UJI POTENSI ANTIBAKTERI FRAKSI KLOROFORM- ETANOL-ASAM ASETAT DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG KEMIRI [Aleurites moluccana (L.) Willd] TERHADAP Staphylococcus aureus
UJI POTENSI ANTIBAKTERI FRAKSI KLOROFORM- ETANOL-ASAM
ASETAT DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG KEMIRI
[Aleurites moluccana (L.) Willd] TERHADAP Staphylococcus aureus
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi Oleh:
M. Yohani Cahya Pratiwi NIM : 038114073
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
Buatlah dirimu menjadi berkah bagi seseor ang
Senyummu yang tulus dan tepukan di bahu
mungkin bisa menarik seseorang dari tepi jurang (Carmelia Elliot)
Ora n g la in m u n gkin a d a u n tu k m e m b a n tu kita ,
m e n o lo n g kita ,
m e m b im bin g kita , m e la n gka h d ija la n kita .
Ta p i p e la ja ra n ya n g d ip e la ja ri s e la lu m ilik kita
( Me lo d y Be a ttie )
“ Marilah kepadaKu semua yang letih, lesu dan berbeban berat,
Aku akan memberi kelegaan kepadamu”
(Matius 11:28)Kupersembahkan karya ini untuk : Tuhan Yesus dan Bunda Maria Bapak dan Ibuku tercinta Mbak-ku (Yosi) dan Adik-ku “Yogi” (Bogel) tersayang
☺
My dearest one ANTO ♥ ♥
INTISARI Kulit batang kemiri (Aleurites moluccana L. Willd) merupakan salah satu tanaman obat yang berkhasiat mengobati disentri, urus-urus, luka infeksi dan sembelit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui potensi antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak kloroform kulit batang kemiri terhadap
Staphylococcus aureus . Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah remaserasi kinetik menggunakan pelarut kloroform, kemudian dilanjutkan pemisahan dengan Kromatografi Kolom menggunakan fase gerak kloroform-etanol-asam asetat. Uji potensi menggunakan difusi sumuran untuk mendapatkan fraksi aktif. Uji potensi fraksi aktif ekstrak serbuk kulit batang kemiri terhadap S. aureus dilakukan dengan menggunakan metode bioautografi kontak. Uji identifikasi kualitatif fraksi aktif dilakukan dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Hasil penelitian menunjukkan fraksi [kloroform - etanol - asam asetat (90:5:5)] memiliki diameter zona hambat terbesar dan fraksi ini ditetapkan sebagai fraksi aktif. Pada uji KLT diperoleh dugaan kandungan senyawa aktifnya yaitu alkaloid indol. Pengujian potensi menggunakan metode bioautografi kontak tidak menunjukkan adanya potensi antibakteri dari alkaloid.
Kata kunci : kulit batang kemiri, ekstrak kloroform, fraksi kloroform-etanol-asam asetat, Kromatografi Kolom, bioautografi, Staphylococcus aureus, Kromatografi Lapis Tipis, alkaloid.
ABSTRACT
Candelnut (Alleurites moluccana L. Willd) bark is one of medicine plant used to diarrhea, purgative, infection wound, and constipation. The purpose of this research is know antibacterial potency of chloroform-ethanol-acetic acid fraction from chloroform extract of candelnut bark againts Staphylococcus aureus. This experiment was pure experimental research.
Extraction method that is used is kinetics remaseration with chloroform solvent. Then, it is cointinued by separation with Coloum Chromatography, and using a moving phase chloroform-ethanol-acetic acid. A potential test by using diffusion method to get active fraction. The active fraction potential test of candelnut bark powder extract againts S. aureus is done by using contact bioautography method. The qualitatif identification test of active fraction is done by using Thin Layer Chromatography (TLC) method.
The result shows that [chloroform – ethanol – acetic acid (90:5:5)] fractions have the biggest blocked zone diameter and this fraction determined as an active fraction. In TLC test, it is estimated that the active compound is indole alkaloida. Potential testing by using contact bioautography method does not show any antibacterial potency of alkaloid.
Keywords : candelnut bark, chloroform extract, chloroform – ethanol – acetic acid fraction, Coloum Chromatography, bioautography, Staphylococcus Thin Layer Chromatography, alkaloid.
aureus,
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
UJI POTENSI ANTIBAKTERI FRAKSI KLOROFORM- ETANOL-ASAM
ASETAT DARI EKSTRAK KLOROFORM KULIT BATANG KEMIRI
[Aleurites moluccana (L.) Willd] TERHADAP Staphylococcus aureus. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Program Studi Ilmu Farmasi Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini dapat berjalan dan diselesaikan dengan baik berkat bantuan, dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan motivasi.
3. Ibu Erna Tri Wulandari, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis.
4. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan masukan, kritik dan saran kepada penulis.
