Adaptasi Sosial Masyarakat Rusunawa Kota Binjai

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pemenuhan kebutuhan tempat tinggal di kota bagi masyarakat berpenghasilan
rendah menjadi salah satu masalah yang harus diselesaikan. Keterbatasan ekonomi
yang mereka miliki menjadi dasar bagi mereka menghuni pemukiman kumuh dan liar.
Tingginya jumlah masyarakat miskin disebabkan oleh beberapa faktor seperti
rendahnya pendidikan, latar belakang keluarga miskin dan kesempatan lowongan
pekerjaan yang rendah. Daerah kumuh atau permukiman miskin merupakan fenomena
umum di kota besar. Permukiman kumuh yang bertambah setiap tahunnya sangat sulit
untuk dicegah. Munculnya pemukiman kumuh ini sebenarnya ilegal karena melanggar
ketertiban umum. Hal ini harus segera ditindak dengan cepat sebelum persebaran
permukiman ini semakin meluas.
Oleh karena itu salah satu cara pemecahan masalah ini adalah dengan
pembangunan rumah susun yang layak dan terjangkau bagi masyarakat miskin.
Pembangunan rumah susun pada hakekatnya merupakan jawaban sebuah kebutuhan
akan pemecahan masalah perumahan di perkotaan (Budihardjo, 2006). Seperti yang
dijelaskan pada Undang-Undang Rumah Susun Nomor 20 Tahun 2011 pasal 3 ayat 2,
bahwa penyelenggaraan rumah susun bertujuan untuk menjamin terwujudnya rumah
susun yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis,

dan berkelanjutan serta menciptakan pemukiman yang terpadu guna membangun
ketahanan ekonomi, sosial dan budaya.

1

Universitas Sumatera Utara

Selain itu dewasa ini faktanya bahwa wilayah Indonesia terutama di kota-kota
besar mulai kehabisan lahan untuk permukiman. Semakin langkanya dan semakin
mahalnya harga lahan di kota-kota besar memicu para pengembang di sektor
permukiman membangun sebuah hunian vertikal dengan tipologi bangunan yang
sudah baku. Maka muncullah suatu tipologi bangunan yang disebut dengan
Rusunawa, unit-unit satuan rumah susun yang sedianya dibangun secara horizontal
kini seolah-olah ditumpuk-tumpuk menjadi satu bangunan tinggi yang utuh.
Penyatuan unit-unit rumah ini juga berarti menyatukan budaya atau adat istiadat yang
menjadi kebiasaan penghuni rumah itu sendiri.
Rusunawa telah dibangun di beberapa kota di Indonesia, salah satunya adalah
Kota Binjai. Kota Binjai merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara yang
hanya memiliki luas area ± 90, 23 km² dan berjarak sekitas 22 km dari Kota Medan
sebagai Ibukota Provinsi Sumatera Utara. Saat ini Kota Binjai hanya memiliki 1 unit

Rusunawa yang diperuntukan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.
Pemerintah Kota Binjai berhadap dengan adanya pembangunan Rusunawa ini akan
membantu meringankan beban masyarakat ekonomi rendah utnuk memenuhi
kebutuhan akan tempat tinggalnya.
Pemukiman Rusunawa memiliki perbedaan dengan pemukiman pada
umumnya. Rusunawa memiliki ketentuan dan peraturan-peraturan yang harus ditaati
oleh masyarakat yang tinggal di dalamnya. Pemukiman Rusanawa adalah bagian
bersama dan benda bersama yang harus dijaga dan digunakan bersama-sama. Tinggal
di Rusunawa adalah cara hidup baru bagi sebagian besar anggota masyarakat

2

Universitas Sumatera Utara

perkotaan. Untuk tinggal di Rusunawa perlu dikembangkan budaya-budaya 1 baru
yang sesuai dan tepat bagi kelangsungan hidup bermasyarakat di lingkungan barunya
(Purwaningsih, 2011). Oleh karena itu perlunya penyesuaian diri terharap lingkungan
sosial Rusunawa tersebut karena tanpa penyesuaian diri yang baik maka dapat
dipastikan bahwa mereka tidak akan dapat bertahan untuk tinggal menetap dan
menghuni Rusunawa tersebut.

Pada dasarnya masyarakat Indonesia telah terbiasa dengan perumahan yang
menapak di tanah atau yang sering kita sebut dengan istilah landed house. Segala
macam budaya, kebiasaan, maupun adat istiadat yang berkaitan dengan tipologi
perumahan horizontal ini telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia
sehari-hari. Dengan hamparan tanah yang luas sangat memungkinkan untuk
membangun perumahan tipe tersebut, rumah-rumah tradisional maupun modern pada
waktu itu dibangun secara horizontal membentuk suatu daerah, lingkungan tertentu,
maupun yang akhirnya menjadi sebuah desa dan ini terjadi dalam kurun waktu yang
panjang. Tentu seiring dengan berjalannya waktu manusia selalu melakukan
penyesuaian diri terhadap lingkungannya terutama lingkungan tempat mereka
bermukim, dan kebiasaan yang telah menjadi budaya atau adat istiadat telah terbentuk
sedemikian rupa guna menjalankan kehidupannya berhubungan dengan lingkungan
perumahan yang terjadi.
Setiap masyarakat yang masuk ke Rusunawa akan menghadapi lingkungan
sosial yang berbeda dari sebelumnya. Mereka berasal dari latar belakang yang
berbeda baik dari segi agama, etnis, daerah asal dan sebagainya. Sesama penghuni
Rusunawa diperlukannya hubungan yang baik di antara keduanya agar terjalinnya
1

Budaya adalah seperangkat sistem gagasan,kepercayaan, perilaku, kebiasaan dan hasil karya

manusia dalam kehidupan masyarakat (Koentjaraningrat, 2009)

