BOOK Dorien Kartikawangi Komunikasi Akomodasi

KOMUNIKASI AKOMODASI DAN KONVERGENSI
SIMBOLIS DALAM INTERELASI PEMANGKU
KEPENTINGAN
Dorien Kartikawangi
Universitas Atmajaya Jakarta
[email protected]

Pendahuluan
Seiring dengan terjadinya globalisasi, sejak awal keberadaannya
pada tahun 1970an hingga perkembangannya saat ini, perusahaan
multinasional menjadi bahan perdebatan yang tampaknya tidak akan
berkahir. Di satu sisi perusahaan multinasional dipandang sebagai
bentuk kapitalisme baru yang hanya memikirkan keuntungan pemilik
saham, namun demikian di sisi lain dibutuhkan dan dipandang sebagai
membuka kesempatan kerja dan membantu meningkatkan ekonomi
negara yang ditempatinya. Pada konteks yang kedua ini persaingan
yang muncul menunjuk pada persaingan negara untuk menjadi negara
tujuan investasi. Ketika Indonesia terpuruk dan mengalami krisis
berkepanjangan baik ekonomi, politik, maupun sosial, pemerintah
melakukan kujungan resmi ke berbagai negara maju untuk membuka
kemungkinan investasi perusahaan multinasional yang berasal dari

negara tersebut di Indonesia.
Menilik berbagai faktor yang mempengaruhi masuknya investasi
perusahaan multinasional, maka menjadi menarik untuk dikaji bagaimana
suatu perusahaan multinasional dapat bertahan dan berkembang di suatu
negara yang tentunya tidak terlepas dari bagaimana mereka membangun
relasi dengan pemerintah dan masyarakat sebagaimana telah disinggung
sebelumnya.
Kajian tentang relasi perusahaan multinasional dengan pemerintah
yang pernah dilakukan antara lain oleh Luo Y (2001) yang mengkaji
coorporate-based relations antara perusahaan dengan pemerintah
negara setempat. Dengan menganalisis 131 perusahaan di Cina Luo
3

Kolase Komunikasi di Indonesia

memastikan bahwa terdapat empat hambatan dalam meningkatkan
hubungan kerjasama perusahaan dengan pemerintah, yaitu komitmen
sumber daya (resource commitment), hubungan personal (personal
relations), akomodasi politik (political accomodation), dan kredibiltas
organisasional (organizational credibility). Shafer dan Hilman (2000)

meneliti dari sisi internal organisasi berkaitan dengan konlik internal
organisasi yang terjadi ketika perusahaan memformulasikan strategi
hubungan perusahaan dengan pemerintah. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan adanya tiga konlik dalam perusahaan, yaitu: conlict
over proactive policy positions advocated by the irm (prepolicy issues),
conlict over reactive internal distribution of compliance costs/beneits
(postpolicy issues), and representational conlict. Dari hasil penelitian ini
disusun suatu resolusi konlik dalam stratejik manajemen perusahaan.
Sedangkan penelitian terdahulu yang berfokus pada hubungan
perusahaan dengan masyarakat setempat (community relations) antara
lain Molleda dan Quinn (2003) yang mengkaji tentang dinamika
pergeseran konlik lintas negara yang berkaitan erat dengan pengelolaan
hubungan masyarakat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konlik
lintas negara melibatkan negara yang ditempati (host), negara dari
mana perusahaan tersebut berasal (home), dan publik multinasional,
yang mengidikasikan kompleksitas dan pentingnya interaksi antar
pihak-pihak tersebut. Jenkins dan Baker (2007) pada program investasi
masyarakat terintegrasi di lingkungan pabrik Pizer di Sandwich,
Inggris, menunjukkan bahwa investasi pada komunitas lokal tidak
hanya meningkatkan reputasi eksternal perusahaan melainkan juga

meningkatkan kerjasama dan membantu peningkatan ketrampilan
karyawan. Smith (2003) melalui penelitiannya menunjukkan bahwa
hubungan dengan masyarakat dapat mempengaruhi keseluruhan citra
positif perusahaan jika dilakukan melalui komunikasi proaktif
Hasil penelusuran pada penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
relasi perusahaan multinasional dengan pemerintah dan masyarakat
lebih banyak dikaji dari perspektif politik, ekonomi, serta bisnis dan
manajemen. Kajian pada bidang ini dari perspektif komunikasi sangat
terbatas, karenanya menjadi penting bagi bidang ilmu komunikasi
untuk ikut serta memberikan kontribusi pada kajian perusahaan
multinasional, khususnya dalam berinteraksi dengan pemerintah
maupun masyarakat setempat.
4

Dorien Kartikawangi, Komunikasi Akomodasi dan..

Berkaitan dengan hal tersebut dan untuk melengkapi kajian
tentang relasi perusahaan dengan pemerintah dan masyarakat, maka
penelitian ditetapkan untuk berpijak pada perspektif Ilmu Komunikasi
dalam mengkaji relasi perusahaan multinasional dengan pemerintah

dan masyarakat di Indonesia. Dalam perspektif Ilmu Komunikasi,
pada ranah tradisi sosiokultural terdapat teori konvergensi simbolis
(simbolic convergence theory/SCT) dan pada ranah psikokultural
terdapat teori komunikasi akomodasi (communication accomodation
theory/CAT) yang merupakan teori-teori paradigma konstruktivis
yang dapat digunakan untuk melihat relasi secara timbal balik. Namun
demikian, menjadi menarik bahwa ketika ditelusuri tampaknya teoriteori ini belum diuji penerapannya pada relasi antara perusahaan
multinasional dengan pemerintah dan masyarakat.
Penelusuran terhadap berbagai kajian terkait menunjukkan keragaman
penggunaan teori maupun metodologi Halsall (2005) dari Robert Gordon
University, Inggris, meneliti tentang retorika kosmopolitanisme di
perusahaan global dengan menggunakan pendekatan postmodern pada
identitas kosmopolitan yang direpresentasikan pada teks-teks tertentu dalam
manajemen global oleh Kanter dan Ohmae. Perusahaan kosmopolitan yang
ideal dikaji dalam tataran perusahaan global sebagai keseluruhan, dan pada
tataran manajer atau pimpinan global. Hasil kajian menunjukkan bahwa
kosmopolitanisme ditandai oleh dua wacana. Pertama adalah pencerahan
yang diekspresikan sebagai moral imperative terhadap identitas budaya
yang eksis dan loyalitas pada adopsi perspektif universal. Tercermin dari
retorika keharusan bagi manajer dan karyawan perusahaan global untuk

mentrasformasi diri dari ’lokal’ ke dalam ’kosmopolitan’. Dalam hal ini
perbedaan budaya ditransendensi oleh ideologi universal konsumerisme
dan profesionalisme kosmopolitan dari sisi manajer. Kedua adalah gagasan
ideal postmodern tentang identitas pastiche yang leksibel, jarak antara
budaya yang eksis dengan loyalitas lainnya. Wu dan Guo (2007) meneliti
pada tataran yang lebih luas, yaitu organisasi negara (state organization)
tentang globalization, national culture and the search for identity: a
Chineese dilemma. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua
upaya yang dilakukan dalam mempertahankan budaya asli dan pengaruh
globalisasi. Pertama, terdapat strategi dari negara yang menekankan pada
penciptaan dan pengupayaan penyebaran versi resmi pemerintah tentang
national Chinese culture. Kedua adalah upaya yang berbeda dan inovatif
5

Kolase Komunikasi di Indonesia

dari individu-individu dan masyarakat lapis bawah yang dengan caranya
sendiri memiliki misi untuk mempertahankan kebiasaan tradisional dan
lokal, budaya dan keragaman. Tsoukas dan Hatch (2001) meneliti tentang
complex thingking, complex practice: the case for a narrative approach to

organization complexity. Dengan pendekatan interpretive dan studi kasus
dari perspektif organisasi, Tsoukas dan Hatch menggunakan kerangka
dari Burne’s yang mengontraskan antara logico-scientiic dan narrative
mode dari pikiran. Narrative, dinyatakan oleh Czarniawska (1997a, 1997b,
1998) memiliki tiga pendekatan yang mampu membawa kajian organisasi
menjadi lebih mendalam, yaitu narrating organization, collecting stories,
dan organizing as narration. Disebutkan bahwa termasuk dalam kategori
narrating organization ini adalah cerita iksi dan novel berkaitan dengan
kehidupan organisasi. Sedangkan collecting stories pada kategori kedua
adalah mengumpulkan cerita yang dimaksud dalam pendekatan ini
berfokus pada mendokumentasikan cultural artfacts. Namun demikian,
belakangan menjadi cerita yang disebarkan (storytelling) dalam organisasi
sebagai pendekatan untuk menangkap konstruksi makna dari narratif
tesebut. Kategori organizing as narration adalah kajian interpretif yang
memberikan kontribusi pada organisasi.
Peneliti juga telah mengembangkan penelitian dengan melandaskan
pada teori komunikasi akomodasi dan konvergensi simbolis dalam
kajian yang berfokus pada relasi-relasi antar pemangku kepentingan.
Penelitian tersebut antara lain menyatakan bahwa komunikasi
akomodasi sangat diperlukan untuk strategi dan implementasi

tanggung jawab sosial perusahaan untuk mendukung keberlanjutan
usaha (Kartikawangi, 2013) dan pentingnya kerjasama antar pemangku
kepentingan (Collaborative Social responsibility) untuk pencapaian
tujuan tersebut (Kartikawangi, 2015). Disamping itu, kemampuan lintas
budaya menjadi aset penting sumber daya manusia dalam membangun
relasi (Kartikawangi, Temaluru, & Unaradjan, 2016) dan pentingnya
pemahaman akan kearifan lokal dalam mengimplementasikan model
Collaborative Social Responsibility (Kartikawangi, 2017)
Beberapa kajian yang berhasil ditelusuri di atas menunjukkan
bahwa teori konvergensi simbolis (symbolic convergence theory) dengan
analisis tema fantasi (fantasy theme analysis) dapat digunakan untuk
membedah konstruksi makna dalam tataran interpersonal, kelompok,
organisasi, dan media massa. Bahkan analisis tema fantasi juga dapat
6

