Komunikasi Estetik Dalam Antologi Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemanfaatan bahasa di dalam karya sastra terkait dengan sejumlah ragam
bahasa yang digunakan sebagai wujud pemaparan gagasan yang merujuk pada
bentuk komunikasi karya sastra. Unsur-unsur kebahasaan yang dibentuk dalam
komunikasi sastra difungsikan sebagai alat untuk menciptakan efek estetik.
Penelitian ini berfokus pada pemahaman bahwa penggunaan bahasa dalam karya
sastra dipandang sebagai wacana komunikasi yang dapat diidentifikasi melalui
aspek gaya sejalan dengan sistem manipulasi bahasa yang diolah melalui bentuk
dan makna (isi).
Lotman (Segers, 2000: 14) mengemukakan bahwa sastra memiliki bahasa
sendiri yang tidak berkaitan dengan bahasa natural. Ini berarti bahwa sastra
memiliki suatu sistem tanda yang berbeda dan aturan-aturan yang dikombinasikan
bagi pelayanan pemindahan (pengiriman) pesan-pesan khusus, yang tidak dapat
ditransmisikan dengan cara lain. Hal ini yang membedakan bentuk komunikasi
sastra dengan komunikasi kebahasaan. Aminuddin (1995: 35) menguraikan bahwa
dalam konteks komunikasi kebahasaan, gaya secara umum memang dapat
diartikan sebagai cara penggunaan bahasa untuk mengungkapkan gagasan.
Tetapi bila dihubungkan dengan konteks komunikasi karya sastra serta gambaran
alat pemaparan yang digunakan, sebutan “cara penggunaan bahasa” perlu

diperluas.

1
Universitas Sumatera Utara

Endraswara (2003: 71) menjelaskan bahwa gaya adalah segala sesuatu
yang “menyimpang” dari pemakaian biasa. Penyimpangan tersebut bertujuan
untuk keindahan. Keindahan ini banyak muncul dalam karya sastra, karena
memang sastra sarat dengan unsur estetik. Segala unsur estetik itu menimbulkan
manipulasi bahasa, plastik bahasa, dan kado bahasa sehingga mampu
membungkus rapi gagasan penulis. Dalam hal ini, Segers (2000: 26)
mengemukakan pandangannya bahwa sebuah teks sastra akan berisi sejumlah
stimulus yang mempunyai efek estetis bagi penerima dan dengan demikian
menyebabkan teks memiliki fungsi estetis bagi pembaca.
Aminuddin (1995: 6) menguraikan bahwa penggunaan gaya pada
dasarnya terkait dengan komunikasi kebahasaan memberikan kesadaran bahwa
kemenarikan penggunaan bahasa dalam peristiwa komunikasi selain merujuk pada
aspek bentuk juga merujuk pada isi yang diembannya. Sebab itu gaya selain
dihubungkan dengan pengolahan bentuk juga dihubungkan dengan pengolahan
gagasan. Dalam kreasi penciptaan karya sastra pengolahan gagasan itu terkait

dengan upaya menciptakan gagasan yang jernih dan kaya melalui bentuk
pengungkapan yang padat, utuh, dan imajinatif.
Teeuw (1984: 70) berpandangan setiap orang tahu bahwa penyair
seringkali memakai bahasa yang aneh atau istimewa, yang gelap atau yang
menyimpang. Aminuddin (1995: 33) menambahkan, sejalan dengan wawasan
bahwa komunikasi sastra juga ditujukan untuk membuahkan efek keindahan
tertentu, komunikasi sastra juga lazim disebut sebagai komunikasi estetik
(aesthetic communication) ataupun komunikasi puitik (poetic communication).
2
Universitas Sumatera Utara

Elemen pembentuk peristiwa komunikasi dalam karya sastra merujuk
pada unsur-unsur yang secara potensial teremban dalam wacana sastra sejalan
dengan fungsinya untuk menciptakan efek keindahan tertentu. Hal itu dapat
diidentifikasi melalui pengungkapan unsur stile (style), yakni menyangkut ciri
formal kebahasaan, struktur bahasa, dan bentuk penggunaan bahasa figuratif.
Penelitian ini berfokus pada pendeskripsian unsur stile yang meliputi bentukbentuk penggunaan bahasa figuratif melalui aspek penyiasatan struktur dan aspek
pemajasan. Dari uraian tersebut dapat diperoleh teknik pengolahan bahasa dalam
wacana (teks) yang terbentuk sebagai wujud ungkapan kebahasaan yang juga
disebut dengan istilah struktur lahir karya sastra.

Selain terkait pada teknik pengolahan bahasa (teks), komunikasi estetik
juga mengacu pada proses pemaknaan secara total yakni menyangkut makna
denotatif dan konotatif yang dideskripsikan melalui bentuk ekspresi atau
konfigurasi gagasan yang dimanifestasikan lewat gejala sistem tanda dan lambang
kebahasaan. Totalitas makna sebagai bentuk komunikasi estetik terkait dengan
fungsi kebahasaan. Aminuddin (1995: 34) menguraikan fungsi bahasa tersebut
antara lain dapat dihubungkan dengan fungsi bahasa sebagai wahana pemaparan
sesuatu, penciptaan hubungan atau kontak, pengajuan atau pengimbauan,
pengekspresian gagasan atau opini, dan fungsi bahasa sebagai wahana untuk
menjelaskan fakta kebahasan itu sendiri.
Makna denotatif yang disebut juga dengan istilah makna leksikal
berkaitan dengan makna sebenarnya yang terdapat di dalam teks. Sebaliknya,
makna konotatif berkaitan dengan makna di luar isi teks. Di samping itu Nasution
3
Universitas Sumatera Utara

(2012: 5) berpendapat bahwa karya sastra diciptakan dengan bahasa yang
bermakna denotatif dan konotatif. Makna denotatif itu akan menusuk ke pikiran
pembaca dan makna konotatif itu akan menghujam perasaan pembaca. Oleh
karena itu, ada orang yang membaca karya sastra sambil tersenyum, manangis,

tertawa, berpikir keras bahkan marah sendiri. Inilah yang membedakan membaca
karya sastra dengan tulisan lain.
Demikian pula dengan Dewi Lestari dalam antologi cerpen Filosofi Kopi
yang juga menjadi objek penelitian ini. Pengarang yang dikenal dengan nama
pena Dee tersebut menciptakan karya sastra yang imajinatif, sarat dengan
peristiwa komunikasi sastra yang dilakukan melalui manipulasi bahasa untuk
membuahkan efek estetik. Kepiawaiannya dalam menggambarkan gagasan diolah
dengan penggunaan gejala sistem tanda yang dianalogikannya ke dalam sebuah
wacana sastra, sehingga menjadi sebuah tantangan untuk mengungkap
komunikasi sastra di balik cara penyampaian gagasan pengarang.
Antologi cerpen perdana milik Dee tersebut terbit pada tahun 2006 dan
sempat dipilih majalah Tempo sebagai karya sastra terbaik 2006, serta menjadi 5
Besar Khatulistiwa Literary Award pada tahun yang sama. Secara khusus
Goenawan Mohammad (dalam Lestari, 2012: xii) memberi komentar terhadap
karya ini dengan anggapan “tidak ruwet, bahkan terang benderang, tak berarti
tanpa isi yang menjentik kita untuk berpikir. Ada sebuah kata bahasa Inggris, wit,
yang mungkin bisa diterjemahkan dengan ungkapan ‘cerkas.’ Kumpulan prosa ini
menghidupkan yang cerkas dalam sastra Indonesia. ”

4

Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, terdapat beberapa masalah
yang menjadi pokok arahan peneliti, yakni :
1. Bagaimanakah unsur-unsur stile sebagai elemen pembentuk peristiwa
komunikasi (teks) dalam antologi cerpen Filosofi Kopi karya Dewi
Lestari?
2. Bagaimanakah makna denotatif dan konotatif yang diuraikan pengarang
melalui konfigurasi gagasan untuk menciptakan efek estetik?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan harus diperjelas agar arah penelitian dapat mencapai sasaran
(Pradopo, 2001: 28). Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Menguraikan unsur stile sebagai elemen pembentuk peristiwa komunikasi
(teks) dalam antologi cerpen Filosofi Kopi karya Dewi Lestari?
2. Mendeskripsikan makna denotatif dan konotatif yang diuraikan pengarang
melalui konfigurasi gagasan untuk menciptakan efek estetik.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini menyangkut:

1. Dapat menjadi masukan bagi pembaca untuk memaknai teks sastra yang
penuh dengan manipulasi bahasa sekaligus mampu memahami gagasan
(isi) yang disampaikan.

5
Universitas Sumatera Utara

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi pembaca untuk
menguraikan unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam karya sastra yang
berkaitan dengan pengolahan bahasa (teks sastra).
3. Menambah wawasan pembaca dalam mengenali gejala bahasa yang
diolah pengarang menjadi karya sastra yang mengandung efek estetik.

6
Universitas Sumatera Utara