Tindakan Pengamanan Perdagangan (Safeguard) Terhadap Industri Keramik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan

(1)

BAB II

PENGATURAN TINDAKAN PENGAMANAN DALAM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

A. Perdagangan Internasional Bagian dari Perekonomian Terbuka

Suatu negara dapat menganut sistem perekonomian terbuka atau perekonomian tertutup. Perekonomian terbuka adalah perekonomian suatu negara yang terlibat dalam perdagangan antar negara (internasional) secara global. Negara yang menganut perekonomian terbuka akan ikut dalam perdagangan internasional, sebaliknya negara yang menganut perekonomian tertutup akan menolak adanya perdagangan internasional.

Tidak ada satu negara pun yang sepenuhnya dapat mengisolasikan diri dari interaksi dengan luar negeri. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi membuat batas-batas negara makin kabur. Kesadaran akan nilai-nilai universal turut memacu keterbukaan. Memang, setiap negara tak akan dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri. Kalaupun dipaksakan pasti biaya yang ditanggungnya sangat besar. Melalui perdagangan dengan negara-negara lain,

setiap negara bisa mencapai economic of scale39 dan selanjutnya dapat

menyalurkan kelebihan produksi yang tidak dapat diserap oleh konsumen di dalam negeri. Kelebihan produksi ini bisa diekspor. Devisa yang diperoleh dari ekspor inilah yang digunakan untuk membiayai impor sehingga dapat memenuhi

39

Economy of scale atau skala ekonomi adalah penurunan biaya per unit sebagai akibat dari peningkatan produksi sehingga biaya tetap dapat disebarkan pada jumlah unit produksi yang lebih besar. Lihat : Tumpal Rupea, Kamus Lengkap Perdagangan Internasional (Jakarta : PT. Gramedia, 2000), hlm.123.


(2)

berbagai kebutuhannya tanpa harus memproduksi seluruh yang mereka butuhkan tersebut.40

Perekonomian terbuka, dapat mengakibatkan absorption41 domestik bisa

lebih besar dari produksi nasional. Hal ini dimungkinkan karena adanya ekspor dan impor. Jika terjadi defisit ada dua kemungkinan yang dilakukan untuk

menutupinya. Pertama; defisit dibiayai dari tabungan dalam bentuk mata uang

asing (cadangan devisa). Kedua; defisit ditutup oleh arus modal masuk (capital in

flow), baik dalam bentuk penanaman modal asing langsung dan tak langsung

maupun pinjaman luar negeri.42

Secara teoritis, perdagangan internasional terjadi karena dua alasan utama, Pertama; negara-negara berdagang karena pada dasarnya mereka berbeda satu sama lain. Setiap negara dapat memperoleh keuntungan dengan melakukan

sesuatu yang relatif lebih baik. Kedua; negara-negara melakukan perdagangan

dengan tujuan untuk mencapai economic scale dalam produksi. Maksudnya, jika

setiap negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu, mereka dapat menghasilkan barang-barang tersebut dengan skala yang lebih besar dan karenanya lebih efisien jika dibandingkan kalau negara tersebut memproduksi

segala jenis barang.43

40

Faisal Basri dan Haris Munandar, Dasar-dasar Ekonomi Internasional : Pengenalan dan Aplikasi Metode Kuantitatif (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 32.

41

Absorption adalah investasi dan pembelian konsumsi yang dilakukan oleh rumah tangga, dunia usaha dan pemerintah baik barang domestik maupun barang impor. Apabila absorpsi melebihi produksi, maka neraca transaksi yang sedang berjalan akan mengalamai defisit, Lihat : Tumpal Rumapea, Op.Cit., hlm.1.

42

Faisal Basri dan Haris Munandar, Op.Cit., hlm. 9.

43


(3)

Penjelasan teoritis dari kedua motif di atas dapat diperoleh dari teori merkantilisme, teori perdagangan internasional klasik dan teori perdagangan modern.

1. Teori merkantilisme

Filsafat ekonomi yang dikenal sebagai merkatilisme,44menyatakan bahwa

cara yang terpenting bagi suatu negara untuk menjadi kaya dan berkuasa adalah mengekspor lebih banyak dari pada mengimpor. Dengan demikian para merkantilis berpendapat bahwa pemerintah seharusnya merangsang setiap ekspor

dan membatasi impor45.

Para penganut teori merkantilisme adalah Sir Josih Child, Thomas Mun,

Jean Bodin. Mereka beranggapan bahwa :46

a. Logam mulia (specie) adalah ukuran kemakmuran suatu negara, semakin

banyak memiliki logam mulia maka negara tersebut semakin kaya. Logam mulia diperoleh dari surplus ekspor dan impor. Apabila ekspor lebih besar dari impor maka logam mulia akan mengalir ke dalam negeri lebih banyak.

b. Peranan pemerintah sangat penting dalam perdagangan internasional,

dengan kebijakan (policy) pemerintah maka akan diperoleh ekspor lebih

44

Mercantilsme adalah suatu aliran falsafah ekonomi yang sangat berpengaruh pada abad 16 dan 17 yang menyamakan pemilikan emas atau mata uang internasional dengan kekayaan. Para ahli politik beranggapan bahwa surplus perdagangan diartikan sama dengan kekuatan ekonomi dan mendukung kebijakan promosi ekspor, sekaligus dengan kebijakan proteksi industri dalam negeri. Lihat : Tumpal Rumapea Op.Cit., hlm. 240.

45

Dominick Salvatore ed. Rudy Sitompul, Ekonomi Internasional : Edisi Kedua

(Jakarta : PT. Gelora Aksara Pratama, 1986), hlm.1-2. 46

Apridar, Ekonomi Internasional : Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan dalam Aplikasinya (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2009), hlm. 87.


(4)

besar dari impor misalnya tarif quota dan subsidi sehingga impor dapat ditekan.

Merkantilisme dalam usahanya untuk melaksanakan ide tersebut,

menggunakan kebijakan perdagangan (trade policy) yaitu : 47

a. Mendorong ekspor sebesar-besarnya, kecuali logam mulia.

b. Melarang membatasi impor dengan ketat, kecuali logam mulia.

David Hume memberikan kritik terhadap teori merkantilsme bahwa logam

mulia tak mungkin ditumpuk dengan suplus ekspor karena penumpukan tersebut akan sia-sia. Logam mulia akan mengalir dengan sendirinya melalui perdagangan

internasional yang dikenal sebagai price spiece flow mechani.48 Ekspor naik

berarti logam mulia masuk ke dalam negeri akibatnya uang yang beredar bertambah, pertambahan tersebut menyebabkan harga dalam negeri naik dan akhirnya logam mulia akan kembali lagi keluar sebagai akibat masuknya barang

impor.49 Dengan adanya kritik dari David Hume maka teori merkantilisme

dianggap tidak relevan sehingga muncullah teori klasik.

2. Teori klasik

Teori klasik dalam perdagangan internasional dimulai dengan kritik Adam Smith terhadap kebijaksanaan ekonomi yang dilaksanakan oleh golongan merkantilis. Salah satu kritik yang dipakai oleh Adam Smith adalah kritik David

Hume yang dikenal dengan Price Spiece Flow Mechani. Menurut Adam Smith,

47

Hamdy Hady, Ekonomi Internasional : Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional, Buku 1 Edisi Revisi (Bogor : Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 25.

48

Price Spiece Flow Mechani adalah kegiatan ekonomi berdasarkan emas, mengalami inflasi apabila ekspor lebih besar daripada impor dan deflasi apabila impor lebih besar daripada ekspor. Lihat : Tumpal Rumapea Op.Cit., hlm. 191.

49


(5)

pemerintah tidak perlu campur tangan di bidang ekonomi karena akan menyebabkan timbulnya kekacauan pada jalannya roda perekonomian. Adam

Smith menyarankan di dalam negeri dilakukan Laisses Faire,50sedangkan ke luar

negeri dilakukan perdagangan bebas.51

Perdagangan bebas akan membuat orang bekerja keras untuk kepentingan negaranya sendiri sekaligus menciptakan spesialisasi. Jadi dengan adanya spesialisasi, maka negara akan menghasilkan suatu produk yang mempunyai absolute advantage52 (keunggulan absolut) atau compreation advantage53

(keunggulan komperatif).54

Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain

from trade) karena melakukan spesialisasi produksi. Negara akan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, tetapi jika negara tidak memiliki keunggulan mutlak maka negara tersebut akan mengimpor barang.

