Optimasi komposisi etanol dan air dalam proses maserasi herba pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) dengan aplikasi simplex lattice design - USD Repository

  

OPTIMASI KOMPOSISI ETANOL DAN AIR DALAM PROSES

MASERASI HERBA PEGAGAN (Centella asiatica [L.] Urban) DENGAN

APLIKASI SIMPLEX LATTICE DESIGN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

  

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Laurensia Utami Susanti

  

NIM : 068114050

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

OPTIMASI KOMPOSISI ETANOL DAN AIR DALAM PROSES

MASERASI HERBA PEGAGAN (Centella asiatica [L.] Urban) DENGAN

APLIKASI SIMPLEX LATTICE DESIGN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

  

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Laurensia Utami Susanti

  

NIM : 068114050

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

God has already planned everything

beautifully, so that everyone of us can

succeed…but it only applies to those who

try..

  Kupersembahkan untuk Bapak Ibu

  Mas Wawan Mas Indra aLmaMaterku

  

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas rahmat serta berkatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

  

“Optimasi Komposisi Etanol dan Air dalam Proses Maserasi Herba Pegagan

(Centella asiatica [L.] Urban) dengan Aplikasi Simplex Lattice Designdengan

baik.

  Penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan baik karena adanya bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

kasih kepada:

  

1. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

  

2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan, dukungan, waktu, kritik, dan saran selama proses penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

  

3. Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt., yang telah memberikan bimbingan

dan dukungan selama proses penelitian dan penyusunan skripsi.

  

4. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan

dan saran yang membangun bagi penulis.

  

5. Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Sarwanto, Mas Andri, Mas Bimo, Pak Parlan,

Mas Kunto, Mas Agung, dan Mas Otok atas bantuan yang diberikan pada penulis selama penelitian berlangsung.

  

6. Bapak dan Ibu tercinta yang selama ini penuh kasih sayang dan selalu

  

7. Mas-masku tersayang, Thomas Aquinas Maswan Susinto dan Severinus Indra

Wijaya, yang selalu memberikan kasih sayang, doa, motivasi, dan dukungan.

  

8. Ignatius Bagus Putra Widiyanto, yang selama ini selalu menemani,

membantu, memberikan kasih sayang dan dukungan.

  

9. Sahabat-sahabat mungilku, Yola, Dewi, dan Shinta yang telah bersama-sama

mewujudkan persahabatan yang indah.

  

10. Teman-teman sekelompok yang telah berbagi suka dan duka, Nika, Pita, dan

Rudi untuk kebersamaan yang penuh perjuangan dari awal hingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

  

11. Semua teman-teman FST A 2006, Yola, Shinta, Nika, Boim, Robby, Pita,

Rudi, Dani, Adit, dan Aya, yang telah melalui hari-hari penuh keceriaan, kebersamaan, dan kerjasama yang baik selama ini.

  

12. Semua teman-teman Farmasi angkatan 2006 yang untuk dukungan dan

kebersamaannya.

  

13. Anak-anak Kost Amakusa (Dewi, Herta, Metri, Dian, Yemi, Yohana, Ratih,

Lia, Reta, Titin, Anna, Meli, Berta, Citra, Mayke, dan Adel).

  

14. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

penulis menyelesaikan laporan akhir ini.

  Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Akhirnya penulis berharap

semoga skripsi ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi semua pihak

yang membutuhkan.

  Yogyakarta, 9 Maret 2010 Penulis

  

INTISARI

Pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) merupakan salah satu tumbuhan

yang banyak dieksplorasi untuk mengatasi berbagai penyakit. Pada penelitian ini

dilakukan optimasi komposisi etanol 96% dan air sebagai cairan penyari dalam

proses maserasi herba pegagan dengan aplikasi Simplex Lattice Design. Penelitian

ini bertujuan untuk menemukan komposisi optimum etanol 96% dan air untuk

mendapatkan ekstrak dengan kandungan asiatikosid terbesar. Asiatikosid

merupakan zat aktif saponin triterpen pentasiklis yang diketahui dapat

menunjukkan efek antiinflamasi.

  Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni menggunakan

Simplex Lattice Design (SLD). Penelitian diawali dengan determinasi simplisia,

pembuatan serbuk, dan penyarian secara maserasi. Maserasi dilakukan pada suhu

30°C, 40°C, dan 50°C. Analisis kualitatif maserat dengan KLT silika gel F dan

  254

fase gerak kloroform:metanol:air (65:25:4) serta deteksi bercak dengan pereaksi

Liebermann-Burchard. Penetapan kadar asiatikosid dilakukan dengan mengukur

luas area di bawah kurva (AUC) secara densitometri. Pengaruh suhu terhadap

efisiensi ekstraksi dianalisis menggunakan ANOVA dengan tingkat kepercayaan

95%. Data kadar yang diperoleh dibuat persamaan SLD untuk tiap-tiap suhu.

