Hubungan Profil Lipid dengan Keparahan Pembuluh Darah Koroner pada Pasien dengan Sindroma Koroner Akut di RSUP Haji Adam Malik Medan pada Tahun 2016

(1)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Abidah Harahap

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat / Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari 1996 Warga Negara : Indonesia

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Pembinaan Gg. Amal No. 4 Bandar Setia Medan 20222

Nomor Handphone : 081362152715

Email : Abidah_ harahap@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

1. Taman Kanak-Kanak Fathimaturridha Medan 2000-2001 2. Madrasah Ibtidaiyah Negeri Medan 2001-2007 3. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Dramaga Bogor 2007-2010

4. Madrasah Aliyah Negeri 1 Medan 2010-2013


(2)

Riwayat Organisasi :

1. Anggota Divisi Diklit MB PERMAKED FK USU 2014

2. Anggota Divisi Adm Kesek Pekan Taaruf PHBI FK USU 2015

3. Anggota Divisi Adm Kesek PM PERMAKED FK USU 2015 - Sekarang 4. Anggota Divisi KKI Foskami PHBI FK USU 2016

Riwayat Kepanitiaan, Pelatihan, Perlombaan, Seminar, dan Simposium : 1. Seminar Manajemen Mahasiswa Baru “ Be Excellent, Be A 7 Star

Doctor”( 2013)

2. Seminar Pekan Ilmiah Mahasiswa ( PIM ) FK USU ( 2013 ) 3. Pekan Ta’aruf PHBI FK USU ( 2014)

4. Seminar Pelatihan “ Balut Bidai” TBM FK USU ( 2014 ) 5. PHBI Goes to school “ Khitanan Massal ( 2014)

6. Seminar “Basic Surgical Skills (BSS )” TBM FK USU ( 2014 ) 7. Pubdok MHD FK USU (2014)

8. Seminar dan Workshop “ Basic Life Support ( BLS ) and Advance Cardiopulmonary Resuscitation ( A- CPR)” TBM FK USU ( 2015)


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

LAMPIRAN 5


(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

LAMPIRAN 6

Output SPSS Hasil Penelitian

1. Data Karakteristik Pasien

Kelompok Usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 40-60 58 63 63 63

>60 34 37 37 100.0

Total 92 100.0 100.0

RiwayatDM

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 41 44,6 44,6 44,6

Tidak 51 55,4 55,4 100.0

Total 92 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Lk 73 79,3 79,3 79,3

Pr 19 20,7 20,7 100.0


(13)

Riwayat Hipertensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 45 48,9 48,9 48,9

Tidak 47 51,1 51,1 100.0

Total 92 100.0 100.0

RiwayatMerokok

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 48 52,2 52,2 52,2

Tidak 44 47,8 47,8 100.0

Total 92 100.0 100.0

2. Data Laboratorium Pasien

Statistics

Kolesterol total

N Valid 92

Missing 0

Mean 202,99

Std. Deviation 55,705

Minimum 201

Maximum 298

Riwayat Keluarga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent Valid Ya

35 38 38 38

Tidak

57 62 62 100.0

Total

92 100.0 100.0

Statistics

Trigliserida

N Valid 92

Missing 0

Mean 173,79

Std. Deviation 55,910

Minimum 121


(14)

3. HASIL T – TEST

Report Kolesterol total

Keparahan Pembuluh Darah

Koroner Mean N Std. Deviation

1 Pembuluh Darah 204,87 23 63,207

2 dan 3 Pembuluh Darah 202,36 69 53,464

Independent Samples Test t-test for Equality of Means

t Df Sig. (2-tailed)

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Kolesterol total Equal

variances assumed

.186 90 .853 -24.281 29.295

Equal variances not assumed

.171 33.135 .865 -27.329 32.343

High Density Lipoprotein

N Valid 92

Missing 0

Mean 37,36

Std. Deviation 8,092

Minimum 41

Maximum 63

N Valid 92

Missing 0

Mean 131,77

Std. Deviation 49,170

Minimum 52


(15)

Report Trigliserida

Keparahan Pembuluh Darah

Koroner Mean N Std. Deviation

1 Pembuluh Darah 170,52 23 64,174

2 dan 3 Pembuluh Darah 174,88 69 53,348

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

t Df Sig. (2-tailed)

95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Trigliserida Equal

variances assumed

-.322 90 .748 -31.239 22.514

Equal variances not assumed

-.294 32.741 .771 -34.569 25.844

Report

High Density Lipoprotein

Keparahan Pembuluh Darah

Koroner Mean N Std. Deviation

1 Pembuluh Darah 38,57 23 9,669


(16)

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

t Df Sig. (2-tailed)

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper High Density Lipoprotein Equal variances assumed

.824 90 .412 -2.269 5.486

Equal variances not assumed

.726 31.292 .473 -2.909 6.126

Report Low Density Lipoprotein

Keparahan Pembuluh Darah

Koroner Mean N Std. Deviation

1 Pembuluh Darah 122,43 23 37,051

2 dan 3 Pembuluh Darah 134,88 69 52,459

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

t Df Sig. (2-tailed)

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper Low Density

Lipoprotein

Equal variances assumed

-1.052 90 .296 -35.955 11.057

Equal variances not assumed


(17)

4. UJI NORMALITAS

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

Kolesterol total

.137 38 .070 .902 38 .003

Trigliserida

.289 38 .000 .757 38 .000

High Density Lipoprotein

.086 38 .200* .982 38 .777

Low Density Lipoprotein

.206 38 .000 .837 38 .000

*. This is a lower bound of the true significance. a. Lillie


(18)

LAMPIRAN 7

Jadwal Penelitian dengan judul penelitian: Hubungan Profil Lipid Dengan Keparahan Pembuluh Darah Koroner pada Pasien dengan Sindroma Koroner Akut di RSUP Haji Adam Malik pada Januari - Juni 2016

No Kegiatan

Bulan Maret

2016

April 2016

Mei 2016

Juni 2016

Agustus – September

2016

Oktober – Desember

2016 1 Pengajuan Judul

2 Studi

kepustakaan 3 Survei Awal 4 Pegumpulan

Data

5 Pengolahan dan Analisis Data

6 Laporan Hasil Penelitian


(19)

DAFTAR PUSTAKA

1. Setianto BY, Astuti I, Irawan B, Mubarika S. Relationship LDL, HDL, and

Trigliserida of Elevation Myocardial Infarction (STEMI) and Non ST-Elevation Acute Coronary Syndrome (NSTEACS). Jurnal Kardiologi.

Indonesia, 2011. h: 32-45.

2. World Health Organization. Deaths from Coronary Heart Disease. Diunduh dari: http://www.who.int/mediacentre/ factsheets/ fs310/en/ index.html. 3. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013. Pedoman Pewawancara Petugas

Pengumpul Data. Jakarta: Badan Litbangkes, Depkes RI, 2013

4. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Pencegahan Penyakit Kardiovaskular Pada Perempuan. Diunduh dari : http://www.inaheart.org/upload/file/Women_Guideline-Fix(5).pdf [04 Mei 2016]

5. Bender J, Russel K, Rosenfeld E, Chaundry S, Oxford American Handbook Cardiology. New York : Oxford. 2011. h : 256- 60.

6. Kroll, K; Bukowski, TR; Schwartz, LM; Knoepfler, D and Bassingthwaighte, JB Capillary endothelial transport Lipoprotein ”, American Journal of physiology.2007. h: 420- 31.

7. Achar S, Kundu S, Norcross W. Diagnosis of acute coronary syndrome. Am Fam Physician.2005. h : 119-26.

8. Packard RRS, Libby P. Inflammation in atherosclerosis: from vascular biology to biomarker discovery and risk prediction. Clinical Chemistry,2008. h : 2024-38

9. Ismail D. Patofisiologi Sindroma Koroner Akut. Dalam : Bawazier LA, Alwi I, Syam AF dkk. penyunting. Prosiding Simposium Pendekatan Holistik Penyakit Kardiovaskuler. Jakarta : Pusat Informasi dan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UI;2001.h:22-31.

10. Kumar A, Cannon P. Acute Coronary Syndromes: Diagnosis and Management, Part I Mayo Clin Proc.2009. h : 917-93.

11. Lily Leonard S. Acute Coronaryn Syndrome of Heart Discase 4th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.2009.h : 70-90.

12. Hicks KA, Hung HMJ, Mahaffey KW, Mehran R, Nissen SE, Stockbridge NL, Targum SL,Temple R. Standardized defininitions for NCEP in cardiovascular trials. 2010; 20:1-37.

13. Fernandez ML, Webb D. the LDL Cholesterol Ratio as a Valuable Toll to Evaluate Coronary Heart Discase. Jurnal of The American Collage Nutrition, 008. Vol. 27 No.1 p:1-5.

14. Erasta A.R., Hubungan Faktor Risiko Mayor Penyakit Jantung Koroner Dengan Skor Pembuluh Darah Koroner Dari Hasil Angiografi Koroner Di Rsup Dr. Kariadi Semarang. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. 2012: 415-22

15. Faridah, E.N, Pangemanan J.A, Rampengan S.H, Gambaran Profil Lipid Pada Penderita Sindrom Koroner Akut Di Rsup. Prof. Dr. R. D. Kandou


(20)

Periode Januari. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado September 2015: 128-32

16. Erwinanto, Santoso A, Putranto JNE, Tedjasukmana P, Suryawan R, Rifqi S, dkk. Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Edisi ke-I. 2013:2-14.

