Pengaruh Terapi Distraksi Mendengarkan Musik Terhadap Penurunan Nyeri Pada Pasien Kanker Payudara Di RS H. Adam Malik Medan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.

Kanker Payudara

1.1.

Defenisi
Kanker payudara adalah tumor ganas yang menyerang jaringan payudara.

Jaringan payudara tersebut terdiri dari kelenjar susu (kelenjar pembuat air susu),
saluran kelenjar (saluran air susu), dan jaringan penunjang payudara. Kanker
payudara menyebakan sel dan jaringan berubah bentuk menjadi abnormal dan
bertambah banyak secara tidak terkendali (Lina, 2004).
1.2.

Faktor resiko
Robin dkk., (2008) mengatakan bahwa banyak faktor resiko yang


memodifikasi kemungkinan seseorang perempuan terjangkit kanker payudara
seperti : variasi Geografik, Usia, Genetika dan Riwayat Keluarga, dan beberapa
Faktor Risiko Lain.
1.2.1. Variasi Geografik
Robin dkk., (2008) mengatakan terdapat perbedaan insidensi kematian
akibat kanker payudara antara Negara Amerika dan Eropa barat dibandingkan
dengan Asia dan Afrika. Dia mengatakan insidensi dan angka kematian lima kali
lebih tinggi di Amerika Serikat daripada di Jepang. Perbedaan ini tampaknya
lebih disebabkan oleh faktor lingkungan daripada faktor geografik karena

Universitas Sumatera Utara

kelompok migrant dari daerah dengan insidensi rendah ke daerah dengan insidensi
tinggi cenderung mencapai angka Negara tujuan, dan demikian sebaliknya.
Makanan, pola reproduksi, dan kebiasaan menyusui diperkirakan berperan.
1.2.2. Usia
Robin dkk., (2008) mengatakan kanker payudara pada perempuan jarang
terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. Setelah usia tersebut, faktor resiko
meningkat secara tetap sepanjang usia.
Kanker payudara akan muncul pada usia berapapun diliar masa kanakkanak, namun insidensnya rendah selama tiga decade pertama, dan meningkat

secara bertahap setelahnya (Sylvia, 2005).
1.2.3. Genetika dan Riwayat Keluarga
Robin dkk., (2008) mengatakan sekitar 5 hingga 10 % kanker payudara
berkaitan dengan mutasi herediter spesifik. Sekitar separuh perempuan dengan
kanker payudara herediter memperlihatkan mutasi gen BRCA 1 (gen manusia
yang diketahui sebagai pemicu sel tumor) dan sepertiga lainnya mengalami mutasi
di BRCA2.
Bila ibu atau kakak perempuan dari seseorang perempuan menderita
kanker payudara, risiko perempuan tersebut untuk terkena kanker payudara akan
meningkat dua atau tiga kali lipat. Memiliki ibu dan kakak menderita kanker
payudara meningkatkan risiko seseorang perempuan untuk terkena kanker
payudara enam kali lipat (Sylvia, 2005).

Universitas Sumatera Utara

1.2.4. Faktor Risiko Lain
Pajanan lama ke esterogen eksogen pasca menopause yang dikenal sebagai
terapi sulih esterogen (ERT, esterogen replacement therapy), diakui dapat
mencegah osteoporosis dan dapat melindungi seseorang dari penyakit jantung dan
stroke, akan tetapi akan meningkatkan angka insidensi kanker payudara (Robin,

2008).
Sylvia (2008)mengatakan bahwa kanker payudara adalah kanker yang
paling sering pada perempuan kemungkinan itu karena peranan esterogen yang
meningkatkan faktor resiko. Dia juga menulis kontrasepsi oral juga dicurigai
meningkatkan faktor resiko walaupun buktinya juga saling bertentangan.
Radiasi

pengion

(radiasi

yang

apabila

menubruk

sesuatu

akan


menghasilkan muatan listrik yang disebut ion) ke dada meningkatkan risiko
kanker payudara. Besar risiko bergantung pada dosis radiasi, waktru sejak
pajanan, dan usia. Robin menjelaskan pada perempuan usia dibawah 30 tahun
yang diradiasi untuk penyakit Hodgkin dan pada saat 20 tahun kemudian
terjangkit kanker payudara.
Berdasarkan penelitian epidemiologi, banyak faktor risiko lain yang belum
dipastikan, misalnya kegemukan, konsumsi alkohol, dan diet tinggi lemak,
diperkirakan berperan dalam terbentuknya kanker payudara (Robin, 2008).

