Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian Nadzir Wakaf Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wakaf merupakan salah satu lembaga Islam yang bersifat sosial
kemasyarakatan, bernilai ibadah, dan sebagai pengabdian kepada Allah swt. Masalah
perwakafan ini terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat, baik dari
segi pengelolaan, pengembangan, maupun pemanfaatannya. Bahkan sekarang harta
benda wakaf juga mengalami perkembangan dengan dibolehkannya wakif
mewakafkan dengan benda bergerak berupa uang, logam mulia, surat berharga, hak
atas kekayaan intelektual, dan lain-lain.
Berkaitan dengan masalah wakaf, di dalam Al-Qur`an tidak terdapat
ketentuan yang jelas yang mengatur tentang masalah wakaf. Tetapi perintah dalam
Al-Qur`an untuk berbuat baik dapat dijadikan landasan umum bagi amalan wakaf.
Maka dasar yang digunakan para Ulama dalam menerangkan konsep wakaf ini
didasarkan pada keumumuan ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang infaq
fisabilillah. Di antara ayat-ayat tersebut antara lain yang artinya :
”Hai orang-orang yang beriman, nafkakanlah (di jalan allah) sebagian dari
harta usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kamu keluarkan
dari bumi untuk kamu. Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memancingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa

allah maha kaya lagi maha terpuji.”(Q.S al-Baqarah: 267).

1

Universitas Sumatera Utara

2

”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang
kamu nafkahkan maka sesungguhnya allah mengetahuinya.”(Q.S aliImran:92)
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang

yang

menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendaki. Dan Allah maha luas
(karunia-nya) lagi maha mengetahui.”(Q.S al-Baqarah:261).1
Sebagian Ulama lainnya mengaitkan dasar hukum wakaf dengan ayat-ayat AlQur`an yang memerintah orang-orang yang beriman untuk berbuat baik, yang

terdapat dalam ayat-ayat berikut ini. Al-Qur`an surat Āli ‘Imrān ayat 92 menentukan:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaktian (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan,
maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”. Al-Qur`an surat al-Hajj ayat 77
memerintahkan: “Hai orang-orang yang beriman, ruku‘lah kamu, sujudlah kamu,
sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan”.
Ayat-ayat Al-Qur’an tersebut menurut para ahli dapat digunakan sebagai dasar umum
lembaga wakaf.2

1

Abdul Manan, Aneka Masahal Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta, Preneda Media
Group, 2006) Hal 239
2
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonimi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta, Universitas
Indonesia Press, 1988), Hal 80

Universitas Sumatera Utara

3


Wakaf yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW tersebut
selanjutnya diikuti oleh kaum muslimin di seluruh dunia, terutama di negara-negara
Islam atau negara-negara yang penduduknya beragama Islam, misalnya Mesir, Saudi
Arabia, Syria, Yordnia, Turki, Bangladesh, Malaysia, Indonesia, dan lain-lain.
Masing-masing negara ini mengatur masalah perwakafan dalam suatu peraturan
perundang-undangan tersendiri, termasuk salah satunya di Indonesia. Az-Zuhaili
berpendapat hukum wakaf hanya sedikit diatur oleh as-Sunnah dan kebanyakan
ditetapkan oleh pendapat Ulama dengan berpegang kepada istihsan, istilah, dan ‘urf
atau kebiasaan. Sedangkan Syaikh Mustafa az-Zarqa, dikutip oleh Munżir Qahaf,
menyatakan rincian hukum wakaf dalam fikih, keseluruhannya berdasarkan hasil
ijtihad, qiyās, karena akal berperan dalam hal ini.3
Wakaf pada mulanya hanyalah keinginan seseorang yang ingin berbuat baik
dengan kekayaan yang dimilikinya dan dikelola secara individu tanpa ada aturan yang
pasti. Namun setelah masyarakat Islam merasakan betapa manfaatnya lembaga
wakaf, maka timbullah keinginan untuk mengatur perwakafan dengan baik.
Wakaf adalah salah satu lembaga Islam yang potensial untuk dikembangkan,
khususnya di negara-negara berkembang. Berdasarkan pengalaman negara yang
lembaga wakafnya sudah maju, wakaf dapat dijadikan pilar ekonomi. Pada umumnya
negara-negara tersebut, wakaf dikelola secara produktif, pengelolaan wakaf secara


3

,http://lsi.unisba.ac.id/index.php/component/content/article/61-wakap/83-wakaf-dan-islam,
diakses pada tanggal 20 September 2014.

