Pengaruh Pemanasan RBD Olein (Refined Bleached Deodorized Olein) Terhadap Bilangan Peroksida (Peroxide Value)

(1)

PENGARUH PEMANASAN RBD OLEIN ( Refined Bleached Deodorized Olein ) TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA ( Peroxide Value )

KARYA ILMIAH

PUTRIANNA M S 062401075

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UATA

MEDAN 2009


(2)

PENGARUH PEMANASAN RBD OLEIN ( Refined Bleached Deodorized Olein ) TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA ( Peroxide Value )

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ahli madya

PUTRIANNA M S 062401075

PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UATA

MEDAN 2009


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PEMANASAN RBD OLEIN

( Refined Bleached Deodorized Olein )

TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA ( Peroxide Value )

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : PUTRIANNA M S

Nomor Induk Mahasiswa : 062401075

Program Studi : DIPLOMA III KIMIA ANALIS

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM ( FMIPA ) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA )

Disetujui

Medan, Mei 2009

Diketahui/Disetujui Oleh

Departemen Matematika FMIPA USU Pembimbing

Ketua,

DR.Rumondang Bulan Nst,M.S Drs. Saut Nainggolan


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PEMANASAN RBD OLEIN ( Refined Bleached Deodorized Olein ) TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA ( Peroxide Value )

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan,

PUTRIANNA M S 062401075


(5)

KATA PENGANTAR

Syalom,

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.

Karya ilmiah ini disusun guna melengkapi salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma – III Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul yang diangkat dalam Karya Ilmiah ini adalah “ PENGARUH PEMANASAN RBD OLEIN ( Refined Bleached Deodorized Olein ) TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA ( Peroxide Value ).” Dalam penulisan Karya Ilmiah ini, banyak pihak – pihak yang membantu penulis mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, hingga penyelesaian Karya Ilmiah ini. Untuk itu, penulis kiranya tidak lupa untuk menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada :

1. Kedua orang tua tercinta, yang mana telah memberikan dukungan kepada penulis baik dukungan moril maupun materiil serta doanya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

2. Bapak Drs. Saut Nainggolan, selaku Dosen Pembimbing Karya Ilmiah 3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, sebagai Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.

4. Seluruh staf pengajar serta pegawai Program Studi Diploma – III Kimia Analis FMIPA USU.

5. Rekan – rekan mahasiswa Program Studi Diploma – III Kimia Analis FMIPA USU angkatan 2006.


(6)

6. Sahabat – sahabatku ( KOG ) yaitu Mbem, Dek tem, Nurma, Dek gaj’h, Pager, Ennokh, Knez, dan semua sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dukungan dan doa serta berjuang bersama – sama dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini hingga dapat diselesaikan dengan baik.

Medan, Maret 2009


(7)

PENGARUH PEMANASAN RBD OLEIN ( Refined Bleached Deodorized Olein ) TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA ( Peroxide Value )

INTI SARI

Dalam pemanfaatannya, minyak kelapa sawit tidak dapat digunakan langsung tanpa melalui proses pengolahan. Oleh karena itu, standar mutu adalah merupakan hal yang paling penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Salah satu faktor yang menentukan standar mutu minyak kelapa sawit adalah bilangan peroksida.

Besarnya bilangan peroksida pada minyak kelapa sawit dapat menyebabkan ketengikan pada minyak dimana ketengikan merupakan indikasi bahwa minyak tersebut tidak memenuhi kualitas minyak yang baik. Nilai bilangan peroksida yang memenuhi standar adalah 0,5 meq. Apbila nilai ini telah dipenuhi, maka minyak goring tersebut lebih aman dikonsumsi.


(8)

PENGARUH PEMANASAN RBD OLEIN ( Refined Bleached Deodorized Olein ) TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA ( Peroxide Value )

ABSTRACT

In his utilisation, coconut palm could not be used directly without through the process of the processing. Therefore, the standard of the quality was the matter that important to determine high-quality oil good. One of the decisive factors the standard of the quality of coconut oil sawit was the peroxide sum.

The size of the peroxide sum to coconut oil sawit could cause rancidity to oil where it was the indication that this oil did not fill the quality of good oil. The value of the peroxide sum that filled the standard was 0.5 meq. Apbila this value was filled, then edible this was safer to consumed.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

INTI SARI vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan Penulisan 3

1.4 Manfaat Penulisan 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Asal - Usul Kelapa Sawit 4

2.2 Varietas dan Bagian Tanaman Kelapa Sawit 5

2.3 Minyak Kelapa Sawit 6

2.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit 6

2.4.1 Asam Lemak Jenuh 7

2.4.2 Asam Lemak Tak Jenuh 10

2.4.3 Kandungan Minor dalam Minyak Kelapa Sawit 11 2.5 Sifat Fisiko – Kimia Minyak Kelapa Sawit 12

2.6 Pengolahan Kelapa Sawit 13

2.6.1 Perlakuan Pendahuluan ( Pre - treatment Refining ) 13 2.6.2 Proses Pemurnian ( Deodorization ) 15

2.6.3 Proses Pemisahan ( Fractination ) 16

2.7 Standart Mutu 17

2.8 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit 18 2.8.1 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi 20


(10)

2.8.2 Faktor - faktor yang Dapat Menaikkan Bilangan Peroksida 22

2.8.3 Proses Oksidasi 23

2.8.4. Dampak Oksidasi Terhadap Kualitas Minyak 24

2.9. Dampak Peroksida Dalam Tubuh 26

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN 27

3.1 Metodologi 27

3.1.1 Alat - alat 27

3.1.2 Bahan - bahan 28

3.2 Penyediaan Sampel 28

3.3 Proses Analisa 28

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi 28

3.3.2 Pembuatan Larutan KI 15 % 30

3.3.3 Pembuatan Indikator Amilum 1 % 30

3.3.4 Pembuatan KI Jenuh 30

3.3.5 Pembuatan Larutan Asam Asetat Glasial:Kloroform ( 3: 2) 31

3.4 Prosedur Analisa 31

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil 33

4.1.1 Data Percobaan 33

4.1.2 Perhitungan 34

4..2 Pembahasan 34

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 36

5.1 Kesimpulan 36

5.2 Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 : Asam – Asam Lemak Jenuh Pada Minyak Kelapa Sawit 8 Tabel 2 : Asam – Asam Lemak Tak Jenuh Pada Minyak Kelapa Sawit 10 Tabel 3 : Nilai Sifat Fisiko – Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit 12 Tabel 4 : Spesifikasi Kualitas RBD Olein Menurut PORAM 18

( THE PALM OIL REFINERS ASSOCIATION OF MALAYSIA )


(12)

KATA PENGANTAR

Syalom,

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik.

Karya ilmiah ini disusun guna melengkapi salah satu persyaratan yang wajib dipenuhi dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Diploma – III Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Adapun judul yang diangkat dalam Karya Ilmiah ini adalah “ Pengaruh Temperatur Terhadap Bilangan Peroksida Pada Kualitas Minyak Refined Bleached Deodorized Olein ( RBDOlein ) “.