Universitas Sumatera Utara

1.3.

Penyebaran sel kanker payudara
Robin dkk,. (2008) mengatakan terjadi penyebaran melalui saluran limfe

dan darah. Metastasis ke kelenjar getah bening ditemukan pada sekitar 40 %
kanker yang bermetastasis sebagai massa yang dapat dipalpasi, tetapi pada kurang
dari 15 % kasus yang ditemukan dengan mamografi. Lesi yang terletak di tengah

biasanya mula-mula menyebar ke aksila. Tumor yang terletak di bagian dalam
sering mengenai kelenjar getah bening di sepanjang arteria mamaria interna.
Kelenjar supraklavikula kadang-kadang menjadi tempat utama penyebaran, tetapi
kelenjar ini baru terkena hanya setelah kelenjar aksilaris dan mamaria terkena.
Dan akhirnya terjadi penyebaran hampir ke tempat yang lebih distal. Lokasi yang
paling sering adalah paru, tulang, hati, dan kelenjar serta (lebih jarang) otak,
limpa, dan hipofisis.
1.4.

Tahap klinis kanker pada payudara
Kanker payudara menunjukkan adanya poliferasi keganasan sel epitel

yang membatasi duktus atau lobus payudara. Pada awalnya hanya terdapat
hiperplasia sel dengan perkembangan sel-sel yang atipikal. Sel-sel ini kemudian
berlanjut menjadi karsinoma insitu dan menginvasi stroma. Untuk dapat dipalpasi
dalam ukuran yang besar (kira-kira berdiameter 1 cm), satu sel membutuhkan
waktu 7 tahun. Dan ukuran seperti itu, payudara telah mengalami metastasis
(Sylvia, 2005).
Robin dkk menulis pada buku ajar patologi tahap klinis kanker payudara menurut
American Joint Committee Staging of Breast Carcinoma :


Universitas Sumatera Utara

-

Stadium 0 DCIS (=ductal carcinoma in situ ) ( termasuk penyakit Paget
pada putting payudara ) dan LCIS (=Lobular carcinoma in situ).

-

Stadium I merupakan karsinoma invasive dengan ukuran 2 cm atau kurang
serta kelenjar getah bening negative.

-

Stadium II A merupakan karsinoma invasive dengan ukuran 2 cm atau
kurang disertai metastasis ke kelenjar (- kelenjar) getah bening atau
karsinoma invasive lebih dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan
kelenjar getah bening negatif.


-

Stadium II B merupakan karsinoma invasif berukuran garis tengah lebih
dari 2 cm, tetapi kurang dari 5 cm dengan kelenjar (- kelenjar) getah
bening positif atau karsinoma invasive berukuran lebih dari 5 cm tanpa
keterlibatan kelenjar getah bening.

-

Stadium III A merupakan Karsinoma invasive ukuran berapapun dengan
kelenjar getah bening terfiksasi( yaitu invasi ekstranodus yang meluas di
antara kelenjar getah bening atau menginvasi ke dalam struktur lain) atau
karsinoma berukuran garis tengah lebih dari 5 cm dengan metastasis
kelenjar getah bening nonfiksasi

-

Stadium III B merupakan karsinoma inflamasi, karsinoma yang
menginvasi dinding dada, karsinoma yang menginvasi kulit, karsinoma
dengan nodus kulit satelit, atau setiap karsinoma dengan metastasis ke

kelenjar getah bening.

-

Stadium IV merupakan metastasis ke daerah yang lebih jauh.

