau perasaan sedih yang luar biasa (manis depresisive). Penderita memiliki perasaan tumpul, datar dan tidak tepat. Pengaruh tumpul ditandai dengan sedikitnya suasana emosi. Penderita tidak adanya ekspresi emosional menurut situasi dan adanya anhedonia (tanpa memperlihatkan ekspresi emosi).

8) Anhedonia

Penderita skizofrenia seringkali mengalami anhedonia. Anhedonia ialah ketiadaan perasaan senang (bahagia) yang ditandai dengan sikap tidak peduli atas kegiatan kegiatan yang biasa dianggap menyenangkan, seperti tidak tertarik makan atau relasi seks.

9) Penarikan Diri dari Kehidupan Sosial

Seperti telah diuraikan diatas ciri-ciri umum skizofrenia ialah kondisi emosional yang tidak stabil dan kurangnya minat terhadap lingkungan sosial, membuat para penderitanya selalu asik dengan pemikiran dirinya sendiri dan mereka secara berangsur-angsur mengurangi keterlibatan dengan orang lain.


(60)

23

Faktor-faktor penyebab skizofrenia tidak tertarik dalam hubungan sosial dan cenderung menarik diri dari lingkungan sosial adalah minimnya atensi dan kegagalan menjalin komunikasi dan membina relasi personal. Kondisi ini menyebabkan penderitanya menjadi orang yang hipersensitif dan orientasi pola berpikirnya berfokus pada dirinya sendiri.

2.3.5. Penanganan Skizofrenia

Menurut Herri Zan Pieter, dkk (2011), penanganan Skizofrenia terdiri dari sebagai berikut :

1) Penanganan Psikologis

Secara umum langkah-langkah penanganan psikologis yang dapat diambil ialah membantu klien dan keluarganya memahami jenis penyakit skizofreniadan faktor-faktor pencetusnya, apakah akibat kejadian traumatis, sikap permusuhan, menyediakan sumber daya untuk mengahdapi tantangan emosional, dan mengajarkan keterampilan komuniksai kepada klien dan anggota keluarganya.

2) Terapi Perilaku

a. Ajarkan klien untuk memiliki rasa percaya diri.

b. Bantu klien untuk menghilangkan pola pikir salah , waham, dan halusinasinya.

c. Bantu klien untuk untuk menghilangkan kecemasannya.

d. Fokuskan pada konsekuensi perilaku disfungsional dan cara-cara mengubahnya.


(61)

24

e. Ajarkan klien untuk belajar dalam keterampilan sosial atau aktivitas sehari-hari.

f. Ajarkan klien untuk berkomunikasi.

g. Ajarkan klien untuk memiliki ekspresi afeksi.

h. Gunakan sistem penghargaan untuk menguatkan perilaku yang diinginkan sesuai dengan hak-hak pribadinya.

3) Terapi Kelompok

a. Fokus pada keterampilan kehidupan sehari-hari. b. Ajarkan cara-cara mengelola stresor lingkungan. c. Ajari klien dalam membina hubungan interpersona. d. Bantu klien untuk mengembangkan rasa percaya diri.

e. Berikan interaksi yang bersifat mendukung dan memberikan umpan balik langsung kepada klien.

f. Menyediakan tempat bagi klien untuk mengekspresikan perasaannya dan membicarakan masalah-masalahnya.

g. Hadirkan kesempatan untuk memberikan dan menerima dukungan kepada klien.

4) Terapi Keluarga

a. Fokuskan pada peningkatan pengetahuan tentang struktur dan fungsi sistem keluarga.

b. Membantu keluarga untuk bisa bersikap mendukung dan merawat penderita tanpa menjadi over protective.


