T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Kematangan Emosional Melalui Layanan Bimbingan Kelompok pada Remaja PPA IO935 “Air Hidup” Surakarta T1 BAB II
BAB II
LANDASAN TEORITIK
2.1 Kematangan Emosional
2.1.1 Pengertian Kematangan Emosional
Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan
atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu objek permasalahan sehingga
untuk mengambil suatu keputusan atau bertingkah laku didasari dengan suatu
pertimbangan dan tidak mudah berubah-ubah dari satu suasana hati ke dalam
suasana hati yang lain (Hurlock,1999).
Chaplin (2002) mengatakan bahwa kematangan emosional merupakan
suatu keadaan untuk mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional
dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosi yang
pantas bagi anak-anak. Istilah kematangan atau kedewasaan emosi seringkali
membawa implikasi adanya kontrol emosional. Bagian terbesar orang dewasa
mengalami pula emosi yang sama dengan anak-anak, namun mereka mampu
menekan atau mengontrolnya lebih baik, khususnya di tengah-tengah situasi
sosial.
Menurut Katkovsky dan Gorlow (dalam Yuni Anto, 2014), kematangan
emosional adalah dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai
keadaan emosional yang sehat, baik secara intrafisik maupun interpersonal.
Karena sifatnya yang dinamis, bisa dipelajari dan lebih mudah diamati, maka para
7
ahli dan peneliti psikologi cenderung lebih tertarik utnuk mengkaji tentang
emosional dari pada unsur-unsur perasaan.
Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kematangan emosional adalah kemampuan individu untuk mengelola emosinya
dengan baik dalam berperilaku, sehingga dapat bergaul dan dapat di terima dalam
kelompok masyarakat.
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosional
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan emosional
seseorang (Astuti,2000) antara lain :
a.
Pola asuh orang tua, keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam
kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan dirinya sebagai mahluk
sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat
anak dapat berinteraksi. Dari pengalaman berinteraksi dalam keluarga ini
menentukan pula perilaku anak.
b.
Pengalaman traumatis, kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat
mempengaruhi perkembangan emosional seseorang. Kejadian-kejadian
traumatis dapat bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di
luar keluarga.
c.
Temperamen, temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang
mencirikan kehidupan emosional seseorang. Pada tahap tertentu masingmasing individu memiliki kisaran emosional sendiri-sendiri, dimana
temperamen merupakan bawaan sejak lahir, dan merupakan bagian dari
genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang kehidupan manusia.
8
d.
Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan
dengan adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran
jenis maupun tuntutan sosial berpengaruh terhadap adanya perbedaan
karakteristik emosional diantara keduanya.
e.
Usia, perkembangan kematangan emosional yang dimiliki seseorang sejalan
dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi
oleh tingkat pertumbuhan dan kematan fisiologis seseorang.
2.1.3 Karakteristik Kematangan Emosional
Menurut Hurlock (1999), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu :
a.
Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang
emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat
diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental
yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.
b.
Pemahaman diri individu yang matang. Belajar memahami seberapa banyak
kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai
dengan harapan masyarakat.
c.
Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha
menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan
bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.
Dari karakteristik kematangan emosional di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa individu bisa dikatakan matang emosinya jika memiliki tiga karakteristik
pokok yaitu: dapat melakukan kontrol diri, Pemahaman individu yang matang,
dan menggunakan kemampuan kritis mental.
9
2.1.4 Aspek Kematangan Emosional
Aspek-aspek kematangan emosional menurut Katkovsky dan Gorlow
(dalam Yuni Anto, 2014), mengemukakan tujuh aspek-aspek kematangan
emosional yaitu :
a. Kemandirian
Mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap
keputusan yang diambilnya.
b. Kemampuan menerima kenyataan
Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang
lain, mempunyai kesempatan, kemampuan, serta tingkat intelegensi yang
berbeda dengan orang lain.
c. Kemampuan beradaptasi
Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu menerima
beragam karakteristik orang serta mampu menghadapi situasi apapun.
d. Kemampuan merespon dengan tepat
Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk merespon terhadap
kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun yang tidak
diekspresikan.
e. Merasa aman
Individu yang memiliki tingkat kematangan emosi tinggi menyadari bahwa
sebagai mahkluk sosial ia memiliki ketergantungan pada orang lain.
f. Kemampuan berempati
10
Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi
orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan atau rasakan.
g. Kemampuan menguasai amarah
Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat
membuatnya marah maka ia dapat mengendalikan perasaan marahnya.
Berdasarkan aspek-aspek kematangan emosional di atas dapat disimpulkan
bahwa seseorang yang matang emosinya harus memliki berbagai aspek yaitu:
kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi,
kemampuan merespon dengan cepat, merasa aman, kemampuan berempati dan
kemampuan menguasai amarah sehingga seseorang yang sudah memiliki berbagai
aspek di atas maka dapat dikatakan matang emosinya.
2.2 Bimbingan Kelompok
2.2.1
Pengertian Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang diberikan kepada
sekelompok individu yang berjumlahkan 10-15 orang yang dipimpin oleh
konselor atau pemimpin kelompok dimana membahas masalah yang bersifat
umum dan aktual yang menjadi kepeduliaan para anggota kelompok untuk
mengembangkan dinamika kelompok, pengembangan kepribadian, sosial, belajar
dan karier. Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam
kelompok (Prayitno, 1999).
Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu bantuan untuk membahas
permasalahan siswa yang memanfaatkan dinamika kelompok yang bertujuan
11
menggali dan mengembangkan potensi diri individu. Dalam kelompok ini semua
anggota kelompok bebas mengeluarkan pendapat. Semua yang dibicarakan
bermanfaat bagi semua anggota kelompok. Bimbingan kelompok sangat tepat
bagi remaja karena memberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan,
permasalahan, perasaan.
Menurut Sukardi (2002) layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang
memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh bahan
dari nara sumber tertentu (terutama guru pembimbing atau konselor) yang
berguna unuk menunjang kehidupan sehari-hari baik individu sebagai pelajar,
anggota
kelompok,
anggota
keluarga
dan
masyarakat
serta
untuk
mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Menurut Romlah (2001)
bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada
individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk
mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa.
Berdasarkan
pemaparan
tersebut,
dapat
disimpulkan
bimbingan
kelompok adalah salah satu teknik dalam bimbingan konseling untuk memberikan
bantuan kepada peserta didik atau siswa yang dilakukan oleh seorang
pembimbing/konselor melalui kegiatan kelompok yang dapat berguna untuk
mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi anak remaja PPA IO935 “Air Hidup” Surakarta.
2.2.2
Teknik Bimbingan Kelompok
Penggunaan teknik dalam kegiatan bimbingan kelompok mempunyai banyak
manfaat selain dapat untuk memfokuskan kegiatan bimbingan kelompok terhadap
12
tujuan yang ingin dicapai tetapi juga dapat membuat suasana terbangun dan
membuat siswa tidak bosan dalam mengikuti kegiatan. Seperti yang dikemukakan
oleh Tatiek Romlah (2001) “Bahwa teknik merupakan bukan tujuan tetapi sebagai
alat untuk mencapai tujuan. Pemilihan dan penggunaan masing-masing teknik
tidak dapat lepas dari kepribadian konselor, guru atau pemimpin kelompok.”
