PERBANDINGAN BERAT BADAN KOMPOSISI LEMAK

Laporan Penelitian
PERBANDINGAN BERAT BADAN, KOMPOSISI LEMAK DAN OTOT
SKELETAL SERTA KEKUATAN OTOT PADA KELOMPOK LANJUT
USIA SEBELUM DAN SETELAH PELAKSANAAN SENAM TERA
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WANA SERAYA DENPASAR
I Made Siswadi Semadi, RA Tuty Kuswardhani
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unud/
RSUP Sanglah Denpasar
Latar Belakang
Proses penuaan ditandai oleh penurunan bertahap fungsi fisik dan kognitif.
Perubahan komposisi tubuh merupakan tanda yang sangat penting dari proses
penuaan. Terjadi peningkatan berat badan, akumulasi lemak secara bertahap dan
redistribusi lemak di daerah sentral dan viseral. Proses ini juga disertai dengan
penurunan massa dan kekuatan otot (sarkopenia) (1). Perubahan tersebut
dihubungkan dengan penurunan fungsional secara bermakna, sindroma frailty,
kejadian jatuh dan buruknya kualitas hidup (2). Frailty adalah suatu sindroma
geriatri dengan karakteristik berkurangnya kemampuan fungsional dan fungsi
adaptasi yang diakibatkan oleh degradasi fungsi berbagai sistem dalam tubuh,
serta meningkatnya kerentanan terhadap berbagai macam tekanan, dimana
seluruhnya menurunkan performa fungsional dan status kesehatan seseorang (3).
Kondisi sarkopenia menyebabkan penurunan kapasitas fisik sehingga

lansia membutuhkan usaha yang jauh lebih besar untuk melakukan aktivitas fisik
tertentu dibanding usia muda. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan down
regulation sistem fisiologis tubuh terutama kardiovaskular dan muskuloskeletal
sehingga kondisi sarkopenia menjadi semakin berat. Perubahan itu menurunkan
laju resting metabolism dan total energy expenditure yang merupakan gambaran
khas malnutrisi kronis. Siklus frailty terus berputar dan akhirnya menyebabkan
disabilitas serta ketergantungan (3).
Sarkopenia dihubungkan dengan berbagai masalah fisik dan metabolisme,
seperti penurunan laju metabolisme basal, menurunnya kekuatan otot dan kelainan
neuromuskular yang menyebabkan peningkatan masalah mobilitas, langkah,
keseimbangan, jatuh, berkurangnya aktivitas, obesitas, kelainan imunitas,

1

2

kecacatan, depresi dan kematian. Beberapa penelitian juga menyebutkan adanya
hubungan antara penurunan massa otot dan peningkatan massa lemak, baik secara
terpisah maupun bersama-sama, akan mempengaruhi keterbatasan fungsional dan
kerentanan seseorang untuk menderita penyakit kronis. Kehilangan lebih dari 40%

massa otot dihubungkan dengan risiko kematian yang lebih tinggi (4).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan
meningkatkan kesehatan pada lansia adalah dengan melakukan olah raga yang
bersifat low impact untuk menghindari kemungkinan terjadinya cedera mengingat
berbagai keterbatasan dan kemunduran yang terjadi pada lansia. Olah raga juga
direkomendasikan untuk menjaga komposisi tubuh akibat proses penuaan,
khususnya untuk menjaga berat badan, menghambat laju peningkatan massa
lemak, menjaga massa otot dan mempertahankan kekuatan otot pada lansia,
sehingga dampak buruk akibat perubahan komposisi tubuh dapat dicegah (5,6).
Senam tera Indonesia adalah salah satu olah raga yang telah dikenal luas
sejak lama dan dapat dilakukan pada lansia. Senam ini memadukan gerakan
bagian-bagian tubuh dengan teknik dan irama pernafasan melalui pemusatan/
konsentrasi pikiran. Senam tera terbukti memiliki beberapa manfaat pada lansia,
antara lain: dapat menurunkan denyut nadi istirahat, tekanan darah, respirasi dan
meningkatkan kadar imunoglobulin (7). Senam tera juga terbukti dapat
meningkatkan kebugaran jantung dan paru pada lansia (8). Namun belum terdapat
penelitian pengaruh senam tera terhadap komposisi tubuh lansia, khususnya pada
berat badan, komposisi lemak, otot skeletal dan kekuatan otot. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui perbandingan berat badan, komposisi lemak dan otot
skeletal serta kekuatan otot kelompok lansia sebelum dan setelah pelaksanaan

senam tera di Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Wana Seraya Denpasar.
Bahan dan Cara
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain one
group pretest and postest. Penelitian dilakukan di PSTW Wana Seraya Denpasar,
pada bulan Januari 2013 – Maret 2013.
Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia di PSTW Wana Seraya
Denpasar. Kriteria inklusi: berusia 60 ke atas, lansia sebelumnya tidak melakukan

3

aktifitas olah raga teratur, masih dapat menjalankan aktivitas hidup sehari-hari
berdasarkan skor activity daily living (ADL) Barthel 20 (mandiri) dan 12-19
(ketergantungan

ringan),

pada

anamnesis,


pemeriksaan

fisik

dan

elektrokardiografi (EKG) tidak terdapat kelainan jantung, pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik tidak terdapat kelainan paru, dan lansia yang bersedia
mengikuti penelitian ini dengan menandatangani atau cap jempol pada informed
consent. Kriteria ekslusi adalah lansia yang tidak dapat mengikuti senam tera
secara rutin selama 8 minggu.
Dari 56 orang lansia penghuni PSTW, hanya 20 orang yang memenuhi
kriteria inklusi. Pada tahap pertama merupakan pretest berupa pemeriksaan berat
badan, komposisi lemak dan otot skeletal tubuh serta kekuatan otot sebelum
pelaksanaan senam tera. Pada tahap kedua adalah periode waktu diberikan latihan
senam tera selama 8 minggu dengan frekuensi 3 kali dalam satu minggu yang
dipandu oleh instruktur dari Puskesmas Abiansemal I Badung. Pada tahap ketiga
merupakan post-test berupa pemeriksaan berat badan, komposisi lemak dan otot
skeletal tubuh serta kekuatan otot setelah perlakuan. Hanya 16 orang sampel yang
dapat mengikuti penelitian hingga akhir.

Berat badan (dalam kg) diukur dengan menggunakan timbangan badan
elektrik pada alat bioelectric impedans (BIA). Komposisi lemak (dalam %) dan
otot skeletal seluruh tubuh (dalam %) diukur dengan menggunakan alat BIA.
Kekuatan otot dinilai dengan kekuatan genggaman tangan (dalam kilogram/kg)
diukur dengan menggunakan mechanical handgrip dynamometri.
Untuk menilai normalitas data digunakan uji Shapiro-Wilk. Uji komparasi
menggunakan uji T-test berpasangan bila sampel berdistribusi normal, atau
Wilcoxon rank test bila data berdistribusi tidak nomal. Analisis statistik dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 16.
Hasil
Lansia yang menjadi sampel dalam penelitian ini rata-rata berumur 72,75
tahun. Sebagian besar sampel berjenis kelamin perempuan (68,8%). Hasil uji
normalitas data dapat dilihat pada tabel 1.

4

Tabel 1. Hasil uji normalitas data
Variabel
Berat badan sebelum perlakuan
Berat badan setelah perlakuan

Lemak tubuh total sebelum perlakuan
Lemak tubuh total setelah perlakuan
Lemak viseral sebelum perlakuan
Lemak visceral setelah perlakuan
Lemak subkutan sebelum perlakuan
Lemak subkutan setelah perlakuan
Otot skeletal sebelum perlakuan
Otot skeletal setelah perlakuan
Kekuatan genggaman tangan sebelum perlakuan
Kekuatan genggaman tangan setelah perlakuan

p
0,350
0,596
0,310
0,000
0,010
0,001
0,300
0,057

0,668
0,068
0,576
0,868

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa variabel yang berdistribusi normal (p >
0,05) adalah berat badan sebelum dan setelah perlakuan, lemak tubuh total
sebelum perlakuan, lemak subkutan sebelum perlakuan, lemak subkutan setelah
perlakuan, otot skeletal sebelum perlakuan, otot skeletal setelah perlakuan,
kekuatan genggaman tangan sebelum perlakuan, dan kekuatan genggaman tangan
setelah perlakuan. Sedangkan variabel yang tidak berdistribusi normal antara lain:
lemak tubuh total setelah perlakuan, lemak viseral sebelum perlakuan, dan lemak
viseral setelah perlakuan.
Hasil uji komparasi berat badan, komponen lemak, otot skeletal tubuh dan
kekuatan genggaman tangan sebelum dan setelah perlakuan dapat dilihat pada
tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan komponen lemak, otot skeletal tubuh dan
genggaman tangan sebelum dan setelah pelaksanaan senam tera
Variabel
Rata-Rata

Rata-Rata
Sebelum
Setelah
Berat badan (kg)
51,37
50,38
Lemak tubuh total (%)
36,37
29,47
Lemak visceral (%)
10,19
7,12
Lemak subkutan (%)
24,57
22,94
Otot skeletal (%)
23,73
23,68
Kekuatan genggaman tangan (kg)
14,44

15,53
* Uji Wilcoxon
** Uji T berpasangan

kekuatan
p
0,007 **
0,005 *
0,008 *
0,138 **
0,899 **
0,358 **

Dari tabel 2 di atas, terdapat penurunan berat badan sebelum dan setelah
pelaksanaan senam tera secara bermakna, yaitu dari 51,37 kg menjadi 50,38 kg

5

(p=0,007). Persentase lemak tubuh total sebelum dan setelah pelaksanaan senam
tera mengalami penurunan secara bermakna, yaitu dari 36,37% menjadi 29,47%

(p=0,005). Hal yang sama juga terjadi pada persentase lemak viseral, yaitu terjadi
penurunan yang bermakna dari 10,19% menjadi 7,12% (p=0,008). Persentase
lemak subkutan juga mengalami penurunan dari 24,57% menjadi 22,94%, namun
penurunan ini tidak bermakna secara statistik. Persentase otot skeletal juga
mengalami penurunan dari 23,73% menjadi 23,68%, namun secara statistik tidak
bermakna. Terjadi peningkatan kekuatan genggaman tangan dari 14,44 kg menjadi
15,53 kg, namun peningkatan ini tidak bermakna secara statistik.
Pembahasan
Perubahan komposisi tubuh merupakan tanda yang sangat penting dari
proses penuaan. Terjadi akumulasi lemak secara bertahap dan redistribusi lemak
di daerah sentral dan viseral. Proses ini juga disertai dengan penurunan massa dan
kekuatan otot (sarkopenia) (1). Perubahan tersebut dihubungkan dengan
penurunan fungsional secara bermakna, sindroma frailty, kejadian jatuh dan
buruknya kualitas hidup (2).
Massa lemak akan mengalami peningkatan seiring dengan usia dan
mencapai puncaknya pada usia 60-75 tahun. Seiring dengan penuaan juga terjadi
redistribusi lemak, dimana lemak subkutan cenderung mengalami penurunan, dan
di saat yang bersamaan terjadi peningkatan akumulasi lemak viseral dan
intramuskular (9). Massa lemak total akan mengalami peningkatan dengan
kecepatan 7,5% per dekade pada lansia dibarengi dengan peningkatan lingkar

pinggang yang menunjukkan peningkatan akumulasi lemak viseral, namun disaat
yang bersamaan terjadi penurunan 17% dari ketebalan lemak subkutan (10).
Beberapa faktor yang berkaitan dengan akumulasi lemak viseral pada lansia di
Indonesia antara lain: tempat tinggal (perkotaan), latar belakang pendidikan
(semakin tinggi semakin berisiko), beban kerja dan aktivitas fisik saat usia 25-55
tahun (11).
Kecepatan penurunan massa otot meningkat dua kali lipat setelah usia 50
tahun. Orang dewasa yang tidak biasa berolah raga akan mengalami penurunan
massa otot 5 – 10% per dekade. Penurunan massa otot pada lansia akan diikuti

6

oleh penurunan kekuatan dan keseimbangan otot sekitar sepertiganya setelah usia
60 tahun dan menjadi salah satu faktor risiko jatuh. Terdapat peningkatan 25%
angka kejadian jatuh pada pasien berusia di atas 65 tahun dan lebih dari 50% pada
pasien berusia di atas 80 tahun. Di atas usia 90 tahun, 1/3 perempuan dan 1/6 pria
mengalami fraktur tulang pinggul (12).
Aktivitas fisik merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
seseorang, dan kebutuhannya meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Dengan bertambahnya usia, risiko penyakit metabolik dan kardiovaskular
semakin meningkat, dimana hal tersebut berkaitan dengan penurunan kapasitas
aerobik dan perubahan komposisi tubuh di atas (13). Efek

jangka panjang

aktivitas fisik yang benar (khususnya olah raga) terhadap kesehatan lansia
meliputi penurunan faktor risiko penyakit dan masalah kesehatan, peningkatan
fungsi kardiorespirasi, kekuatan dan ketahanan otot, fleksibilitas serta komposisi
tubuh (14). Penelitian membuktikan bahwa penurunan kapasitas aerobik dan
massa otot yang berkaitan dengan usia terjadi lebih lambat pada atlit dan individu
yang aktif dibanding mereka yang kurang aktif (13).
Jenis olah raga yang dianjurkan untuk lansia adalah olahraga aerobik yang
dinamis yaitu untuk mempertahankan ketahanan/stamina (endurance) dan
olahraga yang mempertahankan kelenturan/fleksibilitas (15). Latihan olah raga
untuk lansia bertujuan untuk meningkatkan kebugaran jasmani. Kebugaran
jasmani pada lansia adalah kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan, yaitu
kebugaran jantung-paru, peredaran darah, kekuatan otot, dan kelenturan sendi.
Untuk memperoleh kebugaran jasmani yang baik, harus melatih semua komponen
dasar kesegaran jasmani yang terdiri atas: ketahanan jantung, peredaran darah dan
pernafasan, ketahanan otot, kekuatan otot serta kelenturan tubuh (16). Senam tera
Indonesia adalah salah satu olahraga aerobik low impact yang telah dikenal luas
sejak lama dan dapat dilakukan pada lansia. Senam ini memadukan gerakan
bagian-bagian

tubuh,

dengan

teknik

dan

irama

pernafasan

melalui

pemusatan/konsentrasi pikiran (7).
Pada penelitian ini, terdapat penurunan berat badan sebelum dan setelah
pelaksanaan senam tera secara bermakna, yaitu dari 51,37 kg menjadi 50,38 kg
(p=0,007). Latihan stamina seperti senam aerobik umumnya menjadi pilihan

7

untuk penurunan berat badan. Besarnya penurunan berat badan tergantung pada
energi yang dikeluarkan selama latihan, asupan kalori, komposisi tubuh awal, dan
tingkat kebugaran (9). Latihan aerobik lebih baik untuk tujuan penurunan berat
badan bila dibandingkan dengan latihan beban (17). Secara umum, penurunan
berat badan pada orang dewasa paling efektif dilakukan dengan latihan aerobik
(kardio) intensitas sedang hingga waktu akumulatif 200-300 menit dalam 5-7 hari
per minggu yang setara dengan pembakaran 2000 kilokalori per minggu (18).
Namun pada lansia, latihan aerobik direkomendasikan dengan frekuensi 3-5 kali
seminggu selama 20-60 menit (19). Sesuai dengan rekomendasi tersebut, pada
penelitian ini senam tera dilaksanakan 3 kali per minggu selama 30 menit untuk
masing-masing sesi latihan.
Pada penelitian ini juga diperoleh hasil persentase lemak tubuh total
sebelum dan setelah pelaksanaan senam tera mengalami penurunan sebesar 6,9%,
yaitu dari 36,37% menjadi 29,47% (p=0,005). Hal yang sama juga terjadi pada
persentase lemak viseral, yaitu terjadi penurunan yang bermakna dari 10,19%
menjadi 7,12% (p=0,008). Berbagai penelitian membuktian bahwa olahraga
aerobik dengan intesitas sedang, bahkan tanpa modifikasi diet, efektif dalam
menurunkan lemak tubuh total. Rata-rata penurunan lemak tubuh total dalam 2-9
bulan latihan berkisar antara 0,4-3,2 kg (1-4% dari berat badan) dan penurunan
lemak tubuh sebanding dengan jumlah latihan (1). Penelitian di Turki yang
dilakukan pada wanita obesitas yang diberi intervensi senam aerobik selama 8
minggu dengan intensitas 3 kali per minggu dan durasi 60 menit menunjukkan
adanya penurunan lemak tubuh rata-rata sebesar 3,5 % (20). Penelitian lain yang
dilakukan di Iran pada wanita inaktif selama 12 minggu dengan intensitas 3 kali
per minggu dan durasi 60 menit menunjukkan bahwa ada perubahan yang
signifikan terhadap persentase lemak tubuh rata-rata sebesar 2,3 % (21).
Meskipun penurunan lemak tubuh total ini lebih kecil dibanding
peningkatan berat badan seiring proses penuaan, namun latihan yang bersifat
aerobik memiliki efek yang bermakna dalam penurunan lemak tubuh dari daerah
intraabdominal (viseral) (22). Latihan aerobik dapat meningkatkan oksidasi
lemak, karena latihan ini meningkatan kapasitas metabolisme aerobik otot dengan
meningkatkan jumlah mitokondria dan enzim pada siklus asam sitrat. Pada

8

individu yang biasa berolah raga memiliki stimulasi β-adrenergik lebih tinggi
yang berkontribusi pada tingginya tingkat oksidasi lipid basal dibandingkan
mereka yang tidak berolahraga (23). Sebuah penelitian di Indonesia menemukan
bahwa senam aerobik low impact dan high impact dapat menurunkan persentase
lemak tubuh dan tidak ada perbedaan penurunan lemak tubuh antara kelompok
yang melakukan senam aerobik low impact dan campuran (low impact
dikombinasi dengan high impact) selama 6 minggu (24).
Pada penelitian ini, persentase lemak subkutan juga mengalami penurunan
dari 24,57% menjadi 22,94%, namun penurunan ini tidak bermakna secara
statistik. Penelitian menunjukkan bahwa latihan dengan intensitas tinggi lebih
bermakna menyebabkan penurunan lemak subkutan dibanding latihan intensitas
ringan-sedang. Hal ini disebabkan oleh karena latihan intensitas tinggi memiliki
efek meningkatkan postexercise lipid utilization (penggunaan lemak setelah
latihan) yang menyebabkan defisit lemak bahkan saat seorang individu sudah
selesai berolahraga (25). Sehingga dapat dipahami bahwa senam tera yang
merupakan bentuk olah raga aerobik low impact yang dilakukan selama 8 minggu
tidak dapat menyebabkan penurunan persentase lemak subkutan secara bermakna.
Namun tentu latihan intensitas tinggi tidak bisa dilakukan lansia karena risiko
cedera yang tinggi.
Pada penelitian ini, terjadi penurunan persentase otot skeletal sebesar
0,05%, yaitu dari 23,73% menjadi 23,68%, namun secara statistik tidak bermakna.
Di sisi lain terjadi peningkatan kekuatan genggaman tangan dari 14,44 kg menjadi
15,53%, namun peningkatan ini tidak bermakna secara statistik. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa latihan aerobik tidak memiliki efek yang
bermakna terhadap massa otot. Hal ini disebabkan karena olahraga jenis ini
meliputi kontraksi otot yang repetitif namun dengan kekuatan yang rendah,
sehingga umumnya tidak merangsang pertumbuhan otot dan meningkatkan
kekuatan otot (1). Latihan aerobik dengan intensitas ringan dan sedang jangka
panjang (6 bulan) yang dilakukan pada wanita lansia yang mengalami obesitas
pun tidak terbukti mampu meningkatkan kekuatan otot (26). Sistesis protein otot
untuk meningkatkan massa dan kekuatan otot dapat distimulasi oleh latihan beban
(resistance training) dengan intensitas latihan yang cukup (1, 9, 17).

9

Kesimpulan
Perubahan komposisi tubuh merupakan tanda yang sangat penting dari
proses penuaan. Terjadi peningkatan berat badan, akumulasi lemak secara
bertahap dan redistribusi lemak di daerah sentral dan viseral. Proses ini juga
disertai dengan penurunan massa dan kekuatan otot (sarkopenia). Aktivitas fisik
dalam hal ini olah raga merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan
lansia. Senam tera Indonesia adalah salah satu olah raga aerobik low impact yang
telah dikenal luas sejak lama dan dapat dilakukan pada lansia. Senam ini
memadukan gerakan bagian-bagian tubuh, dengan teknik dan irama pernafasan
melalui pemusatan/konsentrasi pikiran
Terdapat penurunan berat badan, persentase lemak total tubuh dan lemak
viseral sebelum dan setelah pelaksanaan senam tera secara bermakna. Tidak
terdapat perubahan yang bermakna pada persentase lemak subkutan dan otot
skeletal serta kekuatan otot (genggaman tangan) sebelum dan setelah pelaksanaan
senam tera.
Daftar Pustaka
1. Chodzko-Zajko WJ, Proctor DN, Singh MAF, Minson CT, Nigg CR, Salem

GJ, et al. Exercise and physical activity for older adults. Med Sci Sports Exerc
2009;41(7):1510-1530.
2. Bonnefoy M, Cornu C, Normand S, Boutitie F, Bugnard F, Rahmani A, et al.
The effect of exercise and protein energy supplements on body composition
and muscle function in frail elderly individual: a long term controlled
randomized study. BJN 2003;89:731-738.
3. Setiati S. Geriatric medicine, sarkopenia, frailty dan kualitas hidup pasien usia
lanjut: tantangan masa depan pendidikan, penelitian dan pelayanan kedokteran
di Indonesia. eJKI 2013;1(3):234-242.
4. Roubenoff R. Sarcopenia and its implications for the elderly. Eur J Clin Nutr
2000;54:40–47.
5. Vincent HK, Raiser SN, Vincent KR. The aging musculoskeletal system and
obesity-related considerations with exercise. Ageing Res Rev 2012;3:1-13.
6. Singh MAF. Benefits of exercise and dietary measures to optimize shifts in
body composition with age. Asia Pacific J Clin Nutr 2002;11(Suppl):642–652.

10

7. Sukartini T, Nursalam. Manfaat senam tera terhadap kebugaran lansia. J
Penelit Med Eksakta 2009;8(3):153-158.
8. Parwati NM, Karmaya NM, Sutjana DP. Senam Tera Indonesia meningkatkan
kebugaran jantung paru lansia di Panti Werdha Wana Seraya Denpasar. Public
Health Prev Med Arc 2013:1(1):1-6.
9. Sillanpaa E. Adaptation in body composition, metabolic health and physical
fitness during strength or endurance training or their combination in healthy
midled aged and older adults. Jyvaskyla: University of Jyvaskyla; 2011. pp 1113.
10. Davidson LE. Influence of exercise modality on body composition insulin
resistance and functional fitness in aging: a randomized controlled trial.
Canada: Queen’s Unniversity; 2007. pp. 1-87.
11. Fatmah, Yusran. Visceral fat with its risk factors amongst the Indonesian
Javanese elderly. J Public Health Epidemiol 2011;3(4):155-161.
12. Bauer JM, Sieber CC. Sarcopenia and frailty: a clinician's controversial point
of view. Exp Gerontol 2008;43:674-678.
13. Sedenkova B, Stejska P, Simicek J, Elfmark M, Businova T, Ranikova B. The
influence of a six month aerobic programme on middle aged woman’s aerobic
capacity and body composition. Acta Univ Palacki Olomuc Gymn 2012;42(3):
55-66.
14. Jorgic B, Pantelic S, Milanovic Z, Kostic R. The effect of physical exercise on
the body composition of the elderly: a systematic review. J Phys Educ Sport
2011;9(4):439 – 453.
15. Kadir A. Olahraga pada usia lanjut (lansia). Wijaya Kusuma 2007;1(1):63-68.
16. Junaidi S. Pembinaan fisik lansia melalui aktivitas olah raga jalan kaki. MIKI
2011;1:17-21.
17. Lehri A, Mokha R. Effectiveness of aerobic and strength training in causing
weight loss and favourable body composition in females. J Exerc Sci
Physiother 2006;2:96-99.
18. Kravitz L. The 25 most significant health benefits of physical activity and

exercise. IFJ 2007;4(9):54-63.

11

19. Yelmokas A, Mernitz H. Exercise and the elderly: guidelines and practical
prescription applications for the clinician. JCOM 2004;11(2): 117-128.
20. Cakmakci E, Arslan F, Taskin H, Cakmakci O. The effects of aerobic dance
exercise on body composition changes associated with change in sedentary
women. TJSE 2011;13(3):289-304.
21. Ossanloo P, Najar L, Zafari A. The effects combined training (aerobic dance,
step exercise and resistance training) on body fat percents and lipid prfile in
sedentary females of Al Zahra University. Eur J Exp Biol 2012;2(5):15981602.
22. Hurley BF, Hagberg JM. Optimizing health in older persons: aerobic or
strength training? Exerc Sport Sci Rev 1998;26:61–89.
23. Poehlman ET, Gardner AW, Arciero PJ, Goran MI, Calles-Escandon J. Effects
of endurance training on total fat oxidation in elderly persons. J Appl Physiol
1994;76(6):2281-2287.
24. Nawawi U. The effect of low impact and mixed impact aerobic exercise on
percentage of body fat. Asian Soc Sci 2014;10(5):163-167.
25. Tremblay A, Simoneau J, Bouchard C. Impact of exercise intensity on body
fatness and skeletal muscle metabolism. Metabolism 1994;43(7):814-818.
26. Merrick J, Bachar A, Carmeli E, Kodesh E. Effects of aerobic exercise on
body composition and muscle strength in over-weight to obese old women
with intellectual disability: a pilot study. TOREHJ 2013;6:43-48.

Dokumen yang terkait

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN AC-BC MENGGUNAKAN BUTON GRANULAR ASPHALT (BGA) 15/20 SEBAGAI BAHAN KOMPOSISI CAMPURAN AGREGAT HALUS

14 283 23

ANALISIS KINERJA UPT RUMAH SAKIT PARU JEMBER SEBELUM DAN SESUDAH BADAN LAYANAN UMUM (BLU)

24 263 20

PENGARUH KOMPOSISI KONSENTRASI ZAT PENGATUR TUMBUH TERHADAP PERTUMBUHAN TIGA HIBRID TANAMAN ANGGREK Dendrobium sp.

10 148 1

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215

KARAKTERISASI DAN PENENTUAN KOMPOSISI ASAM LEMAK DARI HASIL PEMURNIAN LIMBAH PENGALENGAN IKAN DENGAN VARIASI ALKALI PADA ROSES NETRALISASI

9 139 85

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI

6 77 70

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

11 75 34

PENGAWASAN OLEH BADAN PENGAWAS LINGKUNGAN HIDUP KOTA BANDAR LAMPUNG TERHADAP PENGELOLAAN LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA BAGI INDUSTRI (Studi di Kawasan Industri Panjang)

7 72 52