(62)

25

d. Tingkatkan cara-cara efektif dalam mengatasi perasaan negatif dan konflik keluarga.

e. Koreksi komunikasi yang tidak sesuai.

f. Tingkatkan kemampuan mengatasi gangguan jiwa kronis. g. Klarifikasi pembatasan dan peran keluarga.

h. Diskusikan kebutuhan sosial dalam berbagai kesempatan. 5) Latihan Keterampilan Sosial

Langkah-langkah yang dapat diambil yaitu :

a. Dapat dilakukan dengan membuat setting rumah sakit atau lingkungan sosia, misalnya dengan memberikan suasana lingkungan yang nyaman, terstruktur, dan kondusif.

b. Mengajarkan keterampilan sosial, seperti mengurus diri sendiri, mandi, dan makan.

c. Mengajarkan keterampilan vokasional kepada klien. d. Dukung kemampuan klien dalam membuat keputusan.

e. Tingkatkan aktivitas-aktivitas yang mampu mengalihkan delusi atau halusinasi klien.

f. Tingkatkan pengontrolan terhadap perilaku agresivitasnya. 6) Penggunaan Obat-obatan

Memeberikan obat-obat neuroleptik yang dapat membantu klien dalam menjernihkan pikiran dan menghilangkan delusi dan halusinasi. Terapi dengan pemakaian obat-obatan harus konsisten agar efektif. Dosis


(63)

26

yang inkosisten akan memperberat gejala yang sudah ada dan menciptakan gejala psikotik yang baru.

Pada fase akut, obat fenotiazin diberikan dalam dosis besar, sering dengan ECT. Fenotiazin efektif mengurangi waham, halusinasi serta gangguan pemikiran dan perilaku, tetapi kurang efektif dalam mengatasi gejala negatif seperti penumpulan emosi dan kehilangan kemauan. Harus diberikan terapi pemeliharaan selama beberapa tahun, angka kekambuhan akan meninggi, sewaktu obat dicoba untuk dihentikan. Karena banyak pasien gagal minum obat secara teratur, maka banyak dipakai preparat bersama kerja lama (misal flufenazin dekanoat) yang diberikan setiap dua sampai empat minggu.

2.4. Kekambuhan Skizofrenia

2.4.1. Pengertian

Kekambuhan gangguan jiwa pisikotik adalah munculnya kembali gejala- gejala pisikotik yang nyata. Angka kekambuhan secara positif hubungan dengan beberapa kali masuk Rumah Sakit (RS), lamanya dan perjalanan penyakit. Penderita-penderita yang kambuh biasanya sebelum keluar dari Rumah Sakit mempunyai karakteristik hiperaktif, tidak mau minum obat dan memiliki keterampilan sosial (Widodo dalam Purwanto, 2010).

Kekambuhan merupakan keadaan pasien dimana muncul gejala yang sama seperti sebelumnya dan mengakibatkan pasien harus dirawat kembali (Andri, 2008 dalam Saputra, 2010).


(64)

27

Secara umum, istilah relaps ditujukan untuk gejala perburukan atau rekuensi gejala positif daripada gejala negatif (Simanjutak, 2008). Skizofrenia memerlukan rehabilitasi intensif, sosial, industrial, dan jumlah rangsangan harus cocok dengan kebutuhan individu. Rangsangan yang berlebihan telah terbukti menyebabkan kekambuhan, sedangkan rangsangan yang terlalu kecil terbukti meneruskan penarikan diri dan kronitas, relaps (kekambuhan) seringkali timbul setelah adanya peningkatan “peristiwa hidup”. Kebanyakan dari pasien mengalami peristiwa hidup itu dengan frekuensi tinggi dalam tiga minggu sebelum kambuh dan hal ini akan terjadi lebih sering bila pasien menjadi sasaran permusuhan dalam konflik keluarga.

Anggota keluarga dapat bereaksi negatif terhadap anggota keluarga lainnya yang menderita skizofrenia yaitu dengan menunjukkan sikap bingung, marah, tidak mengerti, bermusuhan, overprotektif. Reaksi keluarga ini disebut sebagai “High Expressed Emotion” (HEE). Keluarga dengan ekspresi emosi yang rendah dikatakan sebagai keluarga yang supportif, menunjukkan simpati, kasih sayang, perhatian, tanpa menjadi overprotektif. Pasien yang tinggal dengan keluarga yang memiliki ekspresi emosi yang tinggi memiliki resiko terjadinya relaps makin besar (Yulia, 2011).

