Pembuatan Film Hidrogel Galaktomanan Ikat Silang Borat dari Galaktomanan Kolang-Kaling (Arenga pinnata) dengan Asam Borat (H3BO3)

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gel

Gel mengandung arti luas meliputi fase semipadat yang memiliki karakteristik seperti gelatin slabs (potongan agar) dalam bentuk koloid keras yang terasa licin (Lieberman, 1990).

Klasifikasi gel, yaitu : A. Berdasarkan sifat fasa koloid

1. Gel anorganik, pembentuk gel berbahan dasar anorganik contoh : bentonit magma. 2. Gel organik, pembentuk gel berupa polimer alam dalam fase koloid seperti

natural gums (gum alam) contohnya acacia, karagenan, dan xanthan gum yang merupakan polisakarida anionik (Lieberman, 1990).

B. Berdasarkan sifat pelarut :

1. Hidrogel merupakan gel yang menggunakan pelarut air.

2. Organogel merupakan gel yang menggunakan pelarut bukan air/pelarut organik). Contoh : plastibase (suatu polietilen dengan berat molekul rendah yang terlarut dalam minyak mineral dan didinginkan secara shock cooled), dan dispersi logam stearat dalam minyak.

3. Xerogel merupakan gel padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah. Xerogel dihasilkan oleh evaporasi pelarut, sehingga sisa - sisa rangka gel tertinggal. Kondisi ini dapat dikembalikan pada keadaan semula dengan penambahan agen yang menyerap dan mengembangkan matriks gel seperti gelatin kering, selulosa kering, dan polistirena (Lieberman, 1990).

Senyawa pembentuk gel, yaitu sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan (jala) yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah gum alam, turunan selulosa, dan karbomer.

1. Gum alam

Gum yang digunakan sebagai pembentuk gel dapat mencapai sasaran yang diinginkan dengan cara dispersi sederhana dalam air (misal tragakan) atau melalui


(2)

cara interaksi kimia (misal Na.alginat dan kalsium). Secara keseluruhannya, keberadaan gel disebabkan karena ikatan sambung silang yang mengikat molekul polisakarida sesamanya, sedangkan sisanya tersolvasi. Beberapa gum alam yang digunakan sebagai pembentuk gel antara lain: alginat, karagen, tragakan, pektin, gum xantan, dan gelatin (Agoes & Darijanto, 1993).

2. Karbomer

Karbomer membentuk gel pada konsentrasi 0,5%. Dalam media air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam, pertama-tama didispersikan terlebih dahulu. Sesudah udara terperangkap keluar sempurna, gel akan terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai. Pemasukan muatan negatif sepanjang rantai polimer menyebabkan kumparan lepas dan berekspansi (Agoes & Darijanto, 1993). 3. Turunan selulosa

Turunan selulosa mudah terurai karena reaksi enzimatik dan karena itu harus terlindung dari kontak dengan enzim. Sterilisasi dari sistem dalam air atau penambahan pengawet merupakan cara yang lazim untuk mencegah penurunan viskositas yang disebabkan karena terjadi depolimerisasi akibat pengaruh enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Turunan selulosa yang dapat digunakan untuk membentuk gel adalah metilselulosa, Na-CMC, hidroksietilselulosa dan hidroksipropilselulosa (larut dalam cairan polar organik) (Agoes & Darijanto, 1993).

Hidrogel merupakan bentuk tiga dimensi hasil ikat silang jaringan polimer hidrofilik yang mengembang namun tidak terlalu larut ketika dibawa saat bersentuhan dengan air. Hidrogel memiliki bentuk yang bermacam-macam antara lain seperti slabs (potongan), mikropartikel, nanopartikel, coating (pelapis), dan film

(lapisan tipis) (Ray et al., 2010).

Sebagai hasil, pada umumnya hidrogel digunakan pada bidang kesehatan dan obat-obatan dalam aplikasi yang luas, termasuk biosensor, teknik jaringan dan obat regeneratif, pemisahan bimolekul atau sel dan pembawa materi pada pelekatan pengaturan aktivitas biologi. Hidrogel dapat melindungi obat dari kondisi lingkungan yang tidak sesuai sebagai contoh kehadiran enzim dan pH rendah pada cairan tubuh. Sifat penyerapannya mengijinkan obat-obatan dibuat dalam bentuk matriks gel dan melepas sebelum laju terurainya bahan aktif obat (Ray et al., 2010).


(3)

2.2 Aren

Aren (Arenga pinnata) merupakan salah satu sumber daya alam di daerah tropis, distribusinya tersebar luas, sangat diperlukan dan mudah didapatkan untuk keperluan sehari-hari oleh masyarakat setempat sebagai sumber daya yang berkesinambungan. Di Indonesia pohon aren (Gambar 2.1) sebagian besar secara nyata digunakan untuk melengkapi kebutuhan sehari-hari (Irawan et al., 2009).

