Pengaruh model pembelajaran kooperatif t (1)

Faktor Exacta 2 (1): 83-98
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS-GAMESTOURNAMENTS (TGT) TERHADAP PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA
KONSEP SISTEM PENCERNAAN MANUSIA
Leonard
Kiki Dwi Kusumaningsih
Universitas Indraprasta PGRI
Email: [email protected]

ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe teamsgames-tournament (TGT) terhadap peningkatan prestasi belajar siswa pada konsep Sistem Pencernaan
Manusia. Penelitian ini bersifat eksperimen kuasi yang dilakukan terhadap siswa kelas VIII SMP Negeri 1
Sukakarya. Kelas eksperimen dan kelas kontrol dipilih secara acak. Kelas eksperimen menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe TGT, sedangkan kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional.
Data penelitian diperoleh melalui; prates dan pascates pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol,
observasi pada kelas eksperimen. Hasil dari pengolahan data menunjukan bahwa rata-rata kemampuan
awal siswa kelas kontrol lebih tinggi dari pada kelas eksperimen, rata-rata kemampuan akhir siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol sama, rata-rata peningkatan prestasi belajar siswa pada kelas eksperimen
lebih tinggi daripada kelas kontrol. Rata-rata peningkatan (N-Gain) prestasi belajar siswa pada kelas
eksperimen sebesar 43% berada pada kriteria sedang, sedangkan pada kelas kontrol adalah 29% berada
pada kriteria rendah. Hasil observasi menunjukan kegiatan kooperatif yang dominan adalah kegiatan
berada dalam tugas yaitu sebesar 98%. Dari hasil penelitian, hipotesis terbukti bahwa peningkatan

prestasi belajar siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih tinggi dibandingkan
dengan siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
Kata Kunci : Kooperatif, TGT, Hasil Belajar Biologi, N-Gain

PENDAHULUAN
Salah satu komponen yang berkaitan dengan
peningkatan kualitas pendidikan adalah proses
belajar mengajar, karena proses belajar mengajar
merupakan kegiatan yang berkaitan secara
langsung dengan proses dan produk di lapangan.
Proses belajar mengajar pada dasarnya
merupakan interaksi yang dinamis antara siswa
dengan guru dalam rangka mencapai tujuan yang
telah
ditentukan.
Keberhasilan
proses
pembelajaran selain ditentukan oleh cara
mengajar guru dan cara belajar siswa juga
ditentukan faktor lain seperti kurikulum, sarana

dan prasarana, media serta situasi dan kondisi
lingkungan belajar.
Pendidikan biologi merupakan salah satu
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Tujuan
pendidikan ilmu pengetahuan alam pada
hakikatnya adalah perolehan pengetahuan IPA

oleh siswa baik sebagai produk maupun sebagai
proses.
Dalam kenyataannya di lapangan,
pengajaran IPA lebih ditekankan pada produk
dari pada proses (Amien, 1987:125). Selain itu
pembelajaran biologi di Sekolah Menengah
Pertama (SMP) dewasa ini dipandang sebagai
pengajaran yang kurang menyentuh kehidupan
sehari-hari dan hanya terbatas di sekolah saja.
Melalui kegiatan pembelajaran, sekolah
sebagai lembaga pendidikan diharapkan mampu
mengembangkan keterampilan berpikir. Untuk

mendukung hal tersebut maka melalui
pembelajaran biologi guru hendaknya dapat
mengkondisikan dan memotivasi siswa untuk
belajar berpikir dan bukan untuk mengajarkan
berpikir (Costa dalam Satriani, 2003), sebab suatu
masalah umunya tidak dapat dipecahkan tanpa
berfikir.
Sistem pembelajaran yang di laksanakan
dalam pembelajaran biologi di SMP 1 Sukakarya