Jika keluarga skizofrenia memperlihatkan emosi yang diekspresikan (EE) secara berlebihan, misalnya pasien sering diomeli atau terlalu banyak dikekang dengan aturan-aturan yang berlebihan, maka kemungkinan kambuh juga akan semakin besar. Jika pasien tidak mendapat neuropletik (obat). Angka kekambuhan di rumah dengan EE rendah dan pasien minum obat teratur, sebesar 12%; dengan


(65)

28

EE rendah dan tanpa obat 42%; EE tinggi tanpa obat, angka kekambuhan 92%(riset oleh Leff dan Wing dalam Yulia, E.W, 2011).

Angka kekambuhan pada penderita skizofrenia yang tinggi disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu faktor yang berperan sangat penting adalah ekspresi emosi tinggi keluarga yang ditampilkan kepada penderita, seperti critical comment dan emotional over involvement atau terlalu protektif (Fadli dan Mitra, 2012).

2.4.2. Gejala-Gejala Kambuh

Menurut Mansjoer (1999) dalam Anggraeni dan Sunaryanti (2009), pada klien skizofrenia terdapat dua gejala, yaitu:

1) Gejala-gejala positif

Meliputi halusinasi (pendengaran, somatik taktil, penciuman, pengecapan), delusi, waham (cemburu, rasa bersalah/berdosa berlebihan, kebesaran, curiga berlebihan dan lain-lain), tingkah laku bizarre (mematung, tingkah laku yang berulang-ulang, tingkah laku agresifagitasi), gangguan arus pikir (tangentiality, inkoheren, illogically).

2) Gejala-gejala negatif

Meliputi afek datar yaitu ekspresi muka yang tidak berubahubah, spontanitas menurun, tidak ada kontak mata, afek tidak spesifik, sikap tubuh ekspresif, alogia yaitu gangguan pikir, apathy yaitu warna emosi yang tumpul, acuh tidak peduli, anhedonia-asosiety yaitu ketidakmampuan mengekspresikan kesenangan dan mempertahankan kontak sosial, gangguan perhatian yaitu ketidakmampuan memfokuskan pikiran.


(66)

29

2.4.3. Faktor-Faktor Penyebab Kekambuhan Skizofrenia

Keliat (2009) dalam Fitra (2013), menyebutkan faktor-faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia meliputi:

a. Klien

Sudah umum diketahui bahwa klien yang gagal meminum obat dengan teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Klien skizofrenia khusunya sukar mengikuti aturan minum obat karena adanya gangguan realitas dan ketidakmampuan membuat keputusan.

b. Penanggung jawab

Setelah klien pulang ke rumah, maka perawat tetap bertanggung jawab atas program adaptasi klien di rumah. Penanggung jawab kasus mempunyai lebih banyak kesempatan untuk bertemu klien sehingga dapat melihat gejala dini dan segera melihat tindakan.

c. Keluarga

Dukungan dan bantuan merupakan variabel yang sangat penting dalam kepatuhan pengobatan pasien skizofrenia. Pasien yang ditinggal sendirian secara umum memiliki angka kepatuhan yang rendah dibandingkan mereka yang tinggal dalam lingkungan yang mendukung. Sebagai kemungkinan lain, sikap negatif dalam lingkungan sosial pasien terhadap pengobatan dapat mempengaruhi kepatuhan.

d. Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat tempat tinggal klien yang tidak mendukung juga dapat meningkatkan frekuensi kekambuhan. Misalnya masyarakat


(67)

30

menganggap klien sebagai individu yang tidak berguna, mengucilkan klien, mengejek klien dan seterusnya.

