Analisis Kualitas Pelayanan Keluarga Berencana (Kb) Pada Badan Keluarga Berencana Dan Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Padang Lawas Utara

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kualitas Pelayanan Publik
Sebenarnya tidaklah mudah mendefinisikan kualitas secara akurat. Akan
tetapi, pada umumnya kualitas dapat dirinci. Beberapa istilah yang dianggap
sebagai definisi kualitas misalnya keandalan, kelayakan pakai, pelayanan yang
memuaskan, dan kemudahan pemeliharaannya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualitas didefinisikan sebagai
tingkat baik buruknya sesuatu. Kualitas dapat juga didefinisikan sebagai tingkat
keunggulan, sehingga kualitas merupakan ukuran relatif kebaikan. Menurut
Wijaya (2011), kualitas adalah sesuatu yang diputuskan oleh pelanggan. Artinya,
kualitas didasarkan pada pengalaman aktual pelanggan atau konsumen terhadap
produk atau jasa yang diukur berdasarkan persyaratan-persyaratan tertentu.
Sedangkan Wahyuni dkk, (2015) mengatakan bahwa kualitas adalah
memenuhi kebutuhan pelanggan. Kualitas merupakan suatu standart yang harus
dicapai oleh seseorang atau sekelompok atau lembaga atau organisasi mengenai
kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, proses dan hasil kerja atau
produk yang berupa barang dan jasa. Dengan demikian, berkualitas mempunyai
arti memuaskan kepada yang dilayani, baik internal maupun eksternal, dalam arti
optimal pemenuhan atas tuntutan atau persyaratan pelanggan atau masyarakat.
Sachdev dan Verma (2004) menyatakan bahwa perspektif pengukuran

kualitas bisa dikelompokkan menjadi dua jenis : internal dan eksternal. Kualitas
berdasarkan perspektif internal diartikan sebagai zero defect (“doing it right the
first time” atau kesesuaian dengan persyaratan, sedangkan perspektif eksternal
memahami kualitas berdasarkan persepsi pelanggan, ekspektasi pelanggan,
kepuasan pelanggan, sikap pelanggan, dan customer delight.
Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam
interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan
menyediakan kepuasan pelanggan. Sedangkan pelayanan publik atau pelayanan
umum adalah segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik
maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan
dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan
5
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

6

Badan Usaha Milik Negara ataupun Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan (Lembaga Administrasi Negara, 1998).

Sinambela et al, (2011) menyatakan bahwa pelayanan adalah suatu usaha
untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain.
Pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Pada dasarnya pelayanan adalah sesuatu yang tidak
berwujud tetapi dapat memenuhi kebutuhan pelanggan atau masyarakat.
Pelayanan tidak mengakibatkan peralihan hak atau kepemilikan dan terdapat
interaksi antara penyedia jasa dengan pengguna jasa.
Menurut Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 63
Tahun 2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik,
pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh
penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan
penerima pelayanan maupun pelaksana ketentuan peraturan perundang-undangan.
Supriatna (2000) menjelaskan bahwa pelayanan publik merupakan setiap
kegiatan yang dilakukan oleh pihak lain yang dilakukan guna memenuhi
kepentingan orang banyak. Pihak lain disini merupakan suatu organisasi yang
memiliki kewajiban dalam suatu proses penyelenggaraan kegiatan pelayanan.
Kepentingan orang banyak atau kepentingan umum adalah himpunan kepentingan
pribadi yang telah disublimasikan dan tidak bertentangan dengan norma
masyarakat serta aturan yang berlaku.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik merupakan

pemberian pelayanan (melayani) yang dilaksanakan oleh penyelenggara
pelayanan publik sebagai upaya untuk pemenuhan kebutuhan dan keperluan
penerima pelayanan atau masyarakat maupun pelaksana ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mempunyai kepentingan pada organisasi tersebut
sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Surbakti (2001) mengklasifikasi pelayanan publik menjadi empat kategori,
yaitu :
a.

Pelayanan administrasi, seperti pemberian berbagai perizinan dan identitas
penduduk

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

7

b.

Pelayanan infrastruktur, seperti jalan raya, jaringan irigasi, transportasi dan

lain-lain.

c.

Pelayanan kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan, air minum, kesehatan,
pendidikan, pekerjaan, rasa aman dan lingkungan bersih.

d.

Pelayanan penerimaan daerah, seperti Pendapatan Asli daerah.
Menurut Pamudji (2000), konsep pelayanan publik (publik service)

merupakan berbagai kegiatan pemerintah yang bertujuan memenuhi kebutuhan
masyarakat akan barang dan jasa. Penjelasan yang diberikan Pamudji ini
menegaskan bahwa konsepsi pelayanan publik tidak dapat dilepaskan dengan
upaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan menurut Saefullah
(2012), pelayanan umum (publik service) merupakan pelayanan yang diberikan
pada masyarakat umum yang menjadi warga negara atau yang secara sah menjadi
penduduk yang bersangkutan.
Program KB merupakan salah satu bentuk pelayanan publik yang

dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan KBPP. Pelayanan ini diberikan
kepada penduduk Padang Lawas Utara secara gratis tanpa dipungut biaya apapun.
Berbagai program kerja telah dilaksanakan demi tercapainya standar pencapaian
KB yang ideal berdasarkan target yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Triguno (2004), kualitas pelayanan menunjuk pada pengertian
melayani setiap saat secara cepat dan memuaskan, berlaku sopan, ramah dan
menolong, serta professional dan mampu. Konsep kualitas pelayanan publik
terkait dengan upaya untuk memenuhi atau bahkan melebihi harapan yang
dituntut atau yang diinginkan oleh pelanggan atau masyarakat. Semakin tinggi
tingkat kemampuan pemenuhan harapan tersebut, semakin tinggi pula tingkat
kualitas pelayanan yang diberikan, dan sebaliknya, semakin tidak memenuhi
harapan pelanggan berarti semakin tidak berkualitas pelayanan yang diberikan
tersebut.
Gronroos (2000) menyatakan bahwa ada tiga kriteria pokok dalam menilai
kualitas jasa, yaitu outcome-related, process-related, dan image-related criteria.
Ketiga kriteria ini kemudian dijabarkan menjadi enam unsur, yaitu :
1. Professionalism and Skill : merupakan outcome-related criteria, dimana
pelanggan menyadari bahwa penyedia jasa (service provider), karyawan,

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

8

sistem operasional, dan sumber daya fisik memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pelanggan
secara professional.
2. Attitudes and Behavior : merupakan process-related criteria. Pelanggan
merasa bahwa karyawan perusahaan (contact personnel) menaruh perhatian
terhadap mereka dan berusaha membantu dalam memecahkan masalah
mereka secara spontan dan senang hati.
3. Accessibility and Flexibility : termasuk ke dalam process-related criteria.
Pelanggan merasa bahwa penyedia jasa, lokasi, jam kerja, karyawan dan
sistem operasionalnya dirancang dan dioperasikan sedemikian rupa
sehingga pelanggan dapat melakukan akses dengan mudah. Selain itu juga
dirancang dengan maksud agar dapat bersifat fleksibel dalam menyesuaikan
permintaan dan keinginan pelanggan.
4. Reliability and Trustworthiness : kriteria ini juga masuk ke dalam processrelated criteria. Pelanggan memahami bahwa apapun yang terjadi, mereka
bisa mempercayakan segala sesuatunya kepada penyedia jasa beserta
karyawan dan sistemnya.

5. Recovery : termasuk ke dalam process-related criteria. Pelanggan
menyadari bahwa bila ada kesalahan atau bila terjadi sesuatu yang tidak
diharapkan, maka penyedia jasa akan mengambil tindakan untuk
mengendalikan situasi dan segera mencari pemecahan yang tepat.
6. Reputation and Credibility : criteria ini merupakan image-related criteria.
Pelanggan meyakini bahwa operasi dari penyedia jada dapat dipercaya dan
memberikan nilai atau imbalan yang sesuai dengan pengorbanannya.
Sedangkan menurut Murgatroyd dan Morgan (1993), ada sepuluh kriteria
persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan, yaitu:
1. Reliability yaitu kemampuan untuk melaksanakan pelayanan yang telah
dijanjikan dengan tepat waktu.
2. Responsiveness yaitu kesediaan untuk membantu pelanggan dengan
menyediakan pelayanan yang cocok seperti yang mereka harapkan.
3. Competence yaitu menyangkut pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk dapat melaksanakan pelayanan.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

9


4. Access yaitu kemudahan untuk kontak dengan lembaga penyedia jasa.
5. Courtesy yaitu sikap sopan, menghargai orang lain, penuh pertimbangan dan
penuh persahabatan.
6. Communication yaitu selalu memberikan informasi yang tepat kepada
pelanggan dalam bahasa yang mereka pahami, mau mendengarkan mereka
yang berarti menjelaskan tentang pelayanan, kemungkinan pilihan, biaya,
jaminan pada pelanggan bahwa masalah mereka akan ditangani.
7. Credibility artinya dapat dipercaya, jujur, dan mengutamakan kepentingan
pelanggan.
8. Security artinya bebas dari risiko, bahaya, dan keragu-raguan
9. Understanding the customer artinya berusaha untuk mengenal dan
memahami kebutuhan pelanggan dan menaruh perhatian pada mereka secara
individual.
10. Appearance presentation yaitu penampilan dari fasilitas fisik, penampilan
personil, dan peralatan yang dipergunakan.
Stamatis (1996) menyatakan bahwa ada tujuh dimensi kualitas yang bisa
diterapkan dalam industri jasa, yaitu :
1. Fungsi (function) : kinerja primer yang dituntut dari suatu jasa.
2. Karakteristik atau cirri tambahan (features) : kinerja yang diharapkan

atau karakteristik pelengkap.
3. Kesesuaian (conformance) : kepuasan yang didasarkan pada
pemenuhan persyaratan yang telah ditetapkan.
4. Keandalan (reliability) : kepercayaan terhadap jasa dalam kaitannya
dengan waktu.
5. Kemampuan layanan (service ability) : kemampuan untuk melakukan
perbaikan apabila terjadi kekeliruan.
6. Estetika (aesthetics) : pengalaman pelanggan yang berkaitan dengan
perasaan dan panca indera.
7. Persepsi (perception) : reputasi kualitas.
Model kualitas pelayanan yang dikembangkan Parasuraman et al. (1990)
menyoroti indikator kualitas pelayanan. Indikator ini meliputi Responsiveness,

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

10

Assurances, Tangible, Empathy, dan Reliability yang kemudian disebut dengan
RATER.