5. Bapak dan Ibuku tercinta, terima kasih atas segala doa dan dukungan, semangat dan kasih sayang yang tiada habisnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
6. Kakakku tersayang “Mba Yosi” dan adikku “Yogi” terima kasih atas segala doa, dorongan semangat dan dukungan yang selama ini telah diberikan.
7. Geraldus Yudhanto Sigit R. S. yang selalu memberikan semangat dan mengajariku untuk selalu mandiri dan pantang menyerah, serta atas semua kasih sayangnya sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini.
8. Sahabatku Risma, Lia, Essther terimakasih atas persahabatan yang sampai saat ini telah terjalin.
9. Teman-temanku Essy, Fani, Silih, Endah, Nia, Dessy, Tata yang senantiasa memberiku semangat. “Aan” terima kasih editannya.
10. Teman seperjuangan dilab mikro Vian, Rosa, Tina, Nella, dll.
11. Mas Wagiran, Mas Sigit, Mas Sarwanto, Mas Andri, Mas Otok dan semua laboran yang telah banyak membantu selama penelitian ini dilaksanakan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
12. Teman-teman kelas B angkatan 2003 khususnya kelompok praktikum D terima kasih atas tahun-tahun yang indah selama masa perkuliahan.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan belum pantas dinilai sempurna, oleh karena itu dengan hati terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kemajuan dan kesempurnaan penulisan skripsi ini dimasa yang akan datang.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan berkat dan kasih-Nya kepada semua pihak
yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.Yogyakarta, 3 Juni 2007 Penulis
M. Yohani Cahya Pratiwi
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................ i HALAM PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................ v
INTISARI ............................................................................................. vi
ABSTRACT .......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .......................................................................... viii DAFTAR ISI ......................................................................................... xi DAFTAR TABEL .................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xvi DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvii
BAB I. PENGANTAR ........................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................ 1
1. Permasalahan .................................................................... 2
2. Keaslian Penelitian ............................................................ 3
3. Manfaat Penelitian ............................................................ 3
B. Tujuan Penelitian .................................................................... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ................................................... 5 A. Deskripsi Tanaman ................................................................. 5
1. Nama Tanaman .............................................................. 5
2. Pertelaan Morfologi ....................................................... 5
3. Kandungan Kimia .......................................................... 6
4. Khasiat dan Kegunaan ................................................... 6
B. Alkaloid ................................................................................... 6
C. Staphylococcus aureus ............................................................ 7
D. Penyarian ................................................................................. 8
1. Penyarian dengan Pemanasan ........................................ 8
2. Penyarian Dingin ........................................................... 9 E. Fraksinasi ...............................................................................
1. Pengendapan ................................................................. 10
2. Ekstraksi pelarut-pelarut ............................................... 10
3. Destilasi ......................................................................... 11
4. Dialisis .......................................................................... 11
5. Elektroforesis ............................................................... 11
6. Kromatografi ............................................................... 12
F. Kromatografi Lapis Tipis ........................................................ 13
G. Metode Pengukuran Potensi Antibakteri ................................ 14
1. Metode Dilusi ................................................................. 14
2. Metode Difusi ................................................................ 15
H. Metode Bioautografi ............................................................... 16
I. Landasan Teori ........................................................................ 17 J. Hipotesis ................................................................................. 19
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................. 20 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................. 20 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .........................
20
1. Variabel Penelitian ......................................................... 20
2. Definisi Operasional ...................................................... 21
C. Bahan dan Alat Penelitian ....................................................... 22
1. Bahan ............................................................................. 22
2. Alat ................................................................................. 22
D. Tata Cara Penelitian ................................................................ 23
1. Identifikasi Tanaman ..................................................... 23
2. Pengumpulan Bahan ...................................................... 23
3. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk ............................ 24
4. Uji Tabung ..................................................................... 24
5. Pembuatan Ekstrak Kloroform ...................................... 24
6. Preparasi Sampel dan penyiapan Kolom Kromatografi
25 ..........................................................................................
7. Preparasi Fase diam, dan Fase gerak Kromatografi
25 Kolom .............................................................................
8. Fraksinasi Ekstrak Kloroform dengan Kromatografi
26 Kolom ............................................................................
9. Uji Potensi Antibakteri Tiap fraksi dan Pemilihan
26 Fraksi Aktif ....................................................................
10. Uji Kualitatif Fraksi Aktif Dengan Metode KLT .......... 27
11. Uji Senyawa Aktif Dari Fraksi Aktif dengan Metode Bioautografi Kontak .......................................................
29 E. Analisis Hasil ……………………………………………….. 31
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………….. 33 A. Identifikasi Tanaman ……………………………………….. 33 B. Pengumpulan Bahan ………………………………………... 33 C. Pengeringan dan Pembuatan Serbuk ………………………... 33 D. Ekstraksi Serbuk Kulit Batang Kemiri ................................... 34 E. Fraksinasi Dengan Kromatografi Kolom ................................ 37 F. Uji potensi antibakteri fraksi hasil kromatografi kolom dan pemilihan fraksi aktif ..............................................................
