Peranan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo Dalam Mengkoordinasi Upaya Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang terdiri dari beribu pulau yang terpisahpisah. Baik itu pulau-pulau besar ataupun pulau-pulau kecil. Di sekitar Indonesia
itu sendiri terdiri dari berbagai lempengan yang melakukan aktifitas pada bumi
Indonesia, seperti gempa bumi, aktifitas gunung berapi akibat pergeseran lempeng
dan lain-lain. Beberapa gunung di Indonesia yang aktif dan melakukan
aktifitasnya yang dapat merugikan manusia. Gunung-gunung itu tersebar merata
di Bumi Indonesia dan tercatat setiap tahunnya aktif dan diwaspadai. Salah
satunya yang akan di bahas oleh penulis yaitu gunung Sinabung.
Ketika kita melihat kejadian yang meresahkan masyarakat, tentu saja kita
berdoa dan beerharap agar kejadian itu tidak terulang lagi. Tapi bukan hanya
berdoa, kita juga harus menyalurkan bantuan untuk menolong mereka dalam
mengatasi kejadian tersebut.kejadian tersebut dapat berupa musibah seperti
bencana alam. Musibah yang penulis terangkan disini adalah musibah bencana
gunung meletus. Bencana alam merupakan bencana yang tidak dapat diprediksi
akan kejadiannya dan tidak bisa di prediksi kapan akan berhentinya. Bencana
alam terdiri dua kata pembentuk frasa, yaitu bencana dan alam.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana adalah sesuatu yang

menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan (KBBI,
2003: 31). Bencana alam terjadi karena satu penyebab (monocausal) atau banyak
penyebab (multicausal), tetapi umumnya selalu mengakibatkan banyak dampak
(multi effects). Pada tataran tertentu yang repetitif, bencana alam melibatkan

Universitas Sumatera Utara

manusia sebagai penyebabnya. Bencana seperti ini digolongkan sebagai bencana
antropogen atau man initiated disaster.
Gunung Sinabung merupakan gunung tertinggi di daerah sumatera utara
yang ketinggiannya memiliki 2.460 meter. Gunung ini tidak pernah tercatat
meletus sejak tahun 1600,tetapi mendadak aktif kembali dengan meletus pada
tahun 2010. Letusan terakhir gunung ini terjadi sejak September 2013 dan
berlangsung hingga kini. Desa-desa yang berada di kaki Gunung Sinabung pun
menjadi korban. Dan dampak daripada letusan ini di rasakan oleh masyarakat
Tanah Karo hingga kecamatan Langkat dan Deli Serdang. Masalah-masalah yang
di hadapi oleh korban letusan Gunung Sinabung sebagai berikut :
1. Hilangnya Mata Pencarian
Mata pencarian para korban gunung sinabung pada umumnya adalah
bertani. Lahan pertanian yang


terkena dampak abu vulkanik menjadi

hangus terbakar dan tidak dapat di fungsikan seperti sebelumnya, sehingga
menghilangkan mata pencaharian penduduk untuk sementara hingga lahan
tersebut dapat difungsikan kembali.
2. Keterbatasan Makanan
Makanan adalah hal yang paling pokok dalam kehidupan sehari-hari.
Bahan pangan yang di tanam untuk mata pencarian yang akan di jualkan
ke pasarpun mengalami gagal panen dan tidak dapat di jual. Maka bahan
makanan pun tidak dapat di beli atau di hasilkan.
3. Kerugian
Kerugian para korban sudah sangat jelas, dari kerusakan rumah, kerusakan
ladang yang hendak dipanen, serta sampai kehilangan harta lainnya.

2

Universitas Sumatera Utara

4. Anak-anak ketinggalan pendidikan.

Para korban erupsi Gunung Sinabung terutama anak-anak mengalami
kesulitan dalam bersekolah. Hal tersebut disebabkan karena para korban
erupsi gunung sinabung membawa anak-anaknya pergi untuk mengungsi
kekediaman sanak saudaranya yang tidak terkena erupsi Gunung Sinabung
sehingga anak-anak mereka tidak dapat melanjutkan pendidikan untuk
sementara waktu hingga keadaan benar-benar dinyatakan aman.
Dari penjelasan di atas dapat di simpulkan bahwa para korban bencana alam
terutama korban erupsi Gunung Sinabung sangat membutuhkan bantuan dari
pemerintah maupun masyarakat setempat. Bantuan yang mereka perlukan sangat
beragam. Mulai dari tempat pengungsian, makanaan atau dapur umum, selimut
untuk tidur, dan lain lain. Dalam hal ini pemerintah tentu tidak tinggal diam.
Pemerintah melakukan tindak penyelamatan dan membetuk sebuah badan terkait
penganggulangan bencana bencana erupsi Gunung Sinabung. Untuk Tanah Karo
sendiri dibentuk Bandan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang
sebelumnya dibentuk oleh Pemerintah yaitu Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) untuk bencana alam Indonesia.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) merupakan Lembaga
khusus yang menangani bencana di daerah, baik ditingkat propinsi maupun
Kabupaten/Kota. Di tingkat Nasional terdapat Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB). BNPB dan BPBD dibentuk berdasarkan amanat undangundang no.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana.

