Hubungan Profil Lipid dengan Keparahan Pembuluh Darah Koroner pada Pasien dengan Sindroma Koroner Akut di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2016 Chapter III VI

20

BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN
HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori
FAKTOR RISIKO :
- Kolesterol total ↑

SINDROMA
KORONER AKUT

- Trigeliserida ↑
- LDL ↑
- HDL ↓

ATEROSKLEROSIS

SEL FOAM
( Lapisan mengalami

deformasi pada dinding
arteri karena toksin oleh sel
busa sehingga terjadi lesi)

FATTY STREAK
(sel endotel yang dilapisi
oleh lemak ini akan
berwarna kekuningan dan
fibrosis yang minimal)

PERKEMBANGAN LESI

( Penimbunan lipid dan jaringan
fibrosa dalam arteri koronaria
,secara progresif mempersempit
lumen pembuluh darah
terjadinya resistensi alirah darah)

PLAK FIBROSA
(plak yang fibrous ini mulai

keputihan dan lebih tebal
akibatnya mengalami
penyumbatan parsial dari arteri
koronaria).

ATEROMA
( Hilangnya jaringan endotelial
adanya peregangan dari sel –sel
yang mengalami gangguan fungsi
pada deformasi dinding arteri
atau karena toksin oleh sel busa)

Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian

Universitas Sumatra Utara

21

3.2 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah :


Variabel Independen

Variabel Dependen

Profil lipid
-

Kolesterol total

-

Trigliserida

-

LDL

-


HDL

Keparahan

Pembuluh

Darah Koroner

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis
Terdapat Hubungan antara nilai profil lipid terhadap keparahan pembuluh
darah koroner pada pasien sindroma koroner akut (SKA ).

Universitas Sumatra Utara

22

BAB 4
METODE PENELITIAN


4.1 Jenis Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik dengan
desain retrospective study. Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data
dengan menggunakan data sekunder yaitu melihat rekam medis pasien SKA.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1

Waktu Pengambilan Data
Waktu pengambilan dan pengumpulan data oleh peneliti dilakukan pada

Oktober - November 2016. Data yang diambil merupakan data rekam medis pada
Tahun 2016.

4.2.2

Tempat Penelitian
Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat


Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit
tipe A dan menjadi rumah sakit rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan
sekitarnya. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan dan tersedia data penderita SKA.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian
4.3.1

Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh pasien dengan diagnosis SKA yang

dirawat di unit Rawat kardiovaskular Rumah Sakit Haji Adam Malik selama
periode tahun 2016.

Universitas Sumatra Utara

23

4.3.2 Sampel Penelitian
Metode pengambilan sampel menggunakan metode total sampling, dimana

sampel yang digunakan dalam penelitian ini dalah semua populasi yang sesuai
dengan kriteria inklusi.
1. Kriteria Inklusi:
1.) Seluruh pasien SKA yang tercatat dalam rekam medik Tahun 2016.
2.) Sudah melakukan Angiografi koroner.

2. Kriteria Eksklusi:
1) Pasien yang tidak memenuhi kriteria variabel yang akan diteliti dan tidak
melakukan Angiografi koroner
2) Data rekam medis yang tidak lengkap.

4.4 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang
diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan. Dari data sekunder tersebut kemudian dilakukan pencatatan nilai Profil
Lipid yang terdiri dari kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL dan keparahan
pembuluh darah koroner yang dimiliki oleh masing-masing pasien yang SKA.

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data penelitian menggunakan SPSS, yaitu melakukan pemeriksaan seluruh

data yang terkumpul (editing), memberi angka-angka atau kode-kode tertentu
terhadap data yang terkumpul (coding), memasukkan data yang terkumpul untuk
masing-masing variabel sehingga menjadi suatu dasar (entry). Data yang telah
diolah dan dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan
tabel dan disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.