Teori absolute advantage ini didasarkan pada asumsi pokok, antara lain

sebagai berikut :55

50

Laissez Faire adalah suatu doktrin dalam ilmu ekonomi mengenai campur tangan pemerintah dalam perekonomian seminimum mungkin dan memberikan kebebasan pada kekuatan pasar dan lembaga-lembaga ekonomi swasta dalam mengambil keputusannya sendiri tanpa campur tangan pemerintah. Lihat : Tumpal Rumapea, Op.Cit., hlm. 226.

51

Lia Amalia, Ekonomi Internasional (Yogyakarta : Graha Ilmu & UIEU-Universitas Pers, 2007), hlm. 13-14.

52

Absolute Advantage atau keunggulan absolut adalah keunggulan suatu negara atau kawasan atas negara atau kawasan lainnya dalam hal biaya produksi

suatu produk tertentu dilihat dari sumber daya produksi yang digunakan. Lihat :

Tumpal Rumapea, Loc.Cit. 53

Comparative Advantage atau keuntungan komparatif adalah keunggulan suatu negara atau kawasan dalam memproduksi barang tertentu apabila biaya sosial untuk memproduksi barang tersebut lebih rendah dari pada dilakukan oleh negara atau kawasan lain. Lihat : Tumpal Rumapea, Ibid., hlm. 75-76.

54

Apridar, Loc.Cit.

55


(6)

a. Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja

b. Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama

c. Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang.

d. Biaya transpor diabaikan.

Perdagangan internasional akan terjadi dan menguntungkan kedua negara bila masing-masing negara memiliki keunggulun absolute yang berbeda. Dengan demikian, bila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut untuk kedua jenis produk yang berbeda, maka tidak akan terjadi perdagangan internasional

yang menguntungkan. Hal ini merupakan kelemahan teori absolute advantage.

Namun, kelemahan teori Adam Smith ini disempurnakan oleh David Ricardo

dengan teori Comparative Advantage atau keunggulan komperatif, baik secara

Cost Comparative (Labor Efficiency) maupun Production Comparative (Labor Productivity).56

Teori David Ricardo didasarkan pada nilai tenaga kerja atau Theory Of

Labour Value yang menyatakan bahwa nilai atau harga suatu cost comparative produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk

memproduksinya. Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency),

bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdaganagan internasional

jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih efisien serta mengimpor barang di mana

negara tersebut berproduksi relatif kurang/tidak efisien.57

56

Ibid., hlm. 32. 57


(7)

Berdasarkan teori ini, setiap negara mengkhusukan produksinya dalam bidang-bidang yang diunggulinya secara komparatif dan semua negara melakukan perdagangan secara bebas tanpa hambatan, maka akan tercapainya efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi dan pada gilirannya produksi dunia secara

keseluruhannya akan mencapai maksimum, sehingga makin tinggi

kemakmurannya.58

Menurut teori production comparative advantage (labor productivity),

bahwa suatu negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang di mana negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor barang di mana negara

tersebut berproduksi relatif kurang/tidak produktif.59

Teori comparative advantage dari David Ricardo, menyatakan bahwa

perdagangan internasional antara dua negara tetap dapat terjadi, walaupun hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolute, asalkan masing-masing negara

memiliki perbedaan dalam labor efficiency atau labor productivity.60

3. Teori modern

Fungsi faktor produksi (produktivitas dan efisiensi) walaupun sama di antara dua negara, ternyata harga barang yang sejenis dapat berbeda, sehingga dapat terjadi perdagangan internasional. Dalam hal ini, teori klasik tidak dapat menjelaskan mengapa terjadi perbedaan harga untuk barang/produk sejenis walaupun fungsi faktor produksi sama di kedua negara. Untuk itu teori modern

58

Apridar, Op.Cit., hlm. 94. 59

Hamdy Hady, Op.Cit., hlm. 36. 60


(8)

dari Heckscher-Ohlin atau teori H-O menjelaskan bahwa walaupun fungsi faktor produksi (tenaga kerja) di kedua negara sama, perdagangan internasional akan tetap terjadi. Ini disebabkan karena adanya perbedaan jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki oleh masing-masing negara, sehingga terjadilah perbedaan harga barang yang dihasilkan. Teori modern dari H-O ini yang dikenal sebagai The Proportional Factors Theory.61

Menurut teori H-O, bahwa keuntungan komperatif ditentukan oleh

perbedaan relatif kekayaan faktor produksi (the relative abudancy of endowments

of factors of production) dan penggunaan faktor tersebut (the abundant factor)

secara relatif intensif dalam kegiatan produksi barang ekspor.62 Negara-negara

yang memiliki faktor produksi relatif banyak/murah dalam memproduksinya akan melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barangnya. Sebaliknya, negara akan mengimpor barang tertentu jika negara tersebut memiliki faktor produksi

yang relatif langka/mahal dalam memproduksinya.63

Peranan ekonom terkemuka yaitu Paul Samuelson, berhasil membuat H-O model mendominasi teori perdagangan internasional setelah Perang Dunia II, ada

empat teori pokok (the main properties or core propositions) yang menjadi

kerangka pokok dari teori perdagangan internasional (the central body of

internasional trade theory), adalah sebagai berikut.64

61

Ibid.

62

Faisal Basri dan Haris Munandar, Op.Cit., hlm. 34. 63

Hamdy Hady, Op.Cit., hlm.39. 64


(9)

a. Hecksher-Ohlin theorem

Menurut dalil (teorema) ini, suatu negara mempunyai keuntungan komparatif atas barang, dengan demikian seharusnya mengekspor barang tersebut, yang diproduksi dengan menggunakan secara intensif faktor

produksi yang dimiliki secara relatif lebih kaya (the abundant factor).

b. Factor-price equalization theorem

Dalil ini menyatakan bahwa dengan asumsi the H-O model, maka

perdagangan internasional yang bebas (free internasional trade) akan

menyebabkan harga faktor produksi menjadi sama secara internasional.

c. Stolper-Samuelson theorem

Dalil ini mengemukakan bahwa perdagangan internasional yang bebas

menguntungkan faktor produksi yang dimiliki secara relatif lebih kaya (the

abundant factor) dan sebaliknya merugikan faktor produksi yang kurang

dimiliki (the scarce factor).

d. Rybczynski theorem

Dalil ini menyatakan bahwa pada harga konstan di pasaran internasional, maka apabila suatu negara mengalami suatu kenaikan dalam jumlah dari

satu faktor produksi (the supply of one factor), negara tersebut akan

memproduksi lebih banyak barang yang menggunakan faktor tersebut secara intensif dan lebih sedikit barang lain yang menggunakan faktor lainnya secara kurang intensif.


(10)

Teori yang digambarkan oleh Smith, Torrens, dan Ricardo sangat teoritis. Kesimpulan yang didasarkan pada beberapa asumsi yang mungkin tidak atau lebih

yang jarang berlaku di "dunia nyata”. Sejak saat ini filsuf ekonomi

mengungkapkan bahwa jumlah proteksi perdagangan antar negara-negara telah bangkit dan jatuh karena berbagai alasan. Meski telah jelas bahwa liberalisasi perdagangan multilateral akan menguntungkan semua negara yang terlibat. Tahun 1947 dibentuk GATT untuk memfasilitasi pengurangan hambatan

perdagangan. Penjelasan ekonomi untuk klausula safeguard bahwa GATT

menyediakan cara bagi negara-negara dengan tingkat perlindungan yang tinggi untuk menyesuaikan diri dengan kebijakan perdagangan liberal dibawah ketentuan GATT. Dalam hal perubahan yang tak terduga yang dibawa oleh liberalisasi menyebabkan bahaya serius bagi produsen dalam negeri, negara-negara ini diperbolehkan untuk menerapkan liberalisasi perdagangan secara perlahan, memberikan waktu untuk sumber daya lokal untuk pindah ke daerah

yang lebih produktif.65

B. Pengaturan Tindakan Pengamanan dalam Perdagangan Internasional Tindakan pengamanan dalam perdagangan internasional dikenal dengan

sebutan safeguard. Safeguard adalah salah satu instrumen hukum untuk

melindungi industri dalam negeri terhadap peningkatan barang impor yang terjadi dalam perdagangan normal tetapi merugikan industri dalam negeri.

65

Garret Wilson, The Rational, Operation and Prospects of GATT Article XIX

(London : Essay, 8 Desember 1998),

Lihat : http://www.garretwilson.com/essays/economics/gattarticlexix.html (diakses pada tgl 5 Juni 2015 pukul 11.25).