40 G. Identifikasi kualitatif fraksi aktif dengan metode KLT .......... 41
H. Uji potensi antibakteri fraksi aktif (fraksi V) terhadap
Staphylococcus aureus dengan metode Bioautografi Kontak.......................................................................................
48 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 51
A. Kesimpulan ............................................................................. 51
B. Saran ....................................................................................... 51 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 53 LAMPIRAN .......................................................................................... 55 BIOGRAFI PENULIS ........................................................................... 64
DAFTAR TABEL Halaman
35 Tabel I. Hasil pengamatan uji tabung ekstrak kulit batang kemiri ......... Tabel II. Hasil fraksi kromatografi kolom serbuk kulit batang kemiri........................................................................................
39 Tabel III. Rerata diameter zona hambat fraksi I, III, V terhadap
Staphylococcus aureus ...........................................................
41 Tabel IV. Hasil identifikasi fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) (fraksi V) alkaloid tersier dengan fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20) ...........
43 Tabel V. Hasil identifikasi fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) (fraksi V) alkaloid kuartener dengan fase gerak kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (60:20:20)................
43 Tabel VI. Hasil Uji potensi antibakteri fraksi aktif (fraksi V) terhadap Staphylococcus aureus dengan metode Bioautografi Kontak.....
50
DAFTAR GAMBAR Halaman
28 Gambar 1. Skema uji kualitatif fraksi aktif dengan metode KLT .......... Gambar 2. Skema penelitian uji potensi antibakteri fraksi kloroform- etanol-asam asetat dari ekstrak kloroform kulit batang kemiri terhadap Staphylococcus aureus ................................ 30
Gambar 3. Reaksi pembentukan senyawa kompleks CAS dan alkaloid indol .....................................................................................
44 Gambar 4. Reaksi piridin dengan CAS .................................................. 45 Gambar 5. Kromatogram fraksi V [kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5)] alkaloid tersier .......................................
46 Gambar 6. Kromatogram fraksi V [kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5)] alkaloid kuartener .................................
47 Gambar 7. Struktur gugus amin pada alkaloid tersier dan kuartener ......
48
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1. Surat Pengesahan Determinasi …………………………. 55 Lampiran 2. Foto Tanaman Kemiri [Aleurites moluccana (L.) Willd] .... 56 Lampiran 3. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Fraksi Hasil
Pemisahan Kromatografi Kolom Terhadap
57 Staphylococcus aureus Secara Difusi Sumuran ................ Lampiran 4. Foto Hasil Uji Potensi Antibakteri Piridin sebagai Kontrol
Positif Terhadap Staphylococcus aureus Secara Difusi Sumuran .............................................................................
58 Lampiran 5. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Piridin Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20) ............................................................
59 Lampiran 6. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Alkaloid tersier Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20) ..................................................
60 Lampiran 7. Foto Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Alkaloid Kuartener Dengan Fase Gerak Kloroform : Etanol : Asam Asetat (60:20:20) ...............................................................
61 Lampiran 8. Hasil Uji Potensi antibakteri Alkaloid Tersier fraksi V [Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20)] Kulit Batang Kemiri Dengan Metode Bioautografi
62 Kontak Terhadap S. aureus .............................................. Lampiran 9. Hasil Uji Potensi antibakteri Alkaloid Kuartener fraksi V
[Kloroform : Etanol : Asam Asetat Glasial (60:20:20)] Kulit Batang Kemiri Dengan Metode Bioautografi Kontak Terhadap S. aureus.................................................
63
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Staphylococcus aureus merupakan bakteri patogen utama bagi manusia dan
menjadi penyebab infeksi nosokomial. Staphylococcus cepat menjadi resisten terhadap banyak zat antimikroba sehingga menimbulkan masalah dalam pengobatan (Jawetz et al., 1995) dan sampai saat ini Staphylococcus aureus sudah resisten terhadap antibiotik golongan penisilin (MRSA). Untuk mengatasi masalah tersebut saat ini banyak dikembangkan obat baru. Salah satunya berasal dari tanaman obat yang berpotensi sebagai antibakteri.
Salah satu tanaman di Indonesia yang potensial sebagai tanaman obat adalah kemiri (Hutapea et al., 1993). Biji kemiri berkhasiat menyuburkan, menghitamkan rambut dan sebagai bumbu dapur. Sedangkan kulit batangnya untuk mengobati disentri, urus-urus, luka infeksi dan sembelit (Kardono et al., 2003).
Penelitian lain kulit batang kemiri yang telah dilakukan Melinda (2005) menyatakan bahwa fraksi etanol dan fraksi etil asetat kulit batang kemiri mengandung alkaloid golongan piridin–piperidin, dan didapat KHM fraksi etil asetat sebesar 10 mg/ml.
