Implementasi Program Kemitraan dan Bina Lingkunga Dalam Pengembangan Usaha Kecil

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka teori
Menurut kerlinger dalam effendi (2012:35) Teori adalah serangkaian
asumsi, konsep, konstrak, defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu
fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan antar konsep.
Selain itu menurut sugiyono (2005:55) kerangka teori merupakan model
konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang
telah didefenisikan sebagai masalah yang penting. Teori adalah konsep-konsep
dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai
landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian. Untuk mempermudah penelitian,
peneliti memakai beberapa teori. Teori-teori tersebut seperti yang terangkum di
bawah ini:

II.1 Kebijakan Publik
II.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Thomas Dye (dalam Tangkilisan, 2003:1) yang mengatakan bahwa
kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh
pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi
kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan
tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan

sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian
pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah

Universitas Sumatera Utara

harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan. menurut Chandler dan Plano
(dalam Tangkilisan, 2003:30) juga berpendapat bahwa kebijakan publik adalah
pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya- sumber daya yang ada untuk
memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Solichin Abdul Wahab
(2008:4) merincikan konsep mengenai kebijakan publik dalam beberapa poin
antara lain, pertama kebijaksanaan Negara lebih merupakan tindakan yang
mengarah pada tujuan daripada sebuah perilaku atau tindakan yang serba acak.
Kedua kebijaksananaan pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang
saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan
oleh pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang berdiri
sendiri. Ketiga kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dialakukan
oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu dengan bidang-bidang yang
lainnya. Keempat kebijakan Negara kemungkinan berbentuk positif maupun
negatif. Dalam bentuk posistif kebijakan Negara mungkina akan mencakup
beberapa tindakan pemerintah untuk mempengaruhi masalah tertentu. Sedangkan

dalam bentuk negatif berupa keputusan pemerintah untuk tidak bertindak, atau
tidak melakukan apapun dalam masalah-masalah dimana campur tangan
pemerintah justru diperlukan.
II.1.2 Bentuk Kebijakan Publik
Terdapat tiga kelompok rentetan kebijakan publik yang dirangkum secara
sederhana yakni sebagai berikut (Nugroho Riant, 2006:3) :
1. Kebijakan Publik Makro
Kebijakan publik yang bersifat makro atau umum atau dapat juga dikatakan
sebagai kebiajakn yang mendasar. Misalnya: (a) Undang-Undang Dasar Negara

Universitas Sumatera Utara

Republik Indonesia 1945; (b) Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang; (c) Peraturan Pemerintah; (d) Peraturan Presiden; (e)
Peraturan Daerah.
2. Kebijakan Publik Meso
Kebijakan publik yang bersifat meso atau yang bersifat menengah atau yang
lebih dikenal dengan penjelas pelaksanaan. Kebijakan ini dapat berupa Peraturan
Menteri, Surat Edaran Menteri, Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati, Peraturan
Walikota, Keputusan Bersama atau SKB antar-menteri, Gubernur dan Bupati atau

Walikota.
3. Kebijakan Publik Mikro
Kebijakan

publik

yang bersifat

mikro,

mengatur pelaksanaan

atau

implementasi dari kebijakan publik yang diatasnya. Bentuk kebijakan ini misalnya
peraturan yang dikeluarkan oleh aparat-aparat publik tertentu yang berada di
bawah menteri, Gubernur,Bupati dan Walikota.
Dalam hal ini program kemitraan dan bina lingkungan merupakan kebijakan
publik meso karena kebijakan ini dibuat oleh kementrian BUMN dengan
peraturan PER-09/MBU/07/2015 namun dalam pelaksanaannya maka dapat

dikatakan menjadi kebijakan publik mikro karena kebijakan publik mikro
mengatur tentang pelaksanaannya atau implementasi dari kebijakan tersebut.
Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan
banyak proses maupun variabel yang harus diuji. Oleh karena itu, beberapa ahli
politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik ke dalam beberapa
tahap. Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

II.1.3 Tahapan Kebijakan
1. Tahap Penyusunan Agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetensi terlebih dahulu untuk
dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk
ke agenda kebijakan para perumusan kebijakan.
Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara
masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah
karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
2. Tahap Formulasi Kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari
pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai
alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu
masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan,dalam tahap perumusan
kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan
yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor
akan ”bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
3. Tahap Adopsi Kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus
kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi
dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antar direktur lembaga atau
keputusan peradilan.

Universitas Sumatera Utara

4. Tahap Implementasi Kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program
kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus
diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun

agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil
dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumberdaya
finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan
saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para
pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh pelaksana.
5. Tahap Evaluasi Kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi,
untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan
masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang
diinginkan. Dalam hal ini memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh
karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar
untuk menilai apakalh kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.
(Budi Winarno, 2007:35-37).
Maka dari penjelasan diatas dapat dilihat beberapa tahapan kebijakan
publik. Dimana sesuai dengan tahapan tersebut maka adanya implementasi
kebijakan oleh para agen pelaksana kebijakan tersebut. Oleh karena itu maka ada
penjelasan yang lebih konkrit mengenai implementasi kebijakan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara


III.1.4 Implementasi Kebijakan Publik
Menurut Patton dan Sawicki implementasi kebijakan adalah berbagai
kegiatan yang dilakukan untuk merealisasikan program, dimana eksekutif
berperan

mengatur

cara

dalam

mengorganisir,

menginterpretasikan

dan

menerapkan kebijakan yang telah diseleksi (dalam Tangkilisan, 2003:20). Jadi
tahapan implementasi merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang
terjadi setelah suatu perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas

pada suatu kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur.
Dengan demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang
memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau
kegiatan dari program pemerintah . Menurut pressman dan wildavsky ( tangkilisan
2003: 17) implementasi diartikan sebagai interaksi antara penyusunan tujuan
dengan sarana-sarana tindakan dalam mencapai tujuan tersebut, atau kemampuan
untuk menghubungkan dalam hubungan kausal antara yang diinginkan dengan
cara mencapainya. Tangkilisan (2003:18) implementasi merupakan suatu proses
yang dinamis yang melibatkan secara terus-menerus usaha-usaha untuk mencari
apa yang akan dapat dilakukan. Dengan demikian implementasi mengatur
kegiatan-kegiatan yang mengarah pada penempatan suatu program ke dalam
tujuan kebijakan yang diingikan.
Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu
kegiatan dirumuskan. Menururt Robert Nakamura dan Frank Smallwood (dalam
Tangkilisan, 2003:19) hal-hal yang berhubungan dengan implementasi adalah
keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menerjemahkan
kedalam keputusan-keputusan yang bersifat khusus.. Jadi tahapan implementasi

Universitas Sumatera Utara


merupakan peristiwa yang berhubungan dengan apa yang terjadi setelah suatu
perundang-undangan ditetapkan dengan memberikan otoritas pada suatu
kebijakan dengan membentuk output yang jelas dan dapat diukur. Dengan
demikian tugas implementasi kebijakan sebagai suatu penghubung yang
memungkinkan tujuan-tujuan kebijakan mencapai hasil melalui aktivitas atau
kegiatan dari program pemerintah .
Berdasarkan pemaparan beberapa pendapat ahli tersebut maka penulis
menyimpulkan bahwasanya implementasi merupakan suatu tahapan yang
digunakan setelah suatu kebijakan ditetapakan, kegiatan-kegiatan pelaksanaan
program dari pemerintah dimana para agen pelaksana ditetapkan sebagai
penghubung untuk menjalankan dan menerapkan kebijakan tersebut secaraa
terencana dan teorganisir yang bermanfaat untuk mencapai hasil yang diharapkan
maka dalam proses pencapaiannya ditetapkannlah indikator dan atau variabel
yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan program atau kegiatan
sehingga mencapai sasaran kebijakan dengan memperhatikan dampak yang ada.
Maka ada beberapa model implementasi kebijakan menurut para ahli yang dapat
digunakan sebagai variabel pengukur keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan ,
anatara lain:
2.1.5 Model-model Implementasi Kebijakan
Penggunaan model analisis kebijakan untuk kepentingan analisis maupun

penelitian sedikit banyak akan tergantung pada kompleksitas permaslahan
kebijakan yang dikaji serta tujuan analisis itu sendiri. pedoman awal yang
dikemukakan oleh Solichin (2004: 70) adalah semakin kompleks permasalahan

Universitas Sumatera Utara

kebijakan dan semakin mendalam analisis yang dilakukan semakin model yang
relatif operasional, model yang mampu menghubungkan kausalitas antar variable
yang menjadi fokus masalah. Untuk melihat bagaimana proses implementasi
kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai model,
yaitu :
a. Model Implementasi Van Meter dan Van Horn 1975
Menurut Meter dan Horn ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja
implementasi (dalam subarsono 2005:19), yaitu:
1. Standar dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir.
Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi
dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. Mengukur
kerja implementasi kebijakan tentunya akan menegaskan standar dan sasaran
tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada

dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran
tersebut.
2. Sumber daya
Kebijakan perlu dukungan sumber daya baik sumber daya manusia (human
resource) maupun sumber daya non-manusia (non-human resource). Keberhasilan
implementasi sangat tergantung dari kemampuan dalam memanfaatkan sumber
daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam
menentukan

keberhasilan

suatu

implementasi

kebijakan.

Setiap

tahap

implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai

Universitas Sumatera Utara

dengan pekerjaan yang dilimpahkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara
politik. Selain sumber daya manusia, sumber daya financial dan waktu menjadi
perhitungan penting dalam keberhasilan implementai kebijakan.
3. Komunikasi antar organisasai dan penguatan aktivitas
Dalam berbagai kasus implementasi, sebuah program terkadang perlu dukung dan
koordinasi dengan instansi lain agar tercapai keberhasilan kebijakan yang
diinginkan.
4. Karakteristik agen pelaksana
Mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya akan mempengaruhi implementasi suatu program
5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung
keberhasilan

implementasi

kebijakan,

sejauh

mana

kelompok-kelompok

kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan, karakteristik
para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik
yang ada di lingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi
kebijakan.
6. Disposisi implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni:
a) Respons implementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan.
b) Kognisi, yaitu pemahamannya terhadap kebijakan.
c) Intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki
oleh implementor

Universitas Sumatera Utara

b. Model Implementasi Edward III 1980
Studi implementasi kebijakan adalah krusial bagi public administration dan
public policy (Indiahono. 2009: 32). Implementasi kebijakan adalah pembuatan
kebijakan antara pembentukan kebijakan dan konsekuensi kebijakan bagi
masyarakat yang dipengaruhinya. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat
mempengaruhi masalah yang merupakan sasaran dari kebijakan, maka kebijakan
itu mungkin akan mengalami kegagalan sekali pun kebijakan itu di
implementasikan dengan sangat baik. sementara itu, suatu kebijakan yang
cemerlang mungkin juga akan mengalami kegagalan jika kebijakan tersebut
kurang di implementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan.
Menurut Edward ada empat variabel yang mempengaruhi implementasi kebijakan
publik (dalam subarsono 2005:90-92)
1. Komunikasi
Menunjukkan bahwa setiap kebijakan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika
terjadi komunikasi efektif antara pelaksana program (Kebijakan) dengan para
kelompok sasaran (target group). Tujuan dan sasaran dari program atau kebijakan
dapat disosialisasikan secara baik sehingga dapat menghindari adanya distorsi atas
kebijakan dan program. Ini menjadi penting karena semakin tinggi pengetahuan
kelompok sasaran atas program maka akan mengurangi tingkat penolakan dan
kekeliruan dalam mengaplikasikan program dan kebijakan dalam lingkungan yang
sesungguhnya.

