Pengaruh Pemberian NAA (Naphtalene-3-Acetic-Acid) dan Nutrisi Untuk Pemulihan Kering Alur Sadap (KAS) pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Quick Starter dan Slow Starter

46

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut Stransburgers (1964) sistematika tanaman karet adalah sebagai
berikut, Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Sub divisio: Angiospermae,
Class:

Dicotyledoneae,

Sub

class:

Monoclamydae,

Ordo:

Tricoccae,

Famili: Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Species : Hevea brasiliensis Muell. Arg.

Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar
tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan
besar. Akar tunggang dapat menunjang tanah pada kedalaman 1-2 m, sedangkan
akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Akar yang paling aktif menyerap air
dan unsur hara adalah bulu akar yang berada 8 pada kedalaman 0-60 cm dan jarak
2,5 m dari pangkal pohon (Setiawan dan Andoko, 2005).
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang
cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m pohon tegak, kuat, berdaun
lebat, dan dapat mencapai umur 100 tahun. Biasanya tumbuh lurus memiliki
percabangan yang tinggi di atas. Dibeberapa kebun karet ada kecondongan arah
tumbuh tanamannya agak mirinng ke utara. Batang tanaman ini mengandung
getah yang dikenal dengan nama lateks (Maryani, 2007).
Daun karet berwarna hijau. Daun ini ditopang oleh daun utama dan
tangkai anak daunnya antara 3-10 cm. Pada setiap helai terdapat tiga helai anak
daun. Daun tanaman karet akan menjadi kuning atau merah pada saat musim
kemarau (Setiawan dan Andoko, 2005).
Karet merupakan buah berpolong (diselaputi kulit yang keras) yang
sewaktu masih muda buah berpaut erat dengan rantingnya. Buah karet dilapisi

Universitas Sumatera Utara


46

oleh kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat kulit yang keras dan
berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tua warna
kulit buah berubah menjadi keabu-abuan dan kemudian mengering. Pada
waktunya pecah dan jatuh, tiap ruas tersusun atas 2-4 kotak biji. Pada umumnya
berisi 3 kotak biji dimana setiap kotak terdapat 1 biji. Biji karet terdapat dalam
setiap ruang buah. Jumlah biji biasanya ada tiga kadang empat (Budiman, 2012).
Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai
payung tambahan yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada
ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda bunga 4-8 mm. Bunga
betina merambut vilt. Ukurannya lebih besar sedikit dari yang jantan dan
mengandung bakal buah yang beruang 3. Kepala putik yang akan dibuahi dalam
posisi duduk juga berjumlah 3 buah. Bunga jantan mempunyai 10 benang sari
yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam 2 karangan, tersusun
9 satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah suatu bakal buah yang tidak
tumbuh sempurna (Maryani, 2007).
Syarat Tumbuh
Iklim

Daerah yang baik bagi pertumbuhan dan pengusahaan tanaman karet
terletak di sekitar ekuator (katulistiwa) antara 100LS dan 100 LU. Karet masih
tumbuh baik sampai batas 200 garis lintang. Suhu 200C dianggap sebagaibatas
terendahsuhu bagi karet (Maryani, 2007).
Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim
sebagai berikut: suhu rata-rata harian 280 C (dengan kisaran 25-350C) dan curah
hujan tahunan rata-rata antara 2.500-4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150

Universitas Sumatera Utara

46

hari pertahun. Pada daerah yang sering hujan pada pagi hari akan mempengaruhi
kegiatan penyadapan bahkan akan mengurangi hasil produktifitasnya. Keadaan
daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah daerah-daerah Indonesia bagian
barat, yaitu Sumatera, Jawa, Dan Kalimatan, sebab iklimnya lebih basah
(Budiman, 2012).
Untuk pertumbuhan karet yang baik memerlukan suhu antara 250-350 C,
dengan suhu optimal rata-rata 280 C. Angin juga mempengaruhi pertumbuhan
tanaman karet. Angin yang kencang pada musim-musim tertentu dapat

