Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang
PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Oleh :
HANNA MANURUNG 081201025/MANAJEMEN HUTAN
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
PERANCANGAN MODEL ZONASI KAWASAN DANAU LINTING DESA SIBUNGA-BUNGA HILIR KECAMATAN STM HULU
KABUPATEN DELI SERDANG
SKRIPSI
Oleh :
HANNA MANURUNG 081201025/MANAJEMEN HUTAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2013
(3)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang
Nama : Hanna Manurung
NIM : 081201025
Departemen : Kehutanan Program studi : Manajemen Hutan
Disetujui Oleh Komisi Pembimbing
Pindi Patana S.Hut, M.Sc Riswan S.Hut
Ketua Anggota
Mengetahui,
Siti Latifah, S.Hut, M.Si, Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan
(4)
ABSTRAK
HANNA MANURUNG: Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh PINDI PATANA dan RISWAN.
Dewasa ini kebutuhan manusia akan ekowisata semakin meningkat. Semakin meningkatnya intensitas kunjungan dapat menyebabkan menurunnya kualitas objek wisata jika tidak dikelola dengan baik. Untuk mencegah hal tersebut perlu adanya perencanaan untuk menganalisis potensi, peruntukan lahan, kebutuhan wisata dan fungsi maksimum dari sebuah kawasan ekowisata. Danau Linting adalah salah satu objek wisata yang berpotensi dan sedang dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rancangan zonasi & kebutuhan fasilitas kawasan dengan menggunakan pendekatan peraturan No:KM.67/UM.001/MKP/2004, sosial–ekonomi masyarakat sekitar & pengunjung. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 di kawasan Danau Linting, desa Sibunga-bunga Hilir.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kawasan Danau Linting dengan luas sekitar 4 ha dikelompokkan dalam 4 model zonasi, yaitu intensif, semi-intensif, ekstensif (primer & sekunder), dan perlindungan. Dalam rancangan kawasan ini dilakukan pengadaan 12 fasilitas inti dan pendukung untuk keefektifan & keefisienan kegiatan ekowisata pada kawasan ini.
(5)
ABSTRACT
HANNAMANURUNG: Design Model Zoning of Lake Linting Area, Sibunga-bunga Hilir Village, STM District, Deli Serdang Regency. Guided by PINDI PATANA and RISWAN.
Today the needs human for ecotourism is increasing. The increasing intensity of visits can resulted the attraction if properly didn’t managed. So needs planning to analyze the potential, land function, tourist needs and maximum functionality of an ecotourism area to prevent. Linting lake is one of the potential attractions and being developed into a tourist area. This study aims to analyze the design zoning district for facilities and needs of ecotourism which use a regulatory approach No: KM.67/UM.001/MKP/2004, socio-economic communities and visitors. The research was conducted in September 2012 in Lake Linting area, Sibunga-bunga Hilir Village.
Research results indicate that the region of Lake Linting which approximately area 4 hectares divided into 4 zoning models: intensive, semi-intensive, extensive (primary & secondary), and protection. The design of this region conducted for 12 facilities support for the effectiveness and efficiency of ecotourism activities in this area.
(6)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lumban Gorat pada tanggal 8 juni 1990 dari Ayah Arden Manurung dan Ibu Arida Sirait. Penulis merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara.
Pada tahun 1996 penulis memulai pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No.173655 Lumban Rang dan lulus tahun 2002. Kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Lumban Julu dan lulus tahun 2005. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA ST. THOMAS 3 Medan dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB) Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan.
Selain mengikuti perkuliahan penulis juga aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU dan Unit Kegiatan Mahasiswa Kebaktian Mahasiswa Kristen Unit Pelayanan Fakultas Pertanian (UKM KMK UP FP) USU.
Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan di kawasan Danau Lau Kawar & Taman Wisata Alam (TWA) Deleng Lancuk, Kabupaten Karo pada tanggal 14-23 Juni 2010. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) Jawa Barat, pada tanggal 6 Februari sampai 6 Maret 2012. Penulis melakukan penelitian mulai bulan Agustus 2012 di kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM (Sinembah Tanjung Muda) Hulu, Kabupaten Deli Serdang.
(7)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian yang berjudul “Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada banyak pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini.
1. Ayah Arden Manurung dan Ibu Arida Sirait yang telah membesarkan, mendidik dan mendukung segala fasilitas & materil yang dibutuhkan penulis. 2. Komisi pembimbing penulis Pindi Patana S.Hut, M.Sc selaku ketua dan
Riswan, S.Hut selaku anggota yang telah membimbing dan memberi masukan yang bermanfaat selama penelitian dan penulisan skripsi ini.
3. Elva Novita Manurung yang telah mendukung fasilitas & materil yang dibutuhkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Kades & masyarakat Desa Sibunga-bunga Hilir yang telah membantu penulis mendapatkan informasi pendukung tentang kawasan Danau Linting.
5. Teman-teman Manajemen Hutan stambuk 2008 dan seluruh pegawai di Program Studi Kehutanan yang memberi dukungan hingga skripsi ini selesai.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak pengelola kawasan Danau Linting, pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu kehutanan.
(8)
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iv
DAFTAR GAMBAR ... v
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata ... 3
Zonasi dan Daya Dukung ... 5
Penataan Ruang Zonasi Kawasan ... 9
Perencanaan Kawasan Wisata ... 10
Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 12
Kondisi Umum Danau Linting ... 15
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 16
Alat dan Bahan ... 17
Metode Penelitian ... 17
Metode Pengumpulan Data ... 17
Metode Penentuan Responden ... 18
Analisis Data ... 19
HASIL DAN PEMBAHASAN Aspek Fisik ... 21
Lokasi dan Aksesibilitas ... 21
Iklim ... 23
Topografi dan Tanah ... 24
(9)
Vegetasi dan Satwa ... 31
Visual ... 33
Aspek Ekonomi dan Sosial ... 33
Potensi Pengunjung ... 34
Keadaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar... 36
Masyarakat Penggarap Lahan ... 37
Masyarakat Sekitar Kawasan ... 38
Aktivitas Berekreasi ... 40
Nilai Sejarah Kawasan ... 41
Status Kawasan ... 42
Rancangan Zonasi ... 46
Konsep Rancangan Zonasi ... 46
Konsep Penataan Ruang ... 49
Perencanaan Pengembangan ... 50
Konsep Perencanaan ... 50
Konsep Ruang ... 51
Konsep Tata Hijau... 51
Konsep Aktivitas ... 51
Konsep Sirkulasi ... 52
Konsep Fasilitas/Tata Letak ... 52
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 55
Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
(10)
DAFTAR TABEL
No Hal.
1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 18
2. Klasifikasi Kelerengan Lahan ... 24
3. Luas kawasan berdasarkan tutupan lahan ... 31
4. Jenis Vegetasi dan Satwa yang ada di kawasan Danau Linting ... 32
5. Tanggapan pihak terkait terhadap rencana pengembangan ... 41
6. Analisis dan sintesis kawasan Danau Linting ... 44
(11)
DAFTAR GAMBAR
No Hal.
1. Peta Desa Sibunga-bunga Hilir ... 16
2. Proses perencanaan & perancangan landskap (Gold,1980) ... 20
3. Peta administrasi letak kawasan Danau Linting ... 22
4. Topografi kawasan Danau Linting ... 25
5. Peta Kelas Kelerengan Lahan Kawasan Danau Linting ... 26
6. Persentase Luas Kawasan Berdasarkan Kelerengan Lahan ... 27
7. Peta tutupan lahan kawasan Danau Linting ... 30
8. Persentase luas kawasan berdasarkan tutupan lahan ... 31
9. Tanggapan & harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan Danau Linting... 36
10.Tanggapan masyarakat penggarap lahan terhadap pengembangan kawasan Danau Linting... 37
11.Tanggapan & partisipasi masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan Danau Linting ... 39
12.Peta Kawasan Danau Linting berdasarkan KEPMENHUT No:SK.44/MENHUT-II/2005 ... 43
13.Peta rancangan zonasi kawasan Danau Linting ... 48
14.Model rancangan tata letak fasilitas ... 53
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
No Hal.
1. Kuisioner Penelitian ... 55 2. Diagram Pembuatan Peta ... 66 3. Kondisi Fisik Danau Linting ... 68 4. Wawancara terhadap penggarap lahan,
masyarakat & pengunjung ... 70 5. Rancangan tata letak fasilitas kawasan Danau Linting ... 70 6. SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II
Deli Serdang No:556/272/DS/1999 ... 73
(13)
ABSTRAK
HANNA MANURUNG: Perancangan Model Zonasi Kawasan Danau Linting, Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan STM Hulu, Kabupaten Deli Serdang. Dibimbing oleh PINDI PATANA dan RISWAN.
Dewasa ini kebutuhan manusia akan ekowisata semakin meningkat. Semakin meningkatnya intensitas kunjungan dapat menyebabkan menurunnya kualitas objek wisata jika tidak dikelola dengan baik. Untuk mencegah hal tersebut perlu adanya perencanaan untuk menganalisis potensi, peruntukan lahan, kebutuhan wisata dan fungsi maksimum dari sebuah kawasan ekowisata. Danau Linting adalah salah satu objek wisata yang berpotensi dan sedang dikembangkan menjadi kawasan ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis rancangan zonasi & kebutuhan fasilitas kawasan dengan menggunakan pendekatan peraturan No:KM.67/UM.001/MKP/2004, sosial–ekonomi masyarakat sekitar & pengunjung. Penelitian dilakukan pada bulan September 2012 di kawasan Danau Linting, desa Sibunga-bunga Hilir.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa kawasan Danau Linting dengan luas sekitar 4 ha dikelompokkan dalam 4 model zonasi, yaitu intensif, semi-intensif, ekstensif (primer & sekunder), dan perlindungan. Dalam rancangan kawasan ini dilakukan pengadaan 12 fasilitas inti dan pendukung untuk keefektifan & keefisienan kegiatan ekowisata pada kawasan ini.
(14)
ABSTRACT
HANNAMANURUNG: Design Model Zoning of Lake Linting Area, Sibunga-bunga Hilir Village, STM District, Deli Serdang Regency. Guided by PINDI PATANA and RISWAN.
Today the needs human for ecotourism is increasing. The increasing intensity of visits can resulted the attraction if properly didn’t managed. So needs planning to analyze the potential, land function, tourist needs and maximum functionality of an ecotourism area to prevent. Linting lake is one of the potential attractions and being developed into a tourist area. This study aims to analyze the design zoning district for facilities and needs of ecotourism which use a regulatory approach No: KM.67/UM.001/MKP/2004, socio-economic communities and visitors. The research was conducted in September 2012 in Lake Linting area, Sibunga-bunga Hilir Village.
Research results indicate that the region of Lake Linting which approximately area 4 hectares divided into 4 zoning models: intensive, semi-intensive, extensive (primary & secondary), and protection. The design of this region conducted for 12 facilities support for the effectiveness and efficiency of ecotourism activities in this area.