Penelitian ini merupakan serangkaian penelitian yang mengacu penelitian sebelumnya Melinda (2005). Penelitian ini menggunakan kloroform sebagai pelarut dalam remaserasi karena alkaloid mudah larut dalam kloroform (Mursyidi, 1990) sehingga diharapkan alkaloid dapat tersari secara optimal.
Ekstrak kloroform difraksinasi menggunakan tiga pelarut yang merupakan campuran dari kloroform-etanol-asam asetat dengan perbandingan yang berbeda.
Fraksinasi dilakukan dengan metode kromatografi kolom. Fraksinasi ini dilakukan dengan harapan ekstrak akan terpisah menjadi beberapa fraksi. Sehingga dari fraksi ini dapat diketahui pelarut mana yang lebih optimal dalam menyari senyawa yang berpotensi antibakteri terhadap S. aureus.
Metode difusi sumuran digunakan untuk mengetahui potensi antibakteri fraksi hasil pemisahan kromatografi kolom yaitu fraksi kloroform p.a : etanol p.a (95:5), fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2), dan fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) sedangkan metode bioautografi kontak digunakan untuk mengetahui zona hambat dari bercak senyawa-senyawa pada fraksi aktif yang berpotensial antibakteri sebagai hasil pemisahan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penelitian tentang uji potensi antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak kloroform kulit batang kemiri terhadap Staphylococcus aureus dapatlah dilakukan.
1. Permasalahan
Permasalahan dari penelitian ini adalah :
a. Apakah fraksi kloroform p.a : etanol p.a (95:5), fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2), dan fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) dari ekstrak kloroform serbuk kulit batang kemiri mempunyai potensi antibakteri terhadap Staphylococcus aureus?
b. Fraksi manakah yang aktif terhadap Staphylococcus aureus? c. Identitas senyawa apakah yang terdapat dalam fraksi aktif antibakteri
Staphylococcus aureus ?
d. Apakah dengan metode bioautografi kontak alkaloid yang terdapat dalam fraksi aktif mempunyai potensi antibakteri terhadap Staphylococcus aureus?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran yang dilakukan oleh penulis, penelitian tentang uji potensi antibakteri fraksi kloroform-etanol-asam asetat dari ekstrak kloroform kulit batang kemiri terhadap Staphylococcus aureus belum pernah dilakukan.
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan mampu memberi informasi yang berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dibidang kesehatan tentang senyawa aktif dalam kulit batang kemiri yang berpotensi sebagai antibakteri.
b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat kulit batang kemiri sebagai alternatif pengobatan tradisional untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus .
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan :
a. Mengetahui potensi antibakteri fraksi kloroform p.a : etanol p.a (95:5), fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:8:2), dan fraksi kloroform p.a : etanol p.a : asam asetat p.a (90:5:5) dari ekstrak kloroform serbuk kulit batang kemiri terhadap Staphylococcus aureus.
b. Mengetahui fraksi mana yang aktif terhadap Staphylococcus aureus.
c. Mengetahui identitas senyawa yang terdapat dalam fraksi aktif antibakteri Staphylococcus aureus.
d. Mengetahui apakah dengan metode bioautografi kontak, alkaloid yang terdapat dalam fraksi aktif mempunyai potensi antibakteri terhadap Staphylococcus
aureus.
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Deskripsi Tanaman 1. Nama Tanaman Kemiri [Aleurites moluccana (L.) Willd] memiliki sinonim Aleurites triloba Forst .; A. javanica Gand,. Kemiri termasuk dalam suku Euphorbiaceae (Hutapea et al., 1993). Nama umum/dagang: kemiri. Nama daerah di Sumatera: kereh (Aceh), Hambiri (Batak), Buah Koreh (Minangkabau), Kemiri (melayu). Di Jawa: Muncang
(Sunda), Kemiri (Jawa), Komere (Madura). Di Bali: Kameri. Di Nusa Tenggara: Kawilu. Di Sulawesi: Sapiri (Makasar), Ampiri (Bugis), Bintalo dudulaa (Gorontalo). Di Maluku: Sekete (Ternate), Hagi (Buru) (Hutapea et al., 1993) 2.
Pertelaan Morfologi
Pohon kemiri mempunyai tinggi 25-30 m. batangnya tegak, berkayu, permukaan banyak lentisel, percabangan simpodial, pada batang sebelah atas terdapat tonjolan bekas melekatnya tangkai daun, coklat. Daunnya tunggal, berseling, lonjong, tepi rata, bergelombang, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, bawah halus, panjang 18-25 cm, lebar 7-11 m, tangkai silindris, panjang 10-15 cm, hijau. Bunga majemuk, bentuk malai, berkelamin dua, diujung cabang, tangkai silindris, panjang 2-3, 5 cm, hijau kecoklatan, kelopak lonjong, permukaan bersisik rapat, hijau, benang sari jumlah 5-8 buah, tangkai sari bulat, merah, kepala sari bentuk kerucut, merah, putik bulat, putih, mahkota putih. Buahnya kotak, bulat telur, beruas-ruas, panjang ± 7 cm, lebar ± 6,5 cm, masih muda hijau setelah tua coklat, berkeriput. Biji bulat, berkulit keras, berusuk atau beralur, diameter ± 3,5 cm, berdaging, berminyak, putih kecoklatan. Akar tunggang, coklat (Hutapae et al., 1993).
