Hubungan Profil Lipid dengan Keparahan Pembuluh Darah Koroner pada Pasien dengan Sindroma Koroner Akut di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2016

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindroma Korener Akut
2.1.1

Definisi
Penyakit jantung akibat perubahan obstruktif pada pembuluh darah

koroner yang menyebabkan fungsi jantung terganggu. Sebab utama dari ACS
adalah proses Aterosklerosis merupakan suatu proses yang progresif dengan
terbentuknya plak pada
terganggu.

Gangguan

dinding
pada


arteri dan menyebabkan sirkulasi koroner
aliran

darah

koroner

mengakibatkan

ketidakseimbangan antara penyediaan oksigen dalam darah dengan kebutuhan
miokard, sehingga menimbulkan gejala-gejala klinik. Sindroma koroner akut
terdiri dari pasien dengan infark miokard akut dengan peningkatan ST-segmen
(STEMI), dan angina stabil serta infark miokard akut tanpa peningkatan STsegmen (NSTEMI). Sindroma koroner akut merupakan kumpulan dari berbagai
macam gejala yang terjadi secara akut pada penyakit jantung koroner dan
merupakan kondisi yang mengancam jiwa bagi pasien dengan penyakit jantung
koroner. Sindroma tersebut mencakup secara berlanjut dengan adanya angina
tidak stabil dan berkembang menjadi infark miokard akut yang merupakan kondisi
kematian dari beberapa atau semua sel di dalam organ atau jaringan pada bagian
otot jantung. Lebih dari 90% Sindroma koroner akut diakibatkan oleh rusaknya
plak Aterosklerosis. Kerusakan plak selanjutnya menyebabkan terjadinya agregasi

platelet dan pembentukan thrombus intrakoroner. Adanya plak, agregasi
platelet,serta thrombus intrakoroner akan mengakibatkan penyempitan pembuluh
darah yang akan bertambah parah dengan pembentukan sumbatan yang komplit,
sehingga menyebabkan gangguan aliran darah. Plak Aterosklerosis yang tidak
stabil mengakibatkan adanya agregasi platelet dan pembentukan trombus
intrakoroner. Trombus intrakoroner yang mengalir di aliran darah dapat
mengakibatkan oklusi parsial dan oklusi sempurna. Apabila terjadi oklusi parsial,
maka terjadi iskemik ke daerah jantung, yang mengakibatkan munculnya
gambaran depresi segmen ST dan

gelombang T yang terbalik pada

Universitas Sumatra Utara

5

elektrokardiograf ( EKG), yang akan menyimpulkan diagnosis Non ST Elevation
Myocardia

Infarction


(NSTEMI).

Sedangkan

oklusi

sempurna

akan

mengakibatkan iskemik yang lebih lama dan menyebabkan infark daerah jantung
yang lebih luas, sehingga menghasilkan gambaran elevasi segmen ST, selain itu
bisa terdapat ataupun tidak terdapat gelombang Q yang menyimpulkan diagnosis
ST Elevation Myocardia Infarction

(STEMI). Gangguan aliran darah akan

menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebuhan oksigen pada otot
jantung. Pada saat itu terjadi iskemik miokard, yang akan mengakibatkan aritmia,

infark miokard,serta kematian.4

2.1.2

Klasifikasi

a. Angina pektoris tak stabil (ATS)
Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada
yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke
lengan kiri. Nyeri dada tersebut biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas
dan segera hilang bila aktivitas dihentikan. Merupakan kompleks gejala tanpa
kelainan morfologik permanen miokardium yang disebabkan oleh insufisiensi
relatif yang sementara di pembuluh darah koroner. 4
Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang atau
ke daerah abdomen. Penyebab angina pektoris adalah suplai oksigen yang tidak
adekuat ke sel-sel miokardium dibandingkan kebutuhan. Jika beban kerja suatu
jaringan meningkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Pada jantung yang
sehat, Arteri koronaria berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan
oksigen ke otot jantung. Namun jika Arteri koronaria mengalami kekakuan atau
menyempit akibat arterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon

peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik miokardium. Sel-sel
miokardium menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan. Cara
ini tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat
menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan
angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai
oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif

Universitas Sumatra Utara

6

untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan
hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris berkurang.
Dengan demikian, angina pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung
singkat.4
Angina pektoris tidak stabil adalah kombinasi angina stabil dengan angina
prinzmetal. Dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koronaria.
Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini
tampaknya terjadi akibat arterosklerosis, yang ditandai oleh trombus yang tumbuh
dan mudah mengalami spasme. Apabila keadaan plak pada


Arteri koronaria

menjadi tidak stabil, misalnya mengalami pendarahan, ruptur atau terjadi fissura ,
sehingga terbentuk trombus di daerah plak yang menghambat aliran darah
koronaria dan terjadi serangan angina pektoris. Serangan angina pektoris jenis ini
datangnya tidak tentu waktu, dapat terjadi pada waktu penderita sedang
melakukan aktivitas fisik atau dalam keadaan istirahat, dan gejalanya bervariasi
tergantung bentuk ukuran dan keadaan trombus.4
Beberapa kriteria dapat dipakai untuk mendiagnosis angina pektoris tidak
stabil, yaitu:
(a.) Angina pektoris kresendo yaitu angina yang terjadi peningkatan dalam
intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pektoris yang dialami
selama ini.4
(b.)

Angina at rest / nocturnal.4

(c.) ”new-onset exertional Angina ” yaitu yang baru timbul dalam kurang 2
bulan.4

(d.) Nyeri dada yang timbul 2 minggu sebelum kejadian infark miokard akut
(IMA).4
b. Non ST-elevation myocard infarct (NSTEMI)
Infark miokard adalah nekrosis iskemik miokard disebabkan obstruksi
suplai darah arteri salah satunya karena terjadinya oklusi Diagnosis NSTEMI
ditegakkan jika pada pasien ditemukan gejala klinis dari angina pektoris tak stabil
yang berkembang didasarkan pada nekrosis miokard, yang direfleksikan dengan
terjadinya peningkatan cardiac biomarker Onset NSTEMI biasanya disertai nyeri

Universitas Sumatra Utara

7

dada substernum yang parah dan terasa menekan, yang mungkin menyebar ke
leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri. Pada sekitar 50% pasien, infark
miokard didahului dengan serangan angina pektoris. Namun berbeda dengan nyeri
pada angina pektoris, nyeri pada infark miokard biasanya berangsung beberapa
jam sampai hari dan tidak banyak berkurang dengan nitrogliserin.4
c. ST-elevation myocard infarct (STEMI)
Infark miokard akut dengan elevasi ST merupakan bagian dari spektrum

sindroma koroner akut yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, NSTEMI, dan
STEMI. Infark miokard menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan
jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian di negara industri dan
merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju Pada
Anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang
dialami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal
(angina). Faktor resiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok
serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga. Pada hampir setengah kasus,
terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat,
stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa
terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian dilaporkan dapat terjadi
pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Pada pemeriksaan fisik
didapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ekstremitas pucat
disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak
keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular
adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split
paradoksikal bunyi jantung kedua. 4

2.1.3


Faktor resiko Sindroma koroner akut
Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor

risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan
proses aterotrombosis faktor risiko antara lain merokok, hipertensi, dislipidemia,
diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti

Universitas Sumatra Utara

8

keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan, ada empat faktor risiko tak dapat
diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia
dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama
paparan terhadap faktor-faktor aterogenik.Wanita relatif lebih sulit mengalami
penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama
rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan
estrogen.Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi,
merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan

kalori.4
Gambaran klinis awal sangat prediktif untuk prognosis awal. Timbulnya
gejala saat istirahat menandakan prognosis lebih buruk dibanding gejala yang
hanya timbul pada saat aktivitas fisik. Pada pasien dengan gejala Intermiten,
peningkatan jumlah episode yang mendahului kejadian acuan juga mempunyai
dampak terhadap hasil akhir klinis. Adanya takikardia, hipotensi atau gagal
jantung pada saat masuk rumah sakit juga mengindikasikan prognosis buruk dan
memerlukan diagnosis serta tatalaksana segera. Faktor risiko yang tinggi termasuk
angina yang memberat, nyeri dada yang berkelanjutan (> 20 menit), edema paru,
hipotensi dan aritmia.4