mengakibatkan kerusakan pada tanaman karet yang berasal dari klon-klon tertentu
yang peka terhadap angin kencang (Sianturi, 2001).
Curah hujan yang cukup tinggi antara 2.000-2.500 mm setahun disukai
tanaman karet. Akan lebih baik lagi apabila curah hujan merata sepanjang tahun,
dengan hari hujan berkisar100-150 HH/tahun. Jika sering hujan pada pagi hari
produksi akan berkurang, hal tersebut dikarenakan jika penyadapan pada waktu
hujan kualitas lateks encer. (Maryani, 2007).
Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata-rata
berkisar diantara 75%-90%. Lama penyinaran dan intensitas cahaya matahari
sangat menentukan produktivitas tanaman. Di daerah yang kurang hujan yang
menjadi faktor pembatas adalah kurangnya air, sebaliknya di daerah yang terlalu
banyak hujan, cahaya matahari menjadi faktor pembatas. Dalam sehari tanaman
karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang cukup paling tinggi
antara 5-7 jam. Angin yang bertiup kencang dapat mengakibatkan patah batang,
cabang atau tumbang (Sianturi, 2001).

Universitas Sumatera Utara

46


Tanah
Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet
baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah
vulkanis mempunyai sifat fisik yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum,
kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum
kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup
subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik
(Anwar, 2006).
Tanaman karet termasuk tanaman perkebunan yang mempunyai toleransi
cukup tinggi terhadap kesuburan tanah. Tanaman ini tidak menuntut kesuburan
tanah yang terlalu tinggi. Tanaman ini masih bisa tumbuh dengan baik pada
kisaran pH 3,5-7,5. Meskipun demikian, tanaman karet akan berproduksi
maksimal

pada

tanah

yang


subur

dengan

pH

antara

5-6

(Setiawan dan Andoko, 2000).
Tanaman karet bukanlah tanaman manja, dapat tumbuh pada tanah-tanah
yang mempunyai sifat fisik baik, atau sifat fisiknya dapat diperbaiki. Tanah yang
dikehendaki adalah bersolum dalam, jeluk lapisan dalam lebih dari 1 m,
permukaan air tanah rendah. Sangat toleran terhadap kemasaman tanah, dapat
tumbuh pada pH 3,8-8,0, tetapi pada pH yang lebih tinggi sangat menekan
pertumbuhan (Sianturi, 2001).
Metabolisme Tanaman Karet
Saat ini terdapat 48 klon anjuran di Indonesia yang diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok berdasarkan sifat metabolismenya. Kelompok pertama

dikenal sebagai klon metabolisme tinggi sebanyak 26 klon, yaitu PB 235, PB 260,

Universitas Sumatera Utara

46

PB 280, PB 340, PRIM 712, IRR 1, IRR 2, IRR 3, IRR 4, IRR 6, IRR 7, IRR 8,
IRR 10, IRR 103, IRR 104, IRR 105, IRR 106, IRR 106, IRR 107, IRR 109, IRR
110, IRR 111, IRR 112, IRR 117, IRR 118, IRR 119, IRR 120, Kedua klon
metabolisme sedang (moderat) sebanyak 11 klon, yaitu GT 1, BPM 1, BPM 24,
PR 255, PR 261, PR 300, PB 330, RRIC 100, RRIC 110, RRIM 717, IRR 9, dan
metabolisme rendah sebanyak 11 klon yaitu, AVROS 2037, BPM 107, BPM 109,
PB 217, RRIC 102, PR 303, TM 2, TM 6, IRR 5, IRR 39, IRR 42. Klon
metabolisme tinggi cenderung memiliki pola produksi awal (quick starter) dan
sebaliknya klon metabolisme sedang dan rendah cenderung memiliki pola
produksi akhir (slow starter) (Sumarmadji, 2000).
Ciri khas klon quick starter memiliki pola puncak produksi lateks terjadi
di periode awal, kurang tanggap stimulan, rentan Kering Alur Sadap (KAS) dan
kulit pulihannya tipis, sedangkan klon slow starter mencapai puncak produksi di
pertengahan periode penyadapan, tanggap stimulan, relatif tahan over eksploitasi

dan kulit pulihannya tebal (Siregar et al., 2008).
Kadar fosfat anorganik (FA) dalam lateksmenunjukkan aktivitas
metabolisme dalam pembuluh lateks. Kadar FA yang tinggi menunjukkan
aktivitas metabolisme yang tinggi dan sebaliknya. Pada umumnya produksi
tanaman makin tinggi dengan semakin tingginya kadar FA dalam lateks
(Gohet and Jacob, 2008).
Sukrosa merupakan bahan utama dalam pembentukan lateks. Kadar
sukrosa yang rendah menunjukkan bahwa metabolisme sangat intensif, namun
juga bisa berarti habisnya cadangan atau pasokan karbohidrat. Sebaliknya kadar
yang tinggi menunjukkan kurang aktifnya metabolisme tanaman, sehingga