3. Kandungan Kimia
Fraksi etanol dan fraksi etil asetat kulit batang kemiri mengandung alkaloid golongan piridin–piperidin (Melinda, 2005)
4. Khasiat dan kegunaan
Kulit batang kemiri digunakan dalam pengobatan secara tradisional, diantaranya sebagai obat disentri, urus-urus, luka infeksi, sembelit (Kardono et al., 2003).
B. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa basa nitrogen organik yang terdapat dalam tumbuhan. Kebanyakan alkaloid menunjukkan aktifitas fisiologis tertentu sehingga metabolit sekunder ini banyak digunakan sebagai obat. Isolasi alkaloid dari simplisia pada umumnya dilakukan dengan cara penyarian menggunakan pelarut organik tak campur air, misal kloroform atau eter (Mursyidi, 1990)
Alkaloid bereaksi dengan asam mineral membentuk garam yang larut dalam air dan oleh basa kuat akan memberikan alkaloid bebas (Mursyidi, 1990).
Kebanyakan alkaloid berupa zat padat, rasa pahit dan sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam kloroform, eter, dan pelarut organik lain yang relatif non-polar dan tak campur dengan air. Sebaliknya, garam alkaloid larut dalam air tetapi tak larut dalam pelarut organik. Alkaloid dapat mengendap antara lain dengan penambahan pereaksi Dragendroff dan Mayer. Sifat ini banyak digunakan sebagai salah satu cara identifikasi alkaloid (Mursyidi, 1990).
Alkaloid yang terkandung dalam suku Euphorbiaceae antara lain alkaloid tropan, piperidin, dan alkaloid indol. Alkaloid golongan indol, steroid, kinolin, dan piridin-piperidin merupakan golongan alkaloid yang mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih sensitif pada bakteri Gram positif dibanding bakteri Gram negatif (Roberts, 1998).
C.
Staphylococcus aureus Staphylococcus aureus termasuk familia Micrococcaceae (Salle, 1961).
S. aureus merupakan bakteri Gram positif, berbentuk coccus dengan diameter 0,5 –
1,5 µm, bersifat anaerob fakultatif dan non motil, dan tidak membentuk spora, dinding selnya mengandung peptidoglikan dan asam teikoat (Pelczar & Chan, 1986).
S. aureus membentuk koloni berwarna abu-abu sampai kuning emas tua,
menghasilkan katalase dan menghasilkan bentuk koagulase-positif, hal ini membedakannya dari spesies lain. Bakteri S. aureus memberikan hemolisis tipe β, leukosidin, eksotoksin, selain itu juga dapat melisiskan gumpalan fibrin (Jawetz et al., 1995).
Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik golongan penisilin, sering disebut sebagai MRSA (Methicilin-resistant
Staphylococcus aureus ) (Anonim, 2006). Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, bervariasi mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat (Jawetz et al., 1995).
D. Penyarian
Pada umumnya penyarian dibagi menjadi dua yaitu penyarian dengan pemanasan dan penyarian dingin
1. Penyarian dengan pemanasan
a. Infundasi Infundasi merupakan proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari kandungan zat aktif yang larut dalam air, berasal dari bahan-bahan nabati.
Hasil penyarian secara infundasi disebut infus. Infus dibuat dengan cara membasahi dan menambah bahan simplisia dengan air sebanyak dua kali bobot bahan, dipanaskan selama 15-20 menit pada suhu 90-98
°C. Karena penyarian menggunakan air maka hasil penyarian tidak stabil dan mudah tercemar oleh kapang dan jamur,
b oleh sebab itu sari ini tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam (Anonim, 1986 ).
b. Penyarian berkesinambungan Alat yang biasanya digunakan adalah soxhlet. Prinsip kerjanya yaitu cairan penyari dalam labu dipanaskan hingga mendidih, dan menguap yang kemudian akan mengembun karena didinginkan oleh pendingin balik, embun akan turun melalui serbuk sambil melarutkan zat aktifnya dan kembali ke labu. Cairan akan menguap kembali berulang-ulang seperti proses diatas. Keuntungan dari cara ini antara lain cairan penyari yang selalu baru sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut yang relatif konstan. Jumlah pelarut yang digunakan juga relatif sedikit.
b (Anonim, 1986 ).
2. Penyarian dingin
a. Maserasi Maserasi merupakan cara penyarian simplisia yang memakai pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan. Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-
b etanol atau pelarut lain (Anonim, 1986 ).
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna. Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk
b meratakan konsentrasi larutan diluar butir serbuk simplisia (Anonim, 1986 ).
b. Perkolasi Perkolator merupakan alat yang digunakan untuk perkolasi. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk yang sudah dibasahi, kemudian cairan penyari dituang sampai cairan pada bagian bawah perkolator menetes, perkolator ditutup dan dibiarkan 24 jam, selanjutnya cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml per menit. Adanya aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan dengan larutan yang konsentrasinya lebih rendah sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi dan menyebabkan kandungan zat dalam serbuk tersari
b lebih baik. (Anonim, 1986 ).
E. Fraksinasi
Komponen yang berada dalam campuran, seperti ekstrak yang berasal dari organisme hidup dapat dipisahkan ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai persamaan karakter fisika-kimianya. Proses ini disebut fraksinasi dan dapat dilakukan dalam berbagai metode. Metode yang digunakan antara lain :
1. Pengendapan Campuran dapat diendapkan dengan berbagai metode. Pengendapan dapat digunakan untuk memindahkan bahan yang tidak diinginkan dan mempertahankan bahan yang penting dalam larutan. Metode yang paling sederhana adalah dengan menurunkan temperatur larutan. Komponen yang kurang larut dapat diendapkan dan dipisahkan dengan sentrifugasi atau filtrasi. Cara lainnya yaitu dengan mengubah polaritas pelarut dengan menambahkan pelarut yang dapat bercampur dengan polaritas yang berbeda. Salting out juga merupakan salah satu cara fraksinasi dengan pengendapan yaitu dengan menambahkan ekstrak berair dengan larutan elektrolit yang sangat larut air sehingga bahan non-ionik akan terendapkan (Houghton, 1988)
2. Ekstraksi pelarut-pelarut Cara fraksinasi ini menggunakan corong pisah. Ketika ekstrak ditambah cairan lain yang tidak dapat bercampur maka akan terbentuk dua lapisan. Masing- masing komponen dalam ekstrak akan terlarut pada masing-masing fase lapisan hingga konsentrasinya mencapai titik keseimbangan. Pelarut yang mudah menguap tidak boleh digojog dengan cairan panas atau hangat, karena akan meningkatkan tekanan uap yang dapat menyebabkan tutup corong terdorong dan isinya tersemprot keluar. Beberapa fase organik sangat mudah membentuk emulsi dengan larutan yang mengandung air contohnya pelarut kloroform dan diklorometan. Sehingga penggunaan pelarut ini sebaiknya dihindari, namun bila tetap digunakan sebaiknya campuran digojog dengan lembut (Houghton, 1988).
3. Destilasi Pemisahan campuran yang mengandung komponen volatile efektif dipisahkan dengan destilasi. Alat yang digunakan pada fraksinasi ini adalah destilator. Cara ini dilakukan secara ekstensif dalam industri, namun penggunaannya terbatas untuk fraksinasi ekstrak tanaman dan hanya dapat dipakai untuk minyak
volatile (minyak esensial) (Houghton, 1988).
4. Dialisis Dialisis merupakan metode pemisahan komponen dari suatu campuran berdasarkan ukuran molekulnya. Bagian yang penting dari prosedur ini adalah membran semipermeabel yang tipis yang mengandung polimer dengan pori-pori tertentu yang memberikan jalan untuk molekul kecil (massa molekul < 1000 dalton).
Molekul dengan ukuran yang lebih besar tidak mungkin dapat lewat. Tekanan osmotik yang mendekati molekul berukuran kecil dalam suatu campuran mampu melewati membran sedangkan molekul yang lebih besar tertinggal (Houghton, 1988).
5. Elektroforesis Elektroforesis merupakan suatu metode pemisahan substansi dari suatu campuran yang mengandung energi listrik. Dibawah pengaruh energi listrik, masing- masing molekul akan bergerak dengan kecepatan berbeda-beda berdasarkan pada ukuran, bentuk, dan total energi listrik. Elektroforesis utamanya digunakan sebagai metode analisis suatu campuran dalam jumlah kecil yang mengandung molekul bermuatan terutama protein, peptida dan asam amino (Houghton, 1988).
6. Kromatografi Prosedur kromatografi merupakan teknik yang digunakan secara luas pada fraksinasi ekstrak. Teknik ini tidak diragukan lagi untuk isolasi banyak senyawa alam. Kromatografi terdiri dari dua fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam untuk prosedur fraksinasi biasanya berupa padatan. Proses kromatografi terjadi akibat adanya kesetimbangan dinamik zat terlarut pada dua fase.
Berdasarkan distribusinya, kromatografi dibagi menjadi dua yaitu adsorpsi dan partisi. Adsorpsi merupakan distribusi senyawa diantara permukaan padat dan cairan, sedangkan partisi merupakan distribusi senyawa diantara dua cairan yang tidak saling campur.