Universitas Sumatera Utara

1.5. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala awal dari kanker payudara sangat bervariasi. Pada saat
pasien berkonsultasi, ditemukan tanda dan gejala lebih dari satu (Donegan &
Spratt, 1929).
1.5.1. Massa
Yang paling umum tanda awal dari kanker payudara yaitu adanya massa
pada payudara (77 persen dari kasus). Massa kemungkinan lembut, tetapi lebih
bersifat tidak nyeri dan lebih dari 90 persen dari kasus pasien menemukan massa
lebih sering pada saat mandi (Donegan & Spratt, 1929).
Pada saat pasien kanker memeriksa diri sendiri ketika mereka sedang
berdandan atau mandi mereka menemukan adanya benjolan, gumpalan dan
pengerasan (Haagensen dkk., 1981).

1.5.2. Perubahan puting
Perubahan putting adalah tanda kedua yang paling sering pada kanker
payudara. Perubahan yang tidak langsung pada saluran terbanyak di kedua
payudara diakibatkan oleh endokrin atau konsumsi obat atau gejala dari
perubahan fibrocystic yang telah menyebar (Donegan and Spratt, 1929).
Perubahan pada putting mungkin fisiologis dan tidak berbahaya, atau bisa
merupakan patologis dan indikasi dari inflamasi atau proliferasi sel epitel.
Perubahan serosa menjadi tipis, jelas, dan sedikit kekuning-kuningan. Kering
seperti noda kuning ditemukan di atas bra dan baju pasien. Ada juga perubahan

Universitas Sumatera Utara

warna putting menjadi coklat atau kemerahan. Biasanya menunjukkan keganasan
proliferasi dari intraduktal epitel menjadi karsinoma epitel intraduktal. Jenis
perubahan putting lainnya yaitu tipis dan pucat, tanpa warna apapun (Haagensen
dkk., 1981).
1.5.3. Fenomena retraksi
Perempuan biasanya memberitahukan adanya retraksi puting susu.
Retraksi puting yaitu putting dan kulit disekitar areola tertarik oleh kanker.
Karakteristik dari perubahan putting dapat didukung adanya proses perubahan sel

yang bersifat jinak atau ganas. Pada karsinoma inflamasi mempunyai tanda yang
mirip dengan infeksi payudara akut, dimana kulit menjadi merah, panas,
edematosa, berindurasi dan nyeri (Donegan & Spratt, 1929).
1.5.4. Nyeri Kanker Payudara
Nyeri dan lembeknya payudara terasa pada kedua payudra, akan tetapi
yang lebih sering dikeluhkan adalah pada bagian kiri atau kanan payudara.
Bahkan perempuan yang punya pendidikan selalu salah mengenali karakter klinis
dari kejadian ini yang mana pengaruh dari psikologis atau patologis yang
sebenarnya. Sebagian wanita lebih memperbesarkan masalah ketidaknyamanan
psikologis yang mereka nyatakan berkali-kali.sebagian wanita yang merasakan
nyeri patologis yang sebenarnya ternyata lebih menghadapi masalah yang lebih
besar (Haagensen dkk., 1981).
2.

Nyeri

Universitas Sumatera Utara

2.1.


Defenisi
Defenisi menurut yang disarankan oleh IASP (International Association for

the Study of Pain), nyeri adalah “ketidaknyamanan sensori dan pengalaman
emosional didukung oleh kerusakan jaringan secara aktual atau potensial , atau
sesuatu yang menggambarkan tahap dari sebuah kerusakan ( Merskey & Bogduk
1994 dalam Kenneth, 2000).
Defenisi keperawatan tentang nyeri adalah apapun yang menyakitkan tubuh
yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang kapanpun individu
mengatakannya (Brunner, 1994). Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang
bertujuan untuk melindungi diri. Apabila seseorang merasakan nyeri, maka
perilakunya akan berubah (Potter & Perry,2005).

2.2.

Karakteristik nyeri
Karakteristik nyeri meliputi lokasi nyeri, penyebaran nyeri, dan
kemungkinan penyebaran, durasi meliputi menit, jam, hari, bulan, serta irama
seperti terus menerus, hilang timbul, periode bertambah, atau berkurangnya
intensitas nyeri dan kualitas nyeri misalnya nyeri seperti ditusuk, seperti
terbakar, sakit, nyeri seperti digencet (Anas, 2006).