  

Validitas persamaan SLD diperoleh dengan menggunakan uji statistik F dengan

taraf kepercayaan 95%.

  Hasil menunjukkan bahwa suhu 30°C, 40°C, dan 50°C tidak berpengaruh

pada kadar asiatikosid yang tersari dan etanol 96% merupakan cairan penyari

optimum untuk mendapatkan kandungan asiatikosid terbesar dalam herba

pegagan.

  

Kata kunci : pegagan (Centella asiatica [L.] Urban), asiatikosid, maserasi,

Simplex Lattice Design , KLT-densitometri

  

ABSTRACT

Gotu Kola (Centella asiatica [L.] Urban) is one of the plants which is

extensively explored to cure many diseases. In this research, it is done the

optimization of 96% ethanol and water composition as solvents in the process of

maceration of Centella asiatica herb with the application of Simplex Lattice

Design . This research aims at discovering the optimum composition of 96%

etanol and water to obtain extract with the most asiaticoside compound.

  

Asiaticoside is an active substance of triterpenoid pentacyclic saponin compound

which can show an anti-inflamatory effect.

  This research is a pure experimental research using Simplex Lattice

Design (SLD). The research starts with plant determination, powderisation, and

maceration. Maceration is done in the temperature of 30°C, 40°C, and 50°C.

  

Qualitative analysis of macerat is done using TLC silica gel F and the mobile

254

phase of chloroform:methanol:water (65:25:4) and detection of the spot with

Liebermann-Burchard. The determination of asiaticoside concentration is done

with measuring the area under curve densitometrically. The temperature effect

upon the eficiency of extraction is analysed using ANOVA with confidence level

of 95%. The data of the obtained level is equated with SLD for the respective

temperature. The validity of SLD equation is obtained by using analysis of F

statistics with confidence level of 95%.

  The results show that the temperature of 30°C, 40°C, and 50°C do not

affect on the concentration of asiaticoside and the 96% ethanol is the optimum

solvent to obtain the most asiaticoside concentration in Centella asiatica herb.

  

Key words : Gotu Kola (Centella asiatica [L.] Urban), asiaticoside, maceration,

Simplex Lattice Design , TLC-densitometry

  

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN SAMPUL ............................................................................. i HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... v PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ....... vi

PRAKATA ................................................................................................ vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................... x

  INTISARI .................................................................................................. xi

ABSTRACT ................................................................................................ xii

DAFTAR ISI ............................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xviii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xix

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................

  1 A. Latar Belakang ...........................................................................

  1

1. Perumusan Masalah ................................................................

  3

2. Keaslian Penelitian .................................................................

  4

3. Manfaat Penelitian ..................................................................

  4 B. Tujuan Penelitian ........................................................................

  4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................

  5

  

1. Keterangan botani ..................................................................

  5

2. Nama daerah ..........................................................................

  6

3. Kandungan kimia ...................................................................

  7

4. Kegunaan ...............................................................................

  7 B. Asiatikosid ..................................................................................

  8 C. Penyarian ....................................................................................

  9 D. Maserasi ......................................................................................

  11 E. Pengeringan .................................................................................

  11 F. Simplex Lattice Design ................................................................

  12 G. Kromatografi Lapis Tipis ............................................................

  13 H. Densitometri ................................................................................

  16 I. Validasi Metode Analisis ............................................................

  19 J. Landasan Teori ...........................................................................

  20 K. Hipotesis .....................................................................................

  21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................

  22 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................

  22 B. Variabel dan Definisi Operasional ..............................................

  22

1. Klasifikasi Variabel ...............................................................

  22

2. Definisi Operasional ..............................................................

  22 C. Bahan Penelitian..........................................................................

  23 D. Alat Penelitian ............................................................................

  23 E. Tata Cara Penelitian ...................................................................

  24

  

2. Pembuatan serbuk simplisia herba pegagan .........................

  24

  

3. Pembuatan ekstrak herba pegagan secara maserasi dengan

variasi komposisi etanol dan air .............................................

  24

4. Analisis kualitatif asiatikosid.................................................

  25

5. Validasi metode analisis ........................................................

  25

  

6. Analisis kuantitatif asiatikosid dalam ekstrak herba pegagan

  27

7. Analisis hasil..........................................................................

  27

8. Uji kualitas ekstrak herba pegagan ........................................

  28 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................

