Analisis Gaya Bahasa Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Aminudin. 1995. Pengantar Apresiasi Sastra. Bandung : Sinar Baru Algesindo.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Fitriah, Nurul. 2010. Gaya Bahasa Retoris dan Kiasan dalam Rectoverso Karya Dewi Lestari. Medan : Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Skripsi.

Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Lazfihma. 2014. Analisis Gaya Bahasa dalam Slogan Iklan Minuman di Televisi. Yogyakarta : Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi.

Lestari, Dewi. 2012. Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade. Yogyakarta : Bentang Pustaka.

Lexy, J. Moleong. 1998. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.


(2)

Marini. 2010. Analisis Stilistika Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Tesis.

Rahmanto, B, dan Hariyanto, P. 1998. Materi Pokok Cerita Rekaan dan Drama. Jakarta : Depdikbud.

Subroto, Edi, dkk. 1997. Telaah Linguistik Atas Novel Tirai Menurun karya N.H. Dini. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa.Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudjimar. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : UI Press.

Sudjiman. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta : Grafiti.

Sumardjo dan Saini. 1988. Apresiasi Prosa Fiksi. Jakarta : Gramedia.

Suryati. 2014. Analisis Gaya Bahasa Kumpulan Cerpen Robohnya Surau Kami Karya A.A Navis. Tanjung Pinang : Universitas Maritim Raja Ali Haji. Skripsi.


(3)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian dalam waktu dua minggu setelah proposal disetujui, yaitu mulai 12 Agustus sampai dengan 26 Agustus 2016.

3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini diperoleh dari kumpulan cerpen yang terdapat dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995 – 2005) karya Dewi Lestari sesuai dengan data buku yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2012 dengan objek kajian pada kumpulan cerpen Filosofi Kopi, dengan jumlah halaman 139 dan sesuai dengan batasan masalah yaitu sembilan cerpen dalam Filosofi Kopi yang diterbitkan di Sleman, Yogyakarta.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode penelitian merupakan cara untuk memecahkan masalah yang diteliti oleh peneliti untuk mencapai suatu simpulan. Penelitian ini berjudul Analisis Gaya Bahasa Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi karya Dewi Lestari. Peneliti menggunakan metode simak dalam penelitian ini. Dengan metode simak peneliti mengumpulkan data gaya bahasa yang disisipkan dalam cerpen serta membedakan gaya bahasa tersebut ke dalam gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan juga memberikan pemahaman yang jelas terhadap data yang menjadi objek penelitian.


(4)

Teknik pengumpulan data yang dilakukan ini adalah teknik catat, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi. Pencatatan dilakukan langsung ketika teknik simak selesai dengan menggunakan alat tulis tertentu (Sudaryanto, 1993: 135).

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif yang bersifat deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami subjek penelitian secara holistik, dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Istilah deskriptif maksudnya adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, kalimat-kalimat, dan bukan angka-angka (Moleong, 1998: 6).

Peneliti menganalisis data tersebut setelah data yang diperoleh sesuai dengan metode dan teknik. Selanjutnya, peneliti mencatat dengan teliti dan cermat data-data yang berwujud gaya bahasa dan mengklasifikasikan data ke dalam gaya bahasa retoris dan kiasan, seperti berikut :

(1) Kopi itu ibarat jamu sehatku setiap hari. (FK/15) (2) Sekarang pukul 1.30 pagi ditempatmu. (SKL/52)

Pada data (1) gaya bahasa yang digunakan pada kalimat Kopi itu ibarat jamu sehatku setiap hari adalah gaya bahasa persamaan yang menyamakan dua hal berbeda namun memiliki sifat yang sama, yaitu kopi dan jamu yang menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain ditandai dengan kata pembanding


(5)

ibarat. Kopi yang diminumnya sudah seperti jamu yang merupakan obat yang dibuat dari akar-akaran dan daun-daunan yang menyehatkan bagi tubuhnya dan sama – sama memiliki rasa pahit

Pada data (2) gaya bahasa yang digunakan pada kalimat Sekarang pukul 1.30 pagi ditempatmu adalah gaya bahasa tautologi yang menggunakan kata perulangan (berlebihan) dari sebuah kata yang lain yaitu pukul 01.30 dan pagi. Pukul 01.30 sudah mewakili pagi hari yang merupakan bagian awal dari hari yang ditunjukkan pada waktu 00.00 – 12.00 waktu Indonesia.

Setelah mengklasifikasikan data ke dalam bentuk gaya bahasa retoris dan kiasan, kemudian peneliti mendeskripsikan makna yang terkandung pada gaya bahasa tersebut dengan teknik baca markah. Teknik baca markah digunakan untuk mewujudkan kejadian suatu satuan lingual atau identitas konstituen tertentu dan kemampuan membaca peranan pemarkah itu berarti kemampuan menentukan kejadian yang dimaksud (Sudaryanto, 1993 : 95).

(1) Kopi itu ibarat jamu sehatku setiap hari. (FK/15) (2) Sekarang pukul 1.30 pagi ditempatmu. (SKL/52)

Makna yang terdapat pada data (1) adalah makna denotatif yakni berupa makna yang sebenarnya dari kalimat tersebut yang menyatakan kopi sebagai minuman yang menyehatkan bagi tubuh dan dapat diminum setiap hari seperti jamu. Kalimat di atas juga mengandung makna refrensial, leksikal dan konseptual. Data (2) makna yang terkandung adalah makna leksikal yang sesuai dengan referennyaditunjukkan pada kata pagi yang berarti bagian awal dari hari yang ditandai dengan dini hari pukul 00.00 – 12.00.


(6)

Selanjutnya, peneliti menentukan gaya bahasa yang dominan menggunakan metode kuantitatif yang merupakan penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian – bagian dan fenomena serta hubungan – hubungannya (Moleong, 1998: 6). Dalam menentukan gaya bahasa yang dominan, maka digunakan rumus sebagai berikut :

X x 100 % = ... % ƩX

Keterangan :

X : Jumlah jenis gaya bahasa


(7)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gaya Bahasa Retoris dan Kiasan dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari

Setelah data terkumpul, maka diklasifikasikan data yang berbentuk gaya bahasa retoris dan kiasan yang terdapat dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995 – 2005) karya Dewi Lestari.

No. Contoh Gaya Bahasa Gaya Bahasa

Retoris

Gaya Bahasa Kiasan 1. “Anda tahu, cappucino ini kopi yang

paling genit?” (FK/4)

- Personifikasi

2.

“Untuk cappucino, dibutuhkan standar penampilan yang tinggi. Mereka tidak boleh kelihatan sembarangan.” (FK/4)

- Personifikasi

3.

“Bagaimana dengan kopi tubruk?” Seseorang bertanya iseng.

“Lugu, sederhana, tapi sangat memikat kalau kita mengenalnya lebih dalam.” (FK/5)

- Personifikasi

4. Bak pemain sirkus Ben menghidangkan secangkir kopi tubruk. (FK/5)

-

Persamaan/ Simile


(8)

5.

“Kedahsyatan kopi tubruk terletak pada temperatur, tekanan, dan urutan langkah pembuatan yang tepat.” (FK/5)

Hiperbola -

6. Air muka itu meletup – letup seperti didihan air. (FK/6)

- Persamaan/ Simile

7.

Kepalaku terasa pening. Entah karena tonjokan kafein atau cerita sukses itu.(FK/9)

Hiperbola -

8.

“Kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma bisa berkata: hidup ini sempurna.” (FK/10)

Hiperbola -

9.

Rambut Ben gondrong berantakan, pipinya kasar karena kelupaan bercukur, lingkaran hitam membundari matanya akibat terlalu banyak begadang, tubuhnya menipis karena sering lupa makan. (FK/11)

Asindeton -

10.

Sahabatku bermutasi menjadi versi lain dari dokter Frankestein. The Mad Barista. (FK/11)

- Eponim

11. Kedai mungil kami gegap gempita. (FK/13)


(9)

12. Kopi yang Anda minum hari ini : Ben’s Perfecto artinya sukses adalah wujud kesempurnaan hidup. (FK/13)

- Persamaan/ Simile

13.

“Nah, yang ini bukan sekedar enak, Pak. Tapi ini yang pualiiing... enak! Nomor satu di dunia,” aku berpromosi. (FK/15)

Hiperbola -

14. “Kopi itu ibarat jamu sehatku setiap hari. (FK/15)

- Persamaan/ Simile

15.

“Memangnya, Bapak pernah coba yang lebih enak dari ini?” Ben bertanya dengan otot – otot muka ditarik. (FK/16)

Perifrasis -

16.

Ben cuma membisu. Hanya matanya diliputi misteri. Perlahan, aku ikut menenggak. Dan.... (FK/21)

Elipsis -

17.

“Ada yang bilang bikin seger, bikin tentrem, bikin sabar, bikin tenang, bikin kangen... (FK/22)

Asindeton -

18. Mendengarnya, otakku seperti macet berargumentasi. (FK/24)

- Persamaan/ Simile 19. Semangat hidupnya pupus seperti lilin

tertiup angin ( FK/25)

- Persamaan/ Simile


(10)

20. Sama nasibnya seperti kedai kami yang padam. (FK/25)

- Persamaan/ Simile 21. “Kapan lagi aku yang cuma tahu

menyeduh kopi sachet ini nekat membikinkan kopi segar untuk seorang barista?” kelakarku. (FK/27)

Litotes -

22.

Kopi yang Anda minum hari ini : Kopi Tiwus artinya walau tak ada yang sempurna hidup ini indah begini adanya. (FK/27)

- Persamaan/ Simile

23. Filosofi Kopi yang lama diam bagai bubuk kopi tanpa riak air. (FK : 29)

- Persamaan/ Simile

24.

Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di teras rumahnya, filmnya yang baru kami tonton, kumisnya yang mengagumkan, yang mengilhamiku beserta seluruh teman aba ngnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan kumis menyerupai Herman. (MH/32)

Asindeton -

25. Lama Hera mendekam seperti tahanan rumah. (MH/33)

- Persamaan/ Simile

26.

Hera tersenyum setengah mendengus


(11)

merespons pertanyaan “adakah garam yang tak asin?” (MH/34)

Retoris

27.

Hera telah bermetamarfosis menjadi perempuan modern yang tidak terjangkau ukuran sosialku. (MH/34)

Litotes -

28.

Setiap malam selama seratus hari terakhir mataku basah, sejak mendengar kabar duka dari sahabatku tentang Hera yang satu hari pergi dan tak kembali. (MH/38)

Perifrasis -

29.

Saat kubaca nama yang tertera disana, seketika aku dapat merasakan kaki Hera yang berlari, sekuat tenaga, mengejar satu-satunya impian yang terwujud dalam hidupnya yang bergelimang kecewa, mengajak pemilik kartu nama itu berkenalan sekali lagi. (MH/38)

Asindeton -

30.

Kamu ingin berdiskusi dengan angin, dengan wangi sebelas tangkai sedap malam yang kamu beli dari tukang bunga berwajah memelas, dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan,


(12)

dengan malam, dengan detik jam...tentang dia (STPS/40)

31.

Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kekhilafannya untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kali kalian berjumpa. (STPS/41)

Asindeton -

32.

Betapa sebelah darimu percaya bahwa setetes air mata pun akan terhitung, tak ada yang mengalir mubazir, segalanya pasti bermuara di satu samudera tak terbatas, lautan merdeka yang bersanding sejajar dengan cakrawala... (STPS/41)

Asindeton -

33. Betapa kamu rela membatu untuk itu. (STPS/42)

Perifrasis -

34. Kalian seperti musafir yang tersesat di padang. (STPS/43)

- Persamaan/ Simile

35.

Lama bagi kamu untuk berani menoleh ke belakang, menghitung, berapa banyakkah pengalaman nyata yang

Pertanyaan Retoris


(13)

kalian alami bersama? (STPS/43)

36.

Dia, yang tidak pernah menyimpan gambar rupamu, pasti tidak tahu apa rasanya menatap lekat-lekat satu sosok, membayangkan rasa sentuh dari helai rambut yang polos tanpa busa pengeras, rasa hangat uap tubuh yang kamu hafal betul temperaturnya. (STPS/45)

Asindeton -

37. Sekarang pukul 1.30 pagi di tempatmu. (SKL/52)

Tautologi -

38.

Sudah hampir tiga tahun aku begini. Dua puluh delapan bulan. Kalikan tiga puluh. Kalikan dua puluh empat. Kalikan enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Niscaya, akan kau dapatkan angka ini: 4.354.560.00. Itulah banyaknya milisekon sejak pertama aku jatuh cinta kepadamu. (SKL/53)

Hiperbola -

39.

Memandangmu memberikanku sensasi keabadian sekaligus mortalitas. (SKL/53)


(14)

40. Kejujuran sudah seperti riasan wajah yang menor. (SKL : 53)

- Persamaan/ Simile 41. Hidup memang bagaikan mengitari

Gunung Sinai (SKL/54)

- Persamaan/ Simile

42.

Mari kita piknik, mandi susu, potong tumpeng, main pasir, adu jangkrik, balap karung, melipat kertas, naik getek, tarik tambang. (SKL/54)

Asindeton -

43. Suara sikat beradu dengan gigi menggema dari kamar mandi. (SG/58)

Hiperbola -

44.

Cukup lama aku terlatih membaca makna-makna tersirat dalam kalimatnya, walaupun belum cukup lama untuk mengerti alasan dibalik itu semua, misalnya, buat apa dia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair? (SG/59)

Pertanyaan Retoris

-

45. Senyuman yang melonjakkan listrik di jaringan otak. (SG/61)

Hiperbola -

46.

“Itu kebutaan sejati. Kamu memilih menjadi tunanetra padahal mata kamu sehat. Kamu tutup mata kamu sendiri.” (SG/63)

- Metafora


(15)

orang mengobati luka dengan cuka, bukan obat merah.” (SG/63)

Simile

48.

Aku mencintai Egi. Egi mencintai pria lain, yang menahun sudah membiarkannya terkatung-katung. (SG/63)

Hiperbola -

49. Sementara cintanya Egi yang masokhis juga alien bagiku. (SG/63)

- Metafora

50. Jembatan komunikasi kami runtuh. (SG/63)

Eufemismus -

51. Tangan Egi yang sesejuk es menahanku. (SG/65)

- Metafora

52.

Dengan tatapan kagum dan cinta, Indi meraba kulit Lei perlahan – lahan, sama takzimnya dengan menghayati kehalusan sutra yang ditenun ulat. (SKK/72)

Hiperbola -

53. Ada daya pejal yang membuat dada Lei nyaman seperti bantal. (SKK/73)

- Persamaan/ Simile 54. Keheningan bagai lagu merdu.

(SKK/73)

- Persamaan/ Simile 55. Malam hari membawanya ke dalam

penjara. (SKK/74)

- Personifikasi


(16)

air mata membanjir. (SKK/76) Simile

57.

Secepat aliran listrik di jaringan

saraf, secepat itu Indi

memvisualisasikan sepasang sepatu tua yang disembunyikan di bawah tangga. (SKK/78)

Hiperbola -

58. Matanya seperti kehabisan stok air mata. (SKK/79)

- Persamaan/ Simile

59.

Kelenjar air mata yang sudah lama dinonaktifkan memompa deras butir-butir air asin yang membuat kulit pipinya seperti meleleh. (SKK/81)

Hiperbola -

60.

Berbulan-bulan, Indi menutup tirai rapat-rapat, menyangkal kehadiran kue kuningnya, melawan rasa rindu dan sesal, menggantinya dengan rasa hambar yang dipabrikasi sendiri. (SKK/82)

Asindeton -

61. Sederet angka mencuat dari kertas putih, menusuk mata Lana. (LL/88)

Hiperbola -

62.

Rasa sayang dikemas dalam kiasan seperti membungkus putri dalam gaun pesta lalu dilepas anggun ke lantai

-

Persamaan/ Simile


(17)

dansa. (LL/89)

63. Kamu cukup jadi kacung intelektualku saja. (LL/89)

Perifrasis -

64. Kamu itu bajaj bermesin BMW. (LL/89)

- Eponim

65.

Apapun yang terjadi bukanlah keberuntungan atau kesialan, melainkan eksekusi kontrak belaka. Jadi, apakah seseorang bisa dibiang sial kalau sebenarnya kesialan itu direncanakan? (LL/92)

Pertanyaan Retoris

-

66. Bergaul dengan Lana seperti hanyut dalam air sejuk. (LL/93)

- Persamaan/ Simile

67.

Jempol Lana bergetar seolah dibebani bergunung-gunung sampah batin yang dikoleksinya sepanjang hayat. (LL/94)

Hiperbola -

68. Kejujuranlah obat sejati. (LL/94) - Metafora

69.

Mereka berlima. Mereka muda. Mereka bahagia. Mereka lajang. Mereka bersahabat. Mereka raja-raja dunia. (BB/102)

Asonansi -

70.

Lima tequila shot mereka tenggak


(18)

sensasi meledak di kepala. (BB/102) 71. Memiliki Omen sama dengan

memiliki telepon umum. (BB/105)

- Persamaan/ Simile

72.

Bergesernya kerak bumi tak mengubah letak kepala seorang Omen dari bantal. (BB/105)

Hiperbola -

73.

Dan Nelly hanya bisa menggerutukan itu kala Omen lelap, kala sibuk memunguti puntung-puntung kertas Bear Brand, kala menyikat karpet dari jejak daun kering, kala menyemprot kalap kamar Omen dengan pengharum kalengan, sebelum Mamanya Omen kembali marah-marah karena menyangka ada yang membakar sampah malam-malam. (BB/105)

Asindeton

-

74. Bejo di tengah-tengah mereka ibarat perawan dalam sarang penyamun. (BB/107)

- Persamaan/ Simile

75. Tanpa Bejo, mereka semua seperti meja berkaki tiga.(BB/107)

- Persamaan/ Simile 76. Bejo tanpa mereka adalah sebatang

kayu. (BB/107)

- Metafora


(19)

persinggahan ibuku yang terakhir. (RC/109)

78. Untung Ibu sempat melekatkan telurku di antara lekuk ukiran sebelum wafat disemprot Baygon. (RC/109)

Eufemismus -

79. Dia mempelajari semuanya dari kotak listrik warna-warni itu. (RC/111)

Perifrasis -

80. Ayah menamai dirinya sendiri HUNTER. (RC/111)

- Eponim

81.

Aku dan adik-adik tiriku tengah memandangi Ayah yang berbicara berapi-api di depan mimbar.(RC/114)

Hiperbola -

82. Tak lama, pertemuan itu bubar. Suasana istana muram durja. (RC/115)

Perifrasis -

83. Di luar dugaan kami, Ayah malah naik pitam. (RC/117)

Perifrasis -

84.

Keberanian dari panci mana ini? Bisa-bisanya aku menentang Hunter sang Raja. (RC/118)

- Personifikasi

85. “Di mata manusia, kita selamanya hitam, kecil, jelek, bau!” (RC/119)

Asindeton -

86. Hari-hariku berubah menjadi rangkaian nelangsa. (RC/120)


(20)

4.1.1 Gaya Bahasa Retoris

Gaya bahasa retoris merupakan gaya bahasa yang semata – mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu (Keraf, 2006 : 130). Berdasarkan teori Gorys Keraf terdapat 21 jenis gaya bahasa retoris. Setelah diteliti dari data yang diklasifikasikan di atas, maka ditemukan 10 jenis gaya bahasa retoris dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995-2005) karya Dewi Lestari yang terdiri atas asonansi, asindeton, polisindeton, elipsis, eufemismus, litotes, tautologi, perifrasis, pertanyaan retoris, dan hiperbola. Dari data tersebut, yang termasuk dalam gaya bahasa retoris, sebagai berikut :

1. Asonansi

Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud pengulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya digunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa untuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 1 gaya bahasa asonansi. Berikut gaya bahasa asonansi adalah:

1) Mereka berlima. Mereka muda. Mereka bahagia. Mereka lajang. Mereka bersahabat. Mereka raja-raja dunia. (BB/102)

Pada data di atas mengandung peerulangan bunyi vokal yang sama. Perulangan bunyi terlihat pada vokal /a/ yang terdapat pada kata mereka, berlima, muda, bahagia, lajang, bersahabat, raja dan dunia.


(21)

2. Asindeton

Asindeton adalah suatu gaya bahasa yang berupa acuan, yang besifat padat dan mampat dimana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 11 gaya bahasa asindeton. Berikut gaya bahasa asindeton adalah :

1) Rambut Ben gondrong berantakan, pipinya kasar karena kelupaan bercukur, lingkaran hitam membundari matanya akibat terlalu banyak begadang, tubuhnya menipis karena sering lupa makan. (FK/11)

2) “Ada yang bilang bikin seger, bikin tentrem, bikin sabar, bikin tenang, bikin kangen... (FK/22)

3) Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di teras rumahnya, filmnya yang baru kami tonton, kumisnya yang mengagumkan, yang mengilhamiku beserta seluruh teman abangnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan kumis menyerupai Herman. (MH/32) 4) Saat kubaca nama yang tertera disana, seketika aku dapat merasakan kaki

Hera yang berlari, sekuat tenaga, mengejar satu-satunya impian yang terwujud dalam hidupnya yang bergelimang kecewa, mengajak pemilik kartu nama itu berkenalan sekali lagi. (MH/38)

5) Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kekhilafannya untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kali kalian berjumpa. (STPS/41)


(22)

6) Betapa sebelah darimu percaya bahwa setetes air mata pun akan terhitung, tak ada yang mengalir mubazir, segalanya pasti bermuara di satu samudera tak terbatas, lautan merdeka yang bersanding sejajar dengan cakrawala... (STPS/41)

7) Dia, yang tidak pernah menyimpan gambar rupamu, pasti tidak tahu apa rasanya menatap lekat-lekat satu sosok, membayangkan rasa sentuh dari helai rambut yang polos tanpa busa pengeras, rasa hangat uap tubuh yang kamu hafal betul temperaturnya. (STPS/45)

8) Mari kita piknik, mandi susu, potong tumpeng, main pasir, adu jangkrik, balap karung, melipat kertas, naik getek, tarik tambang. (SKL/54)

9) Berbulan-bulan, Indi menutup tirai rapat-rapat, menyangkal kehadiran kue kuningnya, melawan rasa rindu dan sesal, menggantinya dengan rasa hambar yang dipabrikasi sendiri. (SKK/82)

10) Dan Nelly hanya bisa menggerutukan itu kala Omen lelap, kala sibuk memunguti puntung-puntung kertas Bear Brand, kala menyikat karpet dari jejak daun kering, kala menyemprot kalap kamar Omen dengan pengharum kalengan, sebelum Mamanya Omen kembali marah-marah karena menyangka ada yang membakar sampah malam-malam. (BB/105) 11) “Di mata manusia, kita selamanya hitam, kecil, jelek, bau!” (RC/119)

Pada data di atas (1) – (11) gaya bahasa asindeton membentuk kata yang kedudukannya sejajar antara yang satu dengan yang lain. Hubungan kata tersebut dengan kata yang lain ditandai dengan penggunaan tanda koma (,). Inilah yang menandakan kalimat-kalimat tersebut bersifat padat dan mampat.