Sehingga dapat dikatakan jika selain sebagai alat untuk mencapai tujuan, teknik
pemilihan juga harus disesuaikan dengan karakteristik konselor atau pemimpin
kelompok. Beberapa teknik yang biasa digunakan dalam bimbingan kelompok
antara lain diskusi, ceramah, psikodrama, sosiodrama, games, kerja kelompok,
karya wisata (field trip), pemberian informasi, pemecahan masalah (problem
solving), permainan peran (role playing). Dari bermacam-macam teknik yang ada,
untuk bimbingan kelompok dalam upaya peningkatan kematangan emosi pada
remaja PPA “Air Hidup” IO-935 Surakarta. tidak semua digunakan, oleh sebab itu
akan dipilih teknik yang sekiranya memenuhi standar yang dapat membantu
peningkatan Kematangan Emosional Teknik tersebut antara lain :
a.
Teknik pemberian informasi
Teknik pemberian informasi disebut juga dengan metode ceramah
yaitu pemberian penejelasan oleh seorang pembicara kepada
sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi
mencakup tiga hal yaitu perencanaan, pelaksanaan, penilaian.
b.
Diskusi kelompok
Teknik diskusi ini sebenarnya sering dipraktekan di kelas. Pemimpin
diskusi yang baik, akan sanggup dengan cepat mengambil tindakan-
13
tindakan menghadapi ketimpangan-ketimpangan. Diskusi diawali
dengan penguraian materi yang terkait oleh seseorang atau beberapa
orang. Setelah itu dibuka sesi tanggapan atau pertanyaan yang
berfungsi untuk memperdalam pemahaman kelompok mengenai
materi itu.
c.
Permainan peran (role play)
Bennet (Dalam Tatiek Romlah, 2001) mengemukakan bahwa
permainan peran adalah suatu alat belajar yang menggambarkan
ketrampilan-ketrampilan
dan
pengertian-pengertian
tentang
hungungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi
yang pararel dengan yang terjadi dalam kehidupan sebenarnya.
d. Games
Penyelenggaraan games ini memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada
yang untuk having fun saja, juga untuk penyampaian materi tertentu.
Namun, sejatinya, dalam permainan ini tentu ada pesan yang bisa
diambil. Bermain game pada intinya bersifat sosial dan melibatkan
belajar dan memenuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri,
kontrol emosional dan adopsi peran-peran pemimpin dan pengikut
dari sosialisasi.
2.2.3
Tahap–Tahap Bimbingan Kelompok
Tahap pelaksanaan bimbingan kelompok menurut (Prayitno,1996) ada empat
tahapan, yaitu:
14
a.
Tahap I Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap
memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini
pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga
mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik
oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan
penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota
akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan
kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan
diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses
pelaksanaannya,
mereka
akan
mengerti
bagaimana
cara
menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh
anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada
mereka.
b. Tahap II Peralihan
Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada
kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para
anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan
penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh
dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap
kegiatan kelompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan
seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas,
membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. Adapun yang
15
dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: 1) Menjelaskan kegiaatan yang akan
ditempuh pada tahap berikutnya; 2) menawarkan atau mengamati apakah para
anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; 3) membahas
suasana yang terjadi; 4) meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; 5)
Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama.
c.
Tahap III Kegiatan
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang
menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek
tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok.
ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu
sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi
tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh
empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu:
1. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik
bahasan.
2. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu.
3. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas.
4. Kegiatan selingan.
5. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya
masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota
kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara
mendalam dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan
16
dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku,
pemikiran ataupun perasaan.
d.
Tahap IV Pengakhiran
Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama
bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang
telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasilhasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan
kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada
kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti
melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan
kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:
1. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.
2. Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil
kegiatan.
3. Membahas kegiatan lanjutan.
4. Mengemukakan pesan dan harapan.
Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan
kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang
apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari
(dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan
bimbingan kelompok memerlukan tahapan-tahapan untuk melaksanakan kegiatan
17
perencanaan karir siswa, siswa akan lebih aktif dan mandiri mengungkapkan
pendapatnya serta sebuah ungkapan yang akan dilaksanakan kedepanya nanti.
2.3 Penelitian yang Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Septia Ningsih, Elni Yakub dan Tri Umari
(2013) dengan judul “Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Peningkatan
Kematangan Emosi Anak Bungsu Kelas XII IPS SMA Muhammadiyah Satu
Pekanbaru T.A 2012/2013”. Penelitian ini menunjukkan perbedaan rata-rata skor
kematangan emosi anak bungsu sesudah diberikan layanan bimbingan kelompok
yaitu sebesar 87,25 ternyata lebih besar dari rata-rata skor kematangan emosi anak
bungsu sebelum diberikan bimbingan kelompok yaitu sebesar 81,94 dan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh bimbingan kelompok terhadap peningkatan
kematangan emosi anak bungsu maka peneliti mencari koefisien korelasi (r)
terlebih dahulu. Adapun koefisien korelasi yang diperoleh adalah r= 0,79 maka
koefisien determinannya adalah (r2)=0,62 yang berati terdapat 62% sumbangan
bimbingan kelompok terhadap peningkatan kematangan emosi anak bungsu kelas
XII IPS SMA Muhammadiyah Satu Pekanbaru.
Penelitian Yuni Anto (2014) yang berjudul “Meningkatkan Kematangan
Emosional dengan Teknik Role Play siswa Kelas X teknik Mesin SMK Saraswati
Salatiga semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014” penelitian ini mengatakan
bahwa ada perbedaan yang signifikan kematangan emosional siswa kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen. Hasil menunjukkan mean rank post-test
kelompok eksperimen sebesar 9,50 meningkat 6,00 dari skor pretest 3.50. hasil uji
beda pretes dan post-test kelompok eksperimen memperoleh nilai p=Asymp. Sig
18
0,004
LANDASAN TEORITIK
2.1 Kematangan Emosional
2.1.1 Pengertian Kematangan Emosional
Kematangan emosional dapat dikatakan sebagai suatu kondisi perasaan
atau reaksi perasaan yang stabil terhadap suatu objek permasalahan sehingga
untuk mengambil suatu keputusan atau bertingkah laku didasari dengan suatu
pertimbangan dan tidak mudah berubah-ubah dari satu suasana hati ke dalam
suasana hati yang lain (Hurlock,1999).
Chaplin (2002) mengatakan bahwa kematangan emosional merupakan
suatu keadaan untuk mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional
dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan pola emosi yang
pantas bagi anak-anak. Istilah kematangan atau kedewasaan emosi seringkali
membawa implikasi adanya kontrol emosional. Bagian terbesar orang dewasa
mengalami pula emosi yang sama dengan anak-anak, namun mereka mampu
menekan atau mengontrolnya lebih baik, khususnya di tengah-tengah situasi
sosial.
Menurut Katkovsky dan Gorlow (dalam Yuni Anto, 2014), kematangan
emosional adalah dimana kepribadian secara terus menerus berusaha mencapai
keadaan emosional yang sehat, baik secara intrafisik maupun interpersonal.
Karena sifatnya yang dinamis, bisa dipelajari dan lebih mudah diamati, maka para
7
ahli dan peneliti psikologi cenderung lebih tertarik utnuk mengkaji tentang
emosional dari pada unsur-unsur perasaan.
Dari pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kematangan emosional adalah kemampuan individu untuk mengelola emosinya
dengan baik dalam berperilaku, sehingga dapat bergaul dan dapat di terima dalam
kelompok masyarakat.
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosional
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan emosional
seseorang (Astuti,2000) antara lain :
a.
Pola asuh orang tua, keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam
kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan dirinya sebagai mahluk
sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat
anak dapat berinteraksi. Dari pengalaman berinteraksi dalam keluarga ini
menentukan pula perilaku anak.
b.
Pengalaman traumatis, kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat
mempengaruhi perkembangan emosional seseorang. Kejadian-kejadian
traumatis dapat bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di
luar keluarga.
c.
Temperamen, temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang
mencirikan kehidupan emosional seseorang. Pada tahap tertentu masingmasing individu memiliki kisaran emosional sendiri-sendiri, dimana
temperamen merupakan bawaan sejak lahir, dan merupakan bagian dari
genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang kehidupan manusia.
8
d.
Jenis kelamin, perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan
dengan adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran
jenis maupun tuntutan sosial berpengaruh terhadap adanya perbedaan
karakteristik emosional diantara keduanya.
e.
Usia, perkembangan kematangan emosional yang dimiliki seseorang sejalan
dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi
oleh tingkat pertumbuhan dan kematan fisiologis seseorang.
2.1.3 Karakteristik Kematangan Emosional
Menurut Hurlock (1999), individu yang dikatakan matang emosinya yaitu :
a.
Dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial. Individu yang
emosinya matang mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat
diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental
yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.
b.
Pemahaman diri individu yang matang. Belajar memahami seberapa banyak
kontrol yang dibutuhkannya untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai
dengan harapan masyarakat.
c.
Menggunakan kemampuan kritis mental. Individu yang matang berusaha
menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya, kemudian memutuskan
bagaimana cara bereaksi terhadap situasi tersebut.
Dari karakteristik kematangan emosional di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa individu bisa dikatakan matang emosinya jika memiliki tiga karakteristik
pokok yaitu: dapat melakukan kontrol diri, Pemahaman individu yang matang,
dan menggunakan kemampuan kritis mental.
9
2.1.4 Aspek Kematangan Emosional
Aspek-aspek kematangan emosional menurut Katkovsky dan Gorlow
(dalam Yuni Anto, 2014), mengemukakan tujuh aspek-aspek kematangan
emosional yaitu :
a. Kemandirian
Mampu memutuskan apa yang dikehendaki dan bertanggung jawab terhadap
keputusan yang diambilnya.
b. Kemampuan menerima kenyataan
Mampu menerima kenyataan bahwa dirinya tidak selalu sama dengan orang
lain, mempunyai kesempatan, kemampuan, serta tingkat intelegensi yang
berbeda dengan orang lain.
c. Kemampuan beradaptasi
Orang yang matang emosinya mampu beradaptasi dan mampu menerima
beragam karakteristik orang serta mampu menghadapi situasi apapun.
d. Kemampuan merespon dengan tepat
Individu yang matang emosinya memiliki kepekaan untuk merespon terhadap
kebutuhan emosi orang lain, baik yang diekspresikan maupun yang tidak
diekspresikan.
e. Merasa aman
Individu yang memiliki tingkat kematangan emosi tinggi menyadari bahwa
sebagai mahkluk sosial ia memiliki ketergantungan pada orang lain.
f. Kemampuan berempati
10
Mampu berempati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi
orang lain dan memahami apa yang mereka pikirkan atau rasakan.
g. Kemampuan menguasai amarah
Individu yang matang emosinya dapat mengetahui hal-hal apa saja yang dapat
membuatnya marah maka ia dapat mengendalikan perasaan marahnya.
Berdasarkan aspek-aspek kematangan emosional di atas dapat disimpulkan
bahwa seseorang yang matang emosinya harus memliki berbagai aspek yaitu:
kemandirian, kemampuan menerima kenyataan, kemampuan beradaptasi,
kemampuan merespon dengan cepat, merasa aman, kemampuan berempati dan
kemampuan menguasai amarah sehingga seseorang yang sudah memiliki berbagai
aspek di atas maka dapat dikatakan matang emosinya.
2.2 Bimbingan Kelompok
2.2.1
Pengertian Bimbingan Kelompok
Layanan bimbingan kelompok merupakan layanan yang diberikan kepada
sekelompok individu yang berjumlahkan 10-15 orang yang dipimpin oleh
konselor atau pemimpin kelompok dimana membahas masalah yang bersifat
umum dan aktual yang menjadi kepeduliaan para anggota kelompok untuk
mengembangkan dinamika kelompok, pengembangan kepribadian, sosial, belajar
dan karier. Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam
kelompok (Prayitno, 1999).
Layanan bimbingan kelompok merupakan suatu bantuan untuk membahas
permasalahan siswa yang memanfaatkan dinamika kelompok yang bertujuan
11
menggali dan mengembangkan potensi diri individu. Dalam kelompok ini semua
anggota kelompok bebas mengeluarkan pendapat. Semua yang dibicarakan
bermanfaat bagi semua anggota kelompok. Bimbingan kelompok sangat tepat
bagi remaja karena memberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan,
permasalahan, perasaan.
Menurut Sukardi (2002) layanan bimbingan kelompok adalah layanan yang
memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama memperoleh bahan
dari nara sumber tertentu (terutama guru pembimbing atau konselor) yang
berguna unuk menunjang kehidupan sehari-hari baik individu sebagai pelajar,
anggota
kelompok,
anggota
keluarga
dan
masyarakat
serta
untuk
mempertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Menurut Romlah (2001)
bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan yang diberikan pada
individu dalam situasi kelompok. Bimbingan kelompok ditujukan untuk
mencegah timbulnya masalah pada siswa dan mengembangkan potensi siswa.
Berdasarkan
pemaparan
tersebut,
dapat
disimpulkan
bimbingan
kelompok adalah salah satu teknik dalam bimbingan konseling untuk memberikan
bantuan kepada peserta didik atau siswa yang dilakukan oleh seorang
pembimbing/konselor melalui kegiatan kelompok yang dapat berguna untuk
mencegah berkembangnya masalah-masalah yang dihadapi anak remaja PPA IO935 “Air Hidup” Surakarta.
2.2.2
Teknik Bimbingan Kelompok
Penggunaan teknik dalam kegiatan bimbingan kelompok mempunyai banyak
manfaat selain dapat untuk memfokuskan kegiatan bimbingan kelompok terhadap
12
tujuan yang ingin dicapai tetapi juga dapat membuat suasana terbangun dan
membuat siswa tidak bosan dalam mengikuti kegiatan. Seperti yang dikemukakan
oleh Tatiek Romlah (2001) “Bahwa teknik merupakan bukan tujuan tetapi sebagai
alat untuk mencapai tujuan. Pemilihan dan penggunaan masing-masing teknik
tidak dapat lepas dari kepribadian konselor, guru atau pemimpin kelompok.”
Sehingga dapat dikatakan jika selain sebagai alat untuk mencapai tujuan, teknik
pemilihan juga harus disesuaikan dengan karakteristik konselor atau pemimpin
kelompok. Beberapa teknik yang biasa digunakan dalam bimbingan kelompok
antara lain diskusi, ceramah, psikodrama, sosiodrama, games, kerja kelompok,
karya wisata (field trip), pemberian informasi, pemecahan masalah (problem
solving), permainan peran (role playing). Dari bermacam-macam teknik yang ada,
untuk bimbingan kelompok dalam upaya peningkatan kematangan emosi pada
remaja PPA “Air Hidup” IO-935 Surakarta. tidak semua digunakan, oleh sebab itu
akan dipilih teknik yang sekiranya memenuhi standar yang dapat membantu
peningkatan Kematangan Emosional Teknik tersebut antara lain :
a.
Teknik pemberian informasi
Teknik pemberian informasi disebut juga dengan metode ceramah
yaitu pemberian penejelasan oleh seorang pembicara kepada
sekelompok pendengar. Pelaksanaan teknik pemberian informasi
mencakup tiga hal yaitu perencanaan, pelaksanaan, penilaian.
b.
Diskusi kelompok
Teknik diskusi ini sebenarnya sering dipraktekan di kelas. Pemimpin
diskusi yang baik, akan sanggup dengan cepat mengambil tindakan-
13
tindakan menghadapi ketimpangan-ketimpangan. Diskusi diawali
dengan penguraian materi yang terkait oleh seseorang atau beberapa
orang. Setelah itu dibuka sesi tanggapan atau pertanyaan yang
berfungsi untuk memperdalam pemahaman kelompok mengenai
materi itu.
c.
Permainan peran (role play)
Bennet (Dalam Tatiek Romlah, 2001) mengemukakan bahwa
permainan peran adalah suatu alat belajar yang menggambarkan
ketrampilan-ketrampilan
dan
pengertian-pengertian
tentang
hungungan antar manusia dengan jalan memerankan situasi-situasi
yang pararel dengan yang terjadi dalam kehidupan sebenarnya.
d. Games
Penyelenggaraan games ini memiliki tujuan yang berbeda-beda. Ada
yang untuk having fun saja, juga untuk penyampaian materi tertentu.
Namun, sejatinya, dalam permainan ini tentu ada pesan yang bisa
diambil. Bermain game pada intinya bersifat sosial dan melibatkan
belajar dan memenuhi peraturan, pemecahan masalah, disiplin diri,
kontrol emosional dan adopsi peran-peran pemimpin dan pengikut
dari sosialisasi.
2.2.3
Tahap–Tahap Bimbingan Kelompok
Tahap pelaksanaan bimbingan kelompok menurut (Prayitno,1996) ada empat
tahapan, yaitu:
14
a.
Tahap I Pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan, tahap pelibatan diri atau tahap
memasukkan diri ke dalam kehidupan suatu kelompok. Pada tahap ini
pada umumnya para anggota saling memperkenalkan diri dan juga
mengungkapkan tujuan ataupun harapan-harapan yang ingin dicapai baik
oleh masing-masing, sebagian, maupun seluruh anggota. Memberikan
penjelasan tentang bimbingan kelompok sehingga masing-masing anggota
akan tahu apa arti dari bimbingan kelompok dan mengapa bimbingan
kelompok harus dilaksanakan serta menjelaskan aturan main yang akan
diterapkan dalam bimbingan kelompok ini. Jika ada masalah dalam proses
pelaksanaannya,
mereka
akan
mengerti
bagaimana
cara
menyelesaikannya. Asas kerahasiaan juga disampaikan kepada seluruh
anggota agar orang lain tidak mengetahui permasalahan yang terjadi pada
mereka.
b. Tahap II Peralihan
Tahap kedua merupakan “jembatan” antara tahap pertama dan ketiga. Ada
kalanya jembatan ditempuh dengan amat mudah dan lancar, artinya para
anggota kelompok dapat segera memasuki kegiatan tahap ketiga dengan
penuh kemauan dan kesukarelaan. Ada kalanya juga jembatan itu ditempuh
dengan susah payah, artinya para anggota kelompok enggan memasuki tahap
kegiatan kelompok yang sebenarnya, yaitu tahap ketiga. Dalam keadaan
seperti ini pemimpin kelompok, dengan gaya kepemimpinannya yang khas,
membawa para anggota meniti jembatan itu dengan selamat. Adapun yang
15
dilaksanakan dalam tahap ini yaitu: 1) Menjelaskan kegiaatan yang akan
ditempuh pada tahap berikutnya; 2) menawarkan atau mengamati apakah para
anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya; 3) membahas
suasana yang terjadi; 4) meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota; 5)
Bila perlu kembali kepada beberapa aspek tahap pertama.
c.
Tahap III Kegiatan
Tahap ini merupakan inti dari kegiatan kelompok, maka aspek-aspek yang
menjadi isi dan pengiringnya cukup banyak, dan masing-masing aspek
tersebut perlu mendapat perhatian yang seksama dari pemimpin kelompok.
ada beberapa yang harus dilakukan oleh pemimpin dalam tahap ini, yaitu
sebagai pengatur proses kegiatan yang sabar dan terbuka, aktif akan tetapi
tidak banyak bicara, dan memberikan dorongan dan penguatan serta penuh
empati. Tahap ini ada berbagai kegiatan yang dilaksanakan, yaitu:
1. Masing-masing anggota secara bebas mengemukakan masalah atau topik
bahasan.
2. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu.
3. Anggota membahas masing-masing topik secara mendalam dan tuntas.
4. Kegiatan selingan.
5. Kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar dapat terungkapnya
masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan dan dialami oleh anggota
kelompok. Selain itu dapat terbahasnya masalah yang dikemukakan secara
mendalam dan tuntas serta ikut sertanya seluruh anggota secara aktif dan
16
dinamis dalam pembahasan baik yang menyangkut unsur tingkah laku,
pemikiran ataupun perasaan.
d.
Tahap IV Pengakhiran
Pada tahap pengakhiran bimbingan kelompok, pokok perhatian utama
bukanlah pada berapa kali kelompok itu harus bertemu, tetapi pada hasil yang
telah dicapai oleh kelompok itu. Kegiatan kelompok sebelumnya dan hasilhasil yang dicapai seyogyanya mendorong kelompok itu harus melakukan
kegiatan sehingga tujuan bersama tercapai secara penuh. Dalam hal ini ada
kelompok yang menetapkan sendiri kapan kelompok itu akan berhenti
melakukan kegiatan, dan kemudian bertemu kembali untuk melakukan
kegiatan. Ada beberapa hal yang dilakukan pada tahap ini, yaitu:
1. Pemimpin kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri.
2. Pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-hasil
kegiatan.
3. Membahas kegiatan lanjutan.
4. Mengemukakan pesan dan harapan.
Setelah kegiatan kelompok memasuki pada tahap pengakhiran, kegiatan
kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelajahan tentang
apakah para anggota kelompok mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari
(dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata mereka sehari-hari.
Berdasarkan uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa dalam pelaksanaan
bimbingan kelompok memerlukan tahapan-tahapan untuk melaksanakan kegiatan
17
perencanaan karir siswa, siswa akan lebih aktif dan mandiri mengungkapkan
pendapatnya serta sebuah ungkapan yang akan dilaksanakan kedepanya nanti.
2.3 Penelitian yang Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Septia Ningsih, Elni Yakub dan Tri Umari
(2013) dengan judul “Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Peningkatan
Kematangan Emosi Anak Bungsu Kelas XII IPS SMA Muhammadiyah Satu
Pekanbaru T.A 2012/2013”. Penelitian ini menunjukkan perbedaan rata-rata skor
kematangan emosi anak bungsu sesudah diberikan layanan bimbingan kelompok
yaitu sebesar 87,25 ternyata lebih besar dari rata-rata skor kematangan emosi anak
bungsu sebelum diberikan bimbingan kelompok yaitu sebesar 81,94 dan untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh bimbingan kelompok terhadap peningkatan
kematangan emosi anak bungsu maka peneliti mencari koefisien korelasi (r)
terlebih dahulu. Adapun koefisien korelasi yang diperoleh adalah r= 0,79 maka
koefisien determinannya adalah (r2)=0,62 yang berati terdapat 62% sumbangan
bimbingan kelompok terhadap peningkatan kematangan emosi anak bungsu kelas
XII IPS SMA Muhammadiyah Satu Pekanbaru.
Penelitian Yuni Anto (2014) yang berjudul “Meningkatkan Kematangan
Emosional dengan Teknik Role Play siswa Kelas X teknik Mesin SMK Saraswati
Salatiga semester Genap Tahun Pelajaran 2013/2014” penelitian ini mengatakan
bahwa ada perbedaan yang signifikan kematangan emosional siswa kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen. Hasil menunjukkan mean rank post-test
kelompok eksperimen sebesar 9,50 meningkat 6,00 dari skor pretest 3.50. hasil uji
beda pretes dan post-test kelompok eksperimen memperoleh nilai p=Asymp. Sig
18
0,004