(11)

Safeguard telah lama dikenal dalam praktik perdagangan internasional, bahkan sebelum GATT ditandatangani pada tahun 1947. Negara yang pertama

kali memperkenalkan bentuk safeguard adalah Amerika Serikat yang dikenal

dengan escape clause. Bentuk tersebut dapat ditemukan pada perjanjian

perdagangan bilateral antara Amerika Serikat dan Meksiko pada tahun 1942, yang

berbunyi : 66

“If, as result of unforeseen developments and of the concession granted on

any article enumerated and described in the schedules annexed to this agreement, such article is being imported in such increased quantities and under such conditions as to cause or threaten serious injury to domestic producers of like, or similar articles, the governments of either country shall be free to withdraw the concessions, in whole or in part, or to modify it to the extent and for such time as may be necessary to prevent such injury (Agreement between the United States and Mexico Respecting Reciprocal Trade Dec 23, 1942, Article XI).

Dalam terjemahan bebas dapat diartikan sebagai berikut :

“Jika, hasil dari perkembangan tidak terduga dan konsesi yang dibenarkan

pada setiap pasal yang disebutkan dan dijelaskan dalam daftar lampiran perjanjian ini, seperti pasal tentang peningkatan jumlah impor dalam kondisi yang menyebabkan atau mengancam kerugian serius bagi produsen dalam negeri yang serupa atau sejenis, pemerintah negara harus bebas untuk menarik konsesi, secara keseluruhan atau sebagian, atau membatasi sampai pada jangka waktu yang mungkin diperlukan untuk mencegah kerugian (Perjanjian antara Amerika Serikat dan Meksiko tentang Perdagangan Timbal Balik, 23 Desember 1942, Pasal XI)."

Klausula tersebut di atas menjadi acuan bagi pembentukan Article XIX

GATT. Hal ini dapat dilihat pada unsur-unsur atau syarat-syarat penerapan

tindakan safeguard, yaitu adanya perkembangan yang tidak terduga, adanya

peningkatan impor yang berlebihan, mengakibatkan kerugian bagi industri dalam

66


(12)

negeri, kewenangan negara importir untuk menarik atau mengubah pemberian

konsesi perdagangan dalam jangka waktu yang diperlukan.67

Jika dicermati Article XIX GATT 1947, berbunyi :

If, as a result of unforeseen developments and of the effect of the obligations incurred by a contracting party under this Agreement, including tariff concessions, any product is being imported into the territory of that contracting party in such increased quantities and under such conditions as to cause or threaten serious injury to domestic producers in that territory of like or directly competitive products, the contracting party shall be free, in respect of such product, and to the extent and for such time as may be necessary to prevent or remedy such injury, to suspend the obligation in whole or in part or to withdraw or modify the concession. (GATT, Article XIX.1.a).

Dalam terjemahan bebas dapat diartikan sebagai berikut :

"Jika, hasil dari perkembangan tidak terduga dan akibat dari kewajiban yang timbul oleh pihak yang menyetujui dalam Perjanjian ini, termasuk konsesi tarif, produk apapun yang sedang diimpor ke dalam wilayah pihak yang berkontrak tersebut, terjadi peningkatan jumlah dan dalam kondisi yang menyebabkan atau mengancam kerugian serius kepada produsen dalam negeri dalam wilayah yang sama atau barang yang bersaing secara langsung, mengenai dengan produk tersebut pihak yang berkontrak bebas untuk membatasi sampai pada jangka waktu yang mungkin diperlukan untuk mencegah atau memperbaiki kerugian, untuk menangguhkan kewajiban secara keseluruhan atau sebagian atau untuk mencabut atau

mengubah konsesi. (GATT, Pasal XIX.1.a).”

Berdasarkan Article XIX 1.a GATT diatas dijelaskan bahwa kata “if”

merupakan syarat di mana artinya dalam situasi dimaksud berikut ini adalah

kondisi di mana tindakan safeguard dapat dilakukan. Tindakan safeguard yang

dimaksud dapat dilakukan apabila ada unsur-unsur terjadinya perkembangan yang

tidak terduga (unforeseen developments), adanya kewajiban dari pihak-pihak yang

melakukan kesepakatan yang meliputi konsesi atas tarif di mana akibatnya jumlah barang impor yang masuk ke wilayah tersebut meningkat pesat sehingga

67


(13)

menimbulkan ancaman kerugian yang (threaten serious injury) terhadap produk sejenis sehingga negara-negara yang melakukan kesepakatan tersebut diberikan wewenang untuk mengambil tindakan pencegahan terhadap kerugian yang lebih parah yang akan dialami industri dalam negeri. Tindakan pencegahan dan

perbaikan itu dapat berupa penundaan konsesi, menarik atau mengubah konsesi68.

Pengaturan tentang safeguard diperbarui dalam bentuk Agreement on

Safeguards. Hal ini dilakukan untuk memperjelas dan menyempurnakan

aturan-aturan tentang safeguard sehingga dapat memperkuat sistem perdagangan

internasional berdasarkan ketentuan GATT 1994.

Safeguard memperbolehkan dua bentuk tindakan safeguard secara

multilateral yaitu sebagai berikut :69

1. Negara berhak untuk mengawasi impor secara temporer atau dengan hambatan

perdagangan lainnya untuk mencegah kerugian perdagangan bagi industri dalam negeri.

2. Hak yang bersamaan bagi negara pengekspor untuk tidak mencabut akses

pasar secara sewenang-wenang.

Berdasarkan Article XIX GATT, suatu negara diperbolehkan untuk

menarik diri atau memodifikasi konsesi yang telah disepakati, memberlakukan pembatasan impor untuk waktu yang sementara apabila dapat dibuktikan bahwa peningkatan produk impor tertentu mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi produsen dalam negeri, dan tetap memberlakukan pembatasan impor selama waktu yang dibutuhkan untuk mengatasi memperbaiki kerugian yang dialami.

68

Ibid., hlm. 105. 69


(14)

Penerapan pengaturan tindakan safeguard yang tertuang dalam Agreement on Safeguards sesuai dengan aturan-aturan yang ada pada Article XIX GATT

1994. Hal ini dapat dimuat dalam Article 1 Agreement on Safeguard tentang

ketentuan umum.

Berdasarkan Article 2.1 Agreement on Safeguard dijelaskan mengenai

kondisi safeguard bahwa dalam mengidentifikasi peningkatan impor adalah

barang impor yang masuk dalam wilayah kepabeanan suatu negara meningkat dalam jumlah secara absolut dan relatif dibandingkan dengan produksi dalam negeri serta mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi industri yang menghasilkan barang yang serupa atau secara langsung tersaingi

oleh barang impor tersebut.70

Ada perbedaan mengenai pengidentifikasian peningkatan impor antara Article XIX GATT 1994 dan Article 2.1 Agreement on Safeguard di mana dalam Article 2.1 Agreement on Safeguard pengidentifikasian impor lebih diperjelas dengan pencantuman unsur pembedaan antara peningkatan absolute dan relatif, di

mana hal ini tidak disinggung dalam Article XIX GATT 1994.71

Berdasarkan Article 2.1 Agreement on Safeguard peningkatan impor

dilihat dalam bentuk, yaitu secara absolut (misalnya, dalam ton atau satuan ukur lainnya) dan perbandingan secara relatif terhadap produksi dalam negeri atas barang serupa atau barang yang secara langsung tersaingi. Ketentuan peningkatan secara absolut dan relatif ini tidak mengikat harus keduanya meningkat. Misalnya,

70

Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), Perlindungan Industri dalam Negeri Melalui Tindakan Safeguard World Trade Organization (Jakarta : 2005), hlm. 5.

71


(15)

pada saat impor meningkat, terjadi juga peningkatan produksi dalam negeri sehingga secara relatif tidak terlihat peningkatan yang besar. Atau sebaliknya, mungkin terjadi volume tidak menunjukan peningkatan atau konstan , tetapi karena terjadi penurunan produksi dalam negeri yang besar mengakibatkan

perbandingan antar impor dan produksi dalam negeri menjadi tinggi.

Berdasarkan Article 2.2 Agreement on Safeguard diatur bahwa pengenaan

tindakan safeguard berlaku terhadap semua negara eksportir tanpa membedakan

negara asalnya. Hal ini sesuai dengan prinsip GATT yaitu most favoured nation.72

Menurut Appellate Body WTO, peningkatan impor terjadi dalam keadaan sebagai berikut :73

1. Rentang waktu yang paling akhir (recent).

2. Cukup mendadak (sudden).

3. Cukup tajam.

4. Cukup signifikan dalam kuantitas dan kualitas impornya.

5. Menyebabkan terjadinya kerugian serius (serious injury) atau ancaman

kerugian serius (threaten serious injury) terhadap.

