a. Pengertian Minat - NARTEJO SUPRABOWO BAB II

BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Hakikat Minat Dalam bagian ini akan dipaparkan mengenai pengertian minat dan faktor- faktor yang dapat menumbuhkan minat. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut.

a. Pengertian Minat

  Istilah minat sering didengar dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam dunia pendidikan. Seseorang dikatakan berminat terhadap sesuatu bila ia tertarik atau menyenangi sesuatu tersebut. Setiap individu mempunyai kecenderungan untuk menghubungkan diri dengan lingkungan melalui cara-cara tertentu. Jika seseorang individu menemukan suatu objek dan menyenangi objek tersebut maka dikatakan individu tersebut menaruh minat terhadap objek tersebut.

  Minat adalah kecenderungan seseorang untuk memberikan perhatian, mencari, dan mengarahkan diri kepada suatu obyek tertentu yang diekspresikan melalui kesukaan terhadap suatu hal daripada hal lainnya dan dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi suatu aktivitas (Slameto:2010).

  Sementara itu, menurut Crow dan Crow (dalam Djaali 2008:121) minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.

  8 Menurut Bigot (dalam Munawar 2003:17) seseorang dikatakan berminat terhadap sesuatu bila individu itu memiliki dua unsur minat, yaitu perhatian dan kesenangan. Seseorang dikatakan berminat apabila individu disertai adanya perhatian, yaitu kreativitas jiwa yang tinggi yang semata-mata tertuju pada suatu objek. Maka seseorang yang berminat pada suatu objek yang pasti perhatiannya ditujukan pada objek kegiatan tersebut. Sementara itu, kesenangan adalah perasaan senang terhadap suatu objek baik orang maupun benda akan menimbulkan minat pada diri seseorang. Orang merasa tertarik kemudian pada gilirannya timbul keinginan yang menghendaki agar objek tersebut menjadi miliknya. Dengan demikian maka individu yang bersangkutan berusaha untuk memperhatikan objek tersebut.

  Unsur minat kemudian dipertegas oleh Jefkins (1996), minat merupakan salah satu dari beberapa segi tingkah laku yang memiliki unsur seperti perhatian, ketertarikan, keinginan, keyakinan, dan tindakan. Perhatian merupakan pemusatan dari individu pada satu atau lebih objek yang menurut individu tersebut menarik; rasa ketertarikan merupakan bentuk adanya perhatian seseorang mengenai segala sesuatu yang berkaitan dengan objek tersebut; keinginan merupakan dorongan untuk mengetahui secara lebih mendalam dan melakukan kegiatan yang berkaitan dengan objek tersebut; keyakinan muncul setelah individu mempunyai informasi yang cukup terhadap suatu objek sehingga merasa yakin bahwa hal yang berhubungan dengan objek tersebut layak dilakukan dan akan memberikan kepuasan; dan keyakinan yang cukup kuat pada individu untuk mengikuti apa yang menjadi keinginannya, maka individu membuat suatu keputusan yang kemudian diwujudkan melalui perilaku yang diharapkan.

  Adanya minat terhadap suatu hal pada diri peserta didik memiliki peranan yang cukup penting. Menurut Dikmenum (dalam Herliani 2009:42) minat dapat digunakan untuk (a) mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran; (b) mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya; (c) sebagai pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik; (d) menggambarkan keadaan langsung di lapangan; (e) mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat yang sama; (f) acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi; (g) mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik; (h) bahan petimbangan menentukan program sekolah; dan (i) meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

b. Faktor-Faktor yang dapat Menumbuhkan Minat

  Drever (dalam Herliani 2009:41), meninjau minat berdasarkan fungsi dan strukturnya. Secara fungsional minat merupakan suatu jenis pengalaman perasaan yang dianggap bermanfaat dan diasosiasikan dengan perhatian pada suatu objek tertentu. Secara struktural minat merupakan suatu elemen dalam diri individu baik bawaan maupun yang diperoleh lewat proses belajar, yang menyebabkan seseorang merasa mendapatkan manfaat terhadap suatu objek tertentu atau merasa yang berhubungan dengan objek atau pengetahuan.

  Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan minat pada diri seseorang. Menurut Drever (dalam Herliani, 2009;41-42) terdapat tiga faktor yang mendasari timbulnya minat adalah sebagai berikut: a) Faktor dorongan dalam. Dorongan dari individu itu sendiri menimbulkan minat untuk melakukan tindakan tertentu untuk memenuhinya. Misalnya dorongan makan, menimbulkan minat untuk mencari makanan.

  b) Faktor motivasi sosial. Faktor ini merupakan faktor untuk melakukan suatu aktivitas agar dapat diterima dan diakui oleh lingkungannya. Minat ini merupakan semacam kompromi pihak individu dengan lingkungan sosialnya. Misalnya minat belajar muncul karena ingin mendapatkan penghargaan dari orangtua.

  c) Faktor emosional. Emosi selalu menyertai seseorang saat berhubungan dengan objek minat. Kesuksesan seseorang pada suatu aktivitas disebabkan karena aktivitas tersebut menimbulkan perasaan senang atau puas, sedangkan kegagalan menimbulkan perasaan tidak senang dan mengurangi minat seseorang terhadap kegiatan tersebut. Dalam menumbuhkan minat peserta didik dalam pembelajaran menyusun pantun diperlukan beberapa tips. Menurut Soeharso (2009:42) untuk dapat membangkitkan atau menumbuhkan minat menulis dapat dilakukan melalui tips berikut: a) Tidak semua orang suka menulis. Bagi orang yang sama sekali tidak suka menulis atau membaca akan susah untuk dapat melahirkan suatu karya tulis.

  Oleh karena itu, untuk dapat menulis harus ada minat walaupun hanya sedikit. b) Harus dimulai walau terasa susah. Mengawali merupakan usaha yang paling berat. Biasanya bila awal sudah berjalan semua akan mengalir dengan sendirinya. tanamkan keyakinan bahwa semua yang bisa selalu diawali dengan tidak bisa.

  c) Tulis apa saja dalam buku catatan agar muncul ide dan gagasan. Selalu bawa buku catatan untuk mencatat hal-hal penting, terutama data dan infornaasi, atau apa saja yang spontan melintas di kepala. Dari sana biasanya akan timbul ide atau gagasan suatu topik untuk tulisan.

  d) Tumbuhkan ambisi dan semangat untuk menulis. Semangat harus ditumbuhkan dari dalam diri sendiri. Tidak ada orang, lain yang, marnpu membawa perubahan tanpa adanya semangat perubahan dari diri sendiri. Tidak ada orang lain yang dapat membuat seseorang menjadi penulis tanpa seseorang itu belajar sendiri untuk menjadi penulis.

  e) Tidak takut mencoba dan tidak takut gagal. Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Jangan takut gagal, coba dan coba lagi. Semua orang pasti pernah mengalami kegagalan. Perbaikan setiap kali gagal harus dicoba. Justru dari kegagalan orang dapat belajar dari kesalahan dan kelemahan.

2. Kemampuan Menulis Pantun

  Dalam bagian ini dipaparkan mengenai pengertian hakikat kemampuan, hakikat menulis, hakikat pantun dan langkah-langkah menulis pantun. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut.

a. Hakikat Kemampuan Kemampuan merupakan hal yang telah ada dalam diri kita sejak lahir.

  Kemampuan yang ada pada diri manusia juga disebut dengan potensi. Potensi yang ada dalam diri manusia sebenarnya bisa diasah. Para ahli menyampaikan pendapat tentang kemampuan tetapi pada dasarnya memiliki arti yang sama.

  Salah satunya adalah pendapat Chaplin (1997: 34) ability (kemampuan, kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan) merupakan tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan suatu perbuatan. Kemampuan bisa merupakan kesanggupan bawaan sejak lahir, atau merupakan hasil latihan atau praktik (Robbins 2000: 46).

  Croff (dalam Moenir 2001:76) berpendapat bahwa kemampuan pada hakikatnya menunjukan kecakapan seperti yang dimiliki seseorang untuk menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Sejalan dengan itu, Gibson (1996:237) mengemukakan bahwa kemampuan menunjuk pada potensi seseorang untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan. Kemampuan berhubungan dengan kemampuan fisik dan mental seseorang untuk melaksanakan pekerjaan. Kemampuan ini akan tercermin dari sikap yang ditunjukkan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

  Pendapat lain mengenai kemampuan dikemukakan oleh Thoha (2001:93) yang menyatakan bahwa kemampuan merupakan salah satu unsur dalam kematangan berkaitan dengan pengetahuan dan ketrampilanyang diperoleh dari pendidikan, latihan, dan pengalaman.