(15)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam, sejak dimulainya pembangunan secara bertahap telah diletakkan landasan yang kokoh sebagai prinsip dasar untuk dipedomani bagi pembangunan hutan lestari. Terjaminnya kondisi & pelestarian hutan di suatu negara, sangat ditentukan oleh sistem dan kaidah pemanfaatan hutan secara bijaksana (Zain, 1997).
Berdasarkan manfaatnya, hutan diklasifikasikan menjadi dua, yakni Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Non Kayu (HHNK). HHNK mencakup beberapa manfaat, dan salah satunya adalah jasa lingkungan. Salah satu manfaat jasa lingkungan yang dapat kita rasakan/nikmati adalah keindahan alam.
Hasil hutan, baik untuk dinikmati maupun untuk diusahakan, mengandung banyak manfaat bagi kesinambungan kehidupan manusia dan mahluk lainnya. Pemanfaatan sumber daya alam hutan bila dilakukan sesuai dengan fungsi yang terkandung di dalamnya, dan dengan dukungan kemampuan pengetahuan Sumber Daya Manusia (SDM), Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), akan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai, yakni berupa produksi, jasa, energi, jasa perlindungan, dan lain sebagainya (Pamulardi, 1995).
Pernyataan di atas tersebut menjelaskan bahwa untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan suatu ekosistem dan manfaat hutan/kawasan perlu memperhatikan daya dukung fisik kawasan tersebut terhadap aktivitas yang sedang berlangsung dan/atau sedang direncanakan. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis terhadap potensi dan kesesuaian peruntukan lahan pada suatu areal tertentu pada suatu kawasan.
(16)
Danau Linting adalah sebuah danau yang unik, dan berpotensi untuk dikembangkan, karena selain keberadaan danau yang menarik kawasan ini juga didukung oleh keadaan fisik kawasan yang indah dan asri. Dan saat ini, kawasan ini sedang dalam tahap pengembangan, sehingga membutuhkan analisis untuk tetap menjaga kelestarian dan kesinambungan ekosistemnya. Hasil analisis tersebut akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penglasifikasian areal-areal di kawasan tersebut sesuai dengan peruntukan/penggunaan lahannya dan juga dalam manajemen pengelolaan.
Pengembangan kawasan ini belum memiliki analisis konsep/model perencanaan, sehingga peneliti melakukan penelitian untuk merancang model perencanaan untuk mendukung pengembangan kawasan Danau Linting tersebut.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Merancang model zonasi kawasan objek wisata Danau Linting Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten Deli Serdang.
2. Menganalisis kebutuhan fasilitas pada model zonasi kawasan Danau Linting. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan model zonasi kawasan Danau Linting untuk dijadikan sebagai bahan masukan atau alternatif pertimbangan bagi pemangku kepentingan (stakeholders) terkait dalam perencanaan pengelolaan kawasan tersebut sebagai kawasan objek wisata.
(17)
TINJAUAN PUSTAKA
Ekowisata
Ekowisata atau wisata ekologis memiliki pengertian yakni, wisatawan menikmati keanekaragaman hayati dengan tanpa melakukan aktifitas yang menyebabkan perubahan pada alam, atau hanya sebatas mengagumi, meneliti dan menikmati serta berinteraksi dengan masyarakat lokal dan objek wisata tersebut (Qomariah, 2009).
Menurut Fandeli et al (2000), Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan ekowisata kawasan hutan tropika yang tersebar di kepulauan yang sangat menjanjikan untuk ekowisata dan wisata khusus. Kawasan hutan yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan adalah kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam), kawasan suaka Alam (Suaka Margasatwa) dan Hutan Lindung melalui kegiatan wisata alam terbatas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai Wana Wisata.
Dalam konteks ekowisata maka sumberdaya alam dipandang sebagai asset yang memiliki nilai, baik secara ekologi maupun ekonomi, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilahirkan akan bersifat nonekstraktif. Pendekatan yang kemudian muncul dan harus digunakan para pengembang adalah yang bersifat simbiotik, dimana para pelaku berinteraksi positif dengan kawasan yang dikelolanya dan bukan bersifat parasitik (Lubis, 2006).
Lubis (2006) juga menambahkan bahwa pengembangan ekowisata secara terpadu diperlukan untuk membangun ekowisata yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat. Untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, maka perlu diciptakan
(18)
suasana kondusif yakni situasi yang menggerakkan masyarakat untuk menarik perhatian dan kepedulian pada kegiatan ekowisata dan kesediaan bekerjasama secara aktif dan berkelanjutan.
Pengembangan ini melibatkan adanya sistem perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi. Hal yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan fisik ialah ketersediaan sarana pendukung dan aksesibilitas di lokasi wisata. Perencanaan terpadu berupa master plan untuk membangun eco-destination berisi kerangka kerja, stakeholders yang terkait serta tanggung jawab masing-masing stakeholders untuk kegiatan konservasi lingkungan, peningkatan ekonomi serta apresiasi budaya lokal.
Berikut dikemukakan juga prinsip pengembangan ekowisata dan kriteria ekowisata yang disusun oleh kementrian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia bekerjasama dengan Indonesian Ecotourism Network (INDECON), yang secara konseptual menekankan tiga konsep dasar, yaitu:
1. Prinsip Konservasi : pengembangan ekowisata harus mampu memelihara, melindungi atau berkontribusi untuk memperbaiki sumberdaya alam.
2. Prinsip Partisipasi Masyarakat : pengembangan harus didasarkan atas musyawarah dan persetujuan masyarakat setempat serta peka dan menghormati nilai-nilai social-budaya dan tradisi keagaman yang dianut masyarakat sekitar kawasan.
3. Prinsip Ekonomi : pengembangan ekowisata harus mampu memberikan manfaat untuk masyarakat, khususnya setempat, dan menjadi penggerak pembangunan ekonomi di wilayahya untuk memastikan bahwa daerah yang
(19)
bangunan yang seimbang (balanced development) antara kebutuhan pelestarian lingkungan & kepentingan semua pihak.
Dalam penerapannya juga sebaiknya dapat mencerminkan dua prinsip lainnya, yaitu :
4. Prinsip Edukasi : pengembangan ekowisata harus mengandung unsur pendidikan untuk mengubah perilaku atau sikap seseorang menjadi memiliki kepedulian, tanggung jawab dan komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan budaya.
5. Prinsip Wisata : pengembangan ekowisata harus dapat memberikan kepuasan pengalaman yang original kepada pengunjung, serta memastikan usaha ekowisata dapat berkelanjutan.
Ekowisata memberikan sarana untuk meningkatkan kesadaran orang akan pentingnya pelestarian dan pengetahuan lingkungan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara. Ekowisata harus menjamin agar wisatawan dapat menyumbang dana bagi pemeliharaan, keanekaragaman hayati yang terdapat di daerah yang dilindungi sebagai salah satu proses pendidikan memelihara lingkungan (Sastrayuda, 2010).
Zonasi dan Daya Dukung
Perencanaan pengelolaan kawasan yang dilindungi artinya mengidentifikasikan zona-zona pengelolaan yang berbeda, yang secara geografis kawasan berada dalam penekanan manajemen yang sama dan tingkat yang sama dalam pemanfaatannya dan pemisahan pemanfaatan yang berbeda. Zonasi dalam berbagai bentuk secara luas digunakan dan sudah lama dikembangkan sebagai
(20)
metode pengelolaan sumber informasi dan pedoman tugas pengelolaan (Zaitunah, 2009).
Zonasi kawasan berhubungan erat dengan daya dukung kawasan. Informasi awal dari gambaran umum kawasan dan permasalahan yang ada merupakan bahan dalam penentuan zonasi. Zonasi merupakan aspek manajemen kawasan yang berhubungan dengan kepekaan suatu kawasan, objek dan atraksi wisata serta tingkat kunjungan maksimum yang disarankan (Lubis, 2006).
Bengen (2002) dalam Prasita (2007) menjelaskan bahwa konsep daya dukung didasarkan pada pemikiran bahwa lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu pertumbuhan organisme. Daya dukung dibedakan menjadi 4 macam, yakni:
a. Daya Dukung Ekologis : tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume) pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasi oleh suatu kawasan sebelum terjadi penurunan kualitas ekologis.
b. Daya Dukung Fisik : jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau suatu ekosistem yang dapat diadsorbsi oleh suatu kawasan tanpa menyebabkan penurunan kualitasa fisik.
c. Daya Dukung Sosial : tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan akibat adanya pengguna lain dalam waktu bersamaan.
d. Daya Dukung Ekonomis : tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara berkesinambungan.
(21)
Konsep daya dukung ini berorientasi pada penggunaan jangka panjang dan tindakan jangka pendek yang harus dipertimbangkan efek jangka panjang. Konsep ini juga berorientasi pada optimalisasi penggunaan jangka panjang yang konstan dengan produk yang maksimum (Knudson, 1980; dalam Irayati, 2000).
Rencana Penelitian Integratif tentang Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Ekosistem tahun 2010-2014, menyatakan bahwa penetapan zonasi ditentukan oleh potensi biofisik, sarana prasarana tersedia dan tata ruang dan fungsi lahan daerah penyangga, serta aspek pengamanan. Untuk melihat seberapa jauh efektifitas pengelolaan dan manfaat zonasi bagi kepentingan pelestarian dan manfaat ekonomi maka perlu evaluasi nilai dan manfaat melalui indikator yang telah disepakati.
Young (1993) dalam Zaitunah (2009) mendefinisikan bahwa zonasi sebagai apa yang dapat terjadi dan tidak dapat terjadi dalam kawasan taman yang berbeda, dalam artian pengelolaan sumberdaya budaya alam, sumberdaya budaya, budidaya manusia dan keuntungannya, pengunjung dan pengalaman, aksesibilitas, fasilitas dan pembangunan, serta pemeliharaan dan operasional. Melalui manajemen zonasi, keterbatasan penggunaan yang diterima dan pembangunan dalam kawasan dikembangkan.
Zonasi bertujuan untuk mendefinisikan tindakan manajemen tertentu untuk setiap zona dan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas manajemen. Zonasi juga digunakan untuk identifikasi dan merencanakan area-area dimana tingkat pengaruh turis paling tinggi mungkin terjadi tanpa membahayakan wilayah yang secara ekologi penting (Eagles et al, 2000; dalam Zaitunah, 2009).
(22)
Beberapa manfaat dilakukannya penzonasian pengelolaan kawasan konservasi antara lain:
- Menjamin kelestarian keterwakilan dan/atau kefragilan habitat tertentu melalui upaya tindakan manajemen yang tepat.
- Memisahkan konflik kepentingan antara aktivitas manusia dengan upaya perlindungan.
- Melindungi sumberdaya alam dan/atau budaya khas tanpa menghalangi upaya pemanfaatannya secara rasional.
- Memungkinkan areal yang rusak untuk pemulihan (alami maupun campur tangan manusia).