Gambar 2.1 Pohon Aren (Arenga pinnata)

(http://www.cara-tanam.tk/cara-menanam-pohon-aren.html)

Pohon aren (Arenga pinnata) dapat tumbuh dengan baik di daerah beriklim sedang pada ketinggian 500 hingga 800 meter di atas permukaan dengan kondisi tanah yang beragam jika tidak terlalu asam dengan curah hujan 1200 mm per tahun (Iswanto, 2009).

Aren termasuk suku Arecaceae (pinang-pinangan). Sistematika tanaman aren adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermathophyta Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Arecales

Famili : Arecaceae (suku pinang-pinangan)

Genus : Arenga

Spesies : Arenga pinnata Merr

Pohon aren hampir mirip dengan pohon kelapa. Pohon aren tingginya dapat mencapai 25 meter dan diameter batangnya dapat mencapai 65 sentimeter. Aren


(4)

merupakan tumbuhan biji tertutup karena biji buahnya terbungkus dengan daging buah. Daun aren majemuk menyirip seperti daun kelapa dengan panjang pelepah mencapai 5 meter dan tangkai daun mencapai 1,5 meter dengan warna hijau gelap di atas dan di sisi bawahnya berwarna keputih-putihan oleh karena adanya lapisan lilin di sisi bawahnya. Tanaman aren berkeping satu, dimana bunga jantan terpisah dari bunga-bunga betina dalam tongkol yang berbeda yang muncul di ketiak daun. Panjang tongkol dapat mencapai 2,5 meter. Buah aren berbentuk bulat peluru, dengan diameter sekitar 4 sentimeter, mempunyai tiga ruang dan memiliki tiga biji, tersusun dalam untaian seperti rantai. Setiap tandan mempunyai 10 tangkai atau lebih, dan setiap tangkai memiliki lebih kurang 50 butir buah berwarna hijau sampai cokelat kekuningan (Sunanto, 1993).

Hasil produksi aren juga dapat dimanfaatkan, misalnya buah aren muda diolah menjadi kolang-kaling, air nira untuk bahan pembuatan gula merah/ cuka dan pati/ tepung dalam batang untuk bahan pembuatan berbagai macam makanan (Irawan et al., 2009).

2.3 Kolang-kaling

Buah aren yang masih muda besifat keras dan melekat sangat erat pada untaian buah, sedangkan buah yang sudah masak daging buahnya agak lunak. Daging buah aren yang masih muda mengandung lendir yang sangat gatal jika mengenai kulit karena lendir tersebut mengandung asam oksalat. Kolang- kaling merupakan endosperm biji buah aren yang berumur setengah masak setelah melalui proses pengolahan (Sunanto, 1993).

Setelah diolah menjadi kolang kaling (Gambar 2.2), maka benda ini akan menjadi lunak, kenyal, dan berwarna putih agak bening (Sunanto, 1993).


(5)

2.4 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan senyawa karbon, hidrogen, dan oksigen yang terdapat dalam alam. Dalam tahun 1880-an disadari bahwa karbohidrat sebenarnya polihidroksi aldehida dan keton atau turunan mereka (Fessenden, 1992).

Karbohidrat sangat bereanekaragam sifatnya. Monosakarida (sering disebut gula sederhana) adalah satuan karbohidrat yang tersederhana; mereka tak dapat dihidrolisis menjadi molekul karbohidrat yang lebih kecil (Fessenden, 1992). Contohnya : glukosa, fruktosa dan galaktosa. Disakarida merupakan monosakarida yang dapat diikat secara bersama-sama untuk membentuk dimer yang dipersatukan oleh suatu hubungan glikosida dari karbon 1 dari satu satuan ke suatu OH satuan lain (Fessenden, 1992). Contohnya : maltosa, laktosa, dan sukrosa. Oligosakarida merupakan karbohidrat yang tersusun dari dua sampai delapan satuan monosakarida (Fessenden, 1992). Contohnya : rafinosa dan fruktan. Polisakarida merupakan karbohidrat lebih dari delapan satuan monosakarida yang diperoleh dari hidrolisis (Fessenden, 1992). Contohnya : pati dan selulosa.

Suatu polisakarida adalah senyawa yang mana molekul-molekulnya mengandung banyak satuan monosakarida yang dipersatukan dengan ikatan glikosida. Hidrolisis akan mengubah suatu polisakarida menjadi monosakarida (Fessenden, 1992).

Polisakarida semakin banyak diperhatikan untuk keperluan dalam industri makanan, farmasi dan kosmetik. Secara konvensional digunakan sebagai pengental dan pembuat gel. Karena struktur polihidroksi (poliol) sedemikian maka bahan ini mudah dikonsumsi oleh bakteri. Karena itu perlu modifikasi dari struktur sehingga dihasilkan suatu derivat yang dimungkinkan dengan mengurangi jumlah OH dari poliol dengan gugus organik (Kok et al., 1999).

Polisakarida memiliki fungsi yang berbeda-beda tergantung dari bentuk penyusunnya seperti pati, glikogen, dan gum. Beberapa diantaranya memiliki kontibusi terhadap kekuatan mekanik dan strukturnya dalam bentuk terikat silang didalam air dalam bentuk jaringan tiga dimensi seperti karagenan, agar dan alginat. Sebaliknya polisakarida seperti selulosa dan kitin kurang berpengaruh, xylan dan manan memiliki fungsi yang dapat menguatkan (Sharma, 2008).