6. Industri dalam negeri.

Rentang waktu tidak terlalu panjang, karena kemungkinan kerugian bagi industri dalam negeri secara langsung bukan diakibatkan oleh peningkatan barang impor dan kerugian tersebut terjadi bukan dalam keadaan mendadak atau sifatnya

72

Most Favoured Nation adalah prinsip memberikan perlakuan yang sama kepada setiap anggota WTO atau penduduknya dalam memberikan fasilitas perdagangan.. Lihat: Harun Setiawati dan Gavriyuni Amier dalam ed. Sjamsul Arifin dkk, Kerja Sama Perdagangan Internasiona : Peluang dan Tantangan bagi Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 2007), hlm. 83.

73


(16)

yang tidak terduga, tetapi karena masalah struktural industri di dalam negeri.74

Sebelum mengambil tindakan safeguard dalam penentuan peningkatan impor ada

dua persyaratan yang harus dipenuhi terlebih dahulu, yaitu :75

1. Peningkatan impor yang harus disebabkan oleh adanya perkembangan yang

tidak diperkirakan sebelumnya sebagai akibat dari tindakan memenuhi kewajiban internasional dalam rangka liberalisasi perdagangan.

2. Peningkatan impor tersebut mengakibatkan kerugian serius atau ancaman

kerugian serius bagi industri dalam negeri.

Negara dapat menerapkan tindakan pengamanan dengan melakukan penyelidikan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan

ketentuan Article 3 Agreement on Safeguard. Penyelidikan dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut :76

1. Penyelidikan harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

dan diumumkan sebelumnya termasuk harus diberitahukan ke Committee on

Safeguard77WTO.

2. Dimulainya penyelidikan tindakan safeguard harus diumumkan di media

cetak.

74

Ibid.

75

Christhophorus Barutu, Op.Cit., hlm. 107-108. 76

Ramziati, Op.Cit., hlm. 50.

77

Commite on Safeguard adalah unit di bawah struktur kelembagaan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menangani hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan Perjanjian Safeguards. Lihat : Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 84 tahun 2002 tentang Tindakan Pengamanan Industri Dalam Negeri Dari Akibat Lonjakan Impor, Pasal 1 angka 13.


(17)

3. Selama pelaksanaan penyelidikan harus diberikan kesempatan kepada para pihak berkepentingan untuk menyampaikan tanggapan atau bukti dan menanggapi bukti atau argumentasi dari pihak lain.

4. Dokumen yang bersifat rahasia tidak boleh diberikan kepada pihak lain tanpa

persetujuan dari pihak pemilik dokumen atau pemberi iformasi tersebut. Kecuali otoritas menganggap tidak tepat menurut sifatnya mengklarifikasikan informasi tertentu sebagai rahasia atau para pihak yang memberikan informasi tersebut tidak bersedia membuat ringkasan yang sifatnya tidak rahasia.

5. Laporan akhir yang memuat hasil penyelidikan secara rinci dan alasan atau

kesimpulan yang ditetapkan serta dasar hukum yang digunakan harus diumumkan di media tulis pada akhir masa penyelidikan.

Safeguard terhadap suatu produk berlaku sesuai dengan ketentuan Article 4.1 Agreement on Safeguard tentang penentuan kerugian berat atau ancaman

kerugian. Dalam Article 4.1 Agreement on Safeguard dijelaskan bahwa :

a. Kerugian serius diartikan sebagai gangguan yang berat terhadap industri

dalam negeri.

b. Ancaman kerugian serius diartikan sebagai kerugian yang serius yang jelas

dapat terjadi sesuai dengan ketentuan. Dalam menentukan adanya ancaman kerugian serius perlu dukungan adanya fakta dan bukan hanya tuduhan, dugaan atau kemungkinan yang kecil.

c. Dalam menentukan kerugian atau ancaman kerugian serius, industri dalam

negeri diartikan sebagai keseluruhan produsen dalam negeri yang memproduksi barang yang sejenis atau yang secara langsung tersaingi


(18)

dengan barang impor yang diselidiki, atau hasil yang diproduksi secara kolektif dari barang sejenis atau barang secara langsung tersaingi merupakan bagian terbesar dari keseluruhan produksi dalam negeri terhadap barang-barang tersebut.

Kerugian serius atau ancaman kerugian serius dapat diidentifikasikana dengan cara sebagai berikut :

1. Mengidentifikasi barang yang diproduksi di dalam negeri yang “serupa” atau

“secara langsung tersaingi” dengan barang impor yang diselidiki.

2. Mengidentifikasi industri dalam negeri yang memproduksi barang tersebut.

3. Mengkaji secara menyeluruh penurunan yang signifikan atau kinerja industri

dalam negeri.

Faktor-faktor yang menjadi bahan evaluasi untuk melihat hubungan antara

kerugian serius dengan ancaman kerugian serius diatur dalam Article 4.2

Agreement on Safeguard. Dalam Article 4.2 Agreement on Safeguard dijelaskan bahwa penilaian kerugian harus didasarkan pada hasil evaluasi menyeluruh dari berbagai fakor terkait secara objektif dan terukur yang dihadapi oleh industri

dalam negeri. Faktor-faktor kerugian tersebut antara lain :78

1. Angka dan jumlah peningkatan impor barang yang diselidiki secara absolute

dan relatif.

2. Pangsa pasar domestik yang dikuasai oleh barang impor yang meningkat

tersebut.

3. Perubahan dalam tingkat penjualan.

78


(19)

4. Produksi.

5. Produktivitas.

6. Pemanfaatan kapasitas.

7. Keuntungan dan Kerugiaan.

8. Kesempatan kerja.

Negara importir harus dapat membuktikan adanya keterkaitan bahwa peningkatan impor yang terjadi menyebabkan kerugian serius atau ancaman

kerugian serius terhadap industri dalam negeri (causal link). Hubungan sebab

akibat (causal link) ini diatur dalam Article 4.2 (b) Agreement on Safeguard.

Dalam menentukan hubungan sebab akibat menurut Article 4.2 (b) harus

mempertimbangkan dua hal, yaitu79 :

1. Ada bukti konkret bahwa peningkatan impor barang (increased imports)

mengakibatkan terjadinya kerugian serius atau ancaman kerugian serius pada industri dalam negeri.

2. Adanya faktor selain peningkatan impor yang menyebabkan kerugian terhadap

industri dalam negeri pada saat bersamaan, kerugian yang timbul tersebut tidak boleh dikaitkan dengan impor yang meningkat tersebut.

Penerapan safeguard diatur dalam Article 5 Agreement on Safeguard.

Dalam Article 5 Agreement on Safeguard dijelaskan bahwa penggunaan safeguard

hanya dapat dilakukan selama diperlukan untuk mencegah atau menanggulangi kerugian yang serius serta untuk membantu penyesuaian. Dalam menggunakan pembatasan kuantitatif, perlu dihindarkan terjadinya penurunan volume impor

79


(20)

lebih rendah daripada rata-rata tiga tahun terakhir, tergantung kesediaan data statistik. Apabila dipelukan tingkat impor yang berbeda untuk mencegah atau menanggulangi kerugian serius, maka harus didasari justifikasi yang jelas. Negara anggota WTO harus menentukan kebijaksanaan yang paling tepat untuk mencapai

tujuan tersebut.80

Tindakan safeguard dapat ditetapkan dalam tiga bentuk, yaitu peningkatan

bea masuk, ditetapkan kuota impor dan kombinasi dari kedua bentuk tersebut. Jika

tindakan safeguard ditetapkan dalam bentuk kuota maka jumlah kuotanya tidak

boleh lebih kecil dari data impor rata-rata dalam tiga tahun terakhir, sedangkan untuk pengenaan jumlah kuota yang berbeda dari rata-rata impor tiga tahun terakhir harus ada bukti atau pembenaraan secara khusus. Negara yang mengambil

tindakan safeguard dalam bentuk kuota dapat membuat kesepakatan dengan

negara pengekspor terbesar mengenai alokasi kuota tersebut. Jika tidak ada kesepakatan, kuota masing-masing negara ditentukan pada pangsa pasar ekspor