Kromatografi kolom merupakan teknik yang paling tua. Sebuah tabung diisi dengan fase diam padat, sampel diletakkan di bagian atas kolom dan fase gerak dialirkan ke bawah melewati kolom. Plat KLT harus dikeringkan, karena bahan yang digunakan sebagai fase diam (misal silika gel) biasanya mengandung air berlebih. Adanya air akan menempati sisi adsorpsi sehingga menurunkan efisiensi adsorben dan menurunkan retensi komponen, dan mengakibatkan menurunnya waktu elusi. Untuk mengatasinya dilakukan dengan menurunkan polaritas campuran fase gerak menjadi fase normal sehingga KLT akan memberikan pemisahan yang baik dengan meningkatkan proporsi komponen non polar (Houghton, 1988).
F. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ialah metode pemisahan fisikokimia. Prinsip Kerja KLT yaitu berupa lapisan yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Kemudian pelat atau logam ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak) pemisahan terjadi selama pengembangan. Senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (Stahl, 1985). KLT dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai sebagai metode untuk mencapai hasil kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom (Gritter et al., 1991).
Pada dasarnya KLT melibatkan dua peubah : sifat fase diam dan sifat fase gerak. Fase diam dapat berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fase diam yang paling umum dipakai adalah silika gel (asam silikat), alumina (alumunium oksida), kiselgur (tanah diatome), dan selulosa (Gritter, 1991).
Silika gel (SiO
2 ) merupakan penyerap yang paling banyak dipakai dan dapat
dianggap sebagai penyerap yang paling serbaguna. Silika gel dapat dipakai pada semua pelarut. Namun pemakaiannya agak terbatas karena adanya ciri ikatan hidrogen, terutama pada pelarut jika ada air, methanol, dan etanol (Gritter, 1991). Fase gerak merupakan medium yang terdiri dari satu atau beberapa pelarut yang bergerak didalam fase diam karena adanya gaya kapiler sehingga menghasilkan pemisahan senyawa berdasarkan sifat kepolarannya (Stahl, 1985).
Menurut Cordell (1981) sistem KLT untuk alkaloid golongan piridin biasanya menggunakan fase gerak Kloroform : Metanol : Asam asetat ( 60:10:1) dan fase diam yang digunakan adalah Silika Gel G.
Identifikasi dari senyawa-senyawa yang terpisah dikerjakan dengan pereaksi kimia dan reaksi-reaksi warna. Identifikasi senyawa menggunakan harga Rf, harga Rf didefinisikan sebagi berikut:
Jarak rambat bercak Harga Rf = Jarak rambat eluen
Harga-harga Rf untuk senyawa-senyawa murni kemudian dibandingkan dengan harga-harga standar (Sastrohamidjojo, 2002). Angka Rf berjarak antara 0,00 dan 1,00 dan hanya dapat ditentukan dua desimal (Stahl, 1985).
G. Metode Pengukuran Potensi Antibakteri
Metode pengukuran antibakteri dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Metode dilusi Ada dua macam cara yaitu dilusi cair dan dilusi padat. Pada prinsipnya antibiotik diencerkan sehingga diperoleh beberapa macam kadar. Pada dilusi cair, tiap-tiap kadar sampel obat ditambahkan pada suspensi kuman dalam media. Pada dilusi padat setiap kadar obat dicampur dengan media agar kemudian ditanami kuman. Pengamatannya adalah ada tidaknya pertumbuhan kuman atau bila mungkin tingkat kesuburan kuman. Metode dilusi ini dapat digunakan untuk menentukan
2. Metode difusi Dilakukan dengan cara menempatkan obat pada media padat yang telah ditanami dengan biakan bakteri. Metode difusi ada beberapa cara : a. Cara Kirby Bauer
Metode ini dilakukan dengan mengoleskan permukaan media agar dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam suspensi bakteri, kemudian diletakkan kertas samir yang mengandung antibakteri diatasnya, diinkubasikan pada 37 °C selama 18- 24 jam. Hasilnya dibaca berupa zona radikal dan irradikal. Zona radikal adalah suatu daerah di sekitar kertas samir (disk) yang tidak ditemukan sama sekali pertumbuhan bakteri. Sedangkan zona irradikal adalah suatu daerah sekitar disk yang pertumbuhan
a bakteri dihambat tetapi tidak dimatikan (Anonim, 1986 ).
b. Cara sumuran Penyiapan dilakukan seperti cara Kirby Bauer. Setelah biakan siap, dibuat sumuran dengan diameter tertentu dan tegak lurus terhadap permukaan media, ke dalam sumuran ini diteteskan larutan uji lalu diinkubasi selama 24-48 jam pada suhu
a 37 °C. Hasilnya dibaca sama seperti cara Kirby Bauer (Anonim, 1986 ).
c. Cara pour plate
8 Suspensi bakteri yang telah memenuhi standar konsentrasi bakteri (10
CFU/ml) diambil 1 ose dan dimasukkan ke dalam 4 ml media agar base 1,5% yang mempunyai suhu 50 °C. Setelah suspensi kuman tersebut homogen, dituang pada media agar Mueller Hinton, ditunggu sebentar agar membeku, disk diletakkan di atas media, diinkubasi selama 15-20 jam pada suhu 37 °C, dibaca hasilnya sesuai cara
a
H. Metode Bioautografi
Dalam mengevaluasi campuran antibakteri pada KLT, ada 2 metode yang digunakan untuk mengetahui bercak atau komponen yang aktif dan juga yang tidak aktif sebagai antibakteri, kedua metode tersebut adalah: deteksi mikrobiologi (bioautografi) dan deteksi kimia dengan reaksi warna spesifik. Bioautografi merupakan metode universal untuk mengetahui antibiotik yang belum diketahui komponennya. Keuntungan metode deteksi kimia yaitu waktu pengerjaannya yang lebih cepat dibanding bioautografi (bioautografi membutuhkan waktu 6-16 jam tergantung dari pertumbuhan mikroorganisme), namun metode deteksi kimia tidak dapat menunjukkan aktifitas biologi dari campuran dan metode deteksi kimia hanya dapat dilakukan apabila ditemukan reagen yang cocok. Deteksi kimia dengan reaksi warna spesifik digunakan sebagai pembanding hasil bioautografi sehingga kedua metode diatas saling melengkapi (Stahl, 1969).
Dalam prakteknya, kromatogram diletakkan pada permukaan media agar di dalam petri yang telah telah diinokulasi dengan mikroorganisme yang sensitif untuk antibiotik yang dipelajari. Setelah diinkubasi selama 15-20 jam pada temperatur kira- kira 37 °C akan tampak zona hambat pada lapisan media agar, dimana antibiotik berdifusi ke lapisan tersebut dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Sedangkan lapisan media agar yang ditumbuhi mikroorganisme akan tampak buram. Cara ini disebut bioautografi kontak (Zweig dan Whitaker, 1971).
Cara lain yang dapat dilakukan untuk memperjelas kenampakan zona hambat yaitu dengan memasukkan tetrazolium ke dalam lapisan media agar atau diinkubasi, kemudian media agar dibiarkan beberapa waktu. Daerah yang ditumbuhi oleh organisme akan berwarna merah sedangkan daerah hambatan akan berwarna jernih. Selain larutan tersebut dapat juga digunakan larutan 2,3,5-trifeniltetrazolium klorida dan larutan 2,6-diklorofenol indofenol setelah 4 jam diinkubasi. Kemudian media tersebut diinkubasi lagi selama 30 menit. Zona hambat akan berwarna biru (Zweig dan Whitaker, 1971 ; Wagman dan Weinstein, 1973).
Larutan tetrazolium digunakan untuk mendeteksi zona hambat pada metode bioautografi immersi dan bioautografi langsung. Dimana pada bioautografi immersi kromatogram ditutup dengan agar yang masih cair. Setelah agar memadat kemudian diinkubasi. Kekurangan dari bioautografi immersi yaitu adanya pengenceran antibakteri pada lapisan agar selama agar masih berbentuk cair sehingga zona hambat yang terjadi dapat menyebar (Choma, 2005).
Bioautografi langsung dilakukan dengan mencelupkan atau menyemprot suspensi bakteri yang dicampur dengan larutan tetrazolium. Kemudian plat diinkubasi. Cara ini yang paling rumit dan alat yang digunakan lebih mahal dibandingkan bioautografi kontak (Choma, 2005).
I. Landasan teori
Kulit batang kemiri digunakan dalam pengobatan secara tradisional, diantaranya sebagai obat disentri, urus-urus, luka infeksi, sembelit (Kardono et al., 2003).
Staphylococcus aureus merupakan jenis bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik golongan penisilin [MRSA (Methicilin-Resistant Staphylococcus aureus)]. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa tipe infeksi S. aureus sepanjang hidupnya, bervariasi mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit ringan sampai infeksi berat (Jawetz et al., 1995).
Fraksi etil asetat kulit batang kemiri mengandung alkaloid golongan piridin– piperidin sebagai antibakteri pada Staphylococcus aureus dengan KHM sebesar 10 mg/ml dan dapat diisolasi dengan metode KLT (Melinda, 2005). Piridin-piperidin merupakan golongan alkaloid yang mempunyai aktivitas antibakteri yang kuat maupun lemah ( Roberts, 1998).
Remaserasi kinetik digunakan sebagai metode penyarian. Dengan metode remaserasi, senyawa yang terdapat dalam serbuk kulit batang kemiri dapat tersari seluruhnya karena adanya pengulangan maserasi dengan penggantian pelarut setiap 24 jam. Dengan adanya kinetik dapat mengoptimalkan jumlah senyawa yang dapat larut dalam kloroform. Selain itu metode ini mudah dan sederhana (Mursyidi, 1990). Penggunaan kloroform diharapkan mampu menyari alkaloid dari kulit batang kemiri yang berpotensi sebagai antibakteri.