(23)

3. Polisindeton

Polisindeton adalah suatu gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata sambung. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan 1 gaya bahasa polisindeton. Berikut gaya bahasa polisindeton adalah:

1) Kamu ingin berdiskusi dengan angin, dengan wangi sebelas tangkai sedap malam yang kamu beli dari tukang bunga berwajah memelas, dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan, dengan malam, dengan detik jam... tentang dia (STPS/40)

Pada data di atas, termasuk dalam gaya bahasa polisindeton yang beberapa kata dalam sebuah kalimat tersebut dihubungkan dengan kata sambung dengan yang menggambarkan suatu kejadian.

4. Elipsis

Elipsis adalah suatu gaya bahasa yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 1 gaya bahasa ellipsis. Berikut gaya bahasa elipsis adalah :

1) Ben cuma membisu. Hanya matanya diliputi misteri. Perlahan, aku ikut menenggak. Dan... (FK/21)

Pada data di atas, termasuk dalam gaya bahasa elipsis yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat seperti Perlahan, aku ikut menenggak. Dan... dapat ditafsirkan dan diartikan menjadi Perlahan, aku ikut menenggak. Dan aku


(24)

mengerti reaksi Ben. Sesuai dengan situasinya, mereka berdua tak bersuara, teguk demi teguk berlalu dalam keheningan.

5. Eufemismus

Eufemismus adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 4 gaya bahasa eufemismus. Berikut gaya bahasa eufemismus adalah :

1) Kedai mungil kami gegap gempita. (FK/13) 2) Jembatan komunikasi kami runtuh. (SG/63)

3) Untung Ibu sempat melekatkan telurku di antara lekuk ukiran sebelum wafat disemprot Baygon. (RC/109)

4) Hari-hariku berubah menjadi rangkaian nelangsa. (RC/120)

Pada data di atas, (1) pada kata mungil dapat digantikan dengan kata kecil untuk menggantikan ungkapan yang menyinggung perasaan. Data (2) kata runtuh digantikan dengan kata terputus untuk mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Data (3) kata wafat digantikan dengan kata meninggal untuk menggantikan ungkapan yang menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan. Data (4) kata rangkaian nelangsa dapat digantikan dengan kata kesedihan untuk menggantikan ungkapan yang menyinggung perasaan.


(25)

6. Litotes

Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 2 gaya bahasa litotes. Berikut gaya bahasa litotes adalah :

1) “Kapan lagi aku yang cuma tahu menyeduh kopi sachet ini nekat membikinkan kopi segar untuk seorang barista?” kelakarku. (FK/27)

2) Hera telah bermetamarfosis menjadi perempuan modern yang tidak terjangkau ukuran sosialku. (MH/34)

Pada data di atas , menunjukkan gaya bahasa litotes adalah (1) cuma tahu menyeduh kopi sachet ini, hal ini menunjukkan bahwa Jodi merendahkan dirinya untuk menghibur Ben dan data (2) tidak terjangkau ukuran sosialku merupakan sesuatu hal yang berbeda dari kenyataannya dengan tujuan merendahkan dirinya.

7. Tautologi

Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata – kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan 1 gaya bahasa tautologi. Berikut gaya bahasa tautologi adalah :


(26)

Pada data di atas, mengandung pernyataan yang menggunakan kata-kata berlebihan (perulangan) dari sebuah kata yang lain yaitu 1.30 dan pagi . Pukul 1.30 sudah mewakili pagi hari yang merupakan bagian awal dari hari yang ditunjukkan pada waktu 00.00 – 12.00 waktu Indonesia.

8. Perifrasis

Perifrasis adalah gaya yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Perbedaannya terletak dalam hal bahwa kata-kata yang berlebihan itu sebenarnya dapat diganti satu kata saja. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan 8 gaya bahasa perifrasis. Berikut gaya bahasa perifrasis adalah :

1) “Memangnya, Bapak pernah coba yang lebih enak dari ini?” Ben bertanya dengan otot – otot muka ditarik. (FK/16)

2) Setiap malam selama seratus hari terakhir mataku basah, sejak mendengar kabar duka dari sahabatku tentang Hera yang satu hari pergi dan tak kembali. (MH/38)

3) Betapa kamu rela membatu untuk itu. (STPS/42) 4) Kamu cukup jadi kacung intelektualku saja. (LL/89)

5) Meja bulat berlapis kaca itulah tempat persinggahan ibuku yang terakhir. (RC/109)

6) Dia mempelajari semuanya dari kotak listrik warna-warni itu. (RC/111) 7) Tak lama, pertemuan itu bubar. Suasana istana muram durja.(RC/115) 8) Di luar dugaan kami, Ayah malah naik pitam. (RC/117)


(27)

Pada data di atas, terdapat gaya bahasa perifrasis yang mempergunakan kata lebih banyak yang sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Data (1) otot –otot yang ditarik dapat digantikan dengan satu kata saja menjadi serius. Data (2) ditemukan dua gaya bahasa perifrasis dalam satu kalimat. Pernyataan mataku basah dan satu hari pergi dan tak kembali dapat digantikan dengan satu kata saja menjadi menangis dan meninggal. Data (3) membatu untuk itu dapat digantikan dengan satu kata saja menjadi terdiam. Data (4) ungkapan kacung inteletualku dapat digantikan menjadi satu kata yaitu pesuruh.

Data (5) ungkapan persinggahan yang terakhir merupakan ungkapan yang menggantikan kata kuburan atau makam. Data (6) ungkapan kotak listrik warna – warni dapat digantikan menjadi dengan satu kata saja menjadi televisi. Pada data (7) ungkapan muram durja dapat digantikan menjadi kata sedih. Data (8) ungkapan naik pitam dapat digantikan menjadi kata marah.

9. Erotesis atau Pertanyaan Retoris

Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya suatu jawaban. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi terdapat ditemukan 4 gaya bahasa erotesis atau pertanyaan retoris. Berikut gaya bahasa erotesis adalah:

1) Hera tersenyum setengah mendengus sambil menggeleng kenes, seolah merespons pertanyaan “adakah garam yang tak asin?” (MH/34)


(28)

2) Lama bagi kamu untuk berani menoleh ke belakang, menghitung, berapa banyakkah pengalaman nyata yang kalian alami bersama? (STPS/43)

3) Cukup lama aku terlatih membaca makna-makna tersirat dalam kalimatnya, walaupun belum cukup lama untuk mengerti alasan dibalik itu semua, misalnya, buat apa dia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair? (SG/59)

4) Apapun yang terjadi bukanlah keberuntungan atau kesialan, melainkan eksekusi kontrak belaka. Jadi, apakah seseorang bisa dibilang sial kalau sebenarnya kesialan itu direncanakan? (LL/92)

Pada data di atas, yang menunjukkan gaya bahasa erotesis terdapat pada kalimat (1) “adakah garam yang tak asin?” (2) berapa banyakkah pengalaman nyata yang kalian alami bersama? (3) Buat apa dia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair? (4) Jadi, apakah seseorang bisa dibilang sial kalau sebenarnya kesialan itu direncanakan? merupakan kalimat tanya yang tidak membutuhkan jawaban dan hanya berisi penekanan yang wajar. Kalimat tersebut seolah bertanya tetapi tidak bertanya.


(29)

10. Hiperbola

Hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan 17 gaya bahasa hiperbola. Berikut gaya bahasa hiperbola adalah :

1) “Kedahsyatan kopi tubruk terletak pada temperatur, tekanan, dan urutan langkah pembuatan yang tepat.” (FK/5)

2) Kepalaku terasa pening. Entah karena tonjokan kafein atau cerita sukses itu.(FK/9)

3) “Kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking takjubnya, dan cuma bisa berkata: hidup ini sempurna.” (FK/10)

4) “Nah, yang ini bukan sekedar enak, Pak. Tapi ini yang pualiiing... enak! Nomor satu di dunia,” aku berpromosi. (FK/15)

5) Sudah hampir tiga tahun aku begini. Dua puluh delapan bulan. Kalikan tiga puluh. Kalikan dua puluh empat. Kalikan enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Niscaya, akan kau dapatkan angka ini: 4.354.560.00. Itulah banyaknya milisekon sejak pertama aku jatuh cinta kepadamu. (SKL/53)

6) Memandangmu memberikanku sensasi keabadian sekaligus mortalitas. (SKL/53)

7) Suara sikat beradu dengan gigi menggema dari kamar mandi. (SG/58) 8) Senyuman yang melonjakkan listrik di jaringan otak. (SG/61)

9) Aku mencintai Egi. Egi mencintai pria lain, yang menahun sudah membiarkannya terkatung-katung. (SG/63)


(30)

10) Dengan tatapan kagum dan cinta, Indi meraba kulit Lei perlahan – lahan, sama takzimnya dengan menghayati kehalusan sutra yang ditenun ulat. (SKK/72)

11) Secepat aliran listrik di jaringan saraf, secepat itu Indi memvisualisasikan sepasang sepatu tua yang disembunyikan di bawah tangga. (SKK/78) 12) Kelenjar air mata yang sudah lama dinonaktifkan memompa deras

butir-butir air asin yang membuat kulit pipinya seperti meleleh. (SKK/81) 13) Sederet angka mencuat dari kertas putih, menusuk mata Lana. (LL/88) 14) Jempol Lana bergetar seolah dibebani bergunung-gunung sampah batin

yang dikoleksinya sepanjang hayat. (LL/94)

15) Lima tequila shot mereka tenggak bersama. Sesaat kemudian, hadir sensasi meledak di kepala. (BB/102)

16) Bergesernya kerak bumi tak mengubah letak kepala seorang Omen dari bantal. (BB/105)

17) Aku dan adik-adik tiriku tengah memandangi Ayah yang berbicara berapi-api di depan mimbar. (RC/114)

Pada data di atas termasuk dalam gaya bahasa hiperbola yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal. Pada data (1) Kedahsyatan kopi tubruk seakan kopi itu hebat. Data (2) merupakan sesuatu yang berlebihan yang ditunjukkan pada kata tonjokkan kafein yang seakan kefein dapat melakukan tindakan menonjok sehingga kepala terasa pusing. Data (3) sesuatu yang berlebihan ditunjukkan pada kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking takjubnya seakan kopi mampu menahan napas dan membuat yang meminumnya merasakan hal hebat.