Faktor Exacta 2 (1): 83-98
adalah dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional, yaitu penyampaian materi dari guru
kepada siswa berpusat pada guru (Teacher
Centered Learning). Biologi merupakan salah
satu mata pelajaran yang dimasukkan kedalam
Ujian Akhir Nasional (UAN) yang juga dapat
menentukan lulus atau tidaknya seorang siswa.
Di SMP 1 Sukakarya hasil belajar biologi dinilai
masih rendah, apalagi dihubungkan dengan nilai

kelulusan SMP untuk mata pelajaran yang
diUANkan yang ditetapkan oleh pemerintah
sebesar 4,25.
Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil
belajar siswa adalah dengan mengembangkan
strategi pembelajaran kooperatif. Uzer Usman
(2008:21) berpendapat bahwa dalam menciptakan
kondisi belajar mengajar yang efektif setidaknya
ada lima variabel yang menentukan keberhasilan
belajar siswa, yaitu melibatkan siswa secara aktif,
menarik
minat
dan
perhatian
siswa,
membangkitkan motivasi siswa, memperhatikan
kemampuan siswa dan menggunakan alat peraga
yang tepat. Masalah utama dalam penelitian ini
adalah bagaimana proses pembelajaran yang
dapat membuat siswa aktif dalam kegiatan belajar

mengajar
dengan
menggunakan
metode
pembelajaran yang tepat, sehingga prestasi belajar
siswa dapat meningkat.
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournament) salah satu tipe atau
model pembelajaran kooperatif yang mudah
diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa
tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan
peran siswa sebagai tutor sebaya dan
mengandung unsur permainan dan penguatan.
Aktivitas belajar dengan permainan yang
dirancang dalam pembelajaran kooperatif model
TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih
rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab,
kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan
belajar.
Selain keunggulan yang dikemukakan

tersebut model pembelajaran ini juga memiliki
kelemahan yaitu, penggunaan waktu yang relatif
lama dan biaya yang besar, jika kemampuan guru
sebagai motivator dan fasilitator kurang memadai
atau sarana tidak cukup tersedia maka
pembelajaran kooperatif tipe TGT sulit
dilaksanakan. Kelemahan dalam hal dana, dapat
diatasi guru dengan membentuk tim pengajar,
sehingga menciptakan siswa yang berkualitas

atau hasil belajar memuaskan, sedangkan
kelemahan dalam hal waktu, sebenarnya bisa
teratasi apabila seorang pengajar sudah menyusun
dan merencanakan bahan ajar jauh lebih awal
sebelum mengajar.
PERUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang masalah, maka
rumusan masalah yang diambil dalam penelitian
ini adalah bagaimana pengaruh model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games

Tournaments (TGT) terhadap hasil belajar biologi
pada Materi Konsep Sistem Pencernaan Manusia.
Mengingat rumusan masalah di atas masih sangat
luas, maka diuraikan menjadi beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran aktivitas siswa selama
mengikuti proses pembelajaran?
2. Bagaimana gambaran aktivitas guru selama
proses pembelajaran berlangsung?
3. Bagaimana prosedur yang tepat untuk
meningkatkan keaktifan belajar dan hasil
belajar siswa melalui penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Teams Games
Tournaments (TGT)?
4. Bagaimana penguasaan materi oleh siswa pada
konsep konsep pencernaan manusia?
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Belajar
Sebagai landasan penguraian apa yang
dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan

dikemukakan beberapa definisi belajar dari para
ahli, dibawah ini:
Oemar Hamalik (1990:21) menyatakan, belajar
adalah suatu bentuk pertumbuhan dan perubahan
dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam caracara bertingkah laku yang baru berkat
pengalaman dan latihan. Belajar adalah ciri khas
manusia dan yang membedakannya dengan
makhluk hidup yang lain. Belajar yang dilakukan
manusia merupakan bagian dari hidupnya,
berlangsung seumur hidup, kapan saja, dan
dimana saja, baik di sekolah, di kelas, di jalanan
dalam waktu yang tak dapat ditentukan
sebelumnya. Selain itu belajar senantiasa di
landasi oleh itikad dan tujuan tertentu (Rafik
Hariri 2008 : 12).
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut
Syaiful Sagala (2006 : 12) dalam Rafik Hariri

Faktor Exacta 2 (1): 83-98
“belajar sebagai proses usaha atau berlatih agar

mendapat
suatu
kepandaian”.
Dalam
implementasinya belajar adalah kegiatan individu
memperoleh
pengetahuan,
perilaku
dan
keterampilan dengan cara mengolah bahan ajar.
Berdasarakan pendapat pada ahli, penulis
menyimpulkan bahwa adalah kegiatan yang
berhubungan dengan perubahan tingkah laku
manusia, yang diakibatkan oleh pengalaman. Hal
tersebut diperoleh dari pengetahuan, perilaku, dan
keterampilan, melalui jalan latihan yang
senantiasa di landasi oleh itikad dan tujuan
tertentu.
2. Pengertian Mengajar
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(2005:17) mengajar adalah memberi pelajaran;
melatih. Nasution (2004:4) mengemukakan
bahwa mengajar adalah suatu aktivitas
mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaikbaiknya dan menghubungkannya dengan anak
sehingga terjadi proses belajar.
Sedangkan W H. Burton dalam Ferdy Triyana
D. Y. (2008: 13) menyatakan bahwa mengajar
adalah upaya dalam memberikan perangsang,
bimbingan, pengarahan dan dorongan kepada
siswa agar terjadi proses belajar. Lebih lanjut
Gagne & Briggs dalam Agus Andriana (2005: 11)
menjelaskan bahwa yang penting dalam mengajar
bukanlah upaya guru untuk menyampaikan
bahan, melainkan mengupayakan agar siswa
dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan.
Ini berarti bahwa upaya guru hanya merupakan
serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi
siswa untuk belajar. Hal ini sesuai dengan paham
konstruktivisme yang menyatakan bahwa
mengajar bukanlah kegiatan memindahkan

pengetahuan dari guru ke murid, melainkan suatu
kegiatan yang memungkinkan siswa membangun
sendiri pengetahuannya (Suparno,1997 :65)
dalam Agus Andriana.
Mengajar pada penelitian ini diartikan sebagai
suatu upaya berupa pemberian rangsangan,
bimbingan, pengarahan dan dorongan yang
dilakukan oleh guru agar siswa aktif mencari,
menemukan dan memaknai pengetahuannya
sendiri. Peranan guru berubah, bukan saja sebagai
penyampai informasi (informator), melainkan
juga bertindak sebagai fasilitator dan motivator
bagi terjadinya proses belajar mengajar.

3. Proses Belajar Mengajar
Usman dan Setiawati dalam Agus Andriana
(2005 :12) mengemukakan, bahwa proses belajar
mengajar adalah suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar
hubungan timbal balik yang berlangsung dalam
situasi yang edukatif untuk mencapai tujuan
tertentu. Pada proses belajar mengajar ini terjadi
komunikasi dua arah dalam mempelajari suatu
materi pelajaran, pertama adalah mengajar yang
dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik,
sedangkan kedua adalah belajar yang dilakukan
oleh siswa atau peserta didik.
Proses belajar mengajar yang dilaksanakan
bukan terpusat pada guru (teacher centered)
tetapi berpusat pada siswa (student centered). Hal
ini sesuai dengan pelaksanaan pembelajaran
dalam kegiatan ekspolarsi bahwa guru melibatkan
peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran (Buku Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) SMP). Proses belajar
mengajar yang berfokus pada siswa juga
dijelaskan pada paham konstuktivisme yang
menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat
ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang
lain, tetapi harus dimaknai sendiri oleh masingmasing orang, pengetahuan bukan sesuatu yang
sudah jadi, melainkan suatu proses yang
berkembang terus menerus.
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar,
kegiatan pemelajaran akan berlangsung dengan
baik jika guru mempunyai dua kompetensi utama
yang dijelaskan Dunkin dan Biddle dalam Agus
Andriana (2005:13) yaitu : (1) penguasaan materi
pelajaran, (2) penguasaan metode pemelajaran.
Artinya bahwa apabila proses belajar mengajar
yang akan dilaksanakan ingin berjalan dengan
baik, selain guru harus menguasai meteri
pelajaran, guru juga harus menguasai metode
pemelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
materi pelajaran.
Proses belajar mengajar pada penelitian ini
diartikan sebagai suatu rangkaian kegiatan yang
terdiri dari mengajar yang dilakukan guru dan
belajar yang dilakukan siswa dalam mempelajari
suatu materi tertentu di lingkungan pendidikan
(sekolah). Pelaksanaan pemelajarannya berpusat
pada siswa (student centered) dan dalam
penyampaian
materi
pelajarannya
guru
menggunakan suatu metode pemelajaran tertentu.

Faktor Exacta 2 (1): 83-98
4. Pembelajaran Konvensional
Model mengajar menempati fungsi yang
penting dalam mencapai tujuan pendidikan,
karena memuat tugas-tugas yang perlu dikerjakan
oleh siswa dan guru. Oleh karena itu penyusunan
hendaknya berdasarkan analisa tugas yang
mengacu pada tujuan kurikulum dan berdasarkan
perilaku awal siswa.
Model konvensional atau yang sering dikenal
dengan metode ceramah merupakan model atau
metode mengajar yang paling banyak dipakai.
Hal ini mungkin dianggap oleh guru sebagai
metode
mengajar
yang
paling
mudah
dilaksanakan. Kalau bahan pelajaran dikuasai dan
sudah ditentukan urutan penyampaiannya, guru
tinggal menyajikannya di depan kelas. Muridmurid memperhatikan guru berbicara, mencoba
menangkap apa isinya dan membuat catatan.
Metode ceramah atau kuliah (lecture) merupakan
suatu cara belajar-mengajar dimana bahan
disajikan oleh guru secara monolog (sologuy)
sehingga pembicaraan lebih bersifat satu arah
(one way communication).
Abin
Syamsudin
M
(1986:
162)
mengungkapkan :
Metode ceramah dalam kuliah merupakan
suatu cara belajar mengajar dimana bahan
disajikan oleh guru secara monolog sehingga
pembicaraan lebih bersifat satu arah. Adapun
aktifitas siswa hanya terbatas kepada
memperhatikan, mendengarkan, mencamkan,
mencatat, dan kalau perlu diberi kesempatan
menjawab
dan
atau
mengemukakan
pertanyaan.
5. Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model
pembelajaran
kooperatif
atau
Cooperative Learning tidak sama dengan sekedar
belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar
pembelajaran ini yang membedakan dengan
pembagian
kelompok
yang
asalasalan.Pelaksanaan
prosedur
pembelajaran
Cooperative Learning dengan benar akan
memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan
lebih efektif (Anita Lie, 2002:28-29).
Sependapat dengan Lie, Sunal dan Hans
dalam Ferdy Triyana D. Y.
(2008: 21)
menyatakan
bahwa
model
pembelajaran

kooperatif adalah suatu cara pendekatan atau
serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk
mendorong siswa agar bekerja sama selama
berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Pada
dasarnya Cooperative Learning mengandung
pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku
bersama dalam bekerja atau membantu diantara
sesama dalam struktur kerja sama yang teratur
dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau
lebih dimana keberhasilan kerja sangat
dipengaruhi oleh keterlibatan dari tiap anggota
kelompok itu sendiri.
Pembelajaran
kooperatif
memberikan
kesempatan siswa untuk berinteraksi dan bekerja
sama dengan siswa lain dalam suasana gotong
royong yang harmonis dan kondusif Suasana
positif yang timbul dari metode pembelajaran
kooperatif dapat memberikan kesempatan pada
siswa untuk menyukai pelajaran dan sekolah serta
guru. Dalam kegiatan yang menyenangkan ini,
siswa merasa lebih terdorong untuk belajar dan
berfikir (Anita Lie, 2002:90). Johnson & Johnson
dalam Anita Lie (2002:7) mengatakan bahwa ada
banyak data yang menunjukkan suasana
pembelajaran kooperatif menghasilkan prestasi
yang lebih tinggi, hubungan positif, dan
penyesuaian psikologis yang lebih baik dari pada
suasana yang penuh persaingan dan memisahmisahkan siswa.
Berdasarkan pendapat di atas, bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang
memandang
keberhasilan
individu
berorientasikan dalam keberhasilan kelompok.
Dalam hal ini, maka peserta diklat berusaha keras
membantu dan mendorong pada teman-temannya
untuk bersama-sama berhasil dalam belajar.
Melalui pembelajaran kooperatif peserta
diklat bekerja bersama-sama dalam belajar dan
bertanggung jawab atas pembelajaran yang
dilakukan. Menekankan pada tujuan dan
keberhasilan kelompok yang hanya dapat dicapai
jika semua anggota kelompok mempelajari apa
yang diajarkan.
b. Teams Games Tournaments (TGT) Sebagai
Salah
Satu
Bentuk
Pengembangan
Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif tipe TGT sebagai
bagian
dari
kooperatif,
didisain
dan
dikembangkan oleh Slavin dan De Vries pada

Faktor Exacta 2 (1): 83-98
tahun 1990. pada metode ini siswa ditempatkan
dalam tim belajar yang beranggotakan 4-6 orang
yang merupakan campuran menurut tingkat
akademik, kinerja, jenis kelamin dan suku. Dalam
pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe
TGT terdiri dari beberapa tahap, dan pada awal
kegiatan, siswa terlebih dahulu mendapat
pemberitahuan bahwa pada akhir kegiatan
pembelajaran akan diadakan turnamen antar
kelompok berupa kegiatan tanya jawab seputar
materi. Tahapan pembelajaran kooperatif tipe
TGT menurut slavin dan De Vries, antara lain:
1). Persiapan Pembelajaran
Untuk tipe TGT penyusunan materi pelajaran
dibuat sedemikian rupa dengan maksud agar
dapat disajikan dalam presentasi kelas, belajar
kelompok, dan turnamen akademik. Bentuk
persiapan tersebut dapat dikemas dalam satu
perangkat pembelajaran yang terdiri rencana
pembelajaran, bahan ajar, lembar kerja, persiapan
turnamen akademik dan tes hasil belajar yang
akan diujikan setelah selesai pembelajaran.
2). Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran TGT mempunyai beberapa
komponen untuk mendukung pelaksanaan yaitu:
presentasi kelas, kelompok belajar, turnemen,
penghargaan (Rahadi, 2002:16) berikut ini
dipaparkan mengenai masing-masing komponen.
a). Presentasi Kelas
Pada kegiatan ini guru memperkenalkan
materi pelajaran yang akan dibahas, yaitu
dengan cara pengajaran langsung, diskusi
atau dapat dengan metode lain. Hal yang
perlu diperhatikan dalam presentasi kelas ini
berbeda dengan presentasi biasa, karena
presentasi
kelas
pada
pembelajaran
kooperatif tipe TGT yang disampaikan
hanya menyangkut pokok-pokok materi dan
penjelasan tentang teknik pembelajaran yang
akan digunakan.
b). Kelompok
Sebuah kelompok dalam pembelajaran
kooperatif tipe TGT dibentuk dengan
beranggotakan 4 sampai 6 orang siswa,
terdiri dari siswa yang mempunyai
kemampuan
akadimik
berbeda
dan
mempertimbangkan kriteria heterogen (jenis
kelamin, kemampuan akademik, suku, latar
belakang sosial). Pada penelitian ini
pengelompokan siswa mempertimbangkan
jenis kelamin dan kemampuan akademik