Sullinger (Kaplan dan Sadock, 2006) dalam Fitra (2013), mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi kekambuhan pasien skizofrenia, yaitu:

a. Penderita

Sudah umum diketahui bahwa penderita yang gagal memakan obat secara teratur mempunyai kecenderungan untuk kambuh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan 25% sampai 50% klien yang pulang dari rumah sakit tidak memakan obat secara teratur.

b. Dokter

Makan obat yang teratur dapat mengurangi kekambuhan, namun pemakaian obat neuroleptic yang lama dapat menimbulkan efek samping Tardive Diskinesia yang dapat mengganggu hubungan sosial seperti gerakan yang tidak terkontrol.

c. Penanggung Jawab Penderita

Setelah penderita pulang ke rumah maka pihak rumah sakit tetap bertanggung jawab atas program adaptasi penderita di rumah.

d. Dukungan Keluarga

Berdasarkan penelitian di Inggris dan Amerika, keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi (bermusuhan, mengkritik, tidak ramah, banyak menekan dan menyalahkan), hasilnya 57% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dan 17% kembali dirawat dari keluarga dengan ekspresi emosi keluarga yang rendah.


(68)

31

Terdapat empat faktor penyebab pasien skizofrenia kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit jiwa, yaitu: pasien, keluarga, dokter dan case manager. Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan pasien baik itu sehat maupun sakit. Status kesehatan dalam suatu keluarga dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap keluarga (Ryandini 2011 dalam Pratama, 2013).

Ada beberapa hal yang bisa memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain penderita tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat dapat memicu stress. sehingga penderita kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit (Pratama, 2013).


(69)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan dalam segala segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan individu baik yang sifatnya positif atau negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan sosial atau status kesehatan seseorang. Sejalan dengan perkembangan teknologi, dapat dikatakan semakin banyak masalah yang harus dihadapi dan diatasi seseorang serta sulit tercapainya kesejahteraan hidup, keadaan ini sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien gangguan jiwa (Purwanto, 2010).

Menurut WHO (2012) dalam Pratama (2013), skizofrenia merupakan gangguan mental yang berat yang mempengaruhi sekitar 7 per seribu dari populasi orang dewasa, terutama di kelompok usia 15-35 tahun. Meskipun insiden rendah (3-10.000), prevalensi yang tinggi terjadi karena kronisitas.

Berdasarkan laporan RISKESDAS Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2007, prevalensi gangguan jiwa berat di Indonesia adalah sebesar 4,6%. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta (20,3%) yang kemudian secara berturut-turut diikuti oleh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (18,5%), Sumatera Barat (16,7%), Nusa Tenggara Barat (9,9%), Sumatera Selatan (9,2%), dan Prevalensi terendah terdapat di maluku (0,9%). Diantara jenis gangguan jiwa yang sering ditemui salah satunya adalah skizofrenia.


(70)

2

Skizofrenia merupakan gangguan psikiatri yang menimbulkan disabilitas yang cukup luas, serta dicirikan oleh suatu siklus kekambuhan dan remisi. Sampai saat ini para ahli belum mendapatkan kesepakatan tentang definisi baku dari kekambuhan skizofrenia. Insiden kambuh pasien skizofrenia adalah tinggi, yaitu berkisar 60% -75% setelah suatu episode psikotik jika tidak diterapi. Robinson juga melaporkan angka yang sama 74% pada pasien yang tidak teratur minum obat. Dari 74 % pasien skizofrenia yang kambuh, 71% di antaranya memerlukan rehospitalisasi (Dewi & Marchira, 2009).

Kekambuhan (relapse) adalah kondisi pemunculan kembali tanda dan gejala satu penyakit setelah mereda. Sekitar 33% penderita skizofrenia mengalami kekambuhan dan sekitar 12,1% kembali mengalami rawat inap. Penyakit skizofrenia cenderung menjadi kronis, sekitar 20 hingga 40% penderita skizofrenia yang diobati belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Beberapa faktor yang memengaruhi kekambuhan penderita skizofrenia, antara lain meliputi ekspresi emosi keluarga, pengetahuan keluarga, ketersediaan pelayanan kesehatan, dan kepatuhan minum obat. (Fadli dan Mitra, 2012)