2.2.1. Nyeri akut

Universitas Sumatera Utara

Nyeri disebabkan oleh aktivasi sementara dari rangsangan nociceptor yang
mana meningakibatkan sedikit atau tidak kerusakan jaringan yang tidak
menyebabkan masalah klinis yang serius. Bagaimanapun Kerusakan jaringan
menimbulkan sebuah respon inflamasi. Nyeri adalah salah satu tanda klinis
yang paling jelas menunjukkan adanya inflamasi. Sebagian nyeri disebabkan
oleh adanya proses inflamasi akut (Kenneth, 2000).
2.2.2. Nyeri kronis
Menurut defenisi dari IASP dikatakan nyeri kronis apabila nyeri terjadi
terus-menerus selama 3 bulan atau lebih. Tergantung intensitas, lokasi,
ketidaknyamanan dan berbagai faktor, yang akan mengganggu atau
mengurangi aktifitas pasien (Kenneth, 2000).
Non-Nyeri neuropatik Nyeri kronis mungkin diikuti oleh kerusakan jaringan
yang bukan merupakan kerusakan saraf perifer atau saraf pusat (Kenneth,
2000).
Nyeri neuropatik kerusakan saraf sensori perifer akan memunculkan nyeri
neuropati. Umumnya nyeri neuropati disebabkan oleh trauma, infeksi, proses
immonologis, atau adanya penyakit degeneratif (Kenneth, 2000).
2.3.

Fisiologi Nyeri
Cara yang paling baik untuk memahami pengalaman nyeri, akan

membantu untuk menjelaskan tiga komponen fisiologis yaitu : resepsi,
persepsi, dan reaksi (Potter & Perry,2005).

Universitas Sumatera Utara

Dimulai dengan adanya stimulus penghasil nyeri yang mengirimkan
impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis
dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di
dalam massa berwarna abu-abu (substansia grisea ) di medula spinalis. Pesan
nyeri berinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah ke korteks serebri.
Sekali

stimulus

nyeri

mencapai

korteks

serebri,

maka

otak

menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses informasi tentang
pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam
upaya mempersepsikan nyeri (Arif, 2008).
Pada saat impuls nyeri sampai ke medulla spinalis menuju ke batang otak
dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari
respons stress. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri
superficial menimbulkan reaksi flight or fight yang merupakan sindrom
adaptasi umum (Arif, 2008).
Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf pada cabang simpatis
pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri
berlangsung terus-menerus, berat, dalam, dan secara tipikal melibatkan organorgan visceral, sistem saraf menghasilkan suatu reaksi (Arif, 2008).
Respon fisiologis terhadap nyeri dapat sangat membahayakan individu.
Kecuali pada kasus-kasus nyeri traumatic yang berat, yang menyebabkan
individu mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi
seperti tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian, klien yang

Universitas Sumatera Utara

mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda fisik (Arif,
2008).
2.3.1.

Resepsi
Melalui transmisi stimulus nyeri, tubuh mampu menyesuaikan diri atau

memvariasikan resepsi nyeri. Terdapat serabut-serabut saraf di traktus
spinotalamus yang berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut untuk
mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medulla spinalis (
paice,1991 di dalam potter dan perry, 2005). Serabut delta-A menyebar
bersama serabut saraf eferen yang kembali ke otot perifer dekat lokasi
stimulasi. Resepsi nyeri membutuhkan sistem saraf perifer dan medulla spinalis
yang utuh. Faktor yang mempengaruhi resepsi nyeri normal yaitu trauma, obatobatan, pertumbuhan tumor, dan gangguan metabolik (Potter & Perry, 2005).
2.3.2. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat
individu menjadi sadar, maka akan terjadi reaksi yang kompleks. Faktor-faktor
psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam
mempersepsikan nyeri (Potter & Perry, 2005).
2.3.3.

Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku yang

terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Respon terdiri dari respon fisiologis dan
respon perilaku. Respon fisiologis yaitu ketika impuls nyeri naik ke medulla

Universitas Sumatera Utara

spinalis menuju batang otak dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi
terstimulasi menjadi bagian dari respon stres (Potter & Perry, 2005).
2.3.4.