(31)

Data (4) sesuatu yang berlebihan ditunjukkan pada Tapi ini yang pualiiing... enak! Nomor satu di dunia yang seakan kopi ini terenak nomor satu di dunia. Data (5) seseorang yang jatuh cinta selama tiga tahun dilebih-lebihkan menjadi Dua puluh delapan bulan. Kalikan tiga puluh. Kalikan dua puluh empat. Kalikan enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Niscaya, akan kau dapatkan angka ini: 4.354.560.00 merupakan sesuatu yang berlebihan dengan membesar-membesarkan sesuatu hal.

Data (6) sesuatu yang berlebihan ditunjukkan pada kata sensasi keabadian yang seakan dengan memandangnya seakan memberikan kekekalan. Data (7) pada pernyataan Suara sikat beradu dengan gigi merupakan sesuatu yang berlebihan seakan suara sikat berlaga atau bertumbukan dengan gigi. Data (8) pada kata menginventarisasi seakan sikat gigi sesuatu yang diinventarisasi atau hal yang berharga. Data (9) pada melonjakkan listrik merupakan sesuatu yang berlebihan yang menunjukkan bahwa senyuman dapat melonjakkan listrik (menaikkan tegangan listrik).

Data (10) sesuatu yang berlebihan ditunjukkan pada yang menahun sudah membiarkannya terkatung-katung seakan melayang – layang. Data (11) sesuatu yang berlebihan ditunjukkan pada kehalusan sutra yang ditenun ulat seakan kulit Lei sehalus kain sutra. Pada data (12) Secepat aliran listrik di jaringan saraf merupakan sesuatu yang berlebihan seakan pada jaringan saraf terdapat aliran listrik. Data (13) memompa deras butir-butir air asin yang membuat kulit pipinya seperti meleleh merupakan sesuatu yang berlebihan yang menunjukkan bahwa air mata mengalir di pipi.


(32)

Data (14) sesuatu yang berlebihan ditunjukkan pada seolah dibebani bergunung-gunung sampah batin yang dikoleksinya sepanjang hayat yang membesar-membesarkan sesuatu hal.Pada data (15) sesuatu yang berlebihan ditunjukkan pada sederet angka mencuat dari kertas putih, menusuk mata Lana seakan angka –angka tersebut dapat keluar dari kertas menusuk mata Lana.

Data (16) pada hadir sensasi meledak di kepala menunjukkan sesuatu yang berlebihan seakan minuman tequila shot dapat meledak seperti bom. Data (17) pada bergesernya kerak bumi menunjukkan sesuatu yang berlebihan seakan Omen tetap tidak akan terbangun walaupun kerak bumi begeser. Data (18) berbicara berapi-api di depan mimbar menunjukkan bahwa ayah sangat bersemangat sehingga digambarkan dengan kata berapi-api.


(33)

4.1.2 Gaya Bahasa Kiasan

Gaya bahasa kiasan ini pertama – tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba menemukan ciri – ciri yang menunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut (Keraf, 2006 : 136). Menurut Gorys Keraf terdapat 16 jenis gaya bahasa kiasan. Setelah diteliti dari data yang diklasifikasikan di atas, maka ditemukan sebanyak 4 jenis gaya bahasa kiasan dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995-2005) karya Dewi Lestari yang terdiri atas simile atau persamaan, metafora, personifikasi, dan eponim. Dari data tersebut, yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan, sebagai berikut :

1. Persamaan atau Simile

Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit. Yang dimaksud perbandingan yang bersifat eksplisit adalah bahwa ia langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Untuk itu, ia memerlukan upaya yang secara eksplisit menunjukkan kesamaan itu, yaitu kata – kata : seperti, sama, sebagai, bagaikan, laksana, dan sebagainya. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 23 gaya bahasa persamaan atau simile. Berikut gaya bahasa simile adalah :

1) Bak pemain sirkus Ben menghidangkan secangkir kopi tubruk. (FK/5) 2) Air muka itu meletup – letup seperti didihan air. (FK/6)

3) Kopi yang Anda minum hari ini : Ben’s Perfecto artinya sukses adalah wujud kesempurnaan hidup. (FK/13)

4) “Kopi itu ibarat jamu sehatku setiap hari.” (FK/15)


(34)

6) Semangat hidupnya pupus seperti lilin tertiup angin ( FK/25) 7) Sama nasibnya seperti kedai kami yang padam. (FK/25)

8) Kopi yang Anda minum hari ini :Kopi Tiwus artinya walau tak ada yang sempurna hidup ini indah begini adanya. (FK/27)

9) Filosofi Kopi yang lama diam bagai bubuk kopi tanpa riak air. (FK : 29) 10) Lama Hera mendekam seperti tahanan rumah. (MH/33)

11) Kalian seperti musafir yang tersesat di padang. (STPS/43) 12) Kejujuran sudah seperti riasan wajah yang menor. (SKL/53) 13) Hidup memang bagaikan mengitari Gunung Sinai (SKL/54)

14) “Dan kesedihan kamu pelihara seperti orang mengobati luka dengan cuka, bukan obat merah.” (SG/63)

15) Ada daya pejal yang membuat dada Lei nyaman seperti bantal. (SKK/73) 16) Keheningan bagai lagu merdu. (SKK/73)

17) Bagai luapan sungai saat penghujan, air mata membanjir. (SKK/76) 18) Matanya seperti kehabisan stok air mata. (SKK/79)

19) Rasa sayang dikemas dalam kiasan seperti membungkus putri dalam gaun pesta lalu dilepas anggun ke lantai dansa. (LL/89)

20) Bergaul dengan Lana seperti hanyut dalam air sejuk. (LL/93) 21) Memiliki Omen sama dengan memiliki telepon umum. (BB/105)

22) Bejo di tengah-tengah mereka ibarat perawan dalam sarang penyamun. (BB/107)

23) Tanpa Bejo, mereka semua seperti meja berkaki tiga.(BB/107)

Pada data diatas yang termasuk gaya bahasa simile atau persamaan yang menyamakan dua hal berbeda namun memiliki sifat yang sama terdapat pada data


(35)

(1) Bak pemain sirkus dan Ben menghidangkan secangkir kopi yang menyamakan Ben saat menghidangkan kopi dengan pemain sirkus. Data (2) Air muka itu meletup – letup dan didihan air yang menyamakan air muka seperti air mendidih. Data (3) Ben’s Perfecto dan sukses adalah wujud kesempurnaan hidup menyamakan dua hal memiliki sifat yang sama yang ditunjukkan pada Kopi Ben’s Perfecto dengan sebuah kesuksesan adalah kesempurnaan hidup.

Pada data di atas (4) yaitu kopi dan jamu yang menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain ditandai dengan kata pembanding ibarat. Kopi yang diminumnya sudah seperti jamu yang merupakan obat yang dibuat dari akar-akaran dan daun-daunan yang menyehatkan bagi tubuhnya dan sama – sama memiliki rasa pahit. Data (5) otakku dan macet berargumentasi yang menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain ditandai dengan kata pembanding seperti. Data (6) semangat hidupnya pupus dan lilin tertiup angin menyamakan semangat hidup yang sirna dengan lilin yang padam.

Data (7) sama nasibnya dan kedai kami yang padam yang menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain ditandai dengan kata pembanding seperti yang menyamakan nasibnya dengan kedai yang tutup. Data (8) Kopi Tiwus dan walau tak ada yang sempurna hidup ini indah begini adanya menyamakan dua hal memiliki sifat yang sama yang ditunjukkan pada Kopi Tiwus dengan hidup begini adanya. Data (9) Filosofi Kopi yang lama diam dan bubuk kopi tanpa riak air yang menyamakan Filosofi Kopi yang tutup seperti kopi yang belum diseduh air. Data (10) Lama Hera mendekam dan tahanan rumah menyamakan Hera yang terdiam dan menyendiri dengan seorang tahanan yang tidak bisa keluar.


(36)

Data (11) Kalian dan musafir yang tersesat di padang menyamakan dengan seorang musafir yang mencari jalan. Data (12) Kejujuran dan riasan wajah yang menor menyamakan kejujuran dengan riasan wajah.

Data (13) Hidup dan mengitari Gunung Sinai yang meyamakan hidup itu berputar dengan mengitari atau mengelilingi Gunung Sinai. Data (14) kesedihan kamu pelihara dan orang mengobati luka dengan cuka, bukan obat merah, menyamakan kesedihan dengan luka yang tak diobati dengan obat merah. Data (15) dada Lei nyaman dan bantal, menyamakan dada dengan bantal yang nyaman. Data (16) Keheningan dan lagu merdu, menyamakan sebuah keheningan dengan lagu yang tenang. Data (17) luapan sungai saat penghujan dan air mata membanjir, yang menyamakan luapan sungai dengan air mata yang mengalir dras. Data (18) Matanya dan kehabisan stok air mata, menyamakan seseorang yang tak bias menangis lagi. Data (19) Rasa sayang dikemas dalam kiasan dan membungkus putri dalam gaun pesta, menyamakan rasa sayang dengan gaun pesta yang istimewa.

Data (20) Bergaul dengan Lana dan hanyut dalam air sejuk yang menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain ditandai dengan kata pembanding seperti. Data (21) Memiliki Omen dan memiliki telepon umum, menyamakan Omen dengan telepon umum yang banyak digunakan banyak orang. Data (22) Bejo di tengah-tengah mereka dan perawan dalam sarang penyamun menyamakan Bejo seperti perawan yang ada dalam sarang penyamun yang disukai banyak orang. Data (23) Tanpa Bejo, mereka semua dan meja berkaki tiga, menyamakan tanpa seorang Bejo seperti meja berkaki tiga.


(37)

2. Metafora

Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat seperti : bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata, dan sebagainya. Metafora sebagai perbandingan langsung tidak mempergunakan kata : seperti, bak, bagai, bagaikan, dan sebagainya, sehingga pokok pertama langsung dihubungkan dengan pokok kedua. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 5 gaya bahasa metafora. Berikut gaya bahasa metafora adalah :

1) “Itu kebutaan sejati. Kamu memilih menjadi tunanetra padahal mata kamu sehat. Kamu tutup mata kamu sendiri.” (SG/63)

2) Sementara cintanya Egi yang masokhis juga alien bagiku. (SG/63) 3) Tangan Egi yang sesejuk es menahanku. (SG/65)

4) Kejujuranlah obat sejati. (LL/94)

5) Bejo tanpa mereka adalah sebatang kayu. (BB/107)

Pada data di atas, terdapat gaya bahasa metafora yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat. Data (1) mata kamu sehat yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat yaitu tunanetra. Data (2) cintanya Egi yang masokhis yang membandingkan dengan alien yang artinya seperti makhluk aneh dan asing. Data (3) Tangan Egi yang sesejuk es membandingkan suatu yang dingin dengan kata sesejuk es. Data (4) Kejujuranlah obat sejati membandingakan kejujuran dengan kata obat yang artinya kejujuran itu penghilang rasa sakit. Data (5) Bejo tanpa mereka adalah sebatang kayu membandingkan dua hal secara langsung yang artinya Bejo tanpa mereka seperti sebatang kara.


