Karakterisasi dan Isolasi Senyawa Triterpenoid Steroid dari Daun Nipah (Nypa fruticansWurmb.)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan
2.1.1 Morfologi tumbuhan
Nipah mirip sekali dengan tumbuhan sago muda, akan tetapi nipah tidak
berduri dan tidak berbatang. Daun-daunnya timbul pada sebuah rimpang mendatar
yang terbenam di dalam tanah berlumpur (Heyne, 1950).Akar serabut dapat
mencapai panjang 13 meter. Dari rimpang tumbuh daun majemuk setinggi 3-8,5
meter dengan tangkai daun sekitar 1-1,5 m (Steenis, dkk., 1947). Panjang anak
daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4-7 cm. Daun nipah yang masih
muda berwarna kuning sedangkan yang tua berwarna hijau.Daunnya seperti
susunan daun kelapa (Siregar, 2012).
Bunga nipah majemuk muncul dari ketiak daun dengan bunga betina
terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai
serupa untai merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya.Panjang tangkai
bunga mencapai 100-170 cm. Tandan bunga inilah yang dapat disadap untuk
diambil niranya (Siregar, 2012).
Buah nipah berbentuk bulat telur dan gepeng, berwarna coklat
kemerahan.Panjang buahnya sekitar 13 cm dengan lebar 11 cm (Siregar,
2012).Buah berkelompok membentuk bola berdiameter sekitar 30 cm, dalam satu

tandan dapat terdiri antara 30-50 butir buah (Steenis, dkk., 1947).
2.1.2 Habitat tumbuhan
Nipah adalah tumbuhan yang tumbuh disepanjang sungai yangterpengaruhi

5
Universitas Sumatera Utara

pasang surut air laut dan tumbuhan ini dikelompokan ke dalam ekosistem
mangrove (Heriyanto, dkk., 2011).
2.1.3 Sistematika tumbuhan
Sistematika tumbuhan nipah menurut Nurani (2015), sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi


: Angiospermae

Class

: Monocotyledoneae

Ordo

: Arecales

Famili

: Arecaceae

Genus

: Nypa

Spesies


: Nypa fruticans Wurmb.

2.1.4 Nama asing
Nipah dikenal dengan nama attap palm (Singapura), nipa palm (Filipina),
chak (Thailand), dua la (Vietnam), dani (Myanmar) (Siregar, 2012; Tsuji, dkk.,
2011).
2.1.5 Nama daerah
Pohon nipah mempunyai berbagai nama lokal di Indonesia seperti daon,
daonan, nipah, bhunjok, lipa, buyuk (Sunda, Jawa), bak nipah (Aceh), buyuk
(Bali), bhunyok (Madura), bobo (Menado, Ternate, Tidore), boboro (Halmahera),
ekook-kook (Enggano), lipa (Gorontalo), libra (Sumba), nifa (Nias), nipa (Bima),
nipah (Karo), palean, palenei, pelene, pulene, puleanu, pulenu, puleno, pureno,
parinan, parenga, (Maluku), pusuk (Angola, Mandailing), tungkol (Pulau banyak)
(Heyne, 1950; Siregar,2012).

6
Universitas Sumatera Utara

2.1.6Kandungan kimia

Nipah merupakan tumbuhan mangrove yang tumbuh secara berkelompok
pada daerah yang terpengaruh oleh pasang surut air laut. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan hanya sedikit informasi tentang kandungan dari daun nipah,
tetapi pada umumnya tumbuhan mangrove mengandung senyawa kimia seperti:
senyawa alkaloid, saponin, tanin, benzoquinon, naphthoquinon, flavonoid,
polifenol, sesquiterpen, diterpen, triterpen, sterol, karbohidrat, dan lemak
(Purnobasuki, 2004).
2.1.7Kegunaan tumbuhan
Masyarakat telah menggunakan nipah dalam bidang pengobatan seperti
obat sakit perut, diabetes, dan obat penurun panas oleh masyarakat pesisir
perairan Banyuasin Sumatera Selatan. Masyarakat Kalimantan menggunakan
arang dari akar tumbuhan nipah sebagai obat sakit gigi, dan sakit kepala
(Putri,dkk., 2012), sebagai

obat maag (Rizki, dkk., 2012), dan sebagai obat

sinusitis (Purnobasuki, 2004).
Nipah juga dimanfaatkan secara luas dalam bidang industri pangan,
dimana pohon nipah yang berumur lima tahun akan di sadap pada tangkai bunga
sehingga dihasilkan nira (Heyne, 1950). Tulang daun digunakan untuk membuat

sapu lidi, keranjang, tikar dan topi (Siregar, 2012). Daun-daun nipah yang belum
terbuka digunakan secara besar-besaran sebagai bahan baku dalam pembuatan
pembungkus rokok yaitu pengganti kertas rokok untuk menggulung tembakau
(Sari, dkk., 2012).Buahnya digunakan untuk membuat makanan ringan seperti
manisan dan buah kaleng (Natsir, 2013).

