Efek Temperatur Sintering Terhadap Sifat Fisis dan Magnet dari Mill Scale dengan Aditif FeMo

BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Magnet Secara Umum
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet.
Kata magnet (magnit) berasal dari bahasa Yunani, magnitis lithos yang berarti
batu Magnesian. Magnesia adalah nama sebuah wilayah di Yunani pada masa lalu
yang kini bernama Manisa (sekarang berada di wilayah Turki) di mana
terkandung batu magnet yang ditemukan sejak zaman dulu di wilayah tersebut.
Magnet selalu memiliki dua kutub yaitu kutub utara dan kutub selatan.Kutub
magnet adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan
magnet yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Walaupun magnet dapat
dipotong-potong sampai kecil, potongan tersebut akan tetap memiliki dua kutub.
Pada tahun 1819 diketahui bahwa ada hubungan antara fenomena-fenomena listrik
dan magnet. Pada tahun itu seorang sarjana bangsa Denmark Hans Christian
Oersted (1770-1851) mengamati bahwa sebuah magnet yang dapat berputar akan
menyimpang apabila berada didekat kawat yang dialiri arus. Dua belas tahun
kemudian, setelah bertahun-tahun mengadakan percobaan, Faraday menemukan
bahwa akan ada aliran arus sebentar dalam sebuah circuit, apabila arus dalam
circuit lain didekatnya dimulai alirannya atau diputuskan. Tidak lama kemudian
setelah itu diketahui bahwa gerakan magnet menjauhi atau mendekati circuit itu
menimbulkan efek yang sama. (Sears, 1963)

Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah
banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Setiap magnet memiliki
dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada
ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada
kutub-kutubnya.Benda dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan sifat
kemagnetannya yaitu benda magnetik dan benda non-magnetik.Benda magnetik
adalah benda yang dapat ditarik oleh magnet, sedangkan benda non-magnetik
adalah benda yang tidak dapat ditarik oleh magnet.Berdasarkan asalnya, magnet
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu magnet alam dan magnet buatan.Magnet
alam adalah magnet yang ditemukan di alam, sedangkan magnet buatan adalah

Universitas Sumatera Utara

magnet yang sengaja dibuat oleh manusia.Magnet buatan selanjutnya terbagi lagi
menjadi magnet tetap (permanen) dan magnet sementara.Magnet tetap adalah
magnet yang sifat kemagnetannya tetap (terjadi dalam waktu yang relatif
lama).Sebaliknya, magnet sementara adalah magnet yang sifat kemagnetannya
tidak tetap atau sementara. Sebuah magnet terdiri atas magnet – magnet kecil yang
mengarah ke arah yang sama. Magnet – magnet kecil ini disebut magnet
elementer. (Suryatin,2008)


2.2 Medan Magnet
Medan magnet adalah daerah disekitar magnet yang masih merasakan adanya
gaya magnet. Jika sebatang magnet diletakkan didalam suatu ruang, maka terjadi
perubahan dalam ruang ini yaitu dalam setiap titik dalam ruang akan terdapat
medan magnet. Arah medan magnet disuatu titikdidefenisikan sebagai arah yang
ditunjukkan oleh utara jarum kompas ketika ketika ditempatkan dititik tersebut.
(Halliday & Resnick,1989).
2.3 Macam – Macam Magnet
Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibedakan menjadi dua macam,
yaitu:
2.3.1 Magnet Permanen
Suatu magnet permanen harus mampu menghasilkan fluks magnet yang tinggi
dari suatu volume magnet tertentu, stabilitas magnetik yang baik terhadap efek
temperatur dan waktu, serta memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh
demagnetisasi.Pada prinsipnya, suatu magnet permanen haruslah memiliki
karakteristik minimal dengan sifat kemagnetan remanen, Br dan koersivitas
intrinsik, Hc serta temperatur Curie, Tc yang tinggi. (Azwar Manaf, 2013)

2.3.2 Magnet Remanen

Magnet remanen adalah suatu bahan yang hanya dapat menghasilkan medan
magnet yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara
mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila suatu
bahan pengantar dialiri arus listrik, besarnya medan magnet yang dihasilkan

Universitas Sumatera Utara

tergantung pada besar arus listrik yang dialirkan. Medan magnet remanen yang
digunakan dalam praktek kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang
berinti besi. Agar medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi
dengan besi atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet.
Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemagnetannya dapat dibuat sangat
kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan.Dan kemagnetannya dapat
dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya. (Azwar Manaf, 2013)
2.4Sifat – Sifat Magnet
2.4.1 Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet dan soft magnet. Semakin
besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan
koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Tinggi koersivitas,
juga disebut medan koersif, dan bahan feromagnetik. Koersivitas biasanya diukur

dalam oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. (Pooja, 2010)

2.4.2 Remanensi
Remanensi atau keterlambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses
magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada
saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas
medan magnet H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu.
Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh remanensinya. Oleh
karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas
pada magnet menjadi sangat penting (Jiles, 1996)