Universitas Sumatera Utara

4

produktif itu sebenarnya sudah dilakukan sejak awal islam, sehingga pada waktu itu
wakaf dapat dimanfaatkan untuk memberdayakan umat.4
Sepanjang sejarah Islam, wakaf telah berperan sangat penting dalam
pengembangan kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi dan kebudayaan masyarakat Islam,
dilihat dari segi bentuknya wakaf juga tidak terbatas pada benda tidak bergerak tetapi
juga benda bergerak. Di beberapa negara yang wakafnya sudah berkembang dengan
baik, wakaf yang selain berupa sarana dan prasarana ibadah dan pendidikan juga
merupakan tanah pertanian, perkebunan, uang , saham, dan lain-lain yang semuannya
dikelola secara produktif.
Wakaf produktif pada umumnya berupa tanah pertanian atau perkebunan,

gedung-gedung komersial, pabrik-pabrik yang dikelola demikian rupa sehingga
mendatangkan keuntungan yang sebagian hasilnya dipergunakan untuk membiayai
berbagai kegiatan tersebut. Wakaf produktif ini kemudian dipraktikkan di berbagai
negara sampai sekarang dan hasilnya dimanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai
masalah sosial dan ekonomi umat.5
Bahwa wakaf yang ada di Indonesia pada umumnya berupa mesjid, mushalla,
madrasah, sekolahan, makam, rumah yatim piatu dan lain-lain.Wakaf yang ada
memang belum dapat berperan dalam menaggulangi permasalahan umat khususnya
masalah sosial dan ekonomi.Kondisi ini disebabkan oleh keadaan tanah wakaf yang
sempit dan hanya cukup dipergunakan untuk tujuan wakaf yang diikrarkan wakif
4

Suhrawardi K.Lubis, Wakah dan Pemberdayaan Umat, (Jakarta, Sinar Grafika, 2010),

Hal22
5

Ibid, Hal. 21

Universitas Sumatera Utara


5

seperti untuk mushalla dan mesjid tanpa diiringi tanah atau benda yang dapat dikelola
secara produktif.memang ada tanah wakaf yang cukup luas, teatapi karena nadhirnya
yang kurang kreatif, tanah yang memungkinkan dikelola secara pruduktif tapi pada
akhirnya tidak dimanfaatkan sama sekali. Dengan demikian lembaga pengelola wakaf
di Indonesia belum terasa manfaat bagi kesejahteraan sosial
Dalam sejarah hukum di indonesia wakaf di atur dalam tiga instrumen hukum,
yaitu Pertama dengan Istrumen Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 Tentang
Perwakafan Tanah Milik, kemudian yang Kedua dengan Instrumen Impres yaitu
Kompilasi Hukum Islam (KHI) lalu yang Ketiga dengan Instrumen Undang- Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf.6 Pengelolaan dan pengembangan wakaf yang
ada di Indonesia sangat diperlukan komitmen bersama pemerintah, ulama dan
masyarakat. Selain itu juga harus dirumuskan kembali mengenai berbagai hal yang
berkenan dengan wakaf, termasuk harta yang diwakafkan.Selanjutnya wakaf harus
diserahkan kepada orang-orang atau Badan Wakaf Indonesia yang telah mempunyai
kompetensi memadai sehingga bisa mengelola secara profesional, amanah dan
produktif.
Badan yang mengawasi Wakaf Indonesia, sebagai mana telah di atur dalam

pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Dengan
adanya Badan Wakaf Indonesia masyarakat mengharapkan agar dapat mengelola
wakaf secara profesional dan amanah.

6

Suparman Usman, Hukum Perwakafan di Indonesia, (Jakarta, Darul Ulum Press,1994),

Hal.1

Universitas Sumatera Utara

6

Wakaf menurut fiqih Islam adalah “menyerahkan suatu hak milik yang tahan
lama zatnya kepada seseorang atau nadhir(pengurus wakaf), atau kepada badan
pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan kepada hal-hal
yang sesuai dengan ajaran syari’at islam.Dalam hal tersebut benda yang diwakafkan,
bukan pula hak milik yang menyerahkan, tetapi menjadi hak Allah (hak umum)7
Wakaf menurut perundang-undangan yang berlaku di Indonesia sebagaimana

tercantum di dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf adalah perbuatan hukum untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian
harta benda miliknya untuk dimanfatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingan guna keperluan ibadah atau kesejahteraan umum menurut
syari’ah.8
Dengan demikian di dalam upaya pengelolaan dan pemanfaatan wakaf,
diserahkan kepada badan pengelola wakaf atau dengan kata lain disebut dengan
Nadzir wakaf yang memiliki kemampuan untuk mengurus dan bertanggaung jawab
atas semua kekayaan wakaf serta hasilnya. Nadzir wakaf juga mempunya kewajiban
untuk membuat agenda laporan secara berkala sebagai mana yang telah di atur
didalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
Adapun mengenai dasar hukum nadzir wakaf dalam hukum fiqih Islam dapat
dilihat dalam hadist Rasulullah yang diriwayatkan Ibnu Umar yang didalamnya

7
8

H. Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta, Djambatan,1998), Hal.321
Lihat Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 204 Tentang Wakaf