Universitas Sumatra Utara

24

4.6

Definisi Operasional
Pada penelitian ini digunakan definisi Operasional sebagai berikut :

1. Pasien SKA
Definisi

: Penderita Sindroma Koroner Akut


Cara Ukur

: Membaca hasil rekam medis

Alat Ukur

: Rekam medis

Hasil Pengukur

: Jumlah pasien SKA

Skala ukur

: Nominal
-

Infark miokard dengan elevasi segmen ST

-


Infark miokard tanpa elevasi segmen ST

-

Angina pektoris tidak stabil

2. Nilai Kolesterol total
Definisi

: hitungan total dari semua jenis kolesterol dalam darah,
senyawa lemak yang diproduksi di hati yang biasanya
ditemukan dalam darah. Peningkatannya sebagai faktor
risiko penyakit jantung, salah satu petanda akan
meningkat kadarnya dalam darah jika terjadi angina
pektoris tidak stabil.

Cara Ukur

: Membaca hasil rekam medis


Alat Ukur

: Rekam medis

Hasil Pengukur

: mg/dl

Skala ukur

: Ratio
-

Kadar Kolesterol Total normal adalah < 200 mg/dl

-

Kadar Kolesterol Total tidak normal adalah ≥ 200 mg/dl

3. Nilai Trigliserida
Definisi

: Senyawa yang terdiri dari tiga molekul asam lemak yang
teresterifikasi menjadi gliserol alkohol (gliserida). Kadar
trigliserida tidak memberikan informasi klinis yang
berarti mengenai risiko penyakit jantung koroner (PJK)

Universitas Sumatra Utara

25

berarti mengenai risiko penyakit jantung koroner (PJK)
di luar yang diakibatkan oleh kadar kolesterol HDL dan
LDL.

4.

Cara Ukur

: Membaca hasil rekam medis

Alat Ukur

: Rekam medis

Hasil Pengukur

: mg/dl

Skala ukur

: Ratio
-

Kadar Trigliserida normal adalah < 150 mg/dl

-

Kadar Trigliserida tidak normal adalah ≥ 150 mg/dl

Kadar HDL
: High Density Lipoprotein (HDL) adalah protein dalam

Definisi

plasmadarah

yang

memperbaiki

kerusakan

dan

mengurangi kolesterol dari tubuh. HDL mengangkut
kolesterol dari jaringan tubuh ke hati untuk dibuang
(dalam empedu). Oleh karena itu, HDL dianggap
kolesterol “baik”. Semakin tinggi kadar kolesterol HDL,
semakin rendah risiko penyakit arteri koroner. salah satu
petanda akan meningkat kadarnya dalam darah jika
terjadi NSTEMI.
Cara Ukur

: Membaca hasil rekam medis

Alat Ukur

: Rekam medis

Hasil Pengukur

: mg/ dl

Skala ukur

: Ratio
-

Kadar HDL normal adalah > 60 mg/ dl

-

Kadar HDL tidak normal adalah < 60 mg/dl

Universitas Sumatra Utara

26

5.

Kadar LDL
: Low Density Lipoprotein (LDL) disebut sebagai

Definisi

“kolesterol buruk”, merupakan jenis lipoprotein yang
terlibat dalam pengangkutan kolesterol dari hati ke
seluruh tubuh kita. Tingginya kadar LDL dapat
meningkatkan risiko penyakit jantung, salah satu petanda
akan meningkat kadarnya dalam darah jika terjadi angina
pektoris tidak stabil (APTS).

6.

Cara Ukur

: Membaca hasil rekam medis

Alat Ukur

: Rekam medis

Hasil Pengukur

: mg/dl

Skala ukur

: Ratio
-

Kadar LDL normal adalah < 100 mg/ dl

-

Kadar LDL tidak normal adalah ≥ 100 mg/dl

Keparahan Pembuluh Darah koroner
Definisi

: Jumlah pembuluh darah yang terkena pada pemeriksaan
Angiografi.

Cara Ukur

: Membaca hasil rekam medis

Alat Ukur

: Rekam medis

Hasil Pengukur

: Jumlah pembuluh darah terkena

Skala ukur

: Ordinal

Universitas Sumatra Utara

27

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1

Hasil Penelitian

5.1.1

Deskripsi Lokasi dan sampel Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi

di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan
Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit tipe A sesuai dengan SK
Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990 yang memiliki fasilitas yang lengkap,
dokter-dokter spesialis dan tenaga kesehatan yang terampil. Disamping itu, rumah
sakit ini adalah rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi
Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.
Adapun tempat peneliti mengambil sampel penelitian adalah Bagian
Pengolahan Data dan Rekam Medis yang berlokasi di lantai 1 RSUP Haji Adam
Malik Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai bulan
November 2016. Perhitungan besar sampel menggunakan total sampling dan
jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini
berjumlah 92 orang dengan Sindroma Koroner Akut yang diperiksa pada data
rekam medik.
5.1.2