(38)

3. Personifikasi

Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda – benda mati atau barang – barang yang tidak bernyawa seolah – olah memiliki sifat – sifat kemanusiaan. Personifikasi (penginsanan) merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang mengiaskan benda – benda mati bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 5 gaya bahasa personifikasi. Berikut gaya bahasa personifikasi adalah :

1) “Anda tahu, cappucino ini kopi yang paling genit?” (FK/4)

2) “Untuk cappucino, dibutuhkan standar penampilan yang tinggi. Mereka tidak boleh kelihatan sembarangan.” (FK/4)

3) “Bagaimana dengan kopi tubruk?” Seseorang bertanya iseng. “Lugu, sederhana, tapi sangat memikat kalau kita mengenalnya lebih dalam.” (FK/5)

4) Malam hari membawanya ke dalam penjara. (SKK/74)

5) Keberanian dari panci mana ini? Bisa-bisanya aku menentang Hunter sang Raja. (RC/118)

Pada data di atas, terdapat gaya bahasa personifikasi yang yang menggambarkan benda – benda mati atau barang – barang yang tidak bernyawa seolah – olah memiliki sifat – sifat kemanusiaan. Data (1) kata cappucino dan genit yang digambarkan seolah – seolah hidup dan mengiaskan seakan kopi cappucino memiliki sifat yang genit seperti manusia. Data (2) cappucino dan dibutuhkan standar penampilan yang tinggi. Mereka tidak boleh kelihatan sembarangan seolah-olah hidup yang mengiaskan cappuccino memiliki


(39)

penampilan yang tinggi. Data (3) kopi tubruk dan lugu, sederhana, tapi sangat memikat kalau kita mengenalnya lebih dalam seakan kopi tubruk hidup memiliki sifat lugu dan sederhana. Data (4) Malam hari membawanya ke dalam penjara seakan malam hidup dan membawa seseorang ke penjara. Data (5) Keberanian dari panci mana ini? seakan panci ini hidup dan memiliki sifat berani.

4. Eponim

Eponim adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi ditemukan sebanyak 3 gaya bahasa eponim. Berikut gaya bahasa eponim adalah :

1) Sahabatku bermutasi menjadi versi lain dari dokter Frankestein. The Mad Barista. (FK/11)

2) Kamu itu bajaj bermesin BMW. (LL/89)

3) Ayah menamai dirinya sendiri HUNTER. (RC/111)

Pada data di atas, yang menunjukkan gaya bahasa eponim terdapat pada (1) dokter Frankestein yang menandakan dirinya tidak seperti dokter Frankestein yang pantang menyerah dan penuh semangat. Data (2) bajaj bermesin BMW yang menandakan bahwa dirinya seperti mesin mobil BMW yang canggih dan kuat. (3) kata HUNTER yang menandakan bahwa dirinya gagah dan berani seperti tokoh jagoan dalam film yang gagah.


(40)

4.2 Makna Semantik dalam Gaya Bahasa Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari

Makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang, yaitu : makna leksikal dan gramatikal, makna refrensial dan nonrefrensial, makna denotatif dan konotatif, makna konseptual dan asosiatif, makna kata dan istilah dan makna kias (Chaer, 1995 : 2). Dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995-2005) karya Dewi Lestari terdapat makna leksikal, gramatikal, denotatif, konotatif, referensial, nonrefrensial, kata, dan makna kias. Berdasarkan gaya bahasa retoris dan kiasan sebanyak 86 gaya bahasa. Berikut makna yang terkandung dalam gaya bahasa retoris dan kiasan adalah :

1. Makna Leksikal

Leksikal adalah bentuk ajektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Makna leksikal adalah makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Makna leksikal juga dapat dikatakan makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Berikut gaya bahasa yang mengandung makna leksikal adalah :

1) “Bagaimana dengan kopi tubruk?” Seseorang bertanya iseng. “Lugu, sederhana, tapi sangat memikat kalau kita mengenalnya lebih dalam.” (FK/5)

2) Bak pemain sirkus Ben menghidangkan secangkir kopi tubruk. (FK/5) 3) “Kopi yang apabila diminum akan membuat kita menahan napas saking


(41)

4) Kopi yang Anda minum hari ini : Ben’s Perfecto artinya sukses adalah wujud kesempurnaan hidup. (FK/13)

5) Kopi yang Anda minum hari ini : Kopi Tiwus artinya walau tak ada yang sempurna hidup ini indah begini adanya. (FK/27)

6) Sampai satu sore kami bicara-bicara tentang Herman Felany di teras rumahnya, filmnya yang baru kami tonton, kumisnya yang mengagumkan, yang mengilhamiku beserta seluruh teman abangnya membuat kompetisi untuk dulu-duluan menumbuhkan kumis menyerupai Herman. (MH/32) 7) Setiap malam selama seratus hari terakhir mataku basah, sejak mendengar

kabar duka dari sahabatku tentang Hera yang satu hari pergi dan tak kembali. (MH/38)

8) Kalian seperti musafir yang tersesat di padang. (STPS/43) 9) Sekarang pukul 1.30 pagi di tempatmu. (SKL/52)

10) Memandangmu memberikanku sensasi keabadian sekaligus mortalitas. (SKL/53)

11) Hidup memang bagaikan mengitari Gunung Sinai (SKL/54)

12) Suara sikat beradu dengan gigi menggema dari kamar mandi. (SG/58) 13) Malam hari membawanya ke dalam penjara. (SKK/74)

14) Berbulan-bulan, Indi menutup tirai rapat-rapat, menyangkal kehadiran kue kuningnya, melawan rasa rindu dan sesal, menggantinya dengan rasa hambar yang dipabrikasi sendiri. (SKK/82)

15) Rasa sayang dikemas dalam kiasan seperti membungkus putri dalam gaun pesta lalu dilepas anggun ke lantai dansa. (LL/89)


(42)

17) Mereka berlima. Mereka muda. Mereka bahagia. Mereka lajang. Mereka bersahabat. Mereka raja-raja dunia. (BB/102)

18) Lima tequila shot mereka tenggak bersama. Sesaat kemudian, hadir sensasi meledak di kepala. (BB/102)

19) Dan Nelly hanya bisa menggerutukan itu kala Omen lelap, kala sibuk memunguti puntung-puntung kertas Bear Brand, kala menyikat karpet dari jejak daun kering, kala menyemprot kalap kamar Omen dengan pengharum kalengan, sebelum Mamanya Omen kembali marah-marah karena menyangka ada yang membakar sampah malam-malam. (BB/105) 20) Meja bulat berlapis kaca itulah tempat persinggahan ibuku yang terakhir.

(RC/109)

21) Untung Ibu sempat melekatkan telurku di antara lekuk ukiran sebelum wafat disemprot Baygon. (RC/109)

Pada data di atas, mengandung makna leksikal yang sesuai dengan referennya. Data (1) dan (2) pada pemarkahan kata kopi tubruk yang berarti minuman kopi yang diseduh dengan cara memasukkan bubuk kopi dan gula ke dalam gelas lalu dituang air panas. Data (3), (4), dan (5) pada pemarkahan kata kopi yang berarti minuman yang bahannya serbuk kopi. Data (6) pada pemarkahan kata sore yang berarti menunjukkan waktu petang sekitar pukul 15.00 – 18.00.

Data (7) pada pemarkahan kata malam yang berarti waktu setelah matahari terbenam hingga matahari terbit. Data (8) pada pemarkahan kata padang berarti tanah yang datar dan luas. Kalimat di atas juga mengandung makna refrensial, denotatif, dan konseptual. Data (9) pada pemarkahan kata pagi yang berarti bagian


(43)

awal dari hari yang ditandai dengan dini hari pukul 00.00 – 12.00. Data (10) Data pada pemarkahan kata sensasi yang berarti membuat perasaan terharu atau merangsang emosi. Data (11) pada pemarkahan kata hidup yang berarti seakan-akan bernyawa atau tampak seperti keadaaan sesungguhnya. Kalimat tersebut juga mengandung makna denotatif, konseptual dan refrensial.

Data (12) pada pemarkahan kata suara yang berarti bunyi yang dikeluarkan dari mulut manusia. Data (13) pada pemarkahan kata malam berarti waktu setelah matahari terbenam dan hingga matahari terbit. Data (14) pada pemarkahan kata berbulan-bulan yang berarti beberapa bulan lamanya. Data (15) pada pemarkahan kata rasa yang berarti tanggapan hati terhadap sesuatu. Data (16) pada pemarkahan kata sejati yang berarti ‘sebenarnya’.

Data (17) pada pemarkahan kata mereka yang berarti ‘dia dengan yang lain atau orang-orang yang dibicarakan’. Data (18) pada pemarkahan kata sensasi mengandung makna leksikal yang berarti membuat perasaan terharu atau merangsang emosi. Data (19) pada pemarkahan kata kala yang berarti menyatakan ketika. Data (20) pada pemarkahan kata meja yang berarti sejenis perabot rumah yang mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki.Kalimat tersebut juga mengandung makna denotatif, refrensial, dan konseptual. Data (21) pada pemarkahan kata untung yang berarti sesuatu keadaan telah digariskan bagi perjalanan hidup seseorang.