  30 A. Determinasi Simplisia .................................................................

  30 B. Pembuatan Serbuk Simplisia Herba Pegagan .............................

  30 C. Pembuatan Ekstrak Herba Pegagan Secara Maserasi dengan

Variasi Komposisi Etanol dan Air...............................................

  31 D. Analisis Kualitatif Asiatikosid ....................................................

  33 E. Validasi Metode Analisis Penetapan Kadar Asiatikosid dengan

KLT Densitometri .......................................................................

  35

1. Penetapan Linearitas ..............................................................

  36

2. Penetapan Presisi ...................................................................

  37 F. Analisis Kuantitatif Kadar Asiatikosid dalam Ekstrak Herba

Pegagan secara KLT Densitometri in situ ....................................

  38 G. Analisis Hasil ..............................................................................

  39 H. Penetapan Susut Pengeringan dan Kadar Abu ............................

  43

  A. Kesimpulan .................................................................................

  46 B. Saran ...........................................................................................

  46 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

  47 LAMPIRAN ..............................................................................................

  50

  

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel I. Perbandingan komposisi etanol dan air yang digunakan pada proses maserasi ............................................................................

  24 Tabel II. Harga Rf baku asiatikosid dan sampel ekstrak dengan deteksi Liebermann-Burchard .................................................................

  35 Tabel III. Hasil scanning λ maksimum bercak asiatikosid ......................... 36 Tabel IV. Hasil pengukuran seri kurva baku...............................................

  36 Tabel V. Data presisi asiatikosid................................................................

  38 Tabel VI. Kadar asiatikosid (µg/1 µg ekstrak) untuk masing-masing percobaan ....................................................................................

  39 Tabel VII. Hasil analisis dengan ANOVA....................................................

  40 Tabel VIII.Persamaan SLD...........................................................................

  41 Tabel IX. Perhitungan validitas persamaan SLD ........................................

  41 Tabel X. Susut pengeringan .......................................................................

  44 Tabel XI. Kadar abu ....................................................................................

  44

  DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Centella asiatica (L.) Urban ....................................................

  6 Gambar 2. Struktur asiatikosid ..................................................................

  8 Gambar 3. Kromatogram baku asiatikosid dan ekstrak herba pegagan hasil maserasi dengan suhu 30°C deteksi Liebermann- Burchard...................................................................................

  34 Gambar 4. Kurva baku hubungan antara massa asiatikosid dengan AUC dengan persamaan y = 5612,2737 x – 275,3915......................

  37 Gambar 5. Respon proporsi etanol vs kadar asiatikosid hasil maserasi

pada suhu 30°C dengan persamaan Y = 0,2534 (X

1 ) +

  0,0075 (X 2 ) – 0,15 (X 1 )(X 2 ) ....................................................

  42 Gambar 6. Respon proporsi etanol vs kadar asiatikosid hasil maserasi

pada suhu 50°C dengan persamaan Y = 0,1617 (X

1 ) +

  0,0104 (X 2 ) + 0,0408 (X 1 )(X 2 ) ................................................

  42

  DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Surat Keterangan Simplisia...................................................

  51 Lampiran 2. Gambar kromatogram hasil scanning λ maksimum ............. 52 Lampiran 3. Data penetapan linearitas baku asiatikosid ...........................

  53 Lampiran 4. Data penimbangan penetapan presisi asiatikosid..................

  54 Lampiran 5. Data presisi asiatikosid..........................................................

  55 Lampiran 6. Gambar kromatogram asiatikosid pada penetapan kadar asiatikosid herba gegagan .....................................................

  56 Lampiran 7. Hasil pengukuran kadar asiatikosid herba gegagan dengan proses maserasi pada suhu 30°C ...........................................

  57 Lampiran 8. Hasil pengukuran kadar asiatikosid herba gegagan dengan proses maserasi pada suhu 40°C ...........................................

  60 Lampiran 9. Hasil pengukuran kadar asiatikosid herba gegagan dengan proses maserasi pada suhu 50°C ...........................................

  63 Lampiran 10. Data kadar asiatikosid (µg/1 µg ekstrak) dengan proses maserasi pada suhu 30°C .....................................................

  66 Lampiran 11. Data kadar asiatikosid (µg/1 µg ekstrak) dengan proses maserasi pada suhu 40°C ......................................................

  67 Lampiran 12. Data kadar asiatikosid (µg/1 µg ekstrak) dengan proses maserasi pada suhu 50°C ......................................................

  68 Lampiran 13. One-way analysis of variance (Anova).................................

  69

  Lampiran 15. Penentuan validitas persamaan Simplex Lattice Design .......

  76 Lampiran 16. Penetapan susut pengeringan ekstrak herba pegagan ...........

  81 Lampiran 17. Penetapan kadar abu ekstrak pegagan...................................

  82 Lampiran 18. Foto serbuk dan ekstrak ........................................................

  84 Lampiran 19. Foto alat.................................................................................

  85

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan dengan bahan alam kembali menjadi pilihan yang berkembang

  

di masyarakat, baik di Indonesia maupun di kawasan Asia lainnya. Bahan–bahan

alam telah digunakan secara turun–temurun dan dipercaya memiliki efek samping

yang relatif lebih ringan dibandingkan dengan obat sintetik. Beragam bahan alam

tersebut saat ini juga gencar diteliti dan dieksplorasi demi peningkatan kesehatan

masyarakat. Pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) yang dikenal dengan rumput

kaki kuda, banyak digunakan dalam produk jamu. Penelitian yang dilakukan

Somchit (2004) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak herba pegagan secara

intraperitonial mengurangi PGE

  2 yang menginduksi edema pada cakar tikus. Efek

antiinflamasi ekstrak dengan konsentrasi 4 mg / kg sama dengan efek yang

ditimbulkan asam mefenamat. Aktivitas antiinflamasi berbagai herba

berhubungan erat dengan kandungan triterpen yang tinggi.

  Tentunya perlu dikaji lebih lanjut mengenai bagian atau kandungan utama

dari herba pegagan yang bertanggung jawab terhadap efek antiinflamasi yang

ditunjukkan. Menurut Bruneton (1999), salah satu kandungan dalam herba

pegagan adalah asiatikosid. Asiatikosid yang merupakan zat aktif saponin

triterpen pentasiklis ini diketahui dapat menghambat proses inflamasi yang dapat

menyebabkan hipertropi pada bekas luka dan juga dapat meningkatkan Untuk memudahkan penggunaannya, maka herba pegagan ini dibuat dalam bentuk ekstrak. Pembuatan ekstrak antara lain dapat dilakukan secara infudasi, maserasi, perkolasi, dan penyarian berkesinambungan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Dilihat dari segi teknologi farmasinya, maserasi merupakan pilihan metode yang tepat, karena proses operasional metode ini mudah dilakukan dan menghasilkan ekstrak secara maksimal.

  Dalam proses penyarian ditetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, air-etanol, atau eter (Anonim, 1986). Langkah yang dapat dilakukan guna meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran penyari antara etanol dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang akan disari. Dari pustaka dapat ditelusuri kandungannya baik zat aktif maupun zat lainnya sehingga dapat dilakukan beberapa percobaan untuk mencari perbandingan pelarut yang tepat (Anonim,1986).

  Berdasarkan penelitian Pramono (2004), etanol merupakan pelarut yang banyak menyari asiatikosid dari herba pegagan melalui cara maserasi, jika dibandingkan dengan air. Baik herba pegagan yang diekstrak dengan air maupun dengan etanol juga telah menunjukkan adanya efek antiinflamasi (Somchit, 2004).

  Maka dalam penelitian ini dilakukan optimasi komposisi etanol dan air sebagai cairan penyari pada herba pegagan dengan aplikasi Simplex Lattice Design. Melalui metode ini dapat dikurangi trial and error dalam percobaan jika dibandingkan dengan meneliti efek faktor secara terpisah (Bolton, 1997). Proses maserasi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan suhu 30°C, suhu 40

  C, dan suhu 50 C untuk mengetahui apakah suhu dapat meningkatkan efisiensi ekstraksi.

  Komposisi pelarut yang optimal dapat ditetapkan melalui kadar asiatikosid yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Kadar asiatikosid ini ditentukan dengan metode KLT densitometri. Pemilihan fase diam dan fase gerak yang sesuai tentunya dapat menghasilkan bercak asiatikosid yang terpisah dari kandungan lain dalam ekstrak, sehingga besarnya kadar asiatikosid tersebut dapat ditentukan secara kuantitatif dengan metode densitometri yang sebelumnya telah diuji validitasnya.

  Diharapkan dengan ditemukannya komposisi optimum cairan penyari untuk mendapatkan ekstrak dengan kandungan asiatikosid terbesar, dihasilkan juga ekstrak herba pegagan yang lebih berkualitas.

1. Perumusan Masalah

  Dari latar belakang di atas, masalah yang muncul dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Apakah suhu pada proses maserasi (30°C, 40°C, dan 50°C) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar asiatikosid yang tersari? b. Berapakah komposisi optimum etanol dan air untuk mendapatkan ekstrak dengan kandungan asiatikosid terbesar dengan Simplex Lattice Design?

  2. Keaslian Penelitian

  Sejauh penelusuran pustaka oleh penulis, penelitian tentang optimasi komposisi cairan penyari etanol dan air pada proses maserasi herba pegagan dengan aplikasi Simplex Lattice Design belum pernah dilakukan oleh peneliti lain.

  3. Manfaat Penelitian

  a. Manfaat Teoritis

  Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang kefarmasian sains teknologi mengenai optimasi komposisi penyari pada proses maserasi herba pegagan dengan aplikasi Simplex

  Lattice Design .

  b. Manfaat Praktis

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi mengenai komposisi cairan penyari optimal dalam proses maserasi herba pegagan untuk mendapatkan ekstrak dengan kadar asiatikosid terbesar.

B. Tujuan Penelitian

  1. Mengetahui pengaruh suhu (30°C, 40°C, dan 50°C) pada proses maserasi terhadap kadar asiatikosid yang tersari.

  2. Menemukan komposisi optimum etanol dan air untuk mendapatkan ekstrak dengan kandungan asiatikosid terbesar dengan Simplex Lattice Design.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pegagan

1. Keterangan botani

  Pegagan (Centella asiatica [L.] Urban) merupakan anggota dari famili Apiaceae. Tanaman ini merupakan terna atau herba tahunan, tanpa batang tetapi dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang melata, panjang 10 cm sampai 80 cm. Daun tunggal, tersusun dalam roset yang terdiri dari 2 sampai 10 daun, kadang-kadang agak berambut; tangkai daun panjang sampai 5 cm, helai daun berbentuk ginjal, lebar, dan bundar dengan garis tengah 1 cm sampai 7 cm, pinggir daun beringgit sampai beringgit-bergerigi, terutama ke arah pangkal daun.

  Perbungaan berupa payung tunggal atau 3 sampai 5 bersama-sama keluar dari ketiak daun kelopak, gagang perbungaan 5 mm sampai 50 mm, lebih pendek dari tangkai daun. Bunga umumnya 3, yang di tengah duduk, yang di samping bergagang pendek; daun pelindung 2, panjang 3 mm sampai 4 mm, bentuk bundar telur; tajuk berwarna merah lembayung, panjang 1 mm sampai 1,5 mm, lebar sampai 0,75 mm. Buah pipih, lebar lebih kurang 7 mm dan tinggi lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning kecoklatan, berdinding agak tebal (Anonim, 1977).

  6 Gambar 1. Centella asiatica (L.) Urban (Anonim, 2009a)

2. Nama daerah

  Sumatra : Pegaga (Aceh), daun kaki kuda, daun penggaga, penggaga, rumput kaki kuda, pegagan, kaki kuda (Melayu), pegago, pugago (Minangkabau). Jawa : cowet gompeng, antanan, antanan bener, antanan gede (Sunda), gagan-gagan, ganggangan, kerok batok, panegowang, panigowang, rendeng, calingan rambat, pacul gowang (Jawa), gan gagan (Madura). Nusa Tenggara : Bebele (Sasak), paiduh, panggaga (Bali), kelai lere (Sawo).

  Maluku : Sarowati (Halmahera), koloditi manora (Ternate). Sulawesi : pagaga, wisu-wisu (Makasar), cipubalawo (Bugis), hisu-hisu (Salayar). Irian : dogauke, gogauke, sandanan (Anonim, 1977).

  Tidak hanya di Indonesia saja, pegagan juga dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat India, Malaysia, China, dan kawasan Asia lainnya. Pegagan yang termasuk dalam famili Umbelliferae ini juga dikenal sebagai ‘pegagan’ di Malaysia, ‘Luei Gong Gen’ atau ‘Tung Chain’ di China, dan ‘Vallarai’ di Tamil Nadu (India) (Somchit, 2004).

  7

  3. Kandungan kimia Kandungan utama dalam herba pegagan adalah triterpen asam asiatat dan asam madekasat, serta glikosida turunan triterpen ester yaitu asiatikosida dan madekasosida (Anonim, 1999).

  Herba pegagan mengandung minyak atsiri dalam jumlah sedikit, sterol, glikosida flavonol, polialkena, saponin (asiatikosid 0,3%, madekasosid 1,5- 2%) (Bruneton, 1999).

  4. Kegunaan Pengobatan Ayurvedik menggunakan herba pegagan secara efektif dalam penanganan inflamasi, anemia, asma, kelainan darah, bronkitis, demam, melancarkan pengeluaran urin, dan splenomegali. Herba ini biasanya dimakan sebagai sayuran, khususnya oleh komunitas Malaysia. Pegagan juga dipercaya mempunyai efek untuk meningkatkan daya ingat, digunakan dalam treatment kelelahan mental, anxiety, dan eksim. Ekstrak air dari herba pegagan memiliki

aktivitas antioksidan, cognitive-enhancing, dan antiepilepsi (Somchit, 2004).