Dalam penulisan Karya Ilmiah ini, banyak pihak – pihak yang membantu penulis mulai dari tahap perencanaan, penyusunan, hingga penyelesaian Karya Ilmiah ini. Untuk itu, penulis kiranya tidak lupa untuk menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada :

7. Kedua orang tua tercinta, yang mana telah memberikan dukungan kepada penulis baik dukungan moril maupun materiil serta doanya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah ini.

8. Bapak Drs. Saut Nainggolan, selaku Dosen Pembimbing Karya Ilmiah 9. Ibu Dr. Rumondang Bulan, sebagai Ketua Departemen Kimia FMIPA USU.

10. Seluruh staf pengajar serta pegawai Program Studi Diploma – III Kimia Analis FMIPA USU.

11. Rekan – rekan mahasiswa Program Studi Diploma – III Kimia Analis FMIPA USU angkatan 2006.


(13)

12. Sahabat – sahabatku ( KOG ) yaitu Mbem, Dek tem, Nurma, Dek gaj’h, Pager, Ennokh, Knez, dan semua sahabat yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan dukungan dan doa serta berjuang bersama – sama dalam menyelesaikan Karya Ilmiah ini hingga dapat diselesaikan dengan baik.


(14)

PENGARUH PEMANASAN RBD OLEIN ( Refined Bleached Deodorized Olein ) TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA ( Peroxide Value )

INTI SARI

Dalam pemanfaatannya, minyak kelapa sawit tidak dapat digunakan langsung tanpa melalui proses pengolahan. Oleh karena itu, standar mutu adalah merupakan hal yang paling penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Salah satu faktor yang menentukan standar mutu minyak kelapa sawit adalah bilangan peroksida.

Besarnya bilangan peroksida pada minyak kelapa sawit dapat menyebabkan ketengikan pada minyak dimana ketengikan merupakan indikasi bahwa minyak tersebut tidak memenuhi kualitas minyak yang baik. Nilai bilangan peroksida yang memenuhi standar adalah 0,5 meq. Apbila nilai ini telah dipenuhi, maka minyak goring tersebut lebih aman dikonsumsi.


(15)

PENGARUH PEMANASAN RBD OLEIN ( Refined Bleached Deodorized Olein ) TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA ( Peroxide Value )

ABSTRACT

In his utilisation, coconut palm could not be used directly without through the process of the processing. Therefore, the standard of the quality was the matter that important to determine high-quality oil good. One of the decisive factors the standard of the quality of coconut oil sawit was the peroxide sum.

The size of the peroxide sum to coconut oil sawit could cause rancidity to oil where it was the indication that this oil did not fill the quality of good oil. The value of the peroxide sum that filled the standard was 0.5 meq. Apbila this value was filled, then edible this was safer to consumed.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah tanaman kelapa sawit ( Elaeis guinensis JACQ ). Nama genus Elaeis berasal dari bahasa Yunanai yaitu Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guenensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat dimana seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea. Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae. Tanaman kelapa sawit ditemukan pertama kali oleh Jacquin di Amerika Selatan, dikota Brazil.

Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm / tahun dengan kisaran suhu 22 - 32 oC. Saat ini sekitar 5,5 juta Ha lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah memproduksi minyak sawit mentah ( CPO ) dengan kapasitas minimal 10 juta ton per tahun dan merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua setelah Malaysia.

Pada dasarnya, buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging buah ( mesokarp ) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Olein ( CPO ). Minyak ini

berwarna merah jingga karena kandungan karotenoida ( terutama β - karoten ) yang tinggi, berkonsistensi setengah padat pada suhu kamar, dan dalam keadaan segar dan rendah akan asam lemak bebas, bau dan rasanya cukup enak, sedangkan minyak yang kedua berasal dari inti sawit, tidak berwana, dikenal sebagai minyak inti kelapa sawit


(17)

atau Palm Kernel Olein ( PKO ). Minyak inti sawit banyak mengandung lemak, protein, serat dan air.

Dalam pemanfaatannya, minyak kelapa sawit tidak dapat digunakan langsung tanpa melalui proses pengolahan. Oleh karena itu, standar mutu adalah merupakan hal yang paling penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Salah satu faktor yang menentukan standar mutu minyak kelapa sawit adalah bilangan peroksida. Besarnya bilangan peroksida pada minyak kelapa sawit dapat menyebabkan ketengikan pada minyak dimana ketengikan merupakan indikasi bahwa minyak tersebut tidak memenuhi kualitas minyak yang baik.

Pabrik yang menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku dapat menilai mutu dan kualitas minyak dengan melihat bilangan peroksida. Dari bilangan peroksida, dapat diperkirakan sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak sawit untuk menghasilkan produk akhir yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. Angka oksidasi dihitung

berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar umum, dipakai angka 1 meq ( milligram equivalent ), tetapi ada juga yang memiliki standar yang lebih lagi yaitu

0,5 meq. Diatas angka tersebut mutu barang jadi yang dihasilkan dapat dipastikan kurang baik.

Proses oksidasi dapat distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna ( warna minyak menjadi semakin gelap ). Selain itu, suhu atau pemanasan pada temperatur yang tinggi juga dapat mempercepat proses oksidasi serta meningkatkan angka peroksida pada minyak. Tingginya bilangan peroksida pada minyak, akan menyebabkan kualitas minyak menurun dan rendahnya kandungan gizi yang terkandung pada minyak tersebut.


(18)

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk memilih judul “ PENGARUH PEMANASAN RBDO ( REFINED BLEACHED DEODORIZED

OLEIN ) TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA ( PEROXIDE VALUE ) . “

1.2 Permasalahan

Pengolahan minyak sawit terdiri dari beberapa tahapan untuk menghasilkan Olein yang terpisah pada proses fraksinasi.

Dalam hal ini, permasalahannya adalah apakah minyak RBD Olein yang dipanaskan pada suhu yang tinggi memenuhi standar menurut PORAM.

1.3 Tujuan

Untuk menentukan bilangan peroksida RBD Olein dari hasil fraksinasi dengan perlakuan pemanasan pada temperatur yang tinggi.

1.4 Manfaat

Dengan mengetahui bilangan peroksida pada minyak RBD Olein dapat diketahui kualitas dari minyak goreng tersebut.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asal – Usul Kelapa Sawit

Berdasarkan bukti-bukti yang ada, kelapa sawit diperkirakan berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Namun ada pula yang menyatakan bahwa tanaman tersebut berasal dari Amerika, yakni dari Brazilia. Zeven menyatakan bahwa tanaman kelapa sawit berasal dari daratan tersier, yang merupakan daratan penghubung yang terletak diantara Afrika dan Amerika. Kedua daratan ini kemudian terpisah oleh lautan menjadi benua Afrika dan Amerika sehingga tempat asal komoditas kelapa sawit ini tidak lagi dipermasalahkan orang.

Di luar benua Afrika, kelapa sawit mulai diperhitungkan sebagai tanaman komoditas ( penghasil produk dagangan ) sejak Revolusi Industri bergaung keras di Eropa. Saat itu, di Eropa mulai bermunculan industri atau pabrik ( antara lain industri sabun dan margarin ) yang membutuhkan bahan mentah / bahan baku untuk operasionalnya.

Saat ini kelapa sawit telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malaysia, dan justru bukan di Afrika Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1884 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon ( Mauritus ) dan Amsterdam. Ke-empat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara. ( Risza, S. )


(20)

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, kelapa sawit dibagi atas lima varietas, yaitu :

1. Dura

Tebal tempurung antara 2 – 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35 – 50 %. Kernel ( daging biji ) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah.

2. Psifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Psifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jen is lain. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Pisifera dan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.

3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat – sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Pisifera. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 – 95 %.

4. Macro Carya

Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya sangat tipis sekali. ( Tim Penulis, PS )


(21)

2.3 Minyak Kelapa Sawit

Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging buah ( mesokarp ) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar atau Crude Palm Olein ( CPO ). Sedangkan minyak yang kedua adalah berasal dari inti kelapa sawit, tidak berwarna, dikenal sebagai minyak inti kelapa sawit atau Palm Kernel Oil ( PKO ).

Minyak sawit kasar ( Crude Palm Oil ) mengandung sekitar 500 – 700 ppm β - caroten dan merupakan bahan pangan sumber karoten alami terbesar. Oleh karena itu CPO berwarna merah jingga. Disamping itu jumlahnya juga cukup tinggi. Minyak sawit ini diperoleh dari mesokarp buah kelapa sawit melalui ekstraksi dan mengandung sedikit air serta serat halus, yang berwarna kuning sampai merah dan berbentuk semi solid pada suhu ruang. Adanya serat halus dan air pada sawit kasar tersebut menyebabkan minyak sawit kasar tidak dapat dikonsumsi langsung sebagai bahan pangan maupun non pangan. ( Ketaren, 2005 )

2.4 Komposisi Minyak Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis ; kadar minyak dalam perikarp sekitar 30 – 40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. ( Ketaren, 2005 )

Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon. Dalam proses pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam – asam lemak yang membentuk satu molekul trigliserida dan tiga molekul air.


(22)

O

H2C – OH HOOCR1 H2C – O – C – R1

O

HC – OH + HOOCR2 HC – O – C – R2 + 3H2O

O

H2C – OH HOOCR3 H2C – O – C – R1

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air

Minyak yang mula – mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh.

Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak, yang umumnya mempunyai rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang. Asam lemak terbagi atas dua macam, yaitu :

1. Asam Lemak Jenuh 2. Asam Lemak Tak Jenuh

2.4.1 Asam Lemak Jenuh

Asam lemak jenuh adalah asam lemak yang tidak mengandung ikatan rangkap antara atom – atom karbon pada rantainya, dan pada umumnya mempunyai titik lebih yang tinggi.


(23)

Tabel 1 : Asam – Asam Lemak Jenuh Pada Minyak Kelapa Sawit Asam Lemak Jenuh Jumlah Atom Karbon

Rumus Struktur Titik Lebur ( o C )

Minyak Kelapa

Sawit ( persen )

Asam Kaprilat 8 CH3(CH2)6COOH 16,7 -

Asam Kaprat 10 CH3(CH2)8COOH 31,6 -

Asam Laurat 12 CH3(CH2)10COOH 44,2 -

Asam Miristat 14 CH3(CH2)12COOH 54,4 1,1 – 2,5

Asam Palmitat 16 CH3(CH2)14COOH 62,9 40 – 46

Asam Stearat 18 CH3(CH2)16COOH 69,6 3,6 – 4,7

A. Asam Kaprilat dan Kaprat

Asam kaprilat dan asam kaprat merupakan dua senyawa yang penting dalam industri, karena merupakan zat kimia antara ( intermediate ) untuk mensintesis berbagai zat – zat kimia fungsional dan produk pangan sehat yang disebut trigliserida rantai sedang atau TSR ( Medium Chain Triglicerid ( MCT ) / fat ). Asam Kaprilat dan Kaprat diperoleh dari kedua minyak tersebut melalui jalur yakni hidrolisis dan metanolisis. Jalur metanolisis ( yang menghasilkan ester metal asam – asam kaprilat dan kaprat ).

B. Asam Laurat

Asam laurat atau asam dodekanoat adalah asam lemak jenuh berantai sedang ( Ing Middle-Chained fatty acid, MCFA ) yang tersusun dari 12 atom C. Sumber


(24)

utama asam lemak ini adalah minyak kelapa, yang dapat mengandung 50 % asam laurat, serta minyak biji sawit ( Palm Kernel Oil ).

Asam laurat memiliki titik lebur 44,2 oC dan titik didih 225oC sehingga pada suhu ruang berwujud padatan berwarna putih, dan mudah mencair jika dipanaskan. Rumus kimia CH3(CH2)10COOH, berat molekul 200.3 gr.mol-1 , asam ini larut dalam pelarut polar, misalnya air, juga larut dalam lemak karena gugus hidrokarbon ( metal ) di satu ujung dan gugus karboksil diujung lain.

C. Asam Miristat

Asam Miristat atau asam tetradekanoat merupakan asam lemak jenuh yang

tersusun dari 14 atom C. Asam ini pertama - tama diekstraksi dari tanaman pala ( Myristica fragrans ). Meskipun demikian, aroma khas pala tidak berasal dari asam

ini melainkan minyak atsiri dan juga dapat dijumpai pada tanaman ini. D. Asam Palmitat atau asam heksadekanoat.

Tumbuh – tumbuhan dari famili Palmaceae, seperti kelapa ( Cocos nucifera ) dan kelapa sawit ( Elaeis guenensis ) merupakan sumber asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat ( 92% ). Minyak sawit mengandung sekitar 50 % palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam lemak ini ( dari mentega, keju, susu dan juga daging ).

Asam palmitat adalah asam lemak jenuh yang tersusun dari 16 atom karbon. (CH3(CH2)14COOH). Pada suhu ruang asam palmitat berwujud padat berwarna putih, titik lebur 62,9 oC.

E. Asam Stearat

Asam stearat, atau asam oktadekanoat, adalah asam lemak jenuh yang mudah diperoleh dari lemak hewani serta minyak masak. Wujudnya padat pada suhu ruang,


(25)

dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH. Kata stearat berasal dari bahasa Yunani ”stear”, yang berarti “Lemak padat” ( Ing.Tallow ).

Asam stearat diproses dengan memperlakukan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Titik lebur asam stearat 69,6 oC dan titik didihnya 361 oC. Reduksi asam stearat menghasilkan stearil alkohol.

2.4.2 Asam Lemak Tak Jenuh

Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom – atom karbonnya, dan pada umumnya mempunyai titik lebur yang rendah.

Tabel 2 : Asam – Asam Lemak Tak Jenuh Pada Minyak Kelapa Sawit

Asam Lemak Tak Jenuh Jumlah Atom Karbon Rumus Struktur Titik Lebur ( o C )

Minyak Kelapa

Sawit ( persen )

Asam Oleat 18 CH3(CH2)7CH=(CH2)7COOH 14 42,7

Asam Linoleat 18 CH3(CH2)7CH=CHCHCH2=(CH)2COOH -5 10,3

A. Asam Oleat

Asam Oleat atau asam Z-Δ9-oktadekanoat merupakan asam lemak tak jenuh yang banyak terkandung dalam minyak zaitun. Asam ini tersusun dari 18 atom C dengan satu ikatan rangkap diantara atom C ke-9 dan ke-10. Selain dalam minyak zaitun ( 55 – 80 % ), asam lemak ini juga terkandung dalam minyak bunga matahari


(26)

kultivar tertentu, minyak raps, serta minyak biji anggur. Rumus kimianya CH3(CH2)7CHCH(CH2)7COOH.

Asam lemak ini pada suhu ruang berupa cairan kental dengan warna kuning pucat atau kuning kecoklatan. Asam ini memiliki aroma yang khas. Ia tidak larut dalam air, titik leburnya 14 oC.

B. Asam Linoleat

Asam Linoleat merupakan asam lemak tak jenuh majemuk ( polyunsaturated

fatty acid, PUFA ) yang tersusun dari rantai 18 atom karbon. Salah satu isomer asam

linoleat, asam alfa linolenat ( ALA ), adalah asam lemak Omega-3 yang dikenal memiliki khasiat lebih dari asam alfa linolenat nabati dapat diperoleh misalnya dari minyak biji flax ( linum usitatissimum ) sekitar 55 %. ( Ketaren, S )

Jumlah asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh dalam minyak sawit hampir sama. Komponen utama adalah asam palmitat dan oleat. Selain mengandung karotenoida 500 – 700 ppm ( diantaranya β – karotena 54,4 % ) juga mengandung

sterols ± 300 ppm ( diantaranya kolseterol 4 %, β – sitosterol 63 % ), tokoferol 500 – 800 ppm, dan fosfatida 500 – 1000 ppm. Kesemua zat tak tersabunkan tersebut hanya 0,3 % dari minyak sawit. Kadar tokoferol tersebut tergantung pada kehati – hatian perlakuan dalam pengolahan ; minyak yang berkadar asam lemak bebas ( ALB ) tinggi biasanya kadar tokoferolnya rendah. ( Mangoensoekarjo,S )

2.4.3 Kandungan Minor dalam Minyak Kelapa Sawit

Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1 %, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, dan fosfalipida. Dua unsur yang disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih dibandingkan unsur yang lain karena unsur tersebut diketahui meningkatkan


(27)

kemantapan minyak terhadap oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan kedua unsur tersebut dalam suatu jenis minyak menyebabkan minyak relativ tidak mudah tengik. Selain itu, karoten mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai obat anti kanker, sedangkan tokoferol dimanfaatkan sebagai sumber vitamin E. ( Tim Penulis, PS )

2.5 Sifat Fisiko – Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisiko - kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik cair dan polymorphism, titik didih ( boiling point ), titik pelunakan,

slipping point, shot melting point, bobot jenis, indeks bias, titik kekeruhan ( turbidity point ), titik asap, titim nyala dan titik api.

Beberapa sifat fisiko - kimia dari kelapa sawit nilainya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3 : Nilai Sifat Fisiko – Kimia Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit

Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit

Bobot jenis pada suhu kamar 0,900 0,900 – 0,913

Indeks bias D 40 oC 1,4565 – 1,4585 1,495 – 1,415

Bilangan Iod 48 – 56 14 – 20

Bilangan Penyabunan 196 - 205 244 - 254

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam –asam lemak dan gliserida tidak bewarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.


(28)

Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam-asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionone.

Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda-beda. ( Ketaren, S )

2.6. Pengolahan Kelapa Sawit

2.6.1 Perlakuan Pendahuluan ( Pre - treatment Refining ) A. Pemisahan Gum ( De-Gumming )

Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir – lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidratasi gum atau kotoran lain agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan proses pemusingan ( sentrifusi ). Caranya ialah dengan melakukan uap air panas kedalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga bagian lendir terpisah dari air. Pada saat proses sentrifusi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur ( NaCl ). Suhu minyak pada waktu proses sentrifusi berkisar antara 32 – 50 oC, dan pada suhu tersebut kekentalan minyak akan berkurang sehingga gum mudah terpisah dari minyak.

B. Pemucatan ( Bleaching )

Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat – zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur


(29)

minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap ( fuller earth ), lempung aktif ( activated clay ), arang aktif ataupun bahan kimia lainnya.

Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 105 oC selama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak mencapai suhu 70 – 80 oC dan jumlah adsorben ± sebanyak 1,0 – 1,5 % dari berat minyak. Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan. Selanjutnya, minyak dapat dipisahkan dari adsorben dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut ± 0,2 – 0,5 % dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

C. Penyaringan ( Filtering )

Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring di dalam alat penyaring. Setelah selesai penyaringan pada media penyaringan pada media penyaring, terlebih dahulu diberikan steam pengering untuk menekan minyak yang masih ada pada spent earth lalu dilakukan blowing selama 10 – 15 menit. Kadar minyak yang diperoleh adalah 20 % dari berat spent earth. Minyak yang telah disaring pada alat penyaring dialirkan ke filter bags yang dilengkapi dengan media penyaring berupa lempeng besi, jaring kawat dan kertas saring yang terbuat dari nilon yang tahan terhadap panas. Minyak yang keluar dari filter bags berupa DBPO yang ditampung dalam tangki sebelum menuju proses pemurnian, sedangkan air dan kotoran dikembalikan ke dalam tangki pengendapan.


(30)

2.6.2 Proses Pemurnian ( Deodorization )

Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa ( flavor ) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vakum.

Pada tahap ini minyak dari bleacing DBPO ( Degumming Bleaching Palm

Olein ) akan dimurnikan dari kadar asam lemak bebas ( FFA ), bau ( odor ), dan warna

( colour ). Proses pemurnian dilakukan pada life steam dengan peningkatan suhu secara bertahap.

Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan vertical. Proses deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak dan dipanaskan pada suhu 200 – 250 oC pada tekanan 1 atm dan selanjutnya pada tekanan rendah ( ± 10 mm Hg ) sambil dialiri uap panas selama 4 – 6 jam untuk mengangkut senyawa yang menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal dalam minyak setelah pengaliran uap selesai, maka minyak tersebut perlu divakumkan pada tekanan yang turun lebih rendah.

Pada suhu yang tinggi, komponen yang menimbulkan bau pada minyak akan lebih mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut sari minyak bersama – sama dengan uap panas. Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisa minyak oleh uap air.

Setelah proses deodorisasi sempurna, maka minyak harus cepat didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak turun menjadi ± 84 oC dan selanjutnya ketel dibuka dan dikeluarkan dari ketel.


(31)

2.6.3 Proses Pemisahan ( Fractination )

Untuk memisahkan fraksi padat dengan fraksi cair yang terdapat pada RBDPO ( Refined Bleached Deodorized Palm Oil ) dilakukan proses fraksinasi. Proses fraksinasi terdiri dari beberapa tahap :

A. Pemanasan ( Heating )

RBDPO yang telah ditampung dipompakan kedalam crystalyzer, dimana

crystalyzer terlebih dahulu dipanaskan pada suhu sekitar 68 oC, pemanas digunakan berupa steam ( kapasitas crystalyzer : 40 ton ) dengan jarak pengisian 30 menit.

Crystalyzer dilengkapi dengan agitator. Didalam tangki dihomogenkan selama ± 30

menit agar minyak bercampur secara merata, sehingga dalam pembuatan kristal tidak mengalami kesulitan dan suhunya dapat dipertahankan sekitar 68 – 70 oC.

B. Pendingin ( Cooling )

Setelah minyak dihomogenisasikan dari suhu tetap antara 68 – 70 oC, kemudian dilakukan pendinginan dengan air ( cooling water ) dengan suhu 30 – 33 oC dan pompa air akan bekerja secara otomatis. Bila suhu minyak pada tangki crystalyzer sudah mencapai 38 - 40 oC maka cooling water akan dihentikan, dilanjutkan dengan pendinginan chilled water dari chiller yang bersuhu 14 oC. Pertukaran ini disebut dengan komutasi yang dilakukan secara otomatis. Pembentukan kristal mulai terjadi pada saat suhu chilling mencapai 28 – 29 oC, dengan temperatur oil 32 – 30 oC. Pada suhu ini stearin sudah mengkristal menjadi fraksi padat, sedangkan olein tetap tinggal sebagai fraksi cair. Kemudian dilakukan pendinginan sampai suhu minyak mencapai ± 26 oC. Apabila sudah tercapai temperatur tersebut, maka RBDPO yang ada pada


(32)

C. Filtrasi ( Filtration )

Proses ini bertujuan untuk memisahkan fraksi padat dan fraksi cair yang dilakukan dengan metode penyaringan pada membrane filter press ( menggunakan

filter cloth ).

Pressure and membran filter bekerja berdasarkan sistem hidrolik. Alat ini

tersusun dari plat yang berjumlah 85 buah, media yang digunakan uuntuk penyaringan adalah filter cloth yang tahan terhadap tekanan tinggi dengan ukuran air permeability 500 – 600. RBDPO dari crystalyzer dipompakan oleh pompa pada suhu 26 oC dengan kapasitas 20.000 kg/batch memasuki filter, setelah mengalami proses penyaringan, olein akan lolos dan ditampung pada tangki ( Olein Storage ). Biasanya bila sudah mencapai tekanan 3 barr, filtrasi sudah dapat dihentikan dan dilakukan squeeze ( ± 25 menit ). Setelah squeeze dilakukan, sisa RBD Olein di blow dengan menggunakan angin dengan tekanan 3 – 4 barr selama 5 menit, kemudian filter dibuka, dan cake RBD stearin jatuh, dan ditampung dalam melting tank, kemudian dipanaskan sampai dengan suhu 70 oC dengan media pemanas berupa pipa yang dialiri dengan air panas secara sirkulasi dalam pipa, akibat pemanasan ini stearin dapat mencair dan mudah dialirkan ke tangki timbun ( Stearin Storage ).

2.7 Standar Mutu

Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan bilangan peroksida.


(33)

Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas serendah mungkin ( lebih kurang 2 persen atau kurang ), bilangan peroksida di bawah dua, bebas dari warna merah dan kuning ( harus bewarna pucat ) tidak bewarna hijau, jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.

Tabel 4 : Spesifikasi Kualitas RBD Olein Menurut PORAM

( THE PALM OIL REFINERS ASSOCIATION OF MALAYSIA )

Kandungan Mutu biasa Mutu Khusus

Asam lemak bebas ( % ) 2,7 2,2

Air ( % ) 0,1 0,08

Kotoran ( % ) 0,01 0,05

Bilangan Peroksida m.e/kg - 0,5

Besi ( ppm ) - 5

2.8 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Mutu Minyak Kelapa Sawit

Rendahnya mutu minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor - faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya selama penanganan pascapanen, ataupun selama proses pemrosesan dan pengangkutannya. Berikut faktor - faktor yang dapat mempengaruhi mutu minyak kelapa sawit :


(34)

1. Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikat dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas akan mengakibatkan rendemen minyak turun. Hal ini terjadi karena adanya reaksi hidrolisa pada minyak dan menghasilkan gliserol dan asam lemak bebas. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor panas, air, keasaman, dan katalis ( enzim ). Semakin lama reaksi berlangsung, maka semakin banyak asam lemak bebas yang terbentuk.

2. Kadar Zat Menguap dan Kotoran

Kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri dari tiga golongan, yaitu kotoran yang tidak larut dalam minyak ( Fat Insoluble ) dan kotoran yang terdispersi dalam minyak. Kotoran yang terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat - serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Mg, Cu, Fe, dan Ca, serta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan beberapa cara mekanis, yaitu dengan cara pengendapan, penyaringan dan sentrifusi.

3. Pemucatan

Minyak sawit mempunyai warna kuning oranye sehingga jika digunakan sebagai bahan baku untuk pangan perlu dilakukan pemucatan dengan adsorben. Salah satu adsorben yang digunakan adalah tanah liat ( bleaching earth ). Aktivitas tanah liat dengan asam mineral ( misal : HCl ) akan mempertinggi daya pemucat karena asam mineral akan larut dan bereaksi dengan komponen seperti tar, garam Ca dan Mg yang menutupi pori - pori adsorben. Namun pemakaian asam mineral akan menimbulkan bau lapuk pada minyak. Disamping itu, tanah liat juga akan menaikkan kadar asam lemak bebas dan mengurangi daya tahan kain saring yang digunakan untuk memisahkan minyak dari adsorben.


(35)

4. Kadar Logam

Beberapa jenis bahan logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain adalah besi, tembaga dan kuningan. Logam - logam tersebut biasanya berasal dari alat - alat pengolahan yang digunakan. Tindakan preventif pertama yang harus dilakukan untuk menghindari terikutnya kotoran yang berasal dari pengelupasan alat - alat dan pipa adalah mengusahakan alat - alat dari stainless steel.

Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam - logam tersebut akan turun. Sebab dalam kondisi tertentu, logam - logam tersebut dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi oksidasi minyak sawit. Reaksi ini dapat diamati dengan melihat perubahan warna minyak sawit yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan.

5. Angka Oksidasi

Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan ketengikan dan perubahan warna ( menjadi semakin gelap ). Keadaan ini jelas sangat merugikan sebab mutu minyak kelapa sawit menjadi menurun.

Konsumen atau pabrik yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku dapat menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka oksidasi. Dari angka inilah dapat diperkirakan sampai sejauh mana proses oksidasi berlangsung sehingga dapat pula dinilai kemampuan minyak kelapa sawit untuk menghasilkan barang jadi yang memiliki daya tahan dan daya simpan yang lama. ( Tim Penulis, PS )

2.8.1 Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi

Trigliserida minyak sawit hanya mengandung sedikit ikatan asam lemak tak jenuh majemuk ( poly - unsaturated ), juga mengandung tokoferol, sehingga agak


(36)

tahan terhadap oksidasi. Oksidasi ikatan rangkap tersebut, sama seperti hidrolisis, juga akan berlangsung secara otokatalitik. Penambahan molekul oksigen terjadi pada gugusan metilen dari ikatan rangkap. Ini menghasilkan hidro peroksida yang segera terbagi menghasilkan radikal bebas. Dalam proses oksidasi, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi, yaitu :

1. Pengaruh suhu

Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan ( expose ) di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatanakumulasi peroksida selam proses aerasi minyak pada suhu 100 - 115 oC adalah kedua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10 oC.

Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak dan agar tahan dalam waktu yang lebih lama, dapat dilakukan dengan cara menyimpan lemak dalam ruang dingin.

2. Pengaruh Cahaya

Cahaya merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh, lemak yang disimpan tanpa udara ( O2 ), tetapi dikenai cahaya sehingga menjadi tengik. Hal ini dikarenakan dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak. Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak.

3. Bahan Pengoksidasi

Salah satu bahan pengoksidasi yang mempercepat proses oksidasi adalah peroksida. Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif dalam lemak segar, serta dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang


(37)

dihasilkan pada proses oksidasi lemak, misalnya hidrogen peroksida dan dapat mempercepat proses oksidasi.

4. Pemanasan

Pemanasan mengakibatkan tiga macam perubahan kimia dalam lemak yaitu terbentuknya peroksida dalam asam lemak tidak jenuh, peroksida berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil, polimerisasi oksidasi sebagian. Hasil oksidasi sebagian ( partially oxidation ) asam lemak dapat dipisahkan dari lemak sebagai fraksi

non urea adduct.

Dekomposisi minyak dengan adanya udara terjadi pada suhu lebih rendah ( 190 oC ) dari pada tanpa udara ( pada suhu 240 - 260 o C ). Reaksi yang terjadi berbeda pada bagian permukaan dan bagian tengah minyak yang digoreng dan bentuk ketel berpengaruh besar terhadap kecepatan penguraian minyak.

2.8.2 Faktor - faktor yang Dapat Menaikkan Bilangan Peroksida

Perubahan kimia yang terjadi dalam molekul minyak akibat pemanasan, tergantung dari empat faktor yaitu ;

1. Lamanya Pemanasan

Pemanasan selama 10 - 12 jam pertama, bilangan iod akan berkurang dengan kecepatan konstan, sedangkan jumlah oksigen dalam lemak bertambah dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua. Kandungan persenyawaan karbonil bertambah dalam minyak selama proses pemanasan kemudian berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen.

2. Suhu

Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselidiki dimana minyak yang dipanaskan pada suhu 160 oC dan 200 oC, menghasilkan bilangan peroksida


(38)

lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan 120 oC. Hal ini merupakan suatu indikasi bahwa persenyawaan peroksida bersifat tidak stabil terhadap panas.

3. Akselerator oksidasi

Kecepatan aerasi juga memegang peranan penting dalam menentukan perubahan - perubahan selama oksidasi thermal, dimana bilangan iod semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan aerasi. Senyawa karbonil dalam lemak - lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai pro oksidan atau akselerator pada proses oksidasi.

2.8.3 Proses Oksidasi

Oksidasi spontan lemak tidak jenuh didasarkan pada serangan oksigen pada ikatan rangkap ( ikatan tak jenuh ) sehingga membentuk hidroperoksida tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam molekul trigliserida terdiri dari asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Asam - asam tidak jenuh ini jika dioksidasi, masing - masing akan membentuk oleat hidroperoksida, linoleat hidroperoksida, dan linolenat hidroperoksida yang bersifat reaktif.

Peroksida yang dihasilkan bersifat tidak stabil dan akan mudah mengalami dekomposisi. Senyawa peroksida mampu mengoksidasi molekul asam lemak yang masih utuh, dengan cara melepaskan dua atom hydrogen sehingga membentuk ikatan rangkap baru dan selanjutnya direduksi sampai membentuk oksida. Terbentuknya peroksida, disusul dengan terbentuknya ikatan rangkap baru, akan menghasilkan deretan persenyawaan aldehida dan asam jenuh dengan berat mokelul lebih rendah ( terutama dengan jumlah C1 - C9 ).


(39)

2.8.4. Dampak Oksidasi Terhadap Kualitas Minyak

Adapun dampak dari tingginya bilangan oksidasi ( peroksida ) yang dihasilkan adalah kerusakan pada kualitas minyak, yang mana pada bahan pangan berlemak ini akan menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak ( ketengikan ), sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi minyak.Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu :

1. Ketengikan oleh Oksidasi ( Oxidative Rancidity )

Ketengikan ini terjadi pada proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tak jenuh dalam lemak. Proses ini dapat terjadi pada suhu kamar, dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi ini tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak tetapi juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin ( karoten dan tokoferol ) dan asam lemak esensial dalam lemak.

Oksidasi terjadi pada ikatan tak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar sampai suhu 100 o C, setiap 1 ikatan tak jenuh dapat mengabsorbsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil.

CH = CH + O2 CH CH CH CH

O O O

O Peroksida labil

Peroksida ini dapat menguraikan radikal tidak jenuh yang masih utuh, sehingga terbentuk 2 molekul persenyawaan oksida dengan reaksi sebagai berikut :


(40)

CH CH + CH CH 2 CH CH

O O O

Peroksida labil Persenyawaan oksida

Proses pembentukan peroksida dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembaban udara dan katalis.

2. Ketengikan oleh enzim ( Enzymatic Rancidity )

Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembapan udara tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipo elastic dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Disamping itu, enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom beta, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metil keton, dengan reaksi sebagai berikut :

β α Enzim peroksida

CH2.CH2.COOH CO.CH2.COOH

( asam keton )

CO.CH3 metil keton

3. Ketengikan Oleh Hidrolisa ( Hydrolitic Rancidity )

Komponen zat berbau tengik dalam minyak selain dihasilkan dari proses oksidasi dari enzimatis, juga disebabkan oleh hasil hidrolisa lemak yang mengandung


(41)

asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan berbau misalnya asam butirat, asam valerat, dan asam kaproat.

2.9. Dampak Peroksida Dalam Tubuh

Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas, sehingga lemka yang telah dipanaskan mengandung sejumlah kecil peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak ( misalnya vitamin A, C, D, E, K ) dan sejumlah kecil vitamin B.

Peroksida juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan ( lebih besar dari 100 ) akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan, disamping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak.

Bergabungnya peroksida dalam system peredaran darah mengakibatkan kebutuhan vitamin E yang lebih besar. Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara non enzimatis. Lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah. Lipoprotein dalam keadaan

normal mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida, dan jika lipoprotein mengalami denaturasi akan mengakibatkan deposisi lemak dalam


(42)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Metodologi

Analisa Bilangan Peroksida pada RBD Olein menggunakan Metode Titrasi Iodometri. Sampel yang digunakan adalah minyak RBD Olein yang dihasilkan dari proses filter press ( fraksinasi ).

3.1.1 Alat - alat

- Erlenmeyer flask 250 ml ( Pyrex )

- Buret Mikro ( Pyrex )

- Gelas Ukur ( Pyrex )

- Neraca Analitis ( Sartorius ) - Pipet Volume 50 ml ( Pyrex ) - Sendok Stainless Steel

- Bola Karet ( Superior Marienfield )

- Beaker Glass ( Pyrex )

- Pipet Tetes - Statif dan Klem


(43)

3.1.2 Bahan - bahan - Olein

- Pelarut Asam Asetat : Kloroform ( 3:2 ) p.a ( Merck )

- Larutan KI Jenuh p.a ( Merck )

- Indikator Amilum 1 % teknis

- Larutan Standar Na2S2O3 ± 0,01 N p.a ( Merck ) - Aquadest bebas CO2

3.2 Penyediaan Sampel

Refined Bleached Deodorized Olein ( RBD Olein ) dihomogenkan dan dianalisa pada suhu kamar dan pemanasan dengan variasi suhu 50, 70, 90, 110, 130, dan 150oC.

3.3 Proses Analisa

3.3.1 Pembuatan Larutan Pereaksi

A. Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,0099 N

1. Ditimbang 1,24 gr kristal Na2S2O3.5H2O, dimasukkan kedalam beakerglass 100 ml lalu dilarutkan aquadest bebas CO2.

2. Diencerkan dalam labu takar 1000 ml sampai garis tanda, lalu dihomogenkan dengan magnetic stirrer.


(44)

B. Standarisasi Na2S2O3 0,0099 N dengan K2Cr2O7

1. Ditimbang 0,016 gr kristal K2Cr2O7 dalam beaker glass 50 ml dan dilarutkan dengan aquadest bebas CO2.

2. Kemudian dimasukkan kedalam labu takar 250 ml dan diencerkan dengan aquadest bebas CO2 sampai garis tanda.

3. Di homogenkan dengan stirrer.

4. Dipipet 25 ml dari larutan tersebut dan dimasukkan dalam Erlenmeyer bertutup 250 ml.

5. Ditambah 5ml asam klorida pekat, 20 ml kalium iodide 15 %, homogenkan.

6. Didiamkan selama 5 menit dan kemudian tambahkan 100 ml aquadest. 7. Dititrasi dengan larutan standar Na2S203 0,0099 N hingga terjadi

perubahan warna dari ungu menjadi hijau .

8. Tambahkan 1ml indicator amilum 1% ( larutan berwarna biru tua ). 9. Dititrasi kembali hingga warna biru tepat hilang.

10. Dicatat volume Na2S203 0,0099 N yang terpakai.

Perhitungan

N. Na-thiosulfat =

V. Na-thiosulfat 20,394 x gr K2Cr207

N. Na-thiosulfat =

32,96 ml 20,394 x 0,016


(45)

3.3.2 Pembuatan Larutan KI 15 %

1. Ditimbang 15 gram kristal KI, kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass 50 ml ( dengan menggunakan spatula ).

2. Dilarutkan dengan menggunakan aquadest bebas CO2.

3. Dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan menggunakan aquadest bebas CO2 sampai garis tanda.

4. Dihomogenkan dengan magnetic stirrer.

5. Dimasukkan kedalam botol gelap dan beri label.

3.3.3 Pembuatan Indikator Amilum 1 %

1. Timbang 1 gr amilum, larutkan terlebih dahulu dengan aquadest dingin dan tambahkan 1,25 gr asam salisilat.

2. Diencerkan dengan aqaudest mendidih hingga tepat 1 liter, biarkan dingin.

3. Tempatkan dalam botol dan beri label.

3.3.4 Pembuatan KI Jenuh

1. Tambahkan kristal KI kedalam beaker glass yang berisi aquadest 2. Diaduk hingga kristal KI tidak dapat larut lagi.


(46)

3.3.5 . Pembuatan Larutan Asam Asetat Glasial : Kloroform ( 3: 2)

1. Campurkan asam asetat glacial dan kloroform dengan perbandingan volume ( 3 : 2 )

2. Simpan dalam botol gelap dan beri label.

3.4 Prosedur Analisa

Penentuan Bilangan Peroksida

1. Timbang ± 5 gr sample dan dimasukkan kedalam Erlenmeyer Flask 250 ml 2. Tambahkan 30 ml solvent asam asetat : kloroform ( 3 : 2 ), aduk hingga

sampel larut.

3. Tambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh, tutup dan aduk selama 1 menit. 4. Tambahkan 30 ml aquadest, homogenkan.

5. Tambahkan 3 tetes indikator amilum 1 %.

6. Titrasi dengan larutan Na2S2O3 ± 0,01 N hingga warna biru tepat hilang. 7. Catat volume Na2S2O3 ± 0,01 N yang terpakai ( Vsp ).

8. Lakukan perlakuan yang sama dengan variasi suhu pemanasan 50,70,90,110,130 dan 150oC.

9. Lakukan prosedur yang sama untuk larutan blanko, kemudian catat volume titran yang terpakai ( Vb ).

Perhitungan :

PV ( g O2 / 100 g ) = Vsp – Vb x N. Na2S203

g sampel


(47)

Keterangan : Vsp = ml titrasi untuk sampel Vb = ml titrasi untuk blanko


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL

Dari hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa bilangan peroksida yang dihasilkan pada suhu 30,70 dan 90 oC masih memenuhi standar mutu PORAM, sedangkan bilangan peroksida yang dihasilkan pada pemanasan diatas suhu 90 oC tidak memenuhi standar PORAM.

4.1.2 Perhitungan

PV ( g O2 / 100 g ) = Vsp – Vb x N. Na2S203 g sampel


(49)

4.2 Pembahasan

Dalam pemanfaatannya, minyak kelapa sawit tidak dapat digunakan tanpa melalui proses pengolahan. Pada proses pengolahan, telah diterapkan berbagai standar mutu sebagai acuan untuk menghasilkan minyak RBD Olein ( minyak goreng ) yang dapat digunakan sebagai bahan pangan oleh masyarakat luas. Salah satu standar mutu tersebut adalah bilangan peroksida.

Setelah melalui beberapa tahap pengolahan pendahuluan ( Pre - Treatment

Process ) hingga ke tahap pemisahan ( fraksinasi ) yaitu pemanasan pada suhu 68 - 70

o

C dan pendinginan pada suhu 14 oC, untuk memisahkan dua fraksi yaitu fraksi padatan ( stearin ) dan fraksi cair ( olein ) maka akan dihasilkan RBD Olein yang memiliki nilai bilangan peroksida yang memenuhi standar dan layak digunakan.

Pada percobaan , dilakukan pemanasan terhadap RBD Olein pada suhu 50, 70, 90, 110, 130, dan 150 oC yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu yang tinggi terhadap bilangan peroksida. Bilangan peroksida yang dihasilkan dari pemanasan pada suhu 50 dan 70 oC masih memenuhi standar, sedangkan RBD Olein yang dipanaskan diatas suhu 70oC akan menghasilkan angka bilangan peroksida yang tinggi.

Hal ini memperlihatkan bahwa faktor suhu yang tinggi akan menstimulasi

naiknya bilangan peroksida dimana kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan ( expose ) di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan

penurunan suhu. Faktor lainnya adalah cahaya yang merupakan akselerator timbulnya ketengikan dimana kombinasi dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Selain itu, bahan pengoksidasi juga dapat mempercepat proses oksidasi, misalnya peroksida. Peroksida yang terdapat pada minyak dapat mempersingkat periode induktif dan merusak zat inhibitor. Akibatnya, oksidasi lemak dapat


(50)

menyebabkan ketengikan, perubahan warna serta menurunkan kandungan gizi pada minyak.


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan untuk memanaskan minyak RBD Olein maka semakin tinggi pula bilangan peroksida yang dihasilkan.

4.2 Saran

a. Sebaiknya, pada proses pemanasan, RBD Olein yang digunakan tidak dipanaskan secara berulang - ulang agar diperoleh bilangan peroksida yang lebih akurat.

b. Sebaiknya titrasi dilakukan secara perlahan - lahan, untuk menghindari kelebihan dari volume titran yang menghasilkan bilangan peroksida yang tinggi.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta : Penerbi PT Gramedia.

http:// www. Google.com / Proses Oksidasi Dan Pengaruhnya Pada Kualitas Minyak. 28 Maret 2009.

Ketaren,S. 1986. Pengantar Tekhnologi Minyak dan Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Press.

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty dan UGM.

Tim Penulis PS. 1998. Kelapa Sawit Usaha Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Aspek

Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya.


(53)

(54)

Data Pengaruh Pemanasan RBD Olein Terhadap Bilangan Peroksida

Sampel

Temperatur ( oC )

Berat (gr)

Vol.Titran

(ml) PV

N. Na2S2O3

RBD Olein (Kunci Mas)

30 0.399

0,0099 N

50 5.2 0,22 0,041

70 5.13 0,94 1.814

90 5.08 1.2 2.338

110 5.08 1.42 2.728

130 5.09 1.48 2.878


(1)

4.2 Pembahasan

Dalam pemanfaatannya, minyak kelapa sawit tidak dapat digunakan tanpa melalui proses pengolahan. Pada proses pengolahan, telah diterapkan berbagai standar mutu sebagai acuan untuk menghasilkan minyak RBD Olein ( minyak goreng ) yang dapat digunakan sebagai bahan pangan oleh masyarakat luas. Salah satu standar mutu tersebut adalah bilangan peroksida.

Setelah melalui beberapa tahap pengolahan pendahuluan ( Pre - Treatment Process ) hingga ke tahap pemisahan ( fraksinasi ) yaitu pemanasan pada suhu 68 - 70

o

C dan pendinginan pada suhu 14 oC, untuk memisahkan dua fraksi yaitu fraksi padatan ( stearin ) dan fraksi cair ( olein ) maka akan dihasilkan RBD Olein yang memiliki nilai bilangan peroksida yang memenuhi standar dan layak digunakan.

Pada percobaan , dilakukan pemanasan terhadap RBD Olein pada suhu 50, 70, 90, 110, 130, dan 150 oC yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu yang tinggi terhadap bilangan peroksida. Bilangan peroksida yang dihasilkan dari pemanasan pada suhu 50 dan 70 oC masih memenuhi standar, sedangkan RBD Olein yang dipanaskan diatas suhu 70oC akan menghasilkan angka bilangan peroksida yang tinggi.

Hal ini memperlihatkan bahwa faktor suhu yang tinggi akan menstimulasi

naiknya bilangan peroksida dimana kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan ( expose ) di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan

penurunan suhu. Faktor lainnya adalah cahaya yang merupakan akselerator timbulnya ketengikan dimana kombinasi dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Selain itu, bahan pengoksidasi juga dapat mempercepat proses oksidasi, misalnya peroksida. Peroksida yang terdapat pada minyak dapat mempersingkat periode induktif dan merusak zat inhibitor. Akibatnya, oksidasi lemak dapat


(2)

menyebabkan ketengikan, perubahan warna serta menurunkan kandungan gizi pada minyak.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan untuk memanaskan minyak RBD Olein maka semakin tinggi pula bilangan peroksida yang dihasilkan.

4.2 Saran

a. Sebaiknya, pada proses pemanasan, RBD Olein yang digunakan tidak dipanaskan secara berulang - ulang agar diperoleh bilangan peroksida yang lebih akurat.

b. Sebaiknya titrasi dilakukan secara perlahan - lahan, untuk menghindari kelebihan dari volume titran yang menghasilkan bilangan peroksida yang tinggi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar.Jakarta : Penerbi PT Gramedia.

http:// www. Google.com / Proses Oksidasi Dan Pengaruhnya Pada Kualitas Minyak. 28 Maret 2009.

Ketaren,S. 1986. Pengantar Tekhnologi Minyak dan Pangan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia Press.

Sudarmadji, S. 1989. Analisa Bahan Makanan Dan Pertanian. Yogyakarta : Penerbit Liberty dan UGM.

Tim Penulis PS. 1998. Kelapa Sawit Usaha Budi Daya Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya.

Winarno,FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Penerbit Gramedia.


(5)

(6)

Data Pengaruh Pemanasan RBD Olein Terhadap Bilangan Peroksida

Sampel

Temperatur ( oC )

Berat (gr)

Vol.Titran

(ml) PV

N. Na2S2O3

RBD Olein (Kunci Mas)

30 0.399

0,0099 N

50 5.2 0,22 0,041

70 5.13 0,94 1.814

90 5.08 1.2 2.338

110 5.08 1.42 2.728

130 5.09 1.48 2.878

150 5.23 1.57 2.971


Dokumen yang terkait

Optimising Refined Bleached Deodorized Palm Stearin For Its Crude Stearic Acid Iodine Value To Provide The Stable Specification Of Blended Stearic Acid Distillate Iodine Value

1 63 10

Penentuan Bilangan Penyabunan dalam Crude Palm Stearin (CPS) dan Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS) di PT. Palmcoco Laboratories

6 74 42

Pengaruh Temperatur Terhadap Bilangan Peroksida Pada RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) Dan RBDP Olein (Refined Bleached Deodorized Palm Olein) Di PT.SMART Tbk.

8 86 58

Penetuan Bilangan Iodin pada Hydrogenated Palm Kernel Oil (HPKO) dan Refined Bleached Deodorized Palm Kernel Oil (RBDPKO)

3 64 41

Pengaruh Penambahan Antioksidan BHA (Butylated Hydroxyanisole) Terhadap Bilangan Peroksida Sampel RBD Olein (Refined Bleached Deodorized Olein)

13 209 54

Penentuan Bilangan Iodin Dalam Refined Bleached Deodorized Coconut Oil (RBD CNO) Dan Virgin Coconut Oil (VCO)

0 35 51

Optimasi Pembuatan Asam Stearat Berbasis Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS)Yang Stabil Sesuai Standar Mutu

2 59 397

Penentuan Bilangan Iodin Terhadap RBD Palm Olein Yang Berasal Dari Daerah Sumatera Utara Dan Dumai

16 98 35

Optimasi Transesterifikasi Refinery Bleached Deodorized palm Oil Menjadi Metil Estes Menggunakan Katalis Lithium Hidroksida

1 33 97

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit - Pengaruh Penambahan Antioksidan BHA (Butylated Hydroxyanisole) Terhadap Bilangan Peroksida Sampel RBD Olein (Refined Bleached Deodorized Olein)

0 0 26