Universitas Sumatera Utara

7

terdapat perkataan : dan tidak ada halangan bagi orang yang mengurusnya untuk
memakan sebagian darinya dengan cara ma’ruf. 9
Kondisi sistem pengelola wakaf yang terjadi dalam masyarakat sekarang
belum sepenuhnya berjalan tertib dan efisien sehingga dalam masyarakat terdapat
macam berbagai kasus harta benda wakaf tidak terpelihara sebagaimana mestinya,
terlantar atau beralih ke tangan pihak ketiga dengan cara melawan hukum. Keadaan
demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan nadzir dalam
mengelola dan mengembangkan harta wakaf tetapi karena juga sikap masyarakat
yang kurang peduli atau belum memahami status harta benda wakaf yang seharusnya
di lindungi demi kesejahteraan umum sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan
wakaf.
Adapun faktor-faktor yang membuat pelaksanaan wakaf ini jauh dari hasil
yang diharapkan adalah dikarenakan kurangnya pemahaman terhadap manajemen
wakaf sehingga banyak orang yang mewakafkan hartanya tanpa membentuk
manajemen wakaf seperti membentuk lembaga pengawas dan pengontrol serta sistem
laporan keuangan yang trasparan dan ini merupakan tugas dari nadzir wakaf.10

Di negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Mesir, Syria dan daerah-daerah
lainnya berkembang luas dan pemafaatannya juga jelas. Pengelolaan wakaf di
indonesia masih belum optimal dan menghadapi banyak kendala.11 Selain itu banyak

9

Sayyid sabiq, Fiqih Sunnah, (Terjemahan Mudzakir A.S., Alma’arief), Hal 161
H.M Hasballah Thaib, Fiqih Wakaf, Konsentrasi Hukum Islam, (Program Paska Sarjana
Hukum USU), Hal 82
11
Ahmad Rofiq, Fiqih Kontekstual, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset),Hal 330
10

Universitas Sumatera Utara

8

tedapat wakaf untuk keluarga di samping wakaf untuk umum, Menurut Ahmad
Basyir12. Membagi wakaf menjadi dua macam, yaitu pertama, Wakaf ahli atau juga
disebut wakaf keluarga adalah wakaf yang ditunjukan kepada orang-orang tertentu,

seorang atau lebih, baik keluarga wakif atau bukan keluarga si wakif. Kedua, Wakaf
khairi atau wakaf umum yang sejak semuala sudah ditunjukan untuk kepentingan
umum yang dapat menikmati hasilnya oleh masyarakat secara luas dan merupakan
salah satu sarana untuk menyelenggarakan kesejahteraan masyaraka, baik dalam
bidang sosial, ekonomi, pendidikan, kebudayaan maupun keagamaan.
Dengan demikian minimnya sentuhan mekanisme kontrol dan pengabaian
manajemen organisasi serta tidak kuatnya sistem pengaturan yang ada menyebabkan
terjadinya pelanggaran-pelanggaran serta berbagai masalah dalam pengelolaan wakaf
atau yang di istilahkan dengan Nadzir yang memiliki kewajiban untuk mengurus dan
bertanggung jawab atas semua kekayaan wakaf.
Lembaga pengelolaan wakaf merupakan lembaga yang berkaitan langsung
dengan upaya produktif dan aset wakaf. Semakin banyak hasil harta yang dapat
dinikmati orang, akan semakin besar pula pahala yang akan mengalir kepada pihak
wakif. berdasarkan hal tersebut, dari segi hukum fiqih, pengembangan harta wakaf
secara produktif merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh pengelola wakaf
atau yang disebut Nadzir wakaf.
Mengenai nadzir yang ditugaskan sebagai pengelola harta wakaf dalam,
manajemen dan keuangan atas harta wakaf seluruhnya pada nadzir. Dalam
12

Abdul Manan, Op.Cit, Hal 242

Universitas Sumatera Utara

9

perwakafan pada nazhir sebagai pengelola, maka Departemen Agama atau Kantor
Urusan Agama Kecamatan sebagai pengawas atas nadzir dan tanah wakaf.13
Nadzir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk
dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Posisi Nadzir sebagai
pihak yang bertugas untuk memelihara dan mengurusi harta wakaf mempunyai
kedudukan yang penting dalam perwakafan. Sedemikian pentingnya kedudukan
nadzir dalam perwakafan, sehingga berfungsi tidaknya wakaf bagi mauquf alaih
sangat bergantung pada nadzir wakaf. Meskipun demikian tidak berarti bahwa nadzir
mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang di amanahkan kepadanya.14
Seorang

nadzir

diberikan

haknya

apabila

ia

telah

menjalankanya

kewajibannya sesuai dengan tanggung jawab sebagai nadzir, nadzir melaksanakan
kewajibannya akan mendapatkan haknya berupa upah atau imbalan, bahwa orang
yang mengurus harta benda wakaf juga berhak atas hasil dari harta wakaf yang ia
kelola sebagai mana diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf disebutkan bahwa dalam melaksanaan tugas Nadzir dapat menerima
imbalan dari hasil bersih atau pengelolaan harta benda wakaf yang besarnya tidak
melebihi 10% (sepuluh persen).
Dalam pelakasanaan wakaf kedudukan nadzir merupakan suatu hal yang
sangat penting dan sentral. Di pundak nadzir inilah tanggung jawab untuk
memelihara, menjaga dan mengembangkan wakaf agar dapat berfungsi sebagaimana
13