masing-masing negara dalam periode tertentu.81

Apabila terdapat bukti awal terjadinya peningkatan impor yang mengakibatkan kerugian serius atau ancaman kerugian serius bagi industri dalam

negeri dapat dilakukan tindakan safeguard sementara yang diatur dalam Article 6

Agreement on Safeguard. Dalam Article 6 Agreement on Safeguard dijelaskan bahwa apabila kondisi industri dalam negeri dalam “keadaan kritis”. Yaitu, apabila tidak dilakukan tindakan secepatnya, akan tercipta keadaan yang semakin

sulit untuk dilakukan perbaikan atau pemulihannya. Tindakan safeguard

80

Syahmin AK, Op.Cit., hlm. 317. 81


(21)

sementara ini hanya dapat dikenakan dalam bentuk peningkatan bea masuk dan pengenaan bea masuk sementara berlaku paling lama 200 hari sejak

pengenaannya dan tidak bisa diperpanjang. Pengenaan tindakan safeguard

sementara harus memenuhi persyaratan, seperti diatur dalam Article 2, Article 7

dan Article 12 Agreement on Safeguard. jika dalam penyelidikan tidak terbukti adanya hubungan peningkatan impor dengan kerugian serius atau ancaman

kerugian serius, tindakan safeguard sementara dihentikan dan bea masuk yang

telah dipungut dikembalikan.82

Jangka waktu yang diberikan untuk memulihkan industri dalam negeri

diatur dalam Article 7.1 Agreement on Safeguard. Dalam Article 7.1 Agreement

on Safeguard dijelaskan bahwa dalam jangka waktu tertentu yang cukup untuk melindungi atau memulikan kerugian serius dan memfasilitasi penyesuaian secara

struktural. Pengenaan tindakan safeguard tidak boleh lebih dari empat tahun,

termasuk jangka waktu pengenaan tindakan safeguard sementara apabila ada.

Tindakan safeguard yang ditetapkan lebih dari satu tahun harus

diliberalisasi secara berkala selama jangka waktu pengenaannya. Negara yang

melakukan tindakan safeguard selama lebih dari tiga tahun maka negara tersebut

harus melakukan peninjauan kembali perkembangannya, paling lambat pertengahan periode waktu pengenaan agar dapat memutuskan untuk membatalkan atau mempercepat liberalisasi.

Berdasarkan Article 7.2 Agreement on Safeguard tindakan safeguard dapat

diperpanjang apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

82


(22)

1. Tindakan perpanjangan dilakukan untuk mencegah atau memulihkan keadaan akibat kerugian serius yang dialami.

2. Adanya bukti bahwa industri dalam negeri sedang dalam proses melakukan

penyesuaian.

Perpanjangan tindakan safeguard diatur dalam Article 7.3 Agreement on

Safeguard bahwa total jangka waktu penerapan tindakan sementara, periode aplikasi awal dan perpanjangannya, tidak boleh melebihi delapan tahun.

Perpanjangan waktu tindakan safeguard paling lama delapan tahun, termasuk

pengenaan tindakan safeguard sementara.

Tindakan safeguard tidak dibolehkan dikenakan lagi terhadap barang

tertentu sampai dengan jangka waktu tindakan sebelumnya telah selesai (paling

sedikit dua tahun) sesuai yang diatur dalam Article 7.5 Agreement on Safeguard.

Akan tetapi pada Article 7.6 Agreement on Safeguard dijelaskan bahwa apabila

tindakan safeguard sebelumnya berakhir dalam jangka waktu kurang dari 180

hari, tindakan berikutnya dapat dilakukan jika memenuhi dua syarat, yaitu :

1. Paling sedikit satu tahun telah berakhir setelah tanggal dikenakannya tindakan

safeguard atas impor produk tersebut.

2. Tindakan safeguard tidak dikenakan pada barang yang sama lebih dari dua

kali dalam jangka waktu lima tahun sebelum pengenaan tindakan baru.

Berdasarkan Article 8 Agreement on Safeguard ditetapkan keharusan

untuk menanggung kewajiban atau memberikan konsesi sebesar jumlah yang sama dengan beban yang dialami oleh negara eksportir. Oleh karena itu sebelum


(23)

kompensasi yang dapat diberikan oleh negara importir kepada negara eksportir yang terkena tindakan tersebut.

Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam negosiasi tersebut dalam jangka waktu 30 hari, maka negara eksportir dapat melakukan tindakan penangguhan kewajibanyang besarnya seimbang dengan konsesi yang harus diterimanya paling

lambat 90 hari setelah tindakan safeguard dikenakan. Hak tersebut hanya dapat

digunakan setelah rencana tindakan penangguhan tersebut dinotifikasi ke Council

for Trade in Goods83dan tidak ada penolakan.84

Berdasarkan Article 8.3 Agreement on Safeguard dijelaskan bahwa hak

realitas atau hak penangguhan tidak dapat digunakan pada tiga tahun pertama

pelaksanaan safeguard apabila tindakan safeguard itu didasarkan pada

peningkatan impor yang absolut dan telah memenuhi ketentuan dalam Agreement

on Safeguard.

Safeguard tidak dapat dikenakan kepada negara berkembang anggota

WTO. Ketentuan ini diatur dalam Article 9 Agreement on Safeguard. Tindakan

safeguard tidak boleh dilakukan terhadap produk impor yang berasal dari suatu negara berkembang bila pangsa pasar negara tersebut tidak melebihi 3% atau yang berasal dari beberapa negara berkembang yang masing-masing memiliki pangsa pasar kurang dari 9%.

Berdasarkan Article 10 Agreement on Safeguard dijelaskan bahwa negara

anggota WTO harus menghentikan semua tindakan safeguard yang diambil

83

Council for Trade in Goods atau Dewan Perdagangan Barang yang bertugas memantau pelaksanaan persetujuan yang dicapai di bidang perdagangan barang. Lihat :

Christhophorus Barutu, Ibid., hlm. 17. 84


(24)

berdasarkan Article XIX GATT 1947 yang tidak lebih dari delapan tahun setelah

tanggal di mana safeguard pertama kali diterapkan atau lima tahun setelah tanggal

berlakunya Perjanjian WTO.

Berdasarkan Article 11 Agreement on Safeguard diatur tentang larangan

dan penghapusan beberapa kebijaksanaan antara lain sebagai berikut :85

1. Negara anggota WTO dilarang melakukan tindakan darurat terhadap produk

impor tertentu sebagaimana diatur dalam Article XIX GATT 1994 kecuali

tindakan tersebut sesuai dengan ketentuan yang diterapkan dalam perjanjian ini.

2. Negara anggota WTO dilarang memberlakukan pembatasan jumlah ekspor ke

negara tujuan, pengaturan pemasaran atau tindakan serupa lainnya pada

ekspor maupun impor. Semua kebijaksanaan safeguard yang masih berlaku

pada saat berlakunya perjanjian pembentukan organisasi perdagangan multilateral harus disesuaikan dengan perjanjian ini.

3. Perjanjian ini tidak berlaku terhadap kebijaksanaan negara anggota WTO lain,

selain yang berkaitan dengan Article XIX GATT 1994, ataupun pengaturan

dalam kerangka GATT 1994.

Pelaksanaan ketentuan Agreement on Safeguard yang ditetapkan dalam

bentuk notifikasi dan konsultasi yang diatur dalam Article 12 Agreement on

Safeguard. Beberapa kegiatan yang harus segera dinotifikasi ke Commite on Safeguard WTO adalah sebagai berikut :

85


(25)

1. Waktu memulai proses penyelidikan yang berkaitan dengan kerugian serius atau ancaman kerugian serius dan alasan untuk itu.

2. Adanya temuan berupa bukti industri dalam negeri mengalami kerugian serius

atau ancaman kerugian serius yang disebabkan oleh peningkatan impor.

3. Mengambil keputusan untuk menerapkan atau memperpanjang tindakan

safeguard.

Notifikasi tentang temuan kerugian serius dan usulan tindakan yang akan dikenakan harus disertai dengan informasi yang lengkap, termasuk bukti kerugian serius atau ancaman, diskripsi produk, rincian usulan tindakan, meliputi kapan mulai dikenakan, jangka waktu, dan program serta jadwal waktu liberalisasi. Dalam hal perpanjangan perlu disertakan informasi mengenai bukti penyesuaian

yang telah dilakukan oleh industri dalam negeri.86

Article 12.3 Agreement on Safeguard mengatur bahwa sebelum pengenaan

tindakan safeguard, harus diberikan kesempatan kepada negara eksportir waktu

yang cukup untuk konsultasi sesuai dengan ketentuan. Konsultasi meliputi semua

hal yang disampaikan dalam notifikasi.

