Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Ibu Pascasalin di Klinik Bersalin Surya Medan Tahun 2013

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Nifas

1. Pengertian Nifas

Masa nifas adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).

Menurut Sulistyawati (2009, dalam Juliana, 2010), Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu melakukan pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas dan mortalitas bayi pun akan semakin meningkat.


(2)

2. Tahapan Masa Nifas

a. Periode immediate postpartum

Masa segera setalah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochia, tekanan darah, dan suhu.

b. Periode earlypostpartum (24 jam–1 minggu)

Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik. c. Periode latepostpartum (1 minggu–5 minggu)

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam keadaan sempurna terutama ibu apabila ibu selama hamil atau waktu persalinan mengalami komplikasi (Saleha, 2009).

3. Perubahan–Perubahan Masa Nifas

a. Tekanan darah

Dalam beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit–penyakit lain yang menyertainya dalam

½

bulan tanpa pengobatan.

b. Nadi dan Pernapasan

Nadi berkisar antara 60–80 denyutan per menit setelah partus, dan dapat terjadi bradikardi. Bila terdapat takikardi dan suhu tubuh tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan. Pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan pernapasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula.


(3)

c. Suhu tubuh

Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C. Setelah partus dapat naik kurang lebih 0,50C dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 80C. setelah 2 jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu badan lebih dari 380C, mungkin terjadi infeksi pada klien (Ambarwati, 2009).

d. Involusi alat kandungan 1) Uterus

Uterus secara berangsur–angsur menjadi kecil (involusi) akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

2) Bekas implantasi uri

Plasental bed mengecil karena kontraksi dan menonjol ke kavum uteri dengan diameter 7,5 cm. setelah 2 minggu menjadi 3,5 cm, pada minggu keenam 2,4 cm, dan akhirnya pulih.

3) Luka pada jalan lahir

Bila tidak disertai infeksi akan sembuh dalam 6–7 hari.

4) Rasa sakit yang disebut after pains, (merian atau mules-mules) disebabkan kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2–4 hari pasca persalinan.

5) Lochia

Cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. (a) Lochia rubra (cruenta)

Berisi darah segar dan sisa–sisa selaput ketuban, sel–sel desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium, selama 2 hari pasca persalinan.


(4)

Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir, hari ke 3–7 pasca persalinan.

(c) Lochia serosa

Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7–14 pasca persalinan.

(d) Lochia alba

Cairan putih, setelah 2 minggu. (e) Lochia purulenta

Terjadi infeksi, keluar cairan berupa nanah berbau busuk. (f) Lochiostatis

Lochia tidak lancar keluarnya (Mochtar, 1998). 6) Serviks

Setelah persalinan, bentuk serviks agak menganga seperti corong berwarna merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang–kadang terdapat perlukaan– perlukaan kecil. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim. Setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2–3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.

7) Ligamen–ligamen

Ligamen, fasia dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur–angsur menjadi mengecil dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor (Mochtar, 1998).


(5)

4. Kebutuhan Dasar Masa Nifas

a. Mobilisasi dini

Merupakan suatu kebijakan untuk selekas mungkin membimbing ibu keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin untuk berjalan (Ambarwati, 2009).

Ibu sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24–48 jam postpartum kemudian melakukan mobilisasi agar tidak terjadi pembengkakan akibat tersumbatnya pembuluh darah ibu (Saleha, 2009).

b. Nutrisi dan Cairan

Menurut Saleha (2009), ibu yang menyusui harus memenuhi kebutuhan gizi sebagai berikut :

1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari

2) Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup

3) Minum sedikitnys 3 liter air tiap hari

4) Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi, setidaknya selama 40 hari pasca persalinan

5) Minum kapsul vitamin A 200.000 unit agar dapat memberikan vitamin A kepada bayinya melalui Air Susu Ibu (ASI).

c. Eliminasi

1) Buang Air Kecil

Ibu diminta untuk BAK 6 jam postpartum. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali berkemih melebihi 100 cc maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi kalau kandung kemih tidak penuh tidak perlu dilakukan kateterisasi.


(6)

2) Buang Air Besar

Ibu postpartum diharapkan dapat BAB setelah hari kedua postpartum. Jika hari ketiga belum juga BAB, maka perlu diberi obat pencahar peroral atau perrektal. Jika setelah pemberian obat pencahar masih belum BAB maka dilakukan klisma.

3) Personal Hygiene

Pada masa postpartum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur dan lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Ambarwati, 2009).

4) Istirahat

Hal–hal yang bisa dilakukan pada ibu untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur adalah :

(a) Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan

(b) Sarankan ibu untuk kembali pada kegiatan–kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, untuk tidur siang atau beristirahat secukupnya.

Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal : (a) Mengurangi jumlah Air Susu Ibu (ASI) yang diproduksi

(b) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan (c) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan

dirinya sendiri. 5) Aktivitas seksual

Aktivitas seksual yang dapat dilakukan oleh ibu masa nifas harus memenuhi syarat berikut :


(7)

(a) Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah merah berhenti Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan ini bergantung pada pasangan yang bersangkutan (Saleha, 2009).

(b) Latihan dan Senam Nifas

Senam nifas adalah senam yang dilakukan oleh ibu setelah persalinan, setelah keadaan ibu normal (pulih kembali). Senam nifas merupakan latihan yang tepat untuk memulihkan kondisi tubuh ibu dan keadaan ibu secara fisiologis maupun psikologis. Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan, secara teratur setiap hari. Kendala yang sering ditemui adalah tidak sedikit ibu yang setelah melakukan persalinan takut untuk melakukan mobilisasi karena takut merasa sakit atau menambah perdarahan.

Banyak sekali manfaat dari melakukan senam nifas. Secara umum adalah untuk mengembalikan keadaan ibu agar kondisi ibu kembali seperti sediakala sebelum kehamilan, antara lain :

(a) Memperbaiki sirkulasi darah sehingga mencegah terjadinya pembekuan (trombosis) pada pembuluh darah terutama pembuluh tungkai

(b) Memperbaiki sikap tubuh setelah kehamilan dan persalinan dengan memulihkan dan menguatkan otot–otot punggung

(c) Memperbaiki tonus otot pelvis

(d) Memperbaiki regangan otot tungkai bawah

(e) Memperbaiki regangan otot abdomen setelah hamil


(8)

(g) Memperlancar terjadinya involusio uteri.

5. Tujuan Asuhan Masa Nifas

a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.

b. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.

c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, imunisasi, serta perawatan bayi sehari-hari. d. Memberikan pelayanan KB (Saleha, 2009).

B.Mobilisasi Dini

1. Pengertian Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin membimbing ibu postpartum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu secepat mungkin untuk berjalan. Setelah itu, ibu sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24–48 jam postpartum kemudian melakukan mobilisasi agar tidak terjadi pembengkakan akibat tersumbatnya pembuluh darah ibu (Saleha, 2009).

Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.

2. Manfaat Mobilisasi Dini

Adapun manfaat dari mobilisasi dini tersebut yaitu :

a. Penderita lebih merasa sehat dan kuat. Dengan bergerak, otot-otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit.


(9)

b. Mobilisasi dini bisa memungkinkan ibu belajar merawat anaknya. Dengan mobilisasi dini memungkinkan ibu merawat anakya, misalnya mengganti pakaian dan menyusui bayinya sesuai posisi yang diinginkan.

c. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Dengan mobilisasi dini sirkulasi darah akan lancar sehingga resiko trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan (Suherni, 2009).

3. Kerugian Tidak Melakukan Mobilisasi Dini adalah :

a. Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uteri yang tidak normal sehingga sisa darah tidak bisa dikeluarkan dan menyebabkan infeksi.

b. Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan abnormal dapat dihindarkan karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.

c. Involusi uterus yang tidak baik. Tidak dilakukan mobilisasi dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.

Konsep mobilisasi mula-mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara berangsur-angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Hidayat, 2008).

4. Macam-Macam Mobilisasi

Mobilisasi dibagi menjadi 2 yaitu : a. Mobilisasi penuh

Mobilisasi penuh ini menunjukkan bahwa syaraf motorik dan sensorik mampu mengontrol seluruh area tubuh.


(10)

b. Mobilisasi sebagian

Umumnya mempunyai gangguan syaraf sensorik dan motorik pada area tubuh. Mobilisasi ini dibedakan menjadi dua, yaitu : mobilisasi temporer dan permanen.

5. Rentang Gerak dalam Mobilisasi

Mobilisasi hendaknya dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan gerakan miring ke kanan dan ke kiri. Pada hari kedua ibu telah dapat duduk, lalu pada hari ketiga ibu telah dapat menggerakkan kaki yakni dengan jalan–jalan. Hari keempat dan kelima, ibu boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka (Marmi, 2012).

Ibu yang baru melahirkan mungkin enggan banyak bergerak karena merasa letih dan sakit. Namun ibu harus dibantu turun dari tempat tidur dalam 24 jam pertama setelah kelahiran pervaginam. Ambulasi dini sangat penting dalam mencegah trombosit vena. Tujuan dari mobilisasi dini adalah untuk membantu menguatkan otot-otot perut dan dengan demikian menghasilkan bentuk tubuh yang baik, mengencangkan otot dasar panggul sehingga mencegah atau memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh tubuh dengan mengeluarkan cairan vagina (lochia). Keuntungan dari mobilisasi dini ini adalah :

a. Dengan dilakukannya mobilisasi dini ibu merasa lebih sehat dan kuat b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik

c. Ambulasi dini memungkinkan kita mengajarkan ibu cara merawat anaknya. Misalnya memandikan, mengganti pakaian, dan memberi makan (Saleha, 2009).


(11)

Para wanita menyatakan bahwa mereka merasa lebih baik dan lebih kuat setelah mobilisasi awal. Komplikasi kandung kencing dan konstipasi kurang sering terjadi. Yang penting, mobilisasi dini juga menurunkan banyak frekuensi trombosis dan emboli paru pada masa nifas. Mobilisasi dini tentu tidak dibenarkan pada ibu postpartum dengan penyulit, misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit paru–paru, demam, dan sebagainya. Penambahan kegiatan dengan early ambulation harus berangsur–angsur, jadi bukan maksudnya ibu segera setelah bangun dibenarkan mencuci, memasak, dan sebagainya (Yeyeh, 2011).

C.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Mobilisasi Dini

1. Faktor fisiologis a. Suhu Tubuh

Menurut Ambarwati (2009), suhu ibu kembali normal dari suhu yang sedikit meningkat selama periode pascasalin dan stabil dalam 24 jam pertama pascasalin. Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C dalam satu hari (24 jam). Dapat naik ≤ 0,50C dari keadaan normal menjadi sekitar (37,50C – 380C) namun tidak akan melebihi 380C. Hal ini sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Sesudah 2 jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal.

b. Perdarahan

Perdarahan pascasalin paling sering diartikan sebagai keadaan kehilangan darah lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama sesudah kelahiran bayi. Perdarahan pascasalin adalah merupakan penyebab penting kehilangan darah serius yang paling sering dijumpai di bagian obstetrik. Penilaian resiko pada saat


(12)

antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya perdarahan pascasalin. Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunan insiden perdarahan pascasalin akibat atonia uteri. Semua ibu pascasalin harus dipantau dengan ketat untuk mendiagnosis perdarahan fase persalinan. Atonia uteri merupakan sebagian besar penyebab terjadinya perdarahan pascasalin. Ada beberapa keadaan yang menjadi predisposisi terjadinya atoni uteri, yaitu distensi dinding rahim yang berlebihan (kehamilan ganda, polihidramnion atau makrosomia janin), pemanjangan masa persalinan dan grandemultiparitas (Saleha & Marmi, 2012).

c. Tingkat Nyeri

Menurut Kozier dan Erb (dalam Tamsuri, 2007), nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi luka. Mengacu pada teori dari Asosiasi Nyeri Internasional, pemahaman tentang nyeri menitikberatkan bahwa nyeri adalah kejadian fisik, yang tentu saja untuk penatalaksanaan nyeri menitikberatkan pada manipulasi fisik atau menghilangkan kausa fisik. Intensitas nyeri juga merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.

1) Pengukuran intensitas nyeri

Menurut Perry dan Potter (2005), nyeri tidak dapat diukur secara objektif seperti dengan menggunakan sinar- X atau pemeriksaan darah. Tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan mengacu pada ucapan dan perilaku klien. Klien


(13)

kadang-kadang diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau nyeri berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda. Tipe nyeri berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat mengevaluasi perubahan kondisi klien.

Intensitas nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri, untuk menentukan derajat nyeri, dapat menanyakan klien tentang nyeri yang dirasakan, skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10 skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri. Intensitas nyeri dapat dilihat sebagai berikut :

1) Skala intensitas nyeri deskriptif

2) Skala identitas nyeri numerik

0 : Tidak nyeri


(14)

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat terkontrol: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat tidak terkontrol : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

D.Waktu Pelaksanaan Mobilisasi

Menurut Bahiyatun (2009), pengeluaran lochia salah satunya dipengaruhi oleh kesediaan ibu untuk menyusui. Isapan anak akan merangsang otot polos payudara untuk berkontraksi yang kemudian merangsang susunan saraf disekitarnya dan meneruskan rangsangan ini ke otot. Otot akan memerintahkan kelenjar hipofisis posterior untuk mengeluarkan hormon pituitarin lebih banyak, sehingga kadar hormon estrogen dan progesteron yang masih ada menjadi lebih rendah. Pengeluaran hormon pituitarin yang lebih banyak akan mempengaruhi kuatnya kontraksi otot–otot polos payudara dan uterus. Kontraksi otot–otot polos payudara berguna untuk mempercepat involusi sehingga proses mobilisasi pun dapat berjalan dengan lancar sesuai kemampuan dan keinginan ibu.

1. Pelaksanaan 2 Jam Postpartum

Mobilisasi dini sangat penting dalam mencegah trombosis vena. Penatalaksanaan asuhan masa nifas pada hari pertama yaitu 2 jam postpartum seorang ibu harus tidur terlentang untuk mencegah terjadinya perdarahan


(15)

kemudian segera melakukan mobilisasi untuk mengurangi pembekuan darah pada vena dalam (deep vein) ditungkai yang dapat menyebabkan masalah. Pada persalinan normal ini, jika gerakannya tidak terhalang oleh pemasangan infus atau kateter dan tanda-tanda vitalnya juga memuaskan, biasanya ibu juga diperbolehkan untuk mandi dan pergi ke WC dengan dibantu. Mobilisasi dini atau aktifitas segera dilakukan setelah beristirahat beberapa jam dengan beranjak dari tempat tidur ibu. Mobilisasi dini dapat mengurangi bendungan lochia dalam rahim, meningkatkan peredaran darah sekitar alat kelamin, mempercepat mobilisasi alat kelamin ke keadaan semula (Marmi, 2012).


(1)

b. Mobilisasi sebagian

Umumnya mempunyai gangguan syaraf sensorik dan motorik pada area tubuh. Mobilisasi ini dibedakan menjadi dua, yaitu : mobilisasi temporer dan permanen.

5. Rentang Gerak dalam Mobilisasi

Mobilisasi hendaknya dilakukan secara bertahap. Dimulai dengan gerakan miring ke kanan dan ke kiri. Pada hari kedua ibu telah dapat duduk, lalu pada hari ketiga ibu telah dapat menggerakkan kaki yakni dengan jalan–jalan. Hari keempat dan kelima, ibu boleh pulang. Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung pada adanya komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka (Marmi, 2012).

Ibu yang baru melahirkan mungkin enggan banyak bergerak karena merasa letih dan sakit. Namun ibu harus dibantu turun dari tempat tidur dalam 24 jam pertama setelah kelahiran pervaginam. Ambulasi dini sangat penting dalam mencegah trombosit vena. Tujuan dari mobilisasi dini adalah untuk membantu menguatkan otot-otot perut dan dengan demikian menghasilkan bentuk tubuh yang baik, mengencangkan otot dasar panggul sehingga mencegah atau memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh tubuh dengan mengeluarkan cairan vagina (lochia). Keuntungan dari mobilisasi dini ini adalah :

a. Dengan dilakukannya mobilisasi dini ibu merasa lebih sehat dan kuat b. Faal usus dan kandung kemih lebih baik

c. Ambulasi dini memungkinkan kita mengajarkan ibu cara merawat anaknya. Misalnya memandikan, mengganti pakaian, dan memberi makan (Saleha, 2009).


(2)

Para wanita menyatakan bahwa mereka merasa lebih baik dan lebih kuat setelah mobilisasi awal. Komplikasi kandung kencing dan konstipasi kurang sering terjadi. Yang penting, mobilisasi dini juga menurunkan banyak frekuensi trombosis dan emboli paru pada masa nifas. Mobilisasi dini tentu tidak dibenarkan pada ibu postpartum dengan penyulit, misalnya anemia, penyakit jantung, penyakit paru–paru, demam, dan sebagainya. Penambahan kegiatan dengan early ambulation harus berangsur–angsur, jadi bukan maksudnya ibu segera setelah bangun dibenarkan mencuci, memasak, dan sebagainya (Yeyeh, 2011).

C.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Mobilisasi Dini

1. Faktor fisiologis a. Suhu Tubuh

Menurut Ambarwati (2009), suhu ibu kembali normal dari suhu yang sedikit meningkat selama periode pascasalin dan stabil dalam 24 jam pertama pascasalin. Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,20C dalam satu hari (24 jam). Dapat naik ≤ 0,50C dari keadaan normal menjadi sekitar (37,50C – 380C) namun tidak akan melebihi 380C. Hal ini sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Sesudah 2 jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal.

b. Perdarahan

Perdarahan pascasalin paling sering diartikan sebagai keadaan kehilangan darah lebih dari 500 ml selama 24 jam pertama sesudah kelahiran bayi. Perdarahan pascasalin adalah merupakan penyebab penting kehilangan darah serius yang paling sering dijumpai di bagian obstetrik. Penilaian resiko pada saat


(3)

antenatal tidak dapat memperkirakan akan terjadinya perdarahan pascasalin. Penanganan aktif kala III sebaiknya dilakukan pada semua wanita yang bersalin karena hal ini dapat menurunan insiden perdarahan pascasalin akibat atonia uteri. Semua ibu pascasalin harus dipantau dengan ketat untuk mendiagnosis perdarahan fase persalinan. Atonia uteri merupakan sebagian besar penyebab terjadinya perdarahan pascasalin. Ada beberapa keadaan yang menjadi predisposisi terjadinya atoni uteri, yaitu distensi dinding rahim yang berlebihan (kehamilan ganda, polihidramnion atau makrosomia janin), pemanjangan masa persalinan dan grandemultiparitas (Saleha & Marmi, 2012).

c. Tingkat Nyeri

Menurut Kozier dan Erb (dalam Tamsuri, 2007), nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dimanifestasikan sebagai penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi luka. Mengacu pada teori dari Asosiasi Nyeri Internasional, pemahaman tentang nyeri menitikberatkan bahwa nyeri adalah kejadian fisik, yang tentu saja untuk penatalaksanaan nyeri menitikberatkan pada manipulasi fisik atau menghilangkan kausa fisik. Intensitas nyeri juga merupakan gambaran tentang seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.

1) Pengukuran intensitas nyeri

Menurut Perry dan Potter (2005), nyeri tidak dapat diukur secara objektif seperti dengan menggunakan sinar- X atau pemeriksaan darah. Tipe nyeri yang muncul dapat diramalkan berdasarkan tanda dan gejalanya. Kadang-kadang hanya bisa mengkaji nyeri dengan mengacu pada ucapan dan perilaku klien. Klien


(4)

kadang-kadang diminta untuk menggambarkan nyeri yang dialaminya tersebut sebagai nyeri ringan, nyeri sedang, atau nyeri berat. Bagaimanapun makna dari istilah tersebut berbeda. Tipe nyeri berbeda pada setiap waktu. Gambaran skala nyeri merupakan makna yang lebih objektif yang dapat diukur. Gambaran skala nyeri tidak hanya berguna dalam mengkaji beratnya nyeri, tetapi juga dapat mengevaluasi perubahan kondisi klien.

Intensitas nyeri mengacu kepada kehebatan nyeri itu sendiri, untuk menentukan derajat nyeri, dapat menanyakan klien tentang nyeri yang dirasakan, skala penilaian numerik lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10 skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri. Intensitas nyeri dapat dilihat sebagai berikut :

1) Skala intensitas nyeri deskriptif

2) Skala identitas nyeri numerik

0 : Tidak nyeri


(5)

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat terkontrol: secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat tidak terkontrol : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

D.Waktu Pelaksanaan Mobilisasi

Menurut Bahiyatun (2009), pengeluaran lochia salah satunya dipengaruhi oleh kesediaan ibu untuk menyusui. Isapan anak akan merangsang otot polos payudara untuk berkontraksi yang kemudian merangsang susunan saraf disekitarnya dan meneruskan rangsangan ini ke otot. Otot akan memerintahkan kelenjar hipofisis posterior untuk mengeluarkan hormon pituitarin lebih banyak, sehingga kadar hormon estrogen dan progesteron yang masih ada menjadi lebih rendah. Pengeluaran hormon pituitarin yang lebih banyak akan mempengaruhi kuatnya kontraksi otot–otot polos payudara dan uterus. Kontraksi otot–otot polos payudara berguna untuk mempercepat involusi sehingga proses mobilisasi pun dapat berjalan dengan lancar sesuai kemampuan dan keinginan ibu.

1. Pelaksanaan 2 Jam Postpartum

Mobilisasi dini sangat penting dalam mencegah trombosis vena. Penatalaksanaan asuhan masa nifas pada hari pertama yaitu 2 jam postpartum seorang ibu harus tidur terlentang untuk mencegah terjadinya perdarahan


(6)

kemudian segera melakukan mobilisasi untuk mengurangi pembekuan darah pada vena dalam (deep vein) ditungkai yang dapat menyebabkan masalah. Pada persalinan normal ini, jika gerakannya tidak terhalang oleh pemasangan infus atau kateter dan tanda-tanda vitalnya juga memuaskan, biasanya ibu juga diperbolehkan untuk mandi dan pergi ke WC dengan dibantu. Mobilisasi dini atau aktifitas segera dilakukan setelah beristirahat beberapa jam dengan beranjak dari tempat tidur ibu. Mobilisasi dini dapat mengurangi bendungan lochia dalam rahim, meningkatkan peredaran darah sekitar alat kelamin, mempercepat mobilisasi alat kelamin ke keadaan semula (Marmi, 2012).