Ahmad Rofiq, Op.Cit., Hal 10
Quantum Husna http://hidayatfirtson.blogspot.com/2014/03/nazhir-wakaf.html, diakses
pada tanggal 19 September 2014.
14

Universitas Sumatera Utara

10

yang diharapkan. nadzir inilah yang bertugas untuk menyalurkan hasil wakaf dan
memanfaatkannya untuk kepentingan masyarakat sesuai yang direncanakan. Akan
tetapi sudah terlalu banyak pengelolaan harta wakaf yang dikelola oleh nadzir yang
tidak professional, sehingga banyak harta wakaf tidak berfungsi secara maksimal dan
tidak memberi manfaat sebagai mana yang diharapkan, bahkan banyak harta wakaf
yang di alih fungsikan atau terjual kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab
karena nadzir tidak dapat mengelola tanah wakaf itu secara professional.15
Berfungsi atau tidaknya harta wakaf sangat tergantung pada kemampuan
seorang nadzir. Di berbagai negara yang wakafnya dapat berkembang dan berfungsi
untuk memberdayakan kemaslahatan umat, wakaf dikelola oleh nadzir yang
profesiaonal. Akan tetapi di Indonesia masih sedikit nadzir yang professional, bahkan
ada beberapa nadzir yang kurang memahami hukum wakaf termasuk kurang
memahami hak dan kewajibannya. Di samping itu dalam berbagai kasus ada sebagian
nadzir yang kurang memegang amanah, seperti melakukan penyimpangan dalam
pengelolaan, kurang melindungi harta wakaf dan kecurangan-kecurangan lainnya.
Maka untuk menghindari penyalahgunaan wakaf, wakif perlu menegaskan
tujuan wakafnya. Apakah harta yang diwakafkan itu menolong keluarganya sendiri
sebagai wakaf kelurga (waqf ahly), atau untuk fakir miskin, dan lain-lain, atau untuk
kepentingan umum (waqf khairy) yang jelas tujuannya adalah untuk kebaikan
mencari ridha allah dan mendekatkan diri kepadanya.16

15
16

Abdul Manan, Op.Cit, Hal 269
Ahmad Rofiq, Op.Cit, Hal 323

Universitas Sumatera Utara

11

Di kecamatan samudera terdapat pendaftaran harta wakaf masih secara fiqih
islam. Menurut Mazhab Imam Syafii wakaf di anggap telah berpindah tangan dengan
adanya lafaz atau sigat, walaupun tidak ditetapkan oleh hakim. Milik semula dari
wakif telah hilang atau berpindah dengan terjadinya lafaz, walaupun barang itu masih
berada di tangan wakif. Dari keterangan di atas terlihat bahwa dalam hukum Islam
tidak diperlukan banyak persyaratan menyangkut prosudur atau tata cara pelaksaan
wakaf. 17
Temuan awal di Kecamatan Samudera terdapat nadzir wakaf

yang

diberhentikan sebelum berakhirnya masa jabatan, terhadap pemberhentian nadzir
wakaf tanpa adannya alasan yang jelas terhadap kesalahan nadzir yang telah di
berhentikan maka nadzir tersebut telah kehilangan hak dan kewajibannya
sebagaimana yang telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
Tentang Wakaf. Ada pula yang diberhentikan karena tidak mampu mengelola harta
wakaf dengan baik dan tidak amanah dalam menjalankan tugasnya sebagai nadzir
wakaf. Sampai saat ini manajemen pengelola wakaf di Kabupaten Aceh Utara masih
sangat memperihatinkan karena Nadzir yang tidak professional maka akibatnya
banyak harta wakaf yang terlantar dan tidak jelas hasil pengelolaan wakafnya.
Tetapi terhadap sistem pemberhentian nadzir wakaf di kabupaten Aceh Utara
belum mempraktekkan sebagaimana yang sudah di atur dalam Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf. Karena didalam masyarakat Kabupaten Aceh

17

Adijani Al-Alabij, Perwakafan Tanah Di Indonesia dalam Teori Dan Praktek, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal : 38

Universitas Sumatera Utara

12

Utara masih berpegang pada sistem pemberhentian dalam Fiqih islam. Namun
demikian peran dari nadzir wakaf tersebut tidak selamanya mulus dalam praktek,
karena pada kenyataannya masih banyak terdapat harta wakaf yang belum di kelola
apalagi dikembangkan dengan baik. Bahwa mengenai profesionalisme hanya sedikit
nazhir wakaf yang benar-benar mengelola harta wakaf secara penuh sehingga belum
dapat memberikan manfaat bagi kemaslahatan umat banyak.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas yang merupakan masalah-masalah
awal sehingga perlu adanya suatu penelitian lebih lanjut mengenai pemberhentian
nazhir wakaf sebagai pihak dalam penegloala wakaf, Maka dilakukan penelitian
dengan judul “Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian Nadzir Wakaf Dalam
Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf (Studi di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara)”.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan didalam penulisan tesis ini adalah:
1. Bagaimana tata cara pemberhentian nadzir wakaf dalam perspektif Fiqih
Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf?
2. Bagaimana hak dan kewajiban nadzir wakaf yang diberhentikan dalam
perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan nadzir wakaf diberhentikan
sebelum habis masa jabatannya di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh
Utara?

Universitas Sumatera Utara

13

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang
hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui bagaimana tata cara pemberhentian nadzir wakaf dalam
perspektif Fiqih Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf
2. Untuk mengetahui Bagaimana hak dan kewajiban nadzir wakaf yang
diberhentikan dalam perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf
3. Untuk

mengetahui

faktor-faktor

yang

menyebabkan

nadzir

wakaf

diberhentikan sebelum habis masa jabatannya di Kecamatan Samudera
Kabupaten Aceh Utara
D. Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian dan manfaat penelitian merupakan satu rangkaian yang
hendak dicapai bersama, dengan demikian dari penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikkut :
1. Secara

teoritis,diharapkan

penelitian

ini

dapat

menambah

bahan

pustaka/literatur dan juga sebagai masukan ilmu pengetahuan, khususnya
mengenai terhadapat pemberhentian nazhir wakaf.
2. Secara praktis sebagai bahan informasi tambahan bagi pemerintah dan
penegak hukum serta memberikan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak
yang terkait dalam badan pengelola wakaf Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

14

E. Keaslian Penulisan
Berdasarkan informasi pemeriksaan yang ada dan sepanjang penelusuran
kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatra Utara, khususnya di
lingkungan Magister Kenotariatan dan Magister Ilmu Hukum, belum ada penelitan
sebelumnya yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap Pembrhentian Nadzir Wakaf
Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf.(Studi di kecamatan Samudera kabupaten Aceh Utara)”Akan tetapi ada
beberapa penelitian yang menyangkut tentang nadzir wakaf anatara lain penelitian
yang di lakukan oleh:
1. Penelitian yang dilakukan oleh H.RADEN SYAFI’I, Mahasiswa Magister
Ilmu Hukum Universitas Sumatra Utara dengan judul “Wewenang Nazhir
Wakaf Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Dan
Fiqih Islam”
Rumusan Masalah :
a.

Pihak-pihak manakah yang mengangkat nadzir wakaf menurut undangundang wakaf nomor 41 tahun 2004 dan fiqih Islam,serta bagaimana
pelaksanaanya di kota medan

b.

Hal-hal apa saja yang menjdai wewenang nadzir wakaf menurut UndangUndang Wakaf Nomor 41 Tahun 2004 dan fiqih Islam, serta bagaimana
pelaksanaanya di kota medan.

c.

Sanksi apa saja yang diberikan terhadap nadzir wakaf yang melalaikan
dan menyalahgunakan wewenag menurut Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004, serta bagaimana pelaksanaannya dikota medan.

Universitas Sumatera Utara

15

2. Penelitian

yang

dilakukan

oleh

EVIROSITA

Mahasiswa

Magister

Kenotariatan Universitas Sumatra Utara dengan judul “Tinjauan Yuridis Atas
Tanah Wakaf Yang Dikuasai Nadzir (Studi Kasus Di Kecamatan Lueng Bata
Kota Banda Aceh)”
Rumasan Masalah :
a.

Bagaimana kedudukan nadzir sebagai pengelola tanah wakaf menurut
hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf.

b.

Apakah yang menjadi kendala-kendala nadzir dalam pengelolaan tanah
wakaf.

c.

Bagaimana efektifitas pengelolaan pengawasan tanah wakaf.

Permasalahan-permasalahan yang dibahas dalam penelitian tersebut berbeda
dengan berbeda dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Oleh
karena itu penelitian dapat menjamin sepenuhnya tentang keaslian penelitian dan
dapat di katagorikan sebagai penelitian yang

baru dan

dapat dipertanggung

jawabkan secara akademik.
F.

Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi

1.

Kerangka Teori
Dalam penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, teori

adalah untuk menerangkang dan menjelaskan gejala spesifik untuk proses tertentu.18
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat teori, tesis
mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbadingan
18

Soejono Soekarto,Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Universitas Indonesia Press,
1986), Hal 112

Universitas Sumatera Utara

16

teoriti, sedangkan suatu kerangka teori bertujuan untuk menyajikan cara-cara
bagaiman

mengorganisasi

dan

mengintrepetasi

hasil-hasil

penelitian

dan

menhubungkan dengan hasil terdahulu.19
Selain itu, menurut M. Solly Lubis menyatakan konsep teori merupakan
kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus atau pun
permasalahan yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan.20
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori amanah, hal ini sejalan
dengan firman allah yang terdapat dalam QS.An.Nisa’ ayat 58 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.sesungguhnya allah
adalah maha mendengar lagi maha melihat.”
Amanah menurut bahasa bersal dari kata aman yaitu kebalikan dari takut.
Sedangkan amanah adalah kebalikan dari khianat. Dalam istilah syara’, Amanah
artinya perilaku yang tetap dalam jiwa, dengan seorang menjaga diri dari apa-apa
yang bukan haknya walaupun terdapat kesempatan untuk melakukannya tanpa
merugikan dirinya dihadapan orang lain.21 Kata “ Waaqf “ berasal dari bahasa arab
“waqofa-yaqifu-waqfa” yang berati, berhenti memperlihatkan, memerhatikan,
meletakkan, mengatakan, mengapdi,memahami, mencegah, menahan dan tetap
berdiri.Kata “Al- waaqf” adalah bentuk masdar (gerund) dari ungkapan waqfu al-syai’
19

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta, Bhineka Cipta, 1996), Hal 19
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, (Medan, Sofmedia,2012), Hal 80
21
Hasbalhal Thaib, La’allakum Tattaquun, Medan, (Wal Ashari Publishing), 2014, Hal 83
20

Universitas Sumatera Utara

17

yang berate menahan sesuatu. Dalam pengertian istilah secara umum,wakaf adalah
sejenis pemberian yang pelaksanaanya dilakukan dengan jalan menahan (pemilikan)
asal (tahbisul ashli), lalu menjadikan manfaatnya berlaku umum. Sedangkan yang
dimaksud dengan “tahbisul ashli” ialah menahan barang yang diwakafkan itu agar
tidak diwariskan, disewakan, dan digadaikan kepada orang lain.22
Menurut hadist Nabi yang di riwayatkan oleh Muslim berasal dari Abu
Hurairah, Seorang manusia yang meninggal dunia akan berhenti semua pahala amal
perbuatannya, kecuali pahala tiga amalan yaitu :
1. Pahala amalan Shadaqah jariyah( sedekah yang pahalanya tetap mengalir)
yang diberikannya selama ia hidup.
2. Pahala ilmu yang bermanfaat ( bagi orang lain ) yang di ajarkan selama
hayatnya.
3. Doa anak (amal) saleh yakni anak yang membalas guna orsng tuanya dan
mendoakan ayah dan ibunya yang telah meninggal. Para ahli fiqih
sependapat bahwa yang dimaksud dengan pahala shadaqah jariayah
dalam hadist adalah wakaf yang diberikan dikala seseorang msih hidup.23
Menurut Imam Malik bahwa wakaf itu menjadikan manfaat benda yang
dimiliki, baik berupa sewa atau hasilnya untuk diserahkan kepada orang yang berhak,
dengan bentuk penyerahan berjangka waktu sesuai dengan apa yang diperjanjikan
atau yang di kehendaki oleh orang yang mewakafkan.24

22

Abdul Manan, Op.Cit, Hal 237
Muhammad Daud Ali, Op.Cit, Hal 81
24
Abdul Manan, Op.Cit, Hal 235

23

Universitas Sumatera Utara

18

Sebagai teori pendukung digunakan teori Kemaslahatan, secara etimologi kata
maslahat, jamaknya mashalih berarti sesuatu yang baik, yang bermanfaat dan
merupakan lawan dari keburukan atau kerusakan. Mashalahat kadang-kadang disebut
dengan istilah yang berati mencari yang benar. Esensi mashlahat adalah terciptanya
kebaikan dan kesenangan dalam kehidupan manusia serta terhindar dari hal-hal yang
dapat merusak kehidupan umum25
2.

Kerangka Konsepsi
Kerangka konseptual adalah penggambaran antara konsep-konsep yang

merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti dan
di uraikan dalam karya ilmiah.26 Menurut Burhan Ashofa, suatu konsep merupakan
abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari
jumlah karakteristik kejadian, keadaan, kelompok, atau individu tertentu27
1. Wakaf adalah memberikan harta atau pokok benda yang produktif terlepas
dari campur tangan pribadi,menyalurkan hasil dan manfaatnya secara khsusus
sesuai dengan tujuan wakaf, baik untuk kepentingan perorangan, masyarakat,
agama, maupun umum.28
Dalam rumusan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang wakaf, pasal
1 ayat (1) yang juga ditegaskan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal
215 menyatakan, “Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok
25
H.M. Hasbalhal Thaib,Tajdid Reaktualisasi Dan Elastisitashukum Islam, Konsentrasi
Hukum Islam, (Medan, Program Pasca Sarjana USU, 2002)
26
Zinuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, ( Jakarta, Sinar Grafika, 2009), Hal 96
27
Burhan Ashshofa, Metodologi Penelitian Hukum, Rineka Cipta,( Jakarta, 1996), Hal 19
28
Mundzir Qahar Manajemen Wakaf Produktif, Khalifa,( Jakarta Timur, 2005),Hal :3

Universitas Sumatera Utara

19

aorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan
melembagakan untuk selama-lamanya guna kepenting ibadat atau keperluan
umum lainnya sesuai dengan ajaran islam”29 Dari definisi di atas meberikan
pemahaman bahwa cakupan pengertian wakaf meliputi :
a.

Harta benda milik seseorang atau sekelompok orang

b.

Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai.

c.

Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya.

d.

Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak bisa dihibahkan,
diwariskan atau diperjual belikan.

e.

Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum.

2. Nazhir wakaf adalah pengurus dan pengelola wakaf. Kekuasaan nazhir atau
mutawali atas waqaf ialah kekuasaan yang terbatas dalam memlihara,
menjaga, mengelola, dan memanfaatkan hasil dari barang yang diwakafkan
sesuai dengan maksudnya. “jika pada suatu wakaf itu tidak ada mutawali
maka karena jabatannya kadhi bertindak sebagai pengawas.30
3. Wakif adalah orang yang mewakafkan hartanya,orang yang mewakafkan
hartanya menurut Islam disebut wakif. Yang dimaksud dengan wakif adalah
subjek hukum, yakni orang yang berbuat. Menurut peraturan perundangundangan wakif ialah orang atau badann hukum yang mewakafkan harta
miliknya.
29

Ahmad Rofiq, Op.Cit, Hal 320
Ali Ridho, Badan Hukum Dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan Perkumpulan,Koprasi,
Yayasan, Wakaf.( Bandung, 1986) Hal 128
30

Universitas Sumatera Utara

20

4. Pemberhentian adalah Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan mengartikan bahwa pemberhentian atau pemutusan
hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja dan
pengusaha. Sedangkan menurut Moekijat mengartikan bahwa pemberhentian
ada putusan hubungan kerja sama seseorang karyawan dengan sesuatu
organisasi perusahaan.31 Fiqih Islam adalah : Fiqih dalam bahasa Arab artinya
pengertian, dan dalam istilah ulama artinya ilmu yang membahas hukumhukum agama Islam diambil dari dalil-dalil tafsili atau dalil dalil yang
terperinci.32
G. Metode Penelitian
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah dilakukan melalui pendekatan yuridis

empiris. Yuridis empiris artinya adalah mengidentifikasi dan mengkonsepsikan
hukun sebagai institusi sosial yang rill dan fungsuional dalam system kehidupan yang
mempola. Pendekatan secara yuridis dalam penelitian ini adalah pendekatan dari segi
Peraturan

Perundang

Undangan

dan

norma-norma

hukum

sesuai

dengan

permasalahan yang ada, sedangkan pendekatan empiris adalah menekankan penelitian
yang bertujuan memperoleh pengetahuan empiris adalah dengan jalan terjun langsung
obyektif.33
31

Http://ranjidsuranta.wordpress.com/pemberhentian-tenaga-kerja-pada-perusahaan/, Di akses
pada tanggal 30 Oktober 2014.
32
Quantum Husna, http://hasansaggaf.wordpress.com/2012/02/26/hukum-agama/, Di akses
pada tanggal 30 Oktober 2014.
33
Soerjono Soerkanto Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Penerbit Ui Press, 1984 Hal 52

Universitas Sumatera Utara

21

Menurut Ronny Hanityo Soemitro, penelitian hukum dapat dibedakan
menjadi:
1. Penelitian hukum normative atau penelitian hukum dapat doctrinal, yaitu
penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder.
2. Penelitian hukum empiris atau penelitian hukum sosiologis, yaitu penelitian
hukum yang mempergunakan data primer.34
Pendekatan ini bertujuan untuk memahami bahwa hukum itu tidak sematamata sebagai suatu perangkata aturan perundang-undangan yang sifatnya normative
belaka, akan tetapi, akan tetapi hukum sebagai pelaku masyarakat, selalu berintegrasi
dan berhubungan dengan aspek kemasyarakatan, seperti aspek ekonomi, sosial dan
budaya.
Dengan demikian metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
terutama adalah pendekatan yuridis empiris mengingat permasalahan yang diteliti dan
dikaji adalah “Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian Nadzir Wakaf Dalam
Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
Wakaf (Studi di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara)”.
Dalam hal ini tidak mungkin seorang peneliti akan melakukan penelitian dan
menuliskan laporan hasil penelitiannya secara sempurna bila ia tidak menguasai
metodenya. Penguasaan metode penelitian akan bermanfaat secara nyata bagi seorang

34

Ronny Hanitjo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum Dan Jurimetri, Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1998, Hal 10

Universitas Sumatera Utara

22

peneliti dalam melakukan tugas penelitian. Peneliti akan dapat melakukan penelitian
lebih benar sehingga hasil yang diperoleh tentu berkualitas prima.35
2.

Sumber dan Data Penelitian
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan menggunakan

bahan hukum :
1) Bahan hukum primer
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai landasan
utama yang dipakai dalam rangka penelitian ini di antaranya adalah ketetuanketentuan dalam Al-Qur’an dan Hadist Nabi Muhammad SAW, Ijma’ Ulama,
Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang
wakaf.
2) Bahan hukum sekunder.
Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan dengan bahan primer dan
dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti
hasil-hasil penelitian, hasil seminar, hasil karya dari kalangan hukum, serta
dokumen-dokumen dan buku-buku yang berkaitan dengan masalah-masalah
wakaf.
3) Bahan hukum tertier.36

35

Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad Ke 20, (Bandung,
Alumni, 1994), Hal 101
36
Ronny Hanitijo Soemitro, Metedologi Penemuan Hukum, Ghalia Indonesia,(Jakarta, Ghalia
Indonesia, 1990) Hal 52

Universitas Sumatera Utara

23

Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan informasi tentang bahan hukum
dan bahan-bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, jurnal ilmiah,
ensiklopidia.yang berhubungan atau berkaitan dengan materi penelitian.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapat data yang diperluka, pengumpulan data dilakukan melalui

tahap-tahap penelitian antara lain sebagai berikut :
a. Studi Kepustakaan (Library Research).
Studi Kepustakaan ini dilakukan untuk menguraikan sistematika tentang teoriteori dan hasil-hasil penelitian yang didapatkan oleh peneliti terdahulu yang
ada hubungannya dengan permasalahan dan tujuan penelitian.37
b. Wawancara
Hasil wawancara dapat dijadikan bahan hukum sebagaiman data dalam
penelitian,38 Data tersebut di peroleh dari pihak-pihak informan atau
narasumber yang dianggap mengetahui permasalahan yang berkaitan dengan
masalah pemberhentian Nazhir wakaf.
4.

Populasi dan Sampel
Populasi atau Universel adalah sejumlah manusia atau unit yang memiliki

cirri-ciri atau karakteristik yang sama.39 Populasi dalam penelitian ini adalah pihak
yang terkait dalam pemberhentian nadzir wakaf, sehingga penarikan sampel secara
37

I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, Dan Tesis,(Yogjakarta,
Cv. Andi Offset, 2005), Hal 21
38
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana Prenada Media Group,
2005), Hal 164
39
Bambang Sunggono, Metodelogi Penelitian Hukum, (Jakarta, PT.Raja Grafindo Persada,
1998), Hal 39

Universitas Sumatera Utara

24

purposive yaitu penentuan responden yang berdasarkan atas pertimbangan tujuan
tertentu dengan alasan responden adalah orang-orang yang berdasarkan kewenangan
yang di anggap dapat memberikan data informasi yang terkait dalam pemberhentian
nadzir wakaf di Kabupaten Aceh Utara. Dikarenakan sampel yang akan di gunakan
bersifat homogen maka sampel tersebut, dapat dibagi menjadi 4 orang nadzir wakaf
sebagai nara sumber, 1 orang Kantor Urusan Agama Kecamatan Samudera, dan 2
orang Majelis Permusyawaratan Ulama Kabupaten Aceh Utara.
5.

Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini merupakan cermin kelayakan akan terungkapnya data

primer atau data dasa.40 Penelitian lapangan ini di lakukan di Kabupaten Aceh Utara
yaitu di kantor Badan Wakaf Indonesia dan Kantor Urusan Agama Kabupaten Aceh
Utara, pengambilan lokasi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kantor tersebut
berkaitan langsung dengan penelitian yang akan dilakukan, hal ini bertujuan untuk
memberikan kemudahan untuk mendapatkan informasi yang berkenaan dengan judul
penelitian yang akan diteliti berjudul Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian
Nadzir Wakaf Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 Tentang Wakaf (Studi di Kabupaten Aceh Utara)
6.

Analisis Data
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan suatu analisis data yang berguna

untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Analisis data dalam

40

Soerjono Soekarto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
(Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Hal 37

Universitas Sumatera Utara

25

penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian dengan menggunakan
metode kualitatif bertolak dari dari asumsi tentang ralitas atau fenomena sosial
bersifat unik dan konpleks.padanya terdapat regularitas atau pola tertentu.41
Analisis data penelitian berisi uraian tentang cara-cara analisis yang
menggambarkan bagaimana suatu data dianalisis dan apa manfaat data yang
tekumpul untuk dipergunakan memecahkan masalah yang dijadikan objek
penelitian.42 Selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode berpikir
deduktif, yaitu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang umum untuk selanjutnya
menarik hal-hal yang khusus, dengan menggunakan ketentuan berdasarkan
pengetahuan umum seperti teori-teori, dalil-dalil, atau prinsip-prinsip dalam bentuk
proposisi-proposisi untuk menarik kesimpulan terhadap fakta-fakta yang bersifat
khusus.

41

Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian, Pemahaman Filosofis, Dan Metodelogi Kearah
Pengusaha Modal Aplikasi, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2003), Hal 53
42
Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum, Penerbit Mandar Maju, Jambi, 2008, Johan
Nasution, Metode Penelitian Hukum, Penerbit andar Maju, Jambi, 2008, hal 174.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TANAH WAKAF YANG DIPERJUAL BELIKAN BERDASARKAN HUKUM ISLAM DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF.

0 0 1

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

0 0 47

Penggantian Benda Wakaf Menurut Kompilasi Hukum Islam (Khi) Dan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

0 0 16

Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian Nadzir Wakaf Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara)

0 0 17

Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian Nadzir Wakaf Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara)

0 0 2

Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian Nadzir Wakaf Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara)

0 0 35

Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian Nadzir Wakaf Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara) Chapter III V

0 10 43

Analisis Yuridis Terhadap Pemberhentian Nadzir Wakaf Dalam Perspektif Fiqih Islam Dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf (Studi Di Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara)

0 0 5

WAKAF PRODUKTIF DALAM HUKUM ISLAM INDONESIA Analisis Filosofis Terhadap Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

0 0 14

TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN WAKAF MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

0 0 120