2.1.4

Patofisiologi
Sebagian besar SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koronaria,

aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran
darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koronaria yang
kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque ). Ini disebut fase
plaque disruption ”disrupsi plak”. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue

factor dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa
complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya

produksi trombin yang banyak. Adanya adhesi platelet, aktivasi, dan agregasi,
menyebabkan pembentukan trombus arteri koronaria. Ini disebut fase ‘trombosis
akut’. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,
proteinases, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis

Universitas Sumatra Utara

9

tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak
melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel
endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga
menyebabkan ruptur plak. Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular
yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika
mengalami Aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel bahkan sebelum
terjadinya plak. Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi
nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase ,
NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase ), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat

terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, Aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan
gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk
radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450monooxygenases.. mengobservasi bahwa angiotensin II juga merupakan aktivator

NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh
darah

melalui

pengerahan

makrofage

yang

menghasilkan

monocyte

chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang

esensial.5
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koronaria akibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan
disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,
tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit
oksid dan prostasiklin). Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung
menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adhesi leukosit ke endotel,
serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic . Melalui efek melawan, TXA2
juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard,
dilatasi koronaria, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark . 4
Sindrom Koroner Akut (SKA) yang diteliti secara Angiografi 60-70%
menunjukkan obstruksi plak Aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat,
dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap

Universitas Sumatra Utara

10

yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress
mekanik.12
Adapun awal terjadinya PJK, khususnya IMA,dipengaruhi oleh beberapa
keadaan, yakni aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan),
stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari).
Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas
simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat,
kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koronaria juga meningkat.8

2.1.5

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis PJK bervariasi tergantung pada derajat aliran darah

dalam arteri koronaria. Bila aliran koronaria masih mencukupi kebutuhan jaringan
tidak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam keadaan normal, arteri
koronaria tidak mengalami penyempitan atau spasm, peningkatan kebutuhan
jaringan otot miokard dipenuhi oleh peningkatan aliran darah sebab aliran darah
koronaria dapat ditingkatkan sampai 5 kali dibanding saat istirahat, yaitu dengan
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup seperti pada saat
melakukan aktifitas fisik, bekerja atau olahraga. Mekanisme pengaturan aliran
koronaria mengusahakan agar pasokan maupun kebutuhan jaringan tetap
seimbang agar oksigenasi jaringan terpenuhi, sehingga setiap jaringan mampu
melakukan fungsi secara optimal.4,7
Perlu diingat bahwa metabolisme miokard hampir 100 persen memerlukan
oksigen dan hal tersebut telah berlangsung dalam keadaan istirahat, sehingga
ekstraksi oksigen dari aliran darah koronaria akan habis dalam keadaan tersebut. 4,8
Angina tidak stabil atau NSTEMI tidak dapat dibedakan berdasarkan
karakteristik nyeri dada atau kelainan EKG saja. Satu-satunya cara untuk
membedakannya adalah dengan membuktikan adanya nekrosis miokard dengan
melakukan pemeriksaan biomarker atau enzim jantung. Kebanyakan IMA terjadi
di pagi hari (antara jam 6.00 sampai 12.00) ini mungkin disebabkan oleh adanya
peningkatan sekresi katekolamin dihubungkan dengan bangun pagi atau adanya
perubahan sirkadian koagulasi yang umumnya terjadi di pagi hari (seperti

Universitas Sumatra Utara

11

peningkatan PAI-I dapat memicu agregasi trombosit yang akhirnya terbentuk
thrombus. Dengan pola seperti itu, maka kebanyakan kejadian IMA tidak
didahului oleh kegiatan fisik. Oklusi thrombus total umumnya terjadi pada bagian
proksimal arteri koronaria dan biasanya terjadi dalam 4 jam pertama pasca IMA.
Dibandingkan dengan STEMI, penderita angina tidak stabil / NSTEMI biasanya
lebih tua, faktor risiko koroner lebih besar kemungkinannya pernah mendapat
serangan IMA sebelumnya atau pernah menjalani prosedur revaskularisasi (bedah
pintas koroner).4,7
2.1.6

Diagnosis
Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari Anamnesis,

pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada,
diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat dikelompokkan sebagai
berikut: Angina tidak stabil, Angina Stabil, Kemungkinan SKA, dan Definitif
SKA, Terdiri atas :
1) Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa : Angina tipikal
yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh sebagian besar pasien
(80%), Angina pra infark miokard Terdapat pada (20%) pasien, Angina stabil
yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau kresendo): menjadi
makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat, Angina pasca infark
miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah infark miokard
Presentasi klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen, terutama
pada wanita dan lanjut usia. Keluhan yang paling sering dijumpai adalah
sesak napas saat aktivitas. Beberapa faktor yang menentukan bahwa keluhan
Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai riwayat PJK,
terutama infark miokard berpeluang besar merupakan presentasi dari SKA.
Keluhan yang sama pada seorang pria berumur lanjut (>70 tahun) dan
menderita diabetes berpeluang menengah suatu SKA. Angina equivalen atau
yang tidak seutuhnya tipikal pada seseorang tanpa karakteristik tersebut di
atas berpeluang kecil merupakan presentasi dari SKA.7
2) Pemeriksaan fisik : Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk
menegakkan diagnosis banding dan mengidentifikasi pencetus. Selain itu,

Universitas Sumatra Utara

12

pemeriksaan fisik jika digabungkan dengan keluhan angina (Anamnesis),
dapat menunjukkan tingkat kemungkinan keluhan nyeri dada sebagai
representasi SKA Elektrokardiogram. Perekaman EKG harus dilakukan
dalam 10 menit sejak kontak medis pertama. Bila bisa didapatkan,
perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat membantu
diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu
dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus.4
3) Elektrokardiogram (EKG) :
Pada penderita PJK, pemeriksaan EKG bisa membantu memperlihatkan
abnormalitas gerakan dinding jantung yang dihubungkan dengan iskemia
akut. Namun, apabila iskemia miokard hanya sedikit mungkin tidak cukup
untuk menunjukkan adanya abnormalitas gerakan dinding jantung. Selain itu,
abnormalitas gerakan dinding jantung bisa bersifat sementara dan hanya bisa
dideteksi pada waktu iskemia akut. Pada keadaan di mana sudah ada PJK dan
disfungsi ventrikel kiri sebelumnya maka kesanggupan ekokardiografi untuk
mendeteksi iskemia iskemia akut sangat terbatas. Gambaran EKG pada
angina tidak stabil / NSTEMI umunya ditandai dengan depresi segmen-ST,
elevasi segmen-ST seentara dan inversi gelombang T. Namun sekitar 20%
penderita dengan NSTEMI yang dipastikan dengan pemeriksaan enzim
jantung tidak ditemukan adanya tanda-tanda iskemia pada EKG. Gambaran
EKG yang defenitif untuk diagnosis IMA adalah adanya elevasi segmen-ST
1mm atau lebih pada 2 sandapan atau lebih, kerapkali disertai depresi
segmen-ST resiprokal pada sandapan kontralateral. 4
4) Pemeriksaan laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium enzim jantung seperti creatine kinase (CK), CKMB, troponin, CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkat
kadarnya pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih
normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliserida
dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor resiko
seperti hiperlipidemia atau diabetes mellitus. 4
5) Pemeriksaan Non invasif :

Universitas Sumatra Utara

13

Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan
gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan
diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia segmental dari dinding ventrikel
kiri dapat terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat iskemia menghilang.
Selain itu, diagnosis banding seperti stenosis aorta , kardiomiopati hipertrofik,
atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui pemeriksaan ekokardiografi. Jika
memungkinkan, pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus
tersedia di ruang gawat darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera
mungkin bagi pasien SKA. Stress test seperti exercise EKG yang telah
dibahas sebelumnya dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding PJK
obstruktif pada pasien-pasien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal dan
marka jantung yang negatif. Multislice Cardiac CT (MSCT) dapat digunakan
untuk menyingkirkan PJK sebagai penyebab nyeri pada pasien dengan
kemungkinan PJK rendah hingga menengah dan jika pemeriksaan troponin
dan EKG tidak meyakinkan.7

6) Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner) :
Angiografi koroner adalah penyuntikan bahan kontras ke dalam arteri koronaria
dan merupakan tindakan paling sering digunakan untuk menilai ketepatan dan
waktu yang tepat untuk melakukan operasi pintas arteri koronaria pada pasien
tertentu. Indikasi lain untuk melakukan angiografi arteri koronaria adalah untuk
evaluasi angina atipik serta hasil revaskularisasi arteri koronaria, diikuti dengan
ventrikulogram kiri, atau penyuntikan media kontras ke dalam ventrikel kiri untuk
evaluasi fungsi ventrikel kiri. Angiografi koroner memberikan informasi Lokasi
dari satu lesi atau banyak lesi, Derajat obstruksi dan Luasnya gangguan pada
jaringan arterial distal mengenai keberadaan dan tingkat keparahan.Penemuan
oklusi trombotik akut, misalnya pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada
pasien yang sedang mengalami gejala atau peningkatan troponin namun tidak
ditemukan perubahan EKG diagnostik. Pada pasien dengan penyakit pembuluh
multipel dan dengan stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk
kejadian kardiovaskular yang serius.Penemuan Angiografi yang khas antara lain

Universitas Sumatra Utara

14

eksentrisitas, batas yang irreguler , ulserasi, penampakkan yang kabur, dan filling
defect yang mengesankan adanya trombus intrakoroner .10

2.1.7

Penatalaksanaan dan Perawatan
Meski ada persamaan tetapi tetap harus dikenal adanya perbedaan

patofisiologi kejadian STEMI dan sindrom koroner akut (angina tidak stabil/
NSTEMI) oleh karena perbedaan terapi terhadap kedua bentuk PJK ini. 4
Pada STEMI selalu dipikirkan untuk melakukan proses revaskularisasi
yang cepat. Dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Penatalaksanaan Umum
1) Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya tertekan, khawatir
terutama untuk melakukan aktivitas. 4
2) Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan
sekarang dan memberi penjelasan perlunya aktivitas sehari-hari untuk
meningkatkan kemampuan jantung.4
3) Pengendalian faktor resiko dan menghindari / mengatasi faktor pencetus :
stres, emosi, hipertensi, DM, hiperlipidemia, obesitas, kurang aktivitas dan
menghentikan kebiasaan merokok. 4
4) Pencegahan sekunder
Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di pembuluh darah lain,
yang akan berlangsung terus, obat pencegahan diberikan untuk
menghambat proses yang ada. Yang sering dipakai adalah aspirin dengan
dosis 375 mg, 160 mg, 80 mg.4
5) Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar tak
terjadi iskemia yang lebih berat sampai infark miokard. Misalnya diberi
Oksigen. 4

2. Penatalaksanaan Khusus
1) Non Medikamentosa
(1) Tirah baring di ruang rawat intensif kardiovaskular (CVCU)

Universitas Sumatra Utara

15

(2) Berikan Oksigen 2- 4 liter/menit
(3) Pasang akses vena (Dextrose 5% atau NaCl 0,9%)
(4) Puasakan selama 8 jam, lalu berikan makanan cair atau lunak dalam
24 jam pertama. Kemudian lanjutkan dengan 1300 kalori rendah
garam dan rendah lemak.4
2) Medika mentosa
Terapi medik penderita dengan ATS/NSTEMI didasarkan pada dua tujuan
pengobatan secara simultan yakni membatasi pembentukan trombus
dengan terapi anto trombotik dan enghilangkan nyeri dada dengan terapi
angina.
(1) Terapi trombotik : asam salisilat asetil (ASA) adalah anti-platelet dan
banyak penelitian menunjukkan bahwa ASA sangat berguna pada
penderita ATS/NSTEMI, ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan
angka mortalitas maupun kejadian IMA sekitar 50 persen. 4
(2) Nitrat, merupakan vasodilator sistemik maupun sirkulasi koroner.
Untuk atasi angina berikan mulai dengan nitrat sublingual dan nitrat
oral. Bila sakit belum teratasi, segera mulai dengan nitrat intravena.4
(3) Berbagai jenis penyekat beta untuk menghilangkan iskemia miokard
dengan mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang bekerja cepat
seperti pindolol dan propanolol. Ada yang bekerja lambat seperti
sotalol dan nadolol. Ada beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol
dan atenolol. Segera berikan bila tidak ada kontraindikasi. 4
(4) Heparin bolus 5000 unit intravena, lalu lanjutkan dengan drips 1000
unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan APTT 1,5 –
2 kali nilai kontrol. Heparin dapat diganti dengan Low molecular
weight heparin (LMWH) subkutan 2 kali 0,4-0,6 mg.4
(5) Aspirin dimulai dari fase akut. Aspirin 320 mg diikuti dengan dosis
rumatan 80-160 mg/hari.4
(6) Clopidogrel 300 mg, diikuti 75 mg perhari

Universitas Sumatra Utara

16

(7) Bila dengan pengobatan tersebut di atas angina masih belum juga
teratasi, coba tambahkan antagonis kalsium : verapamil, diltiazem,
nifedipin.4
(8) Trombolitik. Terapi trombolisis hanya berguna pada penderita IMA.
Suatu penelitian metaanalisis terhadap penderita ATS yang menjalani
terapi trombolisis menunjukkan adanya peningkatan mortalitas dan
kejadian IMA non-fatal dibanding terapi medis biasa tanpa
trombolisis. Oleh karena itu terapi trombolisis merupakan indikasi
kontra pada penderita ATS / NSTEMI.4
(9) Lain-lain :
(a) obat penenang ringan, seperti Diazepam 5mg tiap 8 jam.
(b) Statin Peranan statin dalam menurunkan LDL dan meningkatkan
HDL baik berupa pencegahan primer maupun sekunder terhadap PJK
telah diketahui selama ini. Statin juga dapat menstabilkan plak
ateroma, memperbaiki fungsi endotel, mengurangi agregasi platelet
dan pembentukan trombus serta mengurangi inflamasi vaskular.
(c) Penghambat ACE (ACEI). Penggunaan ACEI telah banyak diteliti
pada penderita IMA tapi tidak pada ATS. ACEI (ramipril) pada
penderita PJK atau DM dan adanya faktor resiko koroner lainnya
dengan fungsi ventrikel kiri normal menunjukkan manfaat yang
berarti.4
3) Intervensi koroner perkutan / percutaneus coronary Intervention (PCI)
Tujuan tindakan PCI pada penderita ATS / NSTEMI adalah untuk
menghilangkan

gejala nyeri dada dan untuk memperbaiki prognosis

seperti mencegah kematian, infark miokard dan iskemik berulang.4
4) Bedah pintas koroner / Coronary artery bypass graft (CABG)
Keputusan untuk merujuk penderita ke ahli bedah jantung untuk tindakan
revaskularisasi CABG melibatkan berbagai faktor yakni: umur, penyakit
penyerta, beratnya PJK, tindakan reaskularisasi sebelumnya (PCI atau
CABG), kelayakan teknik dan lamanya revaskularisasi perkutan. Pilihan
CABG dianjurkan untuk penderita dengan DM, disfungsi ventrikel kiri,

Universitas Sumatra Utara

17

lesi pada arteri ”left main”, ”three vessels disease ” atau ”two vessels
disease” dengan lesi LAD proksimal, meskipun pada keadaan in masih

bisa dimungkinkan untuk melakukan tindakan PCI.4
3. Perawatan
1) Rawat diruang rawat intensif (CVCU) sampai keadaan bebas angina lebih
dari 24 jam. Selanjutnya pindah ke ruang rawat biasa sampai
menyelesaikan pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan. 4
2) Bila angina tidak dapat diatasi dalam 48 jam, prognosis kurang baik,
segera lakukan Angiografi koroner. Kalau perlu pasang Pompa Balon Intra
Aorta (PBIA). 4

3) Revaskularisasi dilakukan sesuai indikasi.
4) Bila angina dapat dikontrol, hentikan heparin setelah 5 hari.
5) Mobilisasi penderita di ruangan lalu tentukan fungsi ventrikel kiri dengan
ekokardiografi.
6) Bila terdapat disfungsi ventrikel yang sedang sampai berat, prognosis
kurang baik, segera lakukan Angiografi koroner dan selanjutnya
revaskularisasi sesuai indikasi.
7) Bila tidak ada disfungsi ventrikel kiri dalam 2x24 jam, lakukan ’treadmill
test’ pada penderita bebas angina dengan EKG tanpa kelainan iskemia.
Penderita dengan hasil tes beresiko tinggi, periksa Angiografi koroner dan
selanjutnya revaskularisasi sesuai indikasi.

2.1.8

Komplikasi Sindroma koroner akut

Komplikasi atau penyulit yang mungkin timbul dari ACS:
1. Gagal Jantung
2. Syok Kardiogenik
3. Aritmia
4. Ruptur miokard
5. Kematian
Plak Aterosklerosis pada penyakit jantung koroner dapat meyebakan
penurunan suplai oksigen ke miokardium jantung sehingga mengakibatkan

Universitas Sumatra Utara

18

Sindroma koroner akut. Selain itu dapat bertambah parah dan berkembang
menjadi infark miokardiak akut apabila aliran suplai oksigen sangat terhambat
karena adanya plak, disertai trombus, dan agregasi platelet. Ketika terjadi infark
miokardiak akut, maka akan menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung dan
nekrosis jaringan sehingga dapat terjadi gagal jantung kongestif.12
2.2 Lipid
2.2.1

definisi
Lipid ialah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi lemak,

termasuk asam lemak, bersifat dapat larut dalam air dan larut dalam pelarut
nonpolar. Lipid, yang mudah disimpan dalam tubuh, berfungsi sebagai sumber
bahan bakar, merupakan bahan yang terpenting pada struktur sel. Senyawa lipid
terdiri atas glikolipid, lipoprotein dan fosfolipid. Didalam darah ditemukan tiga
jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserid, dan fosfolipid. Dikarenakan sifat lipid yang
susah larut dalam lemak, maka perlu dibuat dalam bentuk yang terlarut. Untuk itu
dibutuhkan suatu zat pelarut, yaitu suatu protein yang dikenal dengan
apolipoprotein atau apoprotein Pada manusia dapat dibedakan enam jenis
lipoprotein yaitu high-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL),
Intermediatedensity lipoprotein (IDL), very Low Density Lipoprotein (VLDL),

kilomikron dan lipoprotein a kecil.25,26 Profil lipid yang terdiri dari High Density
Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), trigliserida, dan kolesterol

total dapat dimodifikasi dengan cara pengobatan seperti

reduksi melalui

farmakologi serta pembatasan asupan makanan. Profil lipid adalah tes darah yang
mengukur kolesterol total, trigliserida, dan kolesterol HDL. Kolesterol LDL
kemudian dihitung dari hasilnya.6
Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol
jahat dan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein ) yang dikenal sebagai
kolesterol baik. LDL membawa kolesterol dari hati ke sel, dan HDL berperan
membawa kolesterol dari sel ke hati. Kadar kolesterol LDL yang tinggi akan
memicu penimbunan kolesterol di sel, yang menyebabkan munculnya
atherosclerosis ialah pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan penimbunan

plak di dinding pembuluh darah. Dislipidemia merupakan faktor mayor dari

Universitas Sumatra Utara

19

terjadinya

perkembangan

Aterosklerosis.

Dislipidemia

adalah

kelainan

metabolisme lipoprotein, yang bermanisfestasi pada peningkatan kadar kolesterol,
trigliserida, dan LDL, serta penurunan kadar HDL. Lipoprotein-a diperkirakan
berperan

pada

atherogenesis

dengan

mentranspor

molekul

LDL

dan

mempengaruhi proliferasi sel otot polos vaskular, menghambat fibrinolisis, dan
mempengaruhi fungsi platelet. Hal ini dihubungkan dengan peningkatan risiko
penyakit jantung

akibat gangguan pembuluh darah. Sedangkan

HDL dapat

mengangkut kolesterol dari jaringan tepi, termasuk plak atherosklerotik, untuk
diedarkan kembali atau dibuang dalam bentuk asam empedu, proses tersebut
disebut reverse cholesterol transport . Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan
plak atherosklerosis tidak hanya berkaitan dengan peningkatan kadar LDL, namun
juga rendahnya HDL dan hipertrigliseridemia.6,13

Tabel 2.2.1. Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL,HDL,Trigliserida
menurut NCEP.12
Kolesterol total

Kolesterol HDL

< 200

Optimal

< 35

Rendah

200 – 239

Diinginkan

> 60

Tinggi

> 240

Tinggi

Trigliserida

Kolesterol LDL

< 150

Optimal

< 100

Optimal

150 – 199

Diinginkan

100 – 129

Mendekati optimal

200 – 499

Tinggi

130 – 159

Diinginkan

> 500

Sangat tinggi

160 – 189

Tinggi

> 190

Sangat tinggi

Universitas Sumatra Utara