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-pulau Kecil, mengatakan bahwa jenis-jenis zonasi yang umum digunakan dalam pengembangan pariwisata ada 3 (Intensif, Ekstensif, dan Perlindungan), sedangkan Lubis (2006) menyatakan bahwa selain ketiga zona tersebut ada zona lain yang dapat dimodelkan dalam suatu perancangan ekowisata. Berikut akan dijelaskan zona-zona tersebut.
1. Zona Intensif memiliki tingkat kerawanan ekologis dan fisik yang rendah dengan potensi wisata yang menarik. Pada kawasan ini dirancang untuk menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang tinggi dengan memberikan ruang yang luas untuk kegiatan dan kenyamanan pengunjung.
2. Zona Semi-intensif adalah kawasan yang dirancang sebagai kawasan untuk menerima kunjungan dengan tujuan kegiatan yang bersifat lebih spesifik.
(23)
- Zona Ekstensif Primer, merupakan kawasan yang dirancang hanya untuk menerima kunjungan dan tingkat kegiatan terbatas, untuk menjaga kualitas keanekaragaman hayati.
- Zona Ekstensif Sekunder, merupakan kawasan yang dirancang hanya untuk menerima kunjungan dan tingkat kegiatan yang sangat terbatas. Jalur lintasan memiliki tingkat kesulitan yang lebih tinggi dan memberikan nilai petualangan.
4. Zona Perlindungan, yaitu suatu kawasan yang dirancang untuk tidak menerima kunjungan dan kegiatan pariwisata. Kawasan ini biasanya merupakan kawasan yang menjadi sumber air bagi kawasan seluruh pulau, atau memiliki kerentanan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi.
Penataan Ruang Zonasi Kawasan
Rencana tata ruang didasarkan pada konsep pemanfaatan ruang sesuai daya dukung kawasan pada tiap zona tapak yang telah ditetapkan. Zonasi didasarkan pada daya dukung dan kesesuaian lahan untuk tujuan perlindungan dan
pengawetan sumberdaya alam, dan pemanfaatan potensi yang ada (Nurlaelih, 1998).
Dalam penataan ruang ekowisata masyarakat berhak untuk berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang, dan mengetahui secara terbuka rencana tata kawasan dan rencana rinci tata ruang kawasan ekowisata (Sastrayuda, 2010). Selain itu aspek yang perlu untuk diperhatikan ialah lingkungan,termasuk konservasi sumber daya alam dan sentitifitas ekosistem serta aspek sosial, budaya dan ekonomi masyarakat.
(24)
Nurlaelih (1998) mengemukakan bahwa zona intensif memiliki tingkat kerawanan ekologis dan fisik yang rendah dengan potensi wisata yang menarik. Pada area ini dikembangkan area penerimaan, area piknik, dan area perkemahan dengan fasilitas penunjangnya. Aktivitas pada zona ini bersifat aktif dan pasif. Dalam zona ini dapat dikembangkan sarana dan prasarana fisik untuk pelayanan pariwisata yang umumnya tidak melebihi 60% luas kawasan zonasi intensif dan memperhatikan daya dukung lingkungan.
Zona ekstensif primer diperbolehkan adanya pembangunan fisik dan hanya dibatasi maksimal 5%, dan hanya sebatas papan informasi dan pendukung kegiatan (jalan setapak, tempat istirahat, dan menara pandang), serta hanya menerima wisatawan dalam jumlah terbatas. Sedangkan pada zona ekstensif sekunder tidak ada pembangunan sarana fisik wisata, karena kawasan tersebut memiliki keanekaragaman hayati dan kerentanan yang sangat tinggi. Dan untuk zona perlindungan tidak menerima kunjungan wisata dalam bentuk apapun (Lubis, 2006).
Perencanaan Kawasan Wisata
Simonds (1983) dalam Abus (1999) menjelaskan bahwa perencanaan merupakan ilmu dan seni pengorganisasian ruang aktivitas (use area) menjadi use volume sehingga tercapai keharmonisan yang secara fungsional berdaya guna dan secara estetis indah. Penekanan terhadap pengorganisasian ruang dikarenakan oleh setiap ruang mempunyai bentuk, ukuran, bahan, dan tekstur serta kualitas lainnya sehingga ruang-ruang memberikan pengaruh terhadap penggunaanya.
Perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke masa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi
(25)
pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut (Knudson,1980 dalam Syahriartato (2010). Perencanaan lanskap tersebut dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain pendekatan sumberdaya, pendekatan aktivitas, pendekatan ekonomi dan pendekatan perilaku.
Dalam perencanaan pengembangan ekowisata tujuan yang ingin dicapai adalah kelestarian alam dan budaya serta kesejahteraan masyarakat. Sementara pemanfaatan hanya dlakukan terhadap aspek jasa estetika, pengetahuan (pendidikan dan penelitian) terhadap ekosistem dan keanekaragaman hayati filosofi, pemanfaatan lajur untuk tracking dan adventure (Latifah, 2004).
Peta merupakan alat yang paling baik untuk membantu perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, peta dapat diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan atau dengan menggunakan interprestasi foto udara maupun citra Landsat, dengan peta akan didapatkan informasi penyebaran obyek dan keterkaitan secara spesial (keruangan) dengan penumpang–tindihan (tumpang susun) dari beberapa peta dengan skenario tertentu dan diperoleh informasi yang bermanfaat (Dimiyati dan Dimyati, 1998; dalam Situmeang dkk, 2005).
Perencanaan lanskap adalah penyesuaian program dengan suatu lanskap untuk menjaga kelestariannya. Proses perencanaan dan perancangan lanskap kawasan rekreasi menurut Gold (1980) dalam Irayati (2000), terdiri atas enam tahap yaitu persiapan, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan, dan perancangan.
Pendekatan dasar pembangunan berkelanjutan adalah kelestarian sumber daya alam dan budaya. Sumber daya tersebut merupakan kebutuhan setiap orang saat sekarang dan dimasa yang datang agar dapat hidup dengan sejahtera, untuk
(26)
itu dibutuhkan pengorganisasian masyarakat agar segala sesuatu yang telah menjadi kebijakan dapat dibicarakan, didiskusikan dan dicari jalan pemecahannya dalam satu organisasi ekowisata yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan pembinaan ekowisata di satu kota dan kabupaten di daerah tujuan wisata (Syahriartato, 2010).
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS), merupakan suatu sistem (berbasiskan komputer) yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografis. SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis objek-objek dan fenomena-fenomena dimana lokasi geografis merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Dengan demikian SIG merupakan sistem komputer yang mempunyai empat kemampuan berikut untuk menangani data yang bererferensi geografis, diantaranya : (a) masukkan/ input data, (b) keluarana/ output data, (c) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (d) analisis dan manipulasi data (Arnoff, 1989; dalam Sinaga. 2008).
Perkembangan dibidang teknologi komputer telah membawa manfaat yang sangat besar bagi penyebaran informasi. SIG adalah bahagian dari sistem informasi yang diaplikasikan untuk data geografi atau alat database untuk analisis dan pemetaan sesuatu yang terdapat dan terjadi di bumi. SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer digunakan untuk menyajikan data digital dan menganalisa penampakan geografis yang ada dan kejadian dipermukaan bumi. Penyajian secara digital berarti mengubah keadaan menjadi bentuk digital. Setiap objek yang ada dipermukaan bumi merupakan “geo-refernced” yang merupakan
(27)
kerangka hubungan database ke SIG. database merupakan sekumpulan informasi tentang sesuatu dan hubungannya antar satu dengan lainnya, sedangkan geo-refernced” menunjukkan lokasi suatu objek diruang yang ditentukan oleh sistem koordinat (Supriadi dan Zulkifli, 2007).
Dalam SIG terdapat berbagai peran dari berbagai unsur, baik manusia sebagai ahli dan sekaligus operator, perangkat alat (lunak/keras) maupun objek permasalahan. SIG adalah serangkaian sistem yang memanfaatkan teknologi untuk melakukan analisis spasial. Sistem ini memanfaatkan perangkat keras dan lunak komputer untuk melakukan data, seperti :
1. Perolehan dan verifikasi 2. Kompilasi
3. Penyimpanan
4. Pembaharuan dan perubahan 5. Manajemen dan pertukaran 6. Manipulasi dan penyajian 7. Analisis
(Budyanto, 2002).
Prahasta (2004) dalam Febriani (200) menyatakan bahwa, untuk kebaikan pengelolaan kawsan hutan, monitoring kondisi hutan harus dilakukan secara teratur. Hasil monitoring berguna untuk melakukan evaluasi. Monitoring kondisi hutan dapat berupa pemetaan hutan atau mendeteksi perubahan pada tutupan lahan. SIG dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menangani berbagai data spasial termasuk peta, foto udara, citra satelit, data survey lapangan, dan sebagainya. SIG dapat juga digunakan untuk melakukan analisis, serta simulasi
(28)
berbagai proses yang asa dipermukaan bumi. SIG secara luas diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan seperti bisnis, telekomunikasi, lingkungan dan geologi, pertanian dan kehutanan.
Bidang-bidang Aplikasi SIG dapat dimanfaatkan untuk mempermudah dalam mendapatkan data-data yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek. Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital. Sistem ini merelasikan data spasial (lokasi geografis) dengan data non spasial, sehingga para penggunanya dapat membuat peta dan menganalisa informasinya dengan berbagai cara. SIG merupakan alat yang handal untuk menangani data spasial, dimana dalam SIG data dipelihara dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta cetak, tabel, atau dalam bentuk konvensional lainya yang akhirnya
akan mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan (Octafia, 2012).
Octafia (2012) menambahkan bahwa, aplikasi GIS merupakan prosedur yang digunakan untuk mengolah data menjadi informasi. Misalnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query, overlay, buffer, jointable, dsb. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data atribut. Data posisi/koordinat/grafis/ruang/spasial, merupakan data yang merupakan representasi fenomena permukaan bumi/keruangan yang memiliki referensi (koordinat) lazim berupa peta, foto udara, citra satelit dan sebagainya atau hasil dari interpretasi data-data tersebut. Data atribut/non-spasial, data yang merepresentasikan aspek-aspek deskriptif dari fenomena yang dimodelkannya.
(29)
Kondisi Umum Danau Linting
Secara administrasi kawasan Danau Linting terletak di Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara. Lokasi studi (kawasan Danau Linting) disebelah utara berbatasan dengan Desa Durian IV Mbelang, sebelah timur Sungai Buaya (Kabupaten Simalungun), sebelah selatan Desa Rumahri, dan sebelah barat Desa Rumahri & Desa Tanjung Bampu.
Lokasi studi berada pada jarak 50 km dari Medan, dengan jarak tempuh sekitar 1 jam 30 menit s/d 2 jam dengan menggunakan angkutan umum.