1. Reliability (Kehandalan)
Dimensi reliability adalah dimensi kualitas pelayanan yang mengukur
kehandalan produsen dalam melayani pelanggan. Reliability merujuk pada
kemampuan untuk menghantarkan layanan sesuai seperti yang telah
dijanjikan tanpa suatu kesalahan (konsisten) serta akurat.
Aspek dari dimensi reliability meliputi : kemampuan produsen untuk
memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan; dan kemampuan
produsen untuk memberikan pelayanan secara akurat atau tanpa kesalahan.
Untuk meningkatkan kehandalan dalam memberikan pelayanan, produsen
dapat melakukan : membangun budaya kerja tanpa kesalahan, memberikan
pelatihan kepada karyawan, dan melakukan tes atau uji coba sebelum
layanan dilancarkan ke pelanggan.
2. Assurances (Jaminan/Kepercayaan)
Assurances adalah dimensi kualitas pelayanan yang berhubungan dengan
kemampuan produsen untuk membangun rasa percaya (trust) dan
keyakinan (confidence) kepada pelanggannya. Ada empat aspek dari
dimensi ini, yaitu keramahan, kompetensi, kredibilitas, dan keamanan.
3. Tangible (Tampilan)
Tangible merupakan bukti nyata dari kepedulian dan perhatian yang
diberikan oleh penyedia jasa kepada konsumen. Dimensi ini merupakan

aspek kualitas pelayanan yang dinikmati, dirasakan, dan dinilai oleh
pelanggan dengan menggunakan indra manusia. Tangible merujuk pada
fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan para personil seperti kemegahan
gedung, kebersihan kantor, kerapihan kantor dan karyawan, kenyamanan
kantor, kecanggihan peralatan, dan lain-lain.
4. Empathy (Empati)
Dimensi ini merujuk pada sejauh mana tingkat pemahaman/simpati
(caring) serta perhatian secara individual yang diberikan oleh perusahaan
kepada para pelanggannya. Pelanggan akan merasa puas dan bahagia bila
produsen mengenal mereka secara pribadi. Pelayanan yang empati sangat

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

11

membutuhkan sentuhan pribadi. Sentuhan pribadi hanya akan optimal bila
produsen memiliki sistem data base pelanggan dengan baik.
5. Responsiveness (Ketanggapan)
Responsiveness dapat diartikan sebagai kecepatan pelayanan, dan
merupakan dimensi kualitas pelayanan yang paling dinamis. Dimensi yang
merujuk kepada kemauan untuk menolong para pelanggan dan
menyediakan suatu layanan dengan segera/tepat waktu. Harapan
pelanggan terhadap kecepatan pelayanan akan berubah dari waktu ke
waktu. Pengalaman pelanggan atas pelayanan di masa lalu akan
mempengaruhi harapan pelanggan. Setiap orang memiliki harga dan
toleransi yang berbeda-beda terhadap waktu.
Persepsi pelanggan atas kecepatan pelayanan biasanya dipengaruhi oleh
faktor sosial dan ekonomi, komunikasi serta situasi, dan kondisi fisik
lingkungan dimana pelayanan diberikan.
Di dalam Keputusan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara No. 63
Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik harus
memenuhi beberapa prinsip, yaitu :
1. Kesederhanaan.
Prosedur tidak berbelit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2. Kejelasan.


Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik



Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/sengketa.



Rincian biaya dan tata cara pembayaran.

3. Kepastian waktu.
Pelaksanaan pelayanan dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah
ditentukan.
4. Akurasi.
Produk layanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah.
5. Keamanan.
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
hukum.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

12

6. Tanggung jawab.
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas pelayanan dan penyelesaian keluhan/sengketa.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana.
Sarana dan prasarana kerja dan pendukung lainnya yang memadai
termasuk sistem TI dan telekomunikasi.
8. Kemudahan akses.
Tempat dan lokasi pelayanan mudah dijangkau dan mudah dalam
memanfaatkan sistem TI dan telekomunikasi.
9. Kedisiplinan.
Pemberi pelayanan harus disiplin, sopan dan ramah.
10. Kenyamanan.
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman yang dilengkapi sarana pendukung pelayanan seperti parkir,
kamar mandi, dll.
Baik atau buruknya kualitas pelayanan tergantung kepada kemampuan
penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten dan berakhir
pada persepsi pelanggan. Ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah
berdasarkan sudut pandang penyelenggara, tetapi harus dilihat dari sudut pandang
atau persepsi pelanggan.

2.1.1. Pelayanan Keluarga Berencana
Pelayanan kesehatan merupakan sebuah konsep yang digunakan dalam
memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Menurut Azwar (2003),
pelayanan kesehatan (health service) merupakan salah satu komponen penentu
derajat kesehatan masyarakat, disamping faktor lingkungan, perilaku dan
keturunan. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara
sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok, ataupun masyarakat.
Pelayanan kesehatan adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang
tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahatan), dan promotif

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

13

(peningkatan kesehatan) dengan sasaran masyarakat. Jenis pelayanan kesehatan
dapat dibedakan atas dua, yaitu :
(1) Pelayanan

kedokteran

(medical

services),

ditandai

dengan

cara

pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara
bersama-sama

dalam

satu

organisasi.

Tujuan

utamanya

untuk

menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasaran
utamanya untuk perseorangan atau keluarga.
(2) Pelayanan kesehatan masyarakat (publik health services), ditandai dengan
cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu
organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan
masyarakat.
Pelayanan KB adalah bagian dari implementasi pendekatan siklus hidup
dan prinsip continuum of care dalam upaya peningkatan derajat Kesehatan Ibu
dan Anak (KIA). Peningkatan akses dan kualitas pelayanan dimulai sejak remaja,
wanita usia subur hingga masa pra-hamil, kehamilan, persalinan dan nifas, bayi,
dan Balita. Pelayanan KB merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan promotif
dan preventif perorangan. Implementasi pendekatan life cycle dan prinsip
continuum of care dalam Pelayanan KB terlihat dari jenis pelayanan dan sasaran
yang dituju. (RAN Pelayanan KB, 2013).