Apabila ada tindakan safeguard sementara, maka konsultasi dilaksanakan

setelah pengenaan tindakan tersebut. Semua hasil konsultasi sesuai ketentuan Article 8 dan Article 12, usulan penangguhan kewajiban sesuai Article 8.2 dan

hasil peninjauan pertengahan periode pengenaan sesuai Article 7.4, juga harus

dinotifikasi ke Committee on Safeguard WTO sesuai ketentuan Article 12.5

86


(26)

Agreement on Safeguard.87 Diadakan pengawasan yang ketat untuk penerapan

tindakan safeguard seperti yang ditetapkan dalam Article 13 Agreement on

Safeguard. Pengawasan dilakukan oleh Commite on Safeguard.

C. Penyelesaian Sengketa Tindakan Pengamanan Perdagangan

Sengketa terjadi ketika negara anggota meyakini bahwa negara anggota lain melanggar perjanjian WTO. Negara anggota tersebut dapat mengajukan "permintaan konsultasi" untuk mengidentifikasi perjanjian mana yang dilanggar

dalam menerapkan tindakan safeguard.88 Berdasarkan Article 14 Agreement on

Safeguard yang mengatur tentang penyelesaian sengketa. Dijelaskan bahwa penyelesaian sengketa yang timbul berdasarkan perjanjian ini dilakukan dengan

cara konsultasi sesuai dengan ketentuan Article XXII dan Article XIII GATT dan

pelaksaannya dalam The Dispute Settlement Understanding.89

Menurut Robert Hudec, prosedur penyelesaian sengketa dalam GATT

dapat dikelompokkan ke dalam dua macam prosedur. Pertama ; diantara tahun

1948-1978. Dalam kurun waktu ini, prosedur penyelesaian sengketa GATT dapat

dikelompokkan sebagai penyelesaian sengketa secara diplomatik (diplomatic

settlement of disputes). Kedua ; kurun waktu antara 1980-1994. Dalam kurun waktu ini, prosedur penyelesaian sengketa GATT beralih dari semula yang

87

Ibid. 88

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_e.htm (diakses pada tgl 3 Agustus 2015 pukul 10.14).

89

The Dispute Settlement Understanding atau disebut juga Understanding on Rules Procedures Governing the Settlement of Disputes adalah suatu perjanjian khusus yang merupakan lampiran dari perjanjian WTO yang disahkan pada bulan April 1994. Lihat : Huala Adof, Op.Cit., hlm. 87.


(27)

diplomatik menjadi penyelesaian sengketa secara judicial atahu hukum (judicial settlement of disputes).90

1. Penyelesaian sengketa melalui konsultasi

Konsultasi adalah tahap pertama penyelesaian sengketa dan biasanya berlangsung dalam bentuk yang informal atau negosisasi formal, seperti melalui saluran-saluran diplomatik. Tujuan utama dari proses ini adalah untuk

menyelesaikan sengketa di luar dari cara atau proses ajudikasi yang formal.91

Sistem penyelesaian sengketa GATT diatur dalam Article XXII dan

Article XIII, yang menekankan pada kontak bilateral dan konsultasi sebagai tahap pertama dalam proses penyelesaian sengketa. Pada kenyataannya hampir seluruh sengketa dagang diselesaikan secara bilateral. Namun, bila tidak bisa diselesaikan dengan konsultasi bilateral, maka sistem panel GATT dapat dipergunakan sebagi

cara penyelesaian tahap berikutnya.92

Article XXII menentukan prosedur konsultasi yang dapat diambil apabila suatu negara memerlukan konsultasi dengan negara lain mengenai haknya yang

berkaitan dengan perjanjian GATT. Article XXII merupakan ketentuan mengenai

langkah pertama yang dapat diambil apabila suatu negara beranggapan bahwa ada masalah yang dihadapi dalam penerapan perjanjian GATT sebagai akibat langkah

yang diambil oleh suatu negara lain.93

90

Huala Adolf, Penyelesain Sengketa Dagang dalam World Trade Organization (W.T.O) (Bandung : Mandar Maju, 2005), hlm. 13.

91

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 95. 92

Gofar Bain, Uruguay Round dan Sistem Perdagangan Masa Depan (Jakarta : Djambatan, 2001), hlm. 58.

93

H.S Kartadjoemena, GATT dan WTO : Sistem, Forum dan Lembaga Internasionaldi Bidang Perdagangan (Jakarta : UI Press : 1996), hlm. 141-142.


(28)

Article XXIII menentukan prosedur yang dapat diambil apabila terjadi

kerugian yang timbul berupa “penghapusan” atau “kerusakan” (nullification and

impairment) atas hak dan keuntungan yang telah diperoleh suatu negara melalui Perjanjian GATT, akibat tindakan yang diambil oleh negara lain.

Berdasarkan Article XXIII.1 dijelaskan bahwa apabila konsesi dan

keuntungan dari perjanjian yang diperoleh suatu negara anggota, (baik secara langsung maupun tidak langsung), dihapus atau dirusak akibat tindakan yang diambil oleh suatu negara lain, (walaupun tindakan itu tidak melanggar aturan GATT, maka negara yang merasa dirugikan tersebut berhak meminta penyesuaian yang memuaskan karena akibat tersebut. Negara yang merasa dirugikan dan menghendaki rektifikasi dari keadaan yang merugikan akibat tindakan negara lain, sebagai langkah pertama, dapat mengajukan secara tertulis kepada negara yang mengambil tindakan tentang permasalahan yang dihadapi dan langkah retifikasi yang dikehendaki.

The Dispute Settlement Understanding tetap mengikuti mekanisme

penyelesaian sengketa yang termuat dalam Article XXII dan Article XIII GATT

sesuai prinsipnya. Hal ini tercantum dalam Article XVI.1 WTO Agreement yang

menyatakan bahwa WTO akan mengikuti putusan-putusan, prosedur-prosedur dan

praktik-praktik kebiasaan yang diikuti oleh The Contracting Parties94 GATT 1947

94

The Contracting Parties adalah dua atau lebih orang atau badan usaha sebagai penandatangan suatu perjanjian atau kontrak. Negara-negara penandatangan GATT, yang menerima kewajiban khusus dan hak istimewa dalam GATT. Lihat : Tumpal Rumapea,


(29)

dan badan-badan kelengkapan GATT yang dibentuk berdasarkan kerangka GATT

1947.95

Berdasarkan The Dispute Settlement Understanding mengenai

penyelesaian sengketa melalui konsultasi dikenal adanya the principle of

„automaticity‟ (prinsip automatisasi) yang artinya suatu prosedur penyelesaian sengketa akan terus berlanjut secara otomatis atas dasar permintaan dari salah satu

pihak yang bersengketa, sesuai dengan Article 3 paragraph (3) The Dispute

Settlement Understanding, pihak negara termohon dapat menghadapi kemungkinan pembentukan suatu badan panel setelah 10 hari sejak permintaan

konsultasi terhadapnya.96

Konsultasi bersifat rahasia. Menurut A.Porges, sifat kerahasiaan dari proses konsultasi ini acapkali member ruang yang kondusif sehingga penyelesaian dapat tercapai. Permohonan untuk konsultasi harus dibuat secara tertulis. Permohonan tersebut juga harus mengemukakan alasan timbulnya sengketa dan

dasar hukum untuk pengajuan permohonan untuk konsultasi.97

2. Mekanisme penyelesaian sengketa WTO

Salah satu hasil perundingan Uruguay Round di bidang Dispute Settlement

Body adalah diterapkannya Understanding on Rules Procedures Governing the Settlement of Disputes. Dispute Settlement Body atau Badan Penyelesaian Sengketa adalah lembaga yang berfungsi melaksanakan peraturan-peraturan dan prosedur mengenai konsultasi dan penyelesaian sengketa. Sedangkan,

95

Huala Adolf, Op.Cit., hlm. 88. 96

Ibid., hlm. 97. 97


(30)

Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes adalah perjanjian WTO yang mengikat untuk mengatur penyelesaian sengketa yang tidak hanya melengkapi ketentuan penyelesaian GATT yang bertumpu pada Article XXII dan Article XXIII GATT 1947 serta ketentuan-ketentuan yang melengkapinya akan tetapi juga membuat pembaharuan-pembaharuan yang

mendasar.98

Perjanjian ini memperjelas lagi arah mekanisme penyelesaian sengketa yang akan diterapkan pada tahun-tahun mendatang. Mekanisme penyelesaian

sengketa WTO dilakukan dalam lima tahap, yaitu sebagai berikut :99

a. Tahap 1 : Konsultasi

Pihak yang bersengketa harus berupaya untuk menyelesaikan

permasalahannya melalui konsultasi bilateral. Bila pihak yang bersengketa gagal mencapai kesepakatan dan menyetujui untuk membawanya ke

Direktur Jendral WTO yang dalam hal ini bertindak dalam kapasitas “ex

officio”, akan ditawarkan jasa-jasa baik untuk mencari penyelesaiannya. Pihak yang bersengketa diberi waktu untuk mengadakan konsultasi selama enam puluh hari kerja.

b. Tahap 2 : Permintaan suatu panel

Bila setelah enam puluh hari konsultasi tersebut juga gagal dicapai

keputusan, pemohon dapat meminta Dispute Settlement Body membentuk

suatu panel untuk mengadakan pengkajian. Pembentukan suatu panel

98

Hatta, Perdagangan Internasional Dalam Sistem GATT dan WTO : Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum (Bandung : PT. Refika Aditama : 2006), hlm.7.

