NDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK
NDEPENDENSI BANK INDONESIA SEBAGAI BANK SENTRAL
DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
ABSTRACT
OLEH
DELFINA GUSMAN, SH, MH[1]
Almost every country in the world, the nature of an independent Central Bank. This is because the Central Bank of an
important and strategic situation in the State economy. Similarly, in Indonesia, Bank Indonesia, Central Bank of the
Republic of Indonesia stated directly in 1945. Bank Indonesia Independence means that should be no interference
from any quarter in determining policy.
Keywords: independence, Central Bank
A. Pendahuluan
Pemerintahan yang baik haruslah demokratis, demikian juga Indonesia mengakui konsep demokratis ini dalam
penyelenggaraan negaranya, yang dikenal dengan konsep demokrasi konstitusional ( constitutional democracy).
[2] Dalam konsep ini terkandung gagasan bahwa pemerintahan yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas
kekuasaannya dan tidak dibenarkan melakukan tindakan yang sewenang-wenang terhadap warga negaranya.
Dengan kata lain, pemerintahan yang berdasarkan dan dibatasi oleh konstitusi (constitutional government).[3]
Negara hukum yang demokratis diperlukan adanya pembagian kekuasaan yang bertujuan untuk adanya konsentrasi
kekuasaan negara demi menghindari potensi penyelewengan profesionalitas penyelenggaraan negara yang
ditujukan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. Pembagian kekuasaan, transparansi dan akuntabilitas yang
rasional dan sistemik merupakan cara untuk mewujudkan demokrasi dalam proses-proses nyata penyelenggaraan
negara yang bersih, efesien dan efektif.[4]
Adapun salah satu lembaga negara yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan tersebut
adalah Bank Sentral. Secara konsep bank sentral adalah bank yang mengemban tugas sebagai pelayan publik yang
bersifat memenuhi kepentingan umum. Ia tidak berorientasi mencari keuntungan, tetapi mempengaruhi pasar uang
dan member efek terhadap struktur perbankan pada umumnya, juga bertindak sebagai bankir bagi bank-bank yang
ada.
Keberadaan bank sentral telah mengalami berbagai tahap perkembangan sejak abad ke-17. Dari catatan sejarah,
bank sentral yang tertua adalah Sveriges Riksbank di Swedia yang didirikan pada tahun 1668, menyusul
kemudian Bank of England yang dijadikan sebagai bank sentral pada tahun 1694 dan dianggap sebagai cikal bakal
bank sentral modern. Dalam pada itu The Federal Reserve di Amerika Serikat, yang didirikan di tahun 1913
dianggap sebagai bank sentral independen sejak didirikan. Sedangkan De Javasche Bank sebagai perusahaan
swasta yang merupakan cikal bakal Bank Indonesia didirikan pada tanggal 29 Desember 1826 melalui Surat
Perintah Raja Willem I dan menjadi bank sentral yang independen sejak tahun 1999.
Sekarang semakin menguat kecenderungan untuk menjadikan bank sentral bersifat independen, sejalan dengan
berlangsungnya perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang mempengaruhi terjadinya perubahan peran bank
sentral di seluruh dunia. Kalau sebelum periode 1980an bank-bank sentral umumnya tidak independen, maka
setelah periode tersebut hampir seluruh bank sentral di dunia menjadi bank sentral yang independen. Sebagai
contoh, pada abad 19 hanya ada 18 bank sentral, 16 di Eropa ditambah di Jepang dan Indonesia, dan pada awal
abad ke-20 masih tetap delapan belas bank sentral, tetapi jumlah ini meningkat menjadi 59 pada 1950an, dan
meningkat lagi menjadi 161 pada tahun 1990. Bahkan meningkat lagi menjadi 172 bank sentral pada tahun 2000,
sedangkan dari data yang ada pada Bank for International Settlements dan sumber yang lain sampai dengan akhir
2004 ada 175 bank sentral di dunia.[5]
Pasal 23 D UUD 1945, dinyatakan bahwa :
Negara memiliki bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab dan independensinya diatur
dengan undang-undang.
Pasal 23 D tersebut dipertegas dengan Pasal 4 UU No. 23 Tahun 2009 jo UU No.3 Tahun 2004 Tentang Bank
Indonesia, dinyatakan :[6]
1)
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
2)
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas
diatur dalam undang-undang ini.
3)
Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini.
Berdasarkan uraian pasal di atas, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral merupakan lembaga negara independen
(terpisah). Namun, posisinya bukan sebagai lembaga utama (main organ)dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Posisi Bank Sentral sama dengan Komisi Pemilihan Umum.[7] Namun, pendapat mengenai posisi Bank Sentral ini
belum disepakati oleh semua ahli hukum tata negara.
Masalah kedudukan tidak menjadi perdebatan yang berkepanjangan dalam pembahasan UU tentang Bank
Indonesia, justru masalah Independensi Bank Indonesia yang berada dalam rumpun eksekutif yang selalu
diperdebatkan oleh berbagai kalangan. Perdebatan ini semakin diperkuat dengan Kasus Century, bahkan semakin
banyak desakan untuk merevisi UU Bank Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba membahas “
Independensi Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesiaâ€
B. Sejarah Terbentuknya Bank Sentral Di Indonesia
Tepat satu tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, berdirilah Bank Negara Indonesia (BNI) 1946. Sebagai bank
pertama yang dimiliki bangsa Indonesia, maka BNI berstatus Bank Sentral. Posisi ini hanya berlangsung hingga De
Javasche Bank disepakati sebagai Bank Sentral oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda di Konferensi
Meja Bundar ( KMB) tahun 1949.
Selama dua tahun berfungsinya De Javasche Bank sebagai Bank Sentral, muncul desakan untuk
menasionalisasikan bank tersebut, akhirnya keinginan ini direalisasikan pada tanggal 2 Juli 1951, melalui Keputusan
Pemerintah Nomor 118. Langkah nasionalisasi ini dipertegas dengan lahirnya UU No.11 Tahun 1953 tentang PokokPokok Bank Sentral.[8]
Di masa orde baru, UU No.11 Tahun 1953 diubah dengan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu
yang ditegaskan adalah mengembalikan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, dengan cara menghapuskan
kegiatannya dalam perbankan komersil.
Bank Indonesia ketika menghadapi periode krisis pada awalnya tahun 1997/1998 karena nilai tukar banyak
mendapat intervensi dari Pemerintah, sehingga tidak dapat menentukan kebijakan sendiri untuk mengatasi krisis. Di
era reformasi, Bank Indonesia mendapatkan momentum untuk menuju independensi. Dalam kabinet reformasi, Bank
Indonesia benar-benar diposisikan sebagai institusi negara yang independen, melalui UU No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia. Penegasan Bank Indonesia sebagai institusi independen, bebas dari campur tangan Pemerintah
ataupun pihak lain dalam menjalankan tugasnya. Kemudian independensi Bank Indonesia dipertegaskan lagi dengan
UU No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
C. Independensi Bank Indonesia dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang berada dalam lingkup eksekutif,
memiliki tugas yang signifikan bagi eksistensi perekonomian sebuah negara, khususnya menjaga stabilitas nilai mata
uang rupiah. Pentingnya tugas ini menyebabkan BI sudah semestinya independen, dalam arti :
1
Bebas dari kepentingan politik-politik tertentu
2
Bebas dari tugas-tugas titipan pemerintah yang merancukan peran utamanya sebagai pemelihara moneter.
Belajar dari pengalaman, ketidakmandirian BI sebagai bank sentral, telah melahirkan berbagai distorsi dalam
pengambilan kebijakan moneter di negeri ini. Bahkan, intervensi politik telah membuat BI menjadi sapi perah bagi
penguasa, dan ikut menggiring bangsa ini dalam keterpurukan perekonomian, kerusakan yang parah pada dunia
perbankan, yang akibatnya masih terasakan hingga kini.
Independensi kekuasaan bank sentral adalah unsur penting dalam proses demokratisasi kehidupan negara. Bank
sentral pada dasarnya adalah bagian dari pemerintahan yang punya peran besar dalam menentukan pertumbuhan
ekonomi dan ketahanan ekonomi sebuah negara. Presiden beserta menteri-menterinya adalah pelaksana fungsi
eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan, termasuk ekonomi.
Bank sentral melaksanakan sebagian dari fungsi eksekutif secara profesional dan mandiri, namun tetap menjalin
konsultasi efektif dengan pemerintah untuk ikut serta mensukseskan kebijakan pemerintah dibidang ekonomi. [9]
Dari berbagai literatur ada lima tolok ukur untuk melihat independensi sebuah bank sentral. Yaitu, dari pemilihan
gubernurnya, pemberhentiannya, fungsi yang tidak dapat diintervensi, status kelembagaan dan keterkaitannya
dengan pemerintah/pertanggungjawaban manajemen atauaccountability-nya, dan penyusunan anggarannya.
Sementara ukuran dari tanggung jawab Bank Sentral dapat dinilai secara hukum, politik, administratif, dan moral.
Tolak ukur lainnya sebuah lembaga dikatakan independen apabila:[10]
1
Dinyatakan secara tegas dalam dasar hukum pembentukannya, baik yang diatur UUD maupun UU
2
Pengisian Pimpinan lembaga tersebut tidak dilakukan oleh satu lembaga saja
3
Pemberhentian anggota lembaga yang hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur dalam
undang-undang pembentukan lembaga yang bersangkutan.
Dengan perubahan keempat UUD 1945, maka Bank Sentral memiliki penegasan yang kuat akan independensinya.
Jaminan UUD merupakan hal yang sangat berarti untuk mengatur kemandirian Bank Sentral, meskipun dalam UUD
1945 tidak secara tegas menyebutkan Bank Indonesia. Penyebutan nama ini tidak perlu dipermasalahkan, karena
secara tidak langsung (implisit) Bank Sentral yang dimaksud dalam Pasal 23 D UUD 1945 adalah Bank Indonesia.
Alasan yang sering digunakan untuk mendukung perlunya bank sentral independen adalah kepentingan
kesinambungan program ekonomi dan untuk menghindarkan bank sentral dari campur tangan politik. Independensi
dari segi ekonomi diartikan bahwa bank sentral dapat menggunakan seluruh instrumen keuangan dan tidak dibatasi
oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan moneter.
Independensi bank sentral dari segi ekonomi dianggap semakin penting karena tidak jarang manipulasi oleh para
politisi untuk mendapatkan dukungan menjelang pemilihan umum selalu dilakukan. Selain itu, dengan independensi
berarti juga bank sentral dapat mengontrol kredit yang diterima oleh pemerintah serta dapat pula menentukan bunga
dari pinjaman pemerintah. Dengan demikian maka independensi bank sentral ini juga mencakup kontrol bank sentral
terhadap instrumen-instrumen yang menetapkan kebijakan dalam bidang keuangan. [11]
Selain alasan ekonomi, independensi bank sentral juga didukung oleh berbagai alasan politik. Bagi mereka yang
mendukung pandangan mengenai perlunya independensi bank sentral dari perspektif politik, mereka berpandangan
bahwa agar terhindar dari arena politik sehari-hari maka bank sentral harus dijadikan bank sentral yang independen,
karena keberadaan bank sentral yang tidak independen akan dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan politik
tertentu yang berniat menyerang kebijakan moneter dan finansial pemerintah yang dianggap tidak populer. Menurut
Laurence H. Meyer, "...central bank independence is designed to insulate the central bank from the short-term and
often myopic political pressures associated with the electoral cycle." Ini karena, "Berdasarkan pandangan semacam
ini maka harus ada keputusan politik untuk menempatkan bank sentral menjadi lembaga yang independen atau
paling tidak harus ada dukungan politik yang cukup dari para politisi untuk mempertahankan kedudukan bank sentral
sebagai bank sentral yang independen.[12]
Untuk tetap menjadikan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen, harus dilakukan perubahan
termasuk penegasan independensi dalam beberapa pasal pada UU No. 23 Tahun 1999 jo UU No. 3 Tahun 2004.
Pertama, usul perubahan terhadap ketentuan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 jo UU No. 3 Tahun 2004, yaitu
pada bunyi Pasal 4 ayat 2. Dalam Pasal 4 ayat 2 ini, harus ada penegasan dan penjelasan bahwa Bank Indonesia
adalah bank sentral yang independen dan berada di luar pemerintahan, seperti termuat dalam penjelasan umum UU
No.23 Tahun 1999.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD 45, "Negara memiliki satu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang." Dengan demikian, ketentuan
Undang-Undang Dasar ini merupakan landasan konstitusional bagi independensi Bank Indonesia. Undang-Undang
No. 23 Tahun 1999 jo UU No.3 Tahun 2004 secara pasti dapat dikatakan sebagai pengaturan mengenai bank sentral,
termasuk independensinya.
Untuk menghindari timbulnya interpretasi yang berbeda terhadap kedudukan Bank Indonesia, maka penegasan
kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen dan berada di luar pemerintahan akan lebih
baik bila secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar sebagai landasan konstitusional. Penyebutan
kedudukan Bank Indonesia dalam Undang-Undang Dasar ini akan memperkuat fungsi Bank Indonesia yang sama
dengan fungsi lembaga tinggi negara yang lain, seperti Dewan Perwakilan Rakyat atau Badan Pemeriksa
Keuangan dan Mahkamah Agung. Namun jika hal ini tidak mungkin dilakukan maka cukup ditegaskan dalam pasal
dari undang-undang yang mengaturnya, paling tidak ada dalam penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal;
begitu juga penggunaan kata "lembaga negara" dalam Pasal 4 ayat 2 sebaiknya dihilangkan, agar tidak
menimbulkan multi interpretasi terhadap kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen.
Sebagai landasan bagi pemikiran untuk menempatkan Bank Indonesia pada fungsi sama dengan lembaga tinggi
negara yang lain, karena pentingnya fungsi Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Selian itu, karena tugas Bank Indonesia berpengaruh sangat besar terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama yang berhubungan dengan masalah ekonomi, perbankan dan
keuangan. Penting dan besarnya pengaruh tugas Bank Indonesia sama seperti luasnya cakupan tugas Mahkamah
Agung dalam menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, Bank
Indonesia layak ditempatkan dalam kedudukan sebagai lembaga negara, yang setara dengan kementerian.
Independensi Bank Indonesia ini harus ditegaskan bukan hanya terbatas pada penetapan kebijakan moneter atau
independen secara fungsional, sehingga tidak ada kewajiban Bank Indonesia untuk memberikan fasilitas kredit
kepada pemerintah. Selain itu, Bank Indonesia juga tetap harus independen secara organisasi dalam arti
independen dalam melakukan pemilihan personil atau pemberhentian personil pejabat senior Bank Indonesia, dan
adanya kekuasaan untuk memberhentikan atau mengangkat pegawai Bank Indonesia. Bank sentral Indonesia ini
juga harus independen secara finansial, yang berarti tidak ada pengaruh pemerintah atau Dewan Perwakilan Rakyat
secara mutlak dalam menentukan anggaran tahunan untuk kegiatan operasionalnya.
Hal di atas, senada dengan pendapat Saldi Isra yang menyarankan beberapa perubahan kedepan terhadap UU
Bank Indonesia dalam rangka mempertegas independensi Bank Indonesia. Masukan tersebut antara lain:[13]
1
Semua persyaratan untuk mengisi pimpinan dalam sebuah lembaga independen nyaris diadopsi oleh BI, yang
harus diperbaiki adalah masa jabatan lima tahun untuk Dewan Gubernur seharusnya diganti Sembilan tahun.
Perubahan ini dimaksudkan Independensi BI tidak tunduk pada siklus lima tahunan sistem ketatanegaraan
Indonesia.
2
Jika masa jabatan Sembilan tahun diterima, maka sebaiknya jabatan yang sama Dewan Gubernur dibatasi
satu periode saja. Diantara para Deputi dapat pindah ke Deputi lain untuk satu periode saja atau ke posisi yang lebih
tinggi.
3
Proses pengisian Dewan Gubernur yang melibatkan Presiden dan DPR tetap dipertahankan, karena bagian
dari Check and Balances. Posisi DPR hanya memberikan persetujuan dengan calon yang diajukan Presiden, jadi
bukan memilih.
4
Adanya pembaharuan daalam proses fit and proper test. Misalnya: melalui tiga Panel (Panel Ahli, Panel
Praktisi dan Panel Politisi). Panel Ahli berasal dari kalangan akademisi, lembaga penelitian. Panel Praktisi berasal
dari kalangan dunia perbankan, jurnalis. Panel Politisi dilakukan oleh Komisi di DPR dan sekaligus mengambil
keputusan setuju atau tidak setuju dengan calon yang diajukan. Jika DPR tidak setuju, maka Presiden harus
mengajukan calon lain.
D. Penutup
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dalam sistem ketatanegaraan Indonesia memiliki kedudukan hukum yang
sangat penting dan strategis dalam perekonomian. Akibatnya, meskipun Bank Indonesia berada di bawah rumpun
eksekutif, tetapi dalam melakukan aktifitasnya tidak boleh diintervensi oleh Pemerintah. Sebagaimana hal ini telah
ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD 1945.
Independensi Bank Indonesia sangat penting, karena menyangkut kestabilan perekonomian di Indonesia. Dimana
sebelum reformasi, kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia diduga selalu diintervensi secara politik,
sehingga mengakibatkan ambruknya perekonomian Indonesia. Independensi BI harusnya diberikan secara
keseluruhan, seperti : pembuatan kebijakan, pengisian Dewan Gubernur BI dan kegiatan lain yang masih berdampak
langsung terhadap rakyat Indonesia.
DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
ABSTRACT
OLEH
DELFINA GUSMAN, SH, MH[1]
Almost every country in the world, the nature of an independent Central Bank. This is because the Central Bank of an
important and strategic situation in the State economy. Similarly, in Indonesia, Bank Indonesia, Central Bank of the
Republic of Indonesia stated directly in 1945. Bank Indonesia Independence means that should be no interference
from any quarter in determining policy.
Keywords: independence, Central Bank
A. Pendahuluan
Pemerintahan yang baik haruslah demokratis, demikian juga Indonesia mengakui konsep demokratis ini dalam
penyelenggaraan negaranya, yang dikenal dengan konsep demokrasi konstitusional ( constitutional democracy).
[2] Dalam konsep ini terkandung gagasan bahwa pemerintahan yang demokratis adalah pemerintah yang terbatas
kekuasaannya dan tidak dibenarkan melakukan tindakan yang sewenang-wenang terhadap warga negaranya.
Dengan kata lain, pemerintahan yang berdasarkan dan dibatasi oleh konstitusi (constitutional government).[3]
Negara hukum yang demokratis diperlukan adanya pembagian kekuasaan yang bertujuan untuk adanya konsentrasi
kekuasaan negara demi menghindari potensi penyelewengan profesionalitas penyelenggaraan negara yang
ditujukan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat. Pembagian kekuasaan, transparansi dan akuntabilitas yang
rasional dan sistemik merupakan cara untuk mewujudkan demokrasi dalam proses-proses nyata penyelenggaraan
negara yang bersih, efesien dan efektif.[4]
Adapun salah satu lembaga negara yang memiliki kedudukan yang sangat penting dalam pencapaian tujuan tersebut
adalah Bank Sentral. Secara konsep bank sentral adalah bank yang mengemban tugas sebagai pelayan publik yang
bersifat memenuhi kepentingan umum. Ia tidak berorientasi mencari keuntungan, tetapi mempengaruhi pasar uang
dan member efek terhadap struktur perbankan pada umumnya, juga bertindak sebagai bankir bagi bank-bank yang
ada.
Keberadaan bank sentral telah mengalami berbagai tahap perkembangan sejak abad ke-17. Dari catatan sejarah,
bank sentral yang tertua adalah Sveriges Riksbank di Swedia yang didirikan pada tahun 1668, menyusul
kemudian Bank of England yang dijadikan sebagai bank sentral pada tahun 1694 dan dianggap sebagai cikal bakal
bank sentral modern. Dalam pada itu The Federal Reserve di Amerika Serikat, yang didirikan di tahun 1913
dianggap sebagai bank sentral independen sejak didirikan. Sedangkan De Javasche Bank sebagai perusahaan
swasta yang merupakan cikal bakal Bank Indonesia didirikan pada tanggal 29 Desember 1826 melalui Surat
Perintah Raja Willem I dan menjadi bank sentral yang independen sejak tahun 1999.
Sekarang semakin menguat kecenderungan untuk menjadikan bank sentral bersifat independen, sejalan dengan
berlangsungnya perkembangan pemikiran-pemikiran baru yang mempengaruhi terjadinya perubahan peran bank
sentral di seluruh dunia. Kalau sebelum periode 1980an bank-bank sentral umumnya tidak independen, maka
setelah periode tersebut hampir seluruh bank sentral di dunia menjadi bank sentral yang independen. Sebagai
contoh, pada abad 19 hanya ada 18 bank sentral, 16 di Eropa ditambah di Jepang dan Indonesia, dan pada awal
abad ke-20 masih tetap delapan belas bank sentral, tetapi jumlah ini meningkat menjadi 59 pada 1950an, dan
meningkat lagi menjadi 161 pada tahun 1990. Bahkan meningkat lagi menjadi 172 bank sentral pada tahun 2000,
sedangkan dari data yang ada pada Bank for International Settlements dan sumber yang lain sampai dengan akhir
2004 ada 175 bank sentral di dunia.[5]
Pasal 23 D UUD 1945, dinyatakan bahwa :
Negara memiliki bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab dan independensinya diatur
dengan undang-undang.
Pasal 23 D tersebut dipertegas dengan Pasal 4 UU No. 23 Tahun 2009 jo UU No.3 Tahun 2004 Tentang Bank
Indonesia, dinyatakan :[6]
1)
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia.
2)
Bank Indonesia adalah lembaga negara yang independen dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya, bebas dari campur tangan Pemerintah dan/atau pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas
diatur dalam undang-undang ini.
3)
Bank Indonesia adalah badan hukum berdasarkan undang-undang ini.
Berdasarkan uraian pasal di atas, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral merupakan lembaga negara independen
(terpisah). Namun, posisinya bukan sebagai lembaga utama (main organ)dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Posisi Bank Sentral sama dengan Komisi Pemilihan Umum.[7] Namun, pendapat mengenai posisi Bank Sentral ini
belum disepakati oleh semua ahli hukum tata negara.
Masalah kedudukan tidak menjadi perdebatan yang berkepanjangan dalam pembahasan UU tentang Bank
Indonesia, justru masalah Independensi Bank Indonesia yang berada dalam rumpun eksekutif yang selalu
diperdebatkan oleh berbagai kalangan. Perdebatan ini semakin diperkuat dengan Kasus Century, bahkan semakin
banyak desakan untuk merevisi UU Bank Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, penulis mencoba membahas “
Independensi Bank Indonesia Sebagai Bank Sentral Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesiaâ€
B. Sejarah Terbentuknya Bank Sentral Di Indonesia
Tepat satu tahun proklamasi kemerdekaan Indonesia, berdirilah Bank Negara Indonesia (BNI) 1946. Sebagai bank
pertama yang dimiliki bangsa Indonesia, maka BNI berstatus Bank Sentral. Posisi ini hanya berlangsung hingga De
Javasche Bank disepakati sebagai Bank Sentral oleh Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Belanda di Konferensi
Meja Bundar ( KMB) tahun 1949.
Selama dua tahun berfungsinya De Javasche Bank sebagai Bank Sentral, muncul desakan untuk
menasionalisasikan bank tersebut, akhirnya keinginan ini direalisasikan pada tanggal 2 Juli 1951, melalui Keputusan
Pemerintah Nomor 118. Langkah nasionalisasi ini dipertegas dengan lahirnya UU No.11 Tahun 1953 tentang PokokPokok Bank Sentral.[8]
Di masa orde baru, UU No.11 Tahun 1953 diubah dengan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu
yang ditegaskan adalah mengembalikan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral, dengan cara menghapuskan
kegiatannya dalam perbankan komersil.
Bank Indonesia ketika menghadapi periode krisis pada awalnya tahun 1997/1998 karena nilai tukar banyak
mendapat intervensi dari Pemerintah, sehingga tidak dapat menentukan kebijakan sendiri untuk mengatasi krisis. Di
era reformasi, Bank Indonesia mendapatkan momentum untuk menuju independensi. Dalam kabinet reformasi, Bank
Indonesia benar-benar diposisikan sebagai institusi negara yang independen, melalui UU No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia. Penegasan Bank Indonesia sebagai institusi independen, bebas dari campur tangan Pemerintah
ataupun pihak lain dalam menjalankan tugasnya. Kemudian independensi Bank Indonesia dipertegaskan lagi dengan
UU No.3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
C. Independensi Bank Indonesia dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang berada dalam lingkup eksekutif,
memiliki tugas yang signifikan bagi eksistensi perekonomian sebuah negara, khususnya menjaga stabilitas nilai mata
uang rupiah. Pentingnya tugas ini menyebabkan BI sudah semestinya independen, dalam arti :
1
Bebas dari kepentingan politik-politik tertentu
2
Bebas dari tugas-tugas titipan pemerintah yang merancukan peran utamanya sebagai pemelihara moneter.
Belajar dari pengalaman, ketidakmandirian BI sebagai bank sentral, telah melahirkan berbagai distorsi dalam
pengambilan kebijakan moneter di negeri ini. Bahkan, intervensi politik telah membuat BI menjadi sapi perah bagi
penguasa, dan ikut menggiring bangsa ini dalam keterpurukan perekonomian, kerusakan yang parah pada dunia
perbankan, yang akibatnya masih terasakan hingga kini.
Independensi kekuasaan bank sentral adalah unsur penting dalam proses demokratisasi kehidupan negara. Bank
sentral pada dasarnya adalah bagian dari pemerintahan yang punya peran besar dalam menentukan pertumbuhan
ekonomi dan ketahanan ekonomi sebuah negara. Presiden beserta menteri-menterinya adalah pelaksana fungsi
eksekutif yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan, termasuk ekonomi.
Bank sentral melaksanakan sebagian dari fungsi eksekutif secara profesional dan mandiri, namun tetap menjalin
konsultasi efektif dengan pemerintah untuk ikut serta mensukseskan kebijakan pemerintah dibidang ekonomi. [9]
Dari berbagai literatur ada lima tolok ukur untuk melihat independensi sebuah bank sentral. Yaitu, dari pemilihan
gubernurnya, pemberhentiannya, fungsi yang tidak dapat diintervensi, status kelembagaan dan keterkaitannya
dengan pemerintah/pertanggungjawaban manajemen atauaccountability-nya, dan penyusunan anggarannya.
Sementara ukuran dari tanggung jawab Bank Sentral dapat dinilai secara hukum, politik, administratif, dan moral.
Tolak ukur lainnya sebuah lembaga dikatakan independen apabila:[10]
1
Dinyatakan secara tegas dalam dasar hukum pembentukannya, baik yang diatur UUD maupun UU
2
Pengisian Pimpinan lembaga tersebut tidak dilakukan oleh satu lembaga saja
3
Pemberhentian anggota lembaga yang hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur dalam
undang-undang pembentukan lembaga yang bersangkutan.
Dengan perubahan keempat UUD 1945, maka Bank Sentral memiliki penegasan yang kuat akan independensinya.
Jaminan UUD merupakan hal yang sangat berarti untuk mengatur kemandirian Bank Sentral, meskipun dalam UUD
1945 tidak secara tegas menyebutkan Bank Indonesia. Penyebutan nama ini tidak perlu dipermasalahkan, karena
secara tidak langsung (implisit) Bank Sentral yang dimaksud dalam Pasal 23 D UUD 1945 adalah Bank Indonesia.
Alasan yang sering digunakan untuk mendukung perlunya bank sentral independen adalah kepentingan
kesinambungan program ekonomi dan untuk menghindarkan bank sentral dari campur tangan politik. Independensi
dari segi ekonomi diartikan bahwa bank sentral dapat menggunakan seluruh instrumen keuangan dan tidak dibatasi
oleh pemerintah dalam menentukan kebijakan moneter.
Independensi bank sentral dari segi ekonomi dianggap semakin penting karena tidak jarang manipulasi oleh para
politisi untuk mendapatkan dukungan menjelang pemilihan umum selalu dilakukan. Selain itu, dengan independensi
berarti juga bank sentral dapat mengontrol kredit yang diterima oleh pemerintah serta dapat pula menentukan bunga
dari pinjaman pemerintah. Dengan demikian maka independensi bank sentral ini juga mencakup kontrol bank sentral
terhadap instrumen-instrumen yang menetapkan kebijakan dalam bidang keuangan. [11]
Selain alasan ekonomi, independensi bank sentral juga didukung oleh berbagai alasan politik. Bagi mereka yang
mendukung pandangan mengenai perlunya independensi bank sentral dari perspektif politik, mereka berpandangan
bahwa agar terhindar dari arena politik sehari-hari maka bank sentral harus dijadikan bank sentral yang independen,
karena keberadaan bank sentral yang tidak independen akan dimanfaatkan oleh kepentingan-kepentingan politik
tertentu yang berniat menyerang kebijakan moneter dan finansial pemerintah yang dianggap tidak populer. Menurut
Laurence H. Meyer, "...central bank independence is designed to insulate the central bank from the short-term and
often myopic political pressures associated with the electoral cycle." Ini karena, "Berdasarkan pandangan semacam
ini maka harus ada keputusan politik untuk menempatkan bank sentral menjadi lembaga yang independen atau
paling tidak harus ada dukungan politik yang cukup dari para politisi untuk mempertahankan kedudukan bank sentral
sebagai bank sentral yang independen.[12]
Untuk tetap menjadikan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen, harus dilakukan perubahan
termasuk penegasan independensi dalam beberapa pasal pada UU No. 23 Tahun 1999 jo UU No. 3 Tahun 2004.
Pertama, usul perubahan terhadap ketentuan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 jo UU No. 3 Tahun 2004, yaitu
pada bunyi Pasal 4 ayat 2. Dalam Pasal 4 ayat 2 ini, harus ada penegasan dan penjelasan bahwa Bank Indonesia
adalah bank sentral yang independen dan berada di luar pemerintahan, seperti termuat dalam penjelasan umum UU
No.23 Tahun 1999.
Sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD 45, "Negara memiliki satu bank sentral yang susunan, kedudukan,
kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang." Dengan demikian, ketentuan
Undang-Undang Dasar ini merupakan landasan konstitusional bagi independensi Bank Indonesia. Undang-Undang
No. 23 Tahun 1999 jo UU No.3 Tahun 2004 secara pasti dapat dikatakan sebagai pengaturan mengenai bank sentral,
termasuk independensinya.
Untuk menghindari timbulnya interpretasi yang berbeda terhadap kedudukan Bank Indonesia, maka penegasan
kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen dan berada di luar pemerintahan akan lebih
baik bila secara tegas dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar sebagai landasan konstitusional. Penyebutan
kedudukan Bank Indonesia dalam Undang-Undang Dasar ini akan memperkuat fungsi Bank Indonesia yang sama
dengan fungsi lembaga tinggi negara yang lain, seperti Dewan Perwakilan Rakyat atau Badan Pemeriksa
Keuangan dan Mahkamah Agung. Namun jika hal ini tidak mungkin dilakukan maka cukup ditegaskan dalam pasal
dari undang-undang yang mengaturnya, paling tidak ada dalam penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal;
begitu juga penggunaan kata "lembaga negara" dalam Pasal 4 ayat 2 sebaiknya dihilangkan, agar tidak
menimbulkan multi interpretasi terhadap kedudukan Bank Indonesia sebagai bank sentral yang independen.
Sebagai landasan bagi pemikiran untuk menempatkan Bank Indonesia pada fungsi sama dengan lembaga tinggi
negara yang lain, karena pentingnya fungsi Bank Indonesia dalam menjalankan tugasnya mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Selian itu, karena tugas Bank Indonesia berpengaruh sangat besar terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama yang berhubungan dengan masalah ekonomi, perbankan dan
keuangan. Penting dan besarnya pengaruh tugas Bank Indonesia sama seperti luasnya cakupan tugas Mahkamah
Agung dalam menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dengan demikian, Bank
Indonesia layak ditempatkan dalam kedudukan sebagai lembaga negara, yang setara dengan kementerian.
Independensi Bank Indonesia ini harus ditegaskan bukan hanya terbatas pada penetapan kebijakan moneter atau
independen secara fungsional, sehingga tidak ada kewajiban Bank Indonesia untuk memberikan fasilitas kredit
kepada pemerintah. Selain itu, Bank Indonesia juga tetap harus independen secara organisasi dalam arti
independen dalam melakukan pemilihan personil atau pemberhentian personil pejabat senior Bank Indonesia, dan
adanya kekuasaan untuk memberhentikan atau mengangkat pegawai Bank Indonesia. Bank sentral Indonesia ini
juga harus independen secara finansial, yang berarti tidak ada pengaruh pemerintah atau Dewan Perwakilan Rakyat
secara mutlak dalam menentukan anggaran tahunan untuk kegiatan operasionalnya.
Hal di atas, senada dengan pendapat Saldi Isra yang menyarankan beberapa perubahan kedepan terhadap UU
Bank Indonesia dalam rangka mempertegas independensi Bank Indonesia. Masukan tersebut antara lain:[13]
1
Semua persyaratan untuk mengisi pimpinan dalam sebuah lembaga independen nyaris diadopsi oleh BI, yang
harus diperbaiki adalah masa jabatan lima tahun untuk Dewan Gubernur seharusnya diganti Sembilan tahun.
Perubahan ini dimaksudkan Independensi BI tidak tunduk pada siklus lima tahunan sistem ketatanegaraan
Indonesia.
2
Jika masa jabatan Sembilan tahun diterima, maka sebaiknya jabatan yang sama Dewan Gubernur dibatasi
satu periode saja. Diantara para Deputi dapat pindah ke Deputi lain untuk satu periode saja atau ke posisi yang lebih
tinggi.
3
Proses pengisian Dewan Gubernur yang melibatkan Presiden dan DPR tetap dipertahankan, karena bagian
dari Check and Balances. Posisi DPR hanya memberikan persetujuan dengan calon yang diajukan Presiden, jadi
bukan memilih.
4
Adanya pembaharuan daalam proses fit and proper test. Misalnya: melalui tiga Panel (Panel Ahli, Panel
Praktisi dan Panel Politisi). Panel Ahli berasal dari kalangan akademisi, lembaga penelitian. Panel Praktisi berasal
dari kalangan dunia perbankan, jurnalis. Panel Politisi dilakukan oleh Komisi di DPR dan sekaligus mengambil
keputusan setuju atau tidak setuju dengan calon yang diajukan. Jika DPR tidak setuju, maka Presiden harus
mengajukan calon lain.
D. Penutup
Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dalam sistem ketatanegaraan Indonesia memiliki kedudukan hukum yang
sangat penting dan strategis dalam perekonomian. Akibatnya, meskipun Bank Indonesia berada di bawah rumpun
eksekutif, tetapi dalam melakukan aktifitasnya tidak boleh diintervensi oleh Pemerintah. Sebagaimana hal ini telah
ditegaskan dalam Pasal 23 D UUD 1945.
Independensi Bank Indonesia sangat penting, karena menyangkut kestabilan perekonomian di Indonesia. Dimana
sebelum reformasi, kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia diduga selalu diintervensi secara politik,
sehingga mengakibatkan ambruknya perekonomian Indonesia. Independensi BI harusnya diberikan secara
keseluruhan, seperti : pembuatan kebijakan, pengisian Dewan Gubernur BI dan kegiatan lain yang masih berdampak
langsung terhadap rakyat Indonesia.