Analisis Supply dan Demand Potensi Ekowisata Di Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pariwisata
Kata wisata (tourism) pertama kali muncul dalam Oxford English
Dictionary tahun 1811, yang mendeskripsikan atau menerangkan tentang
perjalanan untuk mengisi waktu luang. Orang pertama yang membuat sebuah
petunjuk perjalanan wisata adalah Aimeride Picaud, warga Prancis yang
memublikasikan bukunya tahun 1130 tentang perjalanan ke Spanyol. Awalnya
perjalanan wisata sering berkaitan dengan perjalanan ibadah, eksplorasi geografis,
ekspedisi ilmu pengetahuan, studi antropologi dan budaya, serta keinginankeinginan untuk melihat bentang alam yang indah(Hakim, 2004).
Pariwisata adalah aktivitas perjalanan yang dilakukan untuk sementara
waktu dari tempat tinggal semula ke daerah tujuan dengan alasan bukan untuk
menetap atau mencari nafkah melainkan hanya untuk bersenangsenang,
memenuhi rasa ingin tahu, menghabiskan waktu senggang atau waktu libur serta
tujuantujuan

lainnya.

Sedangkan

menurut


UU

No.10/2009

tentang

Kepariwisataan, yang dimaksud dengan pariwisata adalah berbagai macam
kegiatan wisata dan didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang
disediakan masyarakat, pengusaha, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah
(Disbudpar, 2009).
Dalam arti luas, pariwisata adalah kegiatan rekreasi di luar domisili untuk
melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari suasana lain. Pariwisata
semakin berkembang sejalan perubahan-perubahan sosial, budaya, ekonomi,
teknologi dan politik. Sebagai suatu aktivitas manusia, pariwisata adalah

Universitas Sumatera Utara

fenomena pergerakan manusia, barang, dan jasa yang sangat kompleks. Ia terkait
erat dengan organisasi, hubungan-hubungan kelembagaan dan individu,

kebutuhan

layanan,

penyediaan

kebutuhan

layanan,

dan

sebagainya

(Damanik dan Weber, 2006).
B. Atraksi Wisata
Atraksi wisata adalah pengembangan obyek fisik yang pada gilirannya
dapat menyediakan kebutuhan pasar, dimana penempatan dan pengelolaannya
harus


dapat

menumbuhkan

kepuasan

perjalanan

wisatawan.

Dalam

perencanaannya, sumber daya fisik dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori.
Pertama; sumber daya alami (natural resources), misalnya: iklim, sumber daya
alami, flora dan fauna adalah dasar kuat untuk banyak atraksi. Kedua; sumber
daya buatan (man made); situs peninggalan sejarah, tradisi/ budaya, adalah basis
untuk pengembangan daya tarik lain dalam segmen perjalanan. Hal yang sangat
penting dalam menempatkan atraksi secara fisik adalah adanya perubahan setiap
waktu yang dikarenakan dua hal. Pertama; karakteristik dari tempat ini dapat
berubah karena adanya perubahan dari kondisi kota, kualitas sumber daya seperti

sumber air, flora dan fauna, dan ini semua akan mempengaruhi pada kesuksesan
dari atraksi wisata yang ditawarkan. Kedua; kesan dan minat pengunjung dapat
naik atau turun seiring dengan perjalanan waktu. Hal ini sangat dipengaruhi oleh
kondisi sosial, ekonomi, kebijaksanaan pembangunan secara umum, dan
kecenderungan model saat itu (Nugraha, 2008).
Walaupun secara geografis penyebaran atraksi tidak homogen dalam satu
wilayah, dalam pengembangannya 3 (tiga) hal pokok yang perlu diperhatikan
dalam penangan atraksi. Pertama; udara, daratan, dan akses air untuk