(6)

2.5 Manan

Manan merupakan polisakarida yang banyak ditemukan di alam serta sumber yang murah untuk produksi manosa dan manooligosakarida. Manan dengan komponen utama D-manosa merupakan bahan penting dalam industri pangan dan pakan. Manan merupakan komponen utama penyusun hemiselulosa yang dapat diklasifikasikan menjadi 4 subfamili: manan (gambar 2.3), glukomanan (gambar 2.4), galaktomanan (gambar 2.5), dan galaktoglukomanan (gambar 2.6). Masing-masing polisakarida tersebut tersusun atas ikatan β-1-4 yang terdiri dari manosa atau kombinasi glukosa dan galaktosa. Manan dapat dihidrolisis menjadi manosa maupun manooligosakarida. Senyawa manan merupakan komponen utama dari endosperma kelapa sawit, kelapa, locust bean gum (Ceratonia siliqua), biji kopi, akar konjak

(Amorphophallus konjak) (Sigres dan Sutrisno, 2013).

O H O H HO OH H H H OH O H O H HO OH H H H O OH * * n

Gambar 2.3 Struktur Manan (Manosa : Manosa) (Sigres dan Sutrisno, 2013)

O H O H HO OH H H H OH O H O H HO OH H H H O * * n OH

Gambar 2.4 Struktur Glukomanan (Glukosa : Manosa) (Sigres dan Sutrisno, 2013)


(7)

O H O H HO OH H H H O O n O OH H H HO H OH H H OH * O H H HO OH H H H OH O *

Gambar 2.5 Struktur Galaktomanan (Galaktosa : Manosa) (Sigres dan Sutrisno, 2013)

O H O H HO OH H H H O O n O OH H H HO H OH H H OH O O H HO H H H OH H OH * *

Gambar 2.6 Struktur Galaktoglukomanan (Galaktosa : Glukosa : Manosa) (Sigres dan Sutrisno, 2013)

2.6 Galaktomanan

Galaktomanan merupakan salah satu bagian dari polisakarida, yang secara khusus dihasilkan dari tanaman jenis Leguminaceae. Butiran benih, yang menghasilkan galaktomanan pada umumnya tumbuh dari tanaman legume di daerah yang semi kering di dunia. Biosintesis galaktomanan adalah proses fotosintesis yang terjadi pada banyak tanaman legum. Proses ini in vitro dikatalisis oleh enzim tertentu (Mathur, 2012). Struktur dasar yang membangun galaktomanan adalah galaktosa dan manosa (Srivastava dan Kapoor, 2005).


(8)

Polisakarida galaktomanan (Gambar 2.5) memiliki struktur umum yang linear, yang mana unit polimer (1 4)-β-D-mannopiranosa, terikat (1 6)-α -D-galaktopiranosa (Mathur, 2012). Galaktomanan dari tumbuhan yang berbeda akan menghasilkan berat molekul, rasio penyusun polisakarida (M:G), dan fungsi yang berbeda juga (Mathur, 2012).

Galaktomanan merupakan cadangan karbohidrat serta pengatur banyaknya air dalam biji selama perkecambahan. Galaktomanan juga bersifat pengental dan penstabil emulsi yang baik serta dapat mengurangi resiko masuknya racun jika digunakan sebagai bahan farmasi dan industri makanan (Stephen et al., 2006).

Galaktomanan dari masing-masing tanaman berbeda-beda pada rasio manosa dan galaktosa, distribusi galaktosa pada rantai manosa dan berat molekulnya. Rasio rantai manosa dan galaktosa pada umumnya berkisar pada 1,1-5,0. Galaktomanan dengan rasio galaktosa yang besar umumnya mudah larut dalam air dan kecenderungannya untuk membentuk gel sangat rendah dibandingkan galaktomanan dengan rasio galaktosa yang rendah. Kelarutan yang sangat tinggi tersebut disebabkan oleh banyaknya rantai cabang sehingga rantai manosa menjadi sukar untuk berinteraksi secara intermolekuler (Srivastava dan Kapoor, 2005).

Tabel 2.1 menunjukkan beberapa jenis galaktomanan komersial dari beberapa tanaman dan rasio antara manosa dan galaktosa.

Tabel 2.1 Jenis Galaktomanan Komersial

Galaktomanan Sumber Tanaman Rasio M:G

Guar Gum Guar Plant 2 : 1

Fenugreek Gum Fenugreek Plant 1 : 1

Locust bean gum Carob Tree 4 : 1

Tara gum Tara shrub 3 : 1

Cassia tora gum Cassia tora 5 : 1

Daincha gum Sesbania bisipinosa 2 : 1


(9)

Galaktomanan yang diperoleh dari masing-masing tanaman yang berbeda memiliki kadar yang berbeda, misalnya galaktomanan yang diperoleh dari ampas kelapa sebesar 20% (Zultiniar dan Casoni, 2009), pada kolang-kaling 4,58% (Tarigan, 2012), sedangkan pada Fenugreek kadar galaktomanan yang diperoleh berkisar 25-30% (Mathur and Mathur, 2005).