Sensasi nyeri
Semua kerusakan selular disebabkan oleh stimulus termal, mekanik,

kimiawi, atau listrik. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan substansi yang
menghasilkan nyeri. Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi, dan
zat-zat kimia yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor
yang berespon terhadap stimulus yang membahayakan ) untuk memulai
transmisi neural yang dikaitkan dengan nyeri (Arif, 2008).
Tidak semua jaringan terdiri atas reseptor yang mentrasmisikan tanda
nyeri. Otak

dan alveoli paru merupakan contoh jaringan yang tidak

ditransmisikan nyeri. Beberapa berespons hanya pada satu jenis stimuli nyeri
tetapi reseptor yang lain dapat sensitf terhadap temperatur dan tekanan. Apabila
kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri ( tingkat intensitas
stimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls saraf ),
maka terjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan
ukuran tubuh, maka distribusi reseptor nyeri di setiap bagian tubuh bervariasi. Hal
ini menjelaskan subjektivitas anatomis terhadap nyeri. Selain itu, individu
memiliki kapasitas produksi substansi penghasil nyeri (Arif, 2008).
2.4.

Mekanisme nyeri

Universitas Sumatera Utara

Konsep sederhana dari reseptor menyampaikan impuls sepanjang saraf
sensori pada bagian spinal cord dan kemudian korteks cerebral yang mana nyeri
pada bagian lokal belum dikonfirmasi oleh peneliti psikologi modern. Nyeri
meningkat pada

kulit yang mana dapat diligat akan tetapi nyeri dari organ

visceral biasanya terasa pada kulit atau pada otot yang jaraknya sangat jauh dari
organ sumber nyeri (Moroney, 1996).
Nyeri biasanya diikuti oleh sensasi. Awalnya secara mekanis saraf perifer
menerima signal

tentang kejadian sebenarnya, kemudian akan menghasilkan

sensasi. Dan kejadian ini kemudian akan dipersepsikan oleh pikiran. Proses yang
kedua menggunakan memori, pengenalan, pediksi, dan mengartikan. Pikiran
kemudian membentuk , mengenerelasikan atau mengklasifikasikan, jenis data
sensori yang kemudian mengenali bahwa itu adalah nyeri ( Patrick, 1991).
2.5.

Tipe nyeri pada kanker

2.5.1. Nociceptive atau nyeri somatik
Jenis ini merupakan hasil dari aktivasi dari serat afferent nociceptive
sebagai mekanisme bila ada kerusakan jaringan. Biasanya pada lokal dan
mungkin sangat nyeri. misalnya nyeri pada otot rangka, metastasi ke tulang, dan
nyeri setelah pembedahan. Nyeri somatic biasanya memerlukan obat analgesic
seperti opioid, obat anti inflamasi nonsteroid, injeksi lokal kortikosteroid,
penghambat saraf somatik, dan terapi radiasi ( Stephen, 2006).

Universitas Sumatera Utara

2.5.2.

Nyeri visceral
Nyeri visceral ummnya di dalam rongga dada, dalam perut, dan tumor

pelvik. Karakteristik dari nyeri visceral dapat digambarkan dengan nyeri yang
perih yang tidak bisa diketahui areanya dimana ( Stephen, 2006).

2.5.3.

Nyeri neuropatik
Bila nyeri somatik dan nyeri visceral terjadi karena fungsi normal sistem

saraf, respon saraf terhadap kemoterapi, pembedahan, atau pertumbuhan tumor
mungkin akan menghasilkan nyeri neuropatik. Nyeri ini mungkin membakar, satu
arah, nyeri perih, dan mungkin didukung dengan gejala neurogical, allodynia,
hyperpathia, atau dysesthesia. Tipe nyeri ini lebih sedikit respon terhadap obat
yang memodifikasi saraf penghantar ( contoh antikonvulsan, antidepresan, dan
intervensi menurunkan aktivitas saraf ektopik seperti memblok saraf yaitu dengan
kortikosteroid atau pemblok saraf neurologis ). Pathogenesis dari nyeri kanker
mungkin kompleks pada setiap individu dan nyeri mungkin disebabkan oleh
campuran atas berbagai variable. Manajemen yang komprehensive membutuhkan
pengkajian yang hati-hati yang memberikan berbagai tipe dari nyeri dan
pengobatan disesuaikan terhadap asal masing-masing nyeri ( Stephen, 2006).
2.6.

Mengkaji intensitas nyeri

Universitas Sumatera Utara

Deskriptif verbal tentang nyeri dapat digambarkan dengan mengkaji
intensitas nyeri, karakteristik nyeri, faktor-faktor yang meredakan nyeri, efek
nyeri terhadap aktifitas kehidupan sehari-hari, kekhawatiran individu tentang
nyeri. Intensitas nyeri dapat dikaji dengan meminta individu untuk membuat
tingkatan nyeri pada skala verbal ( seperti : tidak nyeri, sedikit nyeri, nyeri hebat,
atau sangat hebat; atau 0 sampai 10 : 0 = tidak ada nyeri, 10 = nyeri hebat).
Karakteristik nyeri termasuk letak untuk dimana area nyeri, durasi (menit, jam,
hari, bulan, dan debagainya), kualitas (misalnya seperti ditusuk, seperti terbakar,
sakit, nyeri seperti digencet). Faktor- faktor yang meredakan nyeri (misalnya
gerakan, kurang gerakan, istirahat, obat-obatan). Efek nyeri terhadap kehidupan
sehari-hari seperti efek terhadap pola/frekuensi istirahat/tidur, napsu makan,
konsentrasi, dan lain-lain. Kekhawatiran individu terhadap nyeri dapat meliputi
beban ekonomi, prognosis, pengaruh terhadap peran dan perubahan citra diri
(Brunner & Suddarth, 1996).
Skala analogi visual (VAS) berbentuk garis horizontal sepanjang 10 cm,
dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat. Pasien diminta untuk menunjuk
titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi di sepanjang rentang itu.
Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau “tidak nyeri”, sedangkan ujung
kanan biasanya menandakan “berat” atau “nyeri yang paling buruk.” Untuk
menilai hasil, sebuah penggaris dan jarak yang dibuat pasien pada garis dari
“tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam sentimeter. (Brunner & Suddarth,
1996). Sebagian besar skala menggunakan rentang 0-5 atau 0-10 dengan 0
mengidentifikasikan tidak ada nyeri dan 10 mengidentifikasikan kemungkinan

Universitas Sumatera Utara

nyeri terhebat. Bagi individu tersebut. Skala tigkat 10 poin dapat di artikan dengan
kata yang jelas dimana 0 tidak ada nyeri, 1-3 nyeri ringan, 4-6 nyeri sedang, 7-9
nyeri hebat, 10 nyeri terhebat (Kozier & Erb, 2009).
Tidak semua klien mengerti atau menghubungkan nyeri yang dirasakan ke
skala intensitas nyeri berdasarkan angka. Termasuk di dalamnya adalah anak-anak
yang tidak dapat mengkomunikasikan secara verbal , klien lansia yang mengalami
kerusakan kognitif atau komunikasi dan orang yang tidak dapat berbahasa yang
sama dengan perawat, dapat dikaji dengan skala nyeri wajah Wong Baker.
Gambar 2.1. Skala Nyeri Wajah Wong Baker

Perawat menjelaskan pada klien bahwa setiap wajah dalam skala adalah
wajah seseorang yang terlihat karena ia tidak merasa nyeri (sakit) atau terlihat
sedih karena ia merasakan sakit sedikit atau banyak. Wajah 0 sangat bahagia
karena tidak merasa nyeri sedikitpun, wajah 1 nyeri hanya sedikit, wajah 2 nyeri
agak banyak, wajah 3 nyeri banyak, wajah 4 nyeri sekali, wajah 5 nyeri hebat
yang dapat kamu bayangkan walaupun kamu tidak perlu menangis untuk

Universitas Sumatera Utara

merasakan nyeri ini. Perawat kemudian

meminta klien memilih wajah yang

paling menggambarkan bagaimana perasaannya (Kozier & Erb, 2009).
2.7.