berdasarkan nilai ujian prates sebelumnya.
Cara menentukan anggota kelompok
diantaranya adalah sebagai berikut:
(a). Menentukan peringkat siswa.
(b). Menentukan jumlah kelompok.
3). Pelaksanaan Belajar Kelompok
Perangkat pembelajaran yang diperlukan
yaitu bahan ajar, kegiatan utama pada tahap ini
adalah siswa mempelajari bahan ajar sesuai
dengan materi yang sedang dipelajari dan
mengerjakan lembar kerja secara kelompok. Perlu
ditekankan pada siswa bahwa ada aturan dasar
dari belajar kelompok agar tercapai dengan baik,
yaitu:
a. Siswa mengatur bangku dan duduk sesuai
kelompok.
b. Siswa diberikan waktu untuk memilih
nama kelompok
c. Siswa
diharuskan
bekerja
secara
kelompok.
d. Siswa menghentikan belajarnya jika
semua
anggota
kelompok
telah
memahami materi yang sedang dipelajari,
atau telah menjawab semua soal yang
ditugaskan atau waktu yang telah
disediakan untuk mempelajari materi
yang ditugaskan telah habis.
e. Ketika semua siswa sedang belajar
bersama kelompok sebaiknya guru
berkeliling dalam kelas memperhatikan
cara kerja mereka dan memberikan
bimbingan
belajar
jika
memang
diperlukan.
4). Turnamen Akademik
Turnamen akademik dilakukan setiap akhir
sesi pembelajaran, bertujuan untuk menguji
pemahaman siswa setelah belajar berkelompok.
Siswa dalam satu kelas eksperimen di bagi dalam
meja-meja akademik. Setiap meja akademik
terdiri dari beberapa orang siswa yang memiliki
kemampuan akademik yang relatif sama tetapi
mewakili kelompok-kelompok yang berbeda.
Setiap meja akademik memiliki tingkatan
masing-masing dan diurutkan oleh guru mulai
dari meja akademik yang terdiri dari siswa-siswa
pandai sampai dengan meja akademik yang terdiri
dari siswa-siswa berkemampuan akademik
kurang, hal ini dilakukan karena setiap ahir
turnamen akan ada siswa yang pindah meja
akademiknya ke meja yang lebih tinggi atau ke
meja yang lebih rendah.

Faktor Exacta 2 (1): 83-98
KELOMPOK A
A-1
ting

Meja
Turnamen
1

B-1
ting

B-2
rt-rt.

A-2
rt-rt.

Meja
Turnamen
2

B-3
rt-rt

B-4
ren

KELOMPOK B

A-3
rt-rt

A-4
ren

Meja
Turnamen
3

C-1
ting

C-2
rt-rt.

Meja
Turnamen
4

C-3
rt-rt

C-4
ren

KELOMPOK C

Gambar 1. Penempatan siswa dalam meja turnamen (Slavin, 2008:168)
Pada awal periode permainan, umumkanlah
penempatan meja turnamen dan mintalah mereka
memindahkan meja-meja bersama atau menyusun
meja sebagai meja turnamen. Acaklah nomornomornya supaya para siswa tidak bisa tahu mana
meja “atas” dan yang “bawah”. Mintalah salah
satu siswa yang akan dipilih untuk membagikan
satu lembar permainan, atau lembar jawaban, satu
kotak kartu nomor, dan satu lembar skor
permainan pada tiap meja. Lalu mulailah
permainan tersebut.
Pembaca pertama mengocok kartu dan
mengambil kartu yang teratas. Dia lalu
membacakan
dengan
keras
soal
yang
berhubungan dengan nomor yang ada pada kartu,
termasuk pilihan jawabannya jika soalnya adalah
pilihan ganda. Misalnya seorang siswa yang
mengambil kartu nomor 21 membaca dan
menjawab soal nomor 21. Pembaca yang tidak
yakin akan jawabannya diperbolehkan menebak
tanpa dikenai sanksi. Jika konten dari permainan
tersebut melibatkan permasalahan, semua siswa
(bukan hanya si pembaca) harus mengerjakan

permasalahan tersebut supaya siap untuk
ditantang. Setelah si pembaca memberikan
jawaban, siswa yang ada di sebelah kiri atau
kanannya (penantang pertama) punya opsi untuk
menantang dan memberikan jawaban yang
berbeda. Jika dia ingin melewatinya, atau bila
penantang kedua punya jawaban yang berbeda
dengan dua peserta pertama, maka penentang
kedua boleh menantang. Akan tetapi, penantang
harus
hati-hati
karena
mereka
harus
mengembalikan kartu yang telah dimenangkan
sebelumnya ke dalam kotak (jika ada) apabila
jawaban yang mereka berikan salah. Apabila
semua peserta punya jawaban, ditantang atau
melewati pertanyaan, penantang kedua (atau
peserta yang ada di sebelah kanan pembaca)
memeriksa jawaban dan membacakan jawaban
yang benar dengan keras. Si pemain yang
memberikan jawaban benar menyimpan kartunya,
jika kedua penantang memberikan jawaban salah,
dia harus mengembalikan kartu yang telah
dimenangkan (jika ada) ke dalam boks.