2.1.2. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Program Keluarga Berencana
Pelayanan publik harus diberikan berdasarkan standar tertentu. Standar
adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam
melakukan kegiatan. Dengan demikian, standar pelayanan publik adalah suatu
tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan
acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari
penyelenggara pelayanan kepada masyarakat untuk memberikan pelayanan yang
berkualita (Daryanto dan Ismanto, 2014).
Daryanto dan Ismanto (2014) menambahkan bahwa Standar Pelayanan
Minimal (SPM) adalah suatu nilai acuan terendah yang harus dilampaui dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat agar pelayanan tersebut memenuhi

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

14

persyaratan dan kepuasan/kelayakan yang diinginkan atau agar fungsi pelayanan
dapat berlangsung sebagaimana mestinya. SPM dijadikan sebagai alat untuk
mengukur kinerja penyelenggara kewenangan wajib daerah yang berkaitan
dengan pelayanan.
SPM Program KB di kabupaten/kota telah ditetapkan oleh Kepala
BKKBN pada tanggal 29 Januari 2010. Maksud dan tujuan SPM ini ditetapkan
adalah untuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan program KB di
kabupaten dan kota, dapat dijadikan arah dan alat ukur pemerintah daerah dalam
menyelenggarakan program KB di wilayahnya.SPM adalah tolok ukur kinerja
pelayanan KB yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang
meliputi jenis pelayanan dasar beserta indikator target kinerja.
Untuk Kabupaten Padang Lawas Utara, SPM KB dikeluarkan berdasarkan
Peraturan Bupati Padang Lawas Utara No. 16 Tahun 2012. Dimana, SPM tersebut
dibuat sebagai acuan

target pencapaian akseptor (pengguna KB). Adapun

indikator yang terdapat dalam SPM tersebut diantaranya adalah cakupan PUS
menjadi peserta KB aktif adalah sebesar 75%.

2.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan Publik
Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah dipengaruhi oleh
banyaknya faktor, baik faktor-faktor yang berasal dari dalam pihak pemerintah
selaku penyelenggara layanan, maupun faktor-faktor dari pihak masyarakat
sebagai penerima layanan. Menurut Thoha (2003), ada dua faktor penting yang
mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah, yaitu:
1. Faktor Individual, menunjuk pada sumber daya manusia yang ada dalam
organisasi. Semakin tinggi kemampuan sumber daya manusia dalam
organisasi tentu semakin besar kemungkinan organisasi yang bersangkutan
untuk menyelenggarakan pelayanan yang berkualitas.
2. Faktor Sistem yang digunakan untuk menunjuk pada mekanisme dan
prosedur pelayanan yang digunakan. Dalam hal ini pada umumnya semakin
rumit dan berbelit-belit prosedur mekanisme penyelenggaraan pelayanan
publik (publik service), justru semakin sulit mewujudkan pelayanan publik
yang berkualitas. Sebaliknya, semakin sederhana dan transparan mekanisme

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

15

prosedur yang digunakan, maka semakin besar kemungkinan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik.
Djaenuri (2002) menyatakan bahwa terdapat empat aspek penting yang
mempengaruhi kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah, yaitu:
1. Aspek organisasi;
2. Aspek personil;
3. Aspek keuangan; dan
4. Aspek sarana dan prasarana pelayanan.
Sedangkan Kristiadi (2004) mengemukakan 3 (tiga) faktor yang
mempengaruhi kualitas pelayanan publik, yaitu:
1. Faktor Organisasi;
2. Faktor Aparat, dan
3. Faktor Sistem Pelayanan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Istianto (2011), dimana kualitas
pelayanan dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Kepemimpinan;
2. Organisasi Pemerintahan Daerah;
3. Pelaksanaan Good Governance.
Dan berdasarkan berbagai pendapat diatas, maka peneliti akan mengkaji
lebih dalam tiga faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu :
1. Organisasi;
2. Sistem Pelayanan;
3. Pelaksanaan Good Governance.
2.2.1. Organisasi
Robbins (2001) mendefinisikan organisasi sebagai suatu kesatuan (entity)
sosial yang dikoordinasikan secara sadar dengan sebuah batasan yang relative
dapat diidentifikasi, bekerja atas dasar yang relative terus menerus untuk
mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, organisasi adalah suatu unit yang terdiri
dari orang atau kelompok orang yang berinteraksi satu sama lain. Pola interaksi
orang-orang yang berada dalam organisasi tidak timbul begitu saja, namun telah
dipikirkan terlebih dahulu. Dalam organisasi diperlukan suatu kebutuhan untuk
mengkoordinasikan pola interaksi manusia yang ada di dalamnya.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