Saat ini konsumsi galaktomanan sangat bervariasi tergantung pada penggunaannya. Menurut perkiraan, sekitar 90-100 ribu ton galaktomanan dikonsumsi pertahun. Pemakaian terbesar adalah guar gum dengan 70-80 ribu ton,

locust bean gum dengan 12-14 ribu ton. Pemakaian galaktomanan bermanfaat untuk pembentukan viskositas sangat baik dan juga penggunaannya untuk penyerapan air atau pembentukan ikatan hidrogen membentuk formasi gel (Sharma, 2008).

Pada bidang farmasi dari sumber komersial dan nonkomersial, galaktomanan telah dipelajari secara ekstensif selama waktu tertentu. Ada berbagai sumber galaktomanan dan berbagai bentuk aplikasi dalam farmasi, seperti tablet atau kapsul, hidrogel, dan film. Selain penggunaan untuk hal sederhana, polisakarida ini berperan dalam modifikasi obat sebagai bahan matriks atau pelapis (Silveira, 2011). Galaktomanan digunakan di daerah usus tertentu sebagai penghantar obat yang berawal dari proses degradasi enzimatik dalam usus besar manusia (Kabir et al., 1998).

Komponen kimia yang terdapat pada hasil ekstraksi kolang-kaling adalah protein 0,261%, galaktomanan 90,57 %, serat kasar 8,05%, dan lemak 0,101 %. Galaktomanan dari kolang-kaling berbentuk serbuk putih, memiliki sifat viskositas yang cukup besar dalam konsentrasi yang rendah (Tarigan, 2012).

2.7 Galaktomanan Ikat Silang

Galaktomanan adalah polimer alam yang banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Polimer alam secara konvensional digunakan sebagai pengental dan pembuat gel. Modifikasi galaktomanan menunjukkan peningkatan sifat fisika seperti kelarutannya didalam air, viskositas dan kemurniannya dibanding dengan yang aslinya (Kok et al., 1999).


(10)

Modifikasi kimia pada galaktomanan pada umumnya untuk mengurangi sifat mengembangnya (swelling). Modifikasi galaktomanan, seperti guar gum, masih dikembangkan dengan mereaksikan guar gum dengan senyawa fosfat, borax, glutaraldehida, dan enzim pendegradasi (Kabir et al., 2000).

Polimer ikat silang terbentuk karena adanya rantai linier yang terhubung satu dengan yang lain oleh ikatan kovalen di berbagai tempat. Biasanya polimer ikat silang terbentuk selama sintesis atau reaksi kimia nonreversibel. Biasanya polimer yang demikian terhubung oleh atom atau molekul tambahan yang terikat secara kovalen (Callister et al., 2010).

Ikat silang (crosslink) merupakan suatu ikatan yang menghubungkan satu rantai polimer dengan rantai polimer lainnya, dapat berupa interaksi kovalen maupun interaksi non kovalen dan dapat meningkatkan massa molekul polimer. Hidrogel terikat-silang secara kovalen disebut gel kimia sedangkan secara non kovalen disebut gel fisik (Hennik et al., 2002). Cara pembentukan ikat silang secara fisik yaitu dengan interaksi hidrofobik, interaksi muatan, atau dengan pembentukan ikatan hidrogen. Metode ikat silang kimia meliputi polimerisasi radikal, reaksi kimia dari gugus komplementer, energi tinggi irradiasi dan menggunakan enzim. Pada ikat silang kimia, dibutuhkan agen pengikat silang yang mungkin dapat bereaksi dengan zat-zat lainnya (Berg et al.,2010).

Modifikasi kimia melalui ikat silang pada galaktomanan pada umumnya untuk mengurangi sifat mengembangnya (swelling). Modifikasi galaktomanan, seperti guar gum, masih dikembangkan dengan mereaksikan guar gum dengan senyawa fosfat, borax, glutaraldehida, dan enzim pendegradasi (Kabir et al., 2000).

Interaksi antara gugus yang bermuatan positif dari bahan pengikat silang dan gugus yang bermuatan negatif dari galaktomanan menunjukan adanya interaksi yang bersifat ionik. Sifat dari hasil ikat silang tergantung dari sifat pengikat silang (Rana


(11)

Salah satu pengikat silang dari senyawa fosfat adalah trinatrium trimetafosfat yang digunakan untuk mereduksi sifat mengembang guar gum. Trinatrium Trimetafosfat merupakan suatu pengikat silang yang tidak bersifat racun. Pada pH basa, senyawa kompleks ester di-polimer fosfat dibentuk dari guar gum dan Trinatrium Trimetafosfat yang mengalami reaksi ikat silang (Gambar 2.7). Sifat mengembang pada polimer yang terikat silang menurun secara jelas (29-35 kali lipat) (Gowda et al., 2012).