3

Universitas Sumatera Utara

keharmonisan dalam bertetangga. Bertetangga merupakan bagian kehidupan manusia
yang tidak bisa hindari. Karena manusia bukan hanya sebagai makhluk individu,
tetapi juga merupakan makhluk sosial. Keharmonisan dalam bertetangga dapat dilihat
dari hubungan kerjasama diantara mereka. Menetap di Rusunawa secara tidak
langsung akan menciptakan interaksi antar sesama penghuni akan lebih intensif. Hal
ini dikarenakan mereka tinggal di satu atap yang sama dan hunian mereka hanya
dipisahkan oleh dinding saja.
Kehidupan bertetangga dipengaruhi oleh adanya interaksi sosial. Interaksi
sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tak
akan mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang-orang secara badaniah
belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial.
Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang-orang perorangan atau
kelompok-kelompok manusia bekerja sama, saling berbicara, dan seterusnya untuk
mencapai tujuan bersama (Soekanto, 2006: 54)

Dalam berinteraksi cenderung menghasilkan dua kemungkinan yang berbeda.
Yaitu pertama terjadinya hubungan yang harmonis atau serasi dan yang kedua
terjadinya hubungan yang tidak harmonis yang pada akhirnya tidak jarang akan
menimbulkan pertentangan atau konflik. Rahardjo (1984: 114) mengemukakan bahwa
interaksi sosial yang bersifat positif akan mampu menciptakan suasana hubungan
yang harmonis dalam masyarakat. Kondisi ini bisa dicapai jika ada rasa saling
menghargai dan mengakui keberadaan masing-masing individu atau etnik. Interaksi
yang bersifat negatif apabila tindakan-tindakan dalam interaksi menimbulkan kondisi
ketidakserasian atau disharmoni dalam kelompok atau masyarakat yang pada giliran
tidak mustahil menimbulkan konflik.

4

Universitas Sumatera Utara

Kondisi dan situasi yang telah disebutkan diatas membuat peneliti tertarik
untuk meneliti permasalahan yang berkaitan dengan adaptasi antar warga di
Rusunawa tersebut. Peneliti ingin melihat bagaimana adaptasi masyarakat di
lingkungannya yang baru yaitu di Rusunawa. Sebagai ilmu yang mempelajari tentang
manusia dan kebudayaan, antropologi perkotaan melihat bagaimana cara penyesuaian

dalam diri masyarakat di tempat tinggalnya yang baru dalam konteks perkotaan.

1.2. Tinjauan Pustaka
1.2.1. Pengertian Rusunawa
Pengertuian Rumah Susun menurut Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011,
bahwa Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu
lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional
dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masingmasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, yang berfungsi untuk tempat
hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.
Satuan Rumah Susun (Sarusun) adalah unit hunian rumah susun yang dihubungkan
dan mempunyai akses ke selasar/koridor/lobi dan lantai lainnya dalam bangunan
rumah susun, serta akses ke lingkungan dan jalan umum.
Sedangkan Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) adalah bangunan
gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam
bagianbagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun
vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah,
status penguasaannya sewa serta dibangun dengan menggunakan dana Anggaran

5


Universitas Sumatera Utara

Pendapatan dan Belanja Negara dan atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
dengan fungsi utamanya sebagai hunian.
Pengelolaan adalah upaya terpadu yang dilakukan oleh badan pengelola atas
barang milik negara atau daerah yang berupa rusunawa dengan melestarikan fungsi
rusunawa

yang

meliputi

kebijakan

perencanaan,

pengadaan,

penggunaan,


pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindah
tanganan, penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian rusunawa.
Pemilik rusunawa, yang selanjutnya disebut sebagai pemilik, adalah pengguna
barang milik negara yang mempunyai penguasaan atas barang milik negara berupa
rusunawa. Penghuni adalah warga negara Indonesia yang termasuk dalam kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah sesuai peraturan yang berlaku yang melakukan
perjanjian sewa sarusunawa dengan badan pengelola.
1.2.2. Pembangunan Rusunawa
Pembangunan Rusunawa adalah suatu cara untuk memecahkan masalah
kebutuhan dari permukiman dan perumahan pada lokasi yang padat terutama pada
daerah perkotaan yang jumlah penduduknya selalu meningkat. Pembangunan rumah
susun tentunya juga dapat mengakibatkan terbukanya ruang kota sehingga mejadi
lebih lega. Selain itu daerah kumuh juga akan berkurang dan selanjutnya menjadi
daerah yang rapi yang bersih dan teratur (Hijriwati, 2011).
Konsep pembangunan Rusunawa yaitu dengan bangunan bertingkat yang
dapat dihuni bersama, di mana satuan-satuan dari unit dalam bangunan dimaksud
dapat memiliki secara terpisah yang dibangun baik secara horizontal maupun secara
vertikal, pembangunan perumahan yang seperti ini sesuai dengan kebutuhan
masyarakat (Wiwaha, 2013).


6

Universitas Sumatera Utara

Perumnas dalam rangka mengantisipasi kecenderungan meningkatnya arus
urbanisasi ke kota, terutama dari golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke
bawah serta sulitnya mendapatkan lahan murah di perkotaan sebagai kewajiban
pemerintah guna mewujudkan kesejahteraan dan meningkatkan taraf hidup serta
kehidupan masyarakat secara utuh melalui pemerataan penyediaan perumahan yang
layak huni dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat.
Pembangunan perumahan ditujukan untuk menunjang kebutuhan perumahan
dan memberikan akomodasi bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak
memiliki penghasilan dan pekerjaan menetap. Sejalan dengan pembangunan rumah
susun dengan sistem kepemilikan, maka sejak tahun 1984 telah pula dibangun rumah
susun sewa yang dapat dihuni secara sewa baik harian maupun bulanan.
Kebijaksanaan di bidang perumahan dan permukiman pada dasarnya dilandasi
oleh amanat RPJM2. Amanat tersebut menyatakan pembangunan perumahan dan
permukiman dilanjutkan dan diarahkan untuk meningkatkan kualitas hunian dan
lingkungan kehidupan keluarga atau masyarakat. Pembangunan perumahan dan
pemukiman perlu ditingkatkan dan diperluas sehingga dapat menjangkau masyarakat

yang berpenghasilan rendah.
Menurut pasal 3 Undang Undang Rumah Susun, Nomor 20 Tahun 2011,
tujuan pembangunan rumah susun adalah sebagai berikut :
a. Menjamin terwujudnya rumah susun yang layak huni dan terjangkau dalam
lingkungan yang sehat, aman, hrmonis, dan berkelanjutan serta menciptakan

2

RPJM merupakan singkatan dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah, merupakan
penjabaran visi misi dan program Kepala Daerah. RPJM Daerah memuat arah kebijakan keuangan
daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum, dan progaram Satuan Kerja Perangkat Daerah.

7

Universitas Sumatera Utara

permukiman yang terpadu guna membangun ketahanan ekonomi, sosial dan
budaya;
b. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan ruang dan tanah, serta
menyediakan ruang terbuka hijau di kawasan permukiman yang lengkap serta

serasi

dan

seimbang

dengan

memperhatikan

prinsip

pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
c. Mengurangi luasan dan mencegah timbulnya perumahan dan pemukiman
kumuh;
d. Mengarhakan pengembangan kawasan perkotaan yang serasi, seimbang,
efisien, dan produktif;
e. Memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang menunjang kehidupan
penghuni dan masyarakat dengan tetap mengutamakan tujuan pemenuhan
kebutuhan perumahan dan pemukiman yang layak, terutama bagi MBR3;
f. Memberdayakan para pemangku kepentingan di bidang pembangunan rumah
susun,
g. Menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah susun yang layak dan terjangkau,
terutama bagi MBR dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan
berkelanjutan dalam suatu sistem tata kelola perumahan dan pemukiman yang
terpadu; dan
h. Memberikan kepastian hukum dalam penyediaan, kepenghunian, pengelolaan,
dan kepemilikan rumah susun.

3

MBR adalah singkatan dari Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

8

Universitas Sumatera Utara

Pembanguan rumah susun harus memenuhi berbagai persyaratan teknis dan
administrasi yang di tetapkan dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang
Rumah Susun. Pembangunan rumah susun memerlukan persyaratan teknis dan
administratif yang lebih berat karena rumah susun memiliki bentuk dan keadaan
khusus yang berbeda dengan perumahan biasa. Rumah Susun merupakan gedung
tingkat yang akan dihuni banyak orang sehingga perlu dijamin keamanan,
keseamatan, dan kenikmatan dalam penghuninya.
1.2.3. Adaptasi
Pengertian penyesuaian diri sering kali disebut juga dengan adaptasi. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2009, istilah adaptasi diartikan sebagai
penyesuaian terhadap lingkungan baru. Perilaku penyesuaian individu terhadap
lingkungannya merupakan upaya pengurangan ketidaksesuaian lingkungan dengan
individu.
Purwanigsih (2011) mengungkapkan bahwa tindakan yang dilakukan oleh
individu dalam upaya untuk mengurangi ketidaksesuaian dibedakan menjadi 3 jenis
adaptasi yaitu:
1. Adaptasi by adjustment, yaitu tindakan mengurangi konflik dengan menyesuaikan
diri sehingga terjadi keselarasan antara lingkungan dengan individu.
2. Adaptasi by reaction, yaitu tindakan menolak atau melawan terhadap lingkungan
dengan

melakukan

perubahan-perubahan

fisik

lingkungan

guna

menambah

keselarasan antara individu dengan lingkungan fisiknya.
3. Adaptasi by withdrawal, yaitu tindakan mengurangi tekanan lingkungan dengan
melakukan migrasi atau pindah ke tempat lain.

9

Universitas Sumatera Utara

Penyesuaian antara individu dengan lingkungan sosial budayanya dikenal
dengan istilah adaptasi. Pada kondisi ini individu mengubah perilaku agar sesuai
dengan kondisi lingkungannya, sedangkan penyesuaian keadaan lingkungan pada diri
individu dikenal dengan istilah adjustment. Adaptasi sosial berkaitan dengan
kelembagaan sosial untuk mengendalikan atau meredam konflik-konflik. Adaptasi
budaya berkaitan dengan proses sosial, suatu individu akan berusaha membiasakan
diri pada suatu tempat dalam kehidupan sosial untuk dapat berpartisipasi dalam
aktivitas-aktivitasnya.
Menurut Suparlan (1984: 20), adaptasi itu sendiri pada hakekatnya adalah
suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan
kehidupan. Syarat-syarat dasar tersebut mencakup:
1. Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga
kesetabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis
secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainya).
2. Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari
perasaan takut, keterpencilan gelisah).
3. Syarat dasar sosial (manusia membutuhkan hubungan untuk dapat melangsungkan
keturunan, tidak merasa dikucilkan, dapat belajar mengenai kebudayaanya, untuk
dapat mempertahankan diri dari serangan musuh).
Soekanto (2006: 10-11) memberikan beberapa batasan pengertian dari
adaptasi sosial, yakni:
1) Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
2) Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan ketegangan.
3) Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah.

10

Universitas Sumatera Utara

4) Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan.
5) Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan
sistem.
6) Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.
Dari batasan-batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa adaptasi merupakan
proses penyesuaian. Penyesuaian dari individu, kelompok, maupun unit sosial
terhadap norma-norma, proses perubahan, ataupun suatu kondisi yang diciptakan.
Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai
suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau
mendeskripsikan gejala itu sendiri (Fadhillah, 2017). Dari definisi tersebut, pola
adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam
proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan seharihari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adat-istiadat
kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu
yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat. Kurun waktunya bisa cepat, lambat,
atau justru berakhir dengan kegagalan (Purwaningsih, 2011).
1.2.4. Perubahan Sosial
Setiap kehidupan manusia akan mengalami perubahan. Perubahan itu dapat
mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola prilaku, perekonomian, lapisanlapisan sosial dalam masyarakat, interaksi sosial dan yang lainya. Perubahan sosial
terjadi pada semua masyarakat dalam setiap proses dan waktu, dampak perubahan
tersebut dapat berakibat positif dan negatif (Fajrina, 2016).

11

Universitas Sumatera Utara

Terjadinya perubahan merupakan gejala yang wajar dalam kehidupan
manusia. Hal ini terjadi karena setiap manusia mempunyai kepentingan yang tidak
terbatas. Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami masyarakat serta semua
unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan
masyarakat secara suka rela atau di pengaruhi oleh unsur-unsur eksternal
meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan
sosial terjadi pada dasarnya karena ada anggota masyarakat pada waktu tertentu
merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupanya yang lama dan menganggap
sudah tidak puas lagi atau tidak memadai untuk memenuhi kehidupan yang baru
(Purwaningsih, 2011).
Menurut Gillin dan Gillin (dalam Martono, 2014: 4), perubahan-perubahan
sosial sebagai suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena
perubahan geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun
karena adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat.
Perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosial lainya,
termasuk didalam nilai-nilai, sikap, dan pola prilaku antara kelompok-kelompok
dalam masyarakat (Soekanto, 2006: 263).
Soekanto (2006: 338) berpendapat bahwa ada kondisi-kondisi sosialprimer
yang menyebabkan terjadinya perubahan. Misalnya kondisi-kondisi ekonomis,
teknologis dan geografis, atau biologis yang menyebabkan terjadinya perubahan pada
aspek-aspek kehidupan sosial lainnya. Sebaliknya ada pula yang mengatakan bahwa
semua kondisi tersebut sama pentingnya, satu atau semua akan menghasilkan
perubahan-perubahan sosial.

12

Universitas Sumatera Utara

1.2.5. Masyarakat
Istilah “masyarakat” merupakan istilah yang paling lazim digunakan untuk
menyebut suatu kelompok kolektif manuisa. Masyarakat adalah sekumpulan manusia
yang saling “bergaul” atau dengan istilah ilmiah saling “berinteraksi”. Namun tidak
semua kesatuan manusia yang berinteraksi atau bergaul merupakan masyarakat,
karena suatu masyarakat harus mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. Ikatan yang
membuat kesatuan manusia menjadi suatu masyarakat adalah pola tingkah laku yang
khas

mengenai

semua

faktor

kehidupan

dalam

batasan

kesatuan

ini

(Koentjaraningrat, 116: 2009)
Gillin dan Gillin dalam bukunya “Cultural Sociology” (1954) mendefinisikan
masyarakat adalah kelompok manusia yang terbesar yang mempunyai kebiasaan,
tradisi, sikap dan perasaan persatuan yang sama. Sedangkan Suparlan (1984)
mendefinisikan masyarakat sebagai suatu sistem yang terdiri atas peranan-peranan
dan kelompok-kelompok yang saling berkaitan dan saling pengaruh-mempengaruhi,
yang dalam mana kelakuan dan tindakan-tindakan manusia terwujud.
Menurut Soerjono Soekanto (2006), masyarakat pada umumnya memliki ciriciri antar lain: (1) manusia yang hidup bersama, sekurang-kurangnya terdiri atas dua
tahun, (2) bercampur atau bergaul dalam jangka waktu yang cukup lama.
Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusia baru. Sebagai akibat dari hidup
bersama, timbul sistem komunikasi dan peraturan yang mengatur hubungan antar
manusia, (3) sadar bahwa mereka merupakan satu kesatuan dan (4) merupakan suatu
sistem hidup bersama. Sistem hidup bersama menimbulkan kebudayaan karena
mereka merasa dirinya terkait satu sama lain.

13

Universitas Sumatera Utara

Mac Iver dan Page (dalam Soekanto, 2006: 22) menyatakan masyarakat ialah
suatu sistem dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama antara
berbagai kelompok dan penggolongan dan pengawasan tingkah laku serta kebiasaankebiasaan manusia. Keseluruhan yang selalu berybah ini kita namakan masyarakat.
Masyarakat merupakan jalinan hubungan sosial, dan masyarakat selalu berubah.
Menurut Mac Iver dan Charles dalam Soekanto (2006) unsur-unsur perasaan
masyarakat antara lain adalah seperasaan, sepenanggungan dan memerlukan.
1.2.6. Interaksi Sosial
Analisa mengenai manusia sebagai makhluk sosial telah banyak dilakukan
misalnya Aristoteles yang menyatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial (zoon
politicoon; man is a social animal). Bouman (1957: 32) mengemukakan bahwa
manusia baru menjadi manusia setelah manusia itu hidup dengan manusia lain.
Soekanto (2006: 75) menyatakan bahwa di dalam diri manusia pada dasarnya telah
terdapat keinginan yaitu keinginan untuk menjadi satu dengan manusia lainnya dan
keinginan untuk menjadi satu dengan alam sekitarnya.
Untuk mewujudkan keinginan menjadi satu dengan manusia lainnya, maka
manusia melakukan hubungan sosial atau interaksi sosial. Garna (1996: 76)
menyatakan bahwa semua kelompok masyarakat, organisasi, komunitas dan
masyarakat terbentuk oleh para individu yang melakukan interaksi. Karena itu suatu
masyarakat adalah individu yang sedang melakukan interaksi dalam mengambil
peranan, komunikasi dan interpretasi yang bersama-sama menyesuaikan tindakannya,
mengarahkan dan kontrol diri serta perspektif. Tindakan bersama individu dalam
melangsung peran itu untuk memperoleh kepuasan bersama.

14

Universitas Sumatera Utara

Interaksi tidak cukup hanya bertemu secara badaniah atau kontak dengan
orang yang berada di sekitar kita, tetapi juga harus dibarengi aktivitas komunikasi.
Soekanto (2006: 67), mengemukakan bahwa bertemunya orang perorang secara
badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok
sosial. Pergaulan hidup semacam itu baru akan terjadi apabila orang perorang atau
kelompok-kelompok manusia saling bekerjasama, berbicara dan seterusnya untuk
mencapai tujuan bersama.
Mengutip Simmel (dalam Kamil, 1999: 30) mengatakan bahwa interaksi sosial
memiliki arti dan bermakna apabila memenuhi dua syarat yaitu: (1) adanya kontak,
asksi reaksi, yang meliputi kontak primer melalui berhadapan langsung (face to face)
dan kontak sekunder, yaitu kontak sosial yang dilakukan melalui perantara, seperti
melalui telepon, orang lain, surat kabar dan lain-lain; (2) adanya komunikasi, pada
dasarnya kontak merupakan aksi dari individu atau kelompok dan mempunyai makna
bagi pelakunya, yang kemudian ditangkap oleh individu atau kelompok lain dengan
memberikan reaksi sehingga timbul komunikasi. Kontak saja tanpa adanya
komunikasi belum merupakan interaksi. Komunikasi timbul apabila seseorang
menangkap makna dari aksi orang lain atau kelompok dan memberikan reaksi yang
diwujudkan melalui perilaku sebagai perasaan yang ingin disampaikan kepada orang
lain atau kelompok tersebut.
Kemudian Simmel (dalam Kamil, 1999: 29-30) mengatakan interaksi sosial
adalah hubungan antara dua orang atau lebih dimana perilaku atau tindakan seseorang
akan mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki perilaku atau tindakan individu
yang lainnya atau sebaliknya. Karena itu interaksi sosial dapat terjadi apabila dua
belah pihak saling berhubungan dan melakukan tindakan timbal balik (aksi-reaksi).

15

Universitas Sumatera Utara

Lebih lanjut Simmel mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan awal
terbentuknya masyarakat. Masyarakat tidak bisa lepas dari beberapa individu yang
terdapat di dalamnya, karena merupakan suatu proses dinamis yang terus berlangsung
selama individu tersebut memberi dukungan aktif.
Proses terjadinya masyarakat menurut Simmel (dalam Kamil, 1999: 29-30)
dinamakan Sosiasi yaitu suatu masyarakat itu ada karena terdapat sejumlah individu
yang terjalin secara kompleks melalui interaksi dan saling mempengaruhi. Simmel
mengatakan bahwa terdapat dua konsep interaksi yang terdapat dalam masyarakat
yaitu bentuk dan isi. Dilihat dari situasi sosial, isi merupakan tujuan yang hendak
dicapai masyarakat, sedangkan bentuk merupakan jenis interaksi dari hubungan sosial
yang nyata di dalam masyarakat yang diwujudkan melalui superordinasi (hubungan
dengan bawahan melalui dominasi), Subordinasi (hubungan dengan atasan melalui
ketaatan), kerukunan, perwakilan, kerjasama, pertentangan dan lain-lain.
Menurut Soekanto (2006: 69), berlangsungnya suatu proses interaksi di
dasarkan berbagai faktor, antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.
Faktor-faktor tersebut dapat bergerak baik sendiri-sendiri secara terpisah maupun
dalam keadaan tergabung. Di jelaskan lebih lanjut bahwa faktor imitasi mempunyai
peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya
ialah dapat mendorong seseorang mematuhi kaedah-kaedah dan nilai-nilai berlaku,
sedangkan segi negatifnya antara lain tindakan yang ditiru adalah tindakan yang
menyimpang.
Faktor sugesti terjadi apabila seseorang memberikan pandangan atau suatu
sikap yang kemudian diterima pihak lain. Sugesti ini sebenarnya proses imitasi juga

16

Universitas Sumatera Utara

hanya titik tolaknya berbeda. Sugesti dapat terjadi karena pihak yang menerima
dilanda emosi sehingga menyebabkan daya pikir rasional terhambat.
Adapun identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan-kecenderungan
atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain.
Identifikasi sifatnya lebih mendalam dari pada imitasi, karena kepribadian dapat
terbentk melalui proses ini. Proses identifikasi dapat berlangsung baik dengan sendiri
maupun dengan sengaja, karena seringnya seseorang memerlukan tipe-tipe ideal
tertentu di dalam kehidupannya. Pengaruhnya lebih mendalam dibandingkan dengan
proses imitasi dan sugesti.
Kemudian proses sugesti, sebenarnya merupakan suatu proses dimana
seseorang merasa tertarik pada orang lain. Di dalam proses ini perasaan memgang
peranan sangat penting, walaupun dorongan utama adalah keinginan untuk memahami
dan bekerjasama dengan orang lain. Proses simpati dapat berkembang kalau didukung
oleh faktor saling mengerti (Soekanto, 2006: 71).
1.2.7. Konflik Dalam Hubungan Sosial
Wilayah perkotaan terdiri dari berbagai macam etnik yang datang berbagai
daerah. Keanekaragaman etnik tersebut merupakan salah satu ciri khas masyarakat
kita yang disebut masyarakat majemuk. Dengan adanya keanekaragaman masyarakat
disatu pihak merupakan kekayaan kebudayaan nasional, dilain pihak tidak jarang
keadaan tersebut merupakan salah satu faktor penghambat kearah terciptanya suatu
kerukunan sosial (Arkanudin, 2012).
Gillin dan Gillin (dalam Soekanto, 2006: 65) mengemukakan penggolongan
proses sosial, yaitu: (1) proses yang asosiatif, yang terbagi ke dalam tiga bentuk
khusus lagi yakni akomodasi, asimilasi dan akulturasi; (2) proses disasosiatif yang

17

Universitas Sumatera Utara

mencakup persaingan yang meliputi kontraversi dan pertentangan atau pertikaian
(conflict). Kimbal Young, mengemukakan bentuk proses sosial adalah: (1) oposisi
(opposition) yang mencakup persaingan (competition) dan pertentangan atau
pertikaian (conflict); (2) kerja sama (co-operation) yang menghasilkan akomodasi
(accomodation); (3) defrensiasi (defferentiation) yang merupakan proses dimana
orang perorang di dalam masyarakat memperoleh hak-hak dan kewajiban yang
berbeda dengan orang lain dalam masyarakat atas dasar perbedaan usia, sex dan
pekerjaan.
Menurut Coser (dalam Johnson, 1986: 195), konflik merupakan salah satu
bentuk interaksi. Sedangkan menurut Simmel (dalam Johnson,1986: 194) mengatkan
bahwa sesungguhnya dinamika konflik adalah sedemikian, sehingga pada setiap isu
tertentu ada kecenderungan untuk menjadi dua kelompok utama, yang tidak dapat
dielakkan lagi untuk berkonflik. Konflik umumnya mengarah perhatian pada
kepentingan-kepentingan kelompok dan orang yang salin bertentangan dalam struktur
sosial. Selanjutnya Simmel (dalam Lawang, 1985:269) mengemukakan bahwa tidak
ada interaksi sosial yang bebas dari konflik, justru konflik sangat erat terjalin dengan
berbagai proses mempersatukan kehidupan sosial.
Menurut Koentjaraningrat (1984: 354), konflik bisa terjadi kalau: (1)
persaingan antara dua atau lebih suku bangsa dalam hal mendapatkan lapangan mata
pencaharian hidup yang sama; (2) pemaksaan unsur-unsur kebudayaan kepada warga
satu suku bangsa lain; (3) pemaksaan terhadap suku bangsa lain yang berbeda agama
untuk menganut agama tertentu; (4) usaha mendominasi suku bangsa lain secara
politis; (5) adanya konflik terpendam antar suku-suku bangsa yang telah bermusuhan
secara adat.

18

Universitas Sumatera Utara

1.3. Rumusan Masalah
Tinggal menetap di Rusunawa adalah suatu cara hidup baru bagi sebagian
besar masyarakat perkotaan. Dalam banyak hal perubahan fisik dan lingkungan sosial
yang sangat berbeda akan membawa pengaruh terhadap kehidupan mereka. Oleh
karena itu ada 3 rumusan masalah yang akan dibahas yaitu:
1. Bagaimana hubungan sosial yang tercipta diantara sesama warga penghuni
Rusunawa
2. Bagaimana penyesuaian diri warga masyarakat Rusunawa dengan lingkungan
sosialnya
3. Apa saja permasalahan yang dihadapi masyarakat selama tinggal di Rusunawa
4. Apa saja perubahan yang dirasakan masyarakat selama tinggal di Rusunawa

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial yang tercipta diantar sesama
penghuni.
2. Untuk mengetahui berbagai wujud penyesuaian diri sebagai strategi dalam
menghadapi lingkungan yang baru.
3. Untuk mengetahui berbagai permasalahan yang muncul dalam kehidupan
masyarakat di Rusunawa Kota Binjai.
4. Untuk mengetahui perubahan apa saja yang dirasakan masyarakat selama
tinggal di Rusunawa
Sementara itu manfaat dari penelitian ini adalah:

19

Universitas Sumatera Utara

1. Diharapkan dapat memberi masukan kepada pemerintah untuk melihat secara
nyata berbagai kebutuhan dan pengunaan ruang secara tepat bagi masyarakat
penghuni Rusunawa. Sehingga para perencana kota melalui pembangunan
rusun dapat membuat design pemukiman yang ideal menurut konteks
kebudayaan masyarakat setempat.
2. Secara praktis, penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat kepada
kalangan masyarakat yaitu memperkaya informasi mengenai adaptasi
masyarakat di Rusunawa. Selain itu juga kepada kebijakan Pemko Binjai agar
dapat membangun Rusunawa yang baik dan ideal.
3. Secara teoritis, penelitian ini dapat meningkatkan keilmuan dan wawasan di
kalangan mahasiswa, akademis, dan ilmu di bidang sosial dan budaya
khususnya Antropologi Sosial terkait adaptasi masyarakat Rusunawa.

1.5. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah cara-cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid,
dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkandan dibuktikan, suatu pengetahuan
tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunkan untuk memahami, memecahkan dan
mengantisipasi masalah. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode
etnografi.
Etnografi merupakan pekerjaan mendeskripsikan suatu kebudayaan. Tujuan
utama aktivitas ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang
penduduk asli. Sebagaimana dikemukakan oleh Malinowski (1992: 25) tujuan
etnografi adalah memahami sudut pandang penduduk asli, hubungannya dengan
kehidupan, untuk mendapat pandangan-pandangannya mengenai dunianya. Oleh

20

Universitas Sumatera Utara

karena itu penelitian etnografi melibatkan aktivitas belajar mengenai dunia orang
dengan melihat, mendengar, berbicara, berfikir, dan bertindak dengan cara yang
berbeda. Tidak hanya mempelajari masyarakat, lebih dari itu etnografi berarti belajar
dari masyarakat.
Inti dari etnografi adalah upaya memperrhatikan makna tindakan dari kejadian
yang menimpa orang yang ingin kita pahami. Beberapa makna ini terekspresikan
secara langsung dalam bahasa, dan banyak yang diterima dan disampaikan hanya
secara tidak langsung melalui kata dan perbuatan (Spradley, 1997). Karakteristik
utama dari metode ini adalah sifat analisisnya yang mendalam, kualitatif, dan holistik,
sehingga penelitian dengan menggunakan metode etnografi memakan waktu yang
cukup lama.
Dengan menggunakan metode etnografi, peneliti tidak hanya menulis hal-hal
yang dapat diamati saja. Tetapi peneliti juga akan menggali secara menyeleruh segala
hal yang berkaitan dengan topik penelitian. Peneliti akan menggali sebanyak mungkin
informan terkait strategi adaptasi yang digunakan warga masyarakat Rusunawa untuk
dapat tinggal menetap di Rusunawa tersebut.
1.5.1. Teknik Penelitian
1.5.1.1. Studi Kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan adalah segala usaha yang dilakukan peneliti untuk
menghimpun informasi yang relevan dengan masalah yang sedang diteliti. Kegiatan
studi kepustakaan dilakukan untuk menemukan literatur atau sumber bacaan dalam
melengkapi penulisan dan penyesuaian data dari hasil wawancara.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini diperoleh dari kepustakaan
merupakan data pendukung, yaitu berupa skripsi, buku, artikel, dan jurnal. Hal

21

Universitas Sumatera Utara

pertama yang dilakukan penulis yaitu mengumpulkan artikel, buku, dan jurnal yang
berhubungan dengan adaptasi dan rumah susun. Setelah semua terkumpul terlebih
dahulu penulis membaca lalu mengklasifikasikan untuk dijadikan bahan penelitian.
1.5.1.2. Teknik Observasi Partisipatif
Penelitian dengan metode etnografi mengharuskan peneliti melakukan
observasi partisipatif. Teknik ini melibatkan peneliti secara langsung dalam kegiatan
pengamatan di lapangan. Jadi, peneliti bertindak sebagai observer, artinya peneliti
merupakan bagian dari kelompok yang ditelitinya. Dengan teknik observasi
partisipasi penliti dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial yang sukar
untuk diketahui dengan metode lainnya. Selain melakukan observasi partisipatif
metode etnografi juga melakukan wawancara mendalam, membangun rapport dan
juga penulisan field note selama di lapangan. Field note merupakan catatan yang
dibuat peneliti selama penelitian di lapangan. Field note berisi data-data yang di
peroleh peneliti dari hasil observasi dan wawancara dengan informnan.
Seorang peneliti ketika ingin melakukan penelitian, tentu hal tersebut tidak
semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal atau cara yang harus ditempuh.
Salah satunya adalah peneliti harus membangun rapport yang baik di depan subjek.
Rapport adalah hubungan baik yang tercipta antara peneliti dan subjek atau
informannya. Sehingga akan memudahkan peneliti dalam melakukan penggalian data
terhadap informan karena informan akan merasa lebih percaya dan akan lebih terbuka.
Dalam membangun rapport yang baik terhadap informan sebenarnya sama halnya
dengan berusaha membuat informan untuk memberi kepercayaan terhadap peneliti
sehingga hubungan antara keduanya bisa terjalin harmonis.

22

Universitas Sumatera Utara

Selain itu rapport juga membantu dalam hal penggalian data tentunya. Rapport
tidak hanya diciptakan atau dibentuk kepada satu orang namun kepada semua orang
yang terlibat dalam penelitian. Sehingga bisa dikatakan rapport dijadikan sebagai
prasyarat utama yang harus dilakukan untuk mendapatkan data dari informan.
Dalam teknik observasi partisipatif berarti peleliti ikut tinggal bersama
masyarakat Rusunawa Binjai. Serta ikut melakukan aktivitas-aktivitas yang dilakukan
masyarakat Rusunawa Binjai guna untuk mendapatkan data yang sesuai dengan topik
yang menjadi objek penelitian.
1.5.1.3. Teknik Wawancara Mendalam
Teknik selanjutnya yang dilakuakn adalah teknik wawancara mendalam.
Teknik wawancara adalah teknik yang dilakukan dengan percakapan demgan maksud
tertentu yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memeberikan
jawabaan atas pertanyaan yang diajukan (Moleong, 1990).
Teknik wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data

yang

umum digunakan untuk mendapatkan data berupa keterangan lisan dari suatu
narasumber atau keterangan lisan dari suatu informan. Data yang dihasilkan dari
wawancara dapat dikategorikan sebagai sumber primer karena didapatakan langsung
dari sumber pertama. Di dalam melakukan wawancara diharapkan peneliti memiliki
kemampuan untuk dapat merangsang informan untuk menjawab dan juga menggali
informasi yang dibutuhkan.
Wawancara dalam suatu penelitian adalah suatu proses yang sangat
dibutuhkan. Dalam melakukan wawancara hendaknya peneliti menggunakan
pertanyaan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh informan sehingga informan

23

Universitas Sumatera Utara

tidak merasa binggung. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah pertanyaan yang
menyangkut tema penelitian dan wawancara harus dilakukan di saat yang tepat
sehingga tidak mengganggu informan.
Ketika melakukan wawancara peneliti juga menggunakan beberapa alat
dokumentasi visual untuk menyimpan atau mengarsipkan data yang telah didapat.
Bahan atau peralat yang digunakan utnuk mendukung dokumentasi visual ini dapat
disajikan dalam bentuk poto, rekaman dan video, dan tidak lupa juga peneliti harus
membuat field note (catatan lapangan). Dengan adanya alat bantu visual ini, peneliti
dapat dengan mudah mengingat apa yang telah dijelaskan oleh informan.
1.5.1.4. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan utnuk menganalisis makna yang ada dibalik data dan
informasi yang telah diperoleh dari informan. Analisis data bertujuan untuk menyusun
data dalam cara yang bermakna sehingga dapat dipahami. Proses analisis data dimulai
dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu wawancara,
pengamatan yang sudah dilakukan, catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen
resmi, gambar, foto dan sebagainya (Moleong, 1990: 190).
Setelah semua data dibaca, dipelajari, dan ditelaah, maka langkah berikutya
adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan membuat abstraksi.
Abstarksi merupakan usaha untuk membuat rangkuman yang inti. Langkah
selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan ini kemudian
dikategorisasikan pada langkah berikutnya. Ketegori-kategori itu dilakukan sambil
membuat koding. Tahap terakhir dari anlisis data adalah mengadakan pemeriksaan
data dalam mengolah hasil sementara menjadi teori substantif dengan menggunakan
beberapa teori tertentu.

24

Universitas Sumatera Utara

Pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahapan. Tahap pertama
pengolahan data data dimulai dari penelitian pendahuluan hingga tersusunnya usulan
penelitian. Tahap kedua, pengolahan data yang lebih mendalam dilakukan dengan
cara mengolah hasil kegiatan wawancara dan pengumpulan berbagai informasi
lapangan di lokasi penelitian. Tahap ketiga, setelah itu dilakukan pemeriksaan
keabsahan data hasil wawancara dengan sejumlah narasumber yang dijadikan
informan penelitian serta membandingkan data tersebut dengan berbagai informasi
terkait. Pada tahap ini, pengolahan data dianggap optimal apabila data yang diperoleh
sudah layak dianggap lengkap dan dapat merepresentasikan masalah yang dijadikan
obyek penelitian. Tahap akhir adalah analisi data dalam rangka menjawab pertanyaanpertanyaan penelitian yang dilakukan dengan pendekatan triangulasi.

1.6. Pengalaman Lapangan
Penelitian ini saya lakukan sendiri di Rusunawa Kota Binjai. Sebelum
melakukan penelitian saya sudah beberapa kali berkunjung ke Rusunawa Kota Binjai
ini. Kebetulan saya mengenal salah satu penghuni di Rusunawa, meski tidak begitu
dekat namun beliau dengan senang hati membantu saya untuk melakukan penelitian
di Rusunawa. Penulis memilih lokasi Rusunawa Kota Binjai ini karena penulis sendiri
merupakan penduduk asli Kota Binjai dan tumbuh besar di kota yang identik dengan
sebutan kota rambutan.
Sebelum berniat melakukan penelitian di Rusunawa saya sama sekali belum
pernah berkunjung ke Rusunawa. Saya hanya sering memperhatikan Rusunawa ini
dari kejauhan ketika saya melewatinya. Awal saya melakukan penelitian perasaan
gugup pasti ada apalagi banyak penghuni yang memperhatikan kehadiran saya.

25

Universitas Sumatera Utara

Mungkin mereka sadar bahwa saya adalah orang asing yang sedang memasuki
wilayah mereka. Namun syukurlah mereka tidak menaruh rasa curiga pada saya. Saya
sempat menyapa salah satu penghuni yang sedang duduk di depan huniannya, meski
dengan wajah sedikit heran namun beliau tetap melemparkan senyuman kecil kepada
saya.
Hari pertama saya di Rusunawa saya ingin bertemu dengan pengelola
Rusunawa yang saya ketahui namanya dari petugas keamanan yaitu Ibu Maria.
Namun sayang ketika saya datang ke kantornya beliau sedang tidak berada ditempat
sehingga saya harus menunda untuk meminta izin kepadanya untuk melakukan
penelitian di Rusunawa. Berniat agar penelitian saya dapat saya selesaikan secepat
mungkin maka keesokan harinya saya putuskan untuk menjumpai Ibu Maria.
Untunglah saat beliau sedang berada di kantornya. Bu Maria menyambut saya dengan
sangat baik, beliau juga dengan mudah membantu saya mempersiapkan data-data
yang saya butuhkan. Karena Bu Maria termasuk orang yang ramah maka dia
mengajak saya untuk sedikit berbincang-bincang. Dari obrolan kami saya
mendapatkan sedikit informasi mengenai masyarakat yang tinggal di Rusunawa.
Kebanyakan penghuni Rusunawa berprofesi sebagai wiraswasta yang
memiliki jam kerja berbeda-beda. Ketika saya datang di siang hari suasana Rusunawa
terlihat sepi karena kebanyakan dari penghuni sedang bekerja. Saat itu saya bertemu
dengan salah satu penghuni yang bernama Ibu Ida yang sedang duduk di teras
hunainnya. Baru saja saya ingin memulai obrolan saya dengannya namun beliau
mengatakan bahwa beliau harus mencuci pakaian. Meski beliau berbicara dengan
mimik wajah sambil tersenyum namun saya tahu bahwa itu adalah salah satu cara
beliau untuk menolak kehadiran saya. Mencuci hanya sebuah alasan untuk

26

Universitas Sumatera Utara

memutuskan obrolan kami. Karena ketika saya beranjak pergi dari rumahnya saya
melihat Ibu Ida yang justru malah berkunjung ke rumah penghuni lainnya bukan
masuk ke huniannya lalu mencuci. Bagi saya ini adalah suatu kewajaran dimana
seorang peneliti menerima penolakan dari informannya. Dari kejadian ini saya belajar
untuk mendekatkan diri terlebih dahulu dengan para informan sebelum saya bertanya
kepada mereka mengenai topik penelitian saya.
Di samping ada penghuni yang menolak kehadiran saya namun tidak sedikit
juga penghuni yang menyambut saya dengan hangat dan sangat ramah. Meski baru
kenal namun mereka sudah banyak bercerita dengan saya baik itu tentang masalah di
Rusunawa ataupun masalah pribadi mereka. Memang menurut saya bukanlah hal
yang begitu sulit untuk mendekatkan diri dengan para informan saya apalagi saya juga
bertempat tinnggal tidak jauh dari lokasi Rusunawa. Bahkan mereka ada yang
mengenal beberapa tetangga saya. Hal itu membuat saya sebagai peneliti dapat
dengan mudah berbaur dengan mereka dan ikut dalam perbincangan mereka dengan
para penghuni lainnya.
Kendala lainnya yang saya dapatkan ketika berada di lapangan adalah ketika
mereka tidak mampu mengerti apa yang saya tanyakan padahal saya sudah
menggunakan bahasa yang sesederhana mungkin. Mereka tetap menjawab apa yang
saya tanyakan namun tidak sesuai dengan maksud pertanyaan saya. Sehingga saya
harus meluruskan kembali jawaban yang sudah lari dari pembahasan. Selain itu
karena kebanyakan informan saya adalah para ibu rumah tangga maka hampir
sepanjang waktu yang saya gunakan di Rusunawa adalah untuk mengobrol dengan
mereka. Karena sudah beberapa kali bertemu dan saling sapa dengan mereka akhirnya
mereka mengenal saya dengan baik. Dan karena itu juga mereka sering mengajak

27

Universitas Sumatera Utara

saya untuk mengobrol sampai terkadang saya tidak memiliki kesempatan untuk
mencari data di Rusunawa.
Hal yang paling saya sukai selama melakukan penelitian di Rusunawa adalah
di saat sore hari. Dari lantai paling tertinggi yaitu lantai 5 semua kegiatan di
Rusunawa terlihat. Dimana anak-anak kecil sedang berlari-lari dan bermain di lantai
dasar. Ada anak laki-laki yang sedang bermain bola, anak perempuan yang bermain
lompat tali. Sungguh mengingatkan saya dengan kehidupan masa kecil saya. Selain
itu dari atas Rusunawa saya juga belihat bergai bentuk bangunan-bangunan yang ada
di sekitaran Rusunawa. Mulai dari bangunan sekolahan, perkantoran, sampai tempat
pemakamam umum yang letaknya tidak jauh dari Rusunawa.

28

Universitas Sumatera Utara