Faktor Exacta 2 (1): 83-98
Pemain 1
1. Ambil kartu bernomor dan carilah soal yang
berhubungan dengan nomor tersebut pada lembagr
permainan
2. Bacalah pertanyaan dengan keras
3. cobalah untuk menjawab soal

Pemain 2
Menantang jika memang dia mau (dan memberikan
jawaban berbeda) atau boleh melewatinya.

Pemain 3
Boleh menantang jika pemain 2 melewati, dan jika
dia memang mau. Apabila semua pemain sudah
menantang atau melewati, pemain 3 memeriksa
jawaban. Siapa pun yang jawabannya benar
berhak menyimpan kartunya. Jika si pembaca
salah, tidak ada sanksi, tetapi jika kedua pemain 2
dan 3 salah, maka dia harus mengembalikan kartu
yang telah dimenangkannya ke dalam kotak, jika
ada

Gambar 2. Aturan Permainan (Slavin, 2008:173)
5). Perhitungan Skor Perkembangan Individu
Setelah
turnamen
selesai
selanjutnya
dilakukan perhitungan skor, sambil guru
melakukan pengaturan kembali posisi siswa

untuk turnamen berikutnya. Skor masing-masing
dihitung berdasarkan skor yang diperoleh masingmasing anggota kelompok di meja turnamennya
masing-masing.

Tabel 1. Pedoman skor turnamen akademik untuk empat orang pemain
Player
Top
High midle
Low midle
Low
(Slavin, 2008)

No
ties
60
40
30
20

Tie for
top
50
50
30
20

Tie for
midle
60
40
40
20

Tie for
low
60
40
30
30

6). Pergeseran
Dengan ketentuan meja turnamen pertama
adalah meja tempat berkompetisi siswa dengan
kemampuan awal tertinggi dalam kelompok,
maka meja ini adalah meja yang mempunyai
tingkatan paling tinggi. Begitu juga meja
turnamen-2 lebih tinggi tingkatannya apabila
dibandingkan dengan meja turnamen-3, begitu
pula seterusnya pola ini diterapkan sampai meja
turnamen terakhir dilaksanakan. Siswa pemenang
(skor tertinggi) pada setiap meja turnamen

3 way tie
for top
50
50
50
20

3 way tie
for low
60
30
30
30

4 way
tie
30
30
30
30

Tie for low
and hight
50
50
30
30

posisinya dinaikan atau bergeser satu tingkat ke
meja turnamen yang tingkatannya lebih tinggi,
sedangkan siswa yang memiliki skor paling
rendah turun ke meja yang lebih rendah
tingkatannya. Jika siswa yang yang terletak pada
meja turnamen-1 memiliki nilai tertinggi, maka
posisinya tidak berubah atau tetap pada meja
turnamen-1. untuk lebih jelasnya mengenai skema
pergeseran siswa setiap pelaksanaan turnamen
dapat dilihat pada gambar 3.

Faktor Exacta 2 (1): 83-98





Meja Turnamen-1

Nilai Tertinggi





Meja Turnamen-2

Nilai Tertinggi





Nilai Terendah



Meja Turnamen-3

Nilai Tertinggi



Nilai Terendah



Nilai Terendah

Gambar 3. Pergeseran (Slavin, 2008:179)
7). Penghargaan Kelompok
Pada setiap akhir turnamen dilakukan
perhitungan skor yang dimaksudkan untuk
menentukan kelompok yang mendapatkan nilai
tertinggi serta pembagian kriteria kelompok
sesuai dengan skor yang diperoleh. Penghargaan
kelompok diberikan setelah pembelajaran selesai,
dengan
mengelompokan
masing-masing
kelompok ke dalam tiga kriteria, seperti yang
ditunjukan pada tabel 2.
Tabel 2. Pedoman penghargaan kelompok
Nilai (N)
Kriteria
N≥50
Super Team
45≤N