Beberapa prediktor terjadinya kekambuhan antara lain: pemberian neuroleptik, onset dan previous course (akut/kronis, manifestasi awal, upaya bunuh diri, dan faktor presipitasi), psikopatologi (tipe residual, gejala afektif, sindrom paranoid, halusinasi, gejala negatif), pengalaman hidup (pengalaman traumatik, gangguan psikiatrik dan perkembangan saat anak), social adjustment (status perkawinan, pekerjaan, pengalaman seksual, dan tingkat pendidikan), kepribadian premorbid, situasi emosi keluarga (ekspresi emosi keluarga yang


(71)

3

tinggi/rendah), faktor biologi (genetik, pria/wanita, dan umur) dari penderita.Terdapat penelitian yang juga menyebutkan salah satu faktor resiko tinggi terjadinya kekambuhan adalah adanya riwayat keluarga yang kuat dari skizofrenia (Dewi & Marchira, 2009).

Menurut Widodo dalam Purwanto (2010), hal yang memicu kekambuhan skizofrenia, antara lain penderita tidak minum obat dan tidak kontrol ke dokter secara teratur, menghentikan sendiri obat tanpa persetujuan dari dokter, kurangnya dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta adanya masalah kehidupan yang berat yang membuat stres, sehingga penderita kambuh dan perlu dirawat di rumah sakit. Berbagai upaya pengobatan dan teori model konsep keperawatan jiwa telah dilaksanakan, akan tetapi masih banyak pasien yang mengalami perawatan ulang atau kekambuhan dan mondok di rumah sakit jiwa. Pasien dengan diagnosa skizofrenia diperkirakan akan kambuh 50% pada tahun pertama, 70% pada tahun kedua setelah pulang dari rumah sakit, kekambuhan 100% pada tahun kelima.

Persepsi keluarga terhadap anggota keluarga yang mengalami skizofrenia merupakan salah satu faktor dalam mendukung kesembuhan pasien. Keluarga sudah seharusnya dapat mengurangi persepsi negatif dan diskriminasi terhadap penderita gangguan jiwa dalam keluarga dan memberikan dukungan sosial kepadanya, rasa empati, penerimaan, mendorong untuk mulai berinteraksi sosial, dan dorongan untuk tidak berputus asa dan terus berusaha. Dengan terapi sosial ini akan sangat membantu penderita gangguan jiwa dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang menjadi stressor bagi penderita. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Suryani, Komariah dan Karlin mengenai Persepsi Keluarga Tentang


(72)

4

Skizofrenia, menunjukkan bahwa 62,5% keluarga memiliki persepsi positif, dan sisanya memiliki persepsi yang negatif sebanyak 37,5%. (Suryani, Komariah, Karlin, 2014).

Perawatan pasien skizofrenia cenderung berulang (recurrent), apapun bentuk subtipe penyakitnya. Tingkat kekambuhan lebih tinggi pada pasien skizofrenia yang hidup bersama anggota keluarga yang penuh ketegangan, permusuhan dan keluarga yang memperlihatkan kecemasan yang berlebihan. Tingkat kekambuhan dipengaruhi juga oleh stress dalam kehidupan, seperti hal yang berkaitan dengan keuangan dan pekerjaan. Keluarga merupakan bagian yang penting dalam proses pengobatan pasien dengan skizofrenia (Siahaan, 2012)

Hasil Survey awal penulis di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan, diperoleh data jumlah penderita skizofrenia yang berobat jalan pada bulan Januari sampai Maret 2015 sebanyak 421 orang. Berdasarkan hasil wawancara kepada 10 keluarga yang memiliki anggota keluarga menderita skizofrenia yang pernah mengalami kekambuhan, 7 dari 10 keluarga diantaranya mengatakan penyebab kekambuhan dikarenakan pasien tidak teratur minum obat dan selebihnya mengatakan pasien jarang dibawa kontrol ke rumah sakit.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang faktor penyebab kekambuhan pada pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.


(1)

8. Bapak Direktur BLUD RSUD dr.H.Yuliddin Away yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di BLUD RSUD dr.H.Yuliddin AQway Tapaktuan.