BPBD dibentuk melalui peraturan menteri dalam negeri nomor 46 tahun
2008 tentang pedoman organisasi dan tata kerja badan penanggulangan bencana

3

Universitas Sumatera Utara

daerah dan juga melalui peraturan kepala badan Nasional penanggulangan
bencana

nomor

3

tahun

2008

tentang


pedoman

pembentukan

badan

penanggulangan bencana daerah. BNPB dibentuk oleh pemerintah pusat yang
kedudukannya merupakan lembaga non-departemen setingkat menteri, sementara
itu BPBD dibentuk oleh pemerintah daerah di tingkat propinsi BPBD dipimpin
oleh seorang pejabat setingkat dibawah Gubernur dan ditingkat Kabupaten/Kota
BPBD dipimpin oleh seorang pejabat setingkat dibawah Bupati/Walikota.
BPBD Kabupaten Karo dibentuk pada tahun 2014 sementara erupsi
Gunung Sinabung yang terletak di Kabupaten Karo sudah terjadi sejak Tahun
2010. Pembentukan BPBD dilakukan sesuai dengan kriteria pembentukannya
yang mengacu pada tingkat resiko bencana di daerah. Bagi Kabupaten/Kota yang
mempunyai tingkat resiko bencana tinggi maka wajib membentuk BPBD Kab/
Kota. Dalam upaya penanggulangan bencana sebelum terbentuknya BPBD
Kabupaten Karo dilakukan oleh BNPB bersama dengan SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah) beserta organisasi-organisasi kemasyarakatan termasuk
organisasi keagamaan. dengan segala keterbatasan pengetahuan yang berkaitan

dengan penanganan dan penanggulangan bencana alam.
Tugas utama dari BPBD kabupaten karo adalah penanganan bencana
erupsi Gunung Sinabung yang hingga kini masih menyisakan masyarakat
pengungsi dan masih membutuhkan penanganan jangka panjang. Sesuai dengan
fungsi BPBD adalah merumuskan dan menetapkan kebijakan penanggulangan
bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan
efisien serta melakukan pengorganisasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan

4

Universitas Sumatera Utara

bencana serta terencana, terpadu dan menyeluruh sesuai dengan pasal 20 undangundang no.24 tahun 2007.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji
dan meneliti peranan BPBD Kabupaten Karo yang mengarah pada fungsi dan
tugas BPBD dalam upaya penanggulangan bencana erupsi gunung sinabung.
sehingga dari permasalahan diatas penulis menetapkan judul penelitian yaitu :
“PERANAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH (BPBD)
KABUPATEN


KARO

DALAM

MENGKOORDINASIKAN

UPAYA

PENANGGULANGAN BENCANA ERUPSI GUNUNG SINABUNG”
B. Rumusan Masalah
Agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan
fakta dan data kedalam penulisan skripsi, maka penulis memberikan batasan
masalah pada penelitian. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah
penulis paparkan sebelumnya maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Bagaimana Peranan Pelayanan Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(BPBD) Kabupaten Karo dalam mengkoordinasikan usaha Penanggulangan
Bencana Erupsi Gunung Sinabung sesuai dengan fungsi BPBD?”.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pada dasarnya memiliki
tujuan penelitian yang ingin dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk

mengetahui

peranan

Badan

Penanggulangan

Bencana

Daerah

dalam

mengkoordinasikan usaha penanggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung.
D. Manfaat Penelitian

5

Universitas Sumatera Utara


Penelitian yang dilakukan oleh penulis diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada penulis sendiri, pembaca, dan instansi terkait. Manfaat-manfaat
tersebut yaitu sebagai berikut:
a. Bagi penulis, berguna untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemapuan berfikir melalui karya ilmiah serta melatih penulis menerangkan
teori-teori yang telah didapat di perkuliahan.
b. Memperkaya referansi di bidang sosial.
c. Bagi pihak fakultas diharapkan menjadi masukan pelengkap referensi
ataupun bahan pembanding bagi mahasiswa lainnya.
d. Bagi Kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Karo
sebagai sebagai masukan khususnya tentang penanggulangan bencana
daerah Kabupaten Karo.
E. Kerangka Teori
Teori dapat digunakan sebagai landasan atau dasar berpikir dalam
memecahkan atau menyelesaikan suatu masalah dimana teori dapat membantu
peneliti sebagai bahan referensi atau pendukung. teori merupakan sebuah system
konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep
yang membantu kita dalam memahami sebuah fenomena. Untuk memudahkan
penelitian diperlukan pedoman dasar berfikir yaitu kerangka teori. Sebelum

melalukan penelitian yang lebih lanjut seorang peneliti perlu menyusun kerangka
teori sebagai landasan berfikir untuk menggambarkan dari sudut mana peneliti
menyoroti masalah yang telah dipilih.
Kerlinger mengatakan bahwa teori adalah serangkaian asumsi, konsep,
kontruksi, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu phenomena sosial

6

Universitas Sumatera Utara

secara

sistematis

dengan

cara

merumuskan


hubungan

antar

konsep

(singarimbun,1989:37). Sementara itu dalam bidang administrasi Hoy dan Miskel
(dalam Sugiyono,2008:43) mengemukakan: “Theory is a set of interrelated
concepts, assumptions, and generalizations”. (Teori adalah seperangkat konsep,
asumsi, dan generalisasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan dan
menjelaskan prilaku dalam berbagai organisasi).
Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan
penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variable pokok, sub variable
atau pokok masalah yang ada dalam peneliitian (Arikunto,1999:92). Kerangka
teori merupakan landasan berpikir untuk melakukan penelitian dan teori yang
dipergunakan untuk menjelaskan fenomena sosial yang menjadi objek penelitian.
Sugiyono (2005:55) menyebutkan landasan teori perlu ditegakkan agar penelitian
itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan coba-coba.
Sebagai landasan berfikir dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah
yang ada, perlu adanya pedoman teoritis yang dapat membantu dan sebagai bahan
referensi dalam penelitian.adapun kerangka teori dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1.

Koordinasi
a. Pengertian Koordinasi
Dalam sebuah organisasi setiap pimpinan perlu untuk mengkoordinasikan

kegiatan kepada anggota organisasi yang diberikan dalam menyelesaikan tugas.
Dengan adanya penyampaian informasi yang jelas, pengkomunikasian yang tepat,
dan pembagian pekerjaan kepada para bawahan oleh manajer maka setiap
individu bawahan akan mengerjakan pekerjaannya sesuai dengan wewenang yang

7

Universitas Sumatera Utara

diterima. Tanpa adanya koordinasi setiap pekerjaan dari individu karyawan maka
tujuan perusahaan tidak akan tecapai.
Koordinasi berasal dari kata coordination,co dan ordinare yang berarti to
regulate. Dari pendekatan empirik yang dikaitkan dengan etimologi, koordinasi
diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh berbagai pihak yang sederajat
(equal in rank or order,of the same rank or order, not subordinate) untuk saling
memberi informasi dan mengatur (menyepakati) hal tertentu (Ndraha, 2003:290)
Secara

normatif,

koordinasi

diartikan

sebagai

kewenangan

untuk

menggerakkan, menyerasikan, menyelaraskan, dan menyeimbangkan kegiatankegiatan yang spesifik atau berbeda-beda agar semuanya terarah pada tujuan
tertentu. Sedangkan secara fungsional, koordinasi dilakukan guna untuk
mengurangi dampak negatif spesialisasi dan mengefektifkan pembagian kerja
(Ndraha, 2003:290).
Hasibuan (2006:85) berpendapat bahwa: “Koordinasi adalah kegiatan
mengarahkan, mengintegrasikan, dan mengkoordinasikan unsur-unsur manajemen
dan pekerjaan-pekerjaan para bawahan dalam mencapai tujuan organisasi”.
Koordinasi adalah proses pengintegrasian tujuan-tujuan dan kegiatankegiatan pada satuan-satuan yang terpisah (departemen-departemen atau bidangbidang fungsional) pada suatu organisasi untuk mencapai tujuan secara efisien dan
efektif (Handoko 2003:195).
Menurut G.R Terry dalam Hasibuan (2006:85) berpendapat bahwa
koordinasi adalah suatu usaha yang singkron dan teratur untuk menyediakan
jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan
suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.

8

Universitas Sumatera Utara

Menurut E. F. L. Brech dalam bukunya, The Principle and Practice of
Management yang dikutip Handayaningrat (2002:54), koordinasi adalah
mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan
pekerjaan yang cocok kepada masing-masing dan menjaga agar kegiatan itu
dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya diantara para anggota itu
sendiri.
Sedangkan menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of Management
yang dikutip Handayaningrat (2002:55) koordinasi adalah suatu usaha yang
sinkron atau teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan
mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan
harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Menurut tinjauan manajemen,
koordinasi menurut Terry meliputi:
1. Jumlah usaha baik secara kuantitatif, maupun secara kualitatif
2. Waktu yang tepat dari usaha usaha tersebut
3. Directing atau penentuan arah usaha-usaha tersebut
Berdasarkan defenisi di atas maka dapat disebutkan bahwa koordinasi
memiliki syarat-syarat yakni:
1. Sense of Cooperation, perasaan untuk saling bekerja sama, dilihat
perbagian.
2. Rivalry, dalam organisasi besar, sering diadakan persaingan antar
bagian, agar saling berlomba
3. Team Spirit, satu sama lain per bagian harus saling menghargai.
4. Esprit de Corps, bagian yang saling menghargai akan makin
bersemangat.

9

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya koordinasi memiliki sifat-sifat sebagian berikut:
1. Koordinasi adalah dinamis, bukan statis.
2. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang manajer
dalam kerangka mencapai sasaran.
3. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
Berdasarkan pengertian di atas jelaslah bahwa koordinasi adalah tindakan
seorang pimpinan untuk mengusahakan terjadinya keselarasan, antara tugas dan
pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang atau bagian yang satu dengan bagian
yang lain. Dengan koordinasi ini diartikan sebagai suatu usaha ke arah keselarasan
kerja antara anggota organisasi sehingga tidak terjadi kesimpang siuran, timpang
tindih. Hal ini berarti pekerjaan akan dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Jadi dapat disimpulkan bahwa koordinasi merupakan proses pengintegrasian
tujuan dan aktivitas di dalam suatu perusahaan atau organisasi agar mempunyai
keselarasan

didalam mencapai tujuan yang ditetapkan, pengkoordinasian

dimaksudkan agar para manajer mengkoordinir sumber daya manusia dan sumber
daya lain yang dimiliki organisasi tersebut. Kekuatan suatu organisasi tergantung
pada kemampuannya untuk menyusun berbagai sumber dayanya dalam mencapai
suatu tujuan.
b. Tipe-tipe Koordinasi
Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan
dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan
(2006:86) berpendapat bahwa tipe koordinasi dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Kedua tipe ini biasanya ada