7
Universitas Sumatera Utara

2.2 Uraian Kimia
2.2.1 Triterpenoid/steroid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,
yaitu skualen. Senyawa tersebut mempunyai struktur siklik yang relatif kompleks
kebanyakan merupakan suatu alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Triterpenoid
adalah senyawa tanpa warna, berbentuk kristal, sering kali bertitik leleh tinggi dan
aktif

optik,


dapat

dibagi

atas

4

kelompok

senyawa

yaitu

triterpen

sebenarnyasteroid, saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1984). Struktur
kimia isopren dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Struktur kimia isoprene (Robinson, 1991)

Pembagian triterpenoid berdasarkan jumlah cincin yang terdapat pada
struktur molekulnya (Robinson, 1991), antara lain:
a. triterpenoid asiklik, yaitu triterpenoid yang tidak mempunyai cincin tertutup
dalam cincin molekulnya, contohnya skualen.
b. triterpenoid trisiklik, yaitu triterpenoid yang mempunyai tiga cincin tertutup
dalam cincin molekulnya, contohnya ambrein.
c. triterpenoid tetrasiklik, yaitu triterpenoid yang mempunyai empat cincin
tertutup dalam cincin molekulnya, contohnya lanosterol.

8
Universitas Sumatera Utara

d. triterpenoid pentasiklik, yaitu triterpenoid yang mempunyai lima cincin
tertutup dalam cincin molekulnya, contohnya α-amirin. Contoh struktur kimia
triterpenoid dapat dilihat pada Gambar 2.2- 2.6.

Gambar 2.2. Struktur dasar triterpen (Robinson, 1991)

Gambar 2.3.Skualen (Robinson, 1991)


Gambar 2.4. Ambrein (Robinson, 1991)

9
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.5. Lanosterol (Robinson, 1991)

Gambar 2.6.α-Amirin (Harbone, 1984)
Steroid adalah triterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana
perhidrofenanten (Harborne, 1984), dapat dilihat pada Gambar 2.7 berikut ini:

2
1
3

0
8

2
1


6

7

4
6

3

4

5
7

5

Gambar 2.7.Struktur dasar steroid dan sistem penomorannya (Robinson, 1991)

10

Universitas Sumatera Utara

Senyawa steroid dahulu dianggap sebagai senyawa yang hanya terdapat
pada hewan tetapi sekarang ini makin banyak senyawa steroid yang ditemukan
dalam tumbuhan (fitosterol).Fitosterol merupakan senyawa steroid yang berasal
dari tumbuhan.Senyawa fitosterol yang biasa terdapat pada tumbuhan tinggi yaitu
sitosterol, stigmasteroldankampesterol (Harborne, 1984).
2.2.2 Alkaloid
Menurut Harborne, alkaloid adalah senyawa bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen yang terletak dalam sistem siklik.
Alkaloid mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan secara
luas dalam bidang pengobatan.
Ada tiga pereaksi yang sering digunakan dalam skrining fitokimia untuk
mendeteksi golongan senyawa alkaloid sebagai pereaksi pengendapan yaitu
pereaksi Mayer, Bouchardat dan Dragendroff (Farnsworth, 1966).
2.2.3 Glikosida
Glikosida adalah senyawa organik yang bila dihidrolisis menghasilkan
satu atau lebih gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula disebut
aglikon.Gula yang paling sering dijumpai dalam glikosida adalah glukosa.Sacara
kimia dan fisiologi, glikosida alam cenderung dibedakan berdasarkan bagian

aglikonnya (Robinson, 1991).
Menurut Farnsworth (1966), berdasarkan hubungan ikatan antara aglikon
dan glikonnya, glikosida dapat dibagi menjadi empat yaitu:
a. tipe O-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui atom O,
contoh: silisin.b. tipe S-glikosida, ikatan antara bagian glikon dengan aglikon
melalui atom S, contoh:sinigrin.c. tipe N-glikosida, ikatan antara bagian dari

11
Universitas Sumatera Utara

glikon dengan aglikon melalui atom N, contoh: krotonosidin.d. tipe C-glikosida,
ikatan antara bagian glikon dengan aglikon melalui atom C, contoh: barbaloin.
2.2.4 Flavonoid
Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3C6, artinya kerangka karbonya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzene
tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson,
1991).Flavonoid mencangkup banyak pigmen yang banyak terdapat pada
tumbuhan mulai dari jamur sampai angiospermae.Pada tumbuhan tinggi,
flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif maupun dalam bunga. Fungsi
flavonoid pada tumbuhan adalah dapat menarik burung dan serangga yang
membantu proses penyerbukan, pengatur tumbuh, pengatur fotosintesis, kerja
antimikroba dan antivirus (Robinson, 1991).
2.2.5 Saponin
Saponin adalah sekelompok senyawa dengan struktur triterpenoid yang
mengikat satu atau lebih gula sehingga memiliki sisi hidrofil dan lipofil dengan
penggocokan akan menimbulkan buih (Batee, 2014). Saponin merupakan
senyawa aktif permukaan yang kuat, dapat menimbulkanbusa jika dikocok dalam
air, pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah
(Robinson, 1991). Uji saponin sederhana adalah dengan mengocok ekstrak
alkohol air dari tumbuhan dalam tabung reaksi, maka akan terbentuk busa yang
bertahan lama pada permukaan cairan (Harborne, 1984).
2.2.6 Tanin
Tanin merupakan salah satu senyawa metabolitme sekunder yang
termasuk kedalam golongan polifenol yang terdapat dalam tumbuhan, yang

12
Universitas Sumatera Utara

mempunyai rasa sepat dan memiliki kemampuan menyamakan kulit.Tanin
terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus
dalam jaringan kayu (Harborne, 1984).

2.3 Ekstraksi
Ekstraksiadalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut menggunakanpelarut cair.Simplisia
yang diekstraksi mengandung senyawa aktifyangdapat larut dan senyawa yang
tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat,protein dan lain-lain. Senyawa aktif
yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan
minyak atsiri, alkaloida, flavonoida dan lain-lain. Mengetahui senyawa aktif yang
dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dengan cara yang
tepat(Depkes,RI., 2000).
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang
sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan danmassa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Ditjen, POM., 1995).
2.3.1 Metode ekstraksi
Menurut Depkes, RI., (2000), ada beberapa metode ekstraksi yaitu:
1. Cara dingin
Ekstraksi dengan cara dingin terdiri dari:
a. Maserasi
Maserasi adalahproses pengekstraksian simplisia menggunakanpelarut

13
Universitas Sumatera Utara

denganbeberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruang
(kamar). Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus
menerus).Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan maserat pertama dan maserat selanjutnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruang. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara,
tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak) terus menerus
sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2. Cara panas
Ekstraksi dengan cara panas terdiri dari:
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya pada metode ini dilakukan pengulangan proses
pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna.
b. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang
umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinue
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (kontinue) dilakukan pada temperature

14
Universitas Sumatera Utara

ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.
d. Infudasi
Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 15 menit.
e. Dekoktasi
Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90oC selama 30 menit.
2.4 Kromatografi
Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisahan
berdasarkan partisi cuplikan antara fase bergerak, dapat berupa gas atau zat cair,
dan fase diam, dapat berupa zat cair atau zat padat. Pada tahun 1903 Tswett
menguraikan karyanya mengenai pemakaian kolom kapur untuk memisahkan
pigmen dalam daun.Istilah kromatografi digunakan Tswett untuk menggambarkan
daerah berwarna yang bergerak ke bagian bawah kolom (Johnson dan Stevenson,
1978).
Menurut

Sastrohamidjojo

(1985),

cara-cara

kromatografi

dapat

digolongkan sesuai dengan sifat-sifat dari fase diam, yang berupa zat padat atau
cair. Jika fase diam berupa zat padat disebut kromatografi serapan,jika berupa zat
cair disebut kromatografi partisi. Karena fasegerak berupazat cair atau gas maka
terdapat 4 macam sistem kromatografi, yaitu:
a.

fase gerak zat cair - fase diam padat (kromatografi serapan):
- kromatografi lapis tipis
- kromatografi kolom

b.

fase gerak gas - fase diam padat

15
Universitas Sumatera Utara

- kromatografi gas - padat
c.

fase gerak zat cair - fase diam zat cair (kromatografi partisi)
- kromatografi kertas

d.

fase gerak gas - fase diam cair
- kromatografi gas - cair
- kromatografi kolom kapiler
Pemisahan dengan kromatografi tergantung pada kenyataan bahwa

senyawa-senyawa yang dipisahkan terdistribusi diantara fase gerak dan fase diam
dalam perbandingan yang sangat berbeda-beda dari satu senyawa terhadap
senyawa yang lain (Sastrohamidjojo, 1985).
2.4.1 Kromatografi lapis tipis
Kromatografi

lapis

tipis

(KLT)

adalah

metode

pemisahan

fisikokimia.Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase
diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelatgelas, logam, atau lapisan yang
cocok. Campuran yang akan dipisahkan, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
atau pita. Setelah plat atau lapisan diletakkan dalam bejana tertutup rapat yang
berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama
perambatan kapiler. Senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan/dideteksi
(Stahl,1973).
a. Fase diam (lapisan penyerap)
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan kromatografi adsorbsi dan
adsorben bertindak sebagai fase diam (penyerap).Fase diam yang digunakan
memiliki dua sifat penting yang harus diperhatikan yaitu besar partikel dan
homogenitasnya.Besar

partikel

yang

biasa

digunakan

adalah

1



25

16
Universitas Sumatera Utara

mikron.Partikel dengan butiran yang kasar tidak akan memberikan hasil
pemisahan yang memuaskan (Sastrohamidjojo, 1985).Fase diam yang umum
digunakan dalam KLT ada empat, yaitu: silika gel, alumina, kieselguhr, dan
selulosa.
1. Silika gel
Silika gel merupakanfase diam yang paling sering digunakan dalam KLT.
Adabeberapajenis silika gel yang dapat digunakan, yaitu: silika gel G,
silika gel H,dan silika gel PF (Adnan, 1997).
2. Alumina
Penggunaan alumina dalam KLT tidak sesering silikagel. Aluminadapat
digunakan dalam memisahkan bermacam-macam senyawa seperti terpena,
alkaloid, steroid, dan senyawa-senyawa alisiklik, alifatik, serta aromatik. Sebagai
fase diam, alumina tidak mengandung zat perekat, mempunyai sifat sedikit alkalis
dan dapat digunakan baik tanpa maupun dengan aktivasi (Adnan, 1997).
3. Kieselguhr dan selulosa
Kieselguhr dan selulosa merupakan bahan penyangga yang berbeda
penggunaannya dari silika gel dan alumina karena fase diam ini digunakan dalam
memisahkan senyawa polar seperti asam amino, karbohidrat, nukleotida (Gritter,
dkk., 1991).
b. Fase gerak (pelarut pengembang)
Fase gerak ialah medium angkut yang terdiri atas satu atau beberapa
pelarut, jika diperlukan sistem pelarut multi komponen, harus berupa suatu
campuran sesederhana mungkin yang terdiri atas maksimum tiga komponen
(Stahl, 1973).Pemisahan senyawa organik selalu menggunakan pelarut campur

17
Universitas Sumatera Utara

yang bertujuan untuk memperoleh pemisahan senyawa yang baik. Kombinasi
pelarut adalah berdasarkan atas polaritas masing-masing pelarut, sehingga dengan
demikian akan diperoleh sistem pengembang yang cocok. Pelarut pengembang
yang digunakan dalam kromatografi lapis tipis antara lain: n-heksana,
karbontetraklorida, benzen, kloroform, eter, etilasetat, piridian, aseton, etanol,
metanol dan air (Gritter, dkk., 1991).
c. Visualisai dan identifikasi noda
Visualisasi dimaksudkan untuk melihat komponen penyusun yang sudah
terpisah setelah proses pengembangan. Visualisasi dapat dilakukan dengan
berbagai macam cara, misalnya dapat digunakan uap iodium, sinar ultraviolet
khususnya apabila digunakan adsorben yang mengandung fosfor. Cara lain yaitu
dengan charringatau dengan penyemprotan menggunakan reagensia tertentu
(Adnan, 1997).
d. Harga Rf
Mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi lapis tipis sangat lazim
menggunakan harga Rf (Retardation Factor) mulai dari 0 sampai 1.
�� =

Jarak titik pusat bercak dari titik awal
Jarak garis depan pelarut dari titik awal

Faktor-faktor yang mempengaruhi harga Rf yaitu struktur kimia dari
senyawa yang dipisahkan, sifat penjerap, tebal dan kerataan dari lapisan penjerap,
pelarut dan derajat kemurniannya, derajat kejenuhan uap pengembang dalam
bejana, teknik percobaan, jumlah cuplikan yang digunakan, suhu dan
kesetimbangan (Sastrohamidjojo, 1985).
2.4.2 Kromatografi lapis tipis preparatif

18
Universitas Sumatera Utara

Salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah
dan memakai peralatan paling dasar adalah kromatografi lapis tipis preparatif
(KLTP). Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memeriksa pengaruh
ketebalan dari penjerap terhadap kualitas pemisahan, tetapi ketebalan penjerap
yang paling sering digunakan adalah 0,5-2 mm. Ukuran plat kromatografi yang
digunakan biasanya 20 x 20 cm. Fase diam yang paling sering digunakan adalah
silika gel dengan ukuran partikel dan mutu yangsamadengan yang digunakan
pada kromatografi lapis tipis (Hostettmann, dkk., 1986).
Penotolan cuplikan dilakukan dengan melarutkan cuplikan dalam sedikit
pelarut.Cuplikan ditotolkan berupa pita dengan jarak sesempit mungkin karena
pemisahan tergantung pada lebar pita.Penotolan dapat dilakukan dengan pipet
tetapi lebih baik dengan penotol otomatis.Pelarut yang baik untuk melarutkan
cuplikan adalah pelarut yang atsiri. Pengembangan plat KLT preparatif dilakukan
dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana dijaga tetap
jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan kertas saring yang diletakkan
berdiri disekeliling permukaan bagian dalam bejana. Pita ditampakkan dengan
cara yang tidak merusak maka senyawa yang tidak berwarna dengan penjerap
dikerok dari plat kaca. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran beberapa
senyawa sehingga diperoleh senyawa murni (Gritter, dkk., 1991).
2.4.3 Kromatografi lapis tipis dua arah
Kromatografi lapis tipis dua arah bertujuan untuk meningkatkan resolusi
sampel ketika komponen-komponen solut mempunyai karakteristik kimia yang
hampir sama, karena nilai Rf juga hampir sama, selain itu dua sistem fase gerak
yang sangat berbeda dapat digunakan secara berurutan pada suatu campuran

19
Universitas Sumatera Utara

tertentu sehingga memungkinkan untukmelakukan pemisahan analit yang
mempunyai tingkat polaritas yang hampir sama(Rohman, 2009).
Kromatografi lapis tipis dua arah dilakukan dengan melakukan penotolan
sampel disalah satu sudut lapisan lempeng tipis dan mengembangkannya
sebagaimana biasa dengan eluen pertama.Lempeng kromatografi selanjutnya
dipindahkan

dari

chamber

yang

menggunakan

eluen

kedua

sehingga

pengembangan dapat terjadi pada arah kedua yang tegak lurus dengan arah
pengembangan yang pertama.Suksesnya pemisahan tergantung pada kemampuan
untuk memodifikasi selektifitas eluen kedua dibandingkan dengan selektifitas
eluen pertama (Rohman, 2009).

2.5 Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometer UV pada umumnya digunakan untuk menentukan jenis
kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa
organik, menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
maksimum suatu senyawa dan mampu menganalisis senyawa organik secara
kuantitatif dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).
Elektron yang terlibat dalam beberapa molekul organik padapenyerapan
sinar UV adalah elektron sigma (δ), elektro phi (π) dannon bonding electron
(n).Elektron δ merupakan elektron yang membentukikatan tunggal dan elektron π
terdapat ikatan rangkap (Gandjar dan Rohman, 2012).

2.6 Spektrofotometri Infra Red

20
Universitas Sumatera Utara

Spektra inframerah mengandung banyak serapan yang dihubungkan
dengan sistem vibrasi yang berinteraksi dalam molekul, dan karenamempunyai
karakteristik yang unik untuk setiap molekul maka dalam spektrum memberikan
pita-pita serapan yang karakteristik juga (Sastrohamidjojo, 1985).
Spektrofotometer

inframerah

pada

umumnya

digunakan

untuk

menentukan gugus fungsi yang tedapat dalam suatu senyawa organik dan untuk
mengetahui

informasi

tentang struktur suatu

senyawa organik

dengan

membandingkan daerah sidik jarinya.Daerah spektra infrared dibagi dalam tiga
kisaran yaitu IR dekat (12500-4000 cm-1), IR tengah (4000-400 cm-1) dan IR jauh
(400-10 cm-1) (Gandjar dan Rohman, 2012).Daerah IR tengah merupakan daerah
yang digunakan untuk penentuan gugus fungsi (Dachriyanus, 2004).

21
Universitas Sumatera Utara