(44)

2. Makna Gramatikal

Makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi. Berikut gaya bahasa yang mengandung makna gramatikal adalah :

1) “Kedahsyatan kopi tubruk terletak pada temperatur, tekanan, dan urutan langkah pembuatan yang tepat.” (FK/5)

2) Air muka itu meletup – letup seperti didihan air. (FK/6)

3) “Memangnya, Bapak pernah coba yang lebih enak dari ini? Ben bertanya dengan otot-otot yang ditarik. (FK/16)

4) Lama Hera mendekam seperti tahanan rumah. (MH/33)

5) Hera telah bermetamarfosis menjadi perempuan modern yang tidak terjangkau ukuran sosialku. (MH/34)

6) Kamu ingin berdiskusi dengan angin, dengan wangi sebelas tangkai sedap malam yang kamu beli dari tukang bunga berwajah memelas, dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan, dengan malam, dengan detik jam...tentang dia (STPS/40)

7) Kejujuran sudah seperti riasan wajah yang menor. (SKL/53) 8) Egi bahkan menginventarisasi sebuah sikat gigi di sini. (SG/59)

9) “Dan kesedihan kamu pelihara seperti orang mengobati luka dengan cuka, bukan obat merah.” (SG/63)

10) Dengan tatapan kagum dan cinta, Indi meraba kulit Lei perlahan – lahan, sama takzimnya dengan menghayati kehalusan sutra yang ditenun ulat. (SKK/72)


(45)

12) Bagai luapan sungai saat penghujan, air mata membanjir. (SKK/76)

13) Secepat aliran listrik di jaringan saraf, secepat itu Indi memvisualisasikan sepasang sepatu tua yang disembunyikan di bawah tangga. (SKK/78) 14) Kelenjar air mata yang sudah lama dinonaktifkan memompa deras

butir-butir air asin yang membuat kulit pipinya seperti meleleh. (SKK/81)

15) Berbulan-bulan, Indi menutup tirai rapat-rapat, menyangkal kehadiran kue kuningnya, melawan rasa rindu dan sesal, menggantinya dengan rasa hambar yang dipabrikasi sendiri. (SKK/82)

16) Kamu itu bajaj bermesin BMW. (LL/89)

17) Bergesernya kerak bumi tak mengubah letak kepala seorang Omen dari bantal. (BB/105)

18) Dia mempelajari semuanya dari kotak listrik warna-warni itu. (RC/111) 19) Ayah menamai dirinya sendiri HUNTER. Diadaptasi dari tokoh jagoan

film favoritnya dulu. Bagi Ayah, nama itu gagah betul. (RC/111)

20) Keberanian dari panci mana ini? Bisa-bisanya aku menentang Hunter sang Raja. (RC/118)

Pada data di atas, mengandung makna gramatikal yaitu makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika. Data (1) pada pemarkahan kata kedahsyatan mengalami proses afiksasi simulfiks ke-an yang menyatakan ‘hal’ dari suatu sifat atau keadaan berarti ‘hal dahsyat’. Kalimat di atas juga mengandung makna konotatif yang memiliki makna kehebatan. Data (2) pada pemarkahan kata meletup-letup mengalami proses reduplikasi yaitu pengulangan sebagian yang menyatakan perbuatan dilakukan berulang-ulang.


(46)

Data (3) pemarkahan kata otot-otot yang mengalami proses reduplikasi yaitu pengulangan seluruh bentuk dasar kata otot. Data (4) pemarkahan kata mendekam yang mengalami proses afiksasi prefiks meN- pada kata men-dekam. Data (5) pada pemarkahan kata bermetamorfosis mengalami proses afiksasi prefiks ber- pada kata metamorfosis. Kata tersebut juga mengandung makna konotatif yang berarti berubah bentuk.

Data (6) pada pemarkahan kata berdiskusi mengalami proses afiksasi ber- yang berarti mengadakan diskusi. Kata tersebut juga mengandung makna konotatif yang berarti bertukar pikiran. Data (7) pada pemarkahan kata kejujuran mengalami proses afiksasi simulfiks ke-an menyatakan hal dari suatu sifat atau keadaan yang berarti ‘hal jujur’. Data (8) pada pemarkahan kata menginventarisasi mengalami proses afiksasi prefiks meN- yang menyatakan makna ‘membuat apa yang tersebut pada bentuk dasar’ yaitu membuat daftar barang-barang (rumah tangga).

Data (9) pada pemarkahan kata kesedihan mengalami proseses afiksasi ke-an yke-ang menyatakke-an ‘hal’dari suatu perbuatke-an, sifat, atau keadake-an yke-ang berarti hal sedih Data (10) pada pemarkahan kata tatapan mengalami proses afiksasi sufiks – an memiliki makna sesuatu yang berhubungan dengan perbuatan menatap. Data (11) pada pemarkahan kata keheningan mengalami proses afiksasi simulfiks ke-an menyatakan suatu hal yaitu hal hening. Data (12) pada pemarkahan kata penghujan mengalami proses afiksasi afiks peN- memiliki makna yang menyebabkan jadi hujan atau musim hujan. Data (13) pada pemarkahan kata secepat mengalami proses afiksasi prefiks se- yang menyatakan sama atau seperti yang berarti sama cepat.


(47)

Data (14) pada pemarkahan dinonaktifkan mengalami proses afiksasi prefiks di- yang menyatakan suatu perbuatan yang pasif. Data (15) pada pemarkahan kata berbulan-bulan mengalami proses reduplikasi yaitu pengulangan sebagian yang berarti beberapa bulan. Kata tersebut juga mengandung makna leksikal. Data (16) pemarkahan kata bermesin mengalami proses afiksasi prefiks ber- menyatakan menggunakan mesin.

Data (17) pada pemarkahan kata bergesernya mengalamai proses afiksasi prefiks ber- yang menyatakan makna suatu perbuatan yang aktif. Kalimat di atas juga mengandung makna konotatif yang memiliki makna bergesek dan bergosokan. Data (18) pada pemarkahan warna-warni mengalami proses mengalami proses reduplikasi dengan perubahan yang melahirkan makna ‘bermacam-macam warna’. Data (19) mengandung makna gramatikal ditunjukkan pada kata menamai yang memiliki makna ‘memberi nama pada dirinya sendiri’. Data (20) pada pemarkahan kata keberanian mengalami proses afiksasi simulfiks ke-an menyatakan hal dari suatu sifat atau keadaan yang berarti ‘hal berani’ atau ‘keadaan berani’

3. Makna Referensial

Bila kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu, maka kata tersebut disebut kata bermakna referensial. Berikut gaya bahasa yang mengandung makna refrensial adalah :

1) “Untuk cappucino, dibutuhkan standar penampilan yang tinggi. Mereka tidak boleh kelihatan sembarangan.” (FK/4)


(48)

3) Kalian seperti musafir yang tersesat di padang. (STPS/43) 4) Hidup memang bagaikan mengitari Gunung Sinai (SKL/54)

5) Dan Nelly hanya bisa menggerutukan itu kala Omen lelap, kala sibuk memunguti puntung-puntung kertas Bear Brand, kala menyikat karpet dari jejak daun kering, kala menyemprot kalap kamar Omen dengan pengharum kalengan, sebelum Mamanya Omen kembali marah-marah karena menyangka ada yang membakar sampah malam-malam. (BB/105) 6) Meja bulat berlapis kaca itulah tempat persinggahan ibuku yang terakhir.

(RC/109)

Pada data di atas, terdapat makna referensial (1) pada pemarkahan kata standar mengandung makna refrensial dan juga mengandung makna denotatif, leksikal, dan konseptual yang memiliki makna ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Data (2) yang menyatakan kopi sebagai minuman yang menyehatkan bagi tubuh dan dapat diminum setiap hari seperti jamu. Kalimat di atas juga mengandung makna denotatif, leksikal dan konseptual. Data (3) pada pemarkahan kata padang berarti tanah yang datar dan luas. Kalimat di atas juga mengandung makna leksikal, denotatif, dan konseptual.

Data (4) pada pemarkahan kata hidup yang berarti seakan-akan bernyawa atau tampak seperti keadaaan sesungguhnya. Kalimat tersebut juga mengandung makna denotatif, konseptual dan leksikal. Data (5) pada pemarkahan kata kala mengandung makna yang menyatakan ketika. Kalimat di atas pada kata kala juga mengandung makna denotatif, leksikal, dan konseptual. Data (6) pada pemarkahan kata meja yang berarti sejenis perabot rumah yang mempunyai


(49)

bidang datar sebagi daun mejanya dan berkaki. Kalimat tersebut juga mengandung makna denotatif, leksikal, dan konseptual.

4. Makna Nonreferensial

Jika kata-kata tidak mempunyai referen , maka kata itu disebut kata bermakna nonreferensial. kata karena dan tetapi tidak mempunyai referen. Jadi, kata karena dan kata tetapi termasuk kata yang bermakna nonreferensial. Berikut gaya bahasa yang mengandung makna nonrefrensial adalah :

1) Kepalaku terasa pening. Entah karena tonjokan kafein atau cerita sukses itu.(FK/9)

2) Ben cuma membisu. Hanya matanya diliputi misteri. Perlahan, aku ikut menenggak. Dan.... (FK/21)

Pada data di atas, terdapat makna nonrefrensial (1) pada pemarkahan kata karena termasuk kata-kata yang tidak bermakna refrensial. Data (2) pada pemarkahan kata dan termasuk kata-kata yang tidak bermakna refrensial.

5. Makna Denotatif

Makna denotatif pada dasarnya sama dengan makna referensial sebab makna denotatif ini lazim diberi penjelasan sebagai makna yang sesuai dengan hasil observasi menurut penglihatan, penciuman, pendengaran, perasaan, atau pengalaman lainnya. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Berikut gaya bahasa yang mengandung makna denotatif adalah :

1) “Untuk cappucino, dibutuhkan standar penampilan yang tinggi. Mereka tidak boleh kelihatan sembarangan.” (FK/4)


(50)

2) Kopi itu ibarat jamu sehatku setiap hari. (FK/15)

3) Hera tersenyum setengah mendengus sambil menggeleng kenes, seolah merespons pertanyaan “adakah garam yang tak asin?” (MH/34)

4) Sebelah darimu menginginkan agar dia datang, membencimu hingga muak dia mendekati gila, menertawakan segala kebodohannya, kekhilafannya untuk sampai jatuh hati kepadamu, menyesalkan magis yang hadir naluriah setiap kali kalian berjumpa. (STPS/41)

5) Betapa sebelah darimu percaya bahwa setetes air mata pun akan terhitung, tak ada yang mengalir mubazir, segalanya pasti bermuara di satu samudera tak terbatas, lautan merdeka yang bersanding sejajar dengan cakrawala... (STPS/41)

6) Kalian seperti musafir yang tersesat di padang. (STPS/43)

7) Sudah hampir tiga tahun aku begini. Dua puluh delapan bulan. Kalikan tiga puluh. Kalikan dua puluh empat. Kalikan enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Kalikan lagi enam puluh. Niscaya, akan kau dapatkan angka ini: 4.354.560.00.Itulah banyaknya milisekon sejak pertama aku jatuh cinta kepadamu. (SKL/53)

8) Hidup memang bagaikan mengitari Gunung Sinai (SKL/54)

9) Dan Nelly hanya bisa menggerutukan itu kala Omen lelap, kala sibuk memunguti puntung-puntung kertas Bear Brand, kala menyikat karpet dari jejak daun kering, kala menyemprot kalap kamar Omen dengan pengharum kalengan, sebelum Mamanya Omen kembali marah-marah karena menyangka ada yang membakar sampah malam-malam. (BB/105)


(51)

10) Meja bulat berlapis kaca itulah tempat persinggahan ibuku yang terakhir. (RC/109)

Pada data di atas, terdapat makna denotatif yakni berupa makna yang sebenarnya dari kalimat tersebut. Data (1) pada pemarkahan kata standar mengandung makna denotatif memiliki makna ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan dan juga mengandung makna referensial, leksikal, dan konseptual. Data (2) menyatakan kopi sebagai minuman yang menyehatkan bagi tubuh dan dapat diminum setiap hari seperti jamu. Kalimat di atas juga mengandung makna refrensial, leksikal dan konseptual.