Universitas Sumatera Utara

menghubungkan dengan daerah asal pengunjung (aksesibilitas). Kedua; semua
atraksi wisata dapat dihubungkan dengan kota besar yang paling dekat sebagai
pusat pelayanan wisatawan. Kebanyakan dari jenis jasa yang digunakan oleh
wisatawan adalah juga dapat digunakan oleh penduduk, yang pada gilirannya
semuanya akan menyukai penempatan berkenaan dengan penambahan fasilitas
kota untuk jasa rumah makan, pertunjukan, dan bahkan hotel. Ketiga; hal yang
perlu diperhatikan dalam penempatan lokasi adalah jarak keterjangkauan aset
sumber utama atraksi dengan kota terdekat, terutama antisipasi terhadap
kedatangan pengunjung dalam jumlah yang besar dan bersamaan. Semakin mudah

jangkauan ke lokasi wisata, maka semakin pula obyek wisata tersebut mudah
dikenal untuk dicoba dikunjungi (Nugraha, 2008).
C. Ekowisata
Ekowisata adalah kegiatan wisata yang memanfaatkan jasa lingkungan,
baik itu alam (keindahannya, keunikannya) ataupun masyarakat (budayanya,
cara hidupnya, struktur sosialny) dengan mengemukakan unsur-unsur konservasi,
edukasi dan masyarakat setempat. Dalam buku A Guide for planners and
Manager dituliskan bahwa ecoturism atau ekowisata adalah kegiatan wisata
yang bertanggungjawab ke
lingkungan

dan

kawasan-kawasan alam dengan melestarikan

meningkatkan

kesejahteraan

masyarakat


setempat

(Fandeli dan Mukhlison, 2000).
Menurut Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia,
Ekowisata merupakan konsep pengembangan pariwisata Ekowisata yang
berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian
lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

Universitas Sumatera Utara

pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan
pemerintah setempat. Ekowisata memiliki banyak defnisi yang seluruhnya
berprinsip pada pariwisata yang kegiatannya mengacu pada lima elemen penting
yaitu:
a. Memberikan pengalaman dan pendidikan kepada wisatawan yang
dapat meningkatkan pemahaman dan apresiasi terhadap daerah tujuan
wisata yang dikunjunginya. Pendidikan diberikan melalui pemahaman
akan pentingnya pelestarian lingkungan, sedangkan pengalaman
diberikan melalui kegiatankegiatan wisata yang kreatif disertai dengan

pelayanan yang prima.
b. Memperkecil dampak negatif yang bisa merusak karakteristik
lingkungan dan kebudayaan pada daerah yang dikunjungi.
c. Mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan dan pelaksanaannya.
d. Memberikan keuntungan ekonomi terutama kepada masyarakat lokal,
untuk itu, kegiatan ekowisata harus bersifat provit (menguntungkan).
e. Dapat terus bertahan dan berkelanjutan.
Beberapa karakteristik ekowisata yang membedakannya dengan wisata
konvensional antara lain (Damanik dan Weber, 2006) :
a. Semua kegiatan wisata berbasis pada pelestarian alam
b. Penyedia jasa wisata tidak hanya menyiapkan atraksi tetapi juga
menawarkan peluang bagi mereka untuk lebih menghargai lingkungan
c. Objek daya tarik wisata merupakan basis kegiatan wisata

Universitas Sumatera Utara

d. Kegiatan wisata ditujukan pula untuk mengumpulkan dana yang akan
digunakan bagi pelestarian objek dan daya tarik wisata dan membantu
pengembangan masyarakat setempat secara berkelanjutan
e. Perjalanan wisata menggunakan alat transportasi dan akomodasi lokal

f. Berupa wisata berskala kecil, dalam arti jumlah wisatawan maupun
usaha jasa yang dikelola
D. Penawaran (Supply) dan Permintaan (Demand) Pariwisata
Kotler dan Armstrong (2008) mengemukakan definisi penawaran (supply)
dan permintaan (demand) secara umum. Supply diartikan sebagai sejumlah
barang, produk atau komoditas yang tersedia dalam pasar untuk dijual kepada
orang yang membutuhkannya. Demand (permintaan) diartikan sebagai keinginan
seseorang terhadap produk atau barang tertentu. Penawara meliputi semua produk
yang dihasilkan oleh kelompok perusahaan termasuk kelompok industri
pariwisata yang akan ditawarkan kepada pengunjung, sedangkan demand lebih
menunjukkan kepada permintaan atas barang atau produk yang ingin dibeli
dengan

harga

tertentu

yang

diikuti


dengan

kekuatan

untuk

membeli

(purcashing power).
Modal atraksi wisata yang menarik kedatangan wisatawan secara garis
besar ada tiga, yaitu atraksi alam, atraksi kebudayaan, dan atraksi manusia itu
sendiri. Modal tersebut dapat dikembangkan menjadi atraksi wisata, baik in situ
maupun ex situ, yaitu di luar tempatnya yang asli, misalnya dijadikan kebun raya
di lain tempat dan sebagainya. Atraksi alam yang dimaksudkan adalah alam fisik,
flora dan faunanya. Ada beberapa alasan mengapa alam itu menarik bagi
wisatawan, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


a.