99


(31)

adalah otomatis dan keanggotaan panelis harus terbentuk dalam sepuluh hari setelah persetujuan pembentuk panel. Adapun standar kerangka acuan panel yang harus disirkulasikan kepada seluruh anggota WTO, dijelaskan sebagai berikut :

1) Sekretariat WTO akan mengusulkan nama-nama ketiga panelis

kepada pihak-pihak yang bersengketa. Hal ini berarti Sekretariat WTO harus memiliki suatu daftar orang-orang yang dianggap cakap. Dalam pengisian daftar tersebut, apara anggota WTO juga dapat mengusulkannya.

2) Ketiga panelis tersebut bertindak atas kapasitas pribadi dan tidak

boleh tunduk terhadap tekanan dari suatu pihak atau suatu negara mana pun. Dengan kata lain, pemilihan keanggotaan panelis harus selektif.

3) Panelis-panelis yang ditawarkan tersebut pada umumnya bekas

wakil-wakil negara untuk WTO atau pejabat/pensiunan pejabat-pejabat pemerintah/lembaga-lembaga internasional yang memiliki pengetahuan tentang masalah yang dipersengketakan tersebut.

4) Sekretariat WTO akan mempersiapkan informasi tentang latar

belakang permasalahan dan fakta-faktanya.

c. Tahap 3 : Pekerjaan panel

Panel, di dalam melaksanakan tugasnya, akan mengadakan hal-hal berikut:


(32)

2) Mengadakan pertemuan-pertemuan dengan pihak-pihak yang bersengketa dan dengan negara-negara ketiga.

3) Mendapatkan/mengumpulkan masing-masing bantahan.

4) Pertemuan-pertemuan tambahan bila diangap perlu.

5) Menyiapkan laporan tentang faktanya dan argument yang disajikan

oleh pihak-pihak yang bersengketa.

6) Menyerahkan laporan sementara kepada pihak yang bersengketa.

7) Mengonsepkan kesimpulan dan rekomendasi-rekomendasi.

8) Menyampaikan laporan akhir kepada pihak-pihak yang

bersengketa dan kepada Dispute Settlement Body.

d. Tahap 4 : Pengesahan keputusan

Dalam enam puluh hari, laporan panel harus disahkan oleh Dispute

Settlement Body. Bila salah satu pihak bersengketa tidak setuju dengan suatu masalah tentang ketentuan atau legalitas interpretasi yang berkembang selama dalam proses, pihak yang berkeberatan tersebut dapat mengajukan keberatannya. Selanjutnya, untuk menangani pengajuan

keberatan tersebut, Dispute Settlement Body akan membentuk Appellate

Body. Appllate Body atau lembaga banding yang didirikan oleh Dispute Settlement Body secara permanen yang fungsinya untuk mengadili

banding dari tingkat panelyang terdiri dari tujuh orang, yang dalam hal ini

mewakili para anggota WTO. Dengan perkataan lain, pengajuan keberatan hanya dapat didengar bila yang dipermasalahkan adalah mengenai ketentuan-ketentuan yang dicakup oleh panel dan legalitas interpretasi.


(33)

Ketiga anggota dari Appllate Body akan duduk bersama untuk mendengarkan permohonan yang diajukan tersebut. Mereka dapat membenarkan, melakukan modifikasi, mengubah temuan-temuan berikut kesimpulan-kesimpulan panel. Pelaksanaan dari permohonan tersebut tidak boleh melewati batas enam puluh hari dan harus diselesaikan dalam sembilan puluh hari.

e. Tahap 5 : Pelaksanaanya

Setelah disahkannya rekomendasi dan pengaturannya, harus dilaksanakan sepenuhnya dengan cepat karena hal ini amatlah penting bagi berlangsungnya efektivitas pemecahan sengketaan. Bila rekomendasi tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan segera oleh negara yang dinyatakan bersalah, negara tersebut :

1) Diberi waktu yang cukup untuk melaksanakannnya.

2) Bila juga tidak dapat melaksanakannya dalam tempo yang

diberikan tersebut, harus dilakukan lagi perundingan untuk menetapkan secara bersama suatu kompensasi.

3) Bila tidak dicapai persetujuan tentang kompensasi yang

memuaskan, si pemohon dapat meminta hak dari Dispute

Settlement Body untuk menangguhkan konsesi-konsesi atau kewajiban-kewajiban negara yang dinyatakan bersalah tersebut dan meminta hak untuk melakukan tindakan balasan (retalisasi). Hak ini biasanya dijamin karena konsensus yang diminta ditolak.


(34)

Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes dibuat bagi negara-negara anggota WTO untuk mendapatkan kepastian hukum dalam sistem perdagangan multilateral sebagaimana yang tercantum dalam

ketentuan Article 3.2 dari perjanjian WTO tersebut100.

3. Penyelesaian sengketa bagi negara berkembang

Penyelesaian sengketa bagi negara berkembang pada dasarnya sama dengan negara maju, akan tetapi ada beberapa ketentuan khusus yang hanya diberlakukan bagi penyelesaian sengketa negara berkembang, yaitu sebagai berikut :101

a. Apabila dalam tahap konsutasi gagal menyelesaikan perselisihan dalam

waktu enam puluh hari sejak permohonan konsultasi diterima para pihak dapat bersepakat untuk memperpanjang jangka waktunya apabila jangka waktu yang ditetapkan enam puluh hari tersebut telah habis masa berlakunya, sedangkan para pihak yang berkonsultasi belum dapat tercapai

kesepakatan bahwa konsultasi telah berakhir, maka Ketua Dispute

Settlement Body harus memutuskan perpanjangan jangka waktu tersebut.

b. Apabila perselisihan terjadi antara anggota negara maju dengan anggota

negara berkembang, panelis harus mengikutsertakan sekurang-kurangnya satu anggota panel dari anggota negara sedang berkembang jika negara sedang berkembang tersebut menghendakinya.

100

Hatta, Loc.Cit. 101

Syahmin AK, Hukum Internasional Publik, Jilid 3 (Bandung : PT.Binacipta, 1998), hlm. 314-348.


(35)

c. Jika satu atau lebih dari satu pihak yang bersengketa tersebut adalah anggota negara sedang berkembang, laporan panel harus secara eksplisit menyatakan bentuk persetujuan tentang perlakuan khusus dan perlakuan yang lebih menguntungkan bagi anggota negara sedang berkembang dalam prosedur penyelesaian perselisihan. Di samping itu, juga para panelis harus memberikan waktu yang cukup bagi anggota negara sedang berkembang tersebut mempersiapkan dan mengajukan alasan dan bukti mereka.

d. Bila sengketaan tersebut adalah antara negara maju dan berkembang,

kemudian negara berkembang tersebut meminta paling sedikit satu dari anggota-anggota panelisnya berasal dari negara berkembang, permintaan tersebut harus dipenuhi.

e. Para anggota harus memberikan perhatian khusus kepada negara

berkembang bila penyebab sengketanya adalah kebijaksanaan yang diambil oleh negara berkembang tersebut.

f. Bila salah satu dari yang bersengketa tersebut adalah negara berkembang

dan terdapat keperluan untuk memberikan tambahan masukan hukum, Sekretariat WTO harus menyediakan bantuan tenaga ahli bidang hukum kepada negara berkembang tersebut.


