Gambaran Gejala Gangguan Stres Pascatrauma Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung pada Remaja di Posko Pengungsian Kabanjahe Kabupaten Karo

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki banyak
gunung api aktif maupun tidak aktif, dimana selain memberikan keindahan
alam, Indonesia juga rentan akan bencana alam yang dapat terjadi kapan
saja. Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana, bencana merupakan peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan oleh faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
benda dan dampak psikologis. Sedang bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa alam, berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor (BNPB, 2012).
Pada tahun 2013 ada banyak bencana alam yang terjadi di Pulau
Sumatera, salah satunya adalah meletusnya Gunung Sinabung di
Kabupaten Karo. Gunung Sinabung sudah mengalami erupsi sejak tahun
2010, semenjak erupsi pertama tersebut status Gunung Sinabung berubah
dari tipe B menjadi tipe A dengan status siaga (BNPB, 2013). Sejak
pertengahan September tahun 2013 sampai pada saat ini status Gunung
Sinabung terus disesuaikan, tercatat erupsi terdahsyat terjadi pada

November 2013. Erupsi terakhir dari Gunung Sinabung terjadi pada
tanggal 15 Juni 2017. Tentu saja bencana ini banyak memakan korban dan
kerugian. Badan Nasional Pengawas Bencana mencatat dalam Data dan
1

Universitas Sumatera Utara

2

Informasi Bencana Indonesia ada sebanyak 28 orang korban tewas
sampai Mei 2016, dengan kerugian finansial mencapai Rp. 1,49 trilyun
(DIBI, 2016).
Masyarakat hingga saat ini masih ditempatkan di beberapa posko
pengungsian, dari data terakhir ada sebanyak 9.317 jiwa pengungsi yang
tersebar di 9 posko penampungan. Pengungsi terdiri dari anak-anak,
remaja, dewasa, dan lansia. Desa Sigarang-garang merupakan salah satu
desa yang terkena dampak dari erupsi Gunung Sinabung. Desa Sigaranggarang terletak pada radius 2,7 km dari Gunung Sinabung yang didiami
oleh 1.530 jiwa, terdiri atas 428 kepala keluarga yang ikut mengungsi di
posko pengungsian. Pengungsi yang berasal dari Desa Sigarang-garang
ditempatkan di Posko Gedung GBKP Simpang VI Kabanjahe Kabupaten

Karo, mereka sudah berada di posko ini selama 1,5 tahun.
Dari survey yang sudah dilakukan langsung ke posko, masyarakat
tetap melakukan aktivitas seperti biasanya, anak-anak tetap bersekolah dan
orangtua tetap bekerja. Masyarakat lebih tertutup jika diminta keterangan
tentang keadaan rumah mereka di Desa Sigarang-garang. Sebagian dari
masyarakat ada yang tetap pulang ke rumah meskipun ada larangan dari
pemerintah dikarenakan Desa Sigarang-garang masih berstatus zona
merah. Posko Gedung GBKP Simpang VI Kabanjahe ini terdiri dari 1
lantai dan 2 tenda besar yang dipakai untuk tempat tinggal pengungsi, 2
tenda kecil untuk menampung barang-barang logistik, serta dapur dan
kamar mandi umum. Masyarakat yang mengungsi tidak memiliki jadwal

Universitas Sumatera Utara

rutin untuk fasilitas check kesehatan, namun tersedia tenaga kesehatan
bidan di posko tersebut.
Aktivitas Gunung Sinabung yang sampai saat ini masih saja dalam
status yang membahayakan tentu saja menimbulkan rasa cemas, ketakutan
atau trauma pada masyarakat sekitar. Rasa cemas atau ketakutan tersebut
merupakan respon emosional yang menjadi salah satu tanda gangguan

stress pasca bencana atau Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) (Ardani,
2011). Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau gangguan stres
pascatrauma didefinisikan sebagai perkembangan karakteristik gejala yang
terjadi setelah terpajan pengalaman traumatik yang ekstrim atau peristiwa
bencana, seperti kecelakaan, penyerangan, atau menyaksikan sesuatu
kejadian kekerasan (Wong, 2008).
Menurut National Institute of Mental Health (NIMH), PostTraumatic Stress Disorder (PTSD) adalah gangguan kecemasan yang
berkembang setelah paparan peristiwa atau kejadian menakutkan yang
berpotensi membahayakan fisiknya. Peristiwa traumatis yang dapat
memicu PTSD berupa kekerasan, bencana alam ataupun bencana yang
disebabkan oleh manusia, kecelakaan, dan peperangan. Dengan demikian
gangguan stres pasctrauma dapat meliputi kondisi yang muncul setelah
pengalaman mencekam, mengerikan dan mengancam jiwa seseorang,
misalnya peristiwa bencana alam, kecelakaan hebat, kekerasan seksual,
atau perang.

Universitas Sumatera Utara

Para penderita gangguan stres pascatrauma kerap kali mengalami
rasa takut yang luar biasa, teror, dan merasa tidak berdaya. Penderita

sering mengalami sindrom peristiwa traumatis yang terus-menerus dalam
berbagai cara, seperti mimpi buruk yang berulang, perasaan yang tiba-tiba
datang seolah-olah trauma terulang kembali, serta mengalami distres
emosional yang hebat sebagai respons terhadap situasi pada peristiwa
traumatik yang asli.
Dalam DSM-V dinyatakan bahwa diagnosis PTSD baru ditegakkan
apabila gangguan ini timbul dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian
traumatik berat. Dimana sebagai bukti tambahan selain trauma, harus
didapatkan bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik
tersebut secara berulang-ulang kembali (flashbacks). Gejala-gejala
gangguan stres pasca trauma tersebut bisa hilang timbul sepanjang hidup
penderita, sehingga mengganggu kesejahteraan hidup.
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dapat terjadi pada
siapapun dan pada tingkat usia berapapun. Termasuk anak-anak dan
remaja yang memiliki reaksi dan gejala yang lebih ekstrem dibandingkan
dewasa terhadap sebuah trauma. Menurut Pusat Nasional untuk PTSD,
sekitar 7-8 dari setiap 100 orang akan mengalami Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) dalam hidup mereka. Wanita lebih mungkin mengalami
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) daripada laki-laki (NIMH, 2010).
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh National Institute of

Mental Health (NIMH) pada tahun 2010 dapat diketahui bahwa prevalensi

Universitas Sumatera Utara

terjadinya Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pada remaja mencapai
40% dibandingkan dewasa sebesar 36,6%, serta beresiko mengalami
keparahan mencapai 14%. Prevalensi wanita lebih banyak 10-12%
dibandingkan laki-laki 5-6% mengalami PostTraumatic Stress Disorder
(PTSD).

Hasil

penelitian

yang

dilakukan

oleh


Gulo

(2015)

tentangPostTraumatic Stress Disorder (PTSD) pada remaja Teluk Dalam
pasca gempa bumi di Pulau Nias menunjukkan bahwa sebanyak 32,6%
remaja mengalami PTSD, dan membutuhkan penanganan dari tenaga ahli.
Ini menunjukkan bahwa remaja belum mampu melakukan mekanisme
koping yang baik dalam menghadapi perubahan yang diakibatkan oleh
suatu kejadian trauma dibandingkan pada orang dewasa. Remaja
merupakan masa yang paling penting karena masa ini remaja mengalami
periode perubahan, dimana selama menjalani perubahan ini remaja akan
mengalami berbagai permasalahan, ketakutan dalam mencari identitas diri
yang sebenarnya untuk menuju kedewasaan. Hal ini akan sangat
mempengaruhi jika remaja mengalami suatu kejadian atau pengalaman
traumatis selama proses tumbuh kembangnya. Pengalaman traumatik ini
akan membuat remaja mengalami perubahan baik fisik, psikologis, sosial
maupun kognitifnya.
Remaja yang menderita gangguan stres pascatrauma menunjukkan
bahwa mereka merasa tidak memiliki harapan, masa depan, karier, tidak

ada kesempatan untuk berumah tangga, merasa tidak bisa memiliki anak
dan gagal dalam rentang hidup normal. Jika tidak ditangani, hal ini akan

Universitas Sumatera Utara

mempengaruhi kemampuan mereka untuk mencapai tahap perkembangan
dan fungsi sepenuhnya menjadi orang dewasa. Dimana yang termasuk
pada perkembangan remaja berupa perkembangan fisik, emosi, intelektual,
konsep diri, nilai moral, agama, sosial, dan seksualitas (Pieter dkk, 2011).
Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan di atas maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian pada remaja korban bencana erupsi
Gunung Sinabung di Posko pengungsian Gedung GBKP Simpang VI
Kabanjahemengenai gangguan stres pascatrauma. Hal ini untuk melihat
perkembangan kesehatan jiwa serta untuk pencegahan dini. Karena fase
remaja adalah periode kehidupan yang memiliki tugas sangat penting dan
mempengaruhi bagi perkembangan selanjutnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka perumusan
masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana gambaran gejala gangguan
stres pascatrauma korban bencana erupsi Gunung Sinabung pada remaja di

Posko pengungsian Gedung GBKP Simpang VI Kabanjahe Kabupaten
Karo.

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian yang telah dituliskan pada latar belakang,
adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1.3.1

Tujuan Umum
Mengidentifikasi gejala gangguan stres pascatrauma korban

bencana erupsi Gunung Sinabung pada remaja di Posko pengungsian
Gedung GBKP Simpang VI Kabanjahe Kabupaten Karo.
1.3.2

Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi


karakteristik

responden

remaja

korban

bencana erupsi Gunung Sinabung di Posko pengusian Gedung
GBKP Simpang VI Kabanjahe Kabupaten Karo.
b. Mengidentifikasi kejadian tanda dan gejala gangguan stres
pascatrauma korban bencana erupsi Gunung Sinabung pada
remaja di

Posko pengungsian Gedung GBKP Simpang VI

Kabanjahe Kabupaten Karo.
c. Mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan stres pascatrauma
berdasarkan karakteristik responden remaja korban bencana
erupsi Gunung Sinabung di Posko pengusian Gedung GBKP

Simpang VI Kabanjahe Kabupaten Karo.

Universitas Sumatera Utara

1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi :
1.4.1

Praktik Keperawatan
Bagi institusi pelayanan keperawatan, hasil penelitian ini

diharapakan dapat mendukung upaya dalam peningkatan kesehatan
psikologisremaja khususnya pada penderita gangguan stres pascatrauma.
1.4.2

Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru

dan bermanfaat sebagai sumber pembelajaran di dunia pendidikan dalam
materi tentang dampak bencana pada perkembangan psikologis remaja.

1.4.3

Peniliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi awal untuk

penelitian berikutnya tentang dampak gangguan psikologis yang
diakibatkan oleh bencana.

Universitas Sumatera Utara