Banyak wisatawan yang tertarik oleh kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan
di alam terbuka seperti pegunungan, pantai dan hutan.

b.

Sering dijumpai orang mengadakan perjalanan hanya sekedar untuk
menikmati suasana pedesaan atau kehidupan di luar kota.

c.

Wisatawan ada yang menyukai tempat-tempat tertentu yang mungkin
mengandung kenangan dan kesenangan tersendiri, sehingga setiap kali ada
kesempatan untuk pergi, mereka akan kembali ke tempat-tempat tersebut.

d.

Alam juga sering menjadi bahan studi kasus untuk penelitian, khususnya
dalam widya wisata. Untuk keperluan ini yang penting ialah daerah dengan

jenis flora dan fauna yang khas dan langka (Nugraha, 2008).
Dalam industri pariwisata, pada umumnya penawaran pariwisata

mencakup segala sesuatu yang ditawarkan oleh tempat wisata kepada pengunjung
aktual maupun pengunjung potensial. Avenzora (2003) dalam Ma’mur (2011)
menyatakan bahwa berbicara tentang recreation supply adalah berbicara tentang
(1) apa dan berapa banyak dapat diberikan, (2) kapan dapat diberikan dan (3)
kepada siapa dapat diberikan.

Penawaran dalam pariwisata menunjukkan

khasanah atraksi wisata alami dan buatan manusia, jasa-jasa maupun barangbarang yang kira-kira akan menarik orang-orang untuk mengunjungi suatu negara
tertentu.
Atraksi budaya adalah kebudayaan dalam arti luas tidak hanya meliputi
kebudayaan tinggi seperti kesenian atau perikehidupan kraton dan sebagainya.
Akan tetapi juga meliputi adat istiadat dan segala kebiasaan yang hidup di tengahtengah suatu masyarakat; cara berpakaiannya, cara berbicaranya, kegiatannya dan
sebagainya, serta semua tingkah laku dan hasil karya (act and artefact) suatu

Universitas Sumatera Utara

masyarakat. Tidak hanya kebudayaan yang masih hidup, akan tetapi juga
kebudayaan yang berupa peninggalan-peninggalan atau tempat-tempat bersejarah
(Nugraha, 2008).
Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa elemen penawaran
pariwisata sering disebut dengan triple A’s yang terdiri dari atraksi, aksesibilitas,
dan amenitas. Secara singkat atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik
yang bersifat tangible maupun intangible) yang memberikan kenikmatan terhadap
wisatawan. Atraksi dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya,dan buatan,
aksesibilitas

mencakup

keseluruhan

infrastruktur

transportasi

yang

menghubungkan wisatawan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata.
Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait dengan
pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan, seperti Bank,
penukaran uang, telekomunikasi, dan lain-lain
Menurut Wahab (1992) penawaran pariwisata ditandai oleh tiga ciri khas
utama. Pertama, pariwisata merupakan penawaran jasa-jasa, sehingga produk
yang ditawarkan tidak mungkin ditimbun dan harus dimanfaatkan di tempat
produk tersebut berada. Konsumen harus mendatangi produk yang ditawarkan
tersebut. Kedua, produk yang ditawarkan bersifat kaku (rigid) sehingga sulit
sekali untuk mengubah sasaran penggunaannya di luar pariwisata. Ketiga,
penawaran pariwisata harus bersaing ketat dengan penawaran barang-barang dan
jasa-jasa yang lain karena pariwisata belum menjadi kebutuhan pokok manusia.
Permintaan sebagai aspek yang penting dalam pengembangan obyek
wisata dikuatkan oleh pendapat Seymor Gold (1980) yang menyatakan bahwa
salah satu unsur terpenting dan harus dimengerti dalam perencanaan rekreasi

Universitas Sumatera Utara

adalah konsep permintaan, karena berkembangnya sikap skeptis terhadap
ketentuan-ketentuan teknik kuantitatif permintaan sama dengan refleksi berarti
dari ketertarikan atau partisipasi dalam rekreasi (Nugraha, 2008).
Unsur-unsur penting dalam permintaan wisata adalah wisatawan dan
penduduk lokal yang menggunakan sumber daya (produk dan jasa) wisata. Basis
utamanya adalah ketersediaan waktu dan uang pada kelompok tersebut.
Ketersediaan sumberdaya hanya sebagai pemicu perjalanan. Faktor lain yang ikut
berperan adalah aksesibilitas yang semakin mudah pada produk dan objek wisata.
Distribusi pendapatan yang lebih merata dan penghasilan yang lebih meningkat
akan mendorong semakin banyaknya permintaan perjalanan wisata. Pendidikan
yang semakin

meningkat

membuat wawasan

seseorang semakin luas.

Keingintahuan dan minat untuk mempelajari sesuatu yang baru ikut meningkat,
selain itu apresiasi terhadap tempat dan budaya yang berbeda semakin tinggi.
Semua ini menjadi pendorong yang kuat bagi orang untuk berwisata
(Damanik dan Weber, 2006).
Faktor permintaan pariwisata adalah pasar wisatawan domestik maupun
internasional dan masyarakat lokal yang melihat atraksi-atraksi wisata,
menggunakan fasilitas-fasilitas dan menikmati pelayanan wisata. Morley (1990)
diacu dalam Ross (1998) menyatakan bahwa permintaan pariwisata tergantung
pada karakteristik pengunjung, kondisi tempat wisata dan kondisi masyarakat
sekitar tempat wisata. Selain itu, permintaan pariwisata sangat erat kaitannya
dengan masalah iklim dan kondisi lingkungan hidup tempat tinggal seseorang
(Damanik dan Weber, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Nugraha (2008) ada 3 jenis permintaan yang didasarkan pada
penggunaan, desain dan manajemen dari suatu tempat rekreasi, yaitu:
a.

Latent demand, adalah permintaan rekreasi yang sudah melekat dan ada di
masyarakat, tetapi tidak terefleksikan pada penggunaan fasilitas eksisting.
Tipe permintaan ini berdasar pada model pemilihan waktu luang (leisure
time). Jenis permintaan ini berdasar pada pendapat ahli bahwa penawaran
(supply) menciptakan permintaan (demand), orang akan menggunakan
kesempatanyang ada jika mereka disediakan, dan menjadi tugas perencana
untuk menyediakan berbagai macam alternatif pilihan yang berbeda.

b.

Induced demand, adalah latent demand yang dapat distimulasi atau
dirangsang dari kondisi masyarakat umum (public) dengan melalui alat media
massa dan proses pendidikan. Induced demand mempengaruhi seseorang
untuk mengubah kebiasaan rekreasinya dengan alat yang dirasa efektif.

c.

Expressed demand, adalah pemakaian atau partisipasi yang berkenaan dengan
pilihan rekreasi eksisting. Disini akan digambarkan apa yang orang kerjakan
berdasarkan apa yang mereka suka lakukan (latent demand) atau dikondisikan
untuk dilakukan (induced demand).
Sifat dan karakterisitik permintaan wisata berbeda dengan permintaan

produk yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur (tangible goods). Sifat dan
karakteristik dari demand pariwisata meliputi: (1) elastis terhadap besarnya
pendapatan dan biaya perjalanan (elasticity), (2) sangat peka dan sensitif terhadap
keadaan sosial, politik dan keamanan tempat yang dikunjungi (sensitivity), (3)
bersifat ekspansi dengan adanya peningkatan yang terjadi terus menerus setiap
tahun (expansion) dan (4) tergantung terhadap musim (seasonality) (Yoeti, 2006).

Universitas Sumatera Utara

Analisis pengembangan atraksi wisata hakekatnya menekankan pada
analisis terhadap kondisi pemuasan (satisfying) antara penyediaan/ penawaran
(supply) dengan kebutuhan/ permintaan (demand). Oleh karena itu pendekatan
pengembangan tidak bisa hanya berangkat dari sisi produk atau sisi penawaran
saja (product driven), sehingga dengan pendekatan ini produk yang dikembalikan
akan dapat diterima dan diapresiasi oleh pasar wisatawan (Nugraha, 2008).
E. Penilaian Potensi Ekowisata
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menilai suatu lokasi rekreasi
adalah dengan pendekatan biaya perjalanan. Pendekatan ini dilakukan dengan
menggunakan informasi tentang jumlah uang yang dikeluarkan dan waktu yang
digunakan orang untuk mencapai tempat rekreasi, untuk mengestimasi nilai
manfaat dari upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang
dikunjungi. Data tersebut lalu dipakai untuk mengestimasi kurva permintaan
hipotesis untukk lokasi rekreasi tersebut. Makin jauh tempat tinggal seseorang
yang datang memanfaatkan fasilitas dari suatu objek wisata maka akan makin
kurang harapan pemanfaatan tempat (barang lingkungan) tersebut. Pemakai jasa
yang bertempat tinggal dekat tempat rekreasi diharapkan mendapatkan jasa
lingkungan lebih banyak karena harga yang diukur dengan biaya perjalanan lebih
rendah dari pemakaian yang sebenarnya. Biaya perjalanan adalah biaya yang
dikeluarkan pengunjung untuk kegiatan wisata, yang meliputi biaya konsumsi
selama wisata dikurangi dengan biaya konsumsi sehari-hari jika tidak melakukan
perjalanan wisata, biaya transportasi, biaya dokumentasi dan biaya lainnya yang
dikeliarkan sehubungan dengan kegiatan wisata perorang. Selain itu juga terdapat

Universitas Sumatera Utara

biaya waktu untuk responden yang mensubsitusikan waktu dengan pendapatan
(Fitriani, 2008).
Salah satu metode untuk menaksir jumlah maksimum seseorang bersedia
membayar adalah dengan metode kontingensi. Metode ini dilakukan dengan
mewawancarai secara perorangan masing-masing pengunjung dewasa yang
berkunjung ke daerah rekreasi tersebut berdasarkan penelitian diperoleh kesediaan
membayar dari setiap pengunjung. Pendekatan ini dilakukan dengan cara
menentukan kesediaan membayar (willingness to pay) dari konsumen. Pendekatan
ini dapat diterapkan pada keadaan yang dapat menimbulkan ketenangan (amenity)
seperti pemandangan alam, kebudayaan, historis dan karakteristik lain yang unik
serta situasi lain yang data harganya tidak ada.
Asumsi yang digunakan dalam metode kontingensi menurut Davis dan
Johnson (1987) dalam Safri et.al (1996) :
a. Responden harus repesentatif dan comparable untuk semua survei
b. Pada survei pertama, pengunjung harus mempunyai kemampuan cukup
untuk mengembangkan nilai kreatif.
c. Wawancara dan kuisioner secara obyektif dapat menentukan nilai
manfaat tanpa ada keadaan interpretasi dari masing-masing responden.
F. Perencanaan Pengembangan Ekowisata
Pengembangan ekowisata harus dapat menjamin keutuhan dan kelestarian
ekosistem. Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, tiga prinsip dasar
pengembangan

ekowisata

meliputi

prinsip

konversi,

prinsip

partisipasi

masyarakat, dan prinsip ekonomi (Rahim, 2008). Prinsip konservasi berarti
mampu memelihara, melindungi, dan atau berkontribusi untuk memperbaiki

