HUKUM KONSTITUSI Penetapan Tiga Sifat Do

HUKUM KONSTITUSI

“Penetapan Tiga Sifat Dokumen Konstitusi”

RATIH RISDIANA
( 02011181621113 )

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA
TAHUN AJARAN
2017/2018

Penetapan Tiga Sifat Dokumen Konstitusi

Konstitusi adalah dasar hukum yang dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu
negara. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut dengan UndangUndang Dasar, dan ada juga berbentuk tidak tertulis. Seperti Negara Indonesia memiliki
konstitusi tertulis yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dan Amerika Serikat dengan The
Contitutions Of United States Of America. Tidak semua negara memiliki sebuah konstitusi
tertulis atau undang-undang dasar. Dapat dilihat sebagai contoh kerajaan Inggris disebut
sebagai negara konstitusional, tetapi negara tersebut tidak memiliki satu naskah pun undangundang dasar sebagai konstitusi tertulis.
Jika bicara konstitusi dalam Negara Indonesia, maka sejak proklamasi kemerdekaan
negara telah/masih memiliki 3 (tiga) macam dokumen konstitusi, yaitu berturut-turut:

1. Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar yang diterima dan disahkan oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.
2. Konstitusi RIS 1949, Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang mulai berlaku pada
tanggal 27 Desember 1949.
3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950, Undang-Undang Dasar Sementara yang mulai
berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.
Dan dengan ketiga dokumen konstitusi itu, negara telah mengalami 5 (lima) masa perkonstitusi-an, yaitu:
1. Tahun 1945-1949 masa pertama UUD 1945
2. Tahun 1949 (Desember) – 1950 (Agustus) masa Konstitusi RIS,
dengan UUD 1945 tetap bagi Republik Indonesia.
3. Tahun 1950-1959 masa UUDS-1950
4. Tahun 1959-1965 masa UUD 1945 Orde Lama (sampai G.30.S)
5. Tahun 1965-sekarang masa UUD 1945 Orde Baru.1
Waktu dan masa berlakunya suatu UUD itu mengikuti sejarah perjuangan suatu bangsa
yang memiliki UUD. Bukan hanya mengikuti, tetapi bahwa UUD merupakan
gambaran/refleksi/pencerminan daripada masyarakat dan negara yang sedang berjuang. UUD
sebagai mijlpaal di satu pihak bagi perjuangan suatu bangsa, dan di lain pihak UUD
merupakan suatu wegwijzer. Di satu pihak menggambarkan sampai dimana perjuangan
bangsa dan negara, dan di lain pihak memberikan arah dan petunjuk ke arah mana bangsa dan
negara sedang bergerak.

3 (tiga) UUD yang pernah/masih Negara Indonesia miliki, 2 (dua) diantaranya
memakai perkataan UUD, yaitu UUD 1945 dan UUDS 1950 dan satunya memakai istilah
konstitusi, yaitu konstitusi RIS 1949. Sayang sekali tidak ada penjelasan resmi dari para
1 Simorangkir, Dr. J. C. T., S.H., Hukum Dan Konstitusi Indonesia, Jakarta : Gunung
Agung/CV Haji Masagung,1987, Hal 1.

penyusunnya, apa yang menyebabkan pada tahun 1945 dan tahun 1950 dipergunakan istilah
UUD, hanya saja yang satu tanpa sementara dan yang satunya dengan sementara, sedangkan
pada tahun 1949 dipergunakan perkataan konstitusi.
Hukum dewasa ini hampir tidak ada perbedaan antara istilah UUD dan Konstitusi.
Kedua pengertian tersebut telah lazim dipergunakan sebagai sinonim untuk menunjukkan
kepada satu pengertian yang sama dan yang satu, ialah “suatu undang-undang (tertulis) yang
baik isi maupun tingkatnya akan menjadi dasar dan menduduki tempat yang tertinggi dalam
rangka susunan perundang-undangan sesuatu negara dan bangsa.”
Kedua istilah tersebut sebenarnya mengandung pengertian yang sedikit berbeda.
“Konstitusi” (Latin: Constitutio; Perancis dan Inggris: Constitution; Belanda: Constitutie)
berarti: Aturan-aturan pokok dan dasar tentang negara, bangunan negara dan tata negara,
demikian pula aturan-aturan dasar lainnya yang mengatur peri hidup sesuatu bangsa di dalam
persekutuan hukum negara. Hanya konstitusi yang terakhir inilah sebenarnya disebut dengan
“Undang-Undang Dasar” (Belanda: Grondwet). Dilihat dari sudut pandang ini maka dapat