Dorien Kartikawangi, Komunikasi Akomodasi dan..

dipadukan dengan teori lain sebagai bagian dari metodologi. Teori
konvergensi simbolis menjadi teori utama dalam penelitian ini dengan
didukung oleh teori akomodasi komunikasi untuk menjelaskan relasi

dalam tataran perilaku.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan
pendekatan kualitatif interpretif. Dengan perolehan data melalui
wawancara pada perusahaan dan instansi pemerintah, serta diskusi
kelompok terfokus (Focus Group Discussion) pada masyarakat.
Perusahaan terdiri dari PT. Unilever Tbk. Dari Eropa, PT. Kao Indonesia
dari Asia (Jepang) dan PT. Johnson & Sons dari Amerika. Instansi
pemerintah terdiri dari Departemen Tenaga Kerja, Departemen
Perindustrian, Departemen Perdagangan dan Departemen Sosial.
Sedangkan masyarakat adalah pengguna produk dan mereka yang
berhubungan dengan perusahaan baik dalam kepentingan bisnis
maupun sosial.

Dinamika Interelasi Pemangku Kepentingan
Analisis Komunikasi Akomodasi dan Konvergensi Simbolis Dalam
Interelasi Perusahaan Dengan Pemerintah
Dinamika eksternal komunikasi perusahaan, dalam hal ini
akomodasi komunikasi yang terjadi dalam relasi perusahaan dengan
pemerintah tampk cenderung dominan konvergensi (Convergence)
yaitu dimana interaksi yang berlangsung antara perusahaan dengan

pemerintah mengarah pada penajaman kesamaan dan penyatuan.
Upaya konvergensi utamanya adalah dalam pemahaman peraturan
yang diberlakukan serta pada negosiasi atau dialog dalam penyusunan
peraturan baru atau merevisi peraturan yang sudah ada.
Sebagaimana diketahui terdapat motif yang melatarbelakangi
mengapa orang melakukan strategi konvergensi maupun divergensi
dalam interaksinya dengan orang lain. Motif konvergensi adalah
untuk memperoleh kesepakatan satu dengan yang lain. Byrne (1971)
menyatakan premis bahwa semakin sama kita dengan teman bicara,
semakin tinggi hormat teman bicara tersebut pada kita, dan semakin
besar penghargaan sosial yang dapat diharapkan. Menyamakan gaya
bahasa juga akan meningkatkan efektivitas komunikasi yang kemudian
juga diasosiasikan dengan meningkatnya prediksi, mengurangi
7

Kolase Komunikasi di Indonesia

ketidakpastian dan terciptanya pemahaman bersama. Namun demikian,
konvergensi dapat juga merugikan, misalnya dimungkinkannya
kehilangan identitas personal maupun sosial ketika berinteraksi.

Sedangkan motif yang melatarbelakangi divergensi adalah keinginan
untuk menekankan perbedaan atau jarak para peserta interaksi,
biasanya berdasarkan keanggotaan kelompok. Mengikuti premis dari
social identity theory, hal ini biasanya muncul ketika para peserta
interaksi mendeinisikan situasi lebih kepada ’intergroup’ ketimbang
’interindividual’. Interaksi intergroup adalah ketika masing-masing
individu memperlakukan satu sama lain dalam konteks keanggotaan
kategori sosialnya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika komunikasi
eksternal perusahaan dengan pemerintah dilatarbelakangi oleh
motif untuk memperoleh kesepakatan, sehingga strategi dominan
yang digunakan adalah strategi konvergensi. Dalam situasi ini maka
efektivitas komunikasi yang kemudian juga diasosiasikan dengan
meningkatnya prediksi, mengurangi ketidakpastian dan terciptanya
pemahaman bersama juga menjadi tujuan. Mereka yang bertanggung
jawab untuk membina komunikasi masing-masing mendeinisikan
dirinya sebagai ’intergroup’ yang memperlakukan satu sama lain dalam
konteks keanggotaan mereka dalam organisasi, pemerintah , maupun
masyarakat.
Motif untuk mencapai konvergensi merupakan hal yang sangat

penting baik untuk memperoleh reaksi positif maupun negatif.
Penyampai pesan memiliki setidaknya mengandalkan tiga faktor dalam
membuat inferensi dan evaluasi yang baik, yaitu kompetensi bahasa
lawan bicara, upaya yang dimunculkan, dan tekanan eksternal yang
memaksa pembicara bertindak secara khusus (Simard, Taylor, & Giles,
1976). Namun demikian, jika pembicara diketahui tidak memiliki
kompetensi komunikasi yang semestinya dan terganggu oleh tekanan
eksternal, nonakomodasi yang terjadi dapat diabaikan. Variable
kekuasaan (power) juga tidak dapat dihilangkan. Umumnya mereka
yang dalam posisi subordinat akan mengupayakan pemahaman atas
superordinat, hal ini disebut sebagai konvergensi ke atas (upward
convergence). Sebaliknya, status individual yang lebih tinggi dapat
menyamakan dengan yang lebih rendah disebut sebagai konvergensi
ke bawah (downward convergence). Tindakan akomodatif juga dihargai
8

Dorien Kartikawangi, Komunikasi Akomodasi dan..

secara berbeda oleh anggota kelompok, tergantung pada seberapa kuat
ikatan mereka pada kelompok.
Pada kesempatan yang diberikan oleh perusahaan untuk
mengikuti pertemuan dengan pemerintah tampak bahwa sejatinya
terdapat upaya divergensi yaitu dalam menolak atau keberatan
akan peraturan pemerintah tertentu. Upaya divergensi (divergence)
yaitu dimana interaksi yang berlangsung antara perusahaan dengan
pemerintah mengarah pada penajaman perbedaan dan pemisahan
seakan dinegasikan dengan keteguhan pemerintah dalam menetapkan
peraturan yang berlaku. Ketaatan perusahaan untuk mengikuti dan
memenuhi peraturan kemudian menjadi bentuk konvergensi ke atas
(upward convergence), yaitu dimana posisi pemerintah lebih tinggi
ketimbang perusahaan dalam akomodasi komunikasinya. Disamping
itu fenomena ini juga dapat dijelaskan bahwa yang terjadi adalah
konvergensi sebagian (partial convergence) yaitu hanya sebagian saja
yang dipahami bersama dan bukan konvergensi sepenuhnya (complete
convergence).
Berkaitan dengan penjelasan apakah relasi perusahaan dengan
pemerintah bersifat konvergensi mutual (mutual convergence) ataukan
divergensi mutual (mutual divergence) yaitu dimana interaksi antara
perusahaan dengan pemerintah mengarah pada penyatuan atau
pemisahan sejatinya mendukung upaya dominan kovergensi. Artinya,
yang diupayakan adalah sepenuhnya mengarah pada konvergensi
mutual. Divergensi mutual dapat ditegaskan sekali lagi bahwa dengan
sengaja dinegasikan. Demikian pula halnya dengan konvergensi
nonmutual (Nonmutual convergence) maupun divergensi nonmutual
(nonmutual divergence) yaitu dimana dalam interaksi antara perusahaan
dengan pemerintah salah satu pihak mengarah pada penyatuan dan
yang lain mengarah pada pemisahan dalam relasi perusahaan tidak
diakui.
Dari penjelasan di atas, situasi konvergensi perusahaan dengan
pemerintah dalam akomodasi komunikasi tampak sebagai suatu
keterpaksaan bahwa yang sesungguhnya terjadi adalah divergensi.
Ketidaksamaan pemahaman atau divergensi tersebut adalah atas
peraturan yang berlaku, birokrasi dan perilaku oknum yang tercermin
dari pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh perusahaan.

9

Kolase Komunikasi di Indonesia

Divergensi tersebut pada gilirannya dijembatani oleh perilaku
perusahaan dengan memberikan uang atau barang kepada pejabat
pemerintah yang berwenang yang seharusnya tidak diijinkan oleh
kode etik masing-masing perusahaan.
Akomodasi dapat berfariasi tergantung pada perkiraan pembicara
terhadap pola komunikasi penerimannya (Bradac, Mulac, & House,
1988; Street, 1982). Lebih lanjut, penerima memiliki harapan
(epectations) pada tingkat optimal konvergensi dan divergensi. Harapan
ini berdasarkan stereotipi anggota kelompok tertentu, khususnya
kompetensi komunikasinya. Gallois dan Callan (1991) mengatakan
bahwa harapan pembicara pada tingkat konvergensi atau divergensi
tertentu juga dipengaruhi oleh norma situasional bagi kontak
intergroup yang diturunkan. Dengan demikian, maka sesungguhnya
ketika perusahaan berpegang teguh pada code of conduct atau code
of business mereka masing-masing menunjukkan pengaruh norma
yang berlaku diperusahaan. Namun demikian ketika pemerintah
menerima ’ucapan terimakasih’ dari perusahaan yang memang sudah
menyediakan maka sebenarnya hal tersebut dipengaruhi oleh norma
situasional dalam relasi perusahaan dengan pemerintah.
Fakta dalam akomodasi komunikasi dan perilaku perusahaan
dalam relasinya dengan pemerintah yang menjadi penanda simbolis,
tipe fantasi dan saga organisasional kemudian menjadi semacam
legitimasi atas tema fantasi yang telah berkembang dimasyarakat.
Dalam berkomunikasi dengan pemerintah ketiga perusahaan memiliki
kesamaan, yaitu bahwa ketiganya: berpegang teguh pada code of
conduct atau code of business masing-masing, melakukan komunikasi
interpersonal dengan pendekatan interpersonal dan sentuhan
kemanusiaan (human touch) tanpa meninggalkan profesionalitas, tetap
menyediakan dana untuk hubungan dengan pemerintah (goverment
relation).
Dari cerita sukses yang disampaikan dalam wawancara ketiga
strategi tersebut dinyatakan sangat membantu dalam mencapai
kesepakatan dengan pemerintah ketika perusahaan mengalami
masalah berkaitan dengan pemenuhan peraturan yang berlaku.
Meskipun tersirat tampak bahwa pihak pemerintah yang dalam hal
ini pejabat atau petugas yang berinteraksi dengan perusahaan pada

10

Dorien Kartikawangi, Komunikasi Akomodasi dan..

akhirnya menerima ’ucapan terimakasih’ tetapi bukan mereka yang
menentukan jumlahnya, melainkan perusahaan.
Disamping itu, strategi tersebut juga berhasil diimplementasikan
ketika pemerintah menyusun peraturan dan ketika perusahaan merasa
terdapat peraturan yang perlu direvisi untuk bisa dipenuhi perusahaan.
Konirmasi yang diperoleh dari berbagai departemen menunjukkan
hal yang sama. Sebelum pemerintah membuat perundang-undangan
maka dalam proses penyusunannya selalu melibatkan segenap pihak
yang terkait (stakeholder) untuk memberikan masukan, termasuk
perwakilan perusahaan.
Dalam proses akomodasi komunikasi terjadi apa yang disebut
sebagai conciuseness creating, conciousness-chaining, dan conciousnesssahring. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa mengapa kemudian
muncul tema fantasi ’pungutan liar’ yang menunjuk pada perilaku
pihak pemerintah pada perusahaan, dan ’suap’ yang menunjuk
perilaku pihak perusahaan pada pemerintah. Dengan demikian
sebenarnya terjadi proses timbal balik diantara kedua belah pihak.
Dalam perkembangannya, ketika teknologi informasi berkembang
dan pemerintah mulai memanfaatkannya untuk berbagai prosedur
perijinan maka terjadi pula perubahan tema fantasi, tetapi tetap
tidak berlaku jika tidak ada penerapan teknologi informasi ”from
somebody to nobody” dan ”transparansi”. Dari hasil penelitian dan
diskusi teoritis praktis tersebut dapat dijelaskan bahwa upaya-upaya
positif untuk mencapai kesamaan dalam pemaknaan secara praktis
dapat memunculkan tidakan negatif yang akhirnya berkembang dalam
narasi-narasi tema fantasi yang negatif.
Analisis Komunikasi Akomodasi dan Konvergensi Simbolis dalam
Interelasi Perusahaan dengan Masyarakat
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yang terjadi dalam
dinamika komunikasi ektersnal organisasi dengan masyarakat adalah
konvergensi yang cenderung bersifat konvergensi kebawah (downward
convergence) dan parsial (partial convegence) karena masyarakat juga
menetukan pilihan mereka sekalipun dari produk yang tersedia dan
atau dari iklan yang dilihat/dibacanya.
Disamping berkaitan dengan produk dan iklannya, kegiatan
lain yang cukup berperan dalam membangu awareness masyarakat
11

Kolase Komunikasi di Indonesia

terhadap perusahaan adalah kegiatan CSR. Kegiatan tersebut
membantu masyarakat mengenal lebih jauh bahwa produk tertentu
merupakan produksi perusahaan tertentu. Jika dikaji lebih lanjut,
komunikasi eksternal dilakukan oleh organisasi dengan demikian
adalah dalam rangka membangun relasi dengan lingkungannya, dalam
hal ini adalah dengan masyarakat. Relasi yang dibangun bertujuan
untuk memantapkan dan memastikan kesinambungan keberdaannya.
Relasi dibangun melalui komunikasi dalam interaksi berkaitan dengan
operasionalisasi bisnis. Dalam proses interaksi tersebut terjadi negosiasi
identitas mengingat perusahaan multinasional berasal dari negara lain
yang berarti memiliki budaya negaranya dan sekaligus memilki budaya
organisasinya.
Dalam proses akomodasi inilah terjadi akomodasi atas persamaan
maupun perbedaan (konvergen dan divergen). Keseluruhan rangkaian
proses tersebut pada akhirnya memunculkan pemahaman bersama,
menjadi saga organisasional dan dikonsepkan dalam sebuah tema
fantasi atas relasi yang terjadi.
Menjadi menarik dari hasil penelitian ini adalah bahwa iklan
maupun kegiatan CSR tidak terlalu mempengaruhi pembelian produk
suatu perusahaan tertentu. Peserta FGD menyatakan bahwa mereka
membeli produk karena cocok baik harga maupun hal-hal yang melekat
pada prosuk tersebut seperti kualitas, jenis wewangian, kemasan dan
lain sebagainya.
Citra positif perusahaan meskipun dipandang positif melalui
iklan yang mengedukasi dan kegiatan CSR yang memberdayakan
masyarakat tampaknya akan sedikit berkurang ketika mengalami
hal-hal yang sifatnya lebih pribadi dalam relasinya dengan produk
maupun perusahaan, misalnya terpengaruh iklan sampo dan membeli
produknya ternyata menimbulkan kerontokan, sebagai suplier ternyata
pembayaran perusahaan memakan waktu lama, atau sulit sekali
memperoleh akses ke perusahaan dan tidak seperti yang dijanjikan
bahwa perusahaan terbuka bagi masyarakat.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, baik konvergensi
maupun divergensi dapat mutual dalam kasus dimana dalam
komunikasi yang terjadi komunikan memiliki kesamaan mengarah
pada penyatuan atau pemisahan, namun dapat juga nonmutual dalam
12

Dorien Kartikawangi, Komunikasi Akomodasi dan..

kasus dimana dalam komunikasi yang terjadi antara komunikan
yang satu dengan lainnya memiliki perbedaan arah. Sementara itu
konvergensi yang terjadi dapat sebagian (partial convergence) atau
seluruhnya (complete convergence). Berpijak pada konsep tersebut
maka sejatinya konvergensi yang terjadi dalam komunikasi ekternal
organisasi dengan masyarakat adalah kovergensi parsial, yaitu hanya
sebagian saja yang konvergen. Konvergensi parsial yang terjadi dalam
relasi perusahaan dengan masyarakat tampaknya lebih dominan
perusahaan ketimbang masyarakat.
Relasi perusahaan dengan pemerintah dinilai cenderung
menguntungkan perusahaan karena beberapa hal, khususnya peraturan
atau regulasi yang lemah, birokrasi yang berbelit, serta oknum yang
sudah terkenal menerima suap, korupsi dan kongkalikong. Hal tersebut
tampaknya menjadi tema fantasi yang sangat kuat di masyarakat
yang dalam hal ini adalah bahwa perusahaan mengupayakan apapun
untuk dapat menjalankan bisnisnya di Indonesia dan pemerintah
menyediakan ruang untuk kelancaran tersebut.
Sementara itu masyarakat menilai bahwa perusahaan
multinasional adalah murni bisnis. Bahwa mereka menyediakan
lapangan kerja memang diakui, tetapi tidak untuk transfer teknologi
dan pemberdayaan masyarakat. Jadi masyarakat bagi perusahaan
multinasional adalah murni pasar bagi produk yang mereka hasilkan.
Komunikasi eksternal perusahaan dengan masyakat juga
menunjukkan adanya implementasi strategi konvergensi. Bagaimana
produk dikembangkan, dikomunikasikan melalui iklan dan hadiah-hadiah
yang disediakan dinyatakan oleh perusahaan sebagai upaya memenuhi
kebutuhan masyarakat. Demikian pula halnya dengan kegiatan tanggung
jawab sosial perusahaan yang dikatakan sebagai mengembangkan aktivitas
yang membantu dan dibutuhkan masyarakat dan seiring dengan bisnis
yangdijalankan. Sementara itu, hasil FGD menunjukkan bahwa tidak
ada pernyataan dari peserta yang merasa kebutuhannya terpenuhi oleh
produk tertentu dari ketiga perusahaan tersebut. Peserta lebih menyatakan
bahwa mereka membeli dan menggunakan produk yang tersedia dan yang
menurut mereka sesuai dalam arti selera dan harga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan konvergensi
lebih diupayakan oleh perusahaan tampak sepihak. Konvergensi ke
13

Kolase Komunikasi di Indonesia

bawah yang terjadi, penetrasi produk yang seolah dinegosiasikan,
serta upaya CSR yang dilakukan oleh perusahaan menunjukkan
bahwa terjadi semacam ketimpangan dalam relasi perusahaan dengan
masyarakat. Namun demikian reaksi peserta FGD menjelaskan bahwa
mereka menyadari, dapat menyampaikan apa yang ada dalam kesadaran
mereka, tetapi menerima apa yang terjadi. Dari tataran praktis perilaku
perusahaan dan masyarakat dalam relasinya ternyata memunculkan
tema fantasi yang lebih menunjuk pada upaya perusahaan.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa upaya-upaya ”positif ”
cenderung dilakukan oleh perusahaan untuk lebih memahami
masyarakat guna pengembangan produk, strategi pemasaran dan
strategi CSR. Masyarakat lebih dalam posisi memilih apa yang
diberikan perusahaan dalam mencapai kesamaan pemaknaan secara
praktis. Relasi tersebut dapat memunculkan reaksi menerima dari
sisi masyarakat. Pada gilirannya dalam tataran konseptual cenderung
berkembang narasi-narasi tema fantasi yang negatif untuk perusahaan
dan pemerintah, tetapi untuk produk narasi yang berkembang adalah
bersifat menyesuaikan.

Kesimpulan dan Saran
Konvergensi simbolis dan komunikasi akomodasi perusahaan
dengan pemerintah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi
akomodasi antara perusahaan dengan pemerintah dan sebaliknya
adalah dominan pada strategi konvergensi, khususnya konvergensi
ke atas (upward convergence) dan konvergensi sebagian (partial
convergence), yang dipengaruhi oleh norma situasional bagi kontak
antar kelompok. Upaya konvergensi dalam praktek menghasilkan
tema fantasi dalam konvergensi simbolis. Dalam upaya perusahaan
membangun relasi yang positif dengan pemerintah, tema fantasi negatif
sangat mungkin terbangun dalam konvergensi simbolisnya.
Konvergensi simbolis dan komunikasi akomodasi perusahaan
dengan masyarakat. Dalam dinamika komunikasi eksternal
perusahaan, proses komunikasi akomodasi dengan masyarakat
didominasi strategi konvergensi. Konvergensi yang muncul dalam
komunikasi adalah konvergensi ke bawah (downward convergence) dan
cenderung konvergensi parsial (partial convergence ) yang dipengaruhi

14

Dorien Kartikawangi, Komunikasi Akomodasi dan..

norma situasional dari kontak inter-individual serta inter-group.
Dalam komunikasi perusahaan dengan masyarakat tema fantasi
yang bertolak belakang sangat mungkin berkembang. Tampaknya
perusahaan melayani masyarakat yang sebenarnya justru menjadi
penentu dalam konvergensi simbolisnya.
Memperhatikan bahwa komunikasi eksternal perusahaan
tidak hanya dilakukan oleh divisi komunikasi korporasi atau public
relations, maka memahami strategi komunikasi menjadi penting bagi
semua pihak yang mewakili perusahaan pada posisi masing-masing.
Minzberg menyatakan adanya 10 peran manajer yang kesemuanya
terkait dengan strategi dan implementasi komunikasi. Peran manajer
ini meneguhkan bahwa siapapun pihak yang menjadi kontak bagi
perusahaan dengan pemerintah maupun masyarakat memiliki peran
penting dalam membentuk konvergensi simbolis.

15

Kolase Komunikasi di Indonesia

Datar Pustaka
Berger, Peter L. (1987). he Capitalist Revolution: Fity Propositions
About Prosperity, Equality, and Liberty. London: Wilwood House
Bormann, Ernest G, John F. Cragan, & Donald Shield (2001).
hree Decades of developing, grounding, and using symbolic
convergence theory. In W.B. Gudykunst (Ed), Communication
Yearbook 25 (pp.271 – 313). Mahwah, NJ: Erlbaum and the
International Communication Association
Cragan, John F and Donald Shield (1995), Symbolic heories in Applied
Communication Research: Borman, Burke, and Fisher, Cresskill,
NJ: Hampton
Czainkota, Micahel et all (2008) International Marketing, Asia Pasiic
Edition, Melbourne: Nelson Australia Pty. Ltd.
Daniels, Tom D., Spiker, Barry K., and Papa, Michael J. (1997).
Perspectives on Organizational Communication (4th ed), Boston:
McGraw Hill
Deetz, S. (1995). Transforming Communication, Transforming Business:
Building Responsive and Responsible Workplace. Creskill, NJ:
Hampton.
Giles, Howard & Tania Ogay (2007), Communication Accommodation
heory, in Explaining Communication Contemporary heories
and Exemplars, Bryan B. Whaley and Wendy Samter (ed), New
Jersey: Lea
Guba, Egon G. (ed.) (1990). he Paradigm Dialog. Newbury Park,
London, New Delhi: Sage
Jablin, Fredric M., Putnam, Linda L. (ed) (2001). he New Handbook
of Organizational Communication, housand Oaks, CA: Sage
Publication
Kartikawangi, D. (2013). THE IMPLEMENTATION OF
COMMUNICATION ACOMODATION. International Journal
of Social Science and Humanity Studies, 5(2), 50–59. Retrieved
from http://dergipark.gov.tr/ijsshs
Kartikawangi, D. (2015). he Role of Media in Promoting Corporate
Social Responsibility on Environtment Sustainability. Penang:
Univeristi Sains Malaysia. Retrieved from http://eprints.usm.
my/31924/1/Dorien_Kartikawangi.pdf
16

Dorien Kartikawangi, Komunikasi Akomodasi dan..

Kartikawangi, D. (2017). Symbolic convergence of local wisdom in
cross–cultural collaborative social responsibility: Indonesian case.
Public Relations Review, 43(1), 35–45. https://doi.org/10.1016/j.
pubrev.2016.10.012
Kartikawangi, D., Temaluru, Y., & Unaradjan, D. D. (2016). Cross
cultural communication competency in business interaction: a
theoritical study (pp. 28–29). Bangkok: Chulalonkorn University,
Bangkok, hailand. Retrieved from https://ccccbangkok.iles.
wordpress.com/2016/02/cccc-cross-cultural-communicationconference-prodeedings.pdf
Keegan, Warren J. & Mark C. Green, (1997). Prinsiples of Global Market,
International Edition, New Jersey: Prentice Hall Inc.
May, Steve, & Dennis K. Mumby (Ed), (2005), Engaging Organizational
Communication heory & Research, Multiple Perspectives,
California: Sage Publication, Inc.
Minichiello, Victor (1990). Indepth Interviewing Research People,
Melbourne: Longman
Neuman, Lawrence (2000). Social Research Methodes. Fourth Edition.
Boston. London: Allyn and Beacon
Robins, S.P. (1977). Managing Organizational Conlict, dalam J. Schnee,
E.K., Warren. & H. Lazarus (eds). he Progress of Management,
Englewood Clifs, NJ: Prentice Hall
Patton, Michael Quinn, (2002). Qualitative Research & Evaluation
Methods, 3rd ed, housand Oaks: Sage Publication
Putnam, L.L., Pacanowsky, M.E. (Ed) (1983). Communication and
Organizations An Interpretive Approach, Beverly Hills: Sage
Publication
Treat, Shaun Robert (2003), he Myth of Charismatic Leadership and
Retoric of Crypto-Charismatic Membership, Disertasi: Luisiana
State University
Jurnal
Bormann, Ernest G. (1972). Fantasy and Rhetorical Vision: he
Rhetorical Criticism of Social Reality, Quarterly Journal of Speech,
vol 58, 396-407

17

Kolase Komunikasi di Indonesia

Bormann, Ernest G. (1985). Symbolic Convergence heory: A
Communication Formulation. Journal of Communication, vol 35,
128-138
Bormann, Ernest G, John F. Cragan, & Donald Shield (1994). In
Defense of Symbolic Convergence heory: A Look at the heory
and its criticisms ater two decades, Communication heory, vol
4, 259-294
Bormann, Ernest G, John F. Cragan, & Donald Shield (1996).
An expansion of the rhetorical vision concept of symbolic
convergence theory: the cold war paradigm case, Communication
Monographs, vol 63, 1-28
Hatch, Mary Jo and Haridimos Tsoukas, (2001). Complex thinking,
complex practice: he case for a narrative approach to
organizational complexity, Human Relations, vol 54 (8): 9791013:018452, he Tavistock Institute, London: Sage Publication
Jackson, Bradley G. (2000). A Fantasy heme Analysis of Peter Senge’s
Learning Organization, he Journal of Applied Behavioral Science,
vol 36, no. 2, 193-209
Mumby, D.K. (1987). he political function of narrative in organizations.
Communication Monographs, vol 54, 113 - 127
Osigweh, C. (1994). A stakeholder perspective of employee
responsibilities and rights. Employee Responsibility and Rights
Journal, vol 7, 279-296
Artikel Media Cetak:
Keuangan Global: Raksasa Finansial AS Terus Berguguran, Kompas,
Selasa 16 September 2008
Mirza Adityaswara, Analisis Ekonomi: Fokus Perbankan, Jangan Pada
Bursa Efek, Kompas, Senin 13 Oktober 2008
Fondasi Ekonomi Kuat, Sebaiknya Utamakan Penguatan Perbankan
Ketimbang Pasar Modal, Kompas, Senin 13 Oktober 2008-12-02
A. Prasetyantoko, Kembalinya Pendulum Perdagangan, Kompas, Senin
20 Oktober 2008

18

Dorien Kartikawangi, Komunikasi Akomodasi dan..

Internet:
Close, Angeline G. et.al. (2006) Engaging the Consumer hrough Event
Marketing: Linking Attendees with the Sponsor, Community, and
Brand, Journal of Advertising Research, vol 46, 4, 420, New York.
http://proquest.umi.com/pqdweb?index=37&sid=5&srchmode ,
diakses 20 Oktober 2008
Cragan, John F. & Donald Shield (1992). he Use Of Symbolic
Convergence heory in Corporate Strategic Planning: A Case Study,
Journal of Applied Communication Research, vol 20, 2, 199. http://
proquest.umi.com/pqwdweb?index=14&sid=8&srchmode... 20
Oktober 2008
Smith, Alan (2003). Community Relations: How an Entire
Industry Can Change Its Image hrough Proactive Local
Communications, Journal of Communication Management,
vol 7, 3, 254-265, London. http://proquest.umi.com/
pqwdweb?index=1&sid=6&srchmode=... Diakses 20 Oktober
2008
Vasquez, Gabriel M. (1993). A Homo Narrans Paradigm for Public
Relations: Combining Bormann’s Symbolic Convergence heory and
Grunig’s Situational heory of Publics, http://www.informaworld.
com/smpp/content... , diakses 23 Juli 2008

19