2.4.4 Medan Anisotropi (HA)
Medan anistropi (HA), juga merupakan nilai intrinsik yang sangat penting dari
magnet permanen karena nilai ini dapat di definisikan sebagai koersivitas
maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar diberikan dengan arah
berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anistropi magnet
dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek
strees, dan lain sebagainya (konsorsium magnet).(Anwar, 2011)

Universitas Sumatera Utara


2.4.5 Sifat Intrinsik Kemagnetan Fasa Magnetik
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet.Semakin
besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan
koersivitas

tinggi

berarti

tidak

mudah

hilang

kemagnetannya.Untuk

menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Tidak
seperti bahan soft magnet yang mempunyai medan magnet B sebesar , dalam

magnet permanen, magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana
dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet
permanen secara umum jauh lebih besar dari pada bahan soft magnet.
Remanen adalah sisa induksi magnet (B) dalam proses magnetisasi pada
saat medan magnet (H) dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas
medan magnetik (H) berharga nol dan induksi magnet (B) menunjukkan harga
tertentu..Bagaimanapun juga koersivitas pada magnet permanen akan menjadi
kecil jika remanensi dalam magnetisasi juga kecil Oleh karena itu besar nilai
remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas menjadi sangat penting
Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan
magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus.
Remanensi tergantung pada saturasi magnetisasi.Untuk magnet permanen saturasi
magnetisasi seharusnya lebih besar dari pada soft magnet. (Anwar, 2011)

2.4.6 Kurva Histerisis
Sifat-sifat magnet suatu bahan dapat diperlihatkan dalam kurva histerisis
yaitu kurva hubungan intensitas magnet (H) terhadap medan magnet (B). Seperti
yang ditunjukkan pada gambar 2.1 yaitu kurva histerisis untuk ferromagnetik dan
ferrimagnetik.Pada dasarnya kurva tersebut mempresentasikan suatu proses
magnetisasi dan demagnetisasi oleh suatu medan magnet luar yang digunakan

untuk memagnetisasi ditingkatkan dari nol, maka magnetisasi atau polarisasi dari
magnet bertambah besar dan mencapai tingkat saturasi pada suatu medan magnet
luar tertentu. Dengan melakukan sederetan proses magnetisasi yaitu pada
penurunan medan magnet luar menjadi nol dan meneruskannya pada arah yang
bertentangan serta meningkatkan besar medan magnet luar pada arah tersebut dan
menurunkannya kembali ke nol kemudian membalikkan arah seperti semula.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1 Kurva Histerisis untuk Ferromagnetik
dan Ferrimagnetik
Maka magnetisasi atau polarisasi dari magnet permanen membentuk suatu
loop.Bahan yang mencapai saturasi untuk harga H rendah disebut dengan magnet
lunak, sedangkan bahan yang saturasinya terjadi pada harga H tinggi disebut
magnet keras. Sesudah mencapai saturasi ketika intensitas magnet H diperkecil
hingga mencapai H = 0, ternyata kurva B tidak melewati jalur kurva semula. Pada
harga H = 0, medan magnet atau rapat fluks B mempunyai harga Br 22 ≠ 0 seperti
yang ditunjukkan pada kurva histerisis pada gambar 2.2. Harga Br ini disebut
dengan induksi remanen atau remanensi bahan.


Gambar 2.2 Kurva Histerisis Material Magnetik
Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses
magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada
saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan
harga tertentu. Pada gambar 2.2 tampak bahwa setelah harga intensitas magnet H
= 0 atau dibuat negatif (dengan membalik arus lilitan), kurva B(H) akan
memotong sumbu pada harga Hc. Intensitas Hc inilah yang diperlukan untuk

Universitas Sumatera Utara

membuat rapat fluks B = 0 atau menghilangkan fluks dalam bahan. Intensitas
magnet

Hc

ini

disebut

koersivitas


bahan.Koersivitas

digunakan

untuk

membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya
maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti
tidak mudah hilang kemagnetannya.
Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H
yang besar. Bila selanjutnya harga diperbesar pada harga negatif sampai mencapai
saturasi dan dikembalikan melalui nol, berbalik arah dan terus diperbesar pada
harga H positif hingga saturasi kembali, maka kurva B(H) akan membentuk satu
lintasan tertutup yang disebut kurva histeresis. (Spaldin, 2003)

2.5. Bahan Magnetik
Berdasarkan sifat kemagnetannya, material magnet dapat diklasifikasikan
kedalam diamagnetisme, paramagnetisme dan ferromagnetisme. Diamagnetik
adalah bahan yang memiliki medan magnet yang berlawanan dengan medan

magnet eksternal. Tidak seperti ferromagnetik, diamagnetik bukanlah magnet
permanen.Permeabilitas magnetik kurang dari

0

(permeabilitas ruang bebas).

Diamagnetik merupakan bahan yang memiliki magnet paling lemah, tetapi medan
magnetnya bersifat superkonduktor. Superkonduktor dapat dianggap sebagai
diamagnetik sempurna, karena mereka menolak semua medan. Diamagnetik untuk
setiap medan magnet yang diberikan akan melawan perubahan dari medan magnet
luar yang diberikan.
Paramagnetik yaitu, atom-atom tidak simetris dan tidak selaras. Ketika
diberi medan magnet, momen magnetik disesuaikan sejajar dengan medan magnet
luar yang diberikan (Dekker.A.J, 1958). Ferromagnetik bersifat magnetis
meskipun tidak ada medan magnet yang diberikan. Ketika medan magnet tidak
ada, materi tetap memiliki magnetisasi spontan yang merupakan hasil dari momen
magnetik antar momen magnet spin, untuk ferromagnetik, atom yang simetris dan
selaras dalam arah yang sama menciptakan medan magnet permanen (Hall dan
Hook, 1994). Faktor Boltzmann memiliki kontribusi besar karena partikel

berinteraksi ke arah yang sama. Hal ini yang menyebabkan ferromagnetik
memiliki medan magnet yang kuat dan tinggi pada suhu Curie (Palmer, 2007). Di

Universitas Sumatera Utara

bawah suhu Curie atom yangelaras menyebabkan magnet spontan pada bahan
ferromagnetik, di atas suhu Curie, menjadi bahan yang paramagnetik karena
kehilangan momen magnetik yang mengalami transisi fase (Cusack, 1958).
Ferrimagnetik bersifat magnetis dalam walaupun tanpa medan magnet
diberikan dan terdiri dari dua spin yang berbeda. Ketika medan magnet tidak ada,
materi memiliki magnet spontan yang merupakan hasil dari momen magnetik
yaitu, untuk momen magnetik ferrimagnetik satu spin yang sejajar menghadap
satu arah dengan besar tertentu dan momen magnetik spin lain sejajar berlawanan
arah dengan kekuatan yang berbeda. Sebagai momen magnetik dari besar yang
berbeda dalam arah yang berlawanan masih ada magnet spontan dan medan
magnet yang dihadirkan.Antiferromagetik di atas titik kritis mengalami transisi
fase dan menjadi paramagnetik. Materi yang memiliki momen magnetik yang
sama sejajar dalam arah yang berlawanan sehingga momen magnetik nol dan
magnet nol pada semua suhu di bawah titik kritis. Bahan antiferromagnetik
bersifat magnetis lemah meskipun ada atau tidaknya medan magnet diberikan.
Sifat kemagnetan bahan berubah ditandai dengan adanya transisi fase.Perubahan
sifat kemagnetan tersebut terjadi diakibatkan oleh faktor kenaikan suhu.Seperti
perubahan sifat magnet bahan dari ferromagnetik menjadi paramagnetik.Ketika
suatu materi dipanaskan dan melewati titik kritis pada suhu, fenomena transisi
fase tersebut terjadi.Bahan ferromagnetik kehilangan kemagnetisasiannya ketika
melewati suhu kritis dan berubah menjadi bahan.(Jullien, 1989).

2.5.1. Bahan Diamagnetik
Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron.Karena atom
mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu bahan
dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut mempunyai
spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik hampir semua
spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis gaya.
Permeabilitas bahan iniμ < dengan suseptibilitas magnetik bahanμ Nilai bahan
diamagnetik mempunyai orde -10-5m3/kg.Konstribusi diamagnetik yang berasal
dari elektron valensi kecil, tetapi apabila berasal dari kulit tertutup kontribusi
sebanding dengan jumlah elektron di dalamnya dan dengan kuadrat radius

Universitas Sumatera Utara

“orbit”.Pada berbagai logam, efek diamagnetik ini dikalahkan oleh kontribusi
paramagnetik yang berasal dari spin elektron.Bahan diamagnetik tidak
mempunyai momen dipol magnet permanen. Jika bahan diamagnetik diberi
medan magnet luar, maka elektron-elektron dalam atom akan mengubah
gerakannya sedemikian rupa sehingga menghasilkan resultan medan magnet
atomis yang arahnya berlawanan dengan medan magnet luar tersebut. Material
diamagnetik mempunyai suseptibilitas magnetik negatif kecil, yang berarti akan
bersifat lemah terhadap medan magnetik luar yang diberikan.
Sifat diamagnetik bahan ditimbulkan oleh gerak orbital elektron.Karena
atom mempunyai elektron orbital, maka semua bahan bersifat diamagnetik. Suatu
bahan dapat bersifat magnet apabila susunan atom dalam bahan tersebut
mempunyai spin elektron yang tidak berpasangan. Dalam bahan diamagnetik
hampir semua spin elektron berpasangan, akibatnya bahan ini tidak menarik garis
gaya. Permeabilitas bahan iniμ <

0

dengan suseptibilitas magnetik bahanμ χm <

0. Nilai bahan diamagnetik mempunyai orde -10-5m3/kg. Contoh bahan
diamagnetik yaitu: bismut, perak, emas.(Matthew,2013)

2.5.2. Bahan Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan yang resultan medan magnet atomis masingmasing atom/ molekulnya tidak nol, tetapi resultan medan magnet atomis total
seluruh atom/ molekul dalam bahan nol, hal ini disebabkan karena gerakan atom/
molekul acak, sehingga resultan medan magnet atomis masing-masing atom
saling meniadakan (Halliday & Resnick, 1978).
Material paramagnetik mempunyai nilai suseptibilitas positif di mana
magnetisasi M paralel dengan medan luar. Material yang termasuk dalam
paramagnetik adalah logam transisi dan ion logam tanah jarang (rare-earth
ions).Ion-ion ini mempunyai kulit atom yang tidak terisi penuh yang berisi
momen magnet permanen.Momen magnet permanen terjadi karena adanya gerak
orbital dan electron.(Omar, 1975).
Bahan paramagnetik adalah bahan – bahan yang memiliki suseptibilitas
magnetik Xm yang positif dan sangat kecil. Paramanetik muncul dalam bahan
atom – atomnya memiliki momen magnetik hermanen yang berinteraksi satu

Universitas Sumatera Utara

samalain secara sangat lemah. Apabila tidak terdapat medan magnetik luar,
momen magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan adanya medan magnetik
luar, momen magnetik ini arahnya cenderung sejajar dengan medannya, tetapi ini
dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerak
termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini
bergantung pada kekuatan medan pada temperatur yang sangat rendah, hampir
seluruh momen akan disearahkan dengan medannya (Tipler, 2001)

Gambar 2.3 Paramagnetik

2.5.3. Bahan Ferromagnetik
Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas magnetik
positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan magnetik luar
dapat menyebabkanderajat penyearahan yang tinggi pada momen dipol magnetik
atomnya.Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan sekalipun medan
kemagnetannya telah hilang. Hal ini terjadi karena momen dipol magnetik atom
dari bahan – bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya – gaya yang kuat pada
atom disebelahnya. Sehingga dalam daerah ruang yang sempit, momen ini
disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi.
Daerah ruang tempat momen dipol magnetik yang disearahkan ini disebut
daerah magnetik. Dalam daerah ini, semua momen magnetik disearahkan, tetapi
arah penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetik total dari
kepingan mikroskopi bahan ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaan normal
(Tipler, 1991).

Universitas Sumatera Utara

2.5.4. Bahan Anti Ferromagnetik
Bahan yang menunjukkan sifat antiferomanetik, momen magnetik atom atau
molekul, biasanya terkait dengan spin elektron yang teratur dalam pola yang
reguler dengan tetangga spin (pada sublattice berbeda) menunjuk ke arah yang
berlawanan. Hal ini seperti ferromagnetik dan ferrimagnetik,suatu bentuk dari
keteraturan magnet. Umumnya, keteraturan antiferromagnetik berada pada suhu
yang cukup rendah, menghilang pada di atas suhu tertentu.Suhu Neel adalah suhu
yang menandai perubahan sifat magnet dari antiferromagnetik ke paramagnetik.Di
atas suhu Neel bahan biasanya bersifat paramagnetik.
Pada bahan antiferromagnetik terjadi peristiwa kopling momen magnetik
di antara atom-atom atau ion-ion yang berdekatan.Peristiwa kopling tersebut
menghasilkan terbentuknya orientasi spin yang anti paralel. Satu set dari ion
magnetik secara spontan termagnetisasi di bawah temperatur kritis (dinamakan
temperatur

Neel).

Temperatur

menandai

perubahan

sifat

magnet

dari

antiferromagnetik ke paramagnetik.Susceptibilitas bahan anti ferromagnetik
adalah kecil dan bernilai positif. Susceptibilitas bahan ini di atas temperatur Neel
juga sama seperti material paramagnetik, tetapi di bawah temperatur Neel,
susceptibilitasnya menurun seiring menurunnya temperatur. (Matthew,2013)

2.5.5Ferrimagnetik
Jenis tipe ini hanya dapat ditemukan pada campuran dua unsur antara
paramagnetik dan ferromagnetik seperti magnet barium ferrite dimana barium
adalah

jenis

paramagnetik

dan

Fe

adalah

jenis

unsur

yang

masuk

ferromagnetic.Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang
berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik
memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik,
beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite.

2.6Mill Scale
Mill scale merupakan salah satu limbah industri baja yang dapat digunakan
sebagai bahan baku pembuatan pigmen besi oksida. Hingga saat ini, kebutuhan
pigmen di Indonesia masih bergantung pada pigmen impor.Padahal setiap

Universitas Sumatera Utara

tahunnya Indonesia mengekspor limbah baja berupa mill scale yang memiliki
kandungan Fe.Teknologi inovasi ini menawarkan mill scale sebagai sumber Fe
dalam pembuatan pigmen berbasis besi oksida untuk menggantikan kebutuhan
pigmen impor.Pigmen yang dihasilkan memiliki kualitas yang lebih baik
dibanding pigmen impor, dan teknologi ini dapat dipersiapkan hingga skala
industri.Mill Scale merupakan salah limbah hasil industri baja dalam proses hot
rolling maupun cold rolling. Kandungan didalamnya berupa Jumlah limbah ini
sangat begitu besar, selama ini material selain dilakukan pengecoran kembali juga
diekspor dalam bentuk raw material dengan jumlah yang sangat besar sehingga
perlu dilakukan sebuah upaya alternatif pengolahan untuk meningkatkan nilai
ekonomi.Dengan melihat korelasi kandungan dari mill scale yang berupa ion besi
maka penelitian ini melakukan pengolahan mill scale menjadi pigmen besi oksida.
Proses sintesa menggunakan metode presipitasi denganbantuan asam sulfat dan
amonia.oksida besi saat ini masih merupakan material yang kurang dimamfaatkan
secara komersial di Indonesia mill scale yang sampai sekarang masih merupakan
limbah buangan dan industry baja. Terutama industry-industri baja yang
memproduksi lembaran baja dari billet baja tidak dapat lepas dari limbah ini.
Oksidasi besi ini terbentuk dari proses oksidasi yang terjadi di permukaan billet
yang dihasilkan dari mesin cetakan secara kontiniu dan selama proses
pembentukan lembaran. Saat proses transportasi ataupun proses manufacturing.
Sebagian besar oksida-oksida besi yang berbentuk serpihan ini terlepas dari
permukaan billet. (Rahman,dkk.2012).

2.7 Metode Metalurgi Serbuk
Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses manufaktur
yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan serbuk
secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter di
dalam furnace ( tungku pemanas).(Qodri Fitrothul khasanah, 2012).

2.7.1Mechanical Milling
Teknik Mechanical Milling/ Penggerusan memberi banyak kemudahan secara
teknis karena menggunakan peralatan yang sederhana. Prinsip fisika dari metode

Universitas Sumatera Utara

ini adalah larutan padat dari paduan magnetik yang akan dibuat berupa serbuk
material penyusun dipadukan secara mekanik sehingga memungkinkan diperoleh
paduan dengan fasa amorf (Pereira,2008). Melalui proses kristalisasi dengan
pemanasan pada temperatur dan waktu yang dapat dikontrol, memungkinkan
untuk mendapatkan serbuk paduan magnetik dengan struktur baik dalam skala
nanometer maupun micrometer. Metode mechanical milling adalah salah
satuteknik modifikasi partikel paling sederhana, lowcost, dan menghasilkan
produk lebih banyak dibandingkan dengan metode kimia (kopresipitasi, solsel,dll). Metode mechanical milling merupakan teknik pencampuran bahan yang
berfungsi untukmemperkecil ukuran partikel/kristalit baik logam, nonlogam
maupunmineral. Pada saat proses milling berlangsung, partikel terjebak dan
salingbertumbukan
patahan,retakkan

dengan
dan

bola-bola

milling

sehingga

menghancurkan

partikel

serta

mengakibatkan

mampu

mengubah

bentuk,ukuran, kerapatan serbuk, dan tingkat kemurnian dari material serbuk.
(Qodri Fitrothul khasanah, 2012).
Selain beberapa keunggulan dari proses mechanical alloying,terdapat
beberapa permasalahan seperti; kontaminasi, serbuk yang berasaldari kondisi
milling(ukuran bola – bola, besar tempat milling, waktumilling, banyak serbuk
saat milling) dan lingkungan pada proses millingjuga akan mempengaruhi. Hasil
penelitian lain menyimpulkan bahwaatmosfer milling tidak berpengaruh terhadap
struktur dan sifat magnetic material (Priyono, 2010).

2.7.1.1Planetary ball mill (PBM)
Planetary ball mill (PBM) adalah alat yang sering digunakan untuk mechanical
alloying. Khususnya di Eropa, Karena Planetary ball mill bisa memilling seratus
gram dalam satu kali milling.Nama Planetary ball mill seperti pergerakan
planet,dimana prinsip kerja dari Planetary ball mill didasarkan pada rotasi relatif
pergerakan antara jar grinda dan putaran disk.
Ball mill terdiri dari putaran disk(kadang disebut putaran meja)dan atau empat
mangkok (vial) berotasi pada arah yang berlawanan. Gaya sentrifugal dibuat dari

Universitas Sumatera Utara

vial yang mengelilingi sumbunya bersama-sama dengan rotasi arah yang dipakai
oleh serbuk dan bola-bola mill didalam mangkok.(Suryanarayana.C,2001)

2.7.1.2High Energi Milling (HEM)
HEM merupakan teknik unik dengan menggunakan energi tumbukanantara bolabola penghancur dan dinding chamber yang diputar dan digerakkandengan cara
tertentu. Keunggulan HEM adalah dapat membuat nano partikeldalam waktu yang
relatif singkat (memerlukan beberapa jam, tergantung tipealat), dapat membuat
nano partikel dalam kondisi atau suasana yang dinginkansaat proses milling, dan
juga dapat menghasilkan nano partikel dalam jumlah yang relatif banyak
(Cahyaningrum et al, 2010).

2.7.2Pencampuran (mixing)
Milling adalah salah satu metode untuk mencampurkan material.Jika ada dua
serbuk atau lebih yang dicampurkan disebut dengan mechanical alloying.Selain
untuk mencampur miling juga berfungsi untuk mengurangi ukuran butir.Semakin
lama waktu milling maka semakin kecil ukuran partikel. Pada saat proses milling
berlangsung, partikel terjebak dan saling bertumbukan dengan bola-bola milling
sehingga mengakibatkan patahan,retakkan dan menghancurkan partikel serta
mampu mengubah bentuk,ukuran, kerapatan serbuk, dan tingkat kemurnian dari
material serbuk (Qodri Fitrothul khasanah,2012).

2.7.3 Kalsinasi
Proses kalsinasi adalah proses pembakaran tahap awal yang merupakan reaksi
dekomposisi secara endothermic dan berfungsi untuk melepaskan gas-gas
dalambentuk karbonat atau hidroksida sehingga menghasilkan serbuk dalam
bentuk oksida dengan kemurnian yang tinggi. Kalsinasi dilakukan pada suhu
tinggi yang suhunya tergantung pada jenis bahannya.Kalsinasi merupakan tahapan
perlakuan panas terhadap campuran serbuk pada suhu tertentu.Tergantung pada
jenis bahan.Kalsinasi diperlukan sebagai penyiapan serbuk keramik untuk
diproses lebih lanjut dan juga untuk mendapatkan ukuran partikel yang optimum

Universitas Sumatera Utara

serta menguraikan senyawa-senyawa dalam bentuk garam atau dihidrat menjadi
oksida, membentuk fase Kristal.(Groover, 2006).

2.7.4Proses Kompaksi
Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk
tertentu sesuai dengan cetakannya. Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu:
1. Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Motede ini
dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi.
2. Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur di atas temperatur kamar.
Metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah teroksidasi.
Pada proses kompaksi, gaya gesek yang terjadi antar partikel yang digunakan dan
antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan
pada daerah tepi dan bagian tengah tidak merata. Untuk menghindari terjadinya
perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant/pelumas
yang bertujuan untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan.
Dalam penggunaan lubricant/bahan plumas, dipilih bahan pelumas yang tidak
reaktif terhadap campuran serbuk dan yang memiliki leleh rendah sehingga pada
proses sintering tingkat awal lubricant dapat menguap. Terkait dengan pemberian
lubricant/pelumas pada proses kompaksi, maka terdapat 2 metode kompaksi,
yaitu: 1. Die-wall compressing penekanan dengan memberikan lubricant pada
dinding cetakan. 2.Internallubricant/pelumas penekanan dengan mencampurkan
lubricant/pelumas pada material yang ditekan.

2.7.5Sintering
Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar
molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik
leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang
paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi
perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori,
pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan
proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan

Universitas Sumatera Utara

ukuran partikel .Selama fasa penaikan suhu dalam ishotermal sintering proses
densifikasi dan perubahan mikrostruktur terjadi secara signifikan.
Tahapan sintering menurut Hirschorn, pada sampel yang telah mengalami
kompaksi sebelumya, akan mengalami beberapa tahapan sintering sebagai berikut:
1. Ikatan mula antar partikel serbuk. Saat sampel mengalami proses sintering,
maka akan terjadi pengikatan diri. Proses ini meliputi difusi atom-atom yang
mengarah kepada pergerakan daribatas butir. Ikatan ini terjadi pada tempat
dimana terdapat kontak fisik antar partikel-partikel yang berdekatan.Tahapan
ikatan mula ini tidak menyebabkan terjadinya suatu perubahan dimensi sampel.
Semakin tinggi berat jenis sampel, maka akan banyak bidang kontak antar
partikel, sehingga proses pengikatan yang terjadi dalam proses sinter juga semakin
besar. Elemen-elemen pengotor yang masih terdapat, berupa serbuk akan
menghalangi terjadinya proses pengikatan ini. Hal ini sisebabkan elemen pengotor
akan berkumpul dipermukaan batas butir, sehingga akan mengurangi jumlah
bidang kontak antar partikel.
2. Tahap pertumbuhan leher.
Tahapan kedua yang tejadi pada proses sintering adalah pertumbuhan leher. Hal
ini berhubungan dengan tahap pertama, yaitu pengikatan mula antar partikel yang
menyebabkan terbentuknya daerah yang disebut dengan leher (neck) dan leher ini
akan

terus

berkembang

menjadi

besar

selama

proses

sintering

berlangsung.Pertumbuhan leher tersebut terjadi karena adanya perpindahan massa,
tetapi tidak mempengaruhi jumlah porositas yang ada dan juga tidak
menyebabkan terjadinya penyusutan.
3. Tahap penutupan saluran pori.
Merupakan suatu perubahan yang utama dari salam proses sintering. Penutupan
saluran pori yang saling berhubungan akan menyebabkan perkembangan dan pori
yang tertutup. Hal ini merupakan suatu perubahan yang penting secara khusus
untuk pori yang saling berhubungan untuk pengangkutan cairan, seperti pada
saringan-saringan dan bantalan yang dapat melumas sendiri. Salah satu penyebab
terjadinya proses ini adalah pertumbuhan butiran. Proses penutupan saluran ini
dapat juga terjadi oleh penyusutan pori (tahap kelima dari proses sinter), yang

Universitas Sumatera Utara

menyebabkan kontak baru yang akan terbentuk di antara permukaan-permukaan
pori.
4. Tahapan pembulatan pori.
Setelah tahap pertumbuhan leher, material dipindahkan di permukaan pori dan
pori tersebut akan menuju kedaerah leher yang mengakibatkan permukaan dinding
tersebut menjadi halus. Bila perpindahan massa terjadi terus-menerus melalui
daerah leher, maka pori disekitar permukaan leher akan mengalami proses
pembulatan.
5. Tahap penyusutan
Merupakan tahap yang terjadi dalam proses sinter. Hal ini berhubungan dengan
proses densifikasi (pemadatan) yang terjadi. Tahap penyusutan ini akan
menyebabkan terjadinya penurunan volume, disisi lain sampel yang telah disinter
akan menjadi lebih padat. Dengan adanya penyusutan ini kepadatan pori akan
meningkat dan dengan sendirinya sifat mekanis dari bahan tersebut juga akan
meningkat, khususnya kekuatan dari sampel setelah sinter.
Dengan temperatur dan waktu yang cukup pada saat proses sinter maka
pembulatan pori akan lebih sempurna.
6. Tahap pengkasaran pori
Proses ini akan terjadi apabila kelima tahap sebelumnya terjadi dengan sempurna.
Pengkasaran pori akan terjadi akibat adanya proses bersatunya lubang-lubang
kecil dari pori sisa akan menjadi besar dan kasar. Jumlah total dari pori adalah
tetap, tetapi volume pori berkurang dengan diimbangi oleh pembesaran pori
tersebut. (Randall M. German, 1991).

2.8 Karakterisasi
2.8.1True Density
True

Density

material.Padapengujian

merupakan
true

ukuran

density

kepadatan

menggunakan

serbuk

dari

piknometer.

suatu
Berikut

Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai True density:

x

(2.1)

Universitas Sumatera Utara

M1 = Massa piknometer kosong (g)
M2 = Massa Piknometer kosong + air (g)
M3 = Massa Piknometer kosong + serbuk (g)
M4 = Massa Piknometer kosong + serbuk + air (g)
= Densitas (gram/cm3)
= Massa jenis air (g/cm3)

2.8.2Bulk Density
Dalam pelaksanaannya kadang-kadang sampel yang diukur mempunyai ukuran
bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit,
akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan rapat
massa (bulk density) dari suatu bahan mengacu pada standar (ASTM C 373). Oleh
karena itu untuk menghitung nilai densitas suatu material yang memiliki bentuk
yang tidak teratur (bulk density) digunakan metode Archimedes yang
persamaannya sebagai berikut :
x

(2.2)

Dengan :
ρ = Densitas sampel (g/cm3)
ρair = Densitas air (g/cm3)
mk = Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)
mb = Massa sampel setelah direndam selama 60 menit (g)

2.8.3Porosity
Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubanglubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan jumlah dari
volume zat padat yang ditempati oleh zat padat.Porositas pada suatu material
dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada di
dalam material tersebut.Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai
dari 0 % sampai dengan 90 % tergantung dari jenis dan aplikasi material
tersebut.Ada dua jenis porositas yaitu porositas terbuka dan porositas tertutup.
Porositas yang tertutup pada umumnya sulit untuk ditentukan karena pori tersebut

Universitas Sumatera Utara

merupakan rongga yang terjebak di dalam padatan dan serta tidak ada akses ke
permukaan luar, sedangkan pori terbuka masih ada akses ke permukaan luar,
walaupun ronga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas suatu bahan pada
umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka dan dapat dinyatakan dengan
persamaan sebagai berikut:

x 100 %

(2.3)

Dengan :
P = Porositas (%)

mk = Massa sampel setelah dikeringkan di oven (g)
mb = Massa sampel setelah direndam selama 60 menit (g)
2.8.4 XRD (X-Ray Diffraction)
Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik.Standar pengujian
di laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua gelombang
dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut berkas
sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari pemakaian
sinar X untuk menentukan jarak antara kristal dan jarak antara atom dalam kristal
(Smallman, 1991).
Metoda difraksi merupakan salah satu metode yang banyak digunakan
untuk menganalisis struktur kristal. Sumber yang digunakan dapat berupa sinar –
X, elektron atau neutron, bergantung pada berat atom – atom yang akan dianalisis.
Neutron biasanya digunakan untuk menganalisis atom –
atom yang ringan sedangkan sumber sinar – X dapat menghasilkaninformasi yang
cukup akurat untuk atom – atom yang berat. Sifat – sifat bahan yang diteliti dapat
diketahui dari data yang diperoleh dari analisis struktur kristal menggunakan
metode difraksi. (Herawati, 2011)
Struktur kristal dapat ditentukan salah satunya dengan menggunakan
pengujian X-Ray Diffraction (XRD). X-Ray Diffraction adalah alat yang dapat
memberikan data-data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut-sudut
difraksi

dari suatu sampel. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur

Universitas Sumatera Utara

kristal adalah untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui
fasa-fasa apa saja yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji (Theresya
S, 2014).

Gambar2.4 Difraksi Bidang Atom (Cullity,1972)
Gambar 2.4 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjanggelombang ,
jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang
dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang
yang berdekatan saling menguatkan. Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas
dihamburkan dari setiap bidang yangberdekatan, dan menempuh jarak sesuai
dengan perbedaan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n

. Syarat

pemantulan dan saling menguatkan dinyatakan oleh:
n = 2dhklsinθ

(2.4)

Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan dengan
cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur dengan
nilai d pada data standar. Data dtandar dapat diperoleh melalui Joint Committee
On Powder Difraction Standart(JCPDS) atau dengan Hanawalt File.(Erini, 2011).

2.9 Magnetisasi
Vektor magnetisasi dengan simbol besaran M di dalam bahan–bahan
ferromagnetik didefinisikan sebagai jumlah vektor–vektor momen magnetik dari
atom – atom atau molekul–molekul bahan per satuan volume.Harga absolut dari
vektor magnetisasi tergantung dari harga suseptibilitas magnetik bahan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Magnetisasi selain memiliki pengertian suatu besaran fisis dengan satuan A/m
dalam sistem satuan standar internasional skala besar (MKS) juga memiliki
pengertian suatu proses pengutuban arah – arah momen – momen dipole magnetik
dari atom–atom atau molekul–molekul bahan tersebut, khususnya pada bahan
ferromagnetik, yang menyebabkan bahan ferromagnetik yang semula bukan
magnet setelah dimagnetisasi akan menjadi magnetik dengan kutub utara dan
selatan tertentu, sesuai dengan arah besaran vektor intensitas medan magnetik H
yang melakukan fungsi magnetisasi itu. Vektor intensitas medan magnetik H yang
melakukan fungsi magnetisasi itu harus memenuhi syarat harga yang sama atau
lebih besar daripada harga jenuh H bahan ferromagnetik, yang dapat diamati dari
kurva B-H histeresisnya. Hubungan B, H, dan M ditunjukkan oleh persamaan
berikut ini:
B= .H =

o. r.H

=

o(1+χm).H

(2.5)

Vektor magnetisasi:
M = χm.H

(2.6)

Dimana χm = suseptibilitas magnetik = ( r – 1), tidak memiliki dimensi, dan

r

adalah permeabilitas relatif bahan (tidak memiliki dimensi). Nilai suseptibilitas
magnetik suatu bahan dipengaruhi oleh suhu. Untuk bahan – bahan ferromagnetik,
suseptibilitas magnetiknya adalah fungsi temperatur absolut (T Kelvin) yang
ditunjukkan oleh persamaan berikut, yang dinamakan juga relasi CurieWeiss.(Rustam Effendi, 2007)

2.10.VSM (Vibrating Sample Magnetometer)

Vibrating Sample Magnetometer (VSM) merupakan salah satu jenis peralatan
yang digunakan untuk mempelajari sifat magnetik bahan. Dengan alat ini akan
dapat diperoleh informasi mengenai besaran – besaran sifat magnetik sebagai
akibat perubahan medan magnet luar yang digambarkan dalan kurva histeresis,
sifat magnetik bahan sebagai akibat perubahan suhu, dan sifat – sifat magnetik
sebagai fungsi sudut pengukuran atau kondisi anisotropik bahan.Salah

Universitas Sumatera Utara

keistimewaan VSM adalah merupakan vibrator elektrodinamik yang dikontrol
menggunakan arus balik. Sampel dimagnetisasi dengan medan magnet homogen.
Jika sampel bersifat magnetik, maka medan magnet akan memagnetisasi sampel
dengan meluruskan domain magnet.
Momen dipol magnet sampel akan menciptakan medan magnet di sekitar
sampel, yang biasa disebut magnetic stray field. Ketika sampel bergetar, magnetic
stray field dapat ditangkap oleh coil. Medan magnet tersebar tersebut akan
menginduksi medan listrik dalam coil yang sebanding dengan momen magnetik
sampel. Semakin besar momen magnetik, maka akan menginduksi arus yang
semakin besar. Dengan mengukur arus sebagai fungsi medan magnet luar, suhu
maupun orientasi sampel, berbagai sifat magnetik bahan dapat dipelajari. Dalam
penelitian ini, nilai magnetisasi diukur selain untuk mengetahui kemampuan
magnetik nanosfer yang dihasilkan juga untuk mendapatkan informasi komposisi
nanosfer. Karakterisasi sifat magnetik dengan VSM, Data yang diperoleh dari
karakterisasi sifat magnet berupa kurva histeresis dengan sumbu x merupakan
medan magnet . (Thresya,2014).

Universitas Sumatera Utara