Full Paper P00021

Pembuatan Model Transmisi dan Dinamika Persebaran Virus H5N1
Sebagai Sistem Manajemen Bencana Endemik Flu Burung
di Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah
Dengan Pedekatan Statistik
1)

Suprihadi

2)

Rudy Latuperissa

Fakultas Teknologi Informasi
Universitas Kristen Satya Wacana
Jl. Diponegoro 52 – 60, Salatiga – 50711, Indonesia
1)
hadiumac@gmail.com 2)rudy_latu@yahoo.co.id
Abstract
Issues Avian Influenza outbreak in Indonesia that attacks on animals is now
a very serious issue, and has spread to 23 provinces. In this study aims to develop
models ofthe dynamics of transmission and spread of H5N1 virus in a system

of disaster management outbreaks of H5N1 disease, so that they can become
important tools in disaster management policy of the plague. The method used in this
study is the SIR model (Suceptible-Infectious-recovered). The model is constructed in
three stages of research. The first licensing arrangements related to the Department.
Second,secondary data research and development the third mathematical model. The
results of this study is to model the dynamics of transmission and spread of H5N1
virus in acommunity population. The results are expected to be utilized as
a framework fordisaster management system of disease outbreaks. Outcomes
research in the form of a mathematical model and strategic policies for
development in the future.
Keywords: SIR, transmission model, the dynamics of the spread, the H5N1
1. Pendahuluan
Wabah avian influenza atau flu burung (yang disebabkan oleh virus subtipe
H5N1) pertama kali terdeteksi pada unggas di Korea Selatan pada bulan Desember
2003. Di Indonesia wabah flu burung yang menyerang pada hewan saat ini sangat
serius, dan telah menyebar ke 23 propinsi, meliputi 151 kabupaten/kota. Sampai
dengan Desember 2004, jumlah kumulatif kasus kematian ternak unggas akibat flu
burung mencapai lebih dari 8 juta ekor. Penularan pada manusia telah dilaporkan
sebanyak 241 kasus infeksi dan 141 diantaranya telah meninggal dunia sejak bulan
Agustus 2006. Antara tahun 2006 sampai tahun 2008 Indonesia secara global

merupakan negara yang paling parah terkena wabah virus H5N1 dengan jumlah kasus
137 dan jumlah penderita meninggal sebanyak 112 orang. Kerugian jangka pendek
pandemi flu burung di Indonesia diperkirakan sebesar 14–48 triliun rupiah [1].

1

Penyebaran flu burung yang semakin meluas wilayahnya disebabkan oleh tidak
terkontrolnya pergerakan unggas yang terinfeksi flu burung, produk hasil unggas dan
limbahnya, tenaga kerja serta kendaraan pengangkut dari wilayah terinfeksi ke
wilayah yang masih bebas, serta rendahnya kapasitas kelembagaan kesehatan hewan
dan tenaga kesehatan hewan yang terlatih.
Secara kuantitas, individu yang telah terinfeksi dapat disimulasikan secara
grafis menggunakan data sensus, data pola perubahan tata guna lahan dan data
mobilitas penduduk. Model matematis dan analisis statistik dalam epidemiologi
difokuskan untuk membuat prediksi faktor–faktor yang menjadi parameter terhadap
transmisi penyakit dalam populasi (vektor maupun manusia)[9]. Model matematis
persebaran penyakit yang memiliki validitas dan akurasi tinggi merupakan konsep
dasar untuk memahami dampak penyakit dan menyusun strategi pengendaliannya.
Dalam perumusan strategi pengendalian, model harus sudah memiliki parameter
kunci seperti struktur sosiodemografi dalam populasi, konektivitas individu dalam