16

Organisasi dibentuk untuk melayani manusia, dan bukan sebaliknya
manusia melayani organisasi. Dalam pelayanannya organisasi tidak terlepas dari
pelaksanaan manajemen karena manajemen merupakan suatu proses, yaitu
serangkaian tindakan, kegiatan atau operasi yang mengarah pada sasaran tertentu.
Prosesnya dilaksanakan lebih dari satu orang.
Secara umum, esensi organisasi apa saja akan sama, baik organisasi bisnis,
organisasi profesi, organisasi masyarakat, termasuk juga organisasi pemerintahan.
Akan tetapi yang membedakan dari aspek tujuan, organisasi pemerintahan sudah
barang tentu tujuannya adalah memnuhi kepentingan seluruh warga Negara tanpa
kecuali, sedangkan organisasi bisnis atau organisasi lainnya tujuannya hanya
memenuhi terhadap kepentingan para anggotanya atau para pelannganya, jadi
rung lingkupnya lebih sempit (Istianto, 2011).
Ada beberapa alasan mengapa manusia sebagai makhluk zoon politicon
(makhluk berkelompok) membentuk organisasi. Menurut Winardi (2006), ada dua
alasan untuk membentuk organisasi, yaitu :
1. Alasan sosial (social reason)
Organisasi seperti ini dibentuk untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk
pergaulan. Hal yang sama terlihat pada organisasi-organisasi yang
memiliki sasaran intelektual ekonom.
2. Alasan material
Melalui organisasi, manusia dapat melakukan tiga macam hal yang tidak
dapat dilakukannya sendiri : a) ia dapat memperbesar kemampuannya, b)
ia dapat menghemat waktu yang diperlakukan untuk mencapai suatu
sasaran, melalui bantuan sebuah organisasi, dan c) ia dapat menarik
manfaat dari pengetahuan generasi-generasi sebelum yang telah dihimpun.
Lubis dan Martani (2009) menggambarkan bahwa organisasi memiliki
sifat yang abstrak, sulit dilihat namun bisa dirasakan eksistensinya. Organisasi
merupakan suatu alat yang diciptakan manusia untuk mencapai atau mewujudkan
berbagai macam tujuan manusia dalam mempertahankan hidupnya. Atau secara
konkrit, organisasi adalah suatu kesatuan yang memungkinkan masyarakat untuk
mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai oleh individu secara perseorangan.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

17

Organisasi dapat dibedakan berdasarkan pendekatan analisisnya, yaitu
pendekatan structural dan pendekatan behavioral atau perilaku. Pendekatan
strukturan menyoroti organisasi sebagai wadah sehingga dapat dikatakan sebagai
tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan dengan penggambaran yang jelas
tentang hirarki kedudukan, jabatan, serta jaringan saluran wewenang dan
pertanggungjawaban. Pendekatan perilaku menyoroti organisasi sebagai sebuah
organisasi yang bersifat dinamis yang dapat juga dikatakan bahwa organisasi
merupakan proses kerjasama yang serasi antara orang-orang di dalam perwadahan
yang sistematis, formal, dan hierarkhial yang berfikir dan bertindak seirama demi
tercapainya tujuan secara efektif dan efisien (Istianto, 2011).
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, maka dapat disimpulkan
bahwa organisasi merupakan satu kesatuan sosial dari kelompok manusia, yang
saling berinteraksi menurut suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi
memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing, mempunyai tujuan tertentu dan
mempunyai batas-batas yang jelas sehingga dapat dipisahkan secara tegas dengan
lingkungannya.
Lubis dan Martani (2009) menyatakan bahwa dimensi organisasi terbagi
atas dua kelompok besar, yaitu :
1. Dimensi

struktural,

menggambarkan

karakteristik

internal

suatu

organisasi yang terdiri dari :
a) Formalisasi : menunjukkan tingkat penggunaan dokumen tertulis
dalam organisasi yang menggambarkan perilaku serta kegiatan
organisasi.
b) Spesialisasi : menunjukkan derajat pembagian pekerjaan dalam
organisasi.
c) Standarisasi : menggambarkan kesamaan dalam pelaksanaan kerja.
d) Sentralisasi : menunjukkan pembagian kekuasaan menurut
tingkatan (hierarki) dalam organisasi, antara lain ditunjukkan
dengan jenis dan jumlah keputusan yang boleh ditetapkan pada
setiap tingkatan.
e) Hierarki kekuasaan (otoritas) : menggambarkan pola pembagian
kekuasaan serta rentang kendali secara umum.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

18

f) Kompleksitas : menunjukkan banyaknya kegiatan (subsistem)
dalam organisasi.
g) Profesionalisme : menunjukkan tingkat pendidikan formal ataupun
tidak formal rata-rata yang dimiliki oleh angggota organisasi.
h) Konfigurasi : menunjukkan bentuk pembagian anggota organisasi
ke dalam bagian-bagian, bagik secara vertical maupun horizontal.
2. Dimensi kontekstual, menggambarkan karakteristik keseluruhan suatu
organisasi yang mencakup lingkungannya, dan terdiri dari beberapa
karakteristik, antara lain :
a) Ukuran organisasi : menunjukkan jumlah anggota (personil)
organisasi.
b) Teknologi organisasi : menunjukkan jenis dan tingkatan teknologi
dari sistem produksi suatu organisasi.
c) Lingkungan : menggambarkan keadaan semua elemen lingkungan
yang terdapat di luar batas-batas organisasi, terutama elemenelemen yang berpengaruh langsung terhadap organisasi.
2.2.2. Sistem Pelayanan
Sistem adalah suatu jaringan yang berhubungan satu sama lain menurut
skema atau pola yang bulat untuk menggerakkan suatu fungsi yang utama dalam
suatu usaha atau urusan. Publik berarti umum, masyarakat, negara, atau dengan
kata lain manusia atau masyarakat yang memiliki kebersamaan dalam pemikiran
berdasarkan peraturan-peraturan (Sinambela et al, 2011).
Sedangkan pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah,
pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat,
dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan
masyarakat. Dengan demikian, sistem pelayanan publik adalah suatu kesatuan
faktor yang dibutuhkan dalam terselenggaranya suatu pelayanan publik (Daryanto
dan Ismanto, 2014).
Menurut Istianto (2011), sistem pelayanan publik terdiri atas empat faktor,
yaitu :

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

19

1. Sistem, prosedur, dan metode
Dalam pelayanan publik perlu adanya sistem informasi, prosedur dan
metode yang mendukung kelancaran dalam memberikan pelayanan.
2. Personil
Terutama ditekankan pada perilaku aparatur; dalam pelayanan publik
aparatur pemerintah selaku personel pelayanan harus professional, disiplin
dan terbuka terhadap kritik dari pelanggan atau masyarakat.
3. Sarana dan prasarana.
Dalam pelayanan publik diperlukan peralatan dan ruang kerja serta
fasilitas pelayanan publik misalnya ruang tunggu, tempat parker yang
memadai.
4. Masyarakat sebagai pelanggan.
Dalam pelayanan publik masyarakat sebagai pelanggan sangatlah
heterogen baik tingkat pendidikan maupun perilakunya.
Penjelasan mengenai 4 (empat) faktor sistem kualitas itu makin
menegaskan pengertian bahwa konsep kualitas itu merupakan sebuah sebuah
sistem yang terdiri dari dan ditentukan oleh banyak elemen atau unsur, seperti
partisipasi aktif semua pihak, adanya filosofi kualitas, orientasi kepada pelanggan,
tindakan pencegahan dan lain-lain, yang kesemuanya apabila dilakukan dengan
baik akan menuju pada suatu bentuk kualitas atau sistem kualitas modern.
Konsepsi kualitas sebagai sebuah sistem ini sekaligus menegaskan bahwa masalah
kualitas dalam penyelenggaraan pelayanan umum kepada masyarakat ditentukan
oleh banyak faktor yang satu sama lain saling berhubungan, sehingga upaya untuk
meningkatkan kualitas juga membutuhkan perbaikan pada berbagai faktor tersebut
secara simultan.

2.2.3. Pelaksanaan Good Governance
Dalam penyelenggaraan pemerintahan yang notabene menyangkut
kepentingan masyarakat, maka akan terkait dengan aspek lingkungan baik
lingkungan internal maupun eksternal. Adanya perubahan lingkungan strategi
maka akan berpengaruh terhadap penyelenggaraan pemerintahan, hanya sejauh

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

20

mana tingkat adaptasi atau penyesuaian terhadap perubahan tersebut direspon oleh
pemerintah.
Perubahan kerangka dan sistem tersebut yang disebut paradigma juga
menjadi parameter bagi penyelenggara pemerintahan. Pandangan yang selama ini
terhadap

pelaksanaan

pemerintahan

yang

baik

(good

goverment)

atau

pemerintahan yang bersih dan berwibawa dewasa ini sudah mulai bergeser ke arah
“good governance” yang diantara keduanya memiliki perbedaan yang sangat
prinsip sebagaimana dijelaskan pada tabel di bawah ini (Wasistiono, 2002) :
Tabel 2.1. Perbedaan Goverment dan Governance
Unsur
No
Goverment
Perbandingan
1 Pengertian
Dapat berarti
badan/lembaga atau fungsi
yang dijalankan oleh suatu
organ tertinggi dalam
suatu negara
2 Sifat hubungan
Hirearkhi

3

Komponen yang
terlibat

4

Pemegang peranan
dominan

5

Efek yang
diharapkan
Hasil akhir yang
diharapkan

6

Governance
Dapat berarti cara
penggunaan atau
pelaksanaan

Keterakhis dalam arti ada
kesetaraan kedudukan dan
hanya fungsi
Sebagai subjek yang hanya Ada tiga komponen yang
ada satu yaitu institusi
terlibat, yaitu : sektor
pemerintahan
publik, sektor swasta dan
masyarakat
Sektor pemerintahan
Semua memegang peran
sesuai dengan fungsi
masing-masing
Kepatuhan warga negara
Pertisipasi warga negara
Pencapaian tujuan Negara
melalui kepatuhan warga
negara

Pencapaian tujuan negara
dan tujuan masyarakat
sebaga warga negara
maupun sebagai warga
masyarakat

Sumber : Wasistiono (2002).
Menurut Hamdi (2002), good governance bermakna tingkat efektivitas
organisasi yang tinggi dalam hubungan dengan formulasi kebijakan dan kebijakan
yang senyatanya dilaksanakan, khususnya dalam pelaksanaan kebijakan ekonomi
dan kontribusinya pada pertumbuhan, stabilitas dan kesejahteraan rakyat.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

21

Adapun pengertian good governance menurut UNDP (1997) adalah
proses penyelenggaraan kekuasaan negara dalam melaksanakan penyediaan publik
goods and service goods. Governance adalah pemerintah atau kepemerintahan,
sedangkan praktek terbaiknya disebut good governance (keperintahan yang baik).
Menurut Tamim (2003), terdapat enam hal yang menunjukkan bahwa
suatu pemerintahan memenuhi kriteria good governance, yaitu :
1. Competence,

bahwa

penyelenggaraan

pemerintahan

daerah

harus

dilakukan dengan mengedepankan profesionalitas dan kompetensi
birokrasi.
2. Transparancy, artinya setiap proses pengambilan kebijakan publik dan
pelaksanaan seluruh fungsi pemerintahan harus diimplementasikan dengan
mengacu pada prinsip keterbukaan.
3. Accountability,

artiya

bahwa

setiap

tugas

dan

tanggung

jawab

pemerintahan daerah harus diselenggarakan dengan cara yang terbaik
dengan

pemanfaatan

sumber

daya

efisien

demi

keberhasilan

penyelenggaraan pemerintahan di daerah, Karena setiap dan tindakan yang
diambil harus dapat dipertanggungjawabkan ke hadapan publik maupun
dari kacamata hukum.
4. Participation, artinya dengan adanya Otonomi Daerah, maka intensitas
kegiatan pada masing-masing daerah menjadi semakin besar.
5. Rule of law, dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah harus
didasarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang jelas.
6. Social Justice, artinya penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
implementasinya harus menjamin penerapan prinsip kesetaraan dan
keadilan bagi setiap anggota masyarakat.
Sehubungan dengan hal itu, Bappenas dan Biro Pusat Statistik (BPS) yang
disponsori oleh UNDP (1997) merumuskan 10 prinsip good governance yang
penting diperhatikan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di
Indonesia, yaitu :
1. Partisipasi, artinya mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak
dalam menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan,

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

22

yang menyangkut kepentingan masyarakat, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
2. Penegakan hukum, artinya mewujudkan adanya penegakan hukum yang
adil bagi semua pihak tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM, dan
memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
3. Transparansi, artinya menciptakan kepercayaan timbal balik antara
pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.
4. Kesetaraan, artinya memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota
masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya.
5. Daya tanggap, artinya meningkatkan kepekaan para penyelenggara
pemerintahan terhadap aspirasi masyarakat tanpa kecuali.
6. Wawasan ke depan, artinya membangun daerah berdasarkan visi dan
strategi yang jelas dan mengikutsertakan warga dalam seluruh proses
pembangunan, sehingga warga merasa memiliki dan ikut bertanggung
jawab terhadap kemajuan daerahnya.
7. Akuntabilitas, artinya meningkatkan akuntabilitas publik para pengambil
keputusan dalam segala bidang yang menyangkut kepentingan masyarakat
luas.
8. Pengawasan,

artinya

meningkatkan

upaya

pengawasan

terhadap

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengusahakan
keterlibatan swasta dan masyarakat luas.
9. Efisiensi dan efektif, artinya menjamin terselenggaranya pelayanan kepada
masyarakat dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara
optimal dan bertanggung jawab.
10. Profesionalisme,

artinya

meningkatkan

kemampuan

dan

moral

penyelenggara pemerintahan agar mampu memberi pelayanan yang
mudah, cepat, tepat dengan biaya yang terjangkau.
Prinsip yang mendasari tata kepemerintahan yang baik (good governance)
sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi yang lain. Menurut Robbins
(2001), terdapat tiga istilah yang menjadi sentral topik dalam terminologi good
governance, yaitu 1) Akuntabilitas, yang menyatakan sebagian besar efektivitas

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

23

pengaruh dari mereka yang diperintah terhadap orang yang memerintah; 2)
legitimasi, yang berkaitan dengan hak Negara untuk menjalankan kekuasaan
terhadap warga-warganya dan seberapa jauh kekuasaan ini dianggap sah untuk
diterapkan; 3) transparansi, yang didasarkan pada adanya mekanisme untuk
menjamin akses umum kepada pengambilan keputusan.
Krina (2003) menegaskan bahwa good governance dilandasi oleh empat
pilar, yaitu (1) accountability, (2) transparency, (3) predictability, dan (4)
participation. Sejalan dengan itu, Bappenas (dalam Krina, 2003) menegaskan
bahwa paling tidak ada tiga prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu
(1) akuntabilitas, (2) transparansi, dan (3) pratisipasi masyarakat.

2.3. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian
2.3.1. Hubungan Organisasi dengan Kualitas Pelayanan
Menurut Istianto (2011), jika efektifitas organisasi pemerintahan terwujud,
maka lebih mendorong terhadap peningkatan kapasitas penyelenggaraan
pemerintahan. Dengan demikian penyelenggaraan pemerintahan akan berjalan
dengan efisien dan efektif dan mampu meningkatkan pelayanan publik di berbagai
sektor sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Gaspersz (2001) menyatakan bahwa dalam pengendalian pelayanan
dibutuhkan prosedur organisasi yang runtut seperti penentuan ukuran, identifikasi,
pemeliharaan catatan untuk inspeksi dan peralatan uji, penilaian, penjaminan dan
perlindungan. Hal ini akan berpengaruh positif terhadap pencapaian kualitas
pelayanan. Akan tetapi, apabila organisasi tidak disusun dengan baik maka akan
dapat menghambat kualitas pelayanan publik yang baik.
2.3.2. Hubungan Organisasi dengan Sistem Pelayanan
Sistem pelayanan publik merupakan satu kesatuan faktor yang dibutuhkan
dalam terselenggaranya suatu pelayanan publik. Salah satunya adalah organisasi,
terutama ditekankan pada perilaku personil/aparatur. Dalam pelayanan publik,
aparatur pemerintah selaku personil organisasi harus professional, disiplin, dan
terbuka terhadap kritik dari pelanggan atau masyarakat (Istianto, 2011).

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

24

Gaspersz (2001) menjelaskan bahwa dalam meningkatkan kualitas
pelayanan, ada beberapa indikator dalam organisasi yang dapat mempengaruhi
sistem pelayanan publik, yaitu : 1) Tingkat pembagian tugas pokok dan fungsi; 2)
Kejelasan pelaksanaan tugas antar instansi; 3) Tingkat hubungan antara atasan
dan bawahan. Sehingga jika indikator-indikator organisasi tersebut dapat
dilakukan dengan baik, maka sistem pelayanan dalam organisasi tersebut juga
akan terlaksana dengan baik dan kualitas pelayanan pun akan tercapai.
2.3.3. Hubungan Organisasi dengan Pelaksanaan Good Governance
Menurut Tajuddin (2008), salah satu faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan good governance adalah organisasi dan manajemen, yang meliputi
fungsi manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating dan Controlling).
Agar pencapaian goodgovernance dapat terwujud maka diperlukan adanya
organisasi dan manajemen yang baik pula.
Selanjutnya

Istianto

(2011)

menambahkan,

untuk

menciptakan

pemerintahan yang dapat mengelola pemerintahan secara baik (good governance),
maka seorang Kepala Daerah perlu memperhatikan kesejahteraan pegawainya.
Hal ini dikarenakan suatu organisasi pemerintahan yang baik hanya akan
terbentuk jika dijalankan oleh orang-orang yang baik, dan jika organisasi
pemerintahan tersebut telah terbentuk dengan baik, maka pelaksanaan good
governance juga akan tercapai.
2.3.4. Hubungan Sistem Pelayanan dengan Kualitas Pelayanan
Menurut Daryanto dan Ismanto (2014), dengan sistem pelayanan yang
baik akan bermanfaat bagi upaya peningkatan kualitas pelayanan pemerintahan
kepada masyarakat sebagai pelanggan dan sebagai acuan untuk pengembangan
penyusunan standar pelayanan. Baik pelayan, pelanggan atau stakeholder dalam
kegiatan pelayanan, akan memiliki acuan mengapa, kapan, dengan siapa, dimana,
dan bagaimana pelayanan mesti dilakukan.
Peningkatan sistem pelayanan publik adalah peningkatan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, tuntutan pelayanan publik yang
cepat dan inovatif terus diupayakan sebagai salah satu program percepatan
reformasi (Istianto, 2011).

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

25

2.3.5. Hubungan Sistem Pelayanan dengan Pelaksanaan Good Governance
Selain faktor organisasi, faktor sistem pelayanan yang terdiri dari manusia
pelaksana (man) dan peralatan (tools) juga akan sangat mempengaruhi proses
pelaksanaan good governance. Jika sistem pelayanan dapat terlaksana dengan baik
maka pelaksanaan good governance pun akan dapat diwujudkan dengan baik pula
(Tajuddin, 2008).
Dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance),
pemerintah harus mampu menciptakan sistem pelayanan publik yang lebih relevan
dengan masyarakat. Hal ini sangat penting untuk diimplementasikan demi
terciptanya good governance dan clean governance (Santosa, 2008).

2.3.6. Hubungan Pelaksanaan Good Governance dengan Kualitas Pelayanan
Penyelenggaraan good governance ditujukan kepada terciptanya fungsi
pelayanan publik. Pentingnya kualitas pelayanan dapat dipengaruhi oleh good
governance. Good governance sendiri memiliki peran penting dalam kemajuan
pelayanan di pemerintahan (Istianto, 2011).
Dwiyanto (2002) mengemukakan, indikator keberhasilan pelaksanaan
good governance dapat dilihat dari kualitas pelayanan publik, partisipasi
masyarakat, dan kebijakan pemerintah yang ditunjang dengan kualitas dan
kapabilitas publiknya.

2.4. Penelitian Terdahulu
Setyawan (2002) melakukan penelitian pada Kantor Bersama Samsat
Semarang. Penelitian tersebut mengkaji struktur hubungan dan pengaruh antara
dimensi-dimensi pelayanan seperti Reability, Assurance, Tangible, Emphaty, dan
Responsiveness terhadap kualitas jasa pelayanan publik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dimensi-dimensi pelayanan tersebut berhubungan positif
atau terdapat pengaruh yang signifikan terhadap kualitas jasa pelayanan publik.
Selanjutnya Sudana (2003) melakukan penelitian pada Perusahaan Daerah
Air Minum (PDAM) di Kabupaten Karangasem-Bali dengan menggunakan
variabel Kapabilitas Kerja Pegawai, Prosedur Kerja, dan Budaya Kerja sebagai
variabel yang mempengaruhi kualitas pelayanan publik. Adapun hasil yang

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

26

diperoleh menunjukkan adanya hubungan pengaruh yang signifikan antara
kapabilitas kerja pegawai, prosedur kerja, dan budaya kerja terhadap kualitas
pelayanan publik pada PDAM Kabupaten Karangasem-Bali.
Situmorang (2011) melakukan penelitian pada Kantor Pelayanan Perijinan
Terpadu Kabupaten Tapanuli Utara dengan menggunakan tiga dimesi kualitas
pelayanan publik, yaitu Struktur Organisasi, Kemampuan Aparatur, dan Sistem
Pelayanan. Dan hasil penelitian menunjukkan dimensi struktur organisasi,
kemampuan aparatur, dan sistem pelayanan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kualitas pelayanan.
Istianto (2011) juga melakukan studi kasus pelayanan publik bidang
transportasi perkotaan di DKI Jakarta dengan menggunakan tiga buah variabel
yaitu kepemimpinan, kapasitas organisasi, dan good governance. Hasil
menunjukkan bahwa ketiga variabel tersebut memberikan pengaruh yang positif
dan signifikan terhadap pelayanan publik bidang transportasi perkotaan di DKI
Jakarta.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara