Karakteristik Perekat Likuida dari Limbah Ampas Tebu dan Kulit Kacang Tanah

13

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perekat merupakan salah satu bahan utama yang sangat penting dalam
industri pengolahan kayu, khususnya komposit. Dari total biaya produksi kayu
yang dibuat dalam berbagai bentuk dan jenis kayu komposit, lebih dari 32% adalah
biaya perekatan (Seller, 2001). Jenis perekat yang digunakan dalam pembuatan
komposit ini pada umumnya adalah perekat sintetis dan masih jarang
menggunakan perekat alami. Umemura (2006) menyatakan kelemahan perekat
sintetis seperti urea formaldehida (UF), phenol formaldehida (PF) dan melamin
formaldehida (MF) adalah ketersediaan sumber bahan baku perekat yang semakin
berkurang dan timbulnya emisi formaldehida dari produk material hasil perekatan
terhadap lingkungan. Emisi formaldehida dapat menyebabkan gejala pusing, sakit
kepala dan insomnia.
Untuk menghasilkan produk komposit diperlukan adanya perekat
(adhesive), yaitu suatu subtitusi yang dapat menyatukan dua benda atau lebih
melalui ikatan permukaan. Sehingga untuk ke depannya kebutuhan akan perekat
semakin meningkat. Namun industri perekatan di Indonesia saat ini juga belum
mampu sepenuhnya untuk memenuhi kebutuhan pasar. Dengan demikian perlu
dilakukan upaya-upaya untuk dapat menghasilkan perekat alternatif yang dapat

menggantikan perekat sintetis yang ada saat ini (Risnasari, 2008).
Kandungan lignin dalam tumbuhan berlignoselulosa dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku perekat lignin dan perekat likuida melalui proses likuifikasi
(Sucipto, 2009a). Lignin dapat diperoleh dari kayu atau semua sumberdaya alam

Universitas Sumatera Utara

14

berlignoselulosa (selulosa, hemiselulosa dan lignin). Perekat alami dapat diperoleh
dari bahan yang berlignoselulosa, misalnya: kacang tanah (Arachis hypogeae) dan
tebu (Saccharum officinarum L.). Menurut Murni et al.(2008) dalam Sani (2009),
kacang tanah memiliki kandungan lignin yang cukup besar yaitu sekitar 29,9%.
Sedangkan menurut Sudaryanto et al. (2002) kandungan lignin pada tebu sekitar
22%.
Pemanfaatan ampas tebu (bagas) merupakan salah satu alternatif untuk
pakan ternak, mengingat masih belum adanya pemanfaatan yang optimal terhadap
limbah tebu itu sendiri. Kondisi di atas disayangkan karena budidaya tebu di
Indonesia khususnya di Pulau Jawa dan Sumatera sangat berlimpah, sehingga akan
didapat pula limbah tebu yang banyak di daerah tersebut. Menurut Kurnia (2010)

dalam Permata (2012), potensi ampas tebu di Indonesia cukup besar dengan
komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair
52,9 %, blotong 3,5 %, ampas 32,0 %, tetes 4,5 % dan gula 7,05 % serta abu 0,1%.
Potensi industri tebu di propinsi Sumatera Utara cukup besar. Berdasarkan
Ditjen Perkebunan (2010) dalam Saskia (2012), Sumatera Utara memproduksi
sekitar 5.963 ton tebu pada tahun 2010. Apabila ampas yang dihasilkan sekitar
32% dalam industri gula, berarti ada sekitar 1.908 ton limbah ampas tebu yang
akan dihasilkan.
Kacang tanah merupakan produk komoditas kacang-kacangan yang penting
di Indonesia dan sebagian besar digunakan untuk tujuan konsumsi. Produksi
kacang tanah di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Seiring meningkatnya
produksi, tingkat konsumsi kacang tanah juga meningkat. Rata-rata konsumsi

Universitas Sumatera Utara

15

kacang tanah pada tahun 1993-1997 sebesar 3,10 kg/kapita/tahun, dan pada tahun
1997-2002 meningkat sebesar 4,2%/tahun (Kasno, 2005). Menurut Badan Pusat
Statistik (2011) menunjukkan bahwa produksi kacang tanah di Indonesia mencapai

11.093 ton. Menurut Murni et al. (2008) dalam Sani (2009), sekitar 20-30% dari
buah kacang tanah adalah berupa kulit. Ini berarti ada sekitar 2.218-3.327 ton
limbah kulit kacang tanah yang dihasilkan.
Selama ini yang dimanfaatkan dari kacang tanah hanya bagian biji saja.
Biasanya kulit kacang tanah dibuang atau hanya dimanfaatkan sebagai makanan
ternak. Produksi kacang tanah yang sangat besar di Indonesia pasti akan
menghasilkan limbah kulit kacang yang sangat besar.
Pada penelitian ini ampas tebu dan kulit kacang tanah sebagai bahan alami
berlignoselulosa dimanfaatkan sebagai bahan baku perekat likuida melalui proses
likuifikasi. Kualitas perekat likuida ini diharapkan memiliki kualitas yang
sebanding dengan perekat sintetis, ke depannya dapat mensubstitusi perekat
sintetis yang selama ini digunakan dalam industri kayu komposit. Sehingga dapat
menjadi solusi permasalahan industri yang berkaitan dengan limbah dan faktor
produksi (khususnya perekat).
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menguji kualitas perekat likuida dari limbah ampas tebu dan kulit kacang.
2. Membandingkan kualitas perekat likuida ampas tebu dan kulit kacang tanah
dengan SNI 06-4567-1998.


Universitas Sumatera Utara