P O O P O O P NaO ONa ONa O O P NaO O Galaktomanan Galaktomanan OH OH OH OH O O

Gal-OH TMP GIF

Gambar 2.7 Reaksi Galaktomanan dengan Trinatrium Trimetafosfat (Gowda et al., 2012)

Senyawa borax juga dapat digunakan sebagai agen pengikat silang yang mana senyawa ini akan mebentuk kompleks dengan galaktomanan (Gambar 2.8). Hal ini bukan merupakan hal yang aneh karena galaktomanan memiliki gugus hidroksil yang berlimpah dan bersebelahan membentuk posisi cis. Reaksi akan terjadi pada konsentrasi yang sangat rendah pada galaktomanan dan ion borat.

C C OH OH H H B OH OH OH HO C C OH OH H H C C O O H H C C O O H H B

Guar Borate Ion Guar Cross-linked

Gal-OH Ion Borat Gal-OH GIB

Gambar 2.8 Reaksi Galaktomanan dengan Ion Borat (Chudzikowski, 1971).

Pada reaksi ini, akan terbentuk gel dengan penambahan senyawa borat pada galaktomanan dan larutan alkali untuk membentuk suasana alkali, dengan pH optimum diantara 7,5-10,5. Sifat dari gel yang terbentuk berdasarkan jenis galaktomanan dan konsentarasi senyawa borax yang digunakan (Chudzikowski, 1971).


(12)

Glutaraldehida juga telah digunakan secara luas untuk proses ikat silang polimer yang mengandung gugus hidroksil. Telah diketahui bahwa dengan peningkatan konsentrasi glutaraldehida maka terjadi peningkatan densitas hasil ikat silang dan penurunan kemampuan mengembang pada larutan penyangga. Jika jumlah glutaraldehida yang digunakan untuk reaksi ikat silang makin tinggi maka efisiensi ikat silang rendah. Glutaraldehida (Gambar 2.9) merupakan pengikat silang (Gambar 2.10) yang bersifat racun, tetapi sifat racun itu dapat direduksi secara signfikan setelah proses ikat silang (Kabir et al., 1998).

HC(CH2)3CH

O O

2H+ HC(CH2)3CH

OH OH

HC(CH2)3CH

OH OH

Glutaraldehida Ion Glutaraldehida Gambar 2.9 Isomerisasi Glutaraldehida dalam Suasana Asam

(Kabir et al., 1998).

Gal

OH

OH

HC(CH

2

)

3

CH

OH

OH

O

OH

HO

O

CH(CH

2

)

3

HC

OH

OH

O

O

O

O

C(CH

2

)

3

C

H

H

-2H2O

Gal-OH Ion Glutaraldehida GIG

Gambar 2.10 Reaksi Galaktomanan dengan Ion Glutaraldehida

(Kabir et al., 1998).

Galaktomanan ikat silang saat ini semakin dikembangkan sebagai bahan yang digunakan untuk membawa obat ke bagian usus yang bermasalah. Kemampuan mengembang dari suatu galaktomanan di dalam cairan gastrointestinal menurun dari 100-200 kali menjadi 10-35 kali tergantung jumlah bahan pengikat silang yang digunakan. Galaktomanan akan kehilangan sifat non-ioniknya disebabkan oleh proses ikat silang dan menjadi bermuatan negatif (Rana et al., 2011).

2.8 Asam Borat

Asam borat sendiri menurut Cahyadi, 2006, merupakan senyawa yang dikenal dengan nama boraks, mudah menguap pada pemanasan dengan kehilangan satu molekul airnya yang secara perlahan akan berubah menjadi asam metaborik.


(13)

Boron (B) menurut Pudjaatmaka, 1992, adalah unsur berwarana hitam yang dianggap sebagai senyawa metalloid dengan titik leleh dan titik didih yang tinggi (titik leleh = 2.177 oC, titik didih = 3.658 oC ).

Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99,0% dan 100% H3BO3.

Mempunyai bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50% ; H = 4,88% ; O = 77,62% berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis (Cahyadi, 2008).

Asam borat berasal dari borat, atau dengan hidrolisis halida bor, asam B(OH)3 dapat diperoleh sebagai kristal jarum putih. Satuan-satuan B(OH)3 terkait

bersama-sama oleh ikatan-ikatan hidrogen membentuk lapisan-lapisan tak terhingga dengan simetri hampir heksagonal. Lapisan ini berjarak 3,18 Å dan ini menerangkan mudahnya kristal dipecah (Cotton, 2007).

Asam borat cukup larut dalam air. Ia adalah asam lemah monobasis yang bertindak sebagai suatu asam Lewis, yakni menerima OH- : Ion B(OH)4- terdapat

dalam beberapa mineral, namun kebanyakan borat mempunyai struktur yang lebih kompleks seperti cincin anion pada gambar 2.11 asam borat dan borat membentuk kompleks yang sangat stabil dengan diol atau poliol pada gambar 2.12 (Cotton, 2007).

B O

O B

B O

HO

HO

OH

OH

B OH O

O C

C

OH

Gambar 2.11 Kompleks Cincin Gambar 2.12 Kompleks Diol

(Cotton, 2007). (Cotton, 2007).

Boraks sejak lama digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk pembuatan gendar nasi dan kerupuk gendar yang oleh masyarakat Jawa disebut karak atau lempeng. Boraks secara lokal dikenal sebagai air bleng, garam bleng atau pijer (Winarno dan Rahayu, 1994).


(14)

Kelarutan borat dari logam-logam alkali mudah larut dalam air. Borat dari logam-logam lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-asam dan dalam larutan amonium klorida (Vogel, 1985).

Asam borat digunakan sebagai antiseptik dan sebagai buffer pada bedak bayi baik digunakan di rumah maupun rumah sakit sejak tahun 1880. Kegunaan zat ini sebagai buffer sangat diperlukan karena suspensi campuran talk 10% memiliki pH sekitar 8,4 hingga 9,4. Johnstone dan timnya menyatakan bahwa serbuk talk tanpa buffer dengan pH 9,3 lebih bersifat alkalis pada kulit lembut bayi. Sekitar 3%-5% asam borat ditambahkan untuk menetralkan alkalinitas dari talk yang biasanya berpusat pada lipatan-lipatan kulit bayi dan menyebabkan iritasi jika tidak ditambahkan buffer (Balsam, 1972).

2.9 Derajat Swelling

Swelling adalah salah satu sifat fisika yang khas dari hidrogel, menggambarkan kemampuan hidrogel dalam menyerap air. Jika polimer hidrogel mengembang (swelling) dalam mediumnya, ini menunjukkan bahwa hidrogel mampu menyerap medium cairnya tanpa larut didalamnya. Semakin banyak rantai yang berikatan silang dalam suatu polimer, kemampuan mengembangnya akan menurun dan gel menjadi semakin keras (Patrulea et al.,2013).

Hidrogel direndam dalam air suling hingga mencapai keadaan kesetimbangan. Lalu diangkat dan setelah sisa air dihilangkan, kemudian ditimbang. Pengukuran persen derajat swelling dapat ditentukan dengan rumus berikut :

Persentase Swelling (%) =

x 100 %

Dimana W akhir adalah berat hidrogel setelah direndam dan W awal adalah berat hidrogel sebelum direndam. Selain air suling juga digunakan NaCl 0,9 %, HCl 0,1 N, dan Buffer Phosphate pH 7,4 (Burruano et al., 2002).


(1)

Galaktomanan yang diperoleh dari masing-masing tanaman yang berbeda memiliki kadar yang berbeda, misalnya galaktomanan yang diperoleh dari ampas kelapa sebesar 20% (Zultiniar dan Casoni, 2009), pada kolang-kaling 4,58% (Tarigan, 2012), sedangkan pada Fenugreek kadar galaktomanan yang diperoleh berkisar 25-30% (Mathur and Mathur, 2005).

Saat ini konsumsi galaktomanan sangat bervariasi tergantung pada penggunaannya. Menurut perkiraan, sekitar 90-100 ribu ton galaktomanan dikonsumsi pertahun. Pemakaian terbesar adalah guar gum dengan 70-80 ribu ton, locust bean gum dengan 12-14 ribu ton. Pemakaian galaktomanan bermanfaat untuk pembentukan viskositas sangat baik dan juga penggunaannya untuk penyerapan air atau pembentukan ikatan hidrogen membentuk formasi gel (Sharma, 2008).

Pada bidang farmasi dari sumber komersial dan nonkomersial, galaktomanan telah dipelajari secara ekstensif selama waktu tertentu. Ada berbagai sumber galaktomanan dan berbagai bentuk aplikasi dalam farmasi, seperti tablet atau kapsul, hidrogel, dan film. Selain penggunaan untuk hal sederhana, polisakarida ini berperan dalam modifikasi obat sebagai bahan matriks atau pelapis (Silveira, 2011). Galaktomanan digunakan di daerah usus tertentu sebagai penghantar obat yang berawal dari proses degradasi enzimatik dalam usus besar manusia (Kabir et al., 1998).

Komponen kimia yang terdapat pada hasil ekstraksi kolang-kaling adalah protein 0,261%, galaktomanan 90,57 %, serat kasar 8,05%, dan lemak 0,101 %. Galaktomanan dari kolang-kaling berbentuk serbuk putih, memiliki sifat viskositas yang cukup besar dalam konsentrasi yang rendah (Tarigan, 2012).

2.7 Galaktomanan Ikat Silang

Galaktomanan adalah polimer alam yang banyak digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Polimer alam secara konvensional digunakan sebagai pengental dan pembuat gel. Modifikasi galaktomanan menunjukkan peningkatan sifat fisika seperti kelarutannya didalam air, viskositas dan kemurniannya dibanding dengan yang aslinya (Kok et al., 1999).


(2)

Modifikasi kimia pada galaktomanan pada umumnya untuk mengurangi sifat mengembangnya (swelling). Modifikasi galaktomanan, seperti guar gum, masih dikembangkan dengan mereaksikan guar gum dengan senyawa fosfat, borax, glutaraldehida, dan enzim pendegradasi (Kabir et al., 2000).