  Dengan demikian kemampuan pada masing-masing orang bisa berbeda-beda sesuai dengan pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Perbedaan kemampuan itu ada yang karena bawaan sejak lahir ditakdirkan tidak sama antar kemampuan yang dimiliki seseorang. Ada juga yang beranggapan bukan disebabkan sejak lahir, melainkan karena perbedaan menyerap informasi yang ada, bahkan ada yang menganggap perbedaan itu karena perpaduan antara keduanya.

  Jika diamati lebih cermat, kemampuan seseorang terdiri dari beberapa unsur. Hal ini seperti disampaikan oleh Moenir (2001:79) yang menyatakan bahwa kemampuan mempunyai unsur-unsur yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, yaitu:

  (1) Aspek fisik, aspek ini berkaitan dengan kondisi jasmani; (2) Aspek intelegensia, aspek ini menggambarkan kemampuan berpikir dan kemampuan merealisasikan gagasan atau ide-idenya. Aspek ini mencakup ketrampilan dan kecerdasan;

  (3) Aspek sikap mental, aspek ini menggambarkan tentang karakteristik dan sikap seseorang dalam mengantisipasi lingkungannya pada suatu waktu dan tempat tertentu. Perpaduan dari ketiga unsur di atas akan memperlihatkan kemampuan yang ada. Apabila seseorang memiliki ketiga unsur tersebut dengan baik; artinya kondisi fisik, intelegensi, dan mentalnya baik, maka kemampuannya akan semakin baik. Tetapi jika terdapat kelemahan pada salah satu unsur maka tentu kemampuannya akan menjadi berkurang atau lebih rendah.

  Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari luar maupun dari dalam diri. Faktor luar bersumber dari lingkungan alam dan sosial, sedangkan faktor dari dalam, bersumber dari siswa itu sendiri.

  Robbin (2000: 46-48) mengatakan bahwa kemampuan terdiri atas dua faktor, yaitu, (a) kemampuan intelektual (intelectual ability), yaitu kemampuan melakukan aktivitas secara mental, dan (b) kemampuan fisik (physical ability), yaitu kemampuan melakukan aktivitas berdasarkan stamina kekuatan dan karakteristik fisik.

  Keith Davis (dalam Mangkunegara 2000: 67) mengatakan secara psikologis kemampuan terdiri atas kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality

  

(knowledge + skill), artinya karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan

  pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

  Kemampuan adalah sesuatu yang sifatnya dinamis, artinya kemampuan tidak bersifat statis dan dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu. Untuk itu diperlukan aktivitas tertentu yang dapat bermanfaat meningkatkan kemampuan kerja, yaitu melalui pendidikan dan latihan. Hal ini seperti dikemukakan oleh Riyanto (2010) bahwa teknik dari pada pengembangan karyawan dapat dilaksanakan melalui pendidikan dan latihan. Pendidikan dan latihan dapat mengembangkan kemampuan karyawan bukan saja untuk menangani pekerjaan mereka saat ini tetapi juga pekerjaan mereka di masa yang akan datang.

  Dengan demikian dapat disimpulkan, kemampuan (ability) adalah kecakapan atau potensi menguasai suatu keahlian yang merupakan bawaan sejak lahir atau merupakan hasil latihan atau praktik dan digunakan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan seseorang adalah dari dalam atau psikologis dan faktor dari luar pengaruh lingkungan. Faktor psikologis meliputi minat, bakat, kesiapan, sedangkan faktor dari luar meliputi metode, guru, teman, dan latar belakang.

b. Hakikat Menulis

  Menurut Tarigan (2008:3), menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain. Selain sebagai alat komunikasi, menulis juga merupakan keterampilan berbahasa yang produktif dan reseptif. Keterampilan menulis tidak didapatkan secara alamiah, tetapi melalui proses belajar dan berlatih. Melengkapi pendapai tersebut, Nurudin (4:2010) mengungkapkan bahwa menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami.