10

Universitas Sumatera Utara

dalam sebuah organisasi. Makna kedua tipe koordinasi ini dapat dilihat pada
penjelasan dibawah ini:
1) Koordinasi vertikal (Vertical Coordination) adalah kegiatan-kegiatan
penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unitunit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada dibawah wewenang dan tanggung
jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di
bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara
relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada
aparat yang sulit diatur.
2) Koordinasi horizontal (Horizontal Coordination) adalah mengkoordinasikan
tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang
dilakukan terhadap kegiatan-kegiatandalam tingkat organisasi (aparat) yang
setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan
interrelated. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka
mengarahkan,

menyatukan

tindakan-tindakan,

mewujudkan,

dan

menciptakan disiplin antara unit yang lain secara intern maupun ekstern
pada unit-unit yang sama tugasnya. Sedangkan Interrelated adalah
koordinasi antar badan (instansi) beserta unit-unit yang fungsinya berbeda,
tetapi instansi yang satu dengan yang lain saling bergantung atau
mempunyai kaitan secara intern atau ekstern yang levelnya setaraf.
Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena Koordinator tidak
dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab
kedudukannya setingkat.
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi koordinasi

11

Universitas Sumatera Utara

Hasibuan (2006:88), berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
koodinasi sebagai berikut:
1) Kesatuan Tindakan
Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota
organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau
tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau
satuan organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu
konsep kesatuan tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari
pada usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa
usaha-usaha dari pada tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya
keserasian di dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah
merupakan suatu kewajiban dari pimpinan untuk memperoleh suatu
koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal waktu dimaksudkan bahwa
kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan.
2) Komunikasi
Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena komunikasi,
sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan berdasarkan
rentang dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya komunikasi.
Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia
dalam menjalani hidup dan kehidupannya. “Perkataan komunikasi berasal
dari perkataan communicare, yaitu yang bahasa latin mempunyai arti
berprestasi ataupun memberitahukan”. Dalam organisasi komunikasi sangat
penting karena dengan komunikasi partisipasi anggota akan semakin tinggi

12

Universitas Sumatera Utara

dan pimpinan memberitahukan tugas kepada karyawan yang harus dengan
komunikasi. Den gan demikian komunikasi merupakan hubungan antara
komunikator dengan komunikan dimana keduanya mempunyai peranan
dalam menciptakan komunikasi.
Dari pengertian komunikasi sebagaimana disebut di atas terlihat bahwa
komunikasi itu mengandung arti komunikasi yang bertujuan merubah
tingkah laku manusia. Karena sesuai dengan pengertian dari ilmu
komunikasi, yaitu suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara
tegas azas-azas, dan atas azas-azas tersebut disampaikan informasi serta
dibentuk pendapat dan sikap. Maka komunikasi tersebut merupakan suatu
hal perubahan suatu sikap dan pendapat akibat informasi yang disampaikan
oleh seseorang kepada orang lain. Sehingga dari uraian tersebut terlihat
fungsi komunikasi sebagai berikut:
a) Mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam
suatu lingkaran.
b) Menginterpretasikan terhadap informasi mengenai lingkungan.
c) Kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial dari
generasi yang satu ke generasi yang lain.
Maka dari itu komunikasi itu merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh
seseorang untuk merubah sikap dan perilaku orang lain melalui informasi
atau pendapat pesan atau ide yang disampaikannya kepada orang tersebut.
3) Pembagian Kerja
Secara teoritis tujuan dalam suatu organisasi adalah untuk mencapai tujuan
bersama dimana individu tidak dapat mencapainya sendiri. Kelompok dua

13

Universitas Sumatera Utara

atau

lebih

orang

dikoordinasikan

yang

dapat

bekerja

mencapai

bersama
hasil

secara

lebih

kooperatif

daripada

dan

dilakukan

perseorangan. Dalam suatu organisasi, tiang dasarnya adalah prinsip
pembagian kerja (Division of labor). Prinsip pembagian kerja ini adalah
maksudnya jika suatu organisasi diharapkan untuk dapat berhasil dengan
baik dalam usaha mencapat tujuannya, maka hendaknya lakukan pembagian
kerja. Dengan pembagian keraja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha
mewujudkan tujuan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian
tugas dan pekerjaan aar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab
untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas.
Jadi pembagian kerja pekerjaan menyebabkan kenaikan efektifitas secara
dramatis, karena tidak seorangpun secara fisik mampu melaksanakan
keseluruhan aktifitas dalam tugas-tugas yang paling rumit dan tidak
seorangpun juga memiliki semua keterampilan yang diperlukan untuk
melaksanakan berbagai tugas. Oleh karena itu perlu diadakan pemilihan
bagian-bagian tugas dan membagi baginya kepada sejumlah orang.
Pembagian pekerjaan yang dispesialisasikan seperti itu memungkinkan
orang mempelajari keterampilan dan menjadi ahli pada fungsi pekerjaan
tertentu.
4) Disiplin.
Pada setiap organisasi yang kompleks, setiap bagian harus bekerja secara
terkoordinasi, agar masing-masing dapat menghasilkan hasil yang
diharapkan. Koordinasi adalah usaha penyesuaian bagian-bagian yang
berbeda-beda agar kegiatan dari pada bagian-bagian itu selesai pada

14

Universitas Sumatera Utara

waktunya,

sehingga

masing-masing

dapat

memberikan

sumbangan

usahanya secara maksimal aggar diperoleh hasil secara keseluruhan, untuk
itu diperlukan disiplin.
Rivai (2005:444) menyatakan pengertian disiplin kerja adalah suatu alat
yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi dengan karyawan agar mereka
bersedia untuk mengubah suatu perilaku serta sebagai suatu upaya untuk
meningkatkan kesadaran dan kesedihan seseorang menaati semua peraturan
organisasi dan norma-norma sosial yang berlaku. Jadi jelasnya bahwa disiplin
menyangkut pada suatu sikap dan tingkah laku, apakah itu perorangan atau
kelompok yang untuk tunduk dan patuh terhadap peraturan suatu organiasasi.
Dalam suatu organisasi penerapan peraturan kepada seseorang atau anggota
organisasi dikelola oleh pimpinan. Pimpinan diharapkan mampu menerapkan
konsep disiplin positif yakni penerapan peraturan melalui kesadaran bawahannya.
Sebaliknya bila pimpinan tidak mampu menerapkan konsep disiplin positif pada
dirinya sendiri tentu dia juga tidak mungkin mampu menerapkaannya pada orang
lain termasuk kepada bawahannya. Dengan demikian disiplin itu sangat penting
artinya dalam proses pencapaian tujuan, ini merupakan suatu syarat yang sangat
menentukan dalam pencapaian tujuan yang dimaksud.
d. Sifat-sifat Koordinasi
Hasibuan (2006:87), berpendapat bahwa sifat-sifat koordinasi adalah:
a. Koordinasi bersifat dinamis bukan statis.
b. Koordinasi

menekankan

pandangan

menyeluruh

oleh

seorang

koordinator
c. Koordinasi meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.

15

Universitas Sumatera Utara

Asas koordinasi adalah asas skala (scalar principle=hierarki) artinya
koordinasi dilakukan menurut jenjang-jenjang kekuasaan dan tanggung jawab
yang disesuaikan dengan jenjang-jenjang yang berbeda satu sama lain. Asas
hierarki ini merupakan setiap atasan (Koordinator) harus mengkoordinasi
bawahan secara langsung. Scalar principle merupakan kekuasaan mengkoordinasi
yang harus bekerja melalui suatu proses formal
e. Tujuan Koordinasi
Apabila dalam organisasi dilakukan koordinasi secara efektif maka ada
beberapa manfaat yang didapatkan. Handoko (2003:197) berpendapat bahwa
adapun manfaat koordinasi antara lain:
1) Dengan koordinasi dapat dihindarkan perasaan terlepas satu sama lain,
antara satuan-satuan organisasi atau antara pejabat yang ada dalam
organisasi.
2) Menghindari suatu pendapat atau perasaan bahwa satuan organisasi atau
pejabat merupakan yang paling penting.
3) Menghindari kemungkinan timbulnya pertentangan antara bagian dalam
organisasi.
4) Menghindari terjadinya kekosongan pekerjaan terhadap suatu aktivitas
dalam organisasi.
5) Menimbulkan kesadaran antara para pegawai untuk saling membantu.
Hasibuan (2006:86) berpendapat bahwa koordinasi penting dalam suatu
organisasi, yakni:
1) Untuk mencegah terjadinya kekacauan, percekcokan, dan kekembaran
atau kekosongan pekerjaan.

16

Universitas Sumatera Utara

2) Agar orang-orang dan pekerjaannya diselaraskan serta diarahkan untuk
pencapaian tujuan perusahaan.
3) Agar sarana dan prasarana dimanfaatkan untuk mencapai tujuan
4) Supaya semua unsur manajemen dan pekerjaan masing-masing individu
pegawai harus membantu tercapainya tujuan organisasi.
5) Supaya semua tugas, kegiatan, dan pekerjaan terintegrasi kepada sasaran
yang diinginkan.
Jadi koordinasi sangat penting dalam mengarahkan para bawahan untuk
mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan perusahaan.
2.

Penanggulangan Bencana
Penggulangan bencana seperti yang didefinisikan Agus Rahmat, merupakan

seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana,
pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana yang dikenal sebagai siklus
manajmen bencana. Menurutnya, tujuan kegiatan ini adalah untuk mencegah
kehilangan

jiwa,

mengurangi

penderitaan

manusia,

memberi

informasi

masyarakat dan pihak berwenang mengenai risiko, dan mengurangi kerusakan
infrastruktur utama, harta benda dan kehilangan sunber ekonomis.
Adapun Carter, mendefinisikan pengelolaan bencana sebagai suatu ilmu
pengetahuan terapan (aplikatif) yang mencari, dengan observasi sistematis dan
analisis bencana untuk meningkatkan tindakan-tindakan (measures)terkait dengan
pencegahan (preventif), pengurangan (mitigasi), persiapan, respon darurat dan
pemulihan. Menurutnya, tujuan dari penanggulangan bencana diantaranya, yaitu
mengurangi atau menghindari kerugian secara fisik, ekonomi maupun jiwa yang
dialami oleh perorangan, masyarakat negara, mengurangi penderitaan korban

17

Universitas Sumatera Utara

bencana, mempercepat pemulihan, dan memberikan perlindungan kepada
pengungsi atau masyarakat yang kehilangan tempat ketika kehidupannya
terancam.
Undang-undang No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan Bencana dalam
Pasal 1 ayat (6) menyebutkan bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana
adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan
rehabilitasi. Dalam Pasal 3 ayat (1) dijelaskan bahwa asas-asas penanggulangan
bencana, yaitu kemanusiaan, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintah, keseimbangan, keselarasan, dan keserasian, ketertiban dan kepastian
hukum, kebersamaan, kelestarian lingkungan hidup, dan ilmu pengetahuan dan
teknologi.

Di ayat (2) digambarkan prinsip-prinsip dalam penanggulangan

bencana, yaitu cepat dan tepat, prioritas, koordinasi dan keterpaduan berdaya guna
dan berhasil guna, transparansi dan akuntabilitas, kemitraan, pemberdayaan,
nondiskriminatif dan nonproletisi. Adapun

yang menjadi tujuan dari

penanggulangan bencana (Undang-undang No.24 tahun 2007 pasal (4)), yaitu
memberikan

perlindungan

kepada

masyarakat

dan

ancaman

bencana,

menyelaraskan peraturan perundang-undanganyang sudah ada, menjamin
terselenggaranya

penanggulangan

bencana

secara

terencana,

terpadu,

terkoordinasi, dan menyeluruh, menghargai budaya lokal, membangun partisipasi
dan kemitraan publik serta swasta, mendorong semangat gotong-royong, dan
kesetiakawanan, dan kedermawanan dan menciptakan perdamaian dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

18

Universitas Sumatera Utara

Dalam penanggulangan bencana diatas, dapat dilihat bahwa yang
merupakan salah satu prinsip dan tujuan

penanggulangan bencana adalah

koordinasi sehingga dapat disimpulkan koordinasi sangat berhubungan erat
dengan penanggulangan bencana melalui tahapan-tahapan yang dilakukan pada
sebelum, saat dan sesudah bencana terjadi.
a. Upaya Penanggulangan Bencana
Ada beberapa upaya dalam menanggulangi bencana seperti yang tertulis
dalam Undang-undang No.24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana,
yaitu:
1) Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi
ancaman bencana. (pasal 1 ayat (6))
2) Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasisan serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna. (Pasal 1 ayat (7))
3) Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin pada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwewenang. (Pasal 1
ayat(8))
4) Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengarungi resiko bencana,
baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana. (Pasal 1 ayat (9))
5) Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak

19

Universitas Sumatera Utara

buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi

korban,

harta

benda,

pemenuhan

kebutuhan

dasar,

perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana. (Pasal 1 ayat (10))
6) Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik dan masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pasca bencana. (Pasal 1 ayat (11))
7) Rekontruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,
kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintah
maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya
kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan
ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana.(Pasal 11 ayat
(2))
Dari

pengertian-pengertian

diatas

mengenai

beberapa

upaya

penanggulangan bencana, maka dapat disimpulkan bahwaada banyak kegiatan
penanggulangan bencana yang dilakukan untuk mengatasi dan mencegah resiko
bencana terjadi yang bertujuan untuk mengembalikan sumber-sumber daya di
wilayah yang terkena bencana tersebut.
b. Proses Penanggulangan Bencana

20

Universitas Sumatera Utara

Penanggulangan bencana dapat dibagi atas tiga tingkatan, yaitu pada tingkat
lokasi tersebut manajemen insiden, tingkat unit atau daerah disebut manajemen
darurat, dan tingkat nasional atau korporat disebut manajemen krisis.
1) Manajemen insiden adalah penanggulangan kejadian di lokasi atau
langsung ditempat kejadian. Dilakukan oleh tim tanggap darurat yang
dibentuk atau petugas lapangan sesuai dengan keahliannya masingmasing. Penanggulangan bencana pada tingkat ini bersifat teknis.
2) Manajemen darurat adalah upaya penanggulangan bencana ditingkat
yang lebih tinggi yang mengkoordinir lokasi kejadian.
3) Manajemen krisis berada di tingkat yang lebih tinggi misalnya di tingkat
nasional atau tingkat korporat bagi suatu perusahaan yang mengalami
bencana.
Perbedaan tugas dan tanggung jawab pada ketiga tingkatan adalah
berdasarkan fungsinya yaitu taktis dan strategis. Tingkat manajemen insiden,
tugas dan tanggung jawab lebih banyak bersifat taktis dan semakin keatas
tugasnya akan lebih banyak menangani hal yang strategis. Pengaturan fungsi dan
peran sangat penting dilakukan dalam mengembangkan suatu penanggulangan
bencana. Hambatan di lapangan pada dasarnya terjadi karena pengaturan tugas
dan peran tidak jelas. Siapa yang bertanggung jawab mengkoordinir bantuan dari
pihak luar dan siapa yang mengelola bantuan teersebut setelah berada di lapangan.
Siapa penentu kebijakan penanggulangan bencana dan siapa yang melakukan
penerapannya di lapangan.

21

Universitas Sumatera Utara

c. Hubungan Koordinasi dalam Penanggulangan Bencana
Datangnya sebuah bencana seringkali diikuti oleh terlibatnya banyak pihak
di dalam proses penanganannya. Hal ini, sudah barang tentu, menyebabkan
semakin rumitnya proses penanganan bencana dimaksud. Hal tersebut sekaligus
juga menyebabkan perlunya sebuah koordinasi yang baik, yangdapat diartikan
sebagai hubungan dan interaksi di antara berbagai pihak yang terlibat di dalam
pemberian bantuan kepada korban bencana. Keperluan koordinasi tersebut dapat
muncul di level internasional, nasional, atau di lapangan, tergantung kepada
cakupan bencana.
Tujuan utama koordinasi di dalam konteks bencana adalah berupa
efektivitas di respon terhadap bencana dimaksud. Koordinasi yang solid sering
dinyatakan terbukti mampu mengurangi kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh
suatu bencana dan sekaligus merupakan faktor sukses utama di dalam penanganan
bencana. Berkenaan dengan fase tanggap-darurat, sebuah tanggap-darurat yang
terkoordinasikan dengan baik merupakan faktor kunci di dalam efektivitas
tanggap-darurat terkait. Kurangnya koordinasi juga sekaligus merupakan salah
satu sebab, di antara beragam sebab yang ada, gagalnya sebuah tanggap-darurat
bencana.
Jelas manfaat koordinasi sangat menentukan terselenggaranya usaha yang
telah diprogramkan untuk mencapai hasil yang diharapkan dalam hal pencapaian
tujuan penanggulangan bencana. Tetapi apabila koordinasi tidak dilaksanakan atas
departementasi dan pembagian kerja, akan menimbulkan organisasi yang berjalan
sendiri-sendiri tanpa adanya kesatuan arah. Untuk mencapai tujuan yang optimal
diperlukan adanya integrasi antara kesatuan kerja, komunikasi, disiplin dan

22

Universitas Sumatera Utara

pembagian kerja. Dimana jika keseluruhan faktor tersebut sudah terarah maka
penanggulangan bencana dapat mencapai tujuan yang diharapkan daerah
setempat.
3.

Koordinasi Penanggulangan Bencana Erupsi Gunung Sinabung
a. Pengertian Erupsi

Erupsi biasanya terjadi pada gunung berapi yang merupakan fenomena
keluarnya magma dari dalam bumi. erupsi dapat dibedakan menjadi letusan
(eksplosive eruption) dan erupsi non letusan (non eksplosive eruption).Jenis erupsi
yang yang terjadi ditentukan oleh banyak seperti kekentalan magma, kandungan
gas di dalam magma, pengaruh air tanah, dan kedalaman dapur magma (magma
chamber). Kekentalan magma dan kandungan gas di dalam magma ditentukan
oleh komposisi kimia magma.Pada erupsi letusan, proses keluarnya magma
disertai tekanan yang sangat kuat sehingga melontarkan material padat yang
berasal dari magma maupun tubuh gunung api ke angkasa. pada erupsi non
letusan, magma keluar dalam bentuk lelehan lava atau pancuran lava (lava
fountain) gas atau uap air.

Gunung api terbentuk dari magma, yaitu batuan cair yang terdalam di dalam
bumi. magma terbentuk akibat panasnya suhu di dalam interior bumi. pada
kedalaman tertentu, suhu panas ini sangat tinggi sehingga mampu melelehkan
batu-batuan di dalam bumi. saat batuan ini meleleh, dihasilkanlah gas yang
kemudian bercampur dengan magma.Sebagian besar magma terbentuk pada
kedalaman 60 hingga 160 km di bawah permukaan bumi. sebagian lainnya
terbentuk pada kedalaman 24 hingga 48 km. gunung berapi dapat didefinisikan

23

Universitas Sumatera Utara

sebagai suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava)
yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai
ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan
pada saat dia meletus yang mengakibatkan terjadinya Erupsi
b. Koordinasi Penanggulangan Bencana Erupsi
Bencana adalah peristiwa / rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
factor alam atau non alam maupun manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis dan di luar kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya.
Dirjen perlindungan dan jaminan sosial mengatakan dalam buku pedoman
umum perlindungan sosial korban bencana alam : penanggulangan bencana
adalah salah satu cara untuk mengurangi dampak yang sangat merugikan dari
ancaman bencana, kegiatan yang dilakukan adalah pencegahan bencana, tanggap
darurat, dan rehabilitasi. Tujuan penanggulangan bencana adalah koordinasi
sehingga dapat disimpulkan koordinasi sangat berhubungan erat dengan
penanggulangan bencana melalui tahapan-tahapan yang dilakukan pada sebelum,
saat dan sesudah bencana. Kata kunci penanggaulangan bencana: serangkaian
upaya komprehensif dalam pra-bencana, saat bencana dan pasca bencana.
Kegiatan dalam pra bencana ditujukan untuk mengurangi resiko bencana, bersifat
preventif sepertipencegahan mitigasi atau penjinakan kesiapsiagaan meliputi
peringatan dini dan perencanaan saat bencana (tanggap darurat) seperti:
peringatan atau tanda bahaya, pengakajian darurat, rencana operasi, kegiatan
tanggapdarurat. Setelah bencana: rehabilitatif dan rekonstruktif.

24

Universitas Sumatera Utara

Penanggulangan bencana tidak hanya bersifat reaktif: baru melakukan
setelah terjadi bencana. Tetapipenanggulangan bencana juga bisa bersifat
antisipatif, melakukan pengkajian dan tindakan pencegahan untuk meminimalisir
kemungkinan terjadinya bencana. Bencana menimbulkan berbagai kerusakan dan
kehilangan. hal ini akan menyebabkan angka kemiskinan di suatu wilayah yang
terkena bencana akan meningkat. Halinilah yang coba diantisipasi. Informasi yang
bermanfaat bagi penanggulangan bencana tidak hanya berupa peta atau kondisi
geografis yang rentan terkena bencana alam, tetapi juga potensi non fisik seperti
kesenjangan komunikasi antar kelompok masyarakat.
Data-data dan hasil penerapan siklus sebenarnya berisi potensi-potensi lokal
yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi bencana, misalnya pengetahuan tentang
system informasi dan komunikasi, yang bisa digunakan untuk secara cepat
menginformasikan terjadinya bencana. Penanganan bencana letusan gunung
berapi dibagi menjaditiga bagian, yaitu persiapan sebelum terjadi letusan, saat
terjadi letusan dan setelah terjadi letusan.
Adapun beberapa penanganan sebelum terjadi letusan yaitu:
1) Pemantauan dan pengamatan kegiatan pada semua gunung berapi yang
aktif.
2) Pembuatan dan penyediaan peta kawasan rawan bencana dan peta zona
resiko bahaya gunung berapi yang didukung dengan peta geologi
gunung berapi.
3) Melaksanakan prosedur tetap penanggulangan bencana letusan gunung
berapi.
4) Melakukan pembimbingan dan pemberian informasi gunung berapi.

25

Universitas Sumatera Utara

5) Melakukan penyelidikan dan penelitian geologi, geofisika dan geokimia
di gunung berapi.
6) Melakukan

peningkatan

sumberdaya

manusia

(SDM)

dan

pendukungnya seperti peningkatan sarana san prasarana
Kemudian beberapa penanganan saat terjadi letusan yaitu:
1) Membentuk tim gerak cepat.
2) Meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan didukung oleh
penambahan peralatan yang memadai.
3) Meningkatkan pelaporan tingkat kegiatan alur dan frekuensi pelaporan
sesuai dengan kebutuhan.
4) Memberikan rekomendasi kepada pemerintah setempat sesuai prosedur

Dan beberapa penanganan setelah terjadi bencana letusan yaitu:

1) Menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan.
2) Mengidentifikasi daerah yang terancam bencana.
3) Mememberikan saran penanggulangan bencana.
4) Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang.
5) Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak.
6) Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun.
7) Melanjutkan pemantauan secara berkesinambungan.
F. Defenisi Konsep
Menurut efendi, Konsep adalah Abstraksi mengenai suatu fenomena yang
dirumuskan atas dasar Generalisasi dari sejumlah kharakteristik kejadian, keadaan
kelompok atau individu tertentu (Singarimbun,1989:3). Tujuan defenisi konsep

26

Universitas Sumatera Utara

adalah sebagai kerangka berpikir agar tidak terjadi tumpang tindih atas variabel
yang menjadi subjek peneliti
Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan
pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang
berkaitan satu dengan lainnya. berdasarkan penjelasan tersebut, berikut
merupakan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang akan diteliti,
defenisi konsep tersebut antara lain:
1. Peranan adalah suatu tindakan atau prilaku yang dilakukan seseorang atau
organisasi sesuai dengan kedudukan, Tugas dan Fungsinya.
2. BPBD (Badan penanggulangan Bencana Daerah) adalah sebuah lembaga
khusus yang menangani penanggulangan bencana (PB) di daerah, baik di
tingkat propinsi maupun kabupaten/kota.
3. Koordinasi sebagai suatu usaha ke arah keselarasan kerja antara anggota
organisasi sehingga tidak terjadi kesimpang siuran, timpang tindih.
4. Bencana Erupsi merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak
psikologis melalui keluarnya magma dari perut bumi.
Dari defenisi konsep di atas dapat disimpulkan bahwa Peranan Badan
Penanggulangan

Bencana

Daerah

(BPBD)

sangatlah

penting

dalam

mengkoordinasi penganggulangan bencana erupsi Gunung Sinabung untuk
memperkecil korban bencana dan meningkatkan keamanan.

27

Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi konsep
dan sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan, informan
penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data yang digunakan
dalam penelitian.

28

Universitas Sumatera Utara