Polimer ikat silang terbentuk karena adanya rantai linier yang terhubung satu dengan yang lain oleh ikatan kovalen di berbagai tempat. Biasanya polimer ikat silang terbentuk selama sintesis atau reaksi kimia nonreversibel. Biasanya polimer yang demikian terhubung oleh atom atau molekul tambahan yang terikat secara kovalen (Callister et al., 2010).

Ikat silang (crosslink) merupakan suatu ikatan yang menghubungkan satu rantai polimer dengan rantai polimer lainnya, dapat berupa interaksi kovalen maupun interaksi non kovalen dan dapat meningkatkan massa molekul polimer. Hidrogel terikat-silang secara kovalen disebut gel kimia sedangkan secara non kovalen disebut gel fisik (Hennik et al., 2002). Cara pembentukan ikat silang secara fisik yaitu dengan interaksi hidrofobik, interaksi muatan, atau dengan pembentukan ikatan hidrogen. Metode ikat silang kimia meliputi polimerisasi radikal, reaksi kimia dari gugus komplementer, energi tinggi irradiasi dan menggunakan enzim. Pada ikat silang kimia, dibutuhkan agen pengikat silang yang mungkin dapat bereaksi dengan zat-zat lainnya (Berg et al.,2010).

Modifikasi kimia melalui ikat silang pada galaktomanan pada umumnya untuk mengurangi sifat mengembangnya (swelling). Modifikasi galaktomanan, seperti guar gum, masih dikembangkan dengan mereaksikan guar gum dengan senyawa fosfat, borax, glutaraldehida, dan enzim pendegradasi (Kabir et al., 2000).

Interaksi antara gugus yang bermuatan positif dari bahan pengikat silang dan gugus yang bermuatan negatif dari galaktomanan menunjukan adanya interaksi yang bersifat ionik. Sifat dari hasil ikat silang tergantung dari sifat pengikat silang (Rana et al., 2011).


(3)

Salah satu pengikat silang dari senyawa fosfat adalah trinatrium trimetafosfat yang digunakan untuk mereduksi sifat mengembang guar gum. Trinatrium Trimetafosfat merupakan suatu pengikat silang yang tidak bersifat racun. Pada pH basa, senyawa kompleks ester di-polimer fosfat dibentuk dari guar gum dan Trinatrium Trimetafosfat yang mengalami reaksi ikat silang (Gambar 2.7). Sifat mengembang pada polimer yang terikat silang menurun secara jelas (29-35 kali lipat) (Gowda et al., 2012).

P O O P O O P NaO ONa ONa O O P NaO O Galaktomanan Galaktomanan OH OH OH OH O O

Gal-OH TMP GIF

Gambar 2.7 Reaksi Galaktomanan dengan Trinatrium Trimetafosfat (Gowda et al., 2012)

Senyawa borax juga dapat digunakan sebagai agen pengikat silang yang mana

senyawa ini akan mebentuk kompleks dengan galaktomanan (Gambar 2.8). Hal ini bukan merupakan hal yang aneh karena galaktomanan memiliki gugus hidroksil yang berlimpah dan bersebelahan membentuk posisi cis. Reaksi akan terjadi pada konsentrasi yang sangat rendah pada galaktomanan dan ion borat.

C C OH OH H H B OH OH OH HO C C OH OH H H C C O O H H C C O O H H B

Guar Borate Ion Guar Cross-linked

Gal-OH Ion Borat Gal-OH GIB

Gambar 2.8 Reaksi Galaktomanan dengan Ion Borat (Chudzikowski, 1971).

Pada reaksi ini, akan terbentuk gel dengan penambahan senyawa borat pada galaktomanan dan larutan alkali untuk membentuk suasana alkali, dengan pH optimum diantara 7,5-10,5. Sifat dari gel yang terbentuk berdasarkan jenis galaktomanan dan konsentarasi senyawa borax yang digunakan (Chudzikowski, 1971).


(4)

Glutaraldehida juga telah digunakan secara luas untuk proses ikat silang polimer yang mengandung gugus hidroksil. Telah diketahui bahwa dengan peningkatan konsentrasi glutaraldehida maka terjadi peningkatan densitas hasil ikat silang dan penurunan kemampuan mengembang pada larutan penyangga. Jika jumlah glutaraldehida yang digunakan untuk reaksi ikat silang makin tinggi maka efisiensi ikat silang rendah. Glutaraldehida (Gambar 2.9) merupakan pengikat silang (Gambar 2.10) yang bersifat racun, tetapi sifat racun itu dapat direduksi secara signfikan setelah proses ikat silang (Kabir et al., 1998).

HC(CH2)3CH

O O

2H+ HC(CH2)3CH

OH OH

HC(CH2)3CH

OH OH

Glutaraldehida Ion Glutaraldehida Gambar 2.9 Isomerisasi Glutaraldehida dalam Suasana Asam

(Kabir et al., 1998).

Gal

OH

OH

HC(CH

2

)

3

CH

OH

OH

O

OH

HO

O

CH(CH

2

)

3

HC

OH

OH

O

O

O

O

C(CH

2

)

3

C

H

H

-2H2O

Gal-OH Ion Glutaraldehida GIG

Gambar 2.10 Reaksi Galaktomanan dengan Ion Glutaraldehida

(Kabir et al., 1998).