  8 B. Asiatikosid Gambar 2. Struktur asiatikosid (Anonim, 2009a)

  Asiatikosid merupakan senyawa glikosida triterpenoid yang berasal

dari tanaman pegagan. Glikosida adalah senyawa yang bila terhidrolisis

menghasilkan molekul gula (glikon) dan senyawa bukan gula (a-glikon).

Terpen merupakan senyawa hidrokarbon jenuh atau tak jenuh dengan jumlah

atom C merupakan kelipatan lima. Selanjutnya senyawa terpen digolongkan

atas dasar jumlah atom C penyusunnya. Istilah terpen diganti dengan

terpenoid mengingat senyawa hidrokarbon tersebut mempunyai gugus

fungsional yang mengandung atom O. Triterpenoid merupakan terpenoid

dengan jumlah atom C sebanyak 30 (Mursyidi, 1990).

  Asiatikosid dilaporkan memiliki efek yang positif untuk mengobati

penyakit lepra, sebagai antiinflamasi, antimikrobial, dan antioksidan.

  

Inflamasi merupakan respon jaringan protektif terhadap cedera atau kerusakan

  9

menyebabkan cedera maupun jaringan yang cedera (Anonim, 1998). Total

triterpenoid yang mengandung asiatikosid, asam asiatik, madekosid, dan asam

madekasat secara signifikan dapat memproduksi kolagen dan memperbaiki

masalah kulit (Kormin, 2005).

  Asiatikosid memiliki kelarutan yang baik dalam alkohol dan sedikit

larut dalam air. Asiatikosid memiliki titik lebur 235°C - 238°C. Asiatikosid ini

relatif stabil dalam penyimpanan yang sesuai, yaitu dijauhkan dari pengaruh

sinar matahari langsung (Anonim, 2009c).

C. Penyarian

  Penyarian adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari bahan

yang tidak dapat larut dengan pelarut cair, proses ini menghasilkan ekstrak.

  

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari

simplisia atau nabati menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya

matahari secara langsung (Anonim, 1979). Simplisia yang disari mengandung

zat aktif yang dapat larut dan zat yang tidak dapat larut seperti serat,

karbohidrat, protein, dan lain-lain (Anonim, 1986). Proses penyarian dapat

dibagi menjadi beberapa tahap yaitu : pembuatan serbuk, pembasahan,

penyarian dan pemekatan (Anonim, 1986).

  Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila permukaan serbuk

simplisia yang bersentuhan dengan cairan penyari makin luas. Tetapi dalam

pelaksanaannya tidak selalu demikian, karena penyarian masih tergantung

  10 Dalam proses penyarian ditetapkan bahwa sebagai cairan penyari

adalah air, etanol, air-etanol, atau eter. Langkah yang dapat dilakukan guna

meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran penyari antara etanol

dan air. Perbandingan jumlah etanol dan air tergantung pada bahan yang akan

disari. Dari pustaka dapat ditelusuri kandungannya baik zat aktif maupun zat

lainnya sehingga dapat dilakukan beberapa percobaan untuk mencari

perbandingan pelarut yang tepat (Anonim,1986).

  Penyarian dipengaruhi oleh :

a. Derajat kehalusan serbuk

  b. Perbedaan konsentrasi yang terdapat mulai dari pusat serbuk simplisia sampai ke permukaannya, maupun pada perbedaan konsentrasi yang terdapat pada lapisan batas, sehingga suatu titik akan dicapai, oleh zat-zat yang tersari jika ada daya dorong yang cukup untuk melanjutkan perpindahan massa (Anonim,1986). Beberapa metode penyarian antara lain : maserasi, perkolasi, dan

sokhletasi (Anonim, 1986). Jenis ekstraksi mana dan bahan ekstraksi mana

  

(cairan ekstraksi, menstruum) yang digunakan, terutama tergantung dari

kelarutan bahan kandungan serta stabilitasnya. Oleh karena banyak kandungan

tumbuhan larut alkohol, maka air atau etanol lebih disukai penggunaannya

sebagai cairan pengekstraksi.

  11

D. Maserasi

  Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

  

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel

yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut. Karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan yang di luar sel, maka

larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga

terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar dan di dalam sel.

  Maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung zat

aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin,

stirak, dan bahan sejenis yang mudah mengembang. Keuntungan cara

penyarian dengan maserasi adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan

sederhana dan mudah diusahakan. Namun cara maserasi juga memiliki

kekurangan yaitu pengerjaannya lama. Penyarian dengan cara maserasi perlu

dilakukan pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk meratakan konsentrasi

di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut tetap

terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam dengan di

luar sel (Anonim, 1986).

E. Pengeringan

  Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu merupakan

media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim tertentu dalam sel

  12

selama bahan simplisia tersebut masih mengandung air tertentu (Anonim,

1985).

  Dari hasil penelitian diketahui bahwa reaksi enzimatis tidak

berlangsung bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%, dengan demikian

proses pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel.

Penghentian reaksi peruraian enzimatik akan mencegah penurunan mutu atau

perusakan simplisia, sehingga simplisia tersebut dapat disimpan dalam waktu

yang lama (Anonim, 1985).

  Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses pengeringan adalah suhu

pengeringan, kelembaban udara, waktu pengeringan, dan luas permukaan

bahan. Suhu pengeringan tergantung dari bahan simplisia dan cara

pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30°-90

  C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60 C (Anonim, 1985).

F. Simplex Lattice Design

  Simplex Lattice Design merupakan salah satu metode yang dapat

digunakan untuk mendapatkan formula optimum dari suatu campuran. Dalam

desainnya, jumlah total bagian komposisi campuran dibuat tetap, yaitu sama

dengan satu (Bolton, 1997).

  

Dalam Simplex Lattice Design akan dihasilkan suatu persamaan :

Y=a(A)+b(B)+ab(A)(B)......................................................................(1) Keterangan :

  13 A = kadar proporsi komponen A B = kadar proporsi komponen B

a, b, ab = koefisien yang dihitung dari hasil percobaannya (Bolton, 1977).

  Persamaan Simplex Lattice Design di atas untuk 2 komponen bisa

diperoleh dengan 3 percobaan. Total konsentrasi A dan B harus 100%.

  

Percobaan I menggunakan 100% komponen A, percobaan II menggunakan

100% komponen B, serta percobaan III menggunakan 50% komponen A dan

50% komponen B (Bolton, 1997). Pada penggunaan etanol sebagai salah satu

komponen dalam percobaan, konsentrasi 100% komponen tersebut diperoleh

dari etanol 96%. Etanol 100% tidak terdapat di pasaran.

  Berdasarkan persamaan yang didapat maka dapat diprediksikan jumlah

zat yang terlarut pada campuran dengan komposisi tertentu, sehingga dapat

digambarkan profil antara campuran biner pelarut terhadap jumlah zat yang

terlarut. Berdasarkan profil tersebut, maka secara teoritis dapat diprediksi

bahwa campuran pelarut dengan beberapa bagian pelarut A dan beberapa

bagian pelarut B dapat menghasilkan jumlah zat terlarut secara optimal

(Bolton, 1997).

G. Kromatografi Lapis Tipis

  Kromatografi lapis tipis merupakan suatu metode pemisahan secara

fisikokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri dari bahan berbutir-butir (fase

diam) yang direkatkan pada penyangga yang berupa pelat gelas, logam, atau

  14

ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di

dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase

gerak), pemisahan terjadi secara kapilaritas. Selanjutnya senyawa yang tidak

berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).

  Fase gerak ialah medium angkut dan terdiri atas satu atau beberapa

pelarut. Pelarut bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori,

karena ada gaya kapiler. Fase gerak dapat berupa hampir segala macam

pelarut atau campuran pelarut. Pada kromatografi jerap, pelarut pengembang

dapat dikelompokkan ke dalam deret eluotropik berdasarkan sifat elusinya.

Misalnya, heksana nonpolar mempunyai efek elusi lemah, kloroform cukup

kuat, dan metanol yang polar efek elusinya kuat. Tetapan dielektrik memberi

informasi mengenai kepolaran suatu senyawa. Laju rambat tergantung pada

viskositas pelarut dan tentu juga pada struktur lapisan (misalnya butiran

penjerap) (Stahl, 1985).

  Silika gel merupakan fase diam yang paling banyak digunakan dalam

KLT. Material ini dapat langsung digunakan atau dicampur dengan pengikat

misalnya kalsium sulfat (CaSO 4 ) untuk membuat lapisan yang lebih kohesif.

Bila digunakan pengikat maka pada namanya diberi tanda G, misalnya silika

gel G, dan bila dicampur dengan indikator fluoresensi diberi tanda F, misalnya

silika gel GF (Stahl,1985).

  Sistem pelarut untuk KLT dapat dipilih dari pustaka, tapi lebih sering

kita mencoba-coba saja karena waktu yang diperlukan sebentar. Sistem yang

  15 memisahkan molekul yang mempunyai satu dan atau dua gugus fungsi.