9. Teristimewa buat Suami tercinta Harry Budi Satrya yang selalu memberi dukungan dan dorongan baik moril maupun materil serta ketabahan, kesabaran lahir dan batin, terimakasih juga buat anakku Kinza Hadi Muktabar yang selalu memberi motivasi dan selalu sabar menanti setiap kepulanganku dari kuliah.

10. Terimakasih yang tak terhingga buat Ayahanda dan Almh.Ibunda tercinta atas jasa-jasanya yang tak terbalaskan, serta kakak, adik dan keluarga yang banyak menyumbangkan segala bantuan semangat salama mengikuti pendidikan ini.

11. Serta rekan-rekan Program Studi S-1 Keperawatan Universitas Sumatera Utara angkatan 2014 yang telah memberikan dorongan dan bantuan kepada peneliti sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan.

Dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dan mudah-mudahan tulisan ini dapat berguna bagi peneliti sendiri dan para pembaca khususnya.

Medan, Februari 2016


(2)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

PRAKATA ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR SKEMA ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAK ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Pertanyaan Penelitian ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Persepsi ... 7

2.1.1. Pengertian Persepsi ... 7

2.1.2. Macam-Macam Persepsi ... 7

2.1.3. Proses Terjadinya Persepsi ... 8

2.1.4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi ... 9

2.2. Keluarga ... 9

2.2.1. Pengertian Keluarga ... 9

2.2.2. Tipe Keluarga ... 10

2.2.3. Fungsi Keluarga ... 12

2.2.4. Tugas Keluarga ... 13

2.3. Skizofrenia ... 14


(3)

2.4.3. Faktor-Faktor Penyebab Kekambuhan Skizofrenia ... 29

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL ... 32

3.1. Kerangka Konsep ... 32

3.2. Definisi Operasional ... 33

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 34

4.1. Desain Penelitian ... 34

4.2. Populasi dan Sampel ... 34

4.2.1. Populasi ... 34

4.2.2. Sampel ... 34

4.3. Waktu dan Tempat Penelitian ... 36

4.3.1. Waktu Penelitian ... 36

4.3.2. Tempat Penelitian... 36

4.4. Prinsip Etik Dalam Penelitian ... 37

4.5. Instrumen Penelitian ... 38

4.6. Uji Validitas ... 39

4.7. Uji Reliabilitas Instrumen ... 39

4.8. Prosedur Pengumpulan Data ... 39

4.9. Pengolahan Data ... 40

4.10.Analisa Data ... 41

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

5.1. Hasil Penelitian ... 42

5.2. Pembahasan ... 45

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

6.1. Kesimpulan ... 50

6.2. Saran ... 51


(4)

... 31 DAFTAR SKEMA

Skema 2.1 Proses Terjadinya Persepsi

Skema 3.1 Kerangka konseptual tentang faktor penyebab kekambuhan pasien skizofrenia menurut persepsi keluarga ...


(5)

...41

... 43 DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik keluarga (n=81)

Tabel 5.2. Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan (n=81)


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian Lampiran 2 Surat izin Survei Awal Lampiran 3 Surat Balasan Survei Awal Lampiran 4 Surat Izin Etical Clearen Lampiran 5 Surat Izin Reabilitas

Lampiran 6 Surat Balasan Izin Reabilitas Lampiran 7 Surat Izin Penelitian

Lampiran 8 Surat Balasan Izin Penelitian Lampiran 9 Master Table

Lampiran 10 Taksasi dana

Lampiran 11 Jadwal Tantatif Penelitian Lampiran 12 Daftar Riwayat Hidup Lampiran 13 Lembar Bimbingan


Dokumen yang terkait

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

13 77 79

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 10

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 2

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 6

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 1 25

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 1 3

Faktor Penyebab Kekambuhan Pasien Skizofrenia Menurut Persepsi Keluarga di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah RSUD dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan

0 0 20

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 1 9

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 0 2

Beban Keluarga dalam Merawat Pasien Halusinasi di Poli Klinik Jiwa Badan Layanan Umum Daerah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuluddin Away Tapaktuan

0 0 6