dikatakan bahwa konstitusi itu adalah pengertian Genusnya, dan Undang-Undang Dasar
disebut Specisnya.
Sehubungan dengan kecondongan mempergunakan resmi UUD daripada Konstitusi
tersebut dengan mengingat salah satu fungsi daripada UUD, yakni sebagai dasar daripada
perundang-undangan selanjutnya, dimana UUD itu dapat dijadikan sebagai dasar bagi sebuah
penyusunan peraturan perundangan lainnya. Maka perlu dipikirkan urutan daripada kaka-kata
dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dan menggantinya menjadi Dasar Undang-Undang
(DUU). Jadi UUD 1945 diganti menjadi Dasar Undang-Undang (DUU) 1945, dalam arti
yang diterima dan disahkan pada tahun 1945 untuk dijadikan dasar bagi perundang-undangan
selanjutnya, artinya UUD 1945 jadi DUU 1945. Hal ini diserahkan kepada penyusunan DUU
selanjutnya.
Suatu penelitian perbandingan yang sungguh de moeite waard dalam menganalisis
perkembangan konstitusi Indonesia yang relatif masih muda dan masih kurang pengalaman
dalam penyusunan konstitusi. Akan nampak perbedaan dan persamaan yang tersirat
disamping yang tersurat berdasarkan kata dan pasal. Salah satu persamaan diantara ketiga
UUD itu adalah sifat sementara UUD itu.
UUDS 1950
Mengenai sifatnya sementara dari UUDS 1950 kiranya tidak ada keragu-raguan.
Namanya sendiri sudah mengatakan UUD sementara 1945. Dalam pasal 134 UUDS 1950
dengan jelas dapat dilihat sifat sementara itu. Konstitusi (Sidang Pembukaan UUD) bersamasama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan UUD Republik Indonesia yang akan

menggantikan UUD sementara ini.
Konstitusi RIS 1949
Dari namanya (Konstitusi RIS 1949) tidaklah dapat dilihat bersifat sementara. Sifat itu
dapat diketahui dengan jelas dari pasal 186 Konstitusi RIS yang berbunyi “Konstitusi (Sidang

Pembuat Konstitusi), bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan
Konstitusi RIS yang akan menggantikan Konstitusi sementara ini. Jadi dapat Juga disebut
Konstitusi Sementara RIS.
UUD 1945
Mengenai UUD 1945, baik dari namanya maupun dalam pasalnya, tidaklah dinyatakan
dengan jelas sifat sementara atau tidak sementara dari UUD 1945. Pasal-pasal yang ada
hubungannya dengan UUD (kecuali yang mengenai perubahan UUD) hanyalah 2 (dua) dalam
UUD 1945 yakni pasal 3 dan Aturan Tambahan ayat 2 yang berturut-turut berbunyi, pasal 3
“MPR menetapkan UUD dan garis-garis besar haluan negara.”
Apabila rapat pada tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
mengesahkan suatu UUD dimana dalam aturan tambahan ditetapkan, bahwa dalam 6 bulan
sesudah MPR dibentuk, Majelis itu bersidang untuk menetapkan UUD. Maka sudah jelas
bahwa UUD yang ditetapkan itu adalah bersifat sementara.
Bahwa UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 (sehari sesudah
Proklamasi), pada waktu itu oleh penyusunnya adalah dianggap bersifat sementara, dapat

ditambahkan bahwa pada rapat penetapan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh
anggota Ratulangi secara sepintas lalu dikemukakan pendapat bahwa perkataan menetapkan
UUD. Dalam aturan Peralihan diartikan membaharui UUD, hal mana disegerakan dijawab
oleh anggota Supomo “ Dengan Sendirinya Akan membaharui...”
Sesudah dengan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku lagi,
maka timbul pertanyaan. Apakah UUD 1945 itu tetap bersifat sementara atau tidak?... Dekrit
itu sendiri tidak menyinggung sifat sementara atau tidak dari UUD 1945 itu. Dalam Dekrit
dinyatakan “Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa indonesia dan seluruh
tumpah darah indonesia, terhitung mulai hari tanggal penetapan Dekrit ini dan tidak
berlakunya lagi UUD sementara.”
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, maka berlaku jugalah kembali pasal 3 dan
aturan tambahan ayat 2, yang mengatakan “MPR menetapkan UUD. Dengan segera dapatlah
ditarik kesimpulan yang sama seperti di atas, yaitu “Berdasarkan 2 (dua) pasal yang
dikemukakan itu, maka UUD 1945 adalah bersifat sementara.” Maka UUD 1945 dinyatakan
berlaku kembali di seluruh tanah air, dan tidak berlaku lagi UUDS 1950.
Sesuai dengan urutan berlakunya Undang-Undang Dasar tersebut, maka berturut-turut
akan dikemukakan sifat ke-sementara-an atau tidak dari ;
1. Undang-Undang Dasar 1945 (dalam kurun waktu masa pertama berlakunya
Undang-Undang Dasar tersebut);
2. Konstitusi RIS 1949;

3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950;
4. Undang-Undang Dasar 1945 sesudah Dekrit Presiden 5 juli 1959.

1. Undang-Undang Dasar 1945 (dalam Kurun waktu masa pertama berlakunya
Undang-Undang Dasar tersebut)
Untuk menentukan apakah Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan oleh PPKI
pada tanggal 18 Agustus 1945 itu bersifat sementara atau bersifat tetap. Perkataan Soekarno
dalam sidang PPKI2 dapat disimpulkan bahwa “Undang-Undang Dasar sementara” pokok
pokirannya adalah bahwa sekarang (-pada saat mereka bersidang-) situasi dan kondisi belum
mengizinkan untuk merumuskan dan menetapkan suatu Undang-Undang Dasar yang tetap.
Namun kalau suasana sudah lebih tentram, barulah akan disusun dan ditetapkan UndangUndang Dasar yang bukan bersifat sementara lagi, tapi telah bersifat tetap.
Dengan latar belakang pememikiran tersebut, dapat dipahami rumusan Aturan
Tampahan ayat 2 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Dalam enam bulan sesudah
Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk Majelis ini bersidang untuk menetapkan UndangUndang Dasar.” Artinya bahwa Undang-Undang Dasar yang ditetapkan itu bersifat sementara
dalam arti berlaku sementara sampai pada waktunya Badan yang berwenang (MPR)
bersidang untuk menetapkan UUD yang tetap.
Pendirian yang sama dianut oleh beberapa penulis lain di Indonesia diantaranya
Joeniarto, SH3 yang mengatakan “...Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan dan
disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945, sejak semula oleh pembentuknya sendiri adalah
dimaksudkan bersifat sementara...”

Alasan penetapan Undang-Undang Dasar yang bersifat sementara, dapat diperkirakan
ada dua hal, yaitu;
1. Pembentukan Undang-Undang Dasar 1945 sendiri merasa belum merupakan
bentuk yang representatip untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.
2. Berdasarkan pertimbangan bahwa perencanaan, penetapan dan pengesahannya
adalah dilakukan dengan sangat tergesa-gesa.
Oleh karena itu, dikemudian hari apabila sudah dapat dibentuk sebuah badan yang
lebih representatip dapat ditetapkan sebuah Undang-Undang Dasar yang telah
dipertimbangkan masak-masak.
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949
Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, merupakan Undang-Undang Dasar bagi
Republik Indonesia Serikat hasil Komperensi Meja Bundar pada tahun 1949, yang bersifat
sementara dapat dilihat dari salah satu pasalnya, yaitu pasal 186 yang berbunyi4
“Konstituante (Sidang Pembuat Konstitusi), bersama-sama dengan Pemerintah selekas2 Yamin, Prof. Mr. Haji Muhammad; Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945; Jilid 1,
1959, hlm 410.
3 Joeniarto, S.H.; Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Yayasan Badan Penerbit
Gajar Mada, 1966, hlm
40.
4 Pringgodigdo, Drs. H.A.K., S.H., Tiga Undang-Undang Dasar, PT pembangunan, Jakarta,
1974, hlm 22.


lekasnya menetapkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat yang akan menggantikan
Konstitusi Sementara ini.”
Delegasi Republik Indonesia bersama Delegasi B.F.O pada Konperensi Meja Bundar
sebagai perencananya, merasa diri belum cukup representatip dan belum cukup waktu yang
memadai, sehingga diharapkan dikemudian hari akan dibentuk Konstituante yang bersamasama dengan Pemerintah akan menetapkan Undang-Undang Dasar yang tetap sebagai
pengganti Konstitusi sementara ini. jadi jelas, sesuai dengan pasal 186 Konstitusi Republik
Indonesia Serikat 1949 adalah sementara.
Penyusunan Konstitusi RIS 1949 tidak menetapkan dengan pasti dan tepat, berapa lama
akan berlaku Konstitusi Sementara ini, dan juga tidak menyatakan dengan pasti dan tepat
kapan Konstituante itu akan dibentuk. Yang ditetapkan adalah bahwa Konstituante bersamasama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Konstitusi.5 Hasil kerjasama
Konstituante dan pemerintah inilah yang akan menggantikan Konstitusi Republik Indonesia
Serikat 1949 yang masih bersifat sementara ini, yaitu Konstitusi yang tetap.
3. Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Sifat ke-sementara-an dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 terbukti dengan
jelas dari namanya sendiri, yaitu Undang-Undang Dasar SEMENTARA 1950. Sifat
kesementaraan dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dapat dilihat dalam padal 134
yang berbunyi6 “ Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama
dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini.”

Jadi baik dari namanya maupun dari salah satu pasalnya adalah bersifat sementara.
Dalam arti sejak ia ditetapkan berlaku, pada tanggal 17 Agustus 1950, ia berlaku sementara
sampai ditetapkan suatu UUD kemudian oleh Konstituante bersama-sama Pemerintah. Kalau
ditanya sampai berapa lama Undang-Undang Dasar Sementara akan berlaku, maka jawaban
yang pasti tidaklah ada, akan tetapi oleh penyusunnya diharapkan selekas-lekasnya.
4. Undang-Undang Dasar 1945 sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang menetapkan antara lain berlakunya kembali
UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950 adalah diucapkan/diumumkan ketika
masih berlaku UUDS 1950. Sesuai dengan ketentuan UUDS 1950 tugas menetapkan U.U.D
untuk menggantikan UUDS 1950 berada di tangan dua lembaga, yaitu Konstituante dan
Pemerintah yang bersama-sama menetapkannya.7 Pada saat pihak Konstituante, karena
perbedaan pendapat yang sangat tajam dikalangan dirinya sendiri dapat dipastikan tidak akan

5 Lihat Pasal 186, Konstitusi Republik Indonesia Serikat.
6 Supomo, Prof. Dr. R. S. H., Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia,
Pradnyaparamita, Jakarta,
1965, hlm 117.
7 Lihat Pasal 134 Undang-Undang Dasar Sementara 1950.

dapat menyelesaikan tugasnya, maka pihak Pemerintah mengajak pihak Konstituante secara

cekak aos dengan anjuran8 “Marilah kita kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945”.
Pendirian Pemerintah dalam menjawab Pemandangan Umum di Konstituante “UndangUndang Dasar 1945 akan menjadi Undang-Undang Dasar Tetap, maka Undang-Undang
Dasar 1945 yang sama juga akan didekritkan berlaku kembali pada tanggal 5 Juli 1959 adalah
juga menjadi UUD yang tetap yang akan menggantikan UUDS 1950 yang dengan Dekrit
yang sama dinyatakann pula tidak berlaku lagi. Anggapan ini diperkuat oleh DPR pada
tanggal 22 Juli 1959 mengambil keputusan “Menyetujui dengan aklamasi untuk bekerja terus
dalam rangka Undang-Undang Dasar 1945”.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945 berdasarkan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959, maka berlaku pula pasal 3 UUD tersebut yang berbunyi “Majelis Permusyawaratan
Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara.”
Pasal 3 ini dipergunakan untuk membuktikan bahwa UUD 1945 sesudah Dekrit Presiden
hingga saat ini belum “Tetap” dan masih bersifat “Sementara” sama seperti dalam masa
kurun waktu pertama berlakunya UUD 1945 itu pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai 27
Desember 1949. Alasannya ialah, bahwa sejak Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 hingga
saat ini MPR belum pernah bersidang untuk menetapkan UUD, sebagaimana yang ditentukan
dalam pasal 3 UUD 1945 yang berlaku kembali dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959
itu. jadi pasal 3 tersebut belum pernah dilaksanakan : belum pernah ada suatu Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang bersidang menetapkan Undang-Undang Dasar; belum ada
Undang-Undang Dasar yang tetap; Undang-Undang Dasar sekarang ini adalah masih bersifat
sementara.

Dengan uraian diatas dan dengan pendirian sebagaimana telah dikemukakan
sebelumnya, maka dilihat dari sudut pandang Hukum Tata Negara Indonesia. UndangUndang Dasar 1945 yang dinyatakan berlaku kembali dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959, adalah TETAP dan TIDAK bersifat SEMENTARA lagi. Dalam arti kata dalam
kehidupan kita tidak perlu lagi membuang-buang waktu untuk memikirkan soal-soal
penetapan dan atau perubahan Undang-Undang Dasar. Jadi jikalau ada persoalan, maka
persoalannya hanyalah, bagaimana MELESTARIKAN UUD 1945 yang sudah TETAP itu...?

Sumber :
Undang-Undang Dasar Sementara 1950, Pasal 134.
Konstitusi Republik Indonesia Serikat, Pasal 186.
Konstituante Republik Indonesia, Risalah Perundingan Tahun 1959, Jilid 1.
Dr. J.C.T. Simorangkir, S.H., Hukum dan Konstitusi Indonesia, Jakarta: Gunung
Agung/CV Haji Masagung, 1987.
 Prof. Mr. Haji Muhammad Yamin, Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar
1945, Jilid 1, 1959.





8 Konstituante Republik Indonesia, RISALAH PERUNDINGAN, Tahun 1959, Jilid 1, hlm 12.

 Joeniarto, S.H., Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Yayasan Badan
Penerbit Gaja Mada, 1966.
 Drs. H.A.K. Pringgodigdo, S.H., Tiga Undang-Undang Dasar, Jakarta:PT
Pembangunan, 1974.
 Prof. Dr. R. Supomo, S.H., Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia,
Jakarta:Padnyaparamita, 1965.