Pelarut dapat diubah-ubah komposisinya dalam pencampurannya agar

diperoleh kepolaran yang tepat untuk pemisahan tertentu, biasanya dengan

menggunakan deret eluotropi sebagai pedoman. Tiga faktor yang harus kita

ingat ketika mencampur pelarut untuk membuat pengembang campuran.

  

Faktor pertama ialah bahwa hanya pelarut yang mempunyai kepolaran yang

serupa yang dapat dicampur. Faktor kedua ialah bahwa kepolaran campuran

tidak merupakan fungsi linier dari susunan campuran tetapi merupakan fungsi

logaritma. Akhirnya, harus diingat bahwa kita dapat memakai landaian antara

dua pelarut pada beberapa metode (Gritter, 1991).

  Penotolan dimulai 1,5 cm dari tepi pelat bagian bawah, jarak antara 2

totolan 1cm dan diameter totolan 2-5mm. Sampel ditotolkan pada pelat yang

sudah dilapisi dengan menggunakan mikropipet atau syringe dengan volume

penotolan 1-5µl (Gritter, 1991).

  Pengembangan merupakan proses pemisahan campuran cuplikan

akibat pelarut pengembang merambat naik dalam lapisan. Jarak

pengembangan normal yaitu jarak antara mulai penotolan dan hingga batas

perambatan adalah 10 cm. Di samping larutan cuplikan selalu ada larutan

pembanding yang dikromatografi pada saat bersamaan. Campuran ini terdiri

dari 1-5 senyawa yang diketahui dengan konsentrasi yang diketahui pula

(Gritter, 1991).

  KLT merupakan metode fisikokimia, artinya pada saat pendeteksian

  16

dilakukan dengan cara fisika dan kimia. Cara fisika yaitu dengan melihat

senyawa berfluoresensi di bawah lampu UV atau melihat senyawa tidak

berfluoresensi dengan latar belakang berfluoresensi. Adapun cara kimia yaitu

dilakukan penyemprotan dengan substansi kimia yang akan memberikan noda

atau bercak baik yang terlihat pada cahaya tampak ataupun sebagai noda yang

tampak pada lampu ultraviolet (Hardjono, 1983).

  Deteksi paling sederhana adalah jika senyawa menunjukkan

penyerapan di daerah UV gelombang pendek (radiasi utama kira-kira 254 nm)

atau jika senyawa ini dapat dieksitasi ke fluoresensi radiasi UV gelombang

pendek dan atau gelombang panjang (365 nm). Jika dengan kedua cara ini

Dokumen yang terkait

Keragaman dan tanggap pertumbuhan serta produksi asiatikosida pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) pada ketinggian tempat dan naungan yang berbeda.

1 23 367

Formulasi tablet effervescent ekstrak daun singkong (Manihot utillissima Pohl.) dan ekstrak herba pegagan (Centella asiatica (L.) Urban).

0 0 12

Optimasi komposisi asam tartrat dan natrium bikarbonat dalam tablet effervescent ekstrak herba pegagan (centellae asiaticae herba) dan ekstrak daun singkong (manihotis folium) : aplikasi metode desain faktorial.

1 0 9

Tablet kunyah ekstrak etanol herba pegagan (Centella asiatica (L.), Urban) menurunkan kadar kreatinin tikus putih jantan (Rattus norvegicus L.) galur wistar yang diberi diet lemak tinggi - Repository Universitas Ahmad Dahlan

0 0 9

Optimasi komposisi polysorbate 80 dan gliserin emulsifying agent dalam lotion virgin coconut oil dengan aplikasi desain faktorial - USD Repository

0 0 106

Optimasi formula span 80 dan tween 80 dalam cold cream obat luka ekstrak daun binahong [Anredera cordifolia [Ten.] Steenis.] dengan metode simplex lattice design - USD Repository

0 0 111

Optimasi komposisi tween 80 dan span 80 sebagai emulsifying agent dalam emulgel anti-aging ekstrak teh hijau [Camelia sinensis [L]O.K] basis carbopol ® 940 dengan aplikasi simplex lattice design - USD Repository

0 0 152

Optimasi suhu dan volume etanol dalam proses maserasi daun stevia [Stevia Rebaudiana Bertonii M.] dengan aplikasi desain faktorial - USD Repository

1 1 96

Optimasi asam tartrat dan natrium bikarbonat dalam formula granul effervescent ekstrak herba pegagan (centellae asiaticae herba) dengan metode desain faktoral - USD Repository

0 1 106

Daya analgesik dari campuran ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa dengan komposisi 20% : 10% dan optimasi menggunakan metode simplex lattice design - USD Repository

0 1 123