Teori Gate kontrol
Walau banyak peneliti memberikan masukan kepada teori mengenai

mekanisme pengolahan impuls nyeri di susunan saraf pusat, konsep yang kini
masih diterima adalah dari Melzack dan Wall (1965). Hipotesis ini dikenal
sebagai Gate Control Mechanism dari Melzack dan Wall (Arif, 2008).
Impuls rasa sakit harus melewati sebuah ‘gerbang’ pada tulang belakang.
Gerbang ini bukanlah struktur yang nyata, namun sebuah pola aktivitas saraf yang
dapat menghalangi atau membiarkan pesan rasa sakit yang datang dari kulit, otot,
dan organ-organ internal. Biasanya gerbang ini tertutup, baik oleh impuls yang
menuju ke tulang belakang dari serabut besar yang menanggapi pesanan dan
rangsangan lainnya. Oleh signal yang turun dari otak itu sendiri. Tetapi ketika
jaringan tubuh terluka, serabut besar rusak dan serabut-serabut kecilpun membuka
pintu gerbang ini, sehingga memungkinkan pesan rasa sakit mencapai otak. Teori
ini memprediksikan bahwa pikiran dan perasaan dapat mempengaruhi reaksi kita
terhadap sakit (Carole & Carol, 2008). Dan bila serabut-serabut tersebut
distimulasi akan memblok atau menurunkan transmisi impuls nyeri (Kozier &
Erb, 2009).
3.

Distraksi

Universitas Sumatera Utara

Distraksi merupakan memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain
pada nyeri. distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol tulang belakang yang mengakibatkan lebih sedikit
stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Brunner & Suddarth, 1996).
Klien yang merasa bosan atau diisolasi hanya memikirkan nyeri yang
dirasakan sehingga klien mempresepsikan nyeri tersebut dengan lebih akut.
Distraksi mengalihkan perhatian klien ke hal lain dan dengan demikian
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri bahkan meningkatkan toleransi terhadap
nyeri. Namun ada suatu kerugian, yaitu apabila upaya distraksi itu berhasil,
perawat atau keluarga dapat menanyakan tingkat nyeri yang klien rasakan.
Distraksi memberikan pengaruh paling baik dalam jangka waktu yang singkat,
untuk mengatasi nyeri intensif (Arif, 2008).
3.1.

Keefektifan distraksi
Klien yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit

perhatian terhadap nyeri akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi
terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan
menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli
nyeri yang ditransmisikan ke otak (Arif, 2008).
Pada tahun 2010 Kenneth dan Nick pace,

membuktikan keefektifan

distraksi audiovisual terhadap nyeri. Pada saat menjalani pembedahan, pasien
dibiarkan memakai DVD player dan tidak menggunakan anastesi spinal.

Universitas Sumatera Utara

3.2.

Mendengarkan Musik
Nyeri telah ditemukan sebagai alasan seseorang memilih terapi musik

untuk meringankan gejala. Terapi musik didefenisikan sebagai penggunaan music
khusus dibawah bimbingan dari terapis musik dalam penggabungan fisiologis,
psikologis, dan emosional dari seseorang (Oscar dkk., 2006).
Terapi musik dapat memberi efek perasaan yang baik pada pasien yang
nyeri kanker pada pemberian pilihan musik seperti metode relaksasi dan distraksi.
Mendengarkan musik kemungkinan mengalihkan perhatian pasien yang melawan
stimulus nyeri. musik mempunyai efek yang kuat untuk mengurangi nyeri
emosional seperti takut dan cemas. Jadi, meditasi dapat mempengaruhi persepsi
terhadap nyeri. pemilihan musik pribadi adalah faktor yang penting untuk
dipertimbangkan ( Oscar dkk., 2006 ).
Musik dapat menstimulasi pengeluaran endogenous opiates pada sistem
saraf pusat., dimana dapat mengatur persepsi sensori dan mempengaruhi tingkat
nyeri. Terapi musik memungkinkan pasien untuk mengontrol nyeri dengan
mengalihkan perhatian mereka dan mengubah pengalaman emosional ( Oscar
dkk., 2006 ).

Universitas Sumatera Utara