Data (3) mengandung makna denotatif yang menyatakan bahwa pertanyaan tersebut sesuai dengan makna sebenarnya bahwa garam memiliki rasa asin. Data (4) dan (5) pada pemarkahan kata sebelah mengandung makna denotatif yaitu makna sebenarnya yang memiliki makna bagian yang lain dari sesuatu atau menyatakan separuh. Data (6) pada pemarkahan kata padang mengandung makna denotatif berarti tanah yang datar dan luas. Kalimat di atas juga mengandung makna leksikal, referensial, dan konseptual.

Data (7) mengandung makna denotatif yang sesuai dengan makna sebenarnya bahwa kalimat tersebut menggunakan perkalian untuk menghitung waktu selama dua puluh delapan bulan. Data (8) pada pemarkahan kata hidup mengandung makna denotatif yang berarti seakan-akan bernyawa atau tampak seperti keadaaan sesungguhnya. Kalimat tersebut juga mengandung makna referensial, konseptual dan leksikal.

Data (9) pada pemarkahan kata kala mengandung makna yang menyatakan ketika. Kalimat di atas pada kata kala juga mengandung makna referensial,


(52)

leksikal, dan konseptual. Data (10) pada pemarkahan kata meja mengandung makna denotatif yang berarti sejenis perabot rumah yang mempunyai bidang datar sebagai daun mejanya dan berkaki. Kalimat tersebut juga mengandung makna referensial, leksikal, dan konseptual.

6. Makna Konotatif

Makna konotatif apabila kata itu mempunyai ‘nilai rasa’ baik positif maupun negatif. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Berikut gaya bahasa yang mengandung makna konotatif adalah :

1) “Anda tahu, cappucino ini kopi yang paling genit?” (FK/4) 2) Kedai mungil kami gegap gempita. (FK/13)

3) “Ada yang bilang bikin seger, bikin tentrem, bikin sabar, bikin tenang, bikin kangen... (FK/22)

4) Semangat hidupnya pupus seperti lilin tertiup angin ( FK/25)

5) Filosofi Kopi yang lama diam bagai bubuk kopi tanpa riak air. (FK/29) 6) Lama Hera mendekam seperti tahanan rumah. (MH/33)

7) Hera telah bermetamarfosis menjadi perempuan modern yang tidak terjangkau ukuran sosialku. (MH/34)

8) Saat kubaca nama yang tertera disana, seketika aku dapat merasakan kaki Hera yang berlari, sekuat tenaga, mengejar satu-satunya impian yang terwujud dalam hidupnya yang bergelimang kecewa, mengajak pemilik kartu nama itu berkenalan sekali lagi. (MH/38)


(53)

9) Kamu ingin berdiskusi dengan angin, dengan wangi sebelas tangkai sedap malam yang kamu beli dari tukang bunga berwajah memelas, dengan nyamuk-nyamuk yang cari makan, dengan malam, dengan detik jam...tentang dia (STPS/40)

10) Lama bagi kamu untuk berani menoleh ke belakang, menghitung, berapa banyakkah pengalaman nyata yang kalian alami bersama? (STPS/43) 11) Dia, yang tidak pernah menyimpan gambar rupamu, pasti tidak tahu apa

rasanya menatap lekat-lekat satu sosok, membayangkan rasa sentuh dari helai rambut yang polos tanpa busa pengeras, rasa hangat uap tubuh yang kamu hafal betul temperaturnya. (STPS/45)

12) Mari kita piknik, mandi susu, potong tumpeng, main pasir, adu jangkrik, balap karung, melipat kertas, naik getek, tarik tambang. (SKL/54)

13) Cukup lama aku terlatih membaca makna-makna tersirat dalam kalimatnya, walaupun belum cukup lama untuk mengerti alasan dibalik itu semua, misalnya, buat apa dia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair? (SG/59)

14) “Itu kebutaan sejati. Kamu memilih menjadi tunanetra padahal mata kamu sehat. Kamu tutup mata kamu sendiri.” (SG/63)

15) Jembatan komunikasi kami runtuh. (SG/63)

16) Ada daya pejal yang membuat dada Lei nyaman seperti bantal. (SKK/73) 17) Matanya seperti kehabisan stok air mata. (SKK/79)


(54)

19) Apapun yang terjadi bukanlah keberuntungan atau kesialan, melainkan eksekusi kontrak belaka. Jadi, apakah seseorang bisa dibilang sial kalau sebenarnya kesialan itu direncanakan? (LL/92

20) Bergaul dengan Lana seperti hanyut dalam air sejuk. (LL/93)

21) Jempol Lana bergetar seolah dibebani bergunung-gunung sampah batin yang dikoleksinya sepanjang hayat. (LL/94)

22) Memiliki Omen sama dengan memiliki telepon umum. (BB/105)

23) Bejo di tengah-tengah mereka ibarat perawan dalam sarang penyamun. (BB/107)

24) Tanpa Bejo, mereka semua seperti meja berkaki tiga.(BB/107) 25) Bejo tanpa mereka adalah sebatang kayu. (BB/107)

26) Tak lama, pertemuan itu bubar. Suasana istana muram durja.(RC/115) 27) Di luar dugaan kami, Ayah malah naik pitam. (RC/117)

28) “Di mata manusia, kita selamanya hitam, kecil, jelek, bau!” (RC/119) 29) Hari-hariku berubah menjadi rangkaian nelangsa. (RC/120)

Pada data di atas, terdapat gaya bahasa konotatif (1) pada pemarkahan kata genit yang memiliki makna banyak tingkah. Data (2) pada pemarkahan kata mungil yang memiliki makna kecil. Data (3) pemarkahan kata bikin mengandung yang memiliki makna buat. Data (4) pada pemarkahan kata pupus yang memiliki makna hilang lenyap. Data (5) mengandung makna konotatif ditunjukkan pada kata diam yang memiliki makna tidak bergerak atau tetap di tempat.

Data (6) pada pemarkahan kata mendekam yang memiliki makna meringkuk. Kalimat di atas juga mengandung makna gramatikal.Data (7) pada pemarkahan kata bermetamorfosis yang berarti berubah bentuk. Kalimat tersebut


(55)

juga mengandung makna gramatikal. Data (8) pada pemarkahan kata tertera mengandung makna konotatif yang berarti tercantum. Data (9) pada pemarkahan kata berdiskusi yang memiliki makna bertukar pikiran. Kalimat tersebut juga mengandung makna gramatikal.

Data (10) pada pemarkahan kata menoleh ke belakang yang memiliki makna melihat ke belakang. Data (11) pada pemarkahan kata rupa yang memiliki makna raut muka. Data (12) pada pemarkahan kata mari yang menyatakan ajakan ‘ayo’. Data (13) pada pemarkahan kata tersirat menyatakan makna terkandung. Data (14) pada pemarkahan kata tunanetra mengandung makna konotatif yang memiliki makna buta. Data (15) pada pemarkahan kata runtuh mengandung makna konotatif yang menyatakan putus.

Data (16) pada pemarkahan kata daya yang memiliki makna kekuatan. Data (17) pada pemarkahan kata stok mengandung makna konotatif yang memiliki makna persediaan. Data (18) pada pemarkahan kata kacung yang memiliki makna pesuruh atau pelayan. Data (19) pada pemarkahan kata bergaul yang memiliki makna berteman Data (20) pada pemarkahan kata eksekusi kontrak yang memiliki makna pelaksanaan perjanjian. Data (21) pemarkahan kata jempol yang memiliki makna ibu jari.

Data (22) pada pemarkahan kata telepon umum yang memiliki makna telepon koin. Data (23) pada pemarkahan kata perawan yang memiliki makna anak perempuan atau gadis. Data (24) pada pemarkahan kata meja berkaki tiga yang memiliki makna timpang atau tidak seimbang. Data (25) pada pemarkahan kata sebatang kayu yang memiliki makna sebatang kara atau tidak mempunya


(56)

sanak saudara. Data (26) pada pemarkahan kata kecoak yang memiliki makna lipas (kecoak, coro, dan kepuyuk = lipas).

Data (27) pada pemarkahan kata muram durja yang memiliki makna sedih atau tidak kelihatan bergembira. Data (28) pada pemarkahan kata naik pitam yang memiliki makna marah sekali. Data (29) pada pemarkahan kata rangkaian nelangsa mengandung makna kias yang memiliki makna kesedihan.

7. Makna Konseptual

Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atatu asosiasi apapun. Makna konseptual sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial. Berikut gaya bahasa yang mengandung makna konseptual adalah :

1) “Untuk cappucino, dibutuhkan standar penampilan yang tinggi. Mereka tidak boleh kelihatan sembarangan.” (FK/4)

2) Kopi itu ibarat jamu sehatku setiap hari. (FK/15)

3) Kalian seperti musafir yang tersesat di padang. (STPS/43) 4) Hidup memang bagaikan mengitari Gunung Sinai (SKL/54)

5) Dan Nelly hanya bisa menggerutukan itu kala Omen lelap, kala sibuk memunguti puntung-puntung kertas Bear Brand, kala menyikat karpet dari jejak daun kering, kala menyemprot kalap kamar Omen dengan pengharum kalengan, sebelum Mamanya Omen kembali marah-marah karena menyangka ada yang membakar sampah malam-malam. (BB/105) 6) Meja bulat berlapis kaca itulah tempat persinggahan ibuku yang terakhir.


(57)

Pada data di atas, terdapat makna konseptual (1) pada pemarkahan kata standar yang memiliki makna ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Kalimat tersebut juga dan juga mengandung makna denotatif, leksikal, dan referensial Data (2) yang menyatakan kopi sebagai minuman yang menyehatkan bagi tubuh dan dapat diminum setiap hari seperti jamu. Kalimat di atas juga mengandung makna denotatif, leksikal dan referensial. Data (3) pada pemarkahan kata padang berarti tanah yang datar dan luas. Kalimat di atas juga mengandung makna leksikal, denotatif, dan referensial.

Data (4) pada pemarkahan kata hidup yang berarti seakan-akan bernyawa atau tampak seperti keadaaan sesungguhnya. Kalimat tersebut juga mengandung makna denotatif, referensial, dan leksikal. Data (5) pada pemarkahan kata kala mengandung makna yang menyatakan ketika. Kalimat di atas pada kata kala juga mengandung makna denotatif, leksikal, dan referensial. Data (6) pada pemarkahan kata meja yang berarti sejenis perabot rumah yang mempunyai bidang datar sebagi daun mejanya dan berkaki. Kalimat tersebut juga mengandung makna denotatif, leksikal, dan referensial.

8. Makna Kata

Makna kata atau leksem memiliki makna, namun dalam penggunaannya makna kata itu baru menjadi jelas kalau kata itu sudah berada di dalam konteks kalimatnya atau konteks situasinya. Berikut gaya bahasa yang mengandung makna kata adalah :


(58)

Pada data (1) mengandung makna kata yang ditunjukkan pada pemarkahan kata tangan yang bermakna bagian dari pergelangan sampai jari tangan.

9. Makna Kias

Semua bentuk bahasa (baik kata, frase, maupun kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Berikut gaya bahasa yang mengandung makna kias adalah:

1) Rambut Ben gondrong berantakan, pipinya kasar karena kelupaan bercukur, lingkaran hitam membundari matanya akibat terlalu banyak begadang, tubuhnya menipis karena sering lupa makan. (FK/11)

2) Sahabatku bermutasi menjadi versi lain dari dokter Frankestein. The Mad Barista. (FK/11)

3) “Nah, yang ini bukan sekedar enak, Pak. Tapi ini yang pualiiing... enak! Nomor satu di dunia,” aku berpromosi. (FK/15)

4) Sama nasibnya seperti kedai kami yang padam. (FK/25)

5) “Kapan lagi aku yang cuma tahu menyeduh kopi sachet ini nekat membikinkan kopi segar untuk seorang barista?” kelakarku. (FK/27)

6) Betapa kamu rela membatu untuk itu. (STPS/42)

7) Senyuman yang melonjakkan listrik di jaringan otak. (SG/61) 8) Sementara cintanya Egi yang masokhis juga alien bagiku. (SG/63) 9) Sederet angka mencuat dari kertas putih, menusuk mata Lana. (LL/88) 10) Aku dan adik-adik tiriku tengah memandangi Ayah yang berbicara


(59)

Pada data di atas, terdapat makna kias ditunjukkan (1) pemarkahan kata menipis yang memiliki makna kurus. Data (2) pada pemarkahan kata bermutasi yang memiliki makna berubah. Data (3) pada pemarkahan nomor satu di dunia yang menandakan bahwa kopi tersebut paling enak tiada tandingan. Data (4) pada pemarkahan kata padam mengandung makna kias yang memiliki makna tutup. Data (5) pada pemarkahan kata kopi segar yang memiliki makna kopi yang masih baru.

Data (6) pada pemarkahan kata membatu yang memiliki makna diam saja atau membisu. Data (7) pada pemarkahan kata melonjakkan listrik yang memiliki makna memberikan pengaruh. Data (8) pada pemarkahan kata alien yang menyatakan bahwa alien berarti orang asing. Data (9) pada pemarkahan kata mencuat yang memiliki makna untuk menyatakan keluar. Data (10) pada pemarkahan kata berapi-api mengandung makna kias yang memiliki makna bersemangat sekali atau bergelora.


(60)

4.3 Gaya Bahasa Dominan dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari

Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna menurut Gorys Keraf terdiri atas 21 jenis gaya bahasa retoris dan 16 gaya bahasa kiasan. Dari hasil data yang diteliti ditemukan 10 jenis gaya bahasa retoris dan 4 gaya bahasa kiasan serta jumlah pemakaiannya sebagai berikut :

No. Gaya Bahasa Jumlah

Pemakaian

Persentase Pemakaian X x 100 % = .... % ƩX

1. Asonansi 1 1,1 %

2. Asindeton 11 12,8 %

3. Polisindeton 1 1,1 %

4. Elipsis 1 1,1 %

5. Eufemismus 4 4,7 %

6. Litotes 2 2,3 %

7. Tautologi 1 1,1 %

8. Perifrasis 8 9,3 %

9. Hiperbola 17 19,8 % 10. Pertanyaan Retoris 4 4,7 % 11. Persamaan atau Simile 23 26,8 %

12. Metafora 5 5,9 %

13. Personifikasi 5 5,9 %

14. Eponim 3 3,4 %


(61)

Berdasarkan tabel di atas, terdapat 10 jenis gaya bahasa retoris. Gaya bahasa retoris yang ditemukan dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995-2005) karya Dewi Lestari ditemukan sebanyak 50 data yang terdiri atas 1 gaya bahasa asonansi, 11 gaya bahasa asindeton, 1 gaya bahasa polisindeton, 1 gaya bahasa elipsis, 4 gaya bahasa eufemismus, 2 gaya bahasa litotes, 1 gaya bahasa tautologi, 8 gaya bahasa perifrasis, 4 gaya bahasa pertanyaan retoris dan 17 gaya bahasa hiperbola.

Gaya bahasa kiasan yang ditemukan dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995-2005) karya Dewi Lestari sebanyak 4 jenis gaya bahasa dengan jumlah pemakaian 36 data yang terdiri atas 23 gaya bahasa persamaan atau simile, 5 gaya bahasa metafora, 5 gaya bahasa personifikasi. Dan 3 gaya bahasa eponim.

Berdasarkan data tersebut, gaya bahasa yang dominan digunakan dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995-2005) karya Dewi Lestari dengan jumlah pemakaian sebanyak 23 (26,8%) gaya bahasa adalah gaya bahasa persamaan atau simile yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Dalam penelitian ini, Dewi Lestari mempergunakan gaya bahasa persamaan atau simile untuk mengungkapkan perasaan dan memberikan efek keindahan dalam bentuk bahasa sehingga membangkitkan imajinasi pembaca.


(1)

PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama : Tri Suci Ramadani NIM : 120701024

Jurusan : Sastra Indonesia Fakultas : Ilmu Budaya USU

Judul : Analisis Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yag tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh

Medan, September 2016

Penulis

Tri Suci Ramadani NIM 120701024


(2)

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM KUMPULAN CERPEN FILOSOFI KOPI KARYA DEWI LESTARI

TRI SUCI RAMADANI FAKULTAS ILMU BUDAYA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan gaya bahasa retoris dan kiasan, 2) makna yang terkandung dalam gaya bahasa dan 3) mendeskripsikan gaya bahasa yang dominan dalam Filosofi Kopi : Kumpulan Cerita dan Prosa Satu Dekade (1995-2005) Karya Dewi Lestari. Penelitian ini bersifat kualitatif deskritif dan kuantitatif. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak dan catat. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik baca markah. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan sepuluh jenis gaya bahasa yang termasuk dalam gaya bahasa retoris, yaitu asonansi, asindeton, polisindeton, eufemismus, perifrasis, elipsis, tautologi, litotes, pertanyaan retoris, dan hiperbola. Sedangkan gaya bahasa kiasan ditemukan empat jenis gaya bahasa, yaitu persamaan atau simile, metafora, personifikasi dan eponim. Makna yang terkandung dalam gaya bahasa, yaitu makna leksikal, gramatikal, referensial, nonreferensial, denotatif, konotatif, konseptual, kata, dan makna kias. Jenis gaya bahasa yang dominan digunakan adalah gaya bahasa persamaan atau simile yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Dalam penelitian ini, Dewi Lestari mempergunakan gaya bahasa persamaan atau simile untuk mengungkapkan perasaan dan memberikan efek keindahan dalam bentuk bahasa sehingga membangkitkan imajinasi pembaca.


(3)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat, hidayah dan perlindungan-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Penelitian yang berjudul Analisis Gaya Bahasa dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, peneliti telah banyak menerima bantuan, bimbingan, pengarahan, dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia dan selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Budaya.

2. Drs. Haris Sutan Lubis, M.Hum. selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya.

3. Dr. Dardanila, M.Hum. selaku Pembimbing I, atas kesediaan dan kesabarannya untuk memberikan bimbingan, saran, ilmu, motivasi, dan kasih sayang selama penulisan skripsi ini.

4. Dra. Mascahaya, M.Hum. selaku Pembimbing II, atas kesediaan dan kesabarannya untuk memberikan bimbingan, saran, ilmu, motivasi, dan kasih sayang selama penulisan skripsi ini.

5. Dr. Dwi Widayati, M.Hum dan Drs. Pribadi Bangun selaku dosen penguji, yang telah memberikan banyak masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.

6. Drs. Isma Tantawi, M.Hum. selaku dosen pembimbing akademik, yang telah memberikan nasihat, semangat, dan kasih sayang semasa perkuliahan.

7. Seluruh Bapak/Ibu staf pengajar di Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan bagi penulis selama mengikuti perkuliahan.


(4)

8. Bapak Slamet yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

9. Teristimewa untuk orang tua peneliti Bapak Suhartono dan Ibu Rusiana yang selalu mendoakan dan memberikan kasih sayang, perhatian, semangat dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Adik – adik peneliti Elfia Yusdani, Junita Fadillah, dan Ayu Puspa Ningrum yang selalu mendoakan dan memberikan perhatian serta semangat.

11. Wak Lina, Wak Rosma, Wak Iyah, Paklek Suhardi, Paklek Sucipto, Paklek Supandi, Mhd. Rizky Juliansyah, Achmad Hatta Nugraha, Umi Kalsum, Bobby Ofvilla Brahmana, Halima Siregar, Dieni Annisa, Maysarah Sagala, Kiki Hasibuan, Abang Rivan, Kakak Novi, Kakak Ira, Kakak Imay, Agung Pranata, Imanuel Sianturi, Sofyan Rahmat Rambe, Irza Dwi Cahyadi, Evan Simanulang, Keluarga Umi Siti Zubaidah dan Keluarga Ibu Yusniati, yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada peneliti.

12. Rahmat Zaki Sirait, Muhammad Ikhsan dan seluruh sahabat Sastra Indonesia, atas motivasi, pengalaman, dan kerja sama, selama masa perkuliahan.

Akhirnya dengan penuh ketulusan dan kerendahan hati, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Atas partisipasi dan dukungannya peneliti sampaikan terima kasih.

Medan, September 2016


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ……….. i

ABSTRAK ……….. ii

PRAKATA ……….. iii

DAFTAR ISI ………... v

BAB I. PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ……….. 1

1.2 Rumusan Masalah ………. 5

1.3 Batasan Masalah ……… 5

1.4 Tujuan Penelitian ……….. 6

1.5 Manfaat Penelitian ……… 6

1.5.1 Manfaat Teoretis ……….. 6

1.5.2 Manfaat Praktis ……… 6

BAB II. KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ………... 7

2.1 Konsep ………... 7

2.1.1 Gaya Bahasa ………. 7

2.1.2 Cerpen ……….. 8

2.1.3 Filosofi Kopi ……… 8

2.2 Landasan Teori ………... 9

2.2.1 Stilistika ……… 9

2.2.2 Gaya Bahasa Berdasarkan Lansung Tidaknya Makna…….. 10

2.2.2.1 Gaya Bahasa Retoris ………... 10

2.2.2.2 Gaya Bahasa Kiasan ……… 17


(6)

BAB III. METODE PENELITIAN ………... 28

3.1 Waktu Penelitian ………... 28

3.2 Sumber Data ………... 28

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ……… 28

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ………... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 32

4.1 Gaya Bahasa Retoris dan Kiasan dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari ……….. 32 4.1.1 Gaya Bahasa Retoris ………. 45

4.1.2 Gaya Bahasa Kiasan ……….. 58

4.2 Makna Semantik dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari ………... 65 4.3 Gaya Bahasa Dominan dalam Kumpulan Cerpen Filosofi Kopi Karya Dewi Lestari ………... 85 BAB V. PENUTUP 87 5.1 Simpulan ………... 87

5.2 Saran ……….. 88