Universitas Sumatera Utara

46

peningkatan aktivitas bisa dilakukan dengan meningkatkan intensitas sadap
maupun aplikasi stimulan. Akan tetapi kadar yang tinggi bisa juga berarti bahwa
sel pembuluh lateks sudah tidak berfungsi lagi atau mengalami degenerasi.
Dengan demikian parameter yang lain perlu diperhatikan dalam diagnosa. Klon
berkadar sukrosa rendah hanya dapat distimulasi sebanyak 5 kali pertahun,

sedangkan klon berkadar sedang dapat distimulasi 10 kali pertahun. Namun
penetapan lebih lanjut perlu dilakukan secara spesifik pada masing-masing klon
(Kuswanhadi et al., 2009).
Thiol (R-SH) berfungsi sebagai antioksidan, sehingga stress oksidatif
sebagai akibat aktifnya metabolisme dalam sel dapat ditekan. Kadar R-SH yang
rendah menunjukkan terlalu intensifnya eksploitasi sehingga perlu dikurangi
dengan menurunkan intensitas sadapan maupun stimulasi (Gohet et al., 1996).
Pada umumnya klon yang berproduksi tinggi tanpa stimulasi mempunyai
kadar fosfat anorganik (FA) tinggi dan sukrosa rendah, yang menunjukkan
aktivitas metabolisme yang tinggi. Sebaliknya, kadar FA rendah dan sukrosa
tinggi pada klon berproduksi rendah, yang menunjukkan rendahnya aktivitas
metabolisme lateks (Lacote, 2007).
Pada umunya klon yang memiliki pola metabolisme tinggi seperti halnya
PB 235, PB 260, PRIM 712, dan PB 340 memiliki kadar sukrosa lateksoptimum
4-7mM. Sedangkan kadar fosfat anorganik (FA) lateksmemiliki nilai optimum 1020

mM

dan


memiliki

kadar

thiol

lateksoptimum

0,4-0,9mM.

SedangkanKarakteristik klon bermetabolisme rendah seperti AVROS 2037, PB
217, RRIC 102, TM 8, dan TM 9 umumnya memiliki kadar sukrosa lateksberkisar
antara 13-24 mM, kadar fosfat anorganik lateksbekisar 7-9 mM sedangkan kadar

Universitas Sumatera Utara

46

thiol lateksberkisar 0,4-0,9 mM. Kadar setiap komponen tersebut dapat
mengalami perubahan sesusai dengan faktor lingkungan ataupun terserang

patogen,

hama

penyakit,

dan

gangguan

frisiologis

(Sumarmadji dan Tistama, 2004).
Potensi produksi klon beraktivitas metabolisme tinggi tidak selalu lebih
tinggi produksinya dibanding klon bermetabolisme rendah. Potensi produksi klon
yang

sebenarnya

bergantung

pada

besarnya

kadar

sukrosa

lateks

(Gohet and Jacob, 2008).
Kering Alur Sadap (KAS)
Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) mengakibatkan kekeringan alur
sadapsehingga

tidak

mengalirkan

lateks,

namun

penyakit

ini

tidak

mematikantanaman (Anwar, 2006). Gejala KAS ditandai dengan terdapatnya
bagian-bagianalur sadap yang tidak mengeluarkan lateks. Bagian-bagian
tersebutkemudian meluas dan akhirnya seluruh pohon tidak mengeluarkan lateks
samasekali. Kulit sebelah dalam bagian yang sakit berubah warna menjadi cokelat
(Semangun,

2000).

Akibat

perubahan

hormon

di

sekitar

kulit

yang

matiadakalanya terbentuk kambium sekunder sehingga menjadi pecah-pecah
atauterbentuk tonjolan-tonjolan yang tidak teratur, sehingga penyadapan sulit
dilakukan (Fairuzah, 2011).
Gejala awal KAS biasanya ditunjukkan dengan adanya spot-spot aliran
lateks dari bagian kulit sebelah luar pada saat kulit disadap. Spot-spot ini adalah
bagian jaringan latisifer yang masih sehat, sementara jaringan disekitarnya sudah
kering. Gejala KAS yang lain adalah dijumpainya gumpalan lateks di beberapa
titik pada alur sadap sehingga aliran lateks dari bagian atasnya terhambat. Pada

Universitas Sumatera Utara

46

stadium lanjut, jaringan kulit mulai berubah warnanya dari coklat terang menjadi
kemerahan. Perubahan warna ini diduga karena adanya peningkatan senyawa
polifenol di dalam jaringan kulit. Ciri lain jaringan yang mulai terserang KAS
apabila kulit ditusuk akan mengeluarkan lateks yang mengental seperti koloid. Ini
menunjukkan bahwa lateks tidak stabil sehingga sebagian besar sudah mengalami
koagulasi (Tistama, 2013).
Faktor bervariasi klon, sistem tapping,intensitas frekuensi stimulan dan
konsentrasi, serta dipengaruhi tingkat suplai air ke jaringan karena pengompakkan
tanah merupakan faktor utama penyebab KAS.Kualitas sadapan yang buruk
dengan luka kayu yang berat menjadi salah satu faktor penyebab KAS.Faktor
lingkungan seperti monsoon, kekeringan, dan nutrisi juga disebutkan sebagai
penyebab termasuk inkompatibilitas antara batang bawah dan batang atas
(Dey, 2006).
Kering Alur Sadap (KAS) umumnya dipahami sebagai akibat adanya
gangguan keseimbangan fisiologis pada jaringan kulit dan latisifer pada
khususnya dan jaringan batang pada umumnya. Gangguan ini dipicu oleh sistem
eksploitasi yang berlebihan baik intensitas sadapan maupun frekuensi aplikasi
stimulan yang melebihi toleransi fisiologis jaringan tanaman karet. Kejadian KAS
lebih tinggi pada klon-klon yang memiliki metabolisme lateks tinggi yaitu
berkisar 10-15%, dibandingkan dengan klon metabolisme rendah mencapai 5-8%.
Sementara persentase tanaman yang mengalami kelelahan fisiologis belum
diketahui dengan pasti. Namun diduga, kekelahan fisiologis pada tanaman
metabolisme tinggi lebih cepat dibandingkan metabolisme rendah. Kondisi
tersebut tentu saja akan merugikan perkebunan yang mengandalkan klon klon

Universitas Sumatera Utara

46

metabolisme tinggi karena produktivitas tanaman dalam satu siklus tidak dapat
mencapai 35 ton/ha. Dengan demikian upaya menjaga keseimbangan fisologis
tanaman karet sangat mendesak untuk mempertahankan produktivitasnya (g/p/s).
Demikian juga dengan upaya penyembuhan KAS sangat penting untuk
mempertahankan produktivitas tanaman per hektar (kg/ha) (Siswanto, 1998).
Kering Alur Sadap (KAS) mengakibatkan berkurangnya jumlah sel-sel
latisifer yang terdapat dalam jaringanfloem. Sel-sel latisifer merupakan buluh
getah yangmengalirkan lateks pada alur sadap. Selain itu KAS juga
mengakibatkan koagulasi cairan lateks dengan waktu yang singkat sehingga dapat
mengakibatkan penurunan produksi lateks yang diikuti oleh terjadinya degradasi
sel-sel lateks yang masih baru terbentuk (Deka et al., 2006).
Munculnya KAS dipicu oleh ketidakseimbangan antara regenerasi lateks
di dalam pembuluh lateks dengan pengambilannya melalui penyadapan.Tuntutan
produksi yang cukup tinggi seringkali mendorong praktisi kebun melakukan
penyadapan berlebihan melebihi kemampuan tanaman meregenerasi lateks. Upaya
mencapai target produksi kebun pada umumnya dilakukan dengan meningkatkan
jumlah ataupun frekuensi pemberian stimulan. frekuensi pemberian stimulan yang
tidaksesuai dengan rekomendasi dapat menyebabkan gangguan fisiologis pada
tanaman

karet

sehingga

dapat

mengganggu

biosintesis

lateks

(Budiman dan Boerhendhy, 2006).
Kejadian KAS pada kenyataannya memang selalu diikuti infeksi sekunder,
maka pada mulanya gangguan ini dianggap sebagai penyakit patogenik.Hasil hasil
penelitian Jacob and Krishnakumar (2006) membuktikan bahwa kejadian ini
hanya merupakan gangguan fisiologis, karena tanaman yang mengalami keletihan

Universitas Sumatera Utara

46

fisiologis akibat ketidakseimbangan antara lateks yang dieksploitasi dengan lateks
yang terbentuk kembali(regenerasi/biosintesis) (Tistama et al., 2006).
Secara histologis gejala awal munculnya KAS ditandai dengan adanya
koagulasi lateks dan pembentukan sel tilosoid.Kedua kejadian tersebut berlanjut
penyebarannya

sesuai

dengan

susunan

pola

pembuluh

lateks.Intensitas

penyadapan yang meningkat mengakibatkan permeabilitas dinding sel pembuluh
lateks menurun (Gomez, 1990).Penurunan permeabilitas dinding sel memicu
kekacauan dalam keseimbangan biosintesis lateks dan memicu sel sel tilosoid.
Selain itu, perubahan keseimbangan hara pada tanaman yang terserang KAS
meningkatkan

jumlah

sel

tilosoid

di

jaringan

pembuluh

lateks

(Sivakumaran et al., 2002).
Di dalam tanaman, karet (isoprene) disintesis dalam sel pembuluh lateks
(terutama pada kulit batang) sebagai metabolit sekunder.Hasil fotosisntesis berupa
glukosa dan karbohidrat masih merupakan asimilat primer.Untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme setiap sel dan jaringan, tanaman menyediakan bahan yang
mudah ditranslokasikan berupa sukrosa (dimer dari glukosa dan fruktosa). Oleh
karena itu, dalam sintesis partikel karet (isoprene) sukrosa merupakan bahan baku
paling dominan. Dari hasil pengamatan terhadap kandungan sukrosa pada
tanaman yang sehat dan tanaman yang terkena KAS ternyata kandungan sukrosa
pada tanaman yang terkena KAS lebih tinggi daripada tanaman yang sehat. Hal
ini membuktikan dua hal, hal pertama: adanya suplai sukrosa yang normal pada
tanaman yang terserang KAS, kedua: adanya hambatan biosintesis karet hingga
sukrosa tidak dimanfaatkan dalam proses tersebut sehingga terjadi penumpukan
(Tistama et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara

46

Kandungan sukrosa dalam pembuluh lateks semakin menurun dengan
meningkatnya intensitas eksploitasi. Namun belum ada informasi yang lengkap
mengenai tingkat eksploitasi seberapa yang akan menyebabkan kandungan
sukrosa mencapai di bawah ambang batas untuk dapat mensuplai biosintesis karet.
Peniliti lain justru menemukan fakta yang agak berbeda dengan fakta tersebut.
Peningkatan intensitas eksploitasi tidak banyak terpengaruh terhadap status
kandungan

sukrosa

dan

komponen

fisiologis

lainnya

dalam

lateks

(Than et al., 1996).
Selain sukrosa, kandungan HMG-CoA dan mevalonat juga tinggi.Pada
tanaman yang terkena KAS terjadi hambatan perubahan mevalonat menjadi
isopentenil pirofosfat (IPP).Hambatan tersebut terjadi akibat berkurangnya suplai
ATP sebagai sumber energi pada reaksi perubahan mevalonat menjadi IPP. Pada
tahapan tersebut merupakan proses reaksi yang membutuhkan banyak energi.
Status ATP yang rendah juga diiringi dengan status fosfat anorganik (FA) yang
rendah pada lateks tanaman terserang KAS.Status kandungan FA memang
cenderung menurun jika tanaman dieksploitasi dengan sistem sadap yang lebih
intensif.Dengan demikian ketersediaan sukrosa bukanlah sebagai faktor utama
terjadinya KAS. KAS lebih dikarenakan oleh adanya gangguan reaksi pada
biosintesis lateks dan pada proses setelah terbentuknya partikel karet. Hambatan
tersebut selain kurangnya ketersediaan ATP, juga karena adanya kerusakan
struktur protein penyusun enzim atau membran organel sel. Enzim yang
terganggu pada kondisi KAS adalah rubber transferase dan prenyl transferase
(Krishnakumar et al., 2001).

Universitas Sumatera Utara

46

Komponen fisiologis lateks yang penting lainnya adalah thiol.Thiol (RSH) berperan dalam mengaktifkan beberapa enzim yang berhubungan dengan
cekaman lingkungan.Status thiol berhubungan dengan respon tanaman pada saat
tanaman

mendapat

tekanan

sistem

eksploitasi.Semakin tinggi

intensitas

eksploitasi semakin rendah status thiol dalam lateks.Pada tanaman yang
mengalami KAS status thiolnya lebih rendah dibandingkan tanaman sehat.
Kemungkinan jaringan kulit sedang mengalami proses keletihan yang dapat
diikuti

dengan

kematian

secara

parsial

sel-sel

pembuluh

lateks

(Tistama et al., 2006).
Secara fisiologis, ketidakseimbangan ini mengakibatkan sel-sel pembuluh
lateks mengalami keletihan (fatigue) sehingga banyak membentuk senyawa
radikal bebas. Senyawa radikal bebas berupa O2-, OH- dan reactive oxigen species
(ROS). Senyawa radikal tersebut dapat mengganggu enzim-enzim yang terlibat
dalam biosintesis karet seperti rubber transferase dan prenyl transferase.Kedua
enzim tersebut berperan mengubah mevalonat menjadi partikel karet.Gangguan
aktivitas enzim-enzim tersebut mengakibatkan penumpukan sukrosa, HMG-CoA,
dan mevalonat.Senyawa radikal bebas ini dapat merusak membran yang ada pada
inti sel dan lutoid.Kerusakan membran dapat merangsang pecahnya lutoid,
sehingga senyawa yang sangat masam di dalamnya menyebar di dalam sitosol
sel.Penurunan pH oleh asam-asam organik tersebut mengakibatkan koagulasi di
dalam sel pembuluh lateks melalui pembentukan matriks-matriks partikel karet
dengan demikian reaksi biokimia dan metabolisme sel tersebut terganggu
sehingga pembentukan partikel karet juga terhenti.Sel pembuluh lateks
mengalami penumpatan dan menjadi sel tilosoid. Sel-sel tilosoid ini melebar ke

Universitas Sumatera Utara

46

arah sel-sel tetangga dan meluas sehingga jaringan tilosoid-pun terbentuk
(Gomez et al., 1990).
Bidang sadap yang memiliki jaringan tilosoid ini bila disadap pada
awalnya akan mengalami kekeringan alur sadap sebagian (KAS parsial) kemudian
meluas dan dikenal sebagai Kering Alur Sadap keseluruhan (KAS total)
(Siswanto, 1998).
Tanaman yang terserang KAS dapat diidentifikasi dari status unsur hara
makro dan mikro di dalam lateks dan kulit karet. Hasil analisis unsur hara makro
dan mikro menurut penelitian Sivakumaran et al. (2002) menunjukkan bahwa
unsur N, P, K,Ca, Cu, B, Zn, dan Fe pada lateks tanaman yang terserang KAS
lebih rendah dibandingkan dengan tanaman sehat (normal) dengan kadar unsur (N
0,49%) normalnya (N 0,55%), unsur (P 0,22%) normalnya (P 0,26%), unsur (K
0,5%) normalnya (K 0,67%), unsur (Ca 12,83 ppm) normalnya (Ca 18,12 ppm),
unsur (Cu 4,04 ppm) norrmalnya (Cu 5,07 ppm), unsur (B 3,28 ppm) normalnya
(B 4,09 ppm), unsur (Zn 4,58 ppm) normalnya (Zn 6,16 ppm), unsur (Fe 4,03
ppm) normalnya (Fe 5,02 ppm), sedangkanunsur Mg dan Al lebih tinggi pada
tanaman yang terserang KAS jika dibandingkan dengan tanaman normal dengan
kadar unsur (Mg 0,041%) normalnya (Mg 0,037%) dan unsur (Al 6,53 ppm)
normalnya (Al 5,95 ppm). Kandungan unsur hara makro dan mikro pada kulit
karet yaitu N, P, K, Ca, Mg, Cu, B, Zn, Fe, dan Al lebih rendah pada tanaman
yang terserang KAS dibandingkan tanaman sehat (normal) dengan kadar unsur (N
0,69%) normalnya (N 0,7%), unsur (P 0,76%) normalnya (P 0,81%), unsur (K
0,75%) normalnya (K 0,78%), unsur (Ca 2,305 ppm) normalnya (Ca 2,378 ppm),
unsur (Mg 0,134%) normalnya (Mg 0,14%), unsur (Cu 6,9 ppm) normalnya (Cu

Universitas Sumatera Utara

46

7,03 ppm), unsur (B 16,41 ppm) normalnya (B 17,41 ppm), unsur (Zn 31,65
ppm)normalnya (Zn 43,75 ppm), unsur (Fe 59,93 ppm) normalnya (Fe 90,8 ppm),
unsur (Al 48,37 ppm) normalnya (Al 72,64 ppm).
Joseph (2006) menyatakan bahwa kandungan unsur hara Mg dan Al pada
lateks lebih tinggi pada tanaman yang terserang KAS.Konsentrasi Mg dan Al
yang tinggi di dalam lateks yang terserang KAS mengakibatkan lintasan biokimia
dari biosintesis lateks terganggu.
Kering Alur Sadap (KAS) dapat menyebar dengan cepat dalam jangka
waktu 2-4 bulan keseluruh kulit bidang sadapan. Penyebaran KAS mengikuti alur
pembuluh lateks dan arah sadapan (Siswanto, 1989). Proses penyebaran KAS
pada bidang sadap BO-1 mengarah ke seluruh BO-1 di bawah irisan sadap.
Penyebaran berikutnya menyebar ke bidang panel BO-2 bagian bawah yang
dilanjutkan ke bagian atas hingga bertemu mencapai HO-1. Pola penyebaran KAS
di B1-1 hingga B1-2 kulit juga sama. Proses penyebaran yang cepat disebabkan
oleh kecepatan terbentuknya tilasoid lebih tinggi dibandingkan dengan irisan
sadap pada sadapan selanjutnya (Sumarmadji, 2005)
Auksin
Auksin merupakan salah satu golongan ZPTyang cukup penting dalam
pertumbuhan tanaman. Auksin berperan dalam mempengaruhi pembesaran,
pemanjangan dan peningkatan permeabilitas selserta mempengaruhi metabolisme
asam nukleatdan metabolisme protein. Taraf auksindalam sel tergantung dari
bagian tanaman yang diambil, jenis tanamannya dan umur tanaman. Pengaruh
fisiologis auksin yang lain adalahpenghambatan tunas lateral akibat peran auksin

Universitas Sumatera Utara

46

dalam dominansi apikal, yang bergerak dari bagian apikal secara basipetal
(Lawalata, 2011).
Mekanisme kerja auksin adalah dengan menginisiasi pemanjangan sel dan
juga memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk
memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga
memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun
dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara
osmosis (Fahmi, 2001).
Peran fisiologis NAA adalah mendorong pemanjangan sel, differensiasi
jaringan xilem dan floem serta pembentukan akar. Didalam kultur jaringan
penambahan NAA berfungsi untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar,
pembelahan dan pemanjangan sel dan organ serta memacu dominansi apikal pada
jaringan meristem (Nurhafni, 2013).
Beberapa auksin alami (organik) adalah Indole-3-Acetic Acid (IAA)dan
Indole Butyric Acid (IBA), 4-kloro IAA, dan Phenylacetic acid (PAA).Auksin
sintetik banyak macamnya, yang umum dikenal adalah Naphtalene-3-Acetic-Acid
(NAA), Asam Beta-Naftoksiasetat (BNOA), 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid
(2,4-D),

dan

Asam

4-Klorofenoksiasetat

(4-CPA),

2-Methyl-

4ChlorophenoxyAcetic Acid (MCPA), 2,4,5-T dan 3,5,6-Trichloro Picolinic Acid
(Picloram) (Gunawan, 1987).
Nutrisi
Nitrogen (N) berperan dalam pertumbuhan batang, cabang, dan
pembentukan klorofil daun, protein, lemak, senyawa organik. Fosfor (P) berfungsi
sebagai bahan mentah dalam pembentukan sejumlah protein, membantu proses

Universitas Sumatera Utara

46

asimilasi dan respirasi mempercepat pembungaan, pembentukan akar, biji dan
buah. Kalium (K) berperan dalam membantu mekanisme pertahanan terhadap
kondisi kekeringan dan penyakit, membantu pembentukan protein dan
karbohidrat, memperkuat daun, bunga dan buah tidak mudah gugur.Unsur Mg
berperan penting dalam transfer fosfat dalam tanaman. Defisiensi unsur N, P, K,
dan Mg pada TBM karet dapat mengurangi diameter batang, ketebalan kulit dan
floem,

ukuran

sel,

jumlah

dan

ukuran

jaringan

pembuluh

lateks

(Fay and Jacob, 1989). Defisiensi Mg pada tanaman yang terserang KAS dapat
meningkatkan ketidakstabilan pembuluh lateks (Sivakumaran et al., 2002).
Fungsi kalsium (Ca) sebagai massenger kedua dalam jalur persinyalan
tumbuhan (komunikasi sel) yang telah dikembangkan untuk mengatasi
lingkungan, seperti kekeringan atau kedinginan (Campbell, 2002). Kalsium (Ca)
juga berperan dalam pembentukan middle lamella dari sel-sel, pemanjangan sel,
perkembangan meristematik jaringan, sintesa protein, serta menetralkan senyawa
yang merugikan (Leiwakasbessy et al., 2003).
Unsur mikro memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas membran
dan metabolism tanaman.Unsur tembaga (Cu) berfungsi sebagai activator enzim
tyrosinase, laktase, oksidase asam askorbat,photosyntetic electron transport dan
dalam pembentukan nodul secara tidak langsung (Leiwakasbessy et al., 2003).
Boron (B) berfungsi dalam perkembangan dan pertumbuhan sel-sel baru
dalam jaringan meristematik, pembuangaan dan perkembangan buah, translokasi
karbohidrat, serta sintesa asam amino. Peran lain B juga dalam pemeliharaan
fungsi membran, pembentukan struktur pektin di dinding sel primer dan
pemeliharaan beberapa jalur metabolik (Fontes et al., 2008).

Universitas Sumatera Utara

46

Rendah unsur hara B diduga mengakibatkan tergangunya pembentukan
metabolisme asam nukleit daripada mengganggu metabolismekarbohidrat.Fungsi
Zn dalam tanaman meliputi metabolisme auksin, dehydrogenase enzim,
pospodisetarase,

karbonikanhydrase,

superoksida

dismutase,

mendorong

pembentukan sitokrom, dan menstabilkan fraksi ribosom. Fungsi besi (Fe) antara
lain sebagai penyusun klorofil, protein, dan berperan dalam perkembangan
kloroplas (Leiwakasbessy et al., 2003).
Media MS (Murashige and Skoog) adalah media yang paling sering
digunakan terutama untuk media kultur. Kelebihan media MS adalah cocok
digunakan untuk berbagai jenis spesies tanaman karena media ini memiliki
komponen penyusun yang sangat lengkap dibandingkan dengan media lain, yaitu
garam organik, vitamin, asam amino, karbohidrat, air, dan matriks media. Dengan
kata lain media ini juga memiliki kandungan garam organik, vitamin, asam amino,
dan karbohidrat yang lengkap sehingga kebutuhan tanaman akan unsur-unsur
penting seperti halnya hara makro maupun mikro dapat terpenuhi dengan baik
(Ramawat, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Induksi Tunas Mikro Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Media Ms Dengan Pemberian Benzil Amino Purin (Bap) Dan Naftalen Asam Asetat (Naa)

9 88 81

Induksi Tunas Mikro TanamanKaret (Hevea Brasiliensis Muell. Arg.) Dari Eksplan Nodus Pada Medium WPM dengan Pemberian Benzil Amino Purin (BAP) Dan Naftalen Asam Asetat (NAA)

0 44 74

Respons Morfologi Benih Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Tanpa Cangkang terhadap Pemberian PEG 6000 dalam Penyimpanan pada Dua Masa Pengeringan

2 90 58

Respons Pertumbuhan Stum Mata Tidur Karet (Hevea brasilliensis Muell Arg.) Dengan Pemberian Air Kelapa Dan Pupuk Organik Cair.

15 91 108

Pengaruh Pemberian NAA (Naphtalene-3-Acetic-Acid) dan Nutrisi Untuk Pemulihan Kering Alur Sadap (KAS) pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Quick Starter dan Slow Starter

0 7 108

Pengaruh Pemberian NAA (Naphtalene-3-Acetic-Acid) dan Nutrisi Untuk Pemulihan Kering Alur Sadap (KAS) pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Quick Starter dan Slow Starter

0 4 11

Pengaruh Pemberian NAA (Naphtalene-3-Acetic-Acid) dan Nutrisi Untuk Pemulihan Kering Alur Sadap (KAS) pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Quick Starter dan Slow Starter

0 0 2

Pengaruh Pemberian NAA (Naphtalene-3-Acetic-Acid) dan Nutrisi Untuk Pemulihan Kering Alur Sadap (KAS) pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Quick Starter dan Slow Starter

0 0 4

Pengaruh Pemberian NAA (Naphtalene-3-Acetic-Acid) dan Nutrisi Untuk Pemulihan Kering Alur Sadap (KAS) pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Quick Starter dan Slow Starter

0 0 4

Pengaruh Pemberian NAA (Naphtalene-3-Acetic-Acid) dan Nutrisi Untuk Pemulihan Kering Alur Sadap (KAS) pada Tanaman Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) Quick Starter dan Slow Starter

0 0 50