Karakteristik Sampel
Distribusi sampel pasien penelitian ini berdasarkan karakteristik pasien

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Universitas Sumatra Utara

28

Tabel 5.1 Karakteristik Sampel
Karakteristik

n (%)

Laki-laki

73 (79,3%)

Perempuan

19 (20,7%)

Usia
< 40 tahun

0 (0%)

40-60 tahun

58 (63%)

> 60 tahun

34 (37%)

Riwayat Diabetes Melitus

41 (44,6%)

Riwayat Hipertensi

45 (48,9%)

Riwayat Merokok

48 (52,2%)

Riwayat Keluarga

35 (38%)

Dari hasil data rekam medik pada tahun 2016 terdapat 73 orang pasien
laki-laki (79,3%) dan 19 orang pasien perempuan (20,7%). Tidak terdapat usia
pasien 60
sebanyak 34 pasien (37%). Dari seluruh pasien, sebanyak 41 pasien (44,6%) yang
memiliki riwayat diabetes melitus dan 51 pasien (55,4%) yang tidak memiliki
riwayat diabetes melitus. Dari seluruh pasien, sebanyak 46 pasien (57,9%) yang
memiliki riwayat hipertensi dan sebanyak 46 pasien (57,9%) yang tidak memiliki
riwayat hipertensi. Dari seluruh pasien, sebanyak 48 pasien (52,2%) yang
memiliki riwayat merokok dan 44 pasien (47,8%) yang tidak memiliki riwayat
merokok. Dari seluruh pasien, sebanyak 35 pasien (38%) yang memiliki riwayat
keluarga dan 57 pasien (62%) yang tidak memiliki riwayat keluarga.

Universitas Sumatra Utara

29

5.1.3

Rata-Rata Nilai Kadar Kolesterol total , Kadar Trigliserida, Kadar
Kolesterol HDL, Kadar Kolesterol LDL pada Sampel Penelitian

Tabel 5.2. Rata-Rata Kolesterol total ,Trigliserida, Kolesterol HDL, Kolesterol
LDL pada Sampel Penelitian

Variabel

Mean ± SD

Kadar Kolesterol total (mg/dL)

202,99 ± 55,705

Kadar Trigliserida (mg/dL)

173,79 ± 55,910

Kadar Kolesterol HDL (mg/dL)

37,36 ± 8,092

Kadar Kolesterol LDL (mg/dL)

131,77 ± 49,170

Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa rata-rata kadar kolesterol total
pasien adalah 202,99 mg/dL, rata-rata kadar trigliserida pasien adalah 173,79
mg/dL, rata-rata kadar kolesterol HDL pasien adalah 37,36 mg/dL, dan rata-rata
kadar kolesterol LDL pasien adalah 131,77 mg/dL.

5.1.4

Hasil Analisis Statistik

Data penelitian ini dianalisa secara statistik dengan menggunakan uji t
tidak berpasangan untuk melihat hubungan kadar kolesterol total, kadar
trigliserida, kadar kolesterol HDL, dan kolesterol LDL dengan keparahan
pembuluh darah koroner pasien SKA pada penelitian ini dapat dilihat tabel di
bawah ini :

Universitas Sumatra Utara

30

Tabel 5.3 Hubungan Profil Lipid dengan keparahan
pembuluh darah koroner
Keparahan Pembuluh Darah
Koroner
1

2 dan 3

Nilai p

204,87± 63,207

202,36 ± 53,464

0,853

Trigliserida

170,52 ± 64,174

174,88 ± 53,348

0,748

Kadar HDL

38,57 ± 9,699

36,96 ±7,519

0,412

Kadar LDL

122,43 ± 37,051

134,88 ± 52,459

0,296

Kadar Kolesterol
Total
Kadar

Dari tabel 5.3 yang menilai hubungan antara kadar kolesterol total dengan
keparahan pembuluh darah koroner sampel diperoleh nilai p = 0,853 (p 0,05). Analisa statistik yang menilai hubungan antara kadar kolesterol HDL
dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel diperoleh nilai p = 0,412 (p
>0,05. Analisa statistik yang menilai hubungan antara kadar kolesterol LDL
dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel diperoleh nilai p = 0,296.