Universitas Sumatera Utara

2. Sumber Daya
Kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya finansial. Sumber daya manusia adalah kecukupan
baik kualitas maupun kuantitas implementor yang dapat melingkupi seluruh
kelompok sasaran. Sumber daya finansial adalah kecukupan modal investasi atas
sebuah program atau kebijakan. Keduanya harus diperhatikan dalam implementasi
kebijakan pemerintah agar berjalan efektif. Adapun indikator yang dapat
digunakan dalam melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi implementasi
kebijakan, adalah:
a. Staf, merupakan sumber daya utama dalam pelaksana implementasi
kebijakan. Kegagalan

yang sering terjadi dalam pelaksanaan

implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf atau
pegawai yang tidak cukup berkompeten dalam bidangnya, tidak
memadai dan tidak mencukupi.
b. Informasi, mempunyai dua bentuk, yaitu pertama, informasi yang
berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi
mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan
regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.
c. Fasilitas, merupakan menjadi faktor yang penting dalam implementasi
kebijakan. Para pelaksana kebijakan mungkin mempunyai stau yang
mencukupi, kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas
pendukung (sarana dan prasana) maka implementasi kebijakan tersebut
tidak akan berhasil.

Universitas Sumatera Utara

3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti
komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi
yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa
yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Implementor yang memiliki komitmen
tinggi dan jujur akan senantiasa bertahan diantara hambatan yang ditemui dalam
program atau kebijakan. Kejujuran mengarahkan implementor untuk tetap berada
dalam arus program yang telah digariskan dalam guideline program. Komitmen
dan kejujurannya membawanya semakin antusias dalam melaksanakan tahaptahap program secara konsisten. Sikap yang demokratis akan meningkatkan kesan
baik implementor dan kebijakan di hadapan anggota kelompok sasaran. Sikap ini
menurunkan

resistensi dari masyarakat dan menumbuhkan rasa percaya dan

kepedulian kelompok sasaran terhadap implementor dan program atau kebijakan.
4. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek
struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang
standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi
setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan
cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur
birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya menyebabkan aktifitas
organisasi tidak fleksibel.

Universitas Sumatera Utara

II.1.6 Variabel yang relevan dengan Implementasi Program Kemitraan dan
Bina Lingkungan
Untuk dapat mengkaji dengan baik suatu implementasi kebijakan, perlu
diketahui variabel-variabel atau faktor-faktor penentunya. Semakin kompleks
permasalahan kebijakan dan semakin mendalam analisis yang dilakukan, semakin
diperlukan

teori

atau

model

yang

relatif

operasional,

yang

mampu

menghubungkan kausalitas antar variabel yang mejadi fokus masalah. Beberapa
model yang berisikan variabel-variabel untuk mengukur implementasi telah
dikemukan oleh para ahli.oleh karena itu variabel-variabel yang penulis gunakan
untuk penelitian ini kiranya dapat mengukur pengimplementasian program
kemitraan dan bina lingkungan, adapun variabel-variabel yang penulis gunakan
adalah :
1.

Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terstruktur sehingga dapat direalisir.
Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi
dan mudah menimbulkan konflik di antara para agen implementasi. Mengukur
kerja implementasi kebijakan tentunya akan menegaskan standar dan sasaran
tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada
dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran
tersebut.
2. Sumber daya (Resources)
Sumber daya Manusia (SDM) yang tidak memadai (Jumlah dan kemampuan)
berakibat tidak dapat dilaksanakannya program secara sempurna karena mereka
tidak bias melakukan pengawasan dengan baik. Keberhasilan proses implementasi

Universitas Sumatera Utara

kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang
tersedia. Sumber daya menunjukkan setiap kebijakan harus didukung oleh sumber
daya yang memadai, baik sumber daya manusia, fasilitas, dan financial.
Ketersediaan sumber daya mempengaruhi efektifitas implementasi suatu program
kebijakan.
3. Komunikasi
Dalam menjalankan implementasi kebijakan yang efektif haruslah adanya
komunikasi yang baik, akurat dan mudah dimengerti agar mereka yang
melaksanakan keputusan mengetahui apa yang harus mereka lakukan.
Komunikasi diperlukan supaya tercipta konsistensi atau keseragaman dari ukuran
dasar dan tujuan sehingga implementor mengetahui secara tepat ukuran maupun
tujuan kebijakan itu. Komunikasi adalah dalam hal bagaimana kebijakan
dikomunikasikan kepada publik untuk memperoleh respon dari pihak-pihak yang
terlibat.Komunikasi antar organisasi juga menunjuk adanya tuntutan saling
dukung antar institusi yang berkaitan dengan program atau kebijakan.
Implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi
lain. koordinasi adalah praktik dari pelaksanaan kekuasaan dan kejasama
antarpihak yang mempunyai kewenangan. Jenis manfaat yang dihasilkan,
implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain agar
tujuan kebijakan dapat tercapai.
4. Struktur birokrasi
Struktur birokrasi yang mengimplementasikan kebijakan menjadi pengaruh yang
signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang
penting dari orginasasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (Standard

Universitas Sumatera Utara

Operational Procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap
implementasi dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan
cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur
birokrasi yang rumit dan kompleks, ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas
organisasi tidak fleksibel.
5. Disposisi atau sikap
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor, seperti
komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki
disposisi dengan baik, maka ia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik
seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor
memiliki sifat atau perspektif yang sama dengan pembuat kebijakan, maka proses
implementasi kebijakan juga menjadi efektif. Disposisi implementor ini
mencakup tiga hal yang penting, yakni:

Kebijakan –kebijakan yang dibuat beradasarkan kepentingan pemerintah
untuk melakukan pembangunan berkelanjutan salah satunya yaitu aspek ekonomi.
Maka pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mengatur bahwa perusahaanperusahan yang ada di Indonesia wajib melaksanakan kegiatan yang memiliki
pengaruh positif terhadap masyarakat dan hal tersebut dijadikan tanggung jawab
sosial perusahaan kepada masyarakat sekitar perusahaan baik lingkungan
ekonomi, sosial, dan lainnya. Maka konsep tersebut dikenal dengan nama CSR (
corporate social responsibility)

adalah

konsep yang mengahrapkan bahwa

perusahaan itu tidak hanya sekedar mencari keutungan semata melainkan
memberikan alternatif dalam pemberdayaan masyarakat miskin sekitar lokasi

Universitas Sumatera Utara

perusahaan. Hal ini diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang perusahaan
terbatas. Menurut UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbbatas menyatakan
bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk
berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan
kualitas kehidupan dan ligkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,
komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Dengan demikian
penulis menyertakan beberapa pendapat ahli mengenai pengertian serta manfaat
dari CSR.
II.2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
II.2.1 Pengertian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Menurut suhandiri ( dalam untung 2009 : 1) Corporate social
responsibility adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi
dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan
tanggung jawab sosial perusahaan dan menitik beratkan pada keseimbangn antara
perhatian terhadap aspek ekonomi, sosial , dan lingkungan. Menurut untung
(2009:1) Corporate social responsibility adalah tanggung jawab sosial yang
dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan bantuan baik materi maupun non
materi kepada masyarakat. Corporate social responsibility ditempatkan sebagai
suatu konsep yang diharapkan mampu memberikan alternatif terobosan baru
dalam pemberdayaan masyarakat miskin di era desentralisasi. The world business
council for sustainable development ( dalam wibisono 2007:7) mendefinisikan
csr sebagai komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis,
beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan
dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga

Universitas Sumatera Utara

peningkatan kualits komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas. Menurut
untung ( 2009 : 35) Kontribusi csr adalah kontribusi kesinambungan terhadap
pembangunan ekonomi berkelanjutan yaitu bekerja sama dengan karyawan,
keluarga mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk memperbaiki
kualitas hidup dengan cara-cara yang dapat diterima oleh bisnis dan juga
pembangunan.
Dalam setiap program pada umumnya memiliki berbagai manfaat yang
dapat diperoleh perusahaan –perusahaan yang melaksanakan program CSR
tersebut. oleh karena itu penulis akan menjabarkan berbagai manfaat dari kegiatan
tersebut
II.2.2 Manfaat tanggung jawab sosial perusahaan
Menurut wibisono ( 2007 : 78-81) ada beberapa manfaat csr bagi perusahaan
antara lain :
a. Mempertahankan dan mendongkrak reputasi serta citra merek perusahaan.
b. Mandapatkan lisensi untuk beroperasi secara sosial.
c. Mereduksi resiko bisnis perusahaan.
d. Melebarkan akses sumberdaya bagi opersional usaha..
e. Membuka peluang pasar yang lebih luas.
f. Mereduksi biaya. Keuntungan perusahaan yang didapat dari penghematan
biaya yang merupakan buah dari penerapan CSR .
g. Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. Implementasi csr tentunya
akan menambah frekwensi komunikasi dengan stakeholders.

Universitas Sumatera Utara

h. Memperbaiki hubungan dengan regulator. Upaya untuk meringankan
beban pemerintah sebagai regulator. Sebab pemerintahlah yang menjadi
penanggung jawab utama untuk mensejahterakan masyarakat dan
melestarikan lingkungan.
i. Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. Kesejahteraan yang
diberikan para pelaku CSR umumnya sudah jauh memenuhi standar
normatis kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan. Oleh karenanya
wajar bila karyawan menjadi terpacu untuk meningkatkan kerjanya.
Dismping reputasi perusahaan yang baik dimata stakeholdersnya juga
merupakan vitamin tersendiri bagi karyawan untuk meningkatkan motivasi
dalam berkarya.
j. Peluang mendapatkan penghargaan. Banyak reward ditawarkan bagi
penggiat CSR. Sehingga kesempatan untuk mendapatkan penghargaan
lebih tinggi
Praktek tanggung jawab sosial oleh BUMN yang dilakukansecara normatif
mendukung kegiatan kedermawanan sosial yang bersifat memaksa karena adanya
kebijakan pemerintah yang mengatur hal tersebut. Kebijakan perusahaan terhadap
tanggung jawab

sosial perusahaan terhadap pengembangan sosial dan

kemasyarakatan adalah melalui program kemitraan dan program bina lingkungan
Pada hakikatnya, salah satu bagian atau bentuk dari implementasi CSR adalah
PKBL (program kemitraan dan Bina Lingkungan) . peran sosial bumn dituangkan
melalui keputusan meneteri BUMN Nomor : PER-09/NIBU/07/2015.

Universitas Sumatera Utara

II.3 Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
Program kemitraan dan bina lingkungan merupakan dua program yang
berbeda yang disatukan menjadi satu paket kebijakan oleh menteri bumn dengan
mengeluarkan permen Nomor : PER-09/NIBU/07/2015. Kedua program ini
memeiliki fungsi yang berbeda namun dengan tujuan yang sama yaitu untuk
melaksanakan tanggung jawab sosial perusahan BUMN, dikarenakan ruang
tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan swasta sangat lah luas dan
terkadang hanya digunakan untuk bantuan(charity) semata yang dapat dikatakan
hanya bagi-bagi uang dan keberlangsungannya juga tidak terikat maka pemerintah
mengeluarkan kebijakan melalui perusahaan milik negara yang mana kebijakan
tersebut dikeluarkan oleh kementrian BUMN yang bermaksud agar BUMN yang
ada di Indonesia ini jangan hanya mencari keuntungan dari keberadaanya tetapi
juga dapat berpengaruh terhadap lingkungannya dimana dimaksudkan dalam
program kemitraan diharapkan ekonomi kerakyatan juga dapat menunjukkan
kemampuanya bersaing di dunia bisnis karena program kemitraan memberikan
bantuan modal bersifat kredit dengan bunga yang kecil sehingga diharapakan para
pelaku usaha kecil dapat berpartisipasi sehingga tujuan dari program kemitraan
tersebut untuk membangun usaha kecil yang tangguh dan mandiri dapat
terlaksana. Begitu juga halnya dengan program bina lingkungan dimana para
BUMN dapat memberi bantuan dana terhadap lingkungan serta demi kebutuhan
masyarakat lainnya.
Pada permen tersebut juga diatur berapa besaran dana yang harus dikeluarkan
oleh BUMN untuk program kemitraan dan bina lingkungan yaitu Penyisihan laba
bersih setelah pajak yang ditetapkan dalam RUPS/Menteri pengesahan Laporan

Universitas Sumatera Utara

Tahunan BUMN Pembina maksimum sebesar 4% (empat persen) dari laba setelah
pajak tahun buku sebelumnya. Karena penyaluran dana di program kemitraan ini
berupa pinjaman maka ada besaran jasa administrasi pinjaman dana yang
ditetapkan satu kali pada saat pemberian pinjaman yaitu sebesar 6% per tahun dari
saldo pinjaman awal tahun.

Dan dana bantuanyang akan disalurkan untuk

program BL , diambil dari alokasi dana maksimal sebesar 20% (dua puluh persen)
yang diperhitungkan dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada tahun
berjalan.

II.3.1 Program Kemitraan
Berdasarkan keputusan menteri BUMN Nomor : PER-09/NIBU/07/2015
Program Kemitraan BUMN, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah
program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil dalam bentuk pinjamanan
baik modal usaha maupun pembelian perangkat penunjang produksi agar usaha
kecil menjadi tangguh dan mandiri. Mitra Binaan adalah Usaha Kecil yang
mendapatkan pinjaman dari Program Kemitraan

II.3.1.1 Pengertian Kemitraan
Menurut Tennyson( dalam wibisono 2007 : 103) kemitraan adalah kesepakatan
antar sektor dimana individu , kelompok atau organisasi sepakat bekerja sama
untuk memenuhi sebuah kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama
sama menannggung resiko maupun keuntungan dan secara berkala meninjau
kembali hubungan kerja sama. Menurut bobo (2003:182) kemitraan merupakan
suatu kegiatan saling menguntungkan dengan berbagai macam bentuk kerjasama

Universitas Sumatera Utara

dalam menghadapi dan memperkuat satu sama lainnya . Menurut anoraga
(2002:23) kemitraan merupakan suatu bentuk jalinan kerjasama dari dua atau
lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan.kemitraan usaha ini harus
dilakukan dengan usaha kecil dengan sektor usaha besar.
Dalam melaksanakan kemitraan agar kerjasama yang dilakukan dapat saling
menguntungkan maka ada prinsip-prinsip yang harus dipahami secara bersama
oleh para mitra. Antara lain:
II.3.1.2 Prinsip-Prinsip Kemitraan
Menurut Tennyson dalam wibisono ( 2007: 103) dalam membentuk kemitraan ada
tiga prinsip penting yang harus diterapkan didalamnya, yaitu :
1. Kesetaraan atau Keseimbangan (equity)
Pendekatan yang ada dalam kemitraan bukan pendekatan top-down atau
bottom-up, bukan pula berdasar kekuasaan semata, namun hubungan yang
saling menghormati, saling menghargai dan saling percaya untuk dapat
menghindari antagonisme yang terdapat di dalamnya.
2. Transparansi
Transparansi diperlukan untuk menghindari rasa saling curiga antar mitra
kerja
3. Saling Menguntungkan
Suatu kemitraan harus membawa manfaat bagi semua pihak yang terlibat.

Dalam proses implementasinya, kemitraan yang dijalankan tidak
selamanya ideal karena dalam pelaksanaannya kemitraan yang dilakukan
didasarkan pada kepentingan pihak yang bermitra. Maka dari itu ada beberapa

Universitas Sumatera Utara

pola yang menjelaskan bagaimana kemitraan itu diterapkan oleh beberapa
perusahaan.

II.3.1.3 Pola Kemitraan
Menurut Wibisono (2007:104), Kemitraan yang dilakukan antara perusahaan
dengan pemerintah maupun komunitas/ masyarakat dapat mengarah pada tiga
pola, diantaranya :
1. Pola kemitraan kontra produktif. Pola ini akan terjadi jika perusahaan
masih berpijak pada pola konvensional yang hanya mnegutamakan
kepentingan yaitu mengejar profit sebesar-besarnya. Fokus perhatian
perusahaan

memang lebih tertumpu pada bagaimana perusahaan bisa

meraup keuntungan secara maksimal, sementara hubungan dengan
pemerintah dan komunitas atau masyarakat hanya sekedar pemanis belaka.
Perusahaan berjalan dengan targetnya sendiri, pemerintah juga tidak ambil
peduli sedangkan masyarakat tidak mempunyai akses apapun kepada
perusahaan. yang kerap terjadi, hubungan ini hanya menguntungkan
beberapa oknum saja, misalnya aparat pemerintah atau preaman ditengah
masyarakat. Biasanya, biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan hanyalah
digunakan untuk peduli terhadap orang tertentu saja. Hal ini bisa
dipahami, bahwa bagi perusahaan yang penting adalah keamanan dalam
jangka pendek.
2. Pola kemitraan semi produktif . dalam skenario ini pemerintah dan
komunitas atau masyarakat dianggap sebagai objek dan masalah diluar
perusahaan. Perusahaan tidak tahu program –program pemerintah,

Universitas Sumatera Utara

pemerintah juga tidak memberikan iklim yang kondusif kepada dunia
usaha dan masyarakat bersifat pasif. Kemitraan masih belum strategis dan
masih mengedepankan kepentingan diri bukan kepentingan bersama antara
perusahaan dengan mitranya.
3. Pola kemitraan produktif . pola kemitraan ini menempatkan mitra sebagai
subjek. Perusahaan memiliki kepedulian sosial dan lingkungan yang
tinggi, pemerintah memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha dan
masyarakat memberikan dukungan positif kepada perusahan.
Dengan demikian ada pola yang diciptakan oleh perusahaan serta mitra nya
maka harus dipahami beberapa unsur yang dapat menjelaskan pola seperti apa
yang mereka gunakan dan unsur sepertia apa saja yang dapat digunakan oleh
perusahaan dan mitra yang terkait sehingga kerjasama usaha dengan prinsip saling
menguntungkan, saling memperkuat, dan saling memerlukan dapat terlaksana.
Berikut pemaparan mngenai unsur-unsur kemitraan :
II.3.1.4 Unsur –Unsur Kemitraan
Menurut bobo (2003:182) Kemitraan mengandung beberapa unsur pokok yang
merupakan kerjasama usaha dengan prinsip saling menguntungkan, saling
memperkuat, dan saling memerlukan, yaitu :
1. Kerjasama usaha
Dalam konsep kerjasama usaha melalui kemitraan ini, jalinan yang dilakukan
antara usaha besar atau menengah dengan adanya usaha kecil didasarkan pada
kesejajaran keduduakan atau mempunyai derajat yang sama terhadap kedua belah
pihak yang bermitra. Ini berarti bahwa hubungan kerjasama yang dilakukan antara

Universitas Sumatera Utara

pengusaha besar, menengah dan kecil mempunyai kedudukan yang setara dengan
hak dan kewajiban timbale balik sehigga tidak ada pihak yang dirugikan, tidak ada
yang saling mengeksploitasi satu sama laindan tumbuh berkembangnya rasa
saling percaya diantara para pihak dalam mengembangkan usahanya.
2. Antara pengusaha besar, menengah atau kecil
Dengan hubungan kerjasama melalui kemitraan ini diharapkan pengusaha besar
atau menengah dapat menjalin hubungan kerjasama yang saling menguntungkan
dengan pengusaha kecil atau pelaku ekonoi lainnya, sehingga pengusaha kecil
akan lebih berdaya dan tangguh di dalam berusaha demi tercapainya
kesejahteraan.
3. Pembinaan dan pengembangan
Pada dasarnya yang membedakan hubungan kemitraan dengan hubungan dagang
biasa oleh pengusaha kecil dengan pengusaha besar adalah bentuk pembinaan dari
pengusaha besar terhadap pengusaha kecil atau koperasi yang tidak ditemukan
pada hubungan dagang biasa. Bentuk pembinaan dalam kemitraan antara lain
pembinaan di dalam mengakses modal yang lebih besar, pembinaan, manajemen
usaha, pembinaan peningkatan sumber daya manusia (SDM), pembinaan
manajemen produksi, pembinaan mutu produksi serta menyangkut pula
pembinaan didalam pengembangan aspek institusi kelembagaan, fasilitas alokasi
serta investasi.

Universitas Sumatera Utara

4. Prinsip saling memerlukan, memperkuat, dan saling menguntungkan
Dalam kemitraan, perusahan besar dapat menghemat tenaga dalam mencapai
target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan
yang kecil. Sebaliknya perusahaan yang lebiih kecil, yang umumnya relative
lemah dalam hal kemampuan teknologi, permodalan, dan sarana produksi melalui
teknologi dan sarana produksi yang dimiliki perusahaan besar. Dengan demikian
adanya saling memerlukan dan ketergantungan diantara kedua belah pihak yang
bermitra. Dalam kemitraan usaha pasti ada kerjasama antar kedua pihak yang
slaing menghasilkan niali tamabah seperti peningkatan modal, pasar, kemampuan
manajemen,

dan

lainnya.

Sedangkan

yang

dimaksud

dengan

saling

menguntungkan adalah kesadarn dan saling menguntungkan, berpedoman pada
kesejajaran kedudukan atau memiliki derajat yang setara bagi amsing-masing
pihak yang bermitra, maka tidak ada pihak yang dieksploitasi dan dirugikan tetapi
justru terciptanya rasa saling percaya diantara para pihak.
Setelah mengetahui bagaimana kemitraan itu, apa yang yang perlu
dilakukan untuk membangun mitra kerjasama yang baik, dengan demikian ada
tujuan yang dapat dicapai dari melaksanakan kemitraan tersebut.
II.3.1.5 Tujuan Kemitraan
Dalam kondisi ideal, Tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan
secara lebih konkrit menurut Dr.Ir. Moh jafar (2000:63) adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat
2. Meningkatkan perolehan niali tambah bagi pelaku kemitraan
3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil

Universitas Sumatera Utara

4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomipedesaan, wilayah, dan nasional
5. Memperluas kesempatan kerja
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional
Menurut Undang -Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah pasal 11 tercantum bahwa tujuan program kemitraan yaitu:
a. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
b. Mewujudkan kemitraan antar Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha
Besar;
c. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam
pelaksanaan transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;
d. Mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam
pelaksanaan transaksi usaha antar Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan
Usaha Besar;
e. Mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah;
f. Mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya
persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen;
g. Mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan pasar oleh orang
perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah
II.3.1.6 Bentuk Penyaluran Dana Program kemitraan
Menurut PER-09/MBU/07/2015 tentang PKBL dalam pasal 9 dijelaskan bentuk
penyaluran dana kemitraan

Universitas Sumatera Utara

(1) Dana Program Kemitraan disalurkan dalam bentuk :
a. pinjaman untuk membiayai modal kerja dan/atau pembelian aset
tetap dalam rangka meningkatkan produksi dan penjualan;
b.

pinjaman tambahan untuk membiayai kebutuhan yang bersifat
jangka pendek dalam rangka memenuhi pesanan dari rekanan
usaha Mitra Binaan;

(2) Jumlah pinjaman untuk setiap Mitra Binaan dari Program Kemitraan
maksimum sebesar Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).

Sesuai dengan PER/09/MBU/07/2015 ada dua program yang terkait yaitu
Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan.Setelah program kemitraan yang
berperan untuk membantu Usaha Kecil dalam mengembangkan usahanya agar
menjadi tanggung dan mandiri maka program bina lingkingan diharapkan akan
membantu bahnkan memperbaiki keadaan masyarakat dengan memberikan
bantuan dana secara hibah.kepada masyarakat

II.3.2 Program Bina Lingkungan
Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program BL, adalah
program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN. Program bina
lingkungan karena pemberiannya lebih berdimensi sosial maka dana diberikan
dalam bentuk bantuan korban bencana alam, pendidikan, atau pelatihan,
peningkatan kesehatan, pengembangan sarana dan prasaranan umum. Program
bina lingkungan dapat terlaksana apabila mengikuti tata cara berikut:

Universitas Sumatera Utara

II.3.2.1 Bentuk Penyaluran Dana Bina Lingkungan
Dalam PER/09/MBU/07/2015 diatur bentuk dan mekanisme penyaluran dana
program Bina Lingkungan, antara lain:
1) Dana Program BL disalurkan dalam bentuk:
a. Bantuan korban bencana alam;
b. Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan;
c. Bantuan peningkatan kesehatan;
d. Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum;
e. Bantuan sarana ibadah;
f. Bantuan pelestarian alam;
g. Bantuan sosial kemasyarakatan dalam rangka pengentasan
kemiskinan;
h. Bantuan pendidikan, pelatihan, pemagangan, pemasaran, promosi,
dan bentuk bantuanlain yang terkait dengan upaya peningkatan
kapasitas Mitra Binaan Program Kemitraan.
2) Dana bantuan Program BL, maksimal sebesar 20% (dua puluh persen)
yang diperhitungkan dari dana Program Kemitraan yang disalurkan pada
tahun berjalan.
Maka untuk menjalankan program kemitraan tersebut haruslah kita mengetahui
bagaimana klasifikasi dari usaha kecil tersebut. Oleh karena itu penulis akan
memaparkan keterangan mengenai UMKM.

Universitas Sumatera Utara

II.4 UMKM ( Unit Mikro, Kecil, dan Menengah )
II.4.1 Pengertian UMKM
Sukirno ( 2004: 365) Usaha kecil menengah ( UKM ) adalah usaha yang
mempunyai modal awal yang kecil,atau nilai kekayaan(asset) yang kecil dan
jumlah pekerja yang kecil(terbatas), nilai modal atau jumlah pekerjanya ssuai
dengan defenisi yang diberikan oleh pemerintah atau institusi lain dengan tujuan
tertentu. Longernecker dkk,(2001:15) menyatakan usaha kecil menengah adalah
usaha yang berpendapatan pertahun 100 juta sampai dengan 200 juta dengan
tenaga kerja kurang dari 100 orang. Sedangkan Ball,dkk, berpendapat bahwa
usaha kecil menengah adalah usaha yang memiliki omset lebih dari 300 juta
dengan karyawan lebih dari 100, dengan kekayaan bersih 100 juta diluar tanah
dan bangunan. Badan pusat statistik (BPS) memberikan defenisi UKM
berdasarkan kuantitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang
memiliki jumlah tenaga kerja 5 sampai 19 orang, sedangkan usaha menengah
merupakan entitas usaha yang memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang.
Berdasarkan Keppres No. 16/1994 UKM adalah perusahaan yang memilki
kekayaan bersih maksimum 400 juta. Menurut kementrian koperasi dan usaha
kecil menengah ( UU No.9 tahun 1995). UKM adalah kegiatan ekonomi rakyat
berskala kecil dan bersifat tradisional, dengan kekayaan bersih Rp. 50 juta sampai
Rp. 200 juta ( tidak termasuk ttanah dan bangunan tempat usaha) dan omzet
tahunan kurang dari Rp. 1 milliar.

Universitas Sumatera Utara

Berbagai defenisi mengenai UMKM telah dikemumkaan berdasarkan
pendapat para ahli serta organisasi/ institusi tertentu. Pada kenyataannya di
Indonesia teradapat peraturan mengenai UMKM tersebut yang diatur dalam UU
No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam Bab 1 (Ketentuan Umum), pasal 1
dari uu tersebut, menyatakan bahwa usaha mikro adalah usaha produktif milik
orang perseorangan dan/ badan usaha perserongan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro sebagai mana diatur dalam UU tersebut. Usaha Kecil adalah usaha
ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perserongan
atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang
perusahan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian, baik langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria
usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam UU tesebut. Sedangkan, Usaha
Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang persorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan
atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik lang
sung mapun tidak langsung dari usaha Mikro,Kecil,atau Besar yang memenuhi
kriteria Usaha Menengah sebagaimana dimaksud dalam UU tersebut.
II.4.2 Kriteria UMKM
Di dalam UU tersebut, kriteria yang digunakan untuk mendefenisikan
UMKM seperti yang tercantum dalam pasal 6 adalah nilai kekayaan bersih atau
nilai asset tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau hasil penjualan
tahunan. Dengan kriteria ini, menurut UU tersebut yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Uasah mikro : unit usaha yang memiliki nilai aset paling banyak Rp.
50 juta atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp. 300 juta.
2. Usaha kecil : unit usaha dengan nilai aset lebih dari Rp. 50 juta sampai
dengan paling banyak Rp. 500 juta atau memiliki hasil penjualan lebih
dari Rp. 300 juta.
3. Usaha menengah : perusahaan dengan nilai kekayaan bersih Rp. 500
juta hingga paling banyak 10 miliar atau memiliki hasil penjualan
diatas Rp. 2 miliar.
Usaha kecil menjadi target ataupun sasaran dari kebijakan ini dikarenakan ada
beberapa ciri-ciri dari usaha kecil yang menunjukkan bahwa perlu adanya bantuan
dari segi modal dan sebagainya untuk menjalankan usahanya. Berikut beberapa
cirri-ciri usaha kecil menurut para ahli :
II.4.3 Ciri Umum Usaha Kecil
Ciri-ciri umum usaha kecil menurut mintzerg dkk,( dalam situmorang dkk,
(2003:5) adalah :
1. Kegiatan cenderung tidak normal dan jarang yang memiliki rencana bisnis
2. Struktur organisasinya bersifat sederhana
3. Jumlah tenaga kerja terbatas dengan pembagian kerja yang longgar
4. Kebanyakan tidak melakukan pemisahan antara kekayaan pribadi dan
peruahaan
5. Sistem akuntansi yang kurang baik, bahkan kadang-kadang tidak memiliki
6. Skala ekonomi terlalu kecil sehingga sukar menekan biaya
7. Kemampuan pasar serta diversifikasi pasar cenderung terbatas.

Universitas Sumatera Utara

8. Marjin keuntungan sangat tipis
9. Keterbatsan modal sehingga tak mampu memperkerjakan manajermanajaer professional. Hal itu menyebabkan kelemahan manajerial, yang
meliputi kelemahan pengorganisasian, perencanaan, pemasaran, dan
akuntansi.

Selain itu, Sutojo (dalam Bararuallo, 2001: 7), mengemukakan bahwa ciri-ciri
usaha kecil di Indonesia adalah:
1. Lebih dari setengah usaha didirikan sebagai pengembangan dari usaha
kecil-kecilan
2. Selain masalah permodalan, masalah lain yang dihadapi usaha kecil
bervariasi tergantung dengan tingkat perkembangan usaha
3. Sebagian besar usaha kecil tidak mampu memenuhi persyaratanpersyaratan administrasi guna memperoleh bantuan bank.
4. Hampir 60% usaha kecil masih menggunakan teknologi tradisional
5. Hampir setengah perusahaan kecil hanya menggunakan kapasitas
terpasang kurang dari 60%
6. Pangsa pasar usaha kecil cenderung menurun baik karena faktor
kekurangan modal, kelemahan teknologi dan kelemahan manajerial
7. Hampir 70% usaha kecil melakukan pemasaran langsung kepada
konsumen
8. Tingkat ketergantungan terhadap fasilitas-fasilitas pemerintah sangat
besar.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan penjelasan diatasmengenai kriteria dan cirri umum dari usaha
kecil maka dapat dilihat bahwa memang diperlukannya bantuan dari unit lebih
besar guna mendukung keberlangsungan usahanya. maka dari tu pelaksanaan
program kemitraan menetapkan sasaran dari program kemitraan tersebut adalah
usaha kecil . Hal tersebut tertuang dalam PER-09/NIBU/07/2015 pasal 1 yang
menyatakan Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan
memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan
sebagaimana diatur dalam Peraturan ini. Menurut PER/09/MBU/07/2015 dalam
Pasal 3 Usaha Kecil yang dapat ikut serta dalam Program Kemitraan harus
memenuhi kriteria sbagai berikut :
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua
miliar lima ratus juta rupiah);
2. Milik Warga Negara Indonesia;
3.

Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun
tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar;

4.

Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan
hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum, termasuk usaha mikro
dan koperasi;

5. Mempunyai potensi dan prospek usaha untuk dikembangkan;
6. Telah melakukan kegiatan usaha minimal 1 (satu) tahun;

Universitas Sumatera Utara

Menurut UU tersebut salah satu tujuan yang tercantum adalah prospek
pengembangan usaha kecil melalui program pkemitraan. Dengan demikian ada
beberapa dimensi dalam pemngembangan UKM
II.4.4 Pengembangan UKM
Kebijakan pemerintah dalam pengembangan Usaha Kecil Menengah

(UKM)

dalam jangka panjang bertujuan untuk meningkatkan potensi dan partisipasi aktif
UKM dalam proses pembangunan nasional, khususnya dalam kegiatan ekonomi
dalam rangka mewujudkan pemerataan pembangunan melalui perluasan lapangan
kerja dan peningkatan pendapatan. Sasaran dan pembinaan usaha kecil adalah
meningkatnya jumlah pengusaha menengah dan terwujudnya usaha yang makin
tangguh dan mandiri, sehingga pelaku ekonomi tersebut dapat berperan dalam
perekonomian nasional, meningkatnya daya saing pengusaha nasional di pasar
dunia, serta seimbangnya persebaran investasi antar sektor dan antargolongan.
Dalam pengembangan usaha banyak hambatan-hambatan yang dihadapi seperti
kekurangan modal, tenaga kerja yang ahli atau terampil, kinerja keuangan usaha
yang buruk, dan sebagainya. Tetapi hambatan-hambatan itu semua dapat diatasi
dengan cara mengembangkan dan menerapkan strategi pengembangan usaha yang
baik. Definisi pengembangan usaha itu sendiri adalah terdiri dari sejumlah tugas
dan proses yang pada umumnya bertujuan untuk mengembangakan dan
mengimplementasikan peluang pertumbuhan usaha. Pengembangan usaha bukan
saja dibarengi dengan modal yang banyak atau tenaga kerja yang terampil tetapi
juga harus dibarengi dengan pembinaan yang rutin. Cara lain yang harus
dilakukan untuk dapat mengembangakan usaha dengan baik adalah dengan
memberikan pendidikan meningkatkan keahlian kepada pengusaha (wirausaha)

Universitas Sumatera Utara

seperti memberikan pelatihan workshop tentang pengembangan usaha, dan
sebagainya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan
yang lebih kep