17. Zulkarnain H. Hubungan antara Kadar Serum Asam Urat dan Kejadian Klinis Kardiovaskular pada Pasien Sindroma Koroner Akut di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015: 113-16

18. Penalva et al Lipid Profile and Severity of Acute Coronary Disease. Desember 2007: 119-205

19. Ross R. Atherosclerosis: an inflammatory disease. N Engl J Med. 2003; 340: 115-23


(21)

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori

Gambar 3.1. Kerangka Teori Penelitian

FATTY STREAK

(sel endotel yang dilapisi

oleh lemak ini akan berwarna kekuningan dan fibrosis yang minimal)

PERKEMBANGAN LESI

ATEROMA

( Hilangnya jaringan endotelial adanya peregangan dari sel –sel yang mengalami gangguan fungsi pada deformasi dinding arteri atau karena toksin oleh sel busa)

PLAK FIBROSA

(plak yang fibrous ini mulai keputihan dan lebih tebal akibatnya mengalami

penyumbatan parsial dari arteri koronaria).

ATEROSKLEROSIS

( Penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam arteri koronaria ,secara progresif mempersempit lumen pembuluh darah

terjadinya resistensi alirah darah)

FAKTOR RISIKO :

- Kolesterol total ↑ - Trigeliserida - LDL ↑

- HDL ↓

SINDROMA KORONER AKUT

SEL FOAM

( Lapisan mengalami

deformasi pada dinding arteri karena toksin oleh sel busa sehingga terjadi lesi)


(22)

3.2 Kerangka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian, maka kerangka konsep dari penelitian ini adalah :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

3.3 Hipotesis

Terdapat Hubungan antara nilai profil lipid terhadap keparahan pembuluh darah koroner pada pasien sindroma koroner akut (SKA ).

Keparahan Pembuluh Darah Koroner

Profil lipid

- Kolesterol total - Trigliserida - LDL - HDL


(23)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain retrospective study. Dalam penelitian ini dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder yaitu melihat rekam medis pasien SKA.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Pengambilan Data

Waktu pengambilan dan pengumpulan data oleh peneliti dilakukan pada Oktober - November 2016. Data yang diambil merupakan data rekam medis pada Tahun 2016.

4.2.2 Tempat Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Rumah sakit ini dipilih karena merupakan rumah sakit tipe A dan menjadi rumah sakit rujukan utama untuk wilayah Sumatera Utara dan sekitarnya. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dan tersedia data penderita SKA.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh pasien dengan diagnosis SKA yang dirawat di unit Rawat kardiovaskular Rumah Sakit Haji Adam Malik selama periode tahun 2016.


(24)

4.3.2 Sampel Penelitian

Metode pengambilan sampel menggunakan metode total sampling, dimana sampel yang digunakan dalam penelitian ini dalah semua populasi yang sesuai dengan kriteria inklusi.

1. Kriteria Inklusi:

1.) Seluruh pasien SKA yang tercatat dalam rekam medik Tahun 2016. 2.) Sudah melakukan Angiografi koroner.

2. Kriteria Eksklusi:

1) Pasien yang tidak memenuhi kriteria variabel yang akan diteliti dan tidak melakukan Angiografi koroner

2) Data rekam medis yang tidak lengkap.

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Dari data sekunder tersebut kemudian dilakukan pencatatan nilai Profil Lipid yang terdiri dari kolesterol total, trigliserida, HDL dan LDL dan keparahan pembuluh darah koroner yang dimiliki oleh masing-masing pasien yang SKA.

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data penelitian menggunakan SPSS, yaitu melakukan pemeriksaan seluruh data yang terkumpul (editing), memberi angka-angka atau kode-kode tertentu terhadap data yang terkumpul (coding), memasukkan data yang terkumpul untuk masing-masing variabel sehingga menjadi suatu dasar (entry). Data yang telah diolah dan dianalisis akan disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan penjelasan tabel dan disusun dan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian.


(25)

4.6 Definisi Operasional

Pada penelitian ini digunakan definisi Operasional sebagai berikut : 1. Pasien SKA

Definisi : Penderita Sindroma Koroner Akut Cara Ukur : Membaca hasil rekam medis Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Pengukur : Jumlah pasien SKA Skala ukur : Nominal

- Infark miokard dengan elevasi segmen ST - Infark miokard tanpa elevasi segmen ST - Angina pektoris tidak stabil

2. Nilai Kolesterol total

Definisi : hitungan total dari semua jenis kolesterol dalam darah, senyawa lemak yang diproduksi di hati yang biasanya ditemukan dalam darah. Peningkatannya sebagai faktor risiko penyakit jantung, salah satu petanda akan meningkat kadarnya dalam darah jika terjadi angina pektoris tidak stabil.

Cara Ukur : Membaca hasil rekam medis Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Pengukur : mg/dl Skala ukur : Ratio

- Kadar Kolesterol Total normal adalah < 200 mg/dl - Kadar Kolesterol Total tidak normal adalah ≥ 200 mg/dl 3. Nilai Trigliserida

Definisi : Senyawa yang terdiri dari tiga molekul asam lemak yang teresterifikasi menjadi gliserol alkohol (gliserida). Kadar trigliserida tidak memberikan informasi klinis yang berarti mengenai risiko penyakit jantung koroner (PJK)


(26)

berarti mengenai risiko penyakit jantung koroner (PJK) di luar yang diakibatkan oleh kadar kolesterol HDL dan LDL.

Cara Ukur : Membaca hasil rekam medis Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Pengukur : mg/dl Skala ukur : Ratio

- Kadar Trigliserida normal adalah < 150 mg/dl - Kadar Trigliserida tidak normal adalah ≥ 150 mg/dl 4. Kadar HDL

Definisi : High Density Lipoprotein (HDL) adalah protein dalam plasmadarah yang memperbaiki kerusakan dan mengurangi kolesterol dari tubuh. HDL mengangkut kolesterol dari jaringan tubuh ke hati untuk dibuang (dalam empedu). Oleh karena itu, HDL dianggap kolesterol “baik”. Semakin tinggi kadar kolesterol HDL, semakin rendah risiko penyakit arteri koroner. salah satu petanda akan meningkat kadarnya dalam darah jika terjadi NSTEMI.

Cara Ukur : Membaca hasil rekam medis Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Pengukur : mg/ dl Skala ukur : Ratio

- Kadar HDL normal adalah > 60 mg/ dl - Kadar HDL tidak normal adalah < 60 mg/dl


(27)

5. Kadar LDL

Definisi : Low Density Lipoprotein (LDL) disebut sebagai “kolesterol buruk”, merupakan jenis lipoprotein yang terlibat dalam pengangkutan kolesterol dari hati ke seluruh tubuh kita. Tingginya kadar LDL dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, salah satu petanda akan meningkat kadarnya dalam darah jika terjadi angina pektoris tidak stabil (APTS).

Cara Ukur : Membaca hasil rekam medis Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Pengukur : mg/dl Skala ukur : Ratio

- Kadar LDL normal adalah < 100 mg/ dl - Kadar LDL tidak normal adalah ≥ 100 mg/dl 6. Keparahan Pembuluh Darah koroner

Definisi : Jumlah pembuluh darah yang terkena pada pemeriksaan Angiografi.

Cara Ukur : Membaca hasil rekam medis Alat Ukur : Rekam medis

Hasil Pengukur : Jumlah pembuluh darah terkena Skala ukur : Ordinal


(28)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi dan sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit tipe A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990 yang memiliki fasilitas yang lengkap, dokter-dokter spesialis dan tenaga kesehatan yang terampil. Disamping itu, rumah sakit ini adalah rumah sakit rujukan untuk wilayah pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau.

Adapun tempat peneliti mengambil sampel penelitian adalah Bagian Pengolahan Data dan Rekam Medis yang berlokasi di lantai 1 RSUP Haji Adam Malik Medan. Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai bulan November 2016. Perhitungan besar sampel menggunakan total sampling dan jumlah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini berjumlah 92 orang dengan Sindroma Koroner Akut yang diperiksa pada data rekam medik.

5.1.2 Karakteristik Sampel

Distribusi sampel pasien penelitian ini berdasarkan karakteristik pasien dapat dilihat pada tabel dibawah ini :


(29)

Tabel 5.1 Karakteristik Sampel

Karakteristik n (%)

Laki-laki 73 (79,3%)

Perempuan 19 (20,7%)

Usia

< 40 tahun 0 (0%)

40-60 tahun 58 (63%)

> 60 tahun 34 (37%)

Riwayat Diabetes Melitus 41 (44,6%)

Riwayat Hipertensi 45 (48,9%)

Riwayat Merokok 48 (52,2%)

Riwayat Keluarga 35 (38%)

Dari hasil data rekam medik pada tahun 2016 terdapat 73 orang pasien laki-laki (79,3%) dan 19 orang pasien perempuan (20,7%). Tidak terdapat usia pasien <40 tahun, usia pasien 40-60 tahun sebanyak 58 pasien (63%) dan >60 sebanyak 34 pasien (37%). Dari seluruh pasien, sebanyak 41 pasien (44,6%) yang memiliki riwayat diabetes melitus dan 51 pasien (55,4%) yang tidak memiliki riwayat diabetes melitus. Dari seluruh pasien, sebanyak 46 pasien (57,9%) yang memiliki riwayat hipertensi dan sebanyak 46 pasien (57,9%) yang tidak memiliki riwayat hipertensi. Dari seluruh pasien, sebanyak 48 pasien (52,2%) yang memiliki riwayat merokok dan 44 pasien (47,8%) yang tidak memiliki riwayat merokok. Dari seluruh pasien, sebanyak 35 pasien (38%) yang memiliki riwayat keluarga dan 57 pasien (62%) yang tidak memiliki riwayat keluarga.


(30)

5.1.3 Rata-Rata Nilai Kadar Kolesterol total , Kadar Trigliserida, Kadar Kolesterol HDL, Kadar Kolesterol LDL pada Sampel Penelitian Tabel 5.2. Rata-Rata Kolesterol total ,Trigliserida, Kolesterol HDL, Kolesterol LDL pada Sampel Penelitian

Variabel Mean ± SD

Kadar Kolesterol total (mg/dL) 202,99 ± 55,705

Kadar Trigliserida (mg/dL) 173,79 ± 55,910

Kadar Kolesterol HDL (mg/dL) 37,36 ± 8,092

Kadar Kolesterol LDL (mg/dL) 131,77 ± 49,170

Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa rata-rata kadar kolesterol total pasien adalah 202,99 mg/dL, rata-rata kadar trigliserida pasien adalah 173,79 mg/dL, rata-rata kadar kolesterol HDL pasien adalah 37,36 mg/dL, dan rata-rata kadar kolesterol LDL pasien adalah 131,77 mg/dL.

5.1.4 Hasil Analisis Statistik

Data penelitian ini dianalisa secara statistik dengan menggunakan uji t tidak berpasangan untuk melihat hubungan kadar kolesterol total, kadar trigliserida, kadar kolesterol HDL, dan kolesterol LDL dengan keparahan pembuluh darah koroner pasien SKA pada penelitian ini dapat dilihat tabel di bawah ini :


(31)

Tabel 5.3 Hubungan Profil Lipid dengan keparahan pembuluh darah koroner

Keparahan Pembuluh Darah Koroner

1 2 dan 3 Nilai p Kadar Kolesterol

Total 204,87± 63,207 202,36 ± 53,464 0,853 Kadar

Trigliserida 170,52 ± 64,174 174,88 ± 53,348 0,748

Kadar HDL 38,57 ± 9,699 36,96 ±7,519 0,412

Kadar LDL 122,43 ± 37,051 134,88 ± 52,459 0,296

Dari tabel 5.3 yang menilai hubungan antara kadar kolesterol total dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel diperoleh nilai p = 0,853 (p <0,05). Analisa statistik yang menilai hubungan antara kadar trigliserida dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel pasien diperoleh nilai p = 0,748 (p >0,05). Analisa statistik yang menilai hubungan antara kadar kolesterol HDL dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel diperoleh nilai p = 0,412 (p >0,05. Analisa statistik yang menilai hubungan antara kadar kolesterol LDL dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel diperoleh nilai p = 0,296.


(32)

5.2 Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan data sekunder rekam medis di RSUP H. Adam Malik, Medan pada tahun 2016, diperoleh data mengenai profil lipid dari sindroma koroner akut. Data-data tersebut akan digunakan sebagai dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini dan dijabarkan sebagai berikut.

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa sampel pasien pada penelitian ini lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki daripada perempuan, dimana jumlah pasien laki-laki sebanyak 73 pasien (79,3%) dan perempuan 19 (20,7%) Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) dengan hasil penelitian yaitu, jumlah pasien pria yang didapatkan sebanyak 122 orang (79,7%) dan pasien wanita sebanyak 31 orang (20,3%). Dan hasil penelitian serupa juga diapatkan oleh Eva dkk. (2015), menyimpulkan bahwa jumlah pasien berjenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan, dengan persentase masing-masing sebanyak 53% untuk pasien laki-laki dan 27% untuk pasien perempuan. 14

Pada penelitian ini diperoleh bahwa jumlah sampel pasien pada penelitian ini terbanyak adalah pada rentang usia 40-60 tahun, yakni sebanyak 58 pasien (63%). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) yang mengkaji hubungan faktor risiko mayor penyakit jantung koroner dengan skor pembuluh darah koroner dengan hasil penelitian yakni, jumlah umur yang berisiko terbanyak pada pria berusia >45 tahun dan pada wanita berusia >55 tahun (88,9%). Selain itu, pada penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada penderita sindrom koroner akut juga menunjukkan prevalensi tertinggi usia pasien dengan sindroma koroner akut adalah pada usia 55-65 tahun. Hal ini disebabkan karena perubahan usia adalah salah satu faktor risiko kuat untuk penyakit sindrom koroner akut (SKA) tetapi faktor risiko lainnya dan kondisi komorbid juga memiliki pengaruh yang sangat besar, dimana perubahan


(33)

gaya hidup juga mempengaruhi tingkat kejadian sindrom koroner akut pada usia yang semakin tua.15

Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel pasien dengan sindrom koroner akut pada penelitian ini lebih banyak yang tidak memiliki riwayat diabetes melitus, yakni sebanyak 55,4% dari total pasien. hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) yang mengkaji hubungan faktor risiko mayor penyakit jantung koroner dengan skor pembuluh darah koroner dengan hasil penelitian yakni, jumlah pasien dengan sindroma koroner akut yang memiliki riwayat diabetes melitus lebih sedikit daripada yang memiliki riwayat diabetes melitus, dengan proporsi sebesar 40,5%. Dan pada penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada penderita sindrom koroner akut menunjukkan hasil yang berbeda, bahwa hanya sebesar 17,5% pasien dengan sindroma koroner akut dalam penelitiannya yang memiliki riwayat diabetes melitus. Perbedaan ini mungkin karena adanya perbedaan sampel, waktu dan tempat penelitian. Berdasarkan teori, individu dengan DM mudah terjadi penyakit yang berhubungan dengan aterosklerosis, dan diyakini bahwa lebih dari dua pertiga kematian pasien DM akibat penyakit arterial. Pada satu penelitian (Helsinki policeman study) untuk setiap faktor risiko dan pada setiap tingkatan risiko, angka kematian penyakit jantung koroner 3 kali lipat lebih tinggi pada pasien DM daripada individu normal. Mekanisme yang mungkin adalah berhubungan dengan abnormalitas metabolisme lipid yang dapat meningkatkan aterogenesis, dan advanced glycation end products (AGE) yang menggambarkan metabolisme abnormal pada DM yang berdampak pada kerusakan endotel. 14

Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel pasien dengan sindroma koroner akut pada penelitian ini lebih banyak yang tidak memiliki riwayat hipertensi, yakni sebanyak 51,1% dari total pasien. Namun Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) yang mengkaji hubungan faktor risiko mayor penyakit jantung koroner dengan skor pembuluh darah koroner dengan hasil penelitian yakni, jumlah pasien dengan sindroma koroner akut yang memiliki riwayat hipertensi lebih banyak daripada yang tidak memiliki riwayat


(34)

hipertensi, dengan proporsi sebesar 71,2%. Namun pada penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada penderita sindrom koroner akut menunjukkan hasil sebaliknya, bahwa hanya sebesar 16% pasien dengan sindroma koroner akut dalam penelitiannya yang memiliki riwayat hipertensi. Hal ini disebabkan karena risiko terjadinya penyakit jantung koroner dua kali lipat pada pasien hipertensi. beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu dengan hipertensi memiliki banyak plak pada aorta dan arteri koronaria dibandingkan individu dengan tekanan darah normal pada semua usia dan kedua jenis kelamin. Kerusakan endotelial secara langsung akibat kekuatan tekanan darah dimungkinkan sebagai penyebabnya. 14

Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel pasien dengan sindroma koroner akut pada penelitian ini lebih banyak yang memiliki riwayat merokok yakni sebanyak 52,2% dari total pasien. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Arief (2011) yang mendapatkan hasil sebanyak 42 pasien dari 72 pasien (58,3%) adalah perokok. 14

Pada penelitian ini diperoleh bahwa sampel pasien dengan sindroma koroner akut pada penelitian ini yang memiliki riwayat keluarga sebanyak 35 pasien (38%) dan sebanyak 57 pasien (62%) yang tidak memiliki riwayat keluarga. 15

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata kadar kolesterol total sampel pasien penelitian ini adalah 202,99 mg/dL. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) yang mengkaji hubungan faktor risiko mayor penyakit jantung koroner dengan skor pembuluh darah koroner yang menyimpulkan bahwa jumlah pasien yang mengalami dislipidemia lebih banyak daripada yang tidak mengalami dislipidemia, yakni sebesar 60,46%. Namun hasil ini kurang sesuai dengan penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada penderita sindrom koroner akut, yang mendapatkan hasil rata-rata kolesterol total sampel pasiennya sebesar 199,55 mg/ dL, dan nilai ini masih termasuk nilai optimal. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh perbedaan sampel, waktu, dan tempat penelitian. Selain itu pada penelitian ini semua sampel yang diambil (kriteria inklusi) adalah sampel dengan nilai kolesterol total diatas


(35)

nilai normal. Menurut teori, semakin tinggi level kolesterol dalam darah, semakin besar risiko terjadinya PJK dan serangan jantung. Pada tahun 1976, Russel Ross mengemukakan aterosklerosis bukan merupakan suatu proses degeneratif, tetapi merupakan proses inflamasi kronik yang diikuti oleh suatu proses nekrosis di dinding arteri. Hal inilah yang mendasari hipotesis response to injury yang dikemukakan olehnya. Hipotesis ini menyatakan bahwa lesi aterosklerosis terjadi sebagai respons platelet karena kerusakan sel endothel oleh hiperkolesterolemia.15,16

Pada penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata kadar trigliserida sampel pasien penelitian ini adalah 173,79 mg/dL. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Erasta (2012) yang menyimpulkan bahwa jumlah pasien yang mengalami dislipidemia lebih banyak daripada yang tidak mengalami dislipidemia, yakni sebesar 60,46%. Namun hasil ini kurang sesuai dengan penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada penderita sindrom koroner akut, yang mendapatkan hasil rata-rata trigliserida sampel pasiennya sebesar 140,05 mg/ dL, dan nilai ini masih termasuk nilai optimal. Peneliti Eva menyebutkan bahwa kadar trigliserida yang didapatkan pada penderita SKA pada penelitian ini tidak menunjukkan peningkatan yang bermakna mungkin disebabkan karena keterbatasan data pada penelitian ini, yaitu peneliti tidak menelusuri lebih lanjut penderita yang telah mendapatkan terapi sehingga berdampak pada penurunan kadar trigliserida pada responden. Peran peningkatan konsentrasi trigliserida sebagai prediktor terhadap penyakit kardiovaskular masih menjadi perdebatan. Konsentrasi trigliserida yang tinggi sering disertai dengan konsentrasi kolesterol HDL yang rendah dan konsentrasi small dense LDL tinggi sehingga diperkirakan pengaruh hipertrigliseridemia terhadap risiko kardiovaskular secara tidak langsung disebabkan oleh konsentrasi kolesterol HDL rendah dan konsentrasi small dense LDL tinggi. 18

Pada penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata kadar kolesterol HDL sampel pasien penelitian ini adalah 37,36 mg/dL. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada penderita sindrom koroner akut, yang mendapatkan hasil rata-rata kolesterol HDL


(36)

sampel pasiennya sebesar 39,42 mg/ dL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi memberi pengaruh yang baik bagi tubuh. HDL merupakan jenis kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan; berfungsi mengangkut kolesterol yang berlebih yang terdeposit didalam pembuluh darah maupun jaringan tubuh lainnya menuju ke hati untuk di eliminasi melalui traktus gastrointestinal. Semakin tinggi kadar HDL, maka akan semakin besar maka kapasitas untuk memindahkan kolesterol dan mencegah terjadinya aterosklerosis. Beberapa faktor seperti faktor genetik, diabetes melitus tipe 2, dan obat-obat tertentu dapat menurunkan kadar kolesterol HDL, Merokok, obesitas, dan pola hidup yang buruk juga bisa mengakibatkan penurunan kadar kolesterol HDL. 15

Pada penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata kadar kolesterol LDL sampel pasien penelitian ini adalah 131,77 mg/dL. Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Eva dkk. (2015) yang meneliti gambaran profil lipid pada penderita sindrom koroner akut, yang mendapatkan hasil rata-rata kolesterol LDL sampel pasiennya sebesar 131,47 mg/ dL. Kadar kolesterol LDL yang tinggi sangat berbahaya. Peningkatan kolesterol LDL merupakan predisposisi terjadinya aterosklerosis. LDL berperan dalam proses penimbunan kolesterol dalam makrofag, sel otot polos dalam pembuluh darah sehingga bersifat aterogenik. LDL sangat erat hubungan dengan kejadian SKA dimana patofisiologinya adalah kerusakan pada lapisan endotel pembuluh darah koroner yang salah satu faktor risikonya disebabkan oleh oksidasi dari LDL-C. Kematian sel endotel akibat terjadinya oksidasi LDL ini menghasilkan respons inflamasi. Dimana respons dari angiotensin II, yang menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek protrombik dengan melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Hal ini menghasilkan respons protektif dimana akan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerotik, yang dipicu oleh inflamasi. Plak yang terjadi dapat menjadi tidak stabil (vulnerable) dan mengalami ruptur sehingga terjadi SKA. 30 Terdapat bukti kuat adanya hubungan antara kolesterol LDL dengan kejadian kardiovaskular berdasarkan studi luaran klinis. Sehingga kolesterol LDL merupakan target utama dalam tatalaksana dislipidemia. Besarnya reduksi risiko kardiovaskular sesuai dengan besarnya penurunan kolesterol LDL. Setiap penurunan 1 mmo/L


(37)

(40mg/dL) kolesterol LDL berhubungan dengan reduksi 22% mortalitas dan morbiditas kardiovaskular.18

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara kadar kolesterol total dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel pasien pada penelitian ini, dengan nilai p = 0,853 (p <0,05).. Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Penalva, dkk (2007) yang meneliti tentang hubungan profil lipid dan keparahan penyakit aterosklerosis pada sindrom koroner akut, yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol total dengan keparahan penyakit aterosklerosis pada sindrom koroner akut, dengan nilai p = 0,1 (p>0,05). 35 Hal ini dapat dijelaskan oleh fakta bahwa lesi yang lebih berpotensi tidak stabil dan rawan pecah sering non-oklusif terhadap arteri koroner dan tidak dapat didiagnosis dengan angiografi. Di sisi lain, lesi ini memiliki inti lipid besar dengan tanda-tanda peradangan aktif dan akumulasi makrofag di lokasi ruptur plak. 19

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar trigliserida dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel pasien pada penelitian ini, dengan nilai p = 0,748 (p< 0,05).Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Penalva, dkk (2007) yang meneliti tentang hubungan profil lipid dan keparahan penyakit aterosklerosis pada sindrom koroner akut, yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar trigliserida dengan keparahan penyakit aterosklerosis pada sindrom koroner akut, dengan nilai p = 0,4 (p >0,05). Namun bukti baru menunjukkan bahwa kenaikan ringan pada kadar trigliserida menyebabkan peningkatan risiko kejadian koroner dan perkembangan penyakit arteri koroner, serta pembentukan lesi yang baru.23 Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol HDL dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel pasien pada penelitian ini, dengan nilai p = 0,412 (p < 0,05).Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Penalva, dkk (2007) yang meneliti tentang hubungan profil lipid dan keparahan penyakit aterosklerosis pada sindrom koroner akut, yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar


(38)

kolesterol HDL dengan keparahan penyakit aterosklerosis pada sindrom koroner akut, dengan nilai p = 0,9 (p >0,05). Namun sebuah temuan oleh Libby, dkk. (2002) memperkuat pentingnya pengukuran rasio kolesterol total / HDL sebagai faktor risiko individu untuk sindrom koroner akut, serta indikator tingkat dan beratnya penyakit, bahkan jika kadar kolesterol dianggap normal, dengan demikian menunjukkan bahwa ketidakseimbangan antara kolesterol dan tingkat HDL memainkan peran yang lebih penting dalam patofisiologi aterogenesis. Hal ini penting untuk mempertimbangkan bahwa fungsi atheroprotective HDL tidak terbatas untuk membalikkan transportasi kolesterol, tetapi juga dapat mengangkut enzim antioksidan, memecah fraksi lipid teroksidasi. Perlu dicatat bahwa 38,8% dari populasi kita memiliki HDL < 40mg/dL, dan hanya 21,5% yang dianggap

atheroprotective. Berdasarkan teori rendahnya konsentrasi high-density

lipoprotein (HDL-C) telah menunjukkan sebagai salah satu faktor risiko independen terkuat untuk penyakit aterosklerosis koroner.18

Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol LDL dengan keparahan pembuluh darah koroner sampel pasien pada penelitian ini, dengan nilai p = 0,296 (p < 0,05). Hasil ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Penalva, dkk (2007) yang meneliti tentang hubungan profil lipid dan keparahan penyakit aterosklerosis pada sindrom koroner akut, yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol LDL dengan keparahan penyakit aterosklerosis pada sindrom koroner akut, dengan nilai p = 0,1 (p >0,05). Namun beberapa studi setuju bahwa tingginya konsentrasi low-density lipoprotein (LDL-C) dalam plasma secara langsung berkorelasi dengan perkembangan penyakit arteri koroner, dan semakin meningkatnya jumlah pembuluh darah yang mengalami obstruksi. 18


(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara kadar kolesterol total kadar trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol LDL dengan keparahan pembuluh darah koroner pada pasien SKA

2. Faktor risiko DM, merokok, dan Usia memiliki jumlah tertinggi pada kejadian ACS

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang didapat pada penelitian ini, maka peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut :

1. Diharapkan adanya penelitian-penelitian lebih lanjut yang mengkaji tentang hubungan profil lipid dengan keparahan pembuluh darah koroner secara lebih detail, mengingat masih kurangnya penelitian ini di Indonesia.

2. Karena dari penelitian ini terdapat bukti bahwa tingginya kadar kolesterol total berhubungan dengan keparahan pembuluh darah koroner, maka diharapkan kepada pasien dan pembaca agar dapat menerapkan tindakan pencegahan pola hidup yang sehat sejak dini.

3. Bagi instalasi rekam medik agar memberikan dokumentasi data perjalanan penyakit lebih lengkap dan terstruktur agar proses penelitian kedepannya berjalan dengan baik.


(40)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sindroma Korener Akut 2.1.1 Definisi

Penyakit jantung akibat perubahan obstruktif pada pembuluh darah koroner yang menyebabkan fungsi jantung terganggu. Sebab utama dari ACS adalah proses Aterosklerosis merupakan suatu proses yang progresif dengan terbentuknya plak pada dinding arteri dan menyebabkan sirkulasi koroner terganggu. Gangguan pada aliran darah koroner mengakibatkan ketidakseimbangan antara penyediaan oksigen dalam darah dengan kebutuhan miokard, sehingga menimbulkan gejala-gejala klinik. Sindroma koroner akut terdiri dari pasien dengan infark miokard akut dengan peningkatan ST-segmen (STEMI), dan angina stabil serta infark miokard akut tanpa peningkatan ST-segmen (NSTEMI). Sindroma koroner akut merupakan kumpulan dari berbagai macam gejala yang terjadi secara akut pada penyakit jantung koroner dan merupakan kondisi yang mengancam jiwa bagi pasien dengan penyakit jantung koroner. Sindroma tersebut mencakup secara berlanjut dengan adanya angina tidak stabil dan berkembang menjadi infark miokard akut yang merupakan kondisi kematian dari beberapa atau semua sel di dalam organ atau jaringan pada bagian otot jantung. Lebih dari 90% Sindroma koroner akut diakibatkan oleh rusaknya plak Aterosklerosis. Kerusakan plak selanjutnya menyebabkan terjadinya agregasi platelet dan pembentukan thrombus intrakoroner. Adanya plak, agregasi platelet,serta thrombus intrakoroner akan mengakibatkan penyempitan pembuluh darah yang akan bertambah parah dengan pembentukan sumbatan yang komplit, sehingga menyebabkan gangguan aliran darah. Plak Aterosklerosis yang tidak stabil mengakibatkan adanya agregasi platelet dan pembentukan trombus intrakoroner. Trombus intrakoroner yang mengalir di aliran darah dapat mengakibatkan oklusi parsial dan oklusi sempurna. Apabila terjadi oklusi parsial, maka terjadi iskemik ke daerah jantung, yang mengakibatkan munculnya gambaran depresi segmen ST dan gelombang T yang terbalik pada


(41)

elektrokardiograf ( EKG), yang akan menyimpulkan diagnosis Non ST Elevation

Myocardia Infarction (NSTEMI). Sedangkan oklusi sempurna akan mengakibatkan iskemik yang lebih lama dan menyebabkan infark daerah jantung yang lebih luas, sehingga menghasilkan gambaran elevasi segmen ST, selain itu bisa terdapat ataupun tidak terdapat gelombang Q yang menyimpulkan diagnosis ST Elevation Myocardia Infarction (STEMI). Gangguan aliran darah akan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebuhan oksigen pada otot jantung. Pada saat itu terjadi iskemik miokard, yang akan mengakibatkan aritmia, infark miokard,serta kematian.4

2.1.2 Klasifikasi

a. Angina pektoris tak stabil (ATS)

Angina pektoris ialah suatu sindrom klinis berupa serangan nyeri dada yang khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang sering menjalar ke lengan kiri. Nyeri dada tersebut biasanya timbul pada saat melakukan aktivitas dan segera hilang bila aktivitas dihentikan. Merupakan kompleks gejala tanpa kelainan morfologik permanen miokardium yang disebabkan oleh insufisiensi relatif yang sementara di pembuluh darah koroner.4

Nyeri angina dapat menyebar ke lengan kiri, ke punggung, ke rahang atau ke daerah abdomen. Penyebab angina pektoris adalah suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium dibandingkan kebutuhan. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Pada jantung yang sehat, Arteri koronaria berdilatasi dan mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen ke otot jantung. Namun jika Arteri koronaria mengalami kekakuan atau menyempit akibat arterosklerosis dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon peningkatan kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemik miokardium. Sel-sel miokardium menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan. Cara ini tidak efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses fosforilasi oksidatif


(42)

untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris berkurang. Dengan demikian, angina pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat.4

Angina pektoris tidak stabil adalah kombinasi angina stabil dengan angina prinzmetal. Dijumpai pada individu dengan perburukan penyakit arteri koronaria. Angina ini biasanya menyertai peningkatan beban kerja jantung. Hal ini tampaknya terjadi akibat arterosklerosis, yang ditandai oleh trombus yang tumbuh dan mudah mengalami spasme. Apabila keadaan plak pada Arteri koronaria menjadi tidak stabil, misalnya mengalami pendarahan, ruptur atau terjadi fissura, sehingga terbentuk trombus di daerah plak yang menghambat aliran darah koronaria dan terjadi serangan angina pektoris. Serangan angina pektoris jenis ini datangnya tidak tentu waktu, dapat terjadi pada waktu penderita sedang melakukan aktivitas fisik atau dalam keadaan istirahat, dan gejalanya bervariasi tergantung bentuk ukuran dan keadaan trombus.4

Beberapa kriteria dapat dipakai untuk mendiagnosis angina pektoris tidak stabil, yaitu:

(a.) Angina pektoris kresendo yaitu angina yang terjadi peningkatan dalam intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pektoris yang dialami selama ini.4

(b.) Angina at rest / nocturnal.4

(c.) ”new-onset exertional Angina” yaitu yang baru timbul dalam kurang 2

bulan.4

(d.) Nyeri dada yang timbul 2 minggu sebelum kejadian infark miokard akut (IMA).4

b. Non ST-elevation myocard infarct (NSTEMI)

Infark miokard adalah nekrosis iskemik miokard disebabkan obstruksi suplai darah arteri salah satunya karena terjadinya oklusi Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pada pasien ditemukan gejala klinis dari angina pektoris tak stabil yang berkembang didasarkan pada nekrosis miokard, yang direfleksikan dengan terjadinya peningkatan cardiac biomarker Onset NSTEMI biasanya disertai nyeri


(43)

dada substernum yang parah dan terasa menekan, yang mungkin menyebar ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri. Pada sekitar 50% pasien, infark miokard didahului dengan serangan angina pektoris. Namun berbeda dengan nyeri pada angina pektoris, nyeri pada infark miokard biasanya berangsung beberapa jam sampai hari dan tidak banyak berkurang dengan nitrogliserin.4

c. ST-elevation myocard infarct (STEMI)

Infark miokard akut dengan elevasi ST merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, NSTEMI, dan STEMI. Infark miokard menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian di negara industri dan merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju Pada Anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri dada yang dialami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia, merokok serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga. Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi variasi sirkadian dilaporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam setelah bangun tidur. Pada pemeriksaan fisik didapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat. Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. 4

2.1.3 Faktor resiko Sindroma koroner akut

Faktor risiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor risiko konvensional dan faktor risiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis faktor risiko antara lain merokok, hipertensi, dislipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti


(44)

keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan, ada empat faktor risiko tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik.Wanita relatif lebih sulit mengalami penyakit jantung koroner sampai masa menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal ini diduga oleh karena adanya efek perlindungan estrogen.Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori.4

Gambaran klinis awal sangat prediktif untuk prognosis awal. Timbulnya gejala saat istirahat menandakan prognosis lebih buruk dibanding gejala yang hanya timbul pada saat aktivitas fisik. Pada pasien dengan gejala Intermiten, peningkatan jumlah episode yang mendahului kejadian acuan juga mempunyai dampak terhadap hasil akhir klinis. Adanya takikardia, hipotensi atau gagal jantung pada saat masuk rumah sakit juga mengindikasikan prognosis buruk dan memerlukan diagnosis serta tatalaksana segera. Faktor risiko yang tinggi termasuk angina yang memberat, nyeri dada yang berkelanjutan (> 20 menit), edema paru, hipotensi dan aritmia.4

2.1.4 Patofisiologi

Sebagian besar SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koronaria, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koronaria yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase

plaque disruption ”disrupsi plak”. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya

produksi trombin yang banyak. Adanya adhesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koronaria. Ini disebut fase ‘trombosis akut’. Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis


(45)

tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami Aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel bahkan sebelum terjadinya plak. Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan

endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat

terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, Aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan

P450-monooxygenases.. mengobservasi bahwa angiotensin II juga merupakan aktivator

NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang

esensial.5

Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koronaria akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adhesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koronaria, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark .4

Sindrom Koroner Akut (SKA) yang diteliti secara Angiografi 60-70% menunjukkan obstruksi plak Aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap


(46)

yang menutupi inti lemak, adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.12

Adapun awal terjadinya PJK, khususnya IMA,dipengaruhi oleh beberapa keadaan, yakni aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan (tak terkondisikan), stress emosi, terkejut, udara dingin, waktu dari suatu siklus harian (pagi hari). Keadaan-keadaan tersebut ada hubungannya dengan peningkatan aktivitas simpatis sehingga tekanan darah meningkat, frekuensi debar jantung meningkat, kontraktilitas jantung meningkat, dan aliran koronaria juga meningkat.8

2.1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis PJK bervariasi tergantung pada derajat aliran darah dalam arteri koronaria. Bila aliran koronaria masih mencukupi kebutuhan jaringan tidak akan timbul keluhan atau manifestasi klinis. Dalam keadaan normal, arteri koronaria tidak mengalami penyempitan atau spasm, peningkatan kebutuhan jaringan otot miokard dipenuhi oleh peningkatan aliran darah sebab aliran darah koronaria dapat ditingkatkan sampai 5 kali dibanding saat istirahat, yaitu dengan meningkatkan frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup seperti pada saat melakukan aktifitas fisik, bekerja atau olahraga. Mekanisme pengaturan aliran koronaria mengusahakan agar pasokan maupun kebutuhan jaringan tetap seimbang agar oksigenasi jaringan terpenuhi, sehingga setiap jaringan mampu melakukan fungsi secara optimal.4,7

Perlu diingat bahwa metabolisme miokard hampir 100 persen memerlukan oksigen dan hal tersebut telah berlangsung dalam keadaan istirahat, sehingga ekstraksi oksigen dari aliran darah koronaria akan habis dalam keadaan tersebut.4,8

Angina tidak stabil atau NSTEMI tidak dapat dibedakan berdasarkan karakteristik nyeri dada atau kelainan EKG saja. Satu-satunya cara untuk membedakannya adalah dengan membuktikan adanya nekrosis miokard dengan melakukan pemeriksaan biomarker atau enzim jantung. Kebanyakan IMA terjadi di pagi hari (antara jam 6.00 sampai 12.00) ini mungkin disebabkan oleh adanya peningkatan sekresi katekolamin dihubungkan dengan bangun pagi atau adanya perubahan sirkadian koagulasi yang umumnya terjadi di pagi hari (seperti


(47)

peningkatan PAI-I dapat memicu agregasi trombosit yang akhirnya terbentuk thrombus. Dengan pola seperti itu, maka kebanyakan kejadian IMA tidak didahului oleh kegiatan fisik. Oklusi thrombus total umumnya terjadi pada bagian proksimal arteri koronaria dan biasanya terjadi dalam 4 jam pertama pasca IMA. Dibandingkan dengan STEMI, penderita angina tidak stabil / NSTEMI biasanya lebih tua, faktor risiko koroner lebih besar kemungkinannya pernah mendapat serangan IMA sebelumnya atau pernah menjalani prosedur revaskularisasi (bedah pintas koroner).4,7

2.1.6 Diagnosis

Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari Anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat dikelompokkan sebagai berikut: Angina tidak stabil, Angina Stabil, Kemungkinan SKA, dan Definitif SKA, Terdiri atas :

1) Presentasi klinik NSTEMI dan UAP pada umumnya berupa : Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. Dialami oleh sebagian besar pasien (80%), Angina pra infark miokard Terdapat pada (20%) pasien, Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau kresendo): menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat, Angina pasca infark miokard: angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah infark miokard Presentasi klinik lain yang dapat dijumpai adalah angina ekuivalen, terutama pada wanita dan lanjut usia. Keluhan yang paling sering dijumpai adalah sesak napas saat aktivitas. Beberapa faktor yang menentukan bahwa keluhan Angina atipikal yang berulang pada seorang yang mempunyai riwayat PJK, terutama infark miokard berpeluang besar merupakan presentasi dari SKA. Keluhan yang sama pada seorang pria berumur lanjut (>70 tahun) dan menderita diabetes berpeluang menengah suatu SKA. Angina equivalen atau yang tidak seutuhnya tipikal pada seseorang tanpa karakteristik tersebut di atas berpeluang kecil merupakan presentasi dari SKA.7

2) Pemeriksaan fisik : Tujuan dilakukannya pemeriksaan fisik adalah untuk menegakkan diagnosis banding dan mengidentifikasi pencetus. Selain itu,


(48)

pemeriksaan fisik jika digabungkan dengan keluhan angina (Anamnesis), dapat menunjukkan tingkat kemungkinan keluhan nyeri dada sebagai representasi SKA Elektrokardiogram. Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama. Bila bisa didapatkan, perbandingan dengan hasil EKG sebelumnya dapat sangat membantu diagnosis. Setelah perekaman EKG awal dan penatalaksanaan, perlu dilakukan perekaman EKG serial atau pemantauan terus-menerus.4

3) Elektrokardiogram (EKG) :

Pada penderita PJK, pemeriksaan EKG bisa membantu memperlihatkan abnormalitas gerakan dinding jantung yang dihubungkan dengan iskemia akut. Namun, apabila iskemia miokard hanya sedikit mungkin tidak cukup untuk menunjukkan adanya abnormalitas gerakan dinding jantung. Selain itu, abnormalitas gerakan dinding jantung bisa bersifat sementara dan hanya bisa dideteksi pada waktu iskemia akut. Pada keadaan di mana sudah ada PJK dan disfungsi ventrikel kiri sebelumnya maka kesanggupan ekokardiografi untuk mendeteksi iskemia iskemia akut sangat terbatas. Gambaran EKG pada angina tidak stabil / NSTEMI umunya ditandai dengan depresi segmen-ST, elevasi segmen-ST seentara dan inversi gelombang T. Namun sekitar 20% penderita dengan NSTEMI yang dipastikan dengan pemeriksaan enzim jantung tidak ditemukan adanya tanda-tanda iskemia pada EKG. Gambaran EKG yang defenitif untuk diagnosis IMA adalah adanya elevasi segmen-ST 1mm atau lebih pada 2 sandapan atau lebih, kerapkali disertai depresi segmen-ST resiprokal pada sandapan kontralateral. 4

4) Pemeriksaan laboratorium :

Pemeriksaan laboratorium enzim jantung seperti creatine kinase (CK), CK-MB, troponin, CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkat kadarnya pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal. Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor resiko seperti hiperlipidemia atau diabetes mellitus. 4


(49)

Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia segmental dari dinding ventrikel kiri dapat terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat iskemia menghilang. Selain itu, diagnosis banding seperti stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, atau diseksi aorta dapat dideteksi melalui pemeriksaan ekokardiografi. Jika memungkinkan, pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat harus tersedia di ruang gawat darurat dan dilakukan secara rutin dan sesegera mungkin bagi pasien SKA. Stress test seperti exercise EKG yang telah dibahas sebelumnya dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding PJK obstruktif pada pasien-pasien tanpa rasa nyeri, EKG istirahat normal dan marka jantung yang negatif. Multislice Cardiac CT (MSCT) dapat digunakan untuk menyingkirkan PJK sebagai penyebab nyeri pada pasien dengan kemungkinan PJK rendah hingga menengah dan jika pemeriksaan troponin dan EKG tidak meyakinkan.7

6) Pemeriksaan Invasif (Angiografi Koroner) :

Angiografi koroner adalah penyuntikan bahan kontras ke dalam arteri koronaria dan merupakan tindakan paling sering digunakan untuk menilai ketepatan dan waktu yang tepat untuk melakukan operasi pintas arteri koronaria pada pasien tertentu. Indikasi lain untuk melakukan angiografi arteri koronaria adalah untuk evaluasi angina atipik serta hasil revaskularisasi arteri koronaria, diikuti dengan ventrikulogram kiri, atau penyuntikan media kontras ke dalam ventrikel kiri untuk evaluasi fungsi ventrikel kiri. Angiografi koroner memberikan informasi Lokasi dari satu lesi atau banyak lesi, Derajat obstruksi dan Luasnya gangguan pada jaringan arterial distal mengenai keberadaan dan tingkat keparahan.Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya pada arteri sirkumfleksa, sangat penting pada pasien yang sedang mengalami gejala atau peningkatan troponin namun tidak ditemukan perubahan EKG diagnostik. Pada pasien dengan penyakit pembuluh multipel dan dengan stenosis arteri utama kiri yang memiliki risiko tinggi untuk kejadian kardiovaskular yang serius.Penemuan Angiografi yang khas antara lain


(50)

eksentrisitas, batas yang irreguler, ulserasi, penampakkan yang kabur, dan filling

defect yang mengesankan adanya trombus intrakoroner.10

2.1.7 Penatalaksanaan dan Perawatan

Meski ada persamaan tetapi tetap harus dikenal adanya perbedaan patofisiologi kejadian STEMI dan sindrom koroner akut (angina tidak stabil/ NSTEMI) oleh karena perbedaan terapi terhadap kedua bentuk PJK ini.4

Pada STEMI selalu dipikirkan untuk melakukan proses revaskularisasi yang cepat. Dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Penatalaksanaan Umum

1) Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya tertekan, khawatir terutama untuk melakukan aktivitas. 4

2) Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan sekarang dan memberi penjelasan perlunya aktivitas sehari-hari untuk meningkatkan kemampuan jantung.4

3) Pengendalian faktor resiko dan menghindari / mengatasi faktor pencetus : stres, emosi, hipertensi, DM, hiperlipidemia, obesitas, kurang aktivitas dan menghentikan kebiasaan merokok. 4

4) Pencegahan sekunder

Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di pembuluh darah lain, yang akan berlangsung terus, obat pencegahan diberikan untuk menghambat proses yang ada. Yang sering dipakai adalah aspirin dengan dosis 375 mg, 160 mg, 80 mg.4

5) Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar tak terjadi iskemia yang lebih berat sampai infark miokard. Misalnya diberi Oksigen. 4

2. Penatalaksanaan Khusus 1) Non Medikamentosa


(51)

(2) Berikan Oksigen 2- 4 liter/menit

(3) Pasang akses vena (Dextrose 5% atau NaCl 0,9%)

(4) Puasakan selama 8 jam, lalu berikan makanan cair atau lunak dalam 24 jam pertama. Kemudian lanjutkan dengan 1300 kalori rendah garam dan rendah lemak.4

2) Medika mentosa

Terapi medik penderita dengan ATS/NSTEMI didasarkan pada dua tujuan pengobatan secara simultan yakni membatasi pembentukan trombus dengan terapi anto trombotik dan enghilangkan nyeri dada dengan terapi angina.

(1) Terapi trombotik : asam salisilat asetil (ASA) adalah anti-platelet dan banyak penelitian menunjukkan bahwa ASA sangat berguna pada penderita ATS/NSTEMI, ini ditunjukkan dengan terjadinya penurunan angka mortalitas maupun kejadian IMA sekitar 50 persen. 4

(2) Nitrat, merupakan vasodilator sistemik maupun sirkulasi koroner. Untuk atasi angina berikan mulai dengan nitrat sublingual dan nitrat oral. Bila sakit belum teratasi, segera mulai dengan nitrat intravena.4 (3) Berbagai jenis penyekat beta untuk menghilangkan iskemia miokard

dengan mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang bekerja cepat seperti pindolol dan propanolol. Ada yang bekerja lambat seperti sotalol dan nadolol. Ada beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol dan atenolol. Segera berikan bila tidak ada kontraindikasi. 4

(4) Heparin bolus 5000 unit intravena, lalu lanjutkan dengan drips 1000 unit/jam sampai angina terkontrol dengan menyesuaikan APTT 1,5 – 2 kali nilai kontrol. Heparin dapat diganti dengan Low molecular weight heparin (LMWH) subkutan 2 kali 0,4-0,6 mg.4

(5) Aspirin dimulai dari fase akut. Aspirin 320 mg diikuti dengan dosis rumatan 80-160 mg/hari.4


(52)

(7) Bila dengan pengobatan tersebut di atas angina masih belum juga teratasi, coba tambahkan antagonis kalsium : verapamil, diltiazem, nifedipin.4

(8) Trombolitik. Terapi trombolisis hanya berguna pada penderita IMA. Suatu penelitian metaanalisis terhadap penderita ATS yang menjalani terapi trombolisis menunjukkan adanya peningkatan mortalitas dan kejadian IMA non-fatal dibanding terapi medis biasa tanpa trombolisis. Oleh karena itu terapi trombolisis merupakan indikasi kontra pada penderita ATS / NSTEMI.4

(9) Lain-lain :

(a) obat penenang ringan, seperti Diazepam 5mg tiap 8 jam.

(b) Statin Peranan statin dalam menurunkan LDL dan meningkatkan HDL baik berupa pencegahan primer maupun sekunder terhadap PJK telah diketahui selama ini. Statin juga dapat menstabilkan plak ateroma, memperbaiki fungsi endotel, mengurangi agregasi platelet dan pembentukan trombus serta mengurangi inflamasi vaskular.

(c) Penghambat ACE (ACEI). Penggunaan ACEI telah banyak diteliti pada penderita IMA tapi tidak pada ATS. ACEI (ramipril) pada penderita PJK atau DM dan adanya faktor resiko koroner lainnya dengan fungsi ventrikel kiri normal menunjukkan manfaat yang berarti.4

3) Intervensi koroner perkutan / percutaneus coronary Intervention (PCI) Tujuan tindakan PCI pada penderita ATS / NSTEMI adalah untuk menghilangkan gejala nyeri dada dan untuk memperbaiki prognosis seperti mencegah kematian, infark miokard dan iskemik berulang.4

4) Bedah pintas koroner / Coronary artery bypass graft (CABG)

Keputusan untuk merujuk penderita ke ahli bedah jantung untuk tindakan revaskularisasi CABG melibatkan berbagai faktor yakni: umur, penyakit penyerta, beratnya PJK, tindakan reaskularisasi sebelumnya (PCI atau CABG), kelayakan teknik dan lamanya revaskularisasi perkutan. Pilihan CABG dianjurkan untuk penderita dengan DM, disfungsi ventrikel kiri,


(53)

lesi pada arteri ”left main”, ”three vessels disease” atau ”two vessels disease” dengan lesi LAD proksimal, meskipun pada keadaan in masih

bisa dimungkinkan untuk melakukan tindakan PCI.4 3. Perawatan

1) Rawat diruang rawat intensif (CVCU) sampai keadaan bebas angina lebih dari 24 jam. Selanjutnya pindah ke ruang rawat biasa sampai menyelesaikan pemeriksaan dan tindakan yang diperlukan.4

2) Bila angina tidak dapat diatasi dalam 48 jam, prognosis kurang baik, segera lakukan Angiografi koroner. Kalau perlu pasang Pompa Balon Intra

Aorta (PBIA). 4

3) Revaskularisasi dilakukan sesuai indikasi.

4) Bila angina dapat dikontrol, hentikan heparin setelah 5 hari.

5) Mobilisasi penderita di ruangan lalu tentukan fungsi ventrikel kiri dengan ekokardiografi.

6) Bila terdapat disfungsi ventrikel yang sedang sampai berat, prognosis kurang baik, segera lakukan Angiografi koroner dan selanjutnya revaskularisasi sesuai indikasi.

7) Bila tidak ada disfungsi ventrikel kiri dalam 2x24 jam, lakukan ’treadmill test’ pada penderita bebas angina dengan EKG tanpa kelainan iskemia. Penderita dengan hasil tes beresiko tinggi, periksa Angiografi koroner dan selanjutnya revaskularisasi sesuai indikasi.

2.1.8 Komplikasi Sindroma koroner akut

Komplikasi atau penyulit yang mungkin timbul dari ACS: 1. Gagal Jantung

2. Syok Kardiogenik 3. Aritmia

4. Ruptur miokard 5. Kematian

Plak Aterosklerosis pada penyakit jantung koroner dapat meyebakan penurunan suplai oksigen ke miokardium jantung sehingga mengakibatkan


(54)

Sindroma koroner akut. Selain itu dapat bertambah parah dan berkembang menjadi infark miokardiak akut apabila aliran suplai oksigen sangat terhambat karena adanya plak, disertai trombus, dan agregasi platelet. Ketika terjadi infark miokardiak akut, maka akan menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung dan nekrosis jaringan sehingga dapat terjadi gagal jantung kongestif.12

2.2 Lipid 2.2.1 definisi

Lipid ialah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi lemak, termasuk asam lemak, bersifat dapat larut dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar. Lipid, yang mudah disimpan dalam tubuh, berfungsi sebagai sumber bahan bakar, merupakan bahan yang terpenting pada struktur sel. Senyawa lipid terdiri atas glikolipid, lipoprotein dan fosfolipid. Didalam darah ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserid, dan fosfolipid. Dikarenakan sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka perlu dibuat dalam bentuk yang terlarut. Untuk itu dibutuhkan suatu zat pelarut, yaitu suatu protein yang dikenal dengan apolipoprotein atau apoprotein Pada manusia dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu high-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL),

Intermediatedensity lipoprotein (IDL), very Low Density Lipoprotein (VLDL),

kilomikron dan lipoprotein a kecil.25,26 Profil lipid yang terdiri dari High Density

Lipoprotein (HDL), Low Density Lipoprotein (LDL), trigliserida, dan kolesterol

total dapat dimodifikasi dengan cara pengobatan seperti reduksi melalui farmakologi serta pembatasan asupan makanan. Profil lipid adalah tes darah yang mengukur kolesterol total, trigliserida, dan kolesterol HDL. Kolesterol LDL kemudian dihitung dari hasilnya.6

Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol jahat dan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) yang dikenal sebagai kolesterol baik. LDL membawa kolesterol dari hati ke sel, dan HDL berperan membawa kolesterol dari sel ke hati. Kadar kolesterol LDL yang tinggi akan memicu penimbunan kolesterol di sel, yang menyebabkan munculnya

atherosclerosis ialah pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan penimbunan


(55)

terjadinya perkembangan Aterosklerosis. Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipoprotein, yang bermanisfestasi pada peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, dan LDL, serta penurunan kadar HDL. Lipoprotein-a diperkirakan berperan pada atherogenesis dengan mentranspor molekul LDL dan mempengaruhi proliferasi sel otot polos vaskular, menghambat fibrinolisis, dan mempengaruhi fungsi platelet. Hal ini dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung akibat gangguan pembuluh darah. Sedangkan HDL dapat mengangkut kolesterol dari jaringan tepi, termasuk plak atherosklerotik, untuk diedarkan kembali atau dibuang dalam bentuk asam empedu, proses tersebut disebut reverse cholesterol transport. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan plak atherosklerosis tidak hanya berkaitan dengan peningkatan kadar LDL, namun juga rendahnya HDL dan hipertrigliseridemia.6,13

Tabel 2.2.1. Klasifikasi kolesterol total, kolesterol LDL,HDL,Trigliserida menurut NCEP.12

Kolesterol total < 200

200 – 239 > 240

Kolesterol LDL < 100

100 – 129 130 – 159 160 – 189 > 190 Optimal Diinginkan Tinggi Optimal Mendekati optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi Kolesterol HDL < 35

> 60

Trigliserida < 150 150 – 199 200 – 499 > 500 Rendah Tinggi Optimal Diinginkan Tinggi Sangat tinggi


(56)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu secara global, penyakit kardiovaskuler itu adalah Sindrom Koroner Akut (SKA) yang merupakan keadaan gawat darurat dari Penyakit Jantung Koroner (PJK). Salah satu faktor risiko SKA adalah perubahan dari kadar fraksi lipid yaitu kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida yang dikaitkan dengan pembentukan plak Aterosklerosis. Sindrom Koroner Akut (SKA) dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain, setiap kelompok gejala klinis yang kompatibel dengan iskemik miokard akut dan mencakup spektrum klinis kondisi mulai dari angina pektoris tidak stabil, infark miokard tanpa elevasi segmen ST atau Non ST segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dan infark miokard dengan elevasi segmen ST atau ST segment

Elevation Myocardial Infarction (STEMI).1

Perkembangan ilmu pengetahuan tentang kardiovaskuler berguna dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kardiovaskuler yang cenderung semakin bertambah. Menurut estimasi para ahli badan kesehatan sedunia PBB (WHO), setiap tahun sekitar 50% penduduk dunia meninggal akibat penyakit jantung dan pembuluh darah. Berdasarkan laporan World Health Statistic 2008, tercatat 17,1 juta orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung koroner dan diperkirakan angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart Federation) memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010.2

Menurut data Riskesdas, di Provinsi Sumatera Utara juga terjadi peningkatan prevalensi penyakit Jantung Koroner berdasarkan diagnosis dokter dan gejala, yakni dari 0,8% pada tahun 2007 menjadi 2,3% pada tahun 2013.3


(57)

Perbedaan angka kematian karena penyakit jantung diakibatkan adanya perbedaan antara berbagai faktor risiko mayor di tiap negara, terutama tekanan darah, kolesterol darah, merokok, aktivitas fisik, dan diet. Metabolisme lipid juga dapat menjadi tolok ukur peran patogenesis dari SKA. Studi epidemologi mengidentifikasi angka faktor resiko mengindikasikan metabolisme lipid yang abnormal termasuk peran langsung pada patofisiologi SKA Penelitian

Framingham Heart Study Prediction Score Sheets mengemukakan Sindroma

koroner akut (SKA) dengan obstruksi arteri koroner, yang paling sering diakibatkan oleh plak ateromatosa. Proses pembentukan plak tersebut disebut aterogenesis. cara untuk mengenal faktor risiko dengan mengukur faktor risiko berdasarkan usia, kadar kolesterol darah (HDL dan LDL), tekanan darah kebiasaan merokok dan adanya penyakit diabetes mellitus, juga untuk mengestimasi risiko PJK. Penyebab PJK secara pasti belum diketahui, meskipun demikian secara umum dikenal berbagai faktor yang berperan penting terhadap timbulnya PJK yang disebut sebagai faktor risiko PJK.1,8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: Adakah Hubungan profil lipid dengan keparahan pembuluh darah koroner pada pasien dengan sindroma koroner akut ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan profil lipid dengan keparahan pembuluh darah koroner pada pasien dengan sindroma koroner akut di RSUP Haji Adam Malik pada Tahun 2016.

1.3.2 Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Rata-rata kadar kolesterol total darah pada pasien sindroma koroner akut 2. Rata-rata kadar trigliserida pada pasien sindroma koroner akut

3. Rata-rata kadar LDL pada pasien sindroma koroner akut 4. Rata-rata kadar HDL pada pasien sindroma koroner akut


(58)

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Bagi Pelayanan Kesehatan

Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi pihak RSUP. H. Adam Malik dan klinisi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien sindroma koroner akut dalam upaya pencegahan dan mengetahui beberapa faktor

penyebabnya.

1.4.2 Bagi Masyarakat dan Penderita

1. Diharapkan dapat memberikan kesadaran untuk lebih memahami bahaya sindrom koroner akut dan berupaya mengendalikan berbagai faktor risiko yang dapat dimodifikasi.

2. Bagi penderita diharapkan dapat menjalani pengobatan sedini mungkin. 3. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya sindroma

koroner akut.

4. Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menghindari faktor resiko dan melakukan pencegahan secara dini terhadap terjadinya sindroma koroner akut.

1.4.3 Bagi Peneliti

1. Sebagai kesempatan untuk mengintegrasikan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah.

2. Meningkatkan kemampuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian berbasis komunitas.

3. Sebagai prasyarat untuk menyelesaikan program pendidikan Sarjana Kedokteran.

4. Dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya.

1.4.4 Bagi Bidang Penelitian

Menjadi dokumen akademik untuk dijadikan acuan bagi sivitas akademia atau referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.


(59)

ABSTRAK

Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu secara global, penyakit kardiovaskuler itu adalah Sindrom Koroner Akut (SKA) yang merupakan keadaan gawat darurat dari Penyakit Jantung Koroner (PJK). Salah satu faktor risiko SKA adalah perubahan dari kadar fraksi lipid yaitu kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida yang dikaitkan dengan pembentukan plak Aterosklerosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan profil lipid dan keparahan pembuluh darah koroner pada sindrom koroner akut di RSUP H. Adam Malik Medan pada Tahun 2016.

Jenis penelitian ini penelitian analitik dengan desain retrospective study. metode pengambilan sampel total sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Subyek dalam penelitian terdiri dari 92 orang yang memiliki nilai kolesterol total, trigliserida, kolesterol HDL, dan kolesterol HDL dengan nilai normal dan tidak normal. Data profil lipid sampel diambil melalui nilai laboratorium pada data rekam medis dan keparahan pembuluh darah koroner dilihat berdasarkan gambaran angiografi pasien. Analisis statistik menggunakan uji t test tidak berpasangan.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kadar kolesterol total (p = 0,853), kadar trigliserida (p = 0,748), kolesterol HDL (p = 0,412), dan kolesterol LDL (p = 0,296) dengan keparahan pembuluh darah koroner pada sindrom koroner akut.

Kata Kunci : Profil Lipid, Keparahan Pembuluh Darah Koroner, Sindroma Koroner Akut.


(60)

ABSTRACT

Cardiovascular disease is the number one cause of death globally, the cardiovascular disease is acute coronary syndromes (ACS), which is a state of emergency of Coronary Heart Disease (CHD). One risk factor SKA is a change in the levels of lipid fractions, namely total cholesterol, LDL cholesterol, HDL cholesterol, and triglycerides were associated with plaque formation of atherosclerosis. This study aims to determine the relationship of lipid profile and severity of coronary arteries in acute coronary syndromes in the Adam Malik Hospital in 2016.

This type of research is an analytic study with retrospective study design. total sampling method in accordance with the inclusion and exclusion criteria. Subjects in the study consisted of 92 people who have the values of total cholesterol, triglycerides, HDL cholesterol, and HDL cholesterol with normal and abnormal values. Lipid profile data sample is taken through laboratory values in the medical record and the severity of coronary blood vessels seen on angiography picture of the patient. Statistical analysis using unpaired t test.

The analysis showed that there was no significant correlation between total cholesterol (p = 0.853), triglyceride levels (p = 0.748), HDL cholesterol (p = 0.412), and LDL cholesterol (p = 0.296) with the severity of coronary blood vessels syndrome acute coronary.

Keywords: Lipid Profile, Severity of Coronary Blood Vessels, Acute Coronary Syndrome.


(61)

SKRIPSI

HUBUNGAN PROFIL LIPID DENGAN KEPARAHAN

PEMBULUH DARAH KORONER PADA PASIEN

DENGAN SINDROMA KORONER AKUT DI

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA

TAHUN 2016

Oleh :

ABIDAH HARAHAP 130100196

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017


(62)

SKRIPSI

HUBUNGAN PROFIL LIPID DENGAN KEPARAHAN

PEMBULUH DARAH KORONER PADA PASIEN

DENGAN SINDROMA KORONER AKUT DI

RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PADA

TAHUN 2016

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

ABIDAH HARAHAP 130100196

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017


(63)

(1)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

DAFTAR SINGKATAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan Penelitian ... 2

1.3.1 Tujuan Umum ... 2

1.3.2 Tujuan Khusus ... 2

1.4Manfaat Penelitian ... 3

1.4.1 Bagi Klinis atau Tim Medis ... 3

1.4.2 Bagi Masyarakat dan Penderita ... 3

1.4.3 Bagi Peneliti ... 3

1.4.3 Bagi Bidang Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sindroma koroner akut ... 4

2.1.1 Definisi... ... 4

2.1.2 Klasifikasi ... 5

2.1.3 Faktor Resiko Sindroma Koroner Akut ... 7

2.1.4 Patofisiologi ... 8

2.1.5 Manifestasi Klinis ... 10

2.1.6 Diagnosis ... 11

2.1.7 Penatalaksanaan dan Perawatan ... 14

2.1.8 Komplikasi ... 17

2.2 Lipid ... 18

2.2.1 Definisi ... 18

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Teori Penelitian... 20

3.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 21


(2)

vii

BAB 4 METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian ... 22

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.2.1 Waktu Pengambilan Data ... 22

4.2.2 Tempat Penelitian... 22

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 22

4.3.1 Populasi Penelitian ... 22

4.3.2 Sampel Penelitian ... 23

4.4 Teknik Pengumpulan Data ... 23

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 23

4.6 Definisi Operasional... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 27

5.1.1. Deskripsi Lokasi dan sampel Penelitian ... 27

5.1.2. Karakteristik Sampel ... 28

5.1.3. Rata – rata Nilai Kadar Kolesterol total,Trigliserida, Kolesterol HDL, Kolesterol LDL ... 29

5.1.4. Hasil Analisis Statistik ... 29

5.2. Pembahasan ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 38

6.2. Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39 LAMPIRAN


(3)

viii

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.2.1. Klasifikasi Kolesterol total, LDL, HDL menurut

NCEP...

19 Tabel 5.1 Karakteristik Sampel……….... 27 Tabel 5.2 Rata-Rata Nilai Profil Lipid………... 29 Tabel 5.3 Hubungan Profil Lipid dengan Keparahan Pembuluh


(4)

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Teori Penelitian... 20 Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian………... 21


(5)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup Peneliti……… 41

LAMPIRAN 2 Ethical Clearance………. 43

LAMPIRAN 3 Surat Izin Penelitian……… 44

LAMPIRAN 4 Surat Survey awal penelitian………... 45

LAMPIRAN 5 Data pasien pada rekam medik……… 46

LAMPIRAN 6 Output SPSS hasil Penelitian……….. 50


(6)

xi

DAFTAR SINGKATAN

AMI : Acute Myocardial Infarction

APTS : Angina Pektoris Tidak Stabil

EKG : Elekrokardiograf

HDL : High Density Lipoprotein ICVCU/ICCU : Intensive Cardiovascular Care IDL : Intermediate Density Lipoprotein

LDL : Low Density Lipoprotein

LBBB : Left Bundle Branch Block

NSTEMI : ST Elevation Myocardiac Infarction

PJK : Penyakit Jantung koroner

SKA : Sindrom Koroner Akut

ACS : Acute Coronary Syndrome

SPSS : Statistical Product and Service Solution STEMI : Non ST Elevation Myocardiac Infarction

TG : Trigliserida

UAP/UA : Unstable Angina Pectoris/ Unstable Angina

ULN : Upper Limit of Normal

VLDL : Very Low Density Lipoprotein WHO : World Health Organization

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

NCEP-ATP III : National Cholesterol Education Program Adult Panel III