Danau Linting merupakan danau vulkanik, air danau yang mengandung belerang sangat bermanfaat untuk kesehatan kulit. meskipun demikian pengunjung harus berhati-hati ketika mandi di danau ini. menurut beberapa sumber, kedalaman air Danau Linting masih belum bisa diukur. Lagi pula keindahan alam yang begitu eksotis di danau ini membuat kita sangat nyaman untuk berlama-lama menikmati pesonanya (Dinneno, 2011).
Keunikan Danau Linting adalah warna airnya, dari satu sudut, kita bisa melihat warna airnya yang begitu biru seperti laut, namun dari sudut pandang lain di beberapa tempat, kita bisa melihatnya menjadi hijau.. Air danau yang berwarna biru kehijauan, dikelilingi rimbun pohon-pohon raksasa, dan berpadu dengan warna langit yang cerah membuat pemandangan di Danau Linting sangat indah (Kharir, 2011).
(30)
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian akan dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2012 di Desa Sibunga-bunga Hilir, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten Deli Serdang.
(31)
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System (GPS) untuk mengambil titik-titik koordinat di lapangan, alat tulis-menulis sebagai alat bantu dalam pengambilan titik di lapangan dan wawancara, pita ukur sebagai alat bantu dalam pengambilan titik dilapangan, kamera digital untuk dokumentasi, thermometer untuk mengukur temperatur air danau, perangkat komputer, dan software Arcview 3.3 untuk mengolah data dan titik-titik koordinat kawasan, serta software Autocad untuk membuat rancangan tata letak fasilitas.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kawasan Danau Linting dan sekitarnya, citra satelit, peta administrasi Sumatera Utara, Peta Jenis Tanah & Curah Hujan Kab.Deli Serdang, kuisioner untuk masyarakat pemilik lahan, masyarakat sekitar kawasan, dan pengunjung.
Metode Penelitian
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur (termasuk dari beberapa instansi terkait, seperti BPKH), pengamatan langsung di lapangan, pengambilan titik koordinat kawasan, serta wawancara/penyebaran kuesioner. Studi literatur dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran umum mengenai lokasi penelitian yaitu di kawasan Danau Linting yang kemudian diverifikasi dengan kondisi fisik lapangan. Sedangkan pengambilan titik koordinat kawasan dimaksudkan untuk membantu penulis dalam pembuatan beberapa peta terkait untuk perancangan model zonasi kawasan.
Tanggapan dan persepsi masyarakat serta pengunjung terhadap rencana pengembangan kawasan yang diperoleh dari kuisioner akan menjadi data
(32)
pelengkap peneliti untuk mendapatkan gambaran umum kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan tersebut.
Jenis dan teknik pengumpulan data dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Metode Penentuan Responden
Responden yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi tiga pihak, yaitu pemilik lahan, masyarakat sekitar, dan pengunjung.
1. Masyarakat penggarap lahan
Penentuan responden untuk masyarakat pemilik lahan dilakukan dengan Jenis
Data
Data Teknik Pengumpulan Data
Sumber Data
Primer 1.Koordinat kawasan; luas kawasan, keadaan fisik dan karakteristik kawasan Danau Linting dan sekitarnya
Dengan
menggunakan GPS dan pengamatan (observasi) langsung
Lapangan
2.Persepsi, partisipasi, serta harapan pemilik lahan dan masyarakat sekitar terhadap rencana pengembangan Kuisioner & wawancara Masyarakat pemilik lahan dan masyarakat sekitar kawasan penelitian
3.Tanggapan dan harapan pengunjung terhadap pengembangan dan model zonasi yang akan dirancang
Kuisioner & wawancara
Pengunjung
Sekunder
Kondisi umum kawasan Danau Linting
Studi literatur Dokumen, buku, jurnal-jurnal terkait yang berhubungan dan relevan dengan kebutuhan
(33)
kawasan Danau Linting, dan keduabelas masyarakat tersebut akan menjadi responden dalam penelitian ini.
2. Masyarakat sekitar kawasan dan pengunjung
Penentuan responden untuk masyarakat sekitar kawasan dan pengunjung dilakukan dengan metode sampel acak (random sampling). Jumlah sampel yang diambil adalah sebesar 10% dari jumlah keseluruhan masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Arikunto (2002) bahwa jumlah sampel ditetapkan sebanyak 10-15% dari jumlah keseluruhan populasi apabila jumlah populasinya lebih dari 100 orang.
Analisis Data 1. Interpretasi Citra
Citra satelit dan titik-titik koordinat yang diambil dari lapangan dan data sekunder yang diperoleh dari BPKH (Badan Pengelolaan Kawasan Hutan) akan diolah menggunakan software arcview 3.3 sehingga dapat dibuat beberapa peta terkait untuk kebutuhan penelitian, berupa peta administrasi, peta tutupan lahan, peta topografi, peta kemiringan lahan, dan peta zonasi kawasan.
2. Analisis Data Deskriptif Kualitatif
Data yang didapat dari hasil wawancara, pengamatan lapangan, studi pustaka dan penyebaran kuisioner dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Analisis yang dilakukan secara kualitatif untuk memperoleh gambaran tentang kawasan Danau Linting. Data-data dan informasi yang diperoleh dari lapangan, maupun dari studi pustaka, serta data tentang persepsi para pihak terhadap perencanaan pengembangan kawasan akan membantu peneliti dalam menganalisis peruntukan dan pemanfaatan lahan dan kondisi
(34)
sosial-ekonomi masyarakat sekitar kawasan Danau Linting, serta pengunjung wisata kawasan ini.
Dengan mempertimbangkan penataan ruang, aspek fisik kawasan, kebutuhan wisata dan mengacu kepada Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No:KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-pulau Kecil akan dibuat model zonasi kawasan Danau Linting. Dan dari model zonasi tersebut kemudian akan dilakukan analisis terhadap kebutuhan fasilitas setiap zonasi sesuai dengan potensi, peruntukan/pemanfaatan, dan kondisi daya dukung lingkungan.
Berikut dapat kita lihat gambar diagram alur dari penelitian:
Gambar 2. Proses perencanaan & perancangan landskap menurut Gold (1980)
PERSIAPAN INVENTARISASI ANALISIS &
SINTESIS RANCANGAN ZONASI PERENCANAAN PENGEMBANGAN -Tujuan studi -Konsep dasar fungsi (yang dikembangkan) -Fisik -Sosial -Ekonomi -Potensi -Kendala -Bahaya lanskap -Penggunaan lahan -Kesesuaian lahan -Zona Intensif -Zona Semi-intensif -Zona Ekstensif (Primer & Sekunder) -Zona Perlindungan -Rencana sirkulasi -Rencana tata letak fasilitas
(35)
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Aspek Fisik
1. Lokasi dan Aksesibilitas
Secara geografis letak kawasan Danau Linting sebagai kawasan objek wisata sangat strategis. Hal ini dikarenakan oleh Kabupaten Deli Serdang berbatasan dengan beberapa kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Langkat, dan Kota Medan. Sehingga untuk mencapai kawasan ini dapat dicapai dari berbagai rute/jalur.
Lokasi studi berada pada jarak 50 km dari Medan, dengan jarak tempuh sekitar 1 jam 30 menit s/d 2 jam. Perjalanan menuju ke lokasi melalui jalan raya Medan-Tiga Juhar beraspal baik, dan dari Tiga Juhar menuju Danau Linting cukup baik, akan tetapi ada beberapa bagian jalan perlu untuk diperbaiki karena kondisinya sudah kurang baik.
Selain akses jalan, kendala lain yang sering menjadi permasalahan untuk mencapai kawasan Danau Linting adalah ketersediaan angkutan dari Medan-Tiga Juhar yang sangat terbatas. Sehingga jadwal kunjungan ke kawasan ini perlu memperhatikan waktu keberangkatan dan waktu pulang dari Danau Linting. Khususnya untuk trayek Tiga Juhar-Medan hanya ada sampai pukul 17.00 WIB. Dan untuk mempermudah pengunjung jika ingin berkunjung sepanjang hari (sehari penuh) ke Danau Linting lebih baik untuk membawa kendaraan sendiri.
Peta letak kawasan Danau Linting tersebut dapat kita lihat pada gambar berikut:
(36)
(37)
Luas Danau Linting adalah sekitar 0,41 ha dan luasan kawasan danau (radius 100 meter dari tepi danau) adalah sekitar 6 ha (berdasarkan SK Bupati Kepala Daerah Tingkat II Deli Serdang Nomor 556/272/DS/tahun 1999). Lokasi ini sekaligus menjadi lokasi studi yang dilakukan oleh peneliti.
Kewenangan pemeliharaan dan pengelolaan kawasan Danau Linting ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten Deli Serdang. Dan saat ini pengelolaan/pengembangan kawasan tersebut telah dilaksanakan bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Desa Sibunga-bunga Hilir. Saat ini telah dibentuk tim untuk mengelola proses pengembangan tersebut, yang disebut dengan kelompok Darma Wisata, yang diketuai oleh Bapak Kepala Desa Sibunga-bunga Hilir, Bapak Mangsur Saragih S.H.
2. Iklim
Iklim kawasan Desa Sibunga-bunga Hilir termasuk kedalam iklim tropis. Menurut Laurie (1986) dalam Irayati (2000), iklim yang ideal kenyamanan manusia yaitu suhu udara antara 10ºC-26.6ºC. Danau Linting merupakan danau air panas, dengan temperatur air sekitar 38ºC.
Suhu di kawasan ini pada umumnya masih tergolong sedang dan sejuk. Hal ini dipengaruhi oleh adanya beberapa pohon disekitar danau. Untuk tetap menjaga dan meningkatkan kesejukan di kawasan tersebut perlu dilakukan penanaman pohon tambahan untuk beberapa titik kawasan tertentu. Selain itu juga perlu dilakukan pembangunan beberapa pondok/bangunan peneduh sebagai
(38)
3. Topografi dan Tanah
Danau Linting merupakan kawasan objek wisata dengan luas kawasan sekitar 6 ha. Kawasan ini dikelilingi oleh beberapa jenis vegetasi yang cukup rindang. Ketinggian kawasan bervariasi dari 398 s.d 422 meter di atas permukaan laut (mdpl). Ketinggian suatu kawasan akan digunakan untuk menentukan kelerengan lahannya. Dari data ketinggian tersebut diperoleh kelas kelerengan lahan kawasan bervariasi dari datar hingga sangat curam, dengan luas masing-masing kelerengan lahan bervariasi.
Berdasarkan Peta Jenis Tanah dan Curah Hujan Kabupaten Deli Serdang, jenis tanah yang ada di kawasan Danau Linting adalah podsolit coklat.
Berdasarkan SK Menteri Pertanian No.837/Kpts/Um/11/1980 dan No.638/Kpts/Um/8/1981 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung & Hutan Produksi menyatakan bahwa kelerengan lahan merupakan salah satu faktor penentu kemampuan lahan, klasifikasi kelerengan lahan tersebut dapat kita lihat sebagai berikut:
Tabel 2. Klasifikasi Kelerengan Lahan
Kelas Kelerengan (%) Klasifikasi
I 0 – 8 Datar
II 8 – 15 Landai
III 15 – 25 Agak Curam
IV 25 – 40 Curam
V >40 Sangat Curam
Berikut kita lihat peta topografi dan peta kelas kelerengan lahan kawasan Danau Linting.
(39)
(40)
(41)
Pe gambar di Gam Pe dengan k menjaga k pembangu diperboleh bangunan tersebut de Be kawasan i kawasan. pembangu
Pe tidak mer
rsentase da i bawah ini:
mbar 6. Per mbangunan emiringan kondisi fisik unan fasili hkan memb utama. Fa engan tetap erdasarkan ini berbentu Hal ini men unan sarana mbangunan rusak vege 22% Persent ari klasifika rsentase Lua n fasilitas-lahan data k danau, seb itas. Sedan
bangun fas asilitas-fasi
memperha peta topogr uk bukit. K nyebabkan
pendukung n fasilitas p etasi yang
30% 9%
tase Luas K
asi kemiring
as Kawasan fasilitas p ar (0-8%) h
baiknya 10 ngkan radi silitas penu ilitas pentin atikan kelere rafi Danau Kemiringan pada sebag g wisata, aka
pada kawas berpotensi 1
Kawasan B Laha
gan lahan d
n Berdasarka enunjang hingga aga meter dari ius 10-25 unjang (jal
ng lain da engan lahan Linting di lahan terse gian areal cu an tetapi de san ini haru
sebagai p 7%
erdasarkan n
di atas dapa
an Kelereng diperbolehk ak curam (
tepi danau meter da an setapak apat dibang n.
i atas, dapa ebar secara uram akan d engan ketent
us ditata de peneduh. K
22%
n Kemiring
at kita lihat
gan Lahan kan pada (15-25%), u u tidak dilak
ari tepi d k), bukan u gun diluar
at dilihat b melingkar digunakan u tuan tersend engan baik Karena veg gan Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Cura pada areal untuk kukan danau untuk areal bahwa pada untuk diri. k agar getasi-m am
(42)
vegetasi tersebut bermanfaat dalam menciptakan kenyamanan & kesejukan kawasan, menjaga kondisi fisik kawasan tetap alami/asri, serta memperindah
view yang ada.
4. Hidrologi
Danau Linting merupakan danau air panas dengan temperatur air danau ± 38 ºC. Diperkirakan air danau tersebut berasal dari mata air panas yang terdapat di dasar danau. Pernyataan ini didukung dengan adanya beberapa goa (mengeluarkan bau belerang) yang ada di sekitar danau yang letaknya dilereng bukit danau. Dan disekitar goa-goa tersebut, terdapat mata air dengan temperatur yang lebih tinggi daripada suhu air Danau Linting, yakni ± 45 ºC. Belum ada data yang pasti tentang kedalaman danau, karena belum pernah diukur oleh masyarakat maupun peneliti serta pengunjung.
Aktivitas utama pengunjung pada kawasan ini adalah mandi di danau. Namun aktivitas tersebut secara langsung dapat menimbulkan pencemaran terhadap danau. Untuk mengantisipasi hal tersebut, dalam perencanaan ini akan ditambahkan pembangunan fasilitas kolam renang di sekitar danau. Dengan demikian pengunjung tetap dapat menikmati air danau dan tidak merusak kelestarian air danau.
Pada kawasan ini hanya ditemukan mata air panas. Selain kolam renang, fasilitas lain yang membutuhkan air adalah kamar mandi. Dan untuk memenuhi kebutuhan air pada fasilitas ini akan diadakan pengadaan air bersih dari saluran air terdekat, yakni dari Desa Sibunga-bunga Hilir.
Pada kawasan ini terdapat juga beberapa saluran air yang berupa parit-parit kecil dari danau Linting yang dibuat oleh masyarakat sekitar. Air tersebut
(43)
digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti halnya untuk kebutuhan rumah tangga, untuk kolam ikan, dan juga untuk irigasi.
5. Penutupan Lahan
Penutupan lahan dikawasan ini terdiri dari pepohonan, lahan kosong, dan kebun masyarakat yang ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Jenis-jenis tanaman yang ada antara lain, kelapa sawit, jagung, dan padi. Kawasan ini secara keseluruhan umumnya sudah ditanami oleh masyarakat, hanya sebagian kecil yang tidak diberdayakan masyarakat. Areal yang tidak ditanami tersebut diperkirakan berjarak sekitar radius 25 m dari tepi danau.
Penutupan lahan dikawasan ini masih tergolong baik dan alami, hal ini dilihat dari kondisi vegetasi di sekitar danau yang masih cukup banyak. Namun pada pada areal-areal tertentu ada yang sudah kritis dan membutuhkan penanaman vegetasi. Areal-areal tersebut merupakan bekas lahan pertanian masyarakat setempat yang sudah tidak dipergunakan lagi.
Untuk menambah keindahan alam yang ada di kawasan danau ini, selain penambahan beberapa jenis vegetasi, juga perlu diperlukan pembuatan/pengadaan taman, penanaman rumput hijau dan beberapa jenis bunga untuk menambah variasi pemandangan, serta memperindah pemandangan yang ada.
Penutupan lahan kawasan Danau Linting tersebut dapat kita lihat pada gambar berikut.
(44)
(45)
Se luas tutupa Ta Tutup Danau Lin Kebun Ma Lahan Saw Lahan Ko Da 6. Vege Pa endemik, y lain (tidak ditemukan nangka, m menyebar satwa yan 31
perti pada an lahan ya abel 3. Luas pan lahan
nting asyarakat wit
song ari data terse
Gambar 8.
etasi dan S
ada kawasan yang ditem k membutu n pada kaw mangga, pul
dengan ju ng umum d 1% 1 Persentas gambar dia ng berbeda-kawasan be Luas 0. 2.8 1.8 0.7 ebut di atas
Persentase
Satwa
n Danau L ui adalah je uhkan pers wasan Dan
lai, jati dan umlah veget ditemui pad
7% 13%
se Luas Tut
atas, kawas -beda, berik erdasarkan s (ha) P
41 889 818 784
, dapat kita
luas kawasa
Linting tida enis-jenis ya syaratan kh nau Linting
n kelapa sa tasi yang b da kawasan 49
tupan Laha Linting
an danau L kut peresent tutupan lah Persentase 6.947975 48.9578 30.80834 13.28588 lihat grafik an berdasar
ak ada jeni ang juga tum husus). Ad g yakni ber
awit. Vegeta berbeda-bed ini adalah 9% an Kawasa Linting mem tasenya pad han knya sebaga kan tutupan is vegetasi mbuh dan h apun jenis ringin, kem asi tersebut da. Sedangk h burung g
an Danau Danau Lin Kebun Ma Lahan Saw Lahan Kos miliki perse da tabel 3.
ai berikut:
n lahan
maupun s hidup dikaw s vegetasi miri, petai t terletak se kan untuk gereja dan t
nting asyarakat wit song entase satwa wasan yang cina, ecara jenis tupai.
(46)
Tabel 4. Jenis Vegetasi dan Satwa yang ada di kawasan Danau Linting No Nama
Lokal
Nama Ilmiah Family Ordo Kelas Divisi Kingdom
1. Beringin Ficus benjamina Moraceae Urticales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 2. Kemiri Aleurites
moluccana
Euporbiaceae Euphorbiales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 3. Petai Cina Leucaena
leucocephala
Fabaceae Fabales Magnolipsida Magnoliophyta Plantae 4 Nangka Arthocarpus
heterophylus
Moraceae Urticales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 5. Pulai Alstonia scholaris Apocynaceae Gentianales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 6. Mangga Mangifera indica Anacardiaceae Sapindales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 7. Jati Tectona grandis Lamiaceae Lamiales Magnoliopsida Magnoliophyta Plantae 8. Kelapa
sawit
Elaesis guineesis Palmaceae Palmales Monocotyledonae Spermatophyta Plantae
9. Tupai Tupaia javanica Tupalidae Scandentia Mammalia Chordata Annimalia 10. Burung
(47)
7. Visual
Potensi estetik di kawasan ini meliputi keindahan karakteristik biofisik alam dan danau. Potensi tersebut dapat menjadi good view yang dapat dinikmati pengunjung. View tersebut didominasi oleh pepohonan beringin yang ukurannya cukup besar dan juga warna danau yang kehijauan (jika dilihat dari sebelah selatan danau) dan kebiru-biruan (jika dilihat dari sebelah utara danau), namun belum ada data yang pasti mengenai kandungan air danau yang menyebabkan hal tersebut. Akan tetapi hal yang sama juga ditemui pada beberapa danau, salah satunya Danau Kelimutu. Dan berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan diperkirakan bahwa kemungkinan besar warna air danau tersebut diakibatkan oleh kandungan ion besi (Fe2+) dan sulfat (SO42+) dalam jumlah yang besar. Good view
pada kawasan Danau Linting semakin menarik dengan adanya beberapa gua di dalam kawasan yang menarik untuk dilihat.
Potensi air danau, udara segar, dan pemandangan indah & menarik serta suasana alami yang terdapat dikawasan tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung. Suasana asri tersebut membuat kawasan ini cocok sebagai tempat refresing, untuk menikmati suasana alami dan menghirup udara segar.
Good view yang terdapat dikawasan tersebut juga menjadi objek yang menarik
bagi para seniman untuk aktivitas fotografi.
Akan tetapi dengan adanya pengembangan kawasan yang selanjutnya akan mengadakan pembangunan beberapa prasarana pendukung yang dibutuhkan untuk sebuah kawasan objek wisata. Sehingga pembangunan sarana pendukung tersebut perlu ditata sedemikian rupa sehingga tidak merusak pemandangan indah yang telah ada pada kawasan ini.
(48)
B. Aspek Ekonomi dan Sosial 1. Potensi Pengunjung
Pengunjung kawasan Danau Linting adalah wisatawan domestik. Penduduk Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Karo, Kabupaten Langkat, dan Kota Medan pada umumnya berpotensi menjadi pengunjung pada kawasan ini. Namun pada saat ini pengunjung kawasan Danau Linting secara umum masih berasal dari Deli Serdang dan Medan.
Melihat kondisi tersebut, serta untuk meningkatkan jumlah pengunjung kawasan ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yakni pengadaan beberapa fasilitas-fasilitas pendukung yang dibutuhkan dalam berwisata, kebersihan lingkungan, keramahan masyarakat sekitar, dan juga peningkatan pelayanan wisata. Disamping itu, wisata pada kawasan ini juga perlu untuk manfaat pendidikan, yaitu dengan pembuatan tagging/pengenal untuk setiap vegetasi yang ditemukan pada kawasan Danau Linting.