  Menulis pantun termasuk dalam kegiatan menulis kreatif. Disebut sebagai menulis kreatif karena untuk melahirkan karyanya penulis menggunakan pikiran- pikiran kreatifnya sehingga terciptalah karya yang indah yang mengemban tujuan penulis. Hal ini didukung oeleh pendapat Kusmayadi (2009:35) menulis pantun adalah proses kreatif, yaitu menciptakan sesuatu yang semula tidak ada menjadi ada.

  Menurut Trianto (dalam Ripai 2012:151) menulis kreatif merupakan kegiatan yang bersifat apresiatif dan ekspresif. Apresiatif maksudnya melalui kegiatan menulis orang dapat mengenali, menyenangi, menikmati, dan mungkin menciptakan kembali secara kritis berbagai hal yang dijumpai dalam teks-teks kreatif karya orang lain dengan caranya sendiri. Ekspresif dalam arti bahwa penulis dimungkinkan mengekspresikan atau mengungkapkan berbagai pengalaman atau berbagai hal yang terdapat dalam dirinya untuk dikomunikasikan kepada orang lain melalui tulisan sebagai sesuatu yang bermakna.

  Menulis kreatif pada hakikatnya adalah menafsirkan kehidupan. Melalui karyanya penulis ingin mengomunikasikan sesuatu kepada pembaca. Karya kreatif merupakan interpretasi yang dilakukan penulis terhadap kehidupan, yang kemudian dituangkan melalui medium bahasa yang dipilih oleh masing-masing penulis.

  Sebelum melakukan kegiatan menyusun teks secara tertulis, seorang penulis dituntut untuk tegas dan jelas dalam menentukan tujuan menyusun teks secara tertulis. Hal tersebut sangat penting dilakukan karena menjadi titik awal atau titik tolak dalam seluruh kegiatan penyusunan teks tertulis tersebut.

  Menurut Tarigan (2008: 24) tujuan menyusun teks secara tertulis, yaitu untuk memberitahukan atau mengajar (wacana informatif); meyakinkan atau mendesak (wacana persuasif); mengibur, menyenangkan, atau mengandung nilai estetis (wacana kesastraan), dan mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat (wacana ekspresif).

  Sama halnya dengan kegiatan lain, menulis juga mempunyai manfaat-manfaat positif. Tentu saja manfaat tersebut berbeda-bada antara satu orang dengan yang lain bergantung tujuan orang tersebut menulis, target yang ingin dicapai dan sejauh mana usaha yang dilakukan.

  Manfaat menulis kreatif menurut Pennebeker (dalam Hernowo 2004:5255) antara lain, (1) menjernihkan pikiran, (2) mengatasi trauma, (3) membantu mendapatkan dan mengigat informasi baru, (4) membantu memecahkan masalah, dan (5) menulis bebas membantu dalam proses menulis. Pendapat ini mengisyaratkan banyak manfaat yang diperoleh dengan menulis kreatif terutama dari segi psikologis seperti menjernihkan pikiran, mengatasi trauma, dan mampu membantu memecahkan masalah.

  Selain manfaat-manfaat tersebut, dalam bukunya The Power of Creative

  

Writing , Bernard Pearcy (dalam Nurudin 2010:19) mengungkapkan beberapa

  manfaat menulis kreatif. Manfaat-manfaat tersebut antara lain, (1) sarana mengungkapkan diri, (2) sarana pemahaman, (3) membantu mengembangkan kepuasan pribadi, kebanggaan, prasaan harga diri, (4) meningkatkan kesadaran dan penyerapan terhadap lingkungan, (5) mengembangkan suatu pemahaman tentang dan kemampuan menggunakan bahasa.

  Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi menyusun teks diantaranya dapat membantu peserta didik berpikir kritis, memecahkan masalah yang dihadapi, menyusun urutan bagi pengalaman, pendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi, pengembangan daya inisiatif dan kreativitas, dan menumbuhkan keberanian.

  Proses menulis tidak dapat dilakukan secara instan. Menulis membutuhkan proses. Menulis akan relatif lebih mudah apabila mengikuti tahapan-tahapan yang ditentukan. Tahapan menulis 4P menurut Yunus (2015: 28) adalah sebagai berikut ini.

  (1) Tahap pikir. Tahap ini perlu memikirkan apa topik yang akan ditulis, bahan tulisan, cara membuat tulisan menarik, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tulisan, bukan memulai tulisan. Pikirkan segala hal yang perlu disiapkan untuk menulis.

  (2) Tahap praktik. Tahap untuk praktik menuangkan ide dan gagasan ke dalam bentuk tulisan. Gunakan gaya bahasa sendiri, alur isi tulisan yang disajikan, tata tulis yang digunakan. Praktik menulis bertumpu pada implementasi ide, gagasan, dan perasaan menjadi tulisan yang sesungguhnya.

  (3) Tahap penyuntingan. Tahap untuk membaca kembali tulisan yang sudah dibuat dan melakukan revisi atas tulisan agar menjadi lebih memadai dan menarik. Penyuntingan dapat dilakukan dengan mengurangi atau menambah isi tulisan sesuai dengan tujuan menulis di samping mengoreksi tata tulis, ejaan, dan pemilihan kata yang tepat. (4) Tahap publikasi. Tahap akhir aktivitas menulis yang fokus pada upaya untuk mempublikasikan atau menerbitkan tulisan yang sudah selesai dibuat.

  Sedangkan Suparno dan Yunus (2009: 1.14-1.25) menjelaskan tahap-tahap penulisan sebagai berikut: (1) Tahap Prapenulisan. Tahap ini merupakan fase persiapan dalam menulis.

  Pada fase prapenulisan ini terdapat aktivitas memilih topik, menetapkan tujuan dan sasaran, mengumpulkan bahan atau informasi yang diperlukan, serta mengorganisasikan ide atau gagasan dalam bentuk kerangka karangan.

  (2) Tahap Penulisan. Tahap ini merupakan fase untuk mulai mengembangkan butir demi butir ide yang terdapat dalam kerangka karangan, dengan memanfaatkan bahan atau informasi yang telah dipilih dan dikumpulkan. Kerangka karangan yang telah dibuat dikembangkan menjadi awal karangan, isi karangan dan akhir karangan.

  (3) Tahap Pascapenulisan. Tahap ini merupakan tahap penghalusan dan penyempurnaan draft karangan yang telah dihasilkan. Kegiatan penyuntingan dan perbaikan karangan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut, a) membaca keseluruhan karangan;

  b) menandai hal-hal yang perlu diperbaiki, atau memberikan catatan bila ada hal-hal yang harus diganti, ditambahkan, disempurnakan; c) melakukan perbaikan sesuai dengan temuan saat penyuntingan. Berdasarkan pendapat ahli, dapat disimpulkan bahwa proses menulis terbagi menjadi beberapa tahapan yakni prapenulisan, penulisan, pascapenulisan, dan publikasi. Kegiatan yang dilakukan dalam menulis dimulai dari menentukan topik, tujuan, mengumpulkan bahan, menyusun dan mengembangkan ide, gagasan, dan perasaan menjadi sebuah karangan utuh mulai awal sampai akhir, mengoreksi dan merevisi karangan apabila terdapat kesalahan, kemudian menerbitkan tulisan yang sudah selesai dibuat.

c. Hakikat Pantun

  Pantun tergolong salah satu puisi lama asli Indonesia. Keaslian tersebut tampak pada persebaran pantun di wilayah Indonesia dengan nama yang berbeda. Di daerah Melayu biasa disebut dengan pantun, di Batak Mandailing disebut ende-

  

ende, di Jawa Tengah disebut parikan dan wawangsalan, di Jawa Timur disebut

lagu lodrug, dan di Sunda disebut paparikan (Muljana 1953:132 dan Supardo

  1969:42). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan, tetapi sekarang dijumpai juga pantun tertulis (Nursisto 2000:11). Pengaruh Melayu di dalam pantun juga membedakannya dengan syair yang mendapat pengaruh Arab maupun gurindam yang mendapat pengaruh India/Hindu (Semi 1988:149 serta Fatoni dan Fatimah 1986:58).

  Kata pantun diambil dari bentuk basa krama bahasa Jawa, pari yang sama dengan kata pari dalam bahasa Sansekerta paribhasya (peribahasa) yang artinya

  

susunan atau aturan (Semi 1988:146). Adapun Dr. Bransetter mencoba

  menguraikan bahwa kata pantun berasal dari akar kata tun yang kemudian menjadi

  

tuntun yang artinya menyusun atau teratur. Dalam bahasa Tagalog, kata tersebut

menjadi tonton yang artinya berbicara menurut aturan tertentu. (Semi 1988:147).

  Samidi (1962:89) menambahkan beberapa pendapat ahli tentang asal mula istilah

  

pantun. Menurut Pynappel dan Djajadiningrat, kata pantun berasal dari bahasa Jawa

paribasan yang berarti umpama atau ibarat. Ophuiysen, pantun sama dengan istilah

ende di dalam bahasa Mandailing yang berarti umpama atau ibarat. Mozasa

  beranggapan bahwa kata pantun berasal dari kata tun yang artinya mengatur, dan menyusun. Adapun menurut Suseno (2008:43-44), pantun berasal

  merangkai,

  dari akar kata tun yang berarti arah, pelihara, dan bimbing, seperti yang ditunjukkan oleh kata tuntun dan tunjuk.

  Natia (2008: 72) berpendapat bahwa pantun berarti ibarat, seperti, umpama, laksana. Sementara Semi (dalam Ganie 2015: 9) mendefinisikan pantun adalah genre/jenis puisi yang berasal dari tradisi linguistik bahasa Indonesia. Sugiarto (2015: 5) menyatakan bahwa pantun merupakan gubahan yang diuntai atau diikat oleh ikatan-ikatan tertentu.

  Meminjam istilah Suseno (2010:179), pantun adalah jiwa Melayu. Budaya Melayu memiliki pengaruh yang besar di Indonesia. Bahasa Melayu merupakan cikal bakal bahasa Indonesia . Karena dipengaruhi oleh budaya Melayu, pantun pun mencerminkan karakter masyarakat Melayu. Dengan demikian, pantun juga mencerminkan karakter masyarakat Indonesia.

  Pantun mencerminkan karakter Melayu yang sangat santun dalam berkomunikasi demi tidak menyinggung lawan bicara. Dari segi estetik, pantun menunjukkan keindahan rangkaian kata-kata yang diucapkan dengan irama tertentu. Irama tersebut dapat merangsang sensitivitas sehingga bisa menyadarkan penikmatnya terhadap indahnya kehidupan. Dari segi moralitas, pantun berisi norma-norma kehidupan. Pantun bisa berguna bagi semua umur karena berisi norma-norma moral panduan hidup. Dari sisi linguistik, pantun membantu penuturnya merangkaikan kata-kata dengan irama tertentu dan memiliki makna. Di dalam pantun terkandung logika. Dengan kata lain, pantun mengajarkan kecerdasan tertentu bagi penuturnya.

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pantun adalah puisi lama asli Indonesia (termasuk dalam sastra lisan dan sastra tertulis) yang dapat dijadikan ibarat, sarana untuk menyampaikan petunjuk, tuntunan, atau bimbingan.

  Struktur pantun dibedakan menjadi dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah. Bagian atas pantun/separuh bait di awal pantun disebut sampiran sedangkan bagian bawah pantun/separuh bait di akhir pantun disebut isi atau maksud pantun (Muljana 1953:125). Sampiran memuat hal-hal yang berkaitan dengan alam. Lebih luas lagi, sampiran juga berisi gambaran tentang hal-hal konkret dan pengalaman.

  Adapun isi atau maksud memuat tujuan dari pantun tersebut (Agni 2009:6). Keberadaan sampiran dan isi juga menjadi pembeda pantun dengan puisi lama yang lain seperti syair dan mantra.

  Ada berbagai pendapat tentang keterkaitan makna antara sampiran dan

  

isi . Amir Hamzah (dalam Semi 1988:147) berpendapat bahwa sampiran memuat

  pikiran dan perasaan yang memiliki kaitan makna dengan bagian isi. bagian sampiran tidak sekadar dibuat sebagai pembentuk bunyi yang akan diikuti oleh

  bagian isi pantun, tetapi keduanya diciptakan dalam suatu kesatuan berpikir. Pendapat ini disangkal oleh Ophuysen (dalam Supardo 1951:18). Menurut Ophuysen, hubungan antara sampiran dan isi bukanlah hubungan makna, melainkan hubungan bunyi. Keduanya saling mengisi dalam kesamaan rima. Pantun merupakan gubahan yang diuntai atau diikat oleh ikatan-ikatan tertentu. Ikatan-ikatan inilah yang merupakan ciri khas yang mudah dikenali (Sugiarto 2009:12). Pantun yang dikembangkan di dalam penelitian ini adalah pantun yang sampiran dan isinya memiliki keterkaitan bunyi tanpa keterkaitan makna.

  Hoykas (dalam Sugiarto 2009: 7) berpendapat bahwa pantun yang baik memiliki hubungan yang tersembunyi pada sampiran dan isi. Sedangkan pada pantun yang kurang baik hubungan tersebut semata-mata hanya untuk keperluan persamaan bunyi.

  Ciri lain yang membedakan pantun dengan puisi lama yang lain adalah kelengkapan informasi yang disampaikan. Di dalam pantun, informasi yang disampaikan selesai dalam satu bait. Hal ini dapat dipahami karena pantun semula disampaikan secara lisan. Ketika satu bait pantun selesai, pantun tersebut dibalas oleh lawan bicara dengan informasi yang berbeda.Pantun tidak dapat dipakai untuk bercerita karena pantun dalam sebait sudah memuat “cerita” yang lengkap. Berbeda dengan syair yang tiap-tiap baitnya masih memiliki keterkaitan informasi. Syair dapat dibuat berpuluh-puluh bait sesuai panjang pendeknya cerita yang dibuat (Supardo 1969:56 serta Fatoni dan Fatimah 1986:58).

  Sugiarto (2015: 5) mengemukakan bahwa ciri-ciri pantun sebagai berikut.

  (1) Setiap untai (bait) terdiri atas empat larik (baris). (2) Banyaknya suku kata tiap baris sama atau hampir sama, biasanya terdiri atas 8-12 suku kata.

  (3) Pola sajak akhirnya ab-ab. (4) Baris pertama dan kedua disebut sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat disebut isi pantun (makna, tujuan, dan tema pantun). Baris sampiran mengandung tenaga pengimbau bagi pendengar untuk segera mendengar atau membaca baris isi.

  Sedangkan Ganie (2015: 22) mengemukakan ciri-ciri pantun biasa antara lain sebagai berikut.

  (1) Setiap baris dibentuk dengan jumlah kata antara 4-6 atau 8-12 kata (kovensi pola baris), (2) Setiap bait dibentuk dengan jumlah baris sebanyak 4 baris (konvensi pola bait), (3) Kata-kata di baris 1-2 (sampiran) mempunyai hubungan fonetis dengan katakata yang ada di larik 3-4(isi), (4) Formula persajakannya merujuk kepada pola sajak akhir a/b/a/b.

  Berdasarkan pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa pantun memiliki ciri-ciri (a) satu bait pantun terdiri atas 4 baris, (b) jumlah kata tiap baris berkisar antara 4-6 kata, (c) jumlah suku kata tiap baris berkisar antara 8-12 suku kata, (d) baris pertama dan kedua disebut sampiran sedangkan baris ketiga dan keempat disebut isi. Keduanya memiliki hubungan fonetis, dan (e) pola sajak pantun berakhiran a/b/a/b.

  Terdapat beberapa macam dasar pengelompokan pantun. Berdasarkan bentuknya, Rizal (2010:16-20) mengelompokkan pantun menjadi pantun biasa, karmina, talibun, dan pantun berkait. Pendapat tersebut didukung oleh Supardo (1969:47) dan Samidi (1962:97). Pendapat tersebut beralasan pada keberadaan sampiran dan isi di dalam puisi-puisi lama tersebut. Selain itu, keempat puisi lama tersebut juga memuat informasi yang lengkap di dalam satu bait. Ciri-ciri keempat jenis pantun tersebut disajikan di dalam tabel berikut.

