Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas Dari Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO) Pada Proses Deodorisasi

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Kelapa Sawit
2.1.1. Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang
termasuk dalam family Palmae. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunani
Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis berasal dari kata Guinea,
yaitu tempat di mana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa
sawit pertama kali di pantai Guinea.
Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan
curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-32oC. Panen kelapa sawit terutama
didasarkan pada saat kadar minyak mesokarp mencapai maksimum dan kandungan
asam lemak bebas minimum, yaitu pada saat buah mencapai tingkat kematangan
tertentu (ripe). Kriteria kematangan dapat dilihat dari warna kulit buah dan jumlah
buah yang rontok pada tiap tandan.
Penyelidikan yang dilakukan terhadap 400 tandan kelapa sawit menunjukkan
adanya hubungan linear antara jumlah yang rontok pada tiap tandan dan persentase
minyak yang terdapat pada mesocarp kelapa sawit. Kenaikan jumlah yang rontok dari

5 menjadi 74 persen buah menunjukkan kenaikan kandungan minyak pada mesocarp

Universitas Sumatera Utara

5

sebesar 5 persen dan kadar asam lemak bebas meningkat dari 0,5 persen menjadi 2,9
persen. (Ketaren, 2005)

2.1.2. Sejarah Kelapa Sawit di Indonesia
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan ke Indonesia oleh pemerintah kolonial
Belanda pada tahun 1848, tepatnya di kebun raya Bogor (s’Lands Plantentuin
Buitenzorg). Pada tahun 1876, Sir Yoseph Hooker mencoba menanam 700 bibit
tanaman kelapa sawit di Labuhan Deli, Sumatera Utara.
Pada saat ini, perkebunan kelapa sawit telah berkembang lebih jauh sejalan
dengan kebutuhan dunia akan minyak nabati dan produk industri oleochemical.
Produk minnyak sawit merupakan komponen penting dalam perdagangan minyak
nabati dunia. (Pahan,2008)

2.1.3. Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit dibagi atas lima
varietas, yaitu :
1. Dura
Tebal tempurung antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar
tempurung. Persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35 – 50 %.
Kernel (daging biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.

Universitas Sumatera Utara

6

2. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya
tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji
sangat tipis. Jenis Psifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis
lain. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan.
Penyerbukan silang antara Pisifera dan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.
3. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat – sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan
Pisifera. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm, dan

terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah
tinggi, antara 60 – 95 %.
4. Macro Carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya sangat tipis sekali.
(Tim Penulis, 1997)

2.2. Minyak Kelapa Sawit
Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging
buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa
sawit kasar atau Crude Palm Olein (CPO). Sedangkan minyak yang kedua adalah
berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal sebagai minyak inti kelapa
sawit atau Palm Kernel Oil (PKO).

Universitas Sumatera Utara

7

Minyak sawit kasar (Crude Palm Oil) mengandung sekitar 500 – 700 ppm β karoten dan merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu
CPO berwarna merah jingga. Disamping itu jumlahnya juga cukup tinggi. Minyak
sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi dan

mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan
berbentuk semi solid pada suhu ruang. Adanya serat halus dan air pada sawit kasar
tersebut menyebabkan minyak sawit kasar tidak dapat dikonsumsi langsung sebagai
bahan pangan maupun non pangan. (Ketaren, 2005)

2.3.Pengolahan Buah Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit baru dapat berproduksi setelah berumur sekitar 30 bulan
setelah ditanam. Buah yang dihasilkan disebut tandan buah segar (TBS) atau fresh
fruit bunch (FFB). TBS diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak dan
intiya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produk setengah jadi.
Minyak mentah atau crude palm oil (CPO, MKS) dan inti (kernel, IKS) harus diolah
lebih lanjut untuk dijadikan produk jadi lainnya. (Pahan, 2008)

2.3.1. Stasiun Penerimaan Buah
Sebelum diolah dalam PKS, tandan buah segar (TBS) yang berasal dari kebun
pertama kali diterima di stasiun penerimaan buah untuk ditimbang di jembatan

Universitas Sumatera Utara

8


timbang (weight bridge) dan ditampung sementara di penampungan buah (loading
ramp).

2.3.2. Stasiun Rebusan (sterilizer)
Sterilizer yang banyak digunakan umumnya yaitu bejana tekan horizontal yang bisa
menampung 10 lori per unit (25-27 ton TBS). dalam proses perebusan, TBS
dipanaskan dengan uap pada temperature sekitar 135oC dan tekanan 2,0 – 2,8 kg/cm2
selama 80-90 menit. Proses perebusan dilakukan secara bertahap dalam tiga puncak
tekanan agar diperoleh hasil yang optimal.
Tujuan dari proses perebusan tandan buah segar yaitu untuk menghentikan
perkembangan asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA), memudahkan
pemipilan, penyempurnaan dalam pengolahan, serta penyempurnaan dalam proses
pengolahan inti sawit.

2.3.3. Stasiun Pemipilan (stripper)
TBS berikut lori yang telah direbus dikirim ke bagian pemipilan dan dituangkan kea
lat pamipil (thresher) dengan bantuan hoisting crane. Proses pemipilan terjadi akibat
tromol berputar pada sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga
membanting-banting TBS tersebut yang menyebabkan brondolan lepas dari

tandannya.

Universitas Sumatera Utara

9

2.3.4. Stasiun Pencacahan (digester) dan Pengempaan (presser)
Brondolan yang telah terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian pengadukan/
pencacahan (digester). Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan
daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat
dipisahkan dari daging buh dengan kerugian yang sekecil-kecilnya.
Brondolan yang telah mengalami pencacahan dan keluar melalui bagian
bawah digester sudah berupa ‘bubur’. Hasil cacahan tersebut langsung masuk kea lat
pengempaan. Pada umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempaan untuk
memisahkan minyak dari daging buah.

2.3.5. Stasiun Pemurnian (clarifier)
Minyak kasar yang diperoleh dari hasil pengempaan perlu dibersihkan dari kotoran,
baik yang berupa padatan (solid), lumpur (sludge), maupun air. Tujuan dari
pembersihan/pemurnian minyak kasar yaitu agar diperoleh minyak dengan kualitas

sebaik mungkin dan dapat dipasarkan dengan harga yang layak.
Di clarifier tank, minyak kasar terpisah menjadi minyak dan sludge karena
prosen pengendapan. Minyak dari clarifier tank selanjutnnya dikirim ke oil tank,
sedangkan sludge dikirim ke sludge tank. Sludge merupakan fasa campuran yang

Universitas Sumatera Utara

10

masih mengandung minyak. Di PKS, sludge diolah untuk dikutip kembali pada
minyak yang masih terkandung di dalamnya.

2.3.6. Stasiun Pemisahan Biji dan Kernel
Proses pemisahan biji-serabut dari ampas pengempaan bertujuan untuk meperoleh biji
sebersih mungkin. Kemudian, dari biji tersebut harus menghasilkan inti sawit secara
rasional, yakni kerugian yang sekecil-kecilnya dgan hasil inti sawit yang setinggitingginya. (Pahan, 2008)

2.4.Pemurnian Minyak Kelapa Sawit
Tujuan utama dari proses pemurnian minyak sawit adalah untuk menghilangkan rasa
serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa

simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam
industri.

2.4.1. Pemisahan Gum ( De-Gumming )
Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir – lendir yang
terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi
jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

Universitas Sumatera Utara

11

Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidratasi gum atau kotoran lain
agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan
proses pemusingan (sentrifusi). Caranya ialah dengan melakukan uap air panas
kedalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga
bagian lendir terpisah dari air. Pada saat proses sentrifusi berlangsung, ditambahkan
bahan kimia yang dapat menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur
(NaCl). Suhu minyak pada waktu proses sentrifusi berkisar antara 32 – 50oC, dan
pada suhu tersebut kekentalan minyak akan berkurang sehingga gum mudah terpisah

dari minyak.

2.4.2. Netralisasi
Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau
lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya
sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga
dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi.

2.4.3. Pemucatan (Bleaching)
Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat – zat warna
yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur
minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung
aktif (activated clay), arang aktif ataupun bahan kimia lainnya.
Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel
yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada

Universitas Sumatera Utara

12


suhu sekitar 105oC selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak
mencapai suhu 70 – 80oC dan jumlah adsorben ± sebanyak 1,0 – 1,5 % dari berat
minyak. Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak
tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna
tersebut akan dihilangkan. Selanjutnya, minyak dapat dipisahkan dari adsorben
dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan
dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut ± 0,2 – 0,5 % dari
berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

2.4.4. Proses Deodorisasi (Deodorization)
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk
menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses
deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau
keadaan vakum.
Pada tahap ini BPO (Bleaching Palm Olein) akan dimurnikan dari kadar asam
lemak bebas (FFA), bau (odor), dan warna (colour). Proses pemurnian dilakukan
pada life steam dengan peningkatan suhu secara bertahap.
Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan vertikal.
Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak dan dipanaskan pada
suhu 200 – 250oC pada tekanan 1 atm dan selanjutnya pada tekanan rendah (± 10 mm

Hg) sambil dialiri uap panas selama 4 – 6 jam untuk mengangkut senyawa yang
menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal dalam minyak setelah pengaliran uap

Universitas Sumatera Utara

13

selesai, maka minyak tersebut perlu divakumkan pada tekanan yang turun lebih
rendah.
Pada suhu yang tinggi, komponen yang menimbulkan bau pada minyak akan
lebih mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut sari minyak bersama –
sama dengan uap panas. Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan
mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisa minyak oleh uap air.
Setelah proses deodorisasi sempurna, maka minyak harus cepat didinginkan
dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak turun
menjadi ± 84oC dan selanjutnya ketel dibuka dan dikeluarkan dari ketel. (Ketaren,
2005)

2.5. Komposisi Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang
dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 30 – 40 persen. Minyak
kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap.
(Ketaren, 2005)
Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang
berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon. Dalam proses
pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul
gliserol dengan tiga molekul asam – asam lemak yang membentuk satu molekul
trigliserida dan tiga molekul air.

Universitas Sumatera Utara

14

CH2 – OH

+

R1COOH

CH2 – COOR1

CH – OH

+

R2COOH

CH – COOR2

CH2 – OH

+

R3COOH

CH2 – COOR3

asam lemak

trigleserida

Gliserol

+ 3 H2O

air

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air Minyak yang mula – mula terbentuk
dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan
setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang
mengandung asam lemak tidak jenuh.
Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu
lemak atau minyak, yang umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan tidak
bercabang.
Asam lemak terbagi atas dua macam, yaitu :
1. Asam Lemak Jenuh
2. Asam Lemak Tak Jenuh

2.5.1. Asam Lemak Jenuh
Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap
antara atom – atom karbon pada rantainya, dan pada umumnya mempunyai titik lebih
yang tinggi.
Tabel 2.1. Asam – Asam Lemak Jenuh Pada Minyak Kelapa Sawit

Universitas Sumatera Utara

15

Asam Lemak
Jenuh
Asam Kaprilat
Asam Kaprat
Asam Laurat
Asam Miristat
Asam Palmitat
Asam Stearat

Jumlah
Atom
Karbon
8
10
12
14
16
18

Rumus Struktur

CH3(CH2)6COOH
CH3(CH2)8COOH
CH3(CH2)10COOH
CH3(CH2)12COOH
CH3(CH2)14COOH
CH3(CH2)16COOH

Titik Lebur
( oC )
16,7
31,6
44,2
54,4
62,9
69,6

Minyak Kelapa
Sawit
( persen )
1,1 – 2,5
40 – 46
3,6 – 4,7

Sumber: Ketaren 2005
A. Asam Kaprilat dan Kaprat
Asam kaprilat dan asam kaprat merupakan dua senyawa yang penting dalam
industri, karena merupakan zat kimia antara (intermediate) untuk mensintesis
berbagai zat – zat kimia fungsional dan produk pangan sehat yang disebut trigliserida
rantai sedang atau TSR (Medium Chain Triglicerid (MCT) / fat). Asam Kaprilat dan
Kaprat diperoleh dari kedua minyak tersebut melalui jalur yakni hidrolisis dan
metanolisis. Jalur metanolisis (yang menghasilkan ester metal asam – asam kaprilat
dan kaprat).

B. Asam Laurat
Asam laurat atau asam dodekanoat adalah asam lemak jenuh berantai sedang
(Ing Middle-Chained fatty acid, MCFA) yang tersusun dari 12 atom C. Sumber utama
asam lemak ini adalah minyak kelapa, yang dapat mengandung 50 % asam laurat,
serta minyak biji sawit (Palm Kernel Oil).
Asam laurat memiliki titik lebur 44,2oC dan titik didih 225oC sehingga pada
suhu ruang berwujud padatan berwarna putih, dan mudah mencair jika dipanaskan.
Rumus kimia CH3(CH2)10COOH, berat molekul 200.3 gr.mol-1, asam ini larut dalam

Universitas Sumatera Utara

16

pelarut polar, misalnya air, juga larut dalam lemak karena gugus hidrokarbon (metal)
di satu ujung dan gugus karboksil diujung lain.

C. Asam Miristat
Asam Miristat atau asam tetradekanoat merupakan asam lemak jenuh yang
tersusun dari 14 atom C. Asam ini pertama - tama diekstraksi dari tanaman pala
(Myristica fragrans). Meskipun demikian, aroma khas pala tidak berasal dari asam ini
melainkan minyak atsiri dan juga dapat dijumpai pada tanaman ini.

D. Asam Palmitat atau asam heksadekanoat.
Tumbuh – tumbuhan dari famili Palmaceae, seperti kelapa (Cocos nucifera)
dan kelapa sawit (Elaeis guenensis) merupakan sumber asam lemak ini. Minyak
kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat (92%). Minyak sawit
mengandung sekitar 50 % palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam
lemak ini (dari mentega, keju, susu dan juga daging).
Asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon
(CH3(CH2)14COOH). Pada suhu ruang asam palmitat berwujud padat berwarna putih,
titik lebur 62,9oC.

E. Asam Stearat
Asam stearat, atau asam oktadekanoat, adalah asam lemak jenuh yang mudah
diperoleh dari lemak hewani serta minyak masak. Wujudnya padat pada suhu ruang,

Universitas Sumatera Utara

17

dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH. Kata stearat berasal dari bahasa Yunani
”stear”, yang berarti “Lemak padat” (Ing.Tallow).
Asam stearat diproses dengan memperlakukan lemak hewan dengan air pada
suhu dan tekanan tinggi. Titik lebur asam stearat 69,6oC dan titik didihnya 361oC.
Reduksi asam stearat menghasilkan stearil alkohol.

2.5.2. Asam Lemak Tak Jenuh
Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang memiliki satu atau lebih
ikatan rangkap di antara atom – atom karbonnya, dan pada umumnya mempunyai
titik lebur yang rendah.
Tabel 2.2. Asam – Asam Lemak Tak Jenuh Pada Minyak Kelapa Sawit
Asam
Lemak
Tak Jenuh

Jumlah
Atom
Karbon

Rumus Struktur

Asam
18
CH3(CH2)7CH=(CH2)7COOH
Oleat
18
CH3(CH2)7CH=CHCHCH2=(CH)2COOH
Asam
Linoleat
Sumber: Ketaren 2005

Titik
Lebur
( oC )

Minyak
Kelapa
Sawit
( persen )

14
-5

42,7
10,3

A. Asam Oleat
Asam Oleat atau asam Z-Δ9-oktadekanoat merupakan asam lemak tak jenuh
yang banyak terkandung dalam minyak zaitun. Asam ini tersusun dari 18 atom C
dengan satu ikatan rangkap diantara atom C ke-9 dan ke-10. Selain dalam minyak
zaitun (55 – 80 %), asam lemak ini juga terkandung dalam minyak bunga matahari

Universitas Sumatera Utara

18

kultivar tertentu, minyak raps, serta minyak biji anggur. Rumus kimianya
CH3(CH2)7CHCH(CH2)7COOH.
Asam lemak ini pada suhu ruang berupa cairan kental dengan warna kuning
pucat atau kuning kecoklatan. Asam ini memiliki aroma yang khas. Ia tidak larut
dalam air, titik leburnya 14oC.

B. Asam Linoleat
Asam Linoleat merupakan asam lemak tak jenuh majemuk (polyunsaturated
fatty acid, PUFA) yang tersusun dari rantai 18 atom karbon. Salah satu isomer asam
linoleat, asam alfa linolenat (ALA), adalah asam lemak Omega-3 yang dikenal
memiliki khasiat lebih dari asam alfa linolenat nabati dapat diperoleh misalnya dari
minyak biji flax ( linum usitatissimum ) sekitar 55 %. (Ketaren, 2005)
Jumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dalam minyak sawit
hampir sama. Komponen utama adalah asam palmitat dan oleat. Selain mengandung
karotenoida 500 – 700 ppm (diantaranya β – karotena 54,4 %) juga mengandung
sterols ± 300 ppm (diantaranya kolseterol 4 %, β – sitosterol 63 %), tokoferol 500 –
800 ppm, dan fosfatida 500 – 1000 ppm. Kesemua zat tak tersabunkan tersebut hanya
0,3 % dari minyak sawit. Kadar tokoferol tersebut tergantung pada kehati – hatian
perlakuan dalam pengolahan minyak yang berkadar asam lemak bebas (ALB) tinggi
biasanya kadar tokoferolnya rendah. ( Mangoensoekarjo, 2003)

Universitas Sumatera Utara

19

2.6. Kandungan Minor dalam Minyak Kelapa Sawit
Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1 %, antara
lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, dan fosfalipida. Dua
unsure yang disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih
dibandingkan unsur yang lain karena unsur tersebut diketahui meningkatkan
kemantapan minyak terhadap oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan kedua unsure
tersebut dalam suatu jenis minyak menyebabkan minyak relativ tidak mudah tengik.
Selain itu, karoten mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai obat anti kanker,
sedangkan tokoferol dimanfaatkan sebagai sumber vitamin E. ( Tim Penulis, 1997)

2.7. Sifat Fisiko – Kimia Minyak Kelapa Sawit
Sifat fisiko - kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor,
kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), titik pelunakan,
slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan (turbidity
point), titik asap, titim nyala dan titik api.
Beberapa sifat fisiko - kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada table
berikut ini :
2.3. Nilai Sifat Fisiko – Kimia Kelapa Sawit
Sifat
Bobot jenis pada suhu
kamar
Indeks bias D 40 oC
Bilangan Iod
Bilangan Penyabunan
Sumber: Ketaren 2005

Minyak Sawit
0,900

Minyak Inti Sawit
0,900 – 0,913

1,4565 – 1,4585
48 – 56
196 - 205

1,495 – 1,415
14 – 20
244 - 254

Universitas Sumatera Utara

20

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah
proses pemucatan, karena asam –asam lemak dan gliserida tidak bewarna. Warna
orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asamasam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak
kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.
Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak
kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair
yang berbeda-beda. (Ketaren, 2005)

2.8. Standar Mutu Minyak Sawit
Di dalam perdangan kelapa sawit istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan
menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar
murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lainnya. Mutu minyak sawit dalam
arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik
lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua , yaitu mutu
minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat
mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi
kadar asam lemak bebas (ALB, FFA), air, kotoran, logam besi, logam tembaga,
peroksida dan ukuran pemucatan. (Tim Penulis, 1997)

Universitas Sumatera Utara

21

Tabel 2.4. Standart Mutu Minyak Sawit CPO (Crude Palm Oil) Di PT. Socfin
Indonesia
Karakteristik
Free Fatty Acid (FFA)
Moisture (M)
Impurities (I)
Colour (R/Y)
Deterioration Of Bleachibility
Index (DOBI)
Melting Point (MP)
Iodin Value (IV)
Peroxide Value (PV)
Karoten

Minyak Sawit
2,50%
0,20%
0,05%
21/40
2,00

Keterangan
Maksimal
Maksimal
Maksimal
Maksimal
Minimal

36⁰ C
52 meq/L
5,0 ppm
500 ppm

Minimal
Minimal
Maksimal
Minimal

Sumber : PKS PT. Socfin Indonesia Tanah Gambus

2.8.1. Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit
Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor.
Faktor - faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya selama penanganan
pascapanen, ataupun selama proses pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut faktor
- faktor yang dapat mempengaruhi mutu minyak kelapa sawit :

1. Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikat dalam minyak sawit
sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas akan mengakibatkan rendemen
minyak turun. Hal ini terjadi karena adanya reaksi hidrolisa pada minyak dan
menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan

Universitas Sumatera Utara

22

adanya faktor panas, air, keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi
berlangsung, maka semakin banyak asam lemak bebas yang terbentuk.

2. Kadar Zat Menguap dan Kotoran
Kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri dari tiga golongan, yaitu kotoran
yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble) dan kotoran yang terdispersi dalam
minyak. Kotoran yang terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Mg, Cu, Fe, dan Ca,
serta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan beberapa cara
mekanis, yaitu dengan cara pengendapan, penyaringan dan sentrifusi.

3. Pemucatan
Minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga jika digunakan
sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan dengan adsorben. Salah
satu adsorben yang digunakan adalah tanah liat (bleaching earth). Aktivitas tanah liat
dengan asam mineral (misal : HCl) akan mempertinggi daya pemucat karena asam
mineral akan larut dan bereaksi dengan komponen seperti tar, garam Ca dan Mg yang
menutupi pori - pori adsorben. Namun pemakaian asam mineral akan menimbulkan
bau lapuk pada minyak. Disamping itu, tanah liat juga akan menaikkan kadar asam
lemak bebas dan mengurangi daya tahan kain saring yang digunakan
untuk memisahkan minyak dari adsorben.

Universitas Sumatera Utara

23

4. Kadar Logam
Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara
lain adalah besi, tembaga dan kuningan. Logam - logam tersebut biasanya berasal
dari alat - alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus
dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat alat dan pipa adalah mengusahakan alat - alat dari stainless steel.
Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam - logam tersebut
akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam - logam tersebut dapat menjadi
katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat diamati
dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya
menyebabkan ketengikan.

5. Angka Oksidasi
Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif
akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap).
Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak kelapa sawit menjadi
menurun.
Konsumen atau pabrik yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku dapat
menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka oksidasi. Dari angka inilah dapat
diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula
dinilai kemampuan minyak kelapa sawit untuk menghasilkan barang jadi yang
memiliki daya tahan d an daya simpan yang lama. (Tim Penulis, 2007)

Universitas Sumatera Utara