populasi dan struktur geografi dimana populasi berada [3].
Pemodelan epidemiologi terdiri dari tiga kategori, pertama berbasis
persamaan (model analisis), kedua berbasis agen (populasi direpresentasikan sebagai
suatu sistem yang dapat berinteraksi) dan ketiga berbasis jaringan (interaksi sosial
didasarkan pada teori jaringan)[12]. Pemodelan epidemiologi berbasis persamaan
(model analisis) diawali dengan munculnya model SIR (Susceptible, Infectious,
Recovered). Model ini digunakan untuk menentukan apakah seseorang dalam suatu
populasi berada dalam fase rentan, terinfeksi atau penyembuhan/mortalitas. Model
SIR digunakan untuk menghitung jumlah teoritis individu yang terinfeksi dan
seberapa cepat terjadi penularan dalam suatu populasi yang tertutup[6]. Pemodelan
SIR dapat dilakukan menggunakan aplikasi komputasi seperti Matlab dan R. SIR
telah diterapkan untuk menganalisis kejadian demam berdarah dengue Kota Salatiga
tahun 2000 – 2008 menggunakan Package Amei pada lingkungan pemrograman R
[16].
Penelitian tentang H5N1 yang pernah dilakukan adalah pembangunan model
kontrol endemik H5N1 dengan tujuan untuk menentukan target vaksinasi dan model
surveillans yang dikembangkan [18].Penelitian sejenis lain adalah analisis statistika
model transmisi virus H5N1 dan menghasilkan pola spasial endemik serta potensi
distribusi penyakit di wilayah sekitarnya[4]. Penelitian yang berjudul “ Pembuatan
Model Transmisi dan Dinamika Persebaran Virus H5N1 Sebagai Sistem Manajemen

Bencana Endemik Flu Burung di Kabupaten Semarang” ini bertujuan untuk
merancang, membangun dan menerapkan model spasial statistik pola transmisi dan
persebaran virus H5N1 serta mengembangkan sebagai perangkat penting dalam
kebijakan manajemen bencana wabah penyakit.

2

2. Pengembangan Metode Analisis menggunakan Suceptible Infectious Recovered
(SIR)
Terdapat berbagai tipe formulasi penyusun model (compartments), pemilihan
penggunaan formulasi pembangun model berdasarkan pada karakteristik khusus
penyakit yang akan dimodelkan dan tujuan pemodelan. Beberapa pola compartments
yang sering digunakan adalah MSEIR, MSEIRS, SEIR, SEIRS, SIR, SIRS, SEI,
SEIS, SI, and SIS [19]. Pemodelan persebaran penyakit dalam suatu populasi
tertentu, bersifat epidemis dan disebabkan oleh virus dimodelkan menggunakan
Suceptible Infectious Recovered (SIR)[21]. SIR adalah klasifikasi populasi
berdasarkan pada derajad kerentanan terhadap penyakit dan mekanisme proses
transmisi peyakit pada manusia. Ada tiga klasifikasi, kelompok populasi yang
potensial/beresiko tertular (Susceptible), kelompok populasi yang telah
terinfeksi/penyebaran penyakit (Infectious) dan kelompok populasi yang telah

mengalami penyembuhan (Removed/Recovered) sebagai akibat mekanisme sistem
imun, atau proses karantina atau mengalami kematian [20]. Kelompok populasi pada
vektor nyamuk terdiri dari dua klasifikasi, yaitu kelompok populasi yang
potensial/beresiko
menular
(Susceptible)
dan
kelompok
populasi
terinfeksi/penyebaran penyakit (Infectious). Beberapa asumsi dasar model SIR adalah
sebagai berikut :
1. Populasi bersifat tertutup, tidak ada kelahiran, kematian dan migrasi yang
terepresentasi dalam model.
2. Populasi bersifat homogen dan acak, probabilitas kontak antar dua individual
tidak hanya ditentukan oleh dua individu tersebut, dengan demikian memiliki
karakteristik kontak yang sama dengan individu lainnya.
3. Populasi/penduduk suatu daerah diinisialisasi sebagai N − m , adanya individu
yang telah terinfeksi pada suatu populasi/penduduk yang potensial/beresiko
tertular.
4. Proses penularan terjadi jika terjadi kontak antara kelompok individu yang

potensial/beresiko
menular
(Susceptible)
dan
kelompok
populasi
terinfeksi/penyebaran penyakit (Infectious).
5. Kejadian kontak pada setiap individu dengan individu lainnya pada waktu
tertentu dihitung sebagai proses Poisson dengan parameter :
β
N
yang mana β adalah rerata kontak atau rerata terinfeksi pada suatu
populasi/penduduk N . (Trapman, 2006)
Adapun keterhubungan antara compartments dalam dua kelompok populasi
tersebut adalah sebagaimana pada Gambar 1.

3

bβvektor→manusiatinggi


λNT

NT + m

Stinggi
bβ vektor → manusiarendah
NT + m

I vektor S rendah

µvSv

I v Stinggi

Sv

I tinggi

Rtinggi


I rendah

µI manusia rendah
NT + m

bβ manusiarendah→vektor
NT + m

µv

I tinggi

I rendah

bβ manusiatinggi →vektor

A

µtinggi


µI manusia tinggi

µtinggi

µvIv
I manusia tinggi S vektor

Iv
I manusiarendahSvektor

µv

Gambar 1. Keterhubungan antara compartments
kelompok populasi manusia dan vektor

Variabel SIR dan SI bersifat dependen dan masing–masing memiliki variabel
yang bersifat independen yaitu waktu t () . Artinya keseluruhan variabel tersebut
berlangsung pada suatu satuan waktu tertentu.
Aliran dari Susceptible menuju Infectious disebut sebagai fase Transmission (
β ) sedangkan aliran dari Infectious menuju Recovered disebut fase Recovery( α ).

Apabila populasi seluruh Salatiga dinyatakan sebagai N, maka S/N = s, I/N = i dan
R/N = r.
Proses epidemis dapat dimodelkan sebagai berikut :
ds
= − βsi
dt
di
= β si − αi
dt
dr
= αi
dt
(persamaan 1)

4

dimana, β adalah rerata transmisi penyakit melalui rerata kontak,
α adalah proses recovery, penyembuhan melalui imun, atau kematian yang
tidak berpengaruh terhadap proses transmisi penyakit.
Sesuai dengan persamaan dasar pada persamaan 1 maka dinamika transmisi

penyakit pada manusia dapat diuraikan sebagai berikut :

bβ vektor →manusiatinggi
bβ vektor →manusiarendah
dsmanusia
= λN T − ( µ mausia +
I V ) smanusia
IV +
NT + m
dt
NT + m
ditinggi
dt

=

bβ vektor →htinggi
NT + m

I Vektor smanusia − ( µ manusia + r ) I manusiatinggi

direndah bβ vektor →manusiarendah
=
I vektor s manusia − ( µ hmanusia + r ) I hrendah
dt
NT + m
dr
= r ( I manusiatinggi + I manusiarendah ) − µ hmanusia Rmanusia
dt
(persamaan 2)

Dinamika transmisi penyakit pada vektor dapat diuraikan sebagai berikut :

bβ manusiatinggi →vektor
bβ manusia rendah →vektor
ds manusia
= A − (µ v +
I tinggi +
I manusia rendah ) s hmanusia
dt
NT + m
NT + m
bβ manusia rendah →vektor
divektor bβ manusiatinggi →vektor
=
I manusia rendah ) s manusia − µ vektor I vektor
I tinggi +
NT + m
dt
NT + m
(persamaan 3)
Dimana,

NT
S tinggi
I tinggi

I rendah

adalah jumlah keseluruhan populasi manusia/penduduk suatu daerah
adalah jumlah populasi manusia/penduduk yang beresiko tinggi
tertular (Susceptible)
adalah jumlah populasi manusia/penduduk yang terinfeksi endemis
tinggi
adalah jumlah populasi manusia/penduduk yang terinfeksi endemis
rendah

5

adalah jumlah populasi manusia/penduduk yang mengalami
penyembuhan
bβ vektor→manusiatinggi adalah peluang terjadinya transmisi virus dari vektor ke manusia
Rtinggi

dalam endemis tinggi
bβ vektor → manusia rendah adalah peluang terjadinya transmisi virus dari vektor ke manusia
dalam endemis rendah
NT − m
adalah individu yang telah terinfeksi pada suatu populasi/penduduk
yang potensial/beresiko tertular
µI manusiatinggi peluang terjadinya kematian sebagai akibat terinfeksi pada suatu

µ tinggi

populasi/penduduk
peluang terjadinya kematian pada masa penyembuhan

bβ manusiatinggi →vektor adalah peluang terjadinya transmisi virus dari manusia ke vektor
dalam endemis tinggi
bβ manusia rendah →vektor adalah peluang terjadinya transmisi virus dari manusia ke vektor
dalam endemis rendah
I manusiatinggi S vektor adalah peluang terjadinya infeksi pada manusia dalam endemis tinggi
yang berasal dari vektor yang beresiko tinggi tertular.
I manusia rendah S vektor adalah peluang terjadinya infeksi pada manusia dalam endemis
rendah
yang berasal dari vektor yang beresiko tinggi tertular.
Sv
adalah jumlah populasi vektor yang beresiko menularkan penyakit
(Susceptible)
Iv
adalah jumlah populasi vektor yang beresiko terinfeksi penyakit
(Infected)
µv
peluang terjadinya kematian vektor.

6

3. Metode Penelitian
Proses penelitian dilakukan melalui tiga tahapan/langkah. Adapun kegiatan,
metode dan hasil dari setiap langkah adalah sebagaimana pada Gambar 2.

Gambar 2.Tahapan pengembangan sistem peringatan dini langkah 1 - 3
Langkah ke 1
Langkah ke 1 adalah kegiatan pengurusan perijinan penelitian dilokasi penelitian
yang meliputi :
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang.
2. Kesbangpolinmas Kabupaten semarang.
3. Dinas Peternakan Kabupaten semarang.
4. Bappeda Kabupaten Semarang.
Langkah ke 2
Langkah ke 2 adalah inventarisasi data primer dan sekunder. Metode yang digunakan
adalah :
1. Inventarisasi data primer menggunakan wawancara dan kuosiner.

7

Wawancara dilakukan pada kelompok masyarakat yang telah dinyatakan
sembuh oleh rumah sakit dari suspect H5N1. Kuesioner diberikan pada
kelompok masyarakat yang selama ini bekerja pada sektor peternakan unggas.
2. Diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion).
3. Mengkaji data sekunder (Secondary Data Review) yang meliputi :
a. Data Sosial dan Kependudukan
b. Data klimatologi
c. Data penyelidikan epidemiologi (PE)
Langkah ke 3
Langkah ke 3 terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu :
1. Penetapan parameter kunci KLB dengan metode FGD dan SDR.
Parameter kunci ditetapkan setelah dilakukan proses inventarisasi dan analisis
data yang diperoleh dari langkah ke 2. Analisis data dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana keterhubungan antara parameter dengan kasus H5N1.
2. Penetapan metode analisis. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai beriku :
a. Asosiasi antar parameter ditentukan menggunakan persamaan Moran’s dan
Geary dan tool OpenGeoda.
b. Pola transmisi penyakit ditentukan menggunakan Package Amei dalam
lingkungan pemorgraman R.
4.

Hasil Pengolahan Data
Berdasarkan hasil pengolahan data yang diperoleh dari wawancara,
penyebaran kuisioner, dan ditambah dengan pelaksanaan Forum Group Discussion
(FGD), didapatkan gambaran informasi sebagai berikut :
Berdasarkan data klimatologi didapatkan data curah hujan, temperatur dan
kelembaban yang terjadi sepanjang tahun 2001-2010, sebagaimana seperti grafik
yang diperlihatkan pada Gambar 3.

8

Gambar 3. Data curah hujan, kelembaban, dan temperature sepanjang tahun 20012010
Dan dari data yang diperoleh dari dinas perternakan memperlihatkan data
populasi dari unggas-unggas yang terdapat pada masing-masing kecamatan yang
terdapat sejak tahun 2001-2010 seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Populasi Unggas Kabupaten Semarang dari 2001-2010

9

Sedangkan data yang diterima dari dinas kesehatan memberikan gambaran
yang nyata mengenai jumlah unggas yang meninggal di masing-masing kecamatan
dan jenis dari unggas yang meninggal. Data tersebut dapat dilihat pada grafik yang
ada pada Gambar 5.
TABEL KASUS AI DI KABUPATEN SEMARANG

JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
NOVEMBER
DESEMBER
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
NOVEMBER
DESEMBER
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
NOVEMBER
DESEMBER
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
NOVEMBER
DESEMBER

JML KASUS

26
30
25
16
20
12
12
11
15
10
99
9 99 7
8 107
8
77
10
5 4 3 44 5
3
33 5 2 3 4
33 1 2
2 0
5 00
0 1 22 00 1 2
0
0

TAHUN

Gambar 5. Grafik kematian unggas dari tahun 2007 – 2010 di kabupaten Semarang
5. Analisis Dan Pembahasan
Untuk membuat pemodelan SIR diperlukan data rerata transmisi virus(b),
rerata penyembuhan (v), rerata kematian (µ) (dalam SIR dibuat asumsi nol) dan
tingkat pencampuran populasi individu terinfeksi (k) [8]. Parameter biaya (cost)
vaksinasi dihitung sebagai biaya vaksinasi tunggal dan perawatan individual.
Dalam penelitian ini biaya vaksinasi diasumsikan nol (dengan pemikiran bahwa
sebelum terjangkit, setiap individu belum mendapatkan vaksin dari Puskesmas
setempat). Untuk melakukan simulasi jumlah populasi yang terjangkit, dan
tingkat individu yang berada dalam Suspected, Infected dan Recovery dalam skala
eksperimen maka digunakan fungsi Mcepi (Monte Carlo Epidemics). Parameter
costs merupakan biaya untuk indikator vaksinasi, kematian dan terinfeksi. Pada
penelitian ini diasumsikan tidak ada biaya yang dikeluarkan sehingga bernilai nol.
Artinya jumlah yang divaksinasi, jumlah yang meninggal dan jumlah terinfeksi
tidak ada biaya. Untuk melakukan simulasi strategi jumlah biaya vaksinasi
terendah digunakan fungsi optvac yang bekerja secara stokastik epidemis, dapat
dilihat pada gambar 6.

10

Gambar 6. Model SIR Pada Jumlah Penderita Infeksi Flu Burung
Kabupaten Semarang Tahun 2000 – 2008
Pola distribusi posterior parameter SIR kejadian infeksi flu burung
Kabupaten Semarang dapat dianalisis melalui parameter rerata transmisi,
parameter dispersi, rerata mortalitas dan rerata penyembuhan. Nilai setiap
parameter digambarkan dengan titik, nilai tengah posterior digambarkan dengan
nilai x dan wilayah distribusi posterior sebesar 95% digambarkan dengan arsir.

Gambar 7. Pola Distribusi Posterior Parameter SIR Kejadian Flu Burung
Pada Kabupaten Semarang 2001 – 2009
Dan sebagai gambaran secara langsung dapat dilihat pada gambar peta
dibawah ini, diambil tahun 2007 karena pada tahun itu tigkat kematian unggas sangat
tinggi, dan curah hujan yang cukup rapat pada setiap harinya.

11

Gambar 8a. Persebaran Penduduk Pada
Tahun 2007

Gambar 8b. Persebaran Penduduk Dan
Kematian Unggas Tahun 2007

V. Simpulan
Package Amei efektif diterapkan sebagai tool untuk pemodelan optimasi
epidemiologi pada kejadian epidemis demam flu burung di kabupaten Semarang
pada tahun 2000 sampai dengan 2008. Dengan perangkat ini dapat dilakukan
analisis perbandingan pola penurunan jumlah individu yang berada dalam
Suspected Infected dan Recovery secara lebih signifikan sebagai dampak proses
vaksinasi. Pola distribusi posterior parameter SIR kejadian flu burung di
kabupaten Semarang dapat dianalisis melalui parameter rerata transmisi,
parameter dispersi, rerata mortalitas dan rerata penyembuhan. Nilai setiap
parameter, nilai tengah posterior, dan wilayah distribusi posterior sebesar 95%.

12

DAFTAR PUSTAKA
[1] Asmara Widya, 2007, Peran Biologi Molekuler dalam Pengendalian Avian
Influenza dan Flu Burung, Pidato Pengukuhan Guru Besar FKH –
UGM,Yogyakarta.
[2] Atchade, Yves ; Gersende, Fort ; Moulines, Eric ; Priouret, Pierre, 199 .
Adaptive Markov Chain Monte Carlo: Theory and Methods, University
of Michigan, 1085 South University, Ann Arbor, 48109, MI, United States.
http://www.stat.lsa.umich.edu/~yvesa/afmp.pdf
[3] Barthelemy, Marc ; Barrat, Alain ; Pastor-Satorras, Romualdo ; Vespignani,
Alessandro, 2005, Dynamical patterns of epidemic outbreaks in complex
heterogeneous networks, Journal of Theoretical Biology 235 (2005) 275–
288, School of Informatics and Biocomplexity Center, Indiana University,
Bloomington, IN 47408, USA.
www.cc.gatech.edu/classes/AY2010/cs8803ns_fall/barthelemy.pdf,
[4] Eubank, Stephen ; Hasan, Guclu, S.; Kumar, Anil ; Marathe, Madhav V. ;
Srinivasan, Aravind ; Toroczkai, Zolta ; Wang, Nan, 2008. Modelling disease
outbreaks in realistic urban social networks, Basic and Applied
Simulation Science Group, Los Alamos National Laboratory, MS M997,
Los Alamos, New Mexico 87545, USA
ndssl.vbi.vt.edu/Publications/modellingDisease.pdf.
[5] Harvey Neil, Aaron Reeves, Mark A. Schoenbaumc, Francisco J.
Zagmutt-Vergara, Caroline Dube, Ashley E. Hill, Barbara A. Corso, W.
Bruce McNab, Claudia I. Cartwright dan Mo D. Salman, 2007, The North
American Animal Disease Spread Model: A simulation model to assist
decision making in evaluating animal disease incursions, Preventive
Veterinary Medicine 82 (2007) 176–197, USA
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17614148.
[6] Teri, Johnson, 2009, Mathematical Modeling of Diseases: SusceptibleInfected-Recovered (SIR) Model, University of Minnesota, Morris,
http://www.morris.umn.edu/academic/math/Ma4901/Sp09/Final/TeriJohnson-Final.pdf.
[7] Karandikar Rajeeva, 2006. On the Markov Chain Monte Carlo (MCMC)
method, Indian Statistical Institute, Sadhana Vol. 31, Part 2, April 2006, pp.
81–104.

13

www.ias.ac.in/sadhana/Pdf2006Apr/81.pdf
[8] Keeling Matt
dan Ken T.D Eames, 2005, Networks And Epidemic
Models, Department of Biological Sciences & Mathematics Institute,
University of Warwick, Gibbet Hill Road, Coventry CV4 7AL, UK.
http://ukpmc.ac.uk/articlerender.cgi?artid=1259156.
[9] Maiti A, S. Pathak dan Samanta G.P., 2004, Rich dynamics of an SIR
epidemic model, Nonlinear Analysis: Modelling and Control, 2010, Vol.
15, No. 1, 71–81, Department of Mathematics, Presidency College, Kolkata700073, India, http://www.lana.lt/journal/36/Pathak.pdf.
[10] Merl Daniel, Leah R. Johnson, Robert B. Gramacy dan Marc S.
Mangel, 2009. Amei: an R package for the Adaptive Management of
Epidemiological Interventions, Department of Statistical Science, Duke
University, Durham NC.
cran.r-project.org/web/pa ck ag es /am ei /vignettes /am ei .pdp
[11] Pang Wan-Kai, Shui Hung Hou, Marvin D.Trout, Wing-Tong Yu, Ken
W, 2007, A Markov Chain Monte Carlo Approach to Estimate the Risks
of Extremely Large Insurance Claims, International Journal of Business
and Economics, 2007, Vol. 6, No. 3, 225-236, Department of Applied
Mathematics, The Hong Kong Polytechnic University, Hong Kong
http://www.ijbe.org/table%20of%20content/pdf/vol6-3/vol.6-3-04.pdf
[12] Skvortsov, Connell, Dawson dan Gailis, 2007, Epidemic Modelling:
Validation of Agent-based Simulation by Using Simple Mathematical
Models, Defence Science and Technology Organisation, PO Box 4331,
Melbourne, VIC, 3001,
http://mssanz.org.au/MODSIM07/papers/13_s20/EpidemicModeling_s20_S
kvortsov_.pdf.
[13] Soetaert Karline dan Thomas Petzoldt, 2010, Inverse Modelling,
Sensitivity and Monte Carlo Analysis in R Using Package FME,
Netherlands
Institute
of
Ecology. Netherland cran.rProject.org/web/packages/FME/vignettes/FMEother.pdf,
[14] Yulianto Sri, Kasmiyati, Kristoko D.H.,Maria Marina H., 2009,
Pengurangan Potensi Bencana Epidemi, Wabah Dan KLB Beberapa
Penyakit Tropis Melalui Penerapan Paradigma Pengurangan Resiko
Yang Diintegrasikan Dengan Kurikulum Pembelajaran Pada Sistem
Manajemen Bencana, Laporan Akhir Hibah Strategis Nasional Batch IV,
Tahun ke 1,Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
14

[15] Yulianto, Sri ; Kristoko Dwi Hartomo, Krismiyati, 2010, Spatial
Autocorrelation Modelling for determining High Risk Dengue Fever
Transmission Area in Salatiga, Central Java, Indonesia, International
Conference on Soft Computing, Intelligent System and Information
Technology, Petra Christian University Surabaya.
[16] Yulianto S. dan Subanar, 2010, Pemodelan SIR (Suspect Infected Recovery)
Kejadian Demam Berdarah Dengue Kota Salatiga Tahun 2000 – 2008
Menggunakan Package Amei pada R, Belum dipublikasikan.
[17] Zaman Gul, Yong Han Kang dan Il Hyo Jung, 2007, Optimal
vaccination and treatment in the SIR epidemic model, Department of
Mathematics, Pusan National University, Busan 609-735, Korea.
www.ksiam.org/conference/annual072/upfile/Optimal%2 0SIR.pdf.
[18] Guan dkk, 2007, A model to control the epidemic of H5N1 influenza at the
source, BMC Infectious Diseases 2007, 7:132, State Key Laboratory of
Emerging Infectious Diseases, the University of Hong Kong, Pokfulam,
Hong Kong SAR, China
[19] Hetchote Herbert, 2000, The Mathematics of Infectious Diseases, Department
of Mathematics, University of Iowa, Iowa City.
www.math.uiowa.edu/~hethcote/PDFs/2000SiamRev.pdf
[20]

Regoes Roland, 2009. Stochastic simulation of epidemics, Institute of
Integrative Biology

[21] Galluzzo Bens, 2008. Epidemiology, Modeling Epidemics and Endemics,
Department of Mathematics The University of Iowa.

15