(1)

Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes adalah perjanjian WTO yang mengikat untuk mengatur penyelesaian sengketa yang tidak hanya melengkapi ketentuan penyelesaian GATT yang bertumpu pada Article XXII dan Article XXIII GATT 1947 serta ketentuan-ketentuan yang melengkapinya akan tetapi juga membuat pembaharuan-pembaharuan yang mendasar.98

Perjanjian ini memperjelas lagi arah mekanisme penyelesaian sengketa yang akan diterapkan pada tahun-tahun mendatang. Mekanisme penyelesaian sengketa WTO dilakukan dalam lima tahap, yaitu sebagai berikut :99

a. Tahap 1 : Konsultasi

Pihak yang bersengketa harus berupaya untuk menyelesaikan permasalahannya melalui konsultasi bilateral. Bila pihak yang bersengketa gagal mencapai kesepakatan dan menyetujui untuk membawanya ke Direktur Jendral WTO yang dalam hal ini bertindak dalam kapasitas “ex officio”, akan ditawarkan jasa-jasa baik untuk mencari penyelesaiannya. Pihak yang bersengketa diberi waktu untuk mengadakan konsultasi selama enam puluh hari kerja.

b. Tahap 2 : Permintaan suatu panel

Bila setelah enam puluh hari konsultasi tersebut juga gagal dicapai keputusan, pemohon dapat meminta Dispute Settlement Body membentuk suatu panel untuk mengadakan pengkajian. Pembentukan suatu panel


(2)

adalah otomatis dan keanggotaan panelis harus terbentuk dalam sepuluh hari setelah persetujuan pembentuk panel. Adapun standar kerangka acuan panel yang harus disirkulasikan kepada seluruh anggota WTO, dijelaskan sebagai berikut :

1) Sekretariat WTO akan mengusulkan nama-nama ketiga panelis kepada pihak-pihak yang bersengketa. Hal ini berarti Sekretariat WTO harus memiliki suatu daftar orang-orang yang dianggap cakap. Dalam pengisian daftar tersebut, apara anggota WTO juga dapat mengusulkannya.

2) Ketiga panelis tersebut bertindak atas kapasitas pribadi dan tidak boleh tunduk terhadap tekanan dari suatu pihak atau suatu negara mana pun. Dengan kata lain, pemilihan keanggotaan panelis harus selektif.

3) Panelis-panelis yang ditawarkan tersebut pada umumnya bekas wakil-wakil negara untuk WTO atau pejabat/pensiunan pejabat-pejabat pemerintah/lembaga-lembaga internasional yang memiliki pengetahuan tentang masalah yang dipersengketakan tersebut. 4) Sekretariat WTO akan mempersiapkan informasi tentang latar

belakang permasalahan dan fakta-faktanya. c. Tahap 3 : Pekerjaan panel

Panel, di dalam melaksanakan tugasnya, akan mengadakan hal-hal berikut: 1) Presentasi mengenai temuan-temuannya dan alasan-alasannya.


(3)

2) Mengadakan pertemuan-pertemuan dengan pihak-pihak yang bersengketa dan dengan negara-negara ketiga.

3) Mendapatkan/mengumpulkan masing-masing bantahan. 4) Pertemuan-pertemuan tambahan bila diangap perlu.

5) Menyiapkan laporan tentang faktanya dan argument yang disajikan oleh pihak-pihak yang bersengketa.

6) Menyerahkan laporan sementara kepada pihak yang bersengketa. 7) Mengonsepkan kesimpulan dan rekomendasi-rekomendasi.

8) Menyampaikan laporan akhir kepada pihak-pihak yang bersengketa dan kepada Dispute Settlement Body.

d. Tahap 4 : Pengesahan keputusan

Dalam enam puluh hari, laporan panel harus disahkan oleh Dispute Settlement Body. Bila salah satu pihak bersengketa tidak setuju dengan suatu masalah tentang ketentuan atau legalitas interpretasi yang berkembang selama dalam proses, pihak yang berkeberatan tersebut dapat mengajukan keberatannya. Selanjutnya, untuk menangani pengajuan keberatan tersebut, Dispute Settlement Body akan membentuk Appellate Body. Appllate Body atau lembaga banding yang didirikan oleh Dispute Settlement Body secara permanen yang fungsinya untuk mengadili banding dari tingkat panelyang terdiri dari tujuh orang, yang dalam hal ini mewakili para anggota WTO. Dengan perkataan lain, pengajuan keberatan hanya dapat didengar bila yang dipermasalahkan adalah mengenai


(4)

Ketiga anggota dari Appllate Body akan duduk bersama untuk mendengarkan permohonan yang diajukan tersebut. Mereka dapat membenarkan, melakukan modifikasi, mengubah temuan-temuan berikut kesimpulan-kesimpulan panel. Pelaksanaan dari permohonan tersebut tidak boleh melewati batas enam puluh hari dan harus diselesaikan dalam sembilan puluh hari.

e. Tahap 5 : Pelaksanaanya

Setelah disahkannya rekomendasi dan pengaturannya, harus dilaksanakan sepenuhnya dengan cepat karena hal ini amatlah penting bagi berlangsungnya efektivitas pemecahan sengketaan. Bila rekomendasi tersebut tidak dapat dilaksanakan dengan segera oleh negara yang dinyatakan bersalah, negara tersebut :

1) Diberi waktu yang cukup untuk melaksanakannnya.

2) Bila juga tidak dapat melaksanakannya dalam tempo yang diberikan tersebut, harus dilakukan lagi perundingan untuk menetapkan secara bersama suatu kompensasi.

3) Bila tidak dicapai persetujuan tentang kompensasi yang memuaskan, si pemohon dapat meminta hak dari Dispute Settlement Body untuk menangguhkan konsesi-konsesi atau kewajiban-kewajiban negara yang dinyatakan bersalah tersebut dan meminta hak untuk melakukan tindakan balasan (retalisasi). Hak ini biasanya dijamin karena konsensus yang diminta ditolak.


(5)

Understanding On Rules and Procedures Governing The Settlement of Disputes dibuat bagi negara-negara anggota WTO untuk mendapatkan kepastian hukum dalam sistem perdagangan multilateral sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan Article 3.2 dari perjanjian WTO tersebut100.

3. Penyelesaian sengketa bagi negara berkembang

Penyelesaian sengketa bagi negara berkembang pada dasarnya sama dengan negara maju, akan tetapi ada beberapa ketentuan khusus yang hanya diberlakukan bagi penyelesaian sengketa negara berkembang, yaitu sebagai berikut :101

a. Apabila dalam tahap konsutasi gagal menyelesaikan perselisihan dalam waktu enam puluh hari sejak permohonan konsultasi diterima para pihak dapat bersepakat untuk memperpanjang jangka waktunya apabila jangka waktu yang ditetapkan enam puluh hari tersebut telah habis masa berlakunya, sedangkan para pihak yang berkonsultasi belum dapat tercapai kesepakatan bahwa konsultasi telah berakhir, maka Ketua Dispute Settlement Body harus memutuskan perpanjangan jangka waktu tersebut. b. Apabila perselisihan terjadi antara anggota negara maju dengan anggota

negara berkembang, panelis harus mengikutsertakan sekurang-kurangnya satu anggota panel dari anggota negara sedang berkembang jika negara sedang berkembang tersebut menghendakinya.


(6)

c. Jika satu atau lebih dari satu pihak yang bersengketa tersebut adalah anggota negara sedang berkembang, laporan panel harus secara eksplisit menyatakan bentuk persetujuan tentang perlakuan khusus dan perlakuan yang lebih menguntungkan bagi anggota negara sedang berkembang dalam prosedur penyelesaian perselisihan. Di samping itu, juga para panelis harus memberikan waktu yang cukup bagi anggota negara sedang berkembang tersebut mempersiapkan dan mengajukan alasan dan bukti mereka.

d. Bila sengketaan tersebut adalah antara negara maju dan berkembang, kemudian negara berkembang tersebut meminta paling sedikit satu dari anggota-anggota panelisnya berasal dari negara berkembang, permintaan tersebut harus dipenuhi.

e. Para anggota harus memberikan perhatian khusus kepada negara berkembang bila penyebab sengketanya adalah kebijaksanaan yang diambil oleh negara berkembang tersebut.

f. Bila salah satu dari yang bersengketa tersebut adalah negara berkembang dan terdapat keperluan untuk memberikan tambahan masukan hukum, Sekretariat WTO harus menyediakan bantuan tenaga ahli bidang hukum kepada negara berkembang tersebut.