  Tabel 1 Klasifikasi Pantun Berdasarkan Bentuknya Jenis Pantun Ciri-ciri

  Pantun Biasa

  a. Setiap bait terdiri atas empat baris

  b. Setiap baris terdiri atas 8 sampai dengan 12 suku kata

  c. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran sedangkan

  baris ketiga dan keempat adalah isi

  d. Umumnya bersajak/berima ab-ab

  Karmina/ Apabila dituliskan dalam empat baris sebait: pantun kilat

  a. tiap barisnya terdiri atas 4 sampai dengan 5 suku kata

  b. Baris pertama dan kedua merupakan sampiran, baris

  ketiga dan keempat merupakan isi

  c. Bersajak a-b-a-b

  Apabila dituliskan dalam dua baris sebait: a Tiap-tiap barisnya terdiri atas 8 sampai dengan 10 suku kata. b Baris pertama merupakan sampiran, baris kedua merupakan isi. c Bersajak a-a

  Talibun

  a. Setiap bait terdiri atas lebih dari 4 baris tetapi selalu genap

  jumlahnya (6, 8, 10 dst)

  b. Setiap baris terdiri atas 8 sampai dengan 12 suku kata

  c. Separuh bait yang pertama merupakan sampiran dan separuh

  bait kedua merupakan isi

  d. Bersajak abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya

  Pantun

  a. Setiap bait terdiri atas 4 baris

  berkait

  b. Setiap baris terdiri atas 8 sampai dengan 12 suku kata

  c. Bersajak ab-ab

  d. Baris kedua pada bait pertama menjadi baris pertama pada bait kedua.

  e. Baris keempat pada bait pertama menjadi baris ketiga pada

  bait kedua Berdasarkan isi atau temanya, pantun dibedakan menjadi lima macam.

  Pantun-pantun tersebut meliputi pantun anak-anak, pantun remaja/dewasa, pantun orang tua, pantun teka-teki, dan pantun jenaka (Sugiarto 2009:14).

  Pantun anak-anak menggambarkan perasaan anak-anak (Fatoni dan Fatimah 1986:53). Pantun dunia anak-anak yang biasanya berisi rasa senang dan sedih. Oleh karena itu, jenis pantun anak dibedakan menjadi pantun bersuka cita dan pantun berduka cita (Sugiarto 2009:14).

  Pantun remaja/dewasa berisi kehidupan remaja/dewasa. Tema cinta sangat dominan dalam pantun remaja/dewasa. Oleh karena itu, H.C. Klinkert menyebut pantun sebagai minnezangen (lagu cinta kasih). Pantun remaja/dewasa dibedakan menjadi pantun dagang atau pantun nasib, pantun perkenalan, pantun berkasihkasihan, pantun berceraian, dan pantun beriba hati (Sugiarto 2009:14).

  Pantun orang tua berisi pendidikan, ajaran agama, dan petuah hidup (Supardo 1969:49). Pantun orang tua terdiri atas pantun nasihat, pantun adat, pantun agama, pantun budi, pantun kepahlawanan, pantun kias, dan pantun peribahasa (Sugiarto 2009:15).

  Pantun teka-teki merupakan pantun yang digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Di dalam pantun teka-teki terdapat sebuah pertanyaan (teka-teki) yang harus dipecahkan oleh lawan bicara. Jawaban atas teka-teki tersebut disampaikan dalam bentuk pantun (Surana dalam Susanti 2009:20).

  Pantun jenaka merupakan pantun yang digunakan para pemuda untuk bersenda gurau.Pantun ini biasanya berisi lelucon atau cerita-cerita yang bersifat ringan (Fatoni dan Fatimah 1986:55).

  Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis pantun dibedakan berdasarkan bentuk dan berdasarkan isi. Berdasarkan bentuk, pantun dibedakan menjadi empat jenis, yaitu (1) pantun biasa, (2) karmina atau pantun kilat, (3) talibun, dan (4) pantun berkait. Berdasarkan isinya, pantun dibedakan menjadi lima jenis, meliputi (1) pantun anak-anak, (2) pantun remaja/dewasa, (3) pantun orang tua, (4) pantun jenaka, dan (5) pantun teka-teki. Jenis pantun yang dikaji di dalam penelitian ini adalah pantun biasa yang terdiri atas pantun anak, pantun nasihat, pantun jenaka, dan pantun teka-teki.

d. Langkah-Langkah Menulis Pantun

  Pada hakikatnya menulis adaah suatu kegiatan yