Pendekatan Multi Objektif dari Sistem Reservoir
Seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Matematika FMIPA USU
yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.
Ibunda Basrah dan Ayahanda Alm. Hanafi Hasibuan, sosok orang tua yang
mencurahkan seluruh kasih sayang dan dukungan kepada penulis. Orang tua yang
dikagumi dan dicintai, yang telah memberi tauladan, membimbing, mengajarkan
kesabaran, kerendahan hati dan selalu bersyukur dalam menghadapi kehidupan ini,
serta senantiasa memanjatkan doa yang tulus dan ikhlas bagi keberhasilan anakanaknya.
Suami tercinta Salim Hanapi Ritonga, S.Pd, terima kasih untuk doa, dukungan,
motivasi serta seluruh cinta dan kasih sayang yang telah diberikan. Saudara terkasih
Kakanda Hilda Ramadhani, S.Pd dan Adinda Sri Aseh Hasibuan, S.Pd
terima kasih telah menjadi saudara yang penuh cinta, perhatian dan kasih sayang.
Sahabat-sahabat teristimewa Mahasiswa Program Studi Magister Matematika
FMIPA USU tahun 2014 ganjil (Kak Wita, Kak Fitri, Kak Meri, Kak Desni,
Kak Lili, Winda, Arie, Rinnasa, Pak Manuntun, Benny, Hafiz, Khahfi,
Mahdi, Anil, Petrus) yang telah sama berjuang dari awal hingga akhir, semoga
persahabatan kita tak lekang oleh waktu.
Semua pihak yang telah banyak membantu, baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, hanya Allah SWT
yang mampu memberikan balasan terbaik. Mudah-mudahan tesis ini dapat memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan dunia ilmu dan bermanfaat bagi
orang banyak. Semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmat dan hidayah-NYA
kepada kita semua. Aamiin.
v
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik saran untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang memerlukannya. Terima kasih.
Medan, 18 Mei 2016
Penulis,
Helmi Agustina Hasibuan
vi
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Helmi Agustina Hasibuan dilahirkan di Tanjung Pura pada tanggal 31 Agustus
1985 dari pasangan Ibu Basrah dan Bapak Hanafi Hasibuan. Penulis menamatkan
pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri NO. 050756 Alur Dua pada tahun 1997,
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Babalan P. Berandan pada tahun
2000, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Babalan P. Berandan tahun 2003.
Kemudian, pada tahun yang sama memasuki Perguruan Tinggi Universitas Negeri
Medan Fakultas MIPA Jurusan Pendidikan Matematika pada Strata Satu (S-1) dan
lulus pada April 2008. Kemudian, pada tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan
pada Program Studi Magister (S-2) Matematika Universitas Sumatera Utara.
vi
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya air memiliki pengaruh besar pada aktivitas manusia, termasuk perannya sebagai elemen dasar sosial dan infrastruktur ekonomi. Sumber daya air dimanfaatkan manusia untuk berbagai sektor dan kebutuhan, mulai dari kebutuhan
rumah tangga, industri, transportasi, pembangkit energi, kebutuhan kesehatan dan
sebagainya. Sehingga kualitas hidup manusia secara langsung tergantung pada seberapa baik sumber daya ini dikelola (Nandalal dan Bogardi, 2007).
Melihat nilai strategis dari sumber daya air, maka sistem manajemen sumber
daya air menjadi sangat penting artinya. Berbagai kebijakan dalam manajemen
sumber daya air perlu dilakukan untuk meningkatkan kontribusi air, mengontrol
dampak negatifnya serta menanggulangi krisis air yang berkelanjutan. Manajemen
sumber daya air merupakan aktivitas yang bertujuan untuk mempertahankan dan
memperbaiki keadaan sumber daya air dengan terdapat beberapa atau sebagian
tujuan yang saling bertentangan (Pahl-Wostl, 2006).
Salah satu manajemen sumber daya air adalah perencanaan dan pengelolaan
operasi reservoir (waduk). Waduk memainkan peranan penting dalam pengelolaan sumber daya air, terutama untuk pasokan air selama masa kekeringan. Kekurangan air karena distribusi curah hujan yang tidak merata dan meningkatnya
permintaan air masyarakat sering menimbulkan masalah yang signifikan pada suatu
daerah. Oleh karena itu, aturan operasi waduk bertujuan untuk mengelola sistem
waduk sehingga pelepasan air untuk kebutuhan terbaik dapat dilakukan oleh sistem
(Kumphon, 2013).
Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan industri, menyebabkan kebutuhan
akan air baku dan energi listrik dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Kebutuhan air untuk irigasi juga harus mendapat prioritas mengingat krisis pangan
yang masih terjadi dibeberapa daerah. Proyek irigasi digunakan untuk memasok
air ke lahan pertanian ketika curah hujan tidak memenuhi kebutuhan air tanaman
1
Universitas Sumatera Utara
2
selama musim kemarau. Irigasi berdampak positif secara sosial ekonomi dan membutuhkan perencanaan yang tepat pada pengoperasian waduk selama tahap pra
konstruksi (Tinoco, et al., 2016).
Selain volume air yang cukup, penentuan pola tanam juga merupakan hal yang
perlu dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan dan menghindari memuncaknya
penggunaan air bagi petani di daerah irigasi. Pola tanam yang sesuai akan menjamin ketersediaan air untuk jaringan irigasi. Jika ketersediaan air cukup banyak,
maka pola tanam yang sesuai dalam satu tahun masa tanam adalah padi-padipalawija atau padi-palawija-palawija.
Dalam perkembangannya, tidak semua daerah atau lahan pertanian dapat di
aliri air irigasi. Lokasi yang tidak dapat dijangkau irigasi, terbatasnya air waduk
untuk irigasi dan terjadinya penyimpangan pelepasan air waduk menjadi beberapa alasan. Untuk itu, diperlukan suatu model yang dapat meminimumkan debit
air irigasi sekaligus dapat meminimumkan penyimpangan pelepasan waduk agar
kebutuhan air irigasi suatu daerah dapat terpenuhi.
Tinoco et al., (2016) menggunakan optimasi model rainfall-runoff dan sistem
simulasi untuk mengevaluasi strategi operasi waduk untuk sistem irigasi. Model
rainfall-runoff menguraikan tangkapan curah hujan dan limpasan dengan empat
proses yaitu, aliran permukaan, aliran bawah permukaan, aliran dasar dan penyimpanan tangkapan. Sedangkan Nikam dan Regulwar (2015) menggunakan model
linear programming untuk memaksimalkan keuntungan dari daerah irigasi. Model
ini memperhitungkan kendala kontinuitas yang meliputi debit air yang masuk ke
waduk, pelepasan untuk irigasi, pelepasan untuk PLTA, evaporasi serta penyimpanan awal dan akhir dalam waduk untuk setiap periode.
Penelitian ini menggunakan pendekatan multi objektif (multi objective optimization) dengan mengambil salah satu kelas yang umum digunakan dalam masalah
sumber daya air yaitu goal programming. Model goal programming telah digunakan
sebelumnya oleh Eschenbach et al., (2001) sebagai sistem pendukung keputusan
untuk operasi multi objektif pada sistem waduk. Perbedaannya adalah, jika model
goal programming Eschenbach et al., (2001) menggunakan alat optimasi River Ware
untuk memaksimalkan keuntungan PLTA maka penelitian ini menggunakan model
Universitas Sumatera Utara
3
goal programming untuk meminimumkan kekurangan air irigasi dan meminimumkan penyimpangan pelepasan waduk pada waduk multi purpose.
1.2 Perumusan Masalah
Terjadinya krisis pangan di beberapa daerah akibat curah hujan yang tidak merata, terbatasnya debit air waduk untuk irigasi karena fungsi waduk yang serbaguna, masih banyaknya lahan pertanian yang belum tersentuh irigasi dan adanya
penyimpangan pelepasan waduk menjadi masalah yang penting. Sehingga perlu
menerapkan model goal programming dalam meminimumkan debit air irigasi dan
meminimumkan penyimpangan pelepasan waduk untuk keperluan irigasi.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun sebuah model yaitu goal programming dalam meminimumkan debit air irigasi dan meminimumkan penyimpangan
pelepasan waduk pada (reservoir).
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pola pengoperasian air waduk untuk beberapa kebutuhan dapat terpenuhi, kalaupun terjadi kekurangan dalam supply air
khususnya air untuk kebutuhan irigasi, maka kekurangan itu dapat diminimalkan
dengan teknik goal programming. Selain itu, penelitian ini di harapkan dapat
menyempurnakan model goal programming dari peneliti terdahulu.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode penelitian ini bersifat literatur dan kajian pustaka, sedangkan prosedur
yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan model goal programming dalam meminimumkan debit air
irigasi dan meminimumkan penyimpangan pelepasan waduk;
Universitas Sumatera Utara
4
2. Memperkenalkan hasil dari model goal programming dan menjelaskan proses
penerapannya pada waduk multi purpose berdasarkan asumsi dari literatur
yang diperoleh;
3. Menjelaskan kelebihan dari model yang telah dikembangkan dan fungsinya
dalam aplikasi sistem waduk (reservoir).
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
GOAL PROGRAMMING SEBAGAI PENDEKATAN MULTI
OBJEKTIF
2.1 Pendekatan Multi Objektif
Sebuah permasalahan optimasi yang dimodelkan secara matematis, umumnya terdiri dari fungsi-fungsi tujuan (objective functions) dan kendala-kendala (constraints).
Fungsi tujuan mempresentasikan tujuan yang ingin di optimalkan. Karena jumlah
fungsi tujuannya lebih dari satu, kesemuanya masuk ke dalam sebuah set yang
disebut pareto frontier. Hal ini sejalan dengan prinsip dimana tidak ada satu pun
solusi yang mampu memberikan hasil yang lebih optimal dari salah satu fungsi
tujuan yang ada tanpa mengorbankan fungsi tujuan lainnya (Sleesongsom, 2008).
Optimasi multi objektif dapat dirumuskan dalam persamaan:
min[f1 (x), f2(x), . . . , fn (x)]
(2.1)
x∈X
Dimana f1 , f2, . . . , fn adalah nilai fungsi objektif; x adalah vektor N dimensi dari
variabel tujuan; X adalah himpunan dari semua solusi yang layak = [x/gi (x) ≤
0]; i = [1, 2, . . . , m] (Reddy dan Kumar, 2006).
Pendekatan multi objektif mendapatkan perhatian yang signifikan dari para
peneliti. Xiaohui dan Eberhart (2002) menyelesaikan optimasi multi objektif menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO). Hasil percobaan menunjukkan bahwa
PSO dapat menemukan beberapa solusi pareto optimal secara efisien. Doerner et
al., (2004) menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) untuk menyelesaikan
optimasi multi objektif pada penentuan porto folio proyek. Mereka menunjukkan
bahwa ACO cukup efisien untuk menangani interaksi antar proyek yang kompleks.
Sedangkan Bandhyopadhyay et al., (2008) mengajukan Simulated Annealing (SA)
yang juga cukup berhasil dalam menyelesaikan berbagai masalah optimasi fungsi
multi objektif.
5
Universitas Sumatera Utara
6
Masalah optimasi multi objektif mewakili kelas penting dari masalah optimasi
dunia nyata. Sebagai contoh, untuk waduk multi fungsi terutama digunakan untuk
PLTA dan irigasi sebagai tujuan, operator waduk mungkin ingin memaksimalkan
keuntungan PLTA selain itu juga harus melepaskan air yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan irigasi. Fungsi tujuan seperti ini bertentangan antara satu dan yang
lainnya. Keuntungan yang lebih besar dari PLTA akan mengurangi pelepasan air
irigasi, sehingga tidak terdapat satu pun solusi optimal (Reddy dan Kumar, 2006).
2.2 Goal Programming Sebagai Pendekatan Multi Objektif
Menurut Adeyemo (2011) teknik pendekatan multi objektif secara umum digunakan
pada manajemen sumber daya air, terutama baik untuk pengoptimalan dengan
beberapa parameter kontrol. Optimasi multi objektif juga mudah diterapkan pada
perumusan fungsi tujuan dan kendala. Masalah manajemen sumber daya air paling
banyak diformulasikan sebagai multi objektif dengan banyak tujuan dan kendala
yang bertentangan.
Reddy dan Kumar (2006) menggunakan Multi Objektif Evolutionary Algorithm (MOEA) dalam mengoptimalkan operasi waduk. Mereka berhasil mendemonstrasikan kegunaan MOEA untuk mengembangkan kebijakan pada operasi waduk
multi fungsi. Nikam dan Regulwar (2015) menggunakan Linier Programming untuk
mengoptimalkan operasi waduk multi tujuan dengan penghubung yang digunakan
pada permukaan dan di bawah permukaan tanah. Sedangkan Eschenbach et al.,
(2001) menggunakan optimasi River Ware untuk operasi multi objektif pada sistem
reservoir. Mereka mengembangkan River Ware sebagai alat pendukung keputusan
yang memungkinkan para peneliti sumber daya air untuk memecahkan masalah
optimasi yang rumit berdasarkan ciri-ciri fisik dan ekonomi dari sistem, prioritas
kebijakan dan parameter linier.
Pendekatan multi objektif dapat dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu a
priori articulation preferences methods, a posteriori articulation preferences methods, dan no articulation preferences methods ( Marler dan Arora, 2004). Dalam a
priori methods, informasi yang memadai harus diungkapkan sebelum proses solusi.
Goal programming adalah salah satu kategori dalam pendekatan multi objektif yang
menghadirkan sepasang variabel deviasional yang berfungsi untuk menampung de-
Universitas Sumatera Utara
7
viasi yang akan terjadi pada ruas kiri suatu permasalahan kendala terhadap nilai
ruas kanannya. Ciri khas yang menandai model goal programming adalah variabel
deviasional tersebut yang harus diminimumkan.
Langkah yang harus dilakukan dalam pembentukan model goal programming
antara lain:
1. Penentuan variabel keputusan, yaitu parameter yang berpengaruh terhadap
keputusan;
2. Formulasikan fungsi tujuan;
3. Menyusun persamaan matematis untuk tujuan yang telah ditetapkan. Tiap
fungsi tujuan harus digambarkan sebagai fungsi variabel keputusan. Tiap
fungsi harus memiliki ruas kanan dan ruas kiri. Harga menunjukkan besarnya
deviasi negatif, sedangkan nilai menunjukkan besarnya nilai deviasi positif;
4. Memilih tujuan absolut, yaitu tujuan yang harus dipenuhi dan ditetapkan
sebagai prioritas membentuk suatu fungsi pencapaian;
5. Menetapkan tujuan pada tingkat prioritas yang tepat;
6. Menyederhanakan model, langkah ini perlu dilakukan untuk mendapatkan
model yang cukup besar sehingga model dapat mewakili semua tujuan;
7. Menyusun fungsi tujuan dari sasaran yang akan dicapai.
Secara umum bentuk model matematika dari goal programming sebagai berikut:
Minimumkan:
Pm
i=1
DAi + DBi
Kendala:
a11X1 + a12X2 + . . . + a1n Xn + DB1 − DA1 = b1
a21X1 + a22X2 + . . . + a2n Xn + DB2 − DA2 = b2
Universitas Sumatera Utara
8
am1X1 + am2X2 + . . . + amn Xn + DBm − DAm = bm
Xj , DAi , DBi ≥ 0
untuk i = 1, 2, 3, . . . , m dan j = 1, 2, 3, . . . , n
Keterangan:
DBi
= Variabel devasional nilai bawah sasaran
DAi
= Variabel devasional nilai atas sasaran
bm
= Nilai ruas kanan kendala
amn
= Koefisien fungsi kendala tujuan
Xn
= Variabel pengambilan keputusan
Teori optimasi dalam menghadapi tujuan ganda didefinisikan dengan meng-
adopsi sebuah konsep dari seorang pakar ekonomi Italia Vilfredo Pareto yakni dalam
hal pengambilan keputusan. Pareto mengatakan bahwa ada beberapa kondisi penting yang dikandung goal programming dalam pencapaian optimasi, salah satunya
adalah jika tingkatan target tujuan yang diharapkan harus sangat baik seperti halnya nilai ideal maka keputusannya harus diganti dari pemenuhan kepuasan kedalam
pemenuhan nilai optimum (Charles dan Timothy, 2002).
2.3 Pengertian Waduk (Reservoir)
Waduk merupakan suatu tampungan air yang dihasilkan dari pembendungan sungai
oleh suatu konstruksi dan berfungsi utama untuk memperkecil variabilitas aliran
air permukaan melalui kontrol dan pengaturan. Waduk difungsikan sebagai penampung air saat debit tinggi dan digunakan saat debit sangat rendah (Reddy dan
Kumar, 2006). Hal ini juga dimaksudkan untuk memodifikasi distribusi air menurut
alam dan menciptakan distribusi air secara buatan.
Berdasarkan fungsinya, waduk diklasifikasikan menjadi dua jenis:
1. Waduk eka guna (single purpose)
Waduk eka guna adalah waduk yang dioperasikan untuk memenuhi satu kebutuhan saja, misalnya untuk kebutuhan air irigasi, air baku atau PLTA. Peng-
Universitas Sumatera Utara
9
operasian waduk eka guna lebih mudah dibandingkan dengan waduk multi
guna karena tidak ada konflik kepentingan dalam kebijakan operasi waduk.
2. Waduk multi guna (multi purpose)
Waduk multi guna adalah waduk yang berfungsi untuk memenuhi berbagai
kebutuhan secara bersamaan. Kombinasi berbagai kebutuhan ini dimaksudkan untuk dapat mengoptimalkan fungsi waduk dan meningkatkan kelayakan
pembangunan suatu waduk.
Menurut Soetopo (2010) karakteristik atau ciri fisik suatu waduk adalah sebagai berikut:
1. Tampungan efektif atau kapasitas berguna (useful storage)
Adalah volume tampungan antara muka air minimum (Low Water Level)/LWL
dan muka air normal (Normally Water Level)/NWL.
2. Tampungan mati (dead storage)
Adalah volume air yang terletak di bawah muka air minimum dan air ini tidak
dapat dimanfaatkan dalam pengoperasian waduk.
3. Muka air minimum (Low Water Level)/LWL
Adalah elevasi air terendah bila tampungan dilepaskan dalam kondisi normal.
4. Pelepasan (release)
Adalah volume air yang dilepaskan secara terkendali dari suatu waduk selama
kurun waktu tertentu.
5. Limpasan (spillout)
Adalah aliran yang tidak terkendali dari waduk dan hanya terjadi jika air
yang ditampung melebihi tinggi muka air maksimum.
6. Periode kritis (critical period)
Adalah periode dimana sebuah waduk berubah dari kondisi penuh ke kondisi
kosong tanpa melimpah selama periode tertentu.
Universitas Sumatera Utara
10
2.4 Pola Operasi Waduk
Pola operasi waduk adalah suatu acuan atau pedoman operasional bulanan
suatu waduk dimana debit air yang dikeluarkan oleh waduk harus sesuai dengan
ketentuan agar elevasinya terjaga sesuai rencana. Perencanaan operasi waduk merupakan usaha mendayagunakan air yang ditampung di waduk untuk memenuhi kebutuhan. Pengaturan pola pemanfaatan air waduk didasarkan atas pertimbangan
sumber daya yang tersedia.
Tujuan dari disusunnya pola operasi waduk adalah untuk memanfaatkan air
secara optimal demi tercapainya kemampuan maksimal waduk dengan cara mengalokasikan secara proporsional sehingga tidak terjadi konflik antar kepentingan.
Pengoperasian waduk untuk maksud pendistribusian pelepasan air dari waduk dalam pemenuhan kebutuhan yang optimum, dapat ditempuh dengan teknik optimasi.
Pengoperasian waduk secara efisien dan optimal merupakan permasalahan
yang kompleks karena melibatkan beberapa faktor seperti operasional policy, debit
inflow, demand atau permintaan air untuk kebutuhan irigasi, air baku, PLTA, keandalan peralatan monitoring muka waduk, curah hujan, koordinasi antara instansi
terkait serta kemampuan operator waduk.
Beberapa istilah dalam pengoperasian waduk adalah:
1. Evaporasi merupakan kehilangan air (losses) yang mengurangi volume air
yang tertampung dalam suatu waduk;
2. Evapotranspirasi merupakan kebutuhan konsumtif tanaman yang merupakan
jumlah air untuk evaporasi dari permukaan areal tanaman dengan air untuk
transpirasi tubuh tanaman;
3. Operasional policy merupakan pola kebijakan pengoperasian waduk;
4. Tahun normal adalah tahun pada saat debit air yang masuk ke waduk merupakan debit rata-rata;
5. Tahun basah adalah tahun pada saat debit air yang masuk ke waduk lebih
besar dari debit rata-rata;
Universitas Sumatera Utara
11
6. Tahun kering adalah tahun pada saat debit air yang masuk ke waduk lebih
kecil dari debit rata-rata;
7. Debit inflow adalah debit air yang mengisi waduk;
8. Debit outflow adalah debit yang dikeluarkan waduk untuk berbagai kebutuhan;
9. Suplesi adalah penambahan air untuk berbagai kebutuhan seperti irigasi, air
baku dan PLTA melalui sistem operasi waduk;
10. Pola tanam adalah penentuan tanaman yang ditanam sesuai dengan ketersediaan air untuk jaringan irigasi.
Universitas Sumatera Utara
yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama masa perkuliahan.
Ibunda Basrah dan Ayahanda Alm. Hanafi Hasibuan, sosok orang tua yang
mencurahkan seluruh kasih sayang dan dukungan kepada penulis. Orang tua yang
dikagumi dan dicintai, yang telah memberi tauladan, membimbing, mengajarkan
kesabaran, kerendahan hati dan selalu bersyukur dalam menghadapi kehidupan ini,
serta senantiasa memanjatkan doa yang tulus dan ikhlas bagi keberhasilan anakanaknya.
Suami tercinta Salim Hanapi Ritonga, S.Pd, terima kasih untuk doa, dukungan,
motivasi serta seluruh cinta dan kasih sayang yang telah diberikan. Saudara terkasih
Kakanda Hilda Ramadhani, S.Pd dan Adinda Sri Aseh Hasibuan, S.Pd
terima kasih telah menjadi saudara yang penuh cinta, perhatian dan kasih sayang.
Sahabat-sahabat teristimewa Mahasiswa Program Studi Magister Matematika
FMIPA USU tahun 2014 ganjil (Kak Wita, Kak Fitri, Kak Meri, Kak Desni,
Kak Lili, Winda, Arie, Rinnasa, Pak Manuntun, Benny, Hafiz, Khahfi,
Mahdi, Anil, Petrus) yang telah sama berjuang dari awal hingga akhir, semoga
persahabatan kita tak lekang oleh waktu.
Semua pihak yang telah banyak membantu, baik langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, hanya Allah SWT
yang mampu memberikan balasan terbaik. Mudah-mudahan tesis ini dapat memberi sumbangan yang berharga bagi perkembangan dunia ilmu dan bermanfaat bagi
orang banyak. Semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmat dan hidayah-NYA
kepada kita semua. Aamiin.
v
Universitas Sumatera Utara
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis
mengharapkan kritik saran untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang memerlukannya. Terima kasih.
Medan, 18 Mei 2016
Penulis,
Helmi Agustina Hasibuan
vi
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Helmi Agustina Hasibuan dilahirkan di Tanjung Pura pada tanggal 31 Agustus
1985 dari pasangan Ibu Basrah dan Bapak Hanafi Hasibuan. Penulis menamatkan
pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri NO. 050756 Alur Dua pada tahun 1997,
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Babalan P. Berandan pada tahun
2000, Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Babalan P. Berandan tahun 2003.
Kemudian, pada tahun yang sama memasuki Perguruan Tinggi Universitas Negeri
Medan Fakultas MIPA Jurusan Pendidikan Matematika pada Strata Satu (S-1) dan
lulus pada April 2008. Kemudian, pada tahun 2014, penulis melanjutkan pendidikan
pada Program Studi Magister (S-2) Matematika Universitas Sumatera Utara.
vi
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber daya air memiliki pengaruh besar pada aktivitas manusia, termasuk perannya sebagai elemen dasar sosial dan infrastruktur ekonomi. Sumber daya air dimanfaatkan manusia untuk berbagai sektor dan kebutuhan, mulai dari kebutuhan
rumah tangga, industri, transportasi, pembangkit energi, kebutuhan kesehatan dan
sebagainya. Sehingga kualitas hidup manusia secara langsung tergantung pada seberapa baik sumber daya ini dikelola (Nandalal dan Bogardi, 2007).
Melihat nilai strategis dari sumber daya air, maka sistem manajemen sumber
daya air menjadi sangat penting artinya. Berbagai kebijakan dalam manajemen
sumber daya air perlu dilakukan untuk meningkatkan kontribusi air, mengontrol
dampak negatifnya serta menanggulangi krisis air yang berkelanjutan. Manajemen
sumber daya air merupakan aktivitas yang bertujuan untuk mempertahankan dan
memperbaiki keadaan sumber daya air dengan terdapat beberapa atau sebagian
tujuan yang saling bertentangan (Pahl-Wostl, 2006).
Salah satu manajemen sumber daya air adalah perencanaan dan pengelolaan
operasi reservoir (waduk). Waduk memainkan peranan penting dalam pengelolaan sumber daya air, terutama untuk pasokan air selama masa kekeringan. Kekurangan air karena distribusi curah hujan yang tidak merata dan meningkatnya
permintaan air masyarakat sering menimbulkan masalah yang signifikan pada suatu
daerah. Oleh karena itu, aturan operasi waduk bertujuan untuk mengelola sistem
waduk sehingga pelepasan air untuk kebutuhan terbaik dapat dilakukan oleh sistem
(Kumphon, 2013).
Meningkatnya pertumbuhan penduduk dan industri, menyebabkan kebutuhan
akan air baku dan energi listrik dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
Kebutuhan air untuk irigasi juga harus mendapat prioritas mengingat krisis pangan
yang masih terjadi dibeberapa daerah. Proyek irigasi digunakan untuk memasok
air ke lahan pertanian ketika curah hujan tidak memenuhi kebutuhan air tanaman
1
Universitas Sumatera Utara
2
selama musim kemarau. Irigasi berdampak positif secara sosial ekonomi dan membutuhkan perencanaan yang tepat pada pengoperasian waduk selama tahap pra
konstruksi (Tinoco, et al., 2016).
Selain volume air yang cukup, penentuan pola tanam juga merupakan hal yang
perlu dipertimbangkan untuk memenuhi kebutuhan dan menghindari memuncaknya
penggunaan air bagi petani di daerah irigasi. Pola tanam yang sesuai akan menjamin ketersediaan air untuk jaringan irigasi. Jika ketersediaan air cukup banyak,
maka pola tanam yang sesuai dalam satu tahun masa tanam adalah padi-padipalawija atau padi-palawija-palawija.
Dalam perkembangannya, tidak semua daerah atau lahan pertanian dapat di
aliri air irigasi. Lokasi yang tidak dapat dijangkau irigasi, terbatasnya air waduk
untuk irigasi dan terjadinya penyimpangan pelepasan air waduk menjadi beberapa alasan. Untuk itu, diperlukan suatu model yang dapat meminimumkan debit
air irigasi sekaligus dapat meminimumkan penyimpangan pelepasan waduk agar
kebutuhan air irigasi suatu daerah dapat terpenuhi.
Tinoco et al., (2016) menggunakan optimasi model rainfall-runoff dan sistem
simulasi untuk mengevaluasi strategi operasi waduk untuk sistem irigasi. Model
rainfall-runoff menguraikan tangkapan curah hujan dan limpasan dengan empat
proses yaitu, aliran permukaan, aliran bawah permukaan, aliran dasar dan penyimpanan tangkapan. Sedangkan Nikam dan Regulwar (2015) menggunakan model
linear programming untuk memaksimalkan keuntungan dari daerah irigasi. Model
ini memperhitungkan kendala kontinuitas yang meliputi debit air yang masuk ke
waduk, pelepasan untuk irigasi, pelepasan untuk PLTA, evaporasi serta penyimpanan awal dan akhir dalam waduk untuk setiap periode.
Penelitian ini menggunakan pendekatan multi objektif (multi objective optimization) dengan mengambil salah satu kelas yang umum digunakan dalam masalah
sumber daya air yaitu goal programming. Model goal programming telah digunakan
sebelumnya oleh Eschenbach et al., (2001) sebagai sistem pendukung keputusan
untuk operasi multi objektif pada sistem waduk. Perbedaannya adalah, jika model
goal programming Eschenbach et al., (2001) menggunakan alat optimasi River Ware
untuk memaksimalkan keuntungan PLTA maka penelitian ini menggunakan model
Universitas Sumatera Utara
3
goal programming untuk meminimumkan kekurangan air irigasi dan meminimumkan penyimpangan pelepasan waduk pada waduk multi purpose.
1.2 Perumusan Masalah
Terjadinya krisis pangan di beberapa daerah akibat curah hujan yang tidak merata, terbatasnya debit air waduk untuk irigasi karena fungsi waduk yang serbaguna, masih banyaknya lahan pertanian yang belum tersentuh irigasi dan adanya
penyimpangan pelepasan waduk menjadi masalah yang penting. Sehingga perlu
menerapkan model goal programming dalam meminimumkan debit air irigasi dan
meminimumkan penyimpangan pelepasan waduk untuk keperluan irigasi.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membangun sebuah model yaitu goal programming dalam meminimumkan debit air irigasi dan meminimumkan penyimpangan
pelepasan waduk pada (reservoir).
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pola pengoperasian air waduk untuk beberapa kebutuhan dapat terpenuhi, kalaupun terjadi kekurangan dalam supply air
khususnya air untuk kebutuhan irigasi, maka kekurangan itu dapat diminimalkan
dengan teknik goal programming. Selain itu, penelitian ini di harapkan dapat
menyempurnakan model goal programming dari peneliti terdahulu.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode penelitian ini bersifat literatur dan kajian pustaka, sedangkan prosedur
yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan model goal programming dalam meminimumkan debit air
irigasi dan meminimumkan penyimpangan pelepasan waduk;
Universitas Sumatera Utara
4
2. Memperkenalkan hasil dari model goal programming dan menjelaskan proses
penerapannya pada waduk multi purpose berdasarkan asumsi dari literatur
yang diperoleh;
3. Menjelaskan kelebihan dari model yang telah dikembangkan dan fungsinya
dalam aplikasi sistem waduk (reservoir).
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
GOAL PROGRAMMING SEBAGAI PENDEKATAN MULTI
OBJEKTIF
2.1 Pendekatan Multi Objektif
Sebuah permasalahan optimasi yang dimodelkan secara matematis, umumnya terdiri dari fungsi-fungsi tujuan (objective functions) dan kendala-kendala (constraints).
Fungsi tujuan mempresentasikan tujuan yang ingin di optimalkan. Karena jumlah
fungsi tujuannya lebih dari satu, kesemuanya masuk ke dalam sebuah set yang
disebut pareto frontier. Hal ini sejalan dengan prinsip dimana tidak ada satu pun
solusi yang mampu memberikan hasil yang lebih optimal dari salah satu fungsi
tujuan yang ada tanpa mengorbankan fungsi tujuan lainnya (Sleesongsom, 2008).
Optimasi multi objektif dapat dirumuskan dalam persamaan:
min[f1 (x), f2(x), . . . , fn (x)]
(2.1)
x∈X
Dimana f1 , f2, . . . , fn adalah nilai fungsi objektif; x adalah vektor N dimensi dari
variabel tujuan; X adalah himpunan dari semua solusi yang layak = [x/gi (x) ≤
0]; i = [1, 2, . . . , m] (Reddy dan Kumar, 2006).
Pendekatan multi objektif mendapatkan perhatian yang signifikan dari para
peneliti. Xiaohui dan Eberhart (2002) menyelesaikan optimasi multi objektif menggunakan Particle Swarm Optimization (PSO). Hasil percobaan menunjukkan bahwa
PSO dapat menemukan beberapa solusi pareto optimal secara efisien. Doerner et
al., (2004) menggunakan Ant Colony Optimization (ACO) untuk menyelesaikan
optimasi multi objektif pada penentuan porto folio proyek. Mereka menunjukkan
bahwa ACO cukup efisien untuk menangani interaksi antar proyek yang kompleks.
Sedangkan Bandhyopadhyay et al., (2008) mengajukan Simulated Annealing (SA)
yang juga cukup berhasil dalam menyelesaikan berbagai masalah optimasi fungsi
multi objektif.
5
Universitas Sumatera Utara
6
Masalah optimasi multi objektif mewakili kelas penting dari masalah optimasi
dunia nyata. Sebagai contoh, untuk waduk multi fungsi terutama digunakan untuk
PLTA dan irigasi sebagai tujuan, operator waduk mungkin ingin memaksimalkan
keuntungan PLTA selain itu juga harus melepaskan air yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan irigasi. Fungsi tujuan seperti ini bertentangan antara satu dan yang
lainnya. Keuntungan yang lebih besar dari PLTA akan mengurangi pelepasan air
irigasi, sehingga tidak terdapat satu pun solusi optimal (Reddy dan Kumar, 2006).
2.2 Goal Programming Sebagai Pendekatan Multi Objektif
Menurut Adeyemo (2011) teknik pendekatan multi objektif secara umum digunakan
pada manajemen sumber daya air, terutama baik untuk pengoptimalan dengan
beberapa parameter kontrol. Optimasi multi objektif juga mudah diterapkan pada
perumusan fungsi tujuan dan kendala. Masalah manajemen sumber daya air paling
banyak diformulasikan sebagai multi objektif dengan banyak tujuan dan kendala
yang bertentangan.
Reddy dan Kumar (2006) menggunakan Multi Objektif Evolutionary Algorithm (MOEA) dalam mengoptimalkan operasi waduk. Mereka berhasil mendemonstrasikan kegunaan MOEA untuk mengembangkan kebijakan pada operasi waduk
multi fungsi. Nikam dan Regulwar (2015) menggunakan Linier Programming untuk
mengoptimalkan operasi waduk multi tujuan dengan penghubung yang digunakan
pada permukaan dan di bawah permukaan tanah. Sedangkan Eschenbach et al.,
(2001) menggunakan optimasi River Ware untuk operasi multi objektif pada sistem
reservoir. Mereka mengembangkan River Ware sebagai alat pendukung keputusan
yang memungkinkan para peneliti sumber daya air untuk memecahkan masalah
optimasi yang rumit berdasarkan ciri-ciri fisik dan ekonomi dari sistem, prioritas
kebijakan dan parameter linier.
Pendekatan multi objektif dapat dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu a
priori articulation preferences methods, a posteriori articulation preferences methods, dan no articulation preferences methods ( Marler dan Arora, 2004). Dalam a
priori methods, informasi yang memadai harus diungkapkan sebelum proses solusi.
Goal programming adalah salah satu kategori dalam pendekatan multi objektif yang
menghadirkan sepasang variabel deviasional yang berfungsi untuk menampung de-
Universitas Sumatera Utara
7
viasi yang akan terjadi pada ruas kiri suatu permasalahan kendala terhadap nilai
ruas kanannya. Ciri khas yang menandai model goal programming adalah variabel
deviasional tersebut yang harus diminimumkan.
Langkah yang harus dilakukan dalam pembentukan model goal programming
antara lain:
1. Penentuan variabel keputusan, yaitu parameter yang berpengaruh terhadap
keputusan;
2. Formulasikan fungsi tujuan;
3. Menyusun persamaan matematis untuk tujuan yang telah ditetapkan. Tiap
fungsi tujuan harus digambarkan sebagai fungsi variabel keputusan. Tiap
fungsi harus memiliki ruas kanan dan ruas kiri. Harga menunjukkan besarnya
deviasi negatif, sedangkan nilai menunjukkan besarnya nilai deviasi positif;
4. Memilih tujuan absolut, yaitu tujuan yang harus dipenuhi dan ditetapkan
sebagai prioritas membentuk suatu fungsi pencapaian;
5. Menetapkan tujuan pada tingkat prioritas yang tepat;
6. Menyederhanakan model, langkah ini perlu dilakukan untuk mendapatkan
model yang cukup besar sehingga model dapat mewakili semua tujuan;
7. Menyusun fungsi tujuan dari sasaran yang akan dicapai.
Secara umum bentuk model matematika dari goal programming sebagai berikut:
Minimumkan:
Pm
i=1
DAi + DBi
Kendala:
a11X1 + a12X2 + . . . + a1n Xn + DB1 − DA1 = b1
a21X1 + a22X2 + . . . + a2n Xn + DB2 − DA2 = b2
Universitas Sumatera Utara
8
am1X1 + am2X2 + . . . + amn Xn + DBm − DAm = bm
Xj , DAi , DBi ≥ 0
untuk i = 1, 2, 3, . . . , m dan j = 1, 2, 3, . . . , n
Keterangan:
DBi
= Variabel devasional nilai bawah sasaran
DAi
= Variabel devasional nilai atas sasaran
bm
= Nilai ruas kanan kendala
amn
= Koefisien fungsi kendala tujuan
Xn
= Variabel pengambilan keputusan
Teori optimasi dalam menghadapi tujuan ganda didefinisikan dengan meng-
adopsi sebuah konsep dari seorang pakar ekonomi Italia Vilfredo Pareto yakni dalam
hal pengambilan keputusan. Pareto mengatakan bahwa ada beberapa kondisi penting yang dikandung goal programming dalam pencapaian optimasi, salah satunya
adalah jika tingkatan target tujuan yang diharapkan harus sangat baik seperti halnya nilai ideal maka keputusannya harus diganti dari pemenuhan kepuasan kedalam
pemenuhan nilai optimum (Charles dan Timothy, 2002).
2.3 Pengertian Waduk (Reservoir)
Waduk merupakan suatu tampungan air yang dihasilkan dari pembendungan sungai
oleh suatu konstruksi dan berfungsi utama untuk memperkecil variabilitas aliran
air permukaan melalui kontrol dan pengaturan. Waduk difungsikan sebagai penampung air saat debit tinggi dan digunakan saat debit sangat rendah (Reddy dan
Kumar, 2006). Hal ini juga dimaksudkan untuk memodifikasi distribusi air menurut
alam dan menciptakan distribusi air secara buatan.
Berdasarkan fungsinya, waduk diklasifikasikan menjadi dua jenis:
1. Waduk eka guna (single purpose)
Waduk eka guna adalah waduk yang dioperasikan untuk memenuhi satu kebutuhan saja, misalnya untuk kebutuhan air irigasi, air baku atau PLTA. Peng-
Universitas Sumatera Utara
9
operasian waduk eka guna lebih mudah dibandingkan dengan waduk multi
guna karena tidak ada konflik kepentingan dalam kebijakan operasi waduk.
2. Waduk multi guna (multi purpose)
Waduk multi guna adalah waduk yang berfungsi untuk memenuhi berbagai
kebutuhan secara bersamaan. Kombinasi berbagai kebutuhan ini dimaksudkan untuk dapat mengoptimalkan fungsi waduk dan meningkatkan kelayakan
pembangunan suatu waduk.
Menurut Soetopo (2010) karakteristik atau ciri fisik suatu waduk adalah sebagai berikut:
1. Tampungan efektif atau kapasitas berguna (useful storage)
Adalah volume tampungan antara muka air minimum (Low Water Level)/LWL
dan muka air normal (Normally Water Level)/NWL.
2. Tampungan mati (dead storage)
Adalah volume air yang terletak di bawah muka air minimum dan air ini tidak
dapat dimanfaatkan dalam pengoperasian waduk.
3. Muka air minimum (Low Water Level)/LWL
Adalah elevasi air terendah bila tampungan dilepaskan dalam kondisi normal.
4. Pelepasan (release)
Adalah volume air yang dilepaskan secara terkendali dari suatu waduk selama
kurun waktu tertentu.
5. Limpasan (spillout)
Adalah aliran yang tidak terkendali dari waduk dan hanya terjadi jika air
yang ditampung melebihi tinggi muka air maksimum.
6. Periode kritis (critical period)
Adalah periode dimana sebuah waduk berubah dari kondisi penuh ke kondisi
kosong tanpa melimpah selama periode tertentu.
Universitas Sumatera Utara
10
2.4 Pola Operasi Waduk
Pola operasi waduk adalah suatu acuan atau pedoman operasional bulanan
suatu waduk dimana debit air yang dikeluarkan oleh waduk harus sesuai dengan
ketentuan agar elevasinya terjaga sesuai rencana. Perencanaan operasi waduk merupakan usaha mendayagunakan air yang ditampung di waduk untuk memenuhi kebutuhan. Pengaturan pola pemanfaatan air waduk didasarkan atas pertimbangan
sumber daya yang tersedia.
Tujuan dari disusunnya pola operasi waduk adalah untuk memanfaatkan air
secara optimal demi tercapainya kemampuan maksimal waduk dengan cara mengalokasikan secara proporsional sehingga tidak terjadi konflik antar kepentingan.
Pengoperasian waduk untuk maksud pendistribusian pelepasan air dari waduk dalam pemenuhan kebutuhan yang optimum, dapat ditempuh dengan teknik optimasi.
Pengoperasian waduk secara efisien dan optimal merupakan permasalahan
yang kompleks karena melibatkan beberapa faktor seperti operasional policy, debit
inflow, demand atau permintaan air untuk kebutuhan irigasi, air baku, PLTA, keandalan peralatan monitoring muka waduk, curah hujan, koordinasi antara instansi
terkait serta kemampuan operator waduk.
Beberapa istilah dalam pengoperasian waduk adalah:
1. Evaporasi merupakan kehilangan air (losses) yang mengurangi volume air
yang tertampung dalam suatu waduk;
2. Evapotranspirasi merupakan kebutuhan konsumtif tanaman yang merupakan
jumlah air untuk evaporasi dari permukaan areal tanaman dengan air untuk
transpirasi tubuh tanaman;
3. Operasional policy merupakan pola kebijakan pengoperasian waduk;
4. Tahun normal adalah tahun pada saat debit air yang masuk ke waduk merupakan debit rata-rata;
5. Tahun basah adalah tahun pada saat debit air yang masuk ke waduk lebih
besar dari debit rata-rata;
Universitas Sumatera Utara
11
6. Tahun kering adalah tahun pada saat debit air yang masuk ke waduk lebih
kecil dari debit rata-rata;
7. Debit inflow adalah debit air yang mengisi waduk;
8. Debit outflow adalah debit yang dikeluarkan waduk untuk berbagai kebutuhan;
9. Suplesi adalah penambahan air untuk berbagai kebutuhan seperti irigasi, air
baku dan PLTA melalui sistem operasi waduk;
10. Pola tanam adalah penentuan tanaman yang ditanam sesuai dengan ketersediaan air untuk jaringan irigasi.
Universitas Sumatera Utara