Di samping itu, hal lain yang perlu diperhatikan adalah pengaruh negatif yang akan ditimbulkan oleh para pengunjung & aktivitas rekreasi, yaitu perlakuan yang merusak alam dan juga pengaruh negatif terhadap nilai & norma yang berlaku di Desa Sibunga-bunga Hilir. Untuk mencegah terjadinya kerusakan atau penurunan fungsi alam maka perlu dibuat beberapa peraturan dalam berekreasi atau himbauan/kesadaran lingkungan selama melakukan kegiatan wisata. Sedangkan untuk nilai/norma yang berlaku di desa tersebut diperlukan pengadaan pemberitahuan kepada pengunjung, berupa papan pengumuman.
Pengunjung kawasan ini berasal dari berbagai kalangan, yaitu pelajar, mahasiswa, wiraswasta, PNS dan juga pensiunan. Secara umum tanggapan
(49)
pengunjung terhadap pengembangan kawasan Danau Linting positif (setuju), dengan alasan kawasan ini berpotensi untuk dikembangkan dan dapat meningkatkan pendapatan daerah & masyarakat sekitar, serta dapat membuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat.
Fasilitas-fasilitas yang disarankan oleh para pengunjung untuk ditambahkan adalah pusat informasi, kamar mandi, kantin/warung makan, kolam renang, area parkir, tempat sampah, tempat duduk, pondok tempat berteduh/tempat istirahat, arena permainan anak-anak, arena wisata air yang dilengkapi dengan papan seluncur & rakit, tagging pohon, rumah penginapan & rumah ibadah, pagar danau, perbaikan akses jalan menuju danau & sekitar danau, dan area camping.
Adapun harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan ini adalah adalah kebersihan danau dan sekitar kawasan, keamanan dan adanya petugas parkir yang legal, serta perbaikan jalan menuju danau. Program yang direncanakan dilaksanakan segera & pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap pengembangan tersebut, sehingga kawasan Danau Linting dapat dilengkapi dengan fasilitas yang memadai untuk kegiatan wisata, serta memiliki manajemen pengelolaan yang baik.
Tanggapan dan harapan para pengunjung tersebut dapat kita lihat pada gambar di bawah ini:
(50)
Gambar 9. tanggapan & harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan Danau Linting
2. Keadaan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Sekitar
Kawasan Danau Linting terletak di desa Sibunga-bunga Hilir, dengan jumlah kepala keluarga 120 orang. Penduduk desa ini beragama Kristen Protestan, Kristen Katholik, dan Islam. Mayoritas dari penduduk desa ini memiliki mata pencaharian sebagai seorang petani.
Secara umum masyarakat sekitar kawasan setuju terhadap rencana pengembangan kawasan Danau Linting menjadi kawasan objek wisata. Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat meningkatkan tingkat perekonomian masyarakat sekitar.
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% Toil et Warung/restoran Ar en a permainan anak Tagging poh o n Kolam re nan g Ar ea pa rkir Tempat du duk Tempat sampah Pagar da nau Penginapan & rumah ibadah Tempat camp in g Perbaika n ja la n Wi sata air Sh elter Pusat informasi Dilaksanakan sesuai re nca n a Pengadaan fasil itas yan g me ma dai Ma najemen yan g bai k Ket erlibatan masyarak at seki tar Publ ikas i Kemanaan & kebersiha n Kep e du lian pemeri ntah
Pengadaan fasilitas Harapan
Tanggapan & harapan pengunjung terhadap pengembangan kawasan Danau Linting
(51)
a. Masyarakat Penggarap Lahan
Masyarakat yang mengelola kawasan Danau Linting sebagai lahan perkebunan dan/atau pertanian ada 12 orang dengan mata pencahariaan utama adalah bertani/berkebun. Pengusahaan lahan pada kawasan tersebut mayoritas bukan sebagai mata pencaharian utama, tetapi hanya sebagai tambahan untuk menunjang perekonomian keluarga masing-masing. Pada umumnya kawasan tersebut ditanami dengan kelapa sawit, pohon kemiri, padi, pisang, dan jagung.
Masyarakat yang menggarap lahan pada kawasan Danau Linting setuju terhadap rencana pengembangan kawasan, tetapi berharap akan ada ganti rugi dari pemerintah untuk tanaman-tanaman mereka yang telah ditanam di kawasan tersebut. Dan ada seorang penggarap yang berharap pengembangan kawasan tidak mengenai kawasan yang diusahakannya, karena masih ingin tetap mengusahakan kawasan tersebut menjadi kawasan pertanian. Manfaat Danau Linting bagi para pengusaha lahan tersebut adalah sebagai tempat pemandian air panas & untuk kebutuhan tanaman.
Gambar 10. Tanggapan masyarakat penggarap lahan terhadap pengembangan 0%
20% 40% 60% 80% 100% 120%
Tempat mandi
Irigasi Kelapa
Sawit
Jagung Kemiri Pisang Padi
Manfaat Danau Linting Jenis tanaman
Tanggapan masyarakat penggarap lahan terhadap pengembangan kawasan Danau Linting
(52)
b. Masyarakat Sekitar Kawasan
Jumlah masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian ini ada 12 orang, dengan mata pencaharian utama bertani. Ada dua tanggapan masyarakat tentang keberadaan danau, yakni sebagai aset negara & tidak dimiliki oleh siapapun.
Manfaat dari Danau Linting bagi masyarakat sekitar adalah sebagai tempat pemandian air hangat, tempat refresing dan juga sebagai penunjang mata pencaharian mereka (pemanfaatan air untuk irigasi tanaman dan berjualan disekitar danau).
Dari hasil wawancara diketahui bahwa masyarakat sekitar Danau Linting setuju terhadap rencana pengembangan kawasan, dengan alasan kawasan tersebut potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan objek wisata. Pengembangan kawasan ini diharapkan dapat menciptakan peluang lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar untuk meningkatkan tingkat perekonomian keluarga. Lapangan kerja yang dimaksud, seperti staff pengelola kawasan objek wisata (petugas administrasi, petugas keamanan/parkir, petugas kebersihan) dan peluang untuk berwirausaha.
Namun ada beberapa kendala yang mungkin akan dihadapi masyarakat dalam keterlibatan/partisipasi pengembangan kawasan, seperti keterbatasan pengetahuan, keterampilan, modal, dan waktu.
Tanggapan & bentuk-bentuk partisipasi/keterlibatan masyarakat sekitar tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
(53)
Gambar 11. Tanggapan & partisipasi masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan Danau Linting 0.00% 20.00% 40.00% 60.00% 80.00% 100.00% 120.00% As et neg ara Ti dak dimi liki siapa pun Me mb uka warung Me njaga k e amanan ka wa sa n Me njaga kebersihan kawasan kete rbatasan keterampilan kete rbatasan pen d idi kan kete rbatasan modal kete rbatasan waktu Me ning katk an ta ra f h idup Me ning katk an p e ng etah uan Me njaga dan a u Mel e star ikan bu day a Me mp erken a lk an dan a u Ra ma h Biasa sa ja Cuek Me mb uka lapangan kerj a Me ning katk an k e sejaht eraan Da nau Linting te rk enal Aksesi bi litas & komunikasi lebih ba ik Tanggapan keberadaan danau
Respons partisipasi Hambatan keterlibatan Alasan keterlibatan Respons terhadap pengunjung
Harapan
Persentase tanggapan & pastisipasi masyarakat sekitar terhadap pengembangan kawasan Danau Linting
(54)
Di samping pengaruh positif, kemungkinan ada dampak/pengaruh negatif yang akan timbul dengan pengembangan tersebut, yakni penurunan fungsi kawasan akibat pembangunan kios yang terlalu banyak, masuknya kebiasaan-kebiasaan asing yang kurang sesuai dengan kebiasaan-kebiasaan dan tatakrama masyarakat sekitar, seperti cara berpakaian, penggunaan bahasa-bahasa yang kurang sopan, dan lain-lain. Untuk mencegah hal tersebut, perlu dilakukan beberapa pendekatan penyuluhan kepada masyarakat sekitar akan pentingnya alam & juga penyuluhan untuk nilai, norma dan tatakrama desa.
Program pengembangan ini akan berjalan dengan baik jika terjalin kerjasama antara pihak pengelola dengan masyarakat sekitar dalam menjaga dan meningkatkan keindahan alam Danau Linting. Dengan adanya kesadaran masyarakat sekitar untuk menjaga kelestarian alam akan membantu pihak pengelola dalam mengelola serta meningkatkan kualitas kawasan. Hal ini juga akan menguntungkan masyarakat sekitar karena akan menciptakan & membuka lapangan pekerjaan tambahan bagi masyarakat.
3. Aktivitas Berekreasi
Aktivitas rekreasi yang ada pada kawasan Danau Linting berupa aktivitas dengan pemanfaatan keindahan sumberdaya alam, yaitu pemanfaatan air danau, pemandangan dan pepohonan yang rindang. Untuk keefektifan dan keefisienan aktivitas rekreasi perlu adanya pendekatan sumber daya, yakni menentukan kemungkinan-kemungkinan aktivitas berdasarkan sumber daya yang tersedia dan potensial. Adapun aktivitas-aktivitas tersebut adalah berenang, permainan anak, olahraga, bersantai/piknik, aktivitas fotografi, atraksi, dan pengenalan vegetasi yang ada di kawasan (pendidikan).
(55)
Selain rekreasi, pengembangan ini juga dapat memberikan manfaat dalam bidang pendidikan, khususnya terhadap alam & lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan papan interpretasi tiap vegetasi, penyediaan bibit tiap vegetasi tersebut dan juga jenis vegetasi lain. Dengan adanya manfaat edukatif (pendidikan) tersebut pengunjung akan semakin dekat dengan alam. Hal ini juga dapat membantu pengunjung untuk mengetahui jenis vegetasi yang terdapat di Danau Linting dan semakin mengenalinya. Dengan demikian manfaat ini dapat meningkatkan kesadaran pengunjung akan manfaat alam dan pentingnya kelestarian alam. Di samping kedua hal tersebut, bibit ini dapat dikomersilkan untuk menambah dana untuk meningkatkan kualitas wisata Danau Linting.
Respon/tanggapan ketiga pihak diatas dapat kita lihat pada tabel berikut: Tabel 5. Tanggapan pihak terkait terhadap rencana pengembangan
Pihak Setuju Tidak Setuju
n (orang) Persentase (%) n (orang) Persentase (%) Penggarap
Lahan
12 100 - - Masyarakat
sekitar
12 100 - -
Pengunjung 18 94 1 6
4. Nilai Sejarah Kawasan
Selain atraksi alam yang ada pada kawasan Danau Linting, juga terdapat atraksi budaya, yakni nilai sejarah danau, beberapa adat istiadat masyarakat setempat. Seperti beberapa pesta tahunan, pesta adat & tarian adat, serta nilai sejarah danau. Pada kawasan ini tidak ditemukan makanan khas & rumah adat daerah.
Berdasarkan cerita yang diperoleh dari masyarakat setempat, dahulu kala lokasi Danau Linting merupakan sebuah bukit (gunung). Dan suatu hari terjadi
(56)
getaran yang cukup kuat yang menyebabkan timbulnya retakan-retakan dan beberapa bulan setelah hal itu retakan-retakan tersebut membentuk sebuah danau indah dengan kandungan belereng yang cukup tinggi.
Masyarakat setempat mempercayai bahwa kawasan Danau Linting memiliki nilai mistis/sakral. Goa yang terdapat di sekitar danau dan beberapa areal tertentu kawasan ini masih digunakan sebagai tempat mengadakan ritual.
C. Status Kawasan
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.44/MENHUT-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara telah menetapkan seluas ± 3.742.120 Ha sebagai kawasan hutan di wilayah Sumatera Utara dengan klasifikasi kawasan: Areal Penggunaan Lain (APL), Hutan Konservasi (HK), Hutan Lindung (HL), Hutan Produksi (HP), Hutan Produksi Terbatas (HPT), dan Hutan Suaka Alam (HSA). Berdasarkan peraturan tersebut, kawasan Danau Linting termasuk kawasan APL (Areal Penggunaan Lain).
Namun dalam Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Deli Serdang Nomor: 556/272/DS/1999 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Kawasan Wisata Danau Linting di Kec.STM Hulu, Kab.Deli Serdang, menyatakan bahwa dalam rangka pelestarian lingkungan dan meningkatkan potensi wisata di Kabupaten Dati II Deli Serdang, perlu dilakukan upaya pelestarian dan pengelolaan kawasan wisata Danau Linting dengan batas kawasan radius 100 meter dari tepi danau. Kawasan tersebut dinyatakan sebagai kawasan wisata untuk dilakukan upaya pelestarian & pengelolaan yang batas-batasnya akan ditentukan kemudian. Status kawasan tersebut dapat kita lihat pada gambar di bawah ini:
(57)
(58)
Tabel 6. Analisis dan sintesis kawasan Danau Linting
No Unsur Landskap
Analisis Sintesis
Potensi Kendala Pemanfaatan potensi pemecahan
masalah
Alternatif tindakan
1. Aksesibilitas Baik(dari Medan-
Tiga Juhar)
Jalan setapak menuju kawasan kurang baik
Terbatasnya angkutan dari Medan
Tidak ada angkutan dari Tiga Juhar menuju kawasan, kecuali becak (tarifnya cukup mahal)
Akses hingga Tiga Juhar dipertahankan
Perbaikan akses/jalan
Penambahan/pengadaan angkutan
Perbaikan akses Tiga Juhar – Danau Linting
Perbaikan akses dari jalan Raya hingga pintu masuk kawasan
Disarankan menggunakan kendaraan pribadi
Pengadaan angkutan khusus dari Tiga Juhar - Danau Linting
2. Iklim (suhu) Secara umum
suhu dikawasan masih cukup nyaman untuk rekreasi
Ada kawasan-kawasan tertentu yang gersang dan kering
Jika hujan turun tidak ada tempat berteduh bagi pengunjung
Kesejukan dan pepohonan yang ada dipertahankan
Perlu penambahan vegetasi peneduh
Perlu penambahan/pengadaan fasilitas peneduh
Penanaman beberapa vegetasi yang berpotensi sebagai peneduh
Pembangunan bangunan peneduh (pondok)
3. Topografi Kemiringan lahan
bervariasi
Kawasan danau berbentuk bukit Kelerengan lahan tersebar secara melingkar pada kawasan
Areal kemiringan datar hingga agak curam berpotensi untuk pengadaan fasilitas
Pengadaan bangunan membutuhkan teknik khusus
Beberapa areal curam akan
dipergunakan untuk pembangunan (bersyarat)
Pembangunan fasilitas (ada areal yang memerlukan penimbunan terlebih dahulu)
4. Potensi air pada kawasan Rekreasi air (tempat pemandian) Menimbulkan pencemaran terhadap danau
Tidak adanya kamar mandi di kawasan ini
Pengaliran air danau ke dalam kolam sebagai tempat untuk berenang
Pengadaan fasilitas MCK/toilet
Pembangunan kolam renang
Pembangunan toilet
(59)
5. Penutupan lahan Danau dikelilingi oleh vegetasi peneduh
Adanya areal tertentu yang gersang
Penambahan beberapa vegetasi peneduh
Penanaman vegetasi yang berpotensi sebagai peneduh pada beberapa areal tertentu
6. Vegetasi Berpotensi untuk
menjaga kondisi fisik kawasan Peneduh
Menambah view
yang indah
Tidak adanya interpretasi/pengenal dari tiap
vegetasi
Pengadaan interpretasi setiap vegetasi
Vegetasi yang ada dipertahankan
Pembuatan interpretasi setiap vegetasi agar dapat dikenal oleh pengunjung (khususnya untuk para pelajar)
Satwa Tidak adanya
satwa
Hewan peliharaan masyarakat sekitar
Hewan peliharaan diharapkan tidak diijinkan digembalakan di sekitar kawasan
Pembuatan peraturan/larangan
7. Visual Danau
Pemandangan
Vegetasi
Danau tercemar karena adanya aktivitas mandi di dalam danau Kondisi lingkungan sekitar kawasan kurang bersih
Tempat sampah kurang memadai
Lebih memperhatikan keindahan & kebersihan danau
Kebersihan sekitar kawasan diperhatikan
Vegetasi yang ada dipertahankan
Pembersihan danau
Pembuatan peraturan/himbauan Pembersihan lingkungan sekitar danau
Penambahan tong sampah Pembuatan peraturan/himbauan Pembangunan fasilitas ditata dengan baik agar tidak merusak view
8. Sosial &
ekonomi
Pengunjung
Masyarakat sekitar
Aktivitas merusak
Terpengaruh secara negatif dari pengunjung
Berlomba untuk membuat kios
Diperlengkapi dengan nilai-nilai yang berlaku
Menciptakan lapangan kerja baru
Pembuatan himbauan
Pembuatan peraturan pengunjung
Penyuluhan terhadap masyarakat sekitar
Pengadaan ijin untuk berwirausaha di sekitar kawasan
(60)
C. Rancangan Zonasi
1. Konsep Rancangan Zonasi
Pembagian/pengklasifikasian zonasi kawasan dapat meningkatkan efisiensi & efektifitas manajemen suatu kawasan tertentu. Pembagian zonasi kawasan didasarkan pada kondisi fisik kawasan, daya dukung lingkungan, dan analisis rencana peruntukan kawasan (memperhatikan kriteria pengklasifikasian zonasi pariwisata).
Pembagian zonasi pada kawasan Danau Linting didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu tutupan lahan, jenis tanah, kelas kelerengan lahan, dan mengacu pada Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No:KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-pulau Kecil.
Dasar penggunaan peraturan ini sebagai acuan/pedoman karena kawasan ini memiliki luasan yang cukup kecil dan membutuhkan zonasi untuk keefektifan dan keefisienan kawasan terhadap manfaat lahan dan aktivitas yang direncanakan.
Dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No:KM.67/UM.001/MKP/2004 tersebut dinyatakan bahwa penentuan zonasi dalam suatu kawasan pariwisata di pulau-pulau kecil, perlu mempertimbangkan beberapa :
1. Kerentanan ekosistem serta nilai keanekaragaman hayati darat dan laut 2. Keterkaitan geografis, sosio-ekonomi, sosio budaya di dalam kawasan 3. Status kawasan
4. Penetapan pemerintah daerah tentang penataan ruang 5. Nilai sejarah dan karakteristik kawasan
(61)
6. Aksesibititas
7. Keamanan, kebutuhan dan kenyamanan pengunjung 8. Optimalisasi potensi atraksi wisata yang tersedia
9. Akses ruang bagi masyarakat terhadap wilayah-wilayah yang menjadi kepentingan umum
10.Bencana alam (natural disaster).
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap kawasan Danau Linting (radius 100 meter dari tepi danau, dengan luas ± 6 ha) dan terhadap beberapa faktor yang telah disebutkan di atas, maka zonasi pariwisata yang direncanakan pada kawasan ini diklasifikasikan menjadi 4 zonasi, yaitu:
a. Zonasi Intensif b. Zonasi Semi-Intensif
c. Zonasi Ekstensif (Ekstensif Primer & Ekstensif Sekunder) d. Zonasi Perlindungan,
luas masing-masing zonasi dapat kita lihat sebagai berikut:
Tabel 7. Luas dan Persentase Luas Zonasi Kawasan Danau Linting Zonasi Luas (ha) Persentase (%)
Zonasi Intensif 2.1 35.25
Zonasi Semi-Intensif 2.708 45.45 Zonasi Ekstensif Primer 0.479 8.04 Zonasi Ekstensif Sekunder 0.26 4.36 Zonasi Perlindungan 0.41 6.88
Berikut kita lihat klasifikasi keempat zonasi di atas pada kawasan objek wisata Danau Linting:
(62)
(63)
2. Konsep Penataan Ruang
Konsep penataan ruang kawasan didasarkan pada potensi sumberdaya yang ada sesuai dengan fungsi/peruntukan kawasan dalam sebuah zonasi yang telah ditetapkan.
a. Zonasi Intensif
Zonasi ini merupakan pusat aktivitas pengunjung. Ketika memasuki kawasan, zona ini bebas dimasuki oleh semua pengunjung, dimana zona ini memiliki intensitas pemanfaatan ruang yang tinggi. Hal ini dikarenakan oleh kondisi fisik dan daya dukung lingkungan yang mendukung, yakni topografi datar hingga landai, akan tetapi ada sedikit areal yang agak curam. Fasilitas yang terdapat pada zona ini, yakni: pintu masuk kawasan, pusat informasi, tempat parkir, kamar mandi, kios/warung, kolam renang, arena permainan anak, area piknik, pondok istirahat.
b. Zonasi Semi-Intensif
Kawasan ini dirancang untuk menerima tujuan yang lebih spesifik. Adapun aktivitas yang diijinkan pada kawasan ini adalah untuk tujuan pendidikan, konservasi, dan menara pandang.
c. Zonasi Ekstensif (Ekstensif Primer & Ekstensif Sekunder) - Ekstensif Primer
Pada zonasi ini diijinkan adanya pembangunan fasilitas pendukung, akan tetapi hanya dibatasi 5%. Kawasan ini bisa dikunjungi, namun untuk kegiatan terbatas. Pembangunan fasilitas pendukung pada kawasan ini adalah jalan setapak sekeliling danau. Dan aktifitas yang diijinkan pada kawasan ini adalah aktivitas
(64)
seni (fotografi & melukis). Kawasan ini memiliki interval jarak 10 meter hingga 25 meter dari tepi danau.
- Ekstensif Sekunder
Pada kawasan ini tidak diijinkan adanya pembangunan fisik, dan dapat menerima kunjungan yang sangat terbatas. Kawasan ini hanya diperbolehkan dimasuki oleh staff pengelola kawasan untuk kepentingan kualitas kawasan, contohnya untuk membersihkan danau dan sekelilingnya. Kawasan ini terletak pada areal radius 10 meter dari tepi danau.
d. Zonasi Perlindungan
Zonasi ini dirancang untuk tidak menerima kunjungan dalam bentuk apapun, karena merupakan kawasan dengan kerentanan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Kawasan yang termasuk ke dalam zonasi ini adalah Danau Linting.
D. Perencanaan Pengembangan 1. Konsep Perencanaan
Konsep dasar studi perencanaan pengembangan kawasan ini bersifat rekreatif & edukatif, dan konservatif. Pengembangan ini ditujukan untuk menciptakan objek wisata alam dengan fasilitas pemandian air panas, pemandangan atau view yang indah, serta meningkatkan pengetahuan dan kesadaran pengunjung & masyarakat sekitar akan kelestarian alam.
Untuk mendukung konsep tersebut perlu pengadaan beberapa fasilitas-fasilitas inti dan pendukung. Pengadaan bangunan fisik disesuaikan dengan kebutuhan, peruntukan kawasan, serta daya dukung lingkungannya.
(65)
2. Konsep Ruang
Konsep ruang kawasan terdiri dari lima zonasi, yaitu zona intensif, semi-intensif, ekstensif primer, ekstensif sekunder, dan perlindungan. Pengklasifikasian kawasan ini didasarkan pada kondisi fisik, kemampuan kawasan, kerentanan sumberdaya, potensi yang ada, serta peruntukan yang memungkinkan. Kelima zonasi tersebut memiliki kriteria tersendiri dalam menerima kunjungan, adanya yang bebas, bersyarat, dan ada yang tidak dapat dikunjungi (hanya dapat dinikmati secara visual).
3. Konsep Tata Hijau
Perencanaan pengembangan kawasan Danau Linting adalah untuk objek wisata alam, sehingga konsep tata hijau sangat dibutuhkan oleh kawasan ini. Konsep ini dapat menciptakan suasana yang sejuk, asri, nyaman, serta alami yang diwujudkan dalam rencana penataan vegetasi, khususnya areal-areal yang membutuhkan penambahan vegetasi peneduh, dan pengadaan bibit vegetasi. Dalam pembuatan konsep ini, vegetasi asli kawasan harus tetap dipertahankan.
4. Konsep Aktivitas
Pemanfaatan potensi sumberdaya yang ada direncanakan untuk aktivitas rekreasi, pendidikan, dan konservasi. Dengan aktivitas-aktivitas tersebut pengunjung & masyarakat sekitar dapat lebih dekat dengan alam, dan turut serta dalam melestarikannya. Kegiatan-kegiatan wisata dan aktivitas yang diijinkan diusahakan memberikan dampak negatif seminimal mungkin terhadap kondisi fisik kawasan. Kunjungan diterima dari semua kalangan usia, secara berkelompok, keluarga, maupun perorangan. pembuatan papan informasi,
(66)
himbauan, dan papan peringatan, serta penyediaan tempat sampah yang cukup dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan & alam.
5. Konsep Sirkulasi
a. Jalur pejalan kaki
Di dalam kawasan disediakan beberapa jalur pejalan kaki. Jalur ini disediakan pada beberapa zonasi, pertama pada zona ekstensif primer yaitu jalur sekeliling danau, kedua pada zona semi-intensif, yaitu pada bagian-bagian yang membutuhkan yang menghubungkan areal-areal tertentu. Dan yang terakhir pada zona intensif, jalur pertama pada zona ini dibuat disekeliling danau dan kedua jalur-jalur yang menghubungkan arena aktivitas yang satu dengan yang lainnya. Pada zona ini, di sisi kanan/kiri jalan dapat ditambah dengan pengadaan tempat duduk seperlunya.
b. Jalur Kendaraan
Jalur kendaraan yang dimaksud adalah akses kendaraan dari pintu masuk/gapura hingga ke tempat parkir yang disediakan. Jalur ini harus terbuat dari bahan yang cukup kuat, dan dengan luasan yang mencukupi untuk sirkulasi kendaraan bermotor (Sepeda Motor dan Kendaraan Roda Empat).
6. Konsep Fasilitas/Tata Letak
Konsep ini dibuat berdasarkan atas peruntukan lahan pada zonasi yang telah ditetapkan dan fasilitas pada tiap zonasi. Pemodelan rencana tata letak tersebut dapat kita lihat pada gambar berikut:
(67)
Keterangan:
: Pusat informasi : Area parkir : Tempat duduk : Kantin/Restoran : Kamar mandi
: Pondok istirahat : Area camping/piknik
: Arena permainan anak : Kolam renang anak : Kolam renang dewasa : Menara pandang : Tempat bibit
(68)
(69)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perancangan kawasan Danau Linting dengan luas sekitar 6 ha dapat dikelompokkan dalam 4 zonasi, yaitu Zonasi Intensif (32.25%), Zonasi Semi-intensif (45.45%), Zonasi Ekstensif ((Primer (8.04%) dan Sekunder (4.36)) dan Zonasi Perlindungan (6.88%).
2. Fasilitas-fasilitas yang perlu direncanakan dibangun pada kawasan ini adalah gapura, jalan, pusat informasi, tempat parkir, kolam renang, kamar mandi, kios/warung, arena permainan anak, pondok peristirahatan, tempat duduk, menara pandang, dan tempat bibit.
Saran
Pemerintah perlu membuat rencana master plan jangka panjang terhadap pengembangan kawasan. Disamping itu pihak pengelola kawasan perlu melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan, khususnya masyarakat yang menggarap kawasan tersebut.
(70)
DAFTAR PUSTAKA
Abus, A. F. 1999. Perancangan Zona Pemanfaatan Intensif Bahorok, TNGL. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian IPB.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Arnoff. 1989. Geographic Information System : A Management Perspectif. WDL Publications. Ottawa. Canada.
Budyanto. 2002. Sistem Informasi Geografis menggunakan Arcview GIS. Andi Offset. Yogyakarta.
Dinneno. 2011. Panorama Danau Linting. http://bloggersumut.net/panorama-danau-linting. [10 Mei 2012].
Fandeli, C. et al. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Irayati. 2000. Perencanaan Landsekap Rekreasi Pantai Lampu’uk Kabupaten Aceh Besar. Jurusan Budi Daya Pertanian Fakultas Pertanian IPB.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.44/MENHUT-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara. Menteri Kehutanan. Jakarta.
Kharir, A. 2011. Danau Linting, Keajaiban Misterius yang Terancam http://bloggersumut.net/danau-linting-keajaiban-yang-terancam. [10 Mei 2012].
Latifah, S. 2004. Faktor-faktor Pendukung Pengembangan Wisata Alam Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh. E-USU Repository. Medan.
Lubis, H. S. 2006. Perencanaan Pengembangan Ekowista Berbasis Komunitas di Kawasan Wisata tangkahan Kabupaten langkat Sumatera Utara.Sekolah Pasca Sarjana USU.
Nurlaelih, E.E. 1998. Perencanaan Landskap untuk Kegiatana Rekreasi Alam Pegunungan di Taman Wisata Alam Gunung Papandayan Jawa Barat. Landscape 1:57-60.
Octafia, D. 2012. Sistem Informasi Geografis. http://blogspot.com/sistem-informasi-geografis. [24 Mei 2012]
Pamulardi, B. 1995. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. PT RajGrafindo Persada. Jakarta.
(71)
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata. No:KM.67/UM.001/MKP/2004 tentang Pedoman Umum Pengembangan Pariwisata di Pulau-pulau Kecil. Menteri Kebudayaan dan Pariwista. Jakarta.
Prasita. 2007. Analisis Daya Dukung Lingkungan dan Optimalisasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir untuk Pertambakan di Kabupaten Gresik. Sekolah Pasca Sarjana IPB.
Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi geografis. Informatika Bandung. Bandung. Qomariah, L. 2009. Pengembangan Ekowisata Berbasis Masyarakat di Taman
Nasional Meru Betiri (Studi Kasus Blok Rajegwesi SPTN 1 Sarongan). Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB.
Rencana Penelitian Integratif (RPI) tahun 2010-2014 tentang Model Pengelolaan Kawasan Konservasi Berbasis Ekosistem. Jakarta.
Situmeang dkk. 2005. Analisis Fungsi Kawasan dan Zonasi Hutan Pendidikan dan Penelitian Barat Muara Kaeli Menggunakan data Satelit Penginderaan Jauh. Education Forest 1:145-147.
Supriadi dan Zulkifli, N. 2007. Sistem Informasi Geografis. USU Press. Medan. Surat Keputusan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Deli Serdang Nomor:
556/272/DS/1999 tentang pelestarian dan Pengelolaan Kawasan wisata Danau Linting di Kec.STM Hulu, Kab.Deli Serdang
Syahriartato. 2010. Perencanaan Kawasan Wisata.
http://syahriartato.wordpress.com/perencanaan-kawasan-wisata/ [19 Juni 2012].
Zain, A.S. 1997. Hukum Lingkungan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Zaitunah (2009). Sistem Zonasi Kawasan yang dilindungi untuk kmendukung keberhasilan pengelolaan kawasan. E-USU Repository. Medan.
(72)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian 1. Kuisioner Penggarap Lahan
I. Data Pribadi Responden
Nama :
Umur :
Jenis kelamin : Perempuan / Laki-laki* Pendidikan terakhir : SD/SMP/SMA/D3/S1/S2/S3*
Pekerjaan :
Status perkawinan : menikah/belum menikah* Sejak kapan saudara tinggal disini :
*) coret yang tidak perlu
II. Pertanyaan sekitar Danau Linting
1. Apa pendapat saudara tentang kawasan Danau Linting?
______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________
2. Apa manfaat dari Danau Linting yang dimanfaatkan oleh saudara selama ini? (tuliskan sebanyak-banyaknya).
______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________
3. Menurut saudara apakah kawasan Danau Linting potensial untuk menjadi objek wisata alam? (Jika ya jelaskan, dan jika tidak mengapa?)
______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________
4. Apakah saudara setuju jika Danau Linting dikembangkan menjadi kawasan objek wisata alam? (Jika setuju jelaskan, dan jika tidak mengapa?)
______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________ ______________________________________________________________
(1)
Gambar 1. Danau Linting dan sekitarnya
Gambar 2. Jalan setapak menuju Danau Linting
(a) (b)
(2)
(a) (b)
Gambar 4. (a) Goa; (b) Mata air yang terletak di sekitar goa
(3)
Gambar 7. Wawancara terhadap Penggarap Lahan & Masyarakat
Gambar 8. Wawancara terhadap pengunjung Lampiran 5. Rancangan tata letak fasilitas kawasan Danau Linting
(4)
Gambar 10. Gapura & Pusat Informasi Gambar 11. Area parkir
(5)
Gambar 14. Pondok peristirahatan Gambar 15. Kantin/Restoran
Gambar 16. Menara pandang
(6)