Galaktomanan ikat silang saat ini semakin dikembangkan sebagai bahan yang digunakan untuk membawa obat ke bagian usus yang bermasalah. Kemampuan mengembang dari suatu galaktomanan di dalam cairan gastrointestinal menurun dari 100-200 kali menjadi 10-35 kali tergantung jumlah bahan pengikat silang yang digunakan. Galaktomanan akan kehilangan sifat non-ioniknya disebabkan oleh proses ikat silang dan menjadi bermuatan negatif (Rana et al., 2011).

2.8 Asam Borat

Asam borat sendiri menurut Cahyadi, 2006, merupakan senyawa yang dikenal dengan nama boraks, mudah menguap pada pemanasan dengan kehilangan satu molekul airnya yang secara perlahan akan berubah menjadi asam metaborik.


(5)

Boron (B) menurut Pudjaatmaka, 1992, adalah unsur berwarana hitam yang dianggap sebagai senyawa metalloid dengan titik leleh dan titik didih yang tinggi (titik leleh = 2.177 oC, titik didih = 3.658 oC ).

Komposisi dan bentuk asam borat mengandung 99,0% dan 100% H3BO3. Mempunyai bobot molekul 61,83 dengan B = 17,50% ; H = 4,88% ; O = 77,62% berbentuk serbuk hablur kristal transparan atau granul putih tak berwarna dan tak berbau serta agak manis (Cahyadi, 2008).

Asam borat berasal dari borat, atau dengan hidrolisis halida bor, asam B(OH)3 dapat diperoleh sebagai kristal jarum putih. Satuan-satuan B(OH)3 terkait bersama-sama oleh ikatan-ikatan hidrogen membentuk lapisan-lapisan tak terhingga dengan simetri hampir heksagonal. Lapisan ini berjarak 3,18 Å dan ini menerangkan mudahnya kristal dipecah (Cotton, 2007).

Asam borat cukup larut dalam air. Ia adalah asam lemah monobasis yang bertindak sebagai suatu asam Lewis, yakni menerima OH- : Ion B(OH)4- terdapat dalam beberapa mineral, namun kebanyakan borat mempunyai struktur yang lebih kompleks seperti cincin anion pada gambar 2.11 asam borat dan borat membentuk kompleks yang sangat stabil dengan diol atau poliol pada gambar 2.12 (Cotton, 2007).

B O

O B

B O

HO

HO

OH

OH

B

OH O

O C

C

OH

Gambar 2.11 Kompleks Cincin Gambar 2.12 Kompleks Diol

(Cotton, 2007). (Cotton, 2007).

Boraks sejak lama digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk pembuatan gendar nasi dan kerupuk gendar yang oleh masyarakat Jawa disebut karak atau lempeng. Boraks secara lokal dikenal sebagai air bleng, garam bleng atau pijer (Winarno dan Rahayu, 1994).


(6)

Kelarutan borat dari logam-logam alkali mudah larut dalam air. Borat dari logam-logam lainnya umumnya sangat sedikit larut dalam air, tetapi cukup larut dalam asam-asam dan dalam larutan amonium klorida (Vogel, 1985).

Asam borat digunakan sebagai antiseptik dan sebagai buffer pada bedak bayi baik digunakan di rumah maupun rumah sakit sejak tahun 1880. Kegunaan zat ini sebagai buffer sangat diperlukan karena suspensi campuran talk 10% memiliki pH sekitar 8,4 hingga 9,4. Johnstone dan timnya menyatakan bahwa serbuk talk tanpa buffer dengan pH 9,3 lebih bersifat alkalis pada kulit lembut bayi. Sekitar 3%-5% asam borat ditambahkan untuk menetralkan alkalinitas dari talk yang biasanya berpusat pada lipatan-lipatan kulit bayi dan menyebabkan iritasi jika tidak ditambahkan buffer (Balsam, 1972).

2.9 Derajat Swelling

Swelling adalah salah satu sifat fisika yang khas dari hidrogel, menggambarkan kemampuan hidrogel dalam menyerap air. Jika polimer hidrogel mengembang (swelling) dalam mediumnya, ini menunjukkan bahwa hidrogel mampu menyerap medium cairnya tanpa larut didalamnya. Semakin banyak rantai yang berikatan silang dalam suatu polimer, kemampuan mengembangnya akan menurun dan gel menjadi semakin keras (Patrulea et al.,2013).

Hidrogel direndam dalam air suling hingga mencapai keadaan kesetimbangan. Lalu diangkat dan setelah sisa air dihilangkan, kemudian ditimbang. Pengukuran persen derajat swelling dapat ditentukan dengan rumus berikut :

Persentase Swelling (%) =

x 100 %

Dimana W akhir adalah berat hidrogel setelah direndam dan W awal adalah berat hidrogel sebelum direndam. Selain air suling juga digunakan NaCl 0,9 %, HCl 0,1 N, dan Buffer Phosphate pH 7,4 (Burruano et al., 2002).