Universitas Sumatra Utara

31

5.2 Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data
sekunder rekam medis di RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2016,
diperoleh data mengenai profil lipid dari sindroma koroner akut. Data-data
tersebut akan digunakan sebagai dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini
dan dijabarkan sebagai berikut.

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa sampel pasien pada
penelitian ini lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan,
dimana jumlah pasien laki-laki sebanyak 73 pasien (79,3%) dan perempuan 19
(20,7%) Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) dengan
hasil penelitian yaitu, jumlah pasien pria yang didapatkan sebanyak 122 orang
(79,7%) dan pasien wanita sebanyak 31 orang (20,3%). Dan hasil penelitian
serupa juga diapatkan oleh Eva dkk. (2015), menyimpulkan bahwa jumlah pasien
berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dengan persentase
masing-masing sebanyak 53% untuk pasien laki-laki dan 27% untuk pasien
perempuan. 14

Pada penelitian ini diperoleh bahwa jumlah sampel pasien pada penelitian
ini terbanyak adalah pada rentang usia 40-60 tahun, yakni sebanyak 58 pasien
(63%). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) yang
mengkaji hubungan faktor risiko mayor penyakit jantung koroner dengan skor
pembuluh darah koroner dengan hasil penelitian yakni, jumlah umur yang berisiko
terbanyak pada pria berusia >45 tahun dan pada wanita berusia >55 tahun
(88,9%). Selain itu, pada penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran
profil lipid pada penderita sindrom koroner akut juga menunjukkan prevalensi
tertinggi usia pasien dengan sindroma koroner akut adalah pada usia 55-65 tahun.
Hal ini disebabkan karena perubahan usia adalah salah satu faktor risiko kuat
untuk penyakit sindrom koroner akut (SKA) tetapi faktor risiko lainnya dan
kondisi komorbid juga memiliki pengaruh yang sangat besar, dimana perubahan

Universitas Sumatra Utara

32

gaya hidup juga mempengaruhi tingkat kejadian sindrom koroner akut pada usia
yang semakin tua.15

Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel pasien dengan sindrom
koroner akut pada penelitian ini lebih banyak yang tidak memiliki riwayat
diabetes melitus, yakni sebanyak 55,4% dari total pasien. hasil ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) yang mengkaji hubungan faktor risiko
mayor penyakit jantung koroner dengan skor pembuluh darah koroner dengan
hasil penelitian yakni, jumlah pasien dengan sindroma koroner akut yang
memiliki riwayat diabetes melitus lebih sedikit daripada yang memiliki riwayat
diabetes melitus, dengan proporsi sebesar 40,5%. Dan pada penelitian oleh Eva
dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada penderita sindrom koroner
akut menunjukkan hasil yang berbeda, bahwa hanya sebesar 17,5% pasien dengan
sindroma koroner akut dalam penelitiannya yang memiliki riwayat diabetes
melitus. Perbedaan ini mungkin karena adanya perbedaan sampel, waktu dan
tempat penelitian. Berdasarkan teori, individu dengan DM mudah terjadi penyakit
yang berhubungan dengan aterosklerosis, dan diyakini bahwa lebih dari dua
pertiga kematian pasien DM akibat penyakit arterial. Pada satu penelitian
(Helsinki policeman study) untuk setiap faktor risiko dan pada setiap tingkatan
risiko, angka kematian penyakit jantung koroner 3 kali lipat lebih tinggi pada
pasien DM daripada individu normal. Mekanisme yang mungkin adalah
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme lipid yang dapat meningkatkan
aterogenesis, dan advanced glycation end products (AGE) yang menggambarkan
metabolisme abnormal pada DM yang berdampak pada kerusakan endotel. 14
Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel pasien dengan sindroma
koroner akut pada penelitian ini lebih banyak yang tidak memiliki riwayat
hipertensi, yakni sebanyak 51,1% dari total pasien. Namun Hasil ini tidak sesuai
dengan penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) yang mengkaji hubungan faktor
risiko mayor penyakit jantung koroner dengan skor pembuluh darah koroner
dengan hasil penelitian yakni, jumlah pasien dengan sindroma koroner akut yang
memiliki riwayat hipertensi lebih banyak daripada yang tidak memiliki riwayat

Universitas Sumatra Utara

33

hipertensi, dengan proporsi sebesar 71,2%. Namun pada penelitian oleh Eva dkk.
(2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada penderita sindrom koroner akut
menunjukkan hasil sebaliknya, bahwa hanya sebesar 16% pasien dengan sindroma
koroner akut dalam penelitiannya yang memiliki riwayat hipertensi. Hal ini
disebabkan karena risiko terjadinya penyakit jantung koroner dua kali lipat pada
pasien hipertensi. beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu dengan
hipertensi memiliki banyak plak pada aorta dan arteri koronaria dibandingkan
individu dengan tekanan darah normal pada semua usia dan kedua jenis kelamin.
Kerusakan

endotelial

secara

langsung

akibat

kekuatan

tekanan

darah

dimungkinkan sebagai penyebabnya. 14
Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel pasien dengan sindroma
koroner akut pada penelitian ini lebih banyak yang memiliki riwayat merokok
yakni sebanyak 52,2% dari total pasien. Hasil ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya oleh Arief (2011) yang mendapatkan hasil sebanyak 42 pasien dari 72
pasien (58,3%) adalah perokok. 14
Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel pasien dengan sindroma
koroner akut pada penelitian ini yang memiliki riwayat keluarga sebanyak 35
pasien (38%) dan sebanyak 57 pasien (62%) yang tidak memiliki riwayat
keluarga. 15
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata kadar
kolesterol total sampel pasien penelitian ini adalah 202,99 mg/dL. Hasil ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) yang mengkaji hubungan faktor
risiko mayor penyakit jantung koroner dengan skor pembuluh darah koroner yang
menyimpulkan bahwa jumlah pasien yang mengalami dislipidemia lebih banyak
daripada yang tidak mengalami dislipidemia, yakni sebesar 60,46%. Namun hasil
ini kurang sesuai dengan penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran
profil lipid pada penderita sindrom koroner akut, yang mendapatkan hasil rata-rata
kolesterol total sampel pasiennya sebesar 199,55 mg/ dL, dan nilai ini masih
termasuk nilai optimal. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan
sampel, waktu, dan tempat penelitian. Selain itu pada penelitian ini semua sampel
yang diambil (kriteria inklusi) adalah sampel dengan nilai kolesterol total diatas

Universitas Sumatra Utara

34

nilai normal. Menurut teori, semakin tinggi level kolesterol dalam darah, semakin
besar risiko terjadinya PJK dan serangan jantung. Pada tahun 1976, Russel Ross
mengemukakan aterosklerosis bukan merupakan suatu proses degeneratif, tetapi
merupakan proses inflamasi kronik yang diikuti oleh suatu proses nekrosis di
dinding arteri. Hal inilah yang mendasari hipotesis response to injury yang
dikemukakan olehnya. Hipotesis ini menyatakan bahwa lesi aterosklerosis terjadi
sebagai

respons

platelet

karena

kerusakan

sel

endothel

oleh

hiperkolesterolemia.15,16
Pada penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata kadar trigliserida sampel
pasien penelitian ini adalah 173,79 mg/dL. Hasil ini sesuai dengan penelitian
sebelumnya oleh Erasta (2012) yang menyimpulkan bahwa jumlah pasien yang
mengalami dislipidemia lebih banyak daripada

yang tidak mengalami

dislipidemia, yakni sebesar 60,46%. Namun hasil ini kurang sesuai dengan
penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada
penderita sindrom koroner akut, yang mendapatkan hasil rata-rata trigliserida
sampel pasiennya sebesar 140,05 mg/ dL, dan nilai ini masih termasuk nilai
optimal. Peneliti Eva menyebutkan bahwa kadar trigliserida yang didapatkan pada
penderita SKA pada penelitian ini tidak menunjukkan peningkatan yang bermakna
mungkin disebabkan karena keterbatasan data pada penelitian ini, yaitu peneliti
tidak menelusuri lebih lanjut penderita yang telah mendapatkan terapi sehingga
berdampak pada penurunan kadar trigliserida pada responden. Peran peningkatan
konsentrasi trigliserida sebagai prediktor terhadap penyakit kardiovaskular masih
menjadi perdebatan. Konsentrasi trigliserida yang tinggi sering disertai dengan
konsentrasi kolesterol HDL yang rendah dan konsentrasi small dense LDL tinggi
sehingga

diperkirakan

pengaruh

hipertrigliseridemia

terhadap

risiko

kardiovaskular secara tidak langsung disebabkan oleh konsentrasi kolesterol HDL
rendah dan konsentrasi small dense LDL tinggi. 18
Pada penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata kadar kolesterol HDL
sampel pasien penelitian ini adalah 37,36 mg/dL. Hasil ini sesuai dengan
penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada
penderita sindrom koroner akut, yang mendapatkan hasil rata-rata kolesterol HDL

Universitas Sumatra Utara

35

sampel pasiennya sebesar 39,42 mg/ dL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi
memberi pengaruh yang baik bagi tubuh. HDL merupakan jenis kolesterol yang
bersifat baik atau menguntungkan; berfungsi mengangkut kolesterol yang berlebih
yang terdeposit didalam pembuluh darah maupun jaringan tubuh lainnya menuju
ke hati untuk di eliminasi melalui traktus gastrointestinal. Semakin tinggi kadar
HDL, maka akan semakin besar maka kapasitas untuk memindahkan kolesterol
dan mencegah terjadinya aterosklerosis. Beberapa faktor seperti faktor genetik,
diabetes melitus tipe 2, dan obat-obat tertentu dapat menurunkan kadar kolesterol
HDL, Merokok, obesitas, dan pola hidup yang buruk juga bisa mengakibatkan
penurunan kadar kolesterol HDL. 15
Pada penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata kadar kolesterol LDL
sampel pasien penelitian ini adalah 131,77 mg/dL. Hasil ini sesuai dengan
penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada
penderita sindrom koroner akut, yang mendapatkan hasil rata-rata kolesterol LDL
sampel pasiennya sebesar 131,47 mg/ dL. Kadar kolesterol LDL yang tinggi
sangat berbahaya. Peningkatan kolesterol LDL merupakan predisposisi terjadinya
aterosklerosis. LDL berperan dalam proses penimbunan kolesterol dalam
makrofag, sel otot polos dalam pembuluh darah sehingga bersifat aterogenik. LDL
sangat erat hubungan dengan kejadian SKA dimana patofisiologinya adalah
kerusakan pada lapisan endotel pembuluh darah koroner yang salah satu faktor
risikonya disebabkan oleh oksidasi dari LDL-C. Kematian sel endotel akibat
terjadinya oksidasi LDL ini menghasilkan respons inflamasi. Dimana respons dari
angiotensin II, yang menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek
protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Hal ini menghasilkan
respons protektif dimana akan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak
atherosklerotik, yang dipicu oleh inflamasi. Plak yang terjadi dapat menjadi tidak
stabil (vulnerable) dan mengalami ruptur sehingga terjadi SKA.

30

Terdapat bukti

kuat adanya hubungan antara kolesterol LDL dengan kejadian kardiovaskular
berdasarkan studi luaran klinis. Sehingga kolesterol LDL merupakan target utama
dalam tatalaksana dislipidemia. Besarnya reduksi risiko kardiovaskular sesuai
dengan besarnya penurunan kolesterol LDL. Setiap penurunan 1 mmo/L

Universitas Sumatra Utara

36

(40mg/dL) kolesterol LDL berhubungan dengan reduksi 22% mortalitas dan
morbiditas kardiovaskular.18
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat hubungan
yang sangat signifikan antara kadar kolesterol total dengan keparahan pembuluh
darah koroner sampel pasien pada penelitian ini, dengan nilai p = 0,853 (p 0,05).

35

Hal ini dapat

dijelaskan oleh fakta bahwa lesi yang lebih berpotensi tidak stabil dan rawan
pecah sering non-oklusif terhadap arteri koroner dan tidak dapat didiagnosis
dengan angiografi. Di sisi lain, lesi ini memiliki inti lipid besar dengan tandatanda peradangan aktif dan akumulasi makrofag di lokasi ruptur plak. 19
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara kadar trigliserida dengan keparahan pembuluh
darah koroner sampel pasien pada penelitian ini, dengan nilai p = 0,748 (p<
0,05).Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Penalva, dkk (2007)
yang meneliti tentang hubungan profil lipid dan keparahan penyakit aterosklerosis
pada sindrom koroner akut, yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara kadar trigliserida dengan keparahan penyakit aterosklerosis
pada sindrom koroner akut, dengan nilai p = 0,4 (p >0,05). Namun bukti baru
menunjukkan bahwa kenaikan ringan pada kadar trigliserida menyebabkan
peningkatan risiko kejadian koroner dan perkembangan penyakit arteri koroner,
serta pembentukan lesi yang baru.23 Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan
bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol HDL
dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel pasien pada penelitian ini,
dengan nilai p = 0,412 (p < 0,05).Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya
oleh Penalva, dkk (2007) yang meneliti tentang hubungan profil lipid dan
keparahan

penyakit

aterosklerosis

pada

sindrom

koroner

akut,

yang

menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar

Universitas Sumatra Utara

37

kolesterol HDL dengan keparahan penyakit aterosklerosis pada sindrom koroner
akut, dengan nilai p = 0,9 (p >0,05). Namun sebuah temuan oleh Libby, dkk.
(2002) memperkuat pentingnya pengukuran rasio kolesterol total / HDL sebagai
faktor risiko individu untuk sindrom koroner akut, serta indikator tingkat dan
beratnya penyakit, bahkan jika kadar kolesterol dianggap normal, dengan
demikian menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara kolesterol dan tingkat
HDL memainkan peran yang lebih penting dalam patofisiologi aterogenesis. Hal
ini penting untuk mempertimbangkan bahwa fungsi atheroprotective HDL tidak
terbatas untuk membalikkan transportasi kolesterol, tetapi juga dapat mengangkut
enzim antioksidan, memecah fraksi lipid teroksidasi. Perlu dicatat bahwa 38,8%
dari populasi kita memiliki HDL < 40mg/dL, dan hanya 21,5% yang dianggap
atheroprotective.

Berdasarkan

teori

rendahnya

konsentrasi

high-density

lipoprotein (HDL-C) telah menunjukkan sebagai salah satu faktor risiko
independen terkuat untuk penyakit aterosklerosis koroner. 18
Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol LDL dengan keparahan
pembuluh darah koroner sampel pasien pada penelitian ini, dengan nilai p = 0,296
(p < 0,05). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Penalva, dkk
(2007) yang meneliti tentang hubungan profil lipid dan keparahan penyakit
aterosklerosis pada sindrom koroner akut, yang

menyimpulkan bahwa tidak

terdapat hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol LDL dengan keparahan
penyakit aterosklerosis pada sindrom koroner akut, dengan nilai p = 0,1 (p >0,05).
Namun beberapa studi setuju bahwa tingginya konsentrasi low-density lipoprotein
(LDL-C) dalam plasma secara langsung berkorelasi dengan perkembangan
penyakit arteri koroner, dan semakin meningkatnya jumlah pembuluh darah yang
mengalami obstruksi. 18

Universitas Sumatra Utara

38

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol total kadar
trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL dengan keparahan pembuluh
darah koroner pada pasien SKA
2. Faktor risiko DM, merokok, dan Usia memiliki jumlah tertinggi pada kejadian
ACS
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat pada penelitian ini, maka peneliti
menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :
1. Diharapkan

adanya

penelitian-penelitian

lebih

lanjut

yang

mengkaji

tentang hubungan profil lipid dengan keparahan pembuluh darah koroner
secara lebih detail, mengingat masih kurangnya penelitian ini di Indonesia.
2. Karena dari penelitian ini terdapat bukti bahwa tingginya kadar kolesterol total
berhubungan dengan keparahan pembuluh darah koroner, maka diharapkan
kepada pasien dan pembaca agar dapat menerapkan tindakan pencegahan pola
hidup yang sehat sejak dini.
3. Bagi instalasi rekam medik agar memberikan dokumentasi data perjalanan
penyakit lebih lengkap dan terstruktur agar proses penelitian kedepannya berjalan
dengan baik.

Universitas Sumatra Utara