Universitas Sumatera Utara

sumberdaya alam. Prinsip partisipasi masyarakat didasarkan atas musyawarah dan
persetujuan masyarakat setempat, serta peka dan menghormati nilai-nilai sosialbudaya dan tradisi keagamaan yang dianut masyarakat di sekitar kawasan. Prinsip
ekonomi memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi penggerak
pembangunan ekonomi di wilayahnya secara berimbang antara kebutuhan
pelestarian lingkungan dan kepentingan semua pihak. Selain itu juga sebaiknya
dilandasi dengan prinsip edukasi (mengandung unsur pendidikan untuk mengubah
perilaku seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen
terhadap pelestarian lingkungan dan budaya) serta prinsip wisata (memberikan
kepuasan kepada pengunjung).
Prinsip pengembangan ekowisata berdasarkan peraturan menteri dalam
negeri nomor 33 tahun 2009 adalah sebagai berikut:
a. Kesesuaian antara jenis dan karakteristik ekowisata
b. Konservasi, yaitu melindungi, mengawetkan, dan memanfaatkan secara lestari
sumberdaya alam yang digunakan untuk ekowisata
c. Ekonomis, yaitu memberikan manfaat untuk masyarakat setempat dan menjadi
penggerak pembangunan ekonomi di wilayahnya serta memastikan usaha
ekowisata dapat berkelanjutan
d. Edukasi, yaitu mengandung unsur pendidikan untuk mengubah persepsi
seseorang agar memiliki kepedulian, tanggung jawab, dan komitmen terhadap
pelestarian lingkungan dan budaya
e. Memberikan kepuasan dan pengalaman kepada pengunjung;

Universitas Sumatera Utara

f. Partisipasi masyarakat, yaitu peran serta masyarakat dalam kegiatan
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ekowisata dengan menghormati
nilai-nilai sosial-budaya dan keagamaan masyarakat di sekitar kawasan; dan
g. Menampung kearifan lokal.
Damanik dan Weber (2006) menyatakan bahwa pengembangan ekowisata
dapat optimal tergantung tiga faktor kunci, yaitu faktor internal, eksternal, dan
struktural. Faktor internal antara lain meliputi potensi daerah, pengetahuan
operator wisata tentang keadaan daerah baik budaya maupun alamnya serta
pengetahuan tentang pelestarian lingkungan dan partisipasi penduduk lokal
terhadap pengelolaan ekowisata. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal
dari luar yang meliputi kesadaran wisatawan akan kelestarian lingkungan,
kegiatan penelitian dan pendidikan di lokasi ekowisata yang memberi kontribusi
terhadap kelestarian lingkungan dan penduduk lokal. Adapun faktor struktural
adalah faktor yang berkaitan dengan kelembagaan, kebijakan, perundangan dan
peraturan tentang pengelolaan ekowisata baik ditingkat lokal, nasional maupun
internasional.
G. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara administratif Danau Linting masuk dalam wilayah kabupaten Deli
Serdang - Sumatera Utara, tepatnya di desa Sibunga-bunga Hilir, kecamatan
Sinembah Tanjung Muda. Wilayah kabupaten Deli Serdang pada umumnya
berada pada ketinggian 0 – 500 meter di atas permukaan laut dan berada pada
wilayah yang relatif datar hingga bergelombang dengan kemiringan dominan
berkisar 0 -15%, namun pada daerah tertentu terdapat kemiringan yang relatif
bergelombang hingga terjal dengan kemiringan lereng berkisar antara 15 – 40%.

Universitas Sumatera Utara

Daerah STM Hulu merupakan salah satu daerah kecamatan yang berada pada
ketinggian >500 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan 0 - 40%. Luas
wilayah STM Hulu berdasarkan ketinggian adalah 14.170 ha pada ketinggian 0500 mdpl, 7.846 ha pada ketinggian 500-1000 mdpl dan 322 ha pada ketinggian
> 1000 mdpl.
Akses jalan menuju danau ini cukup bagus, hanya ada beberapa daerah
yang sedikit rusak namun tidak mengganggu perjalanan. Perjalanan menuju
Danau ini dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi berupa mobil
dan sepeda motor atau bisa juga dengan menggunakan angkutan umum dari
beberapa rute, yaitu :
1. Medan - Deli Tua - Patumbak - Talun Kenas - Sibiru-biru - STM Hilir Tiga Juhar – Sibunga-bunga Hilir
2. Medan - Simpang Amplas - Patumbak - Talung Tenas - Sibiru-biru - STM
Hilir -Tiga Juhar – Sibunga-bunga Hilir
3. Lubuk Pakam - Jalan Raya Galang - Bangun Purba - STM Hilir - Tiga
Juhar – Sibunga-bunga Hilir
4. Tanjung Morawa - Bangun Purba - Sibiru-biru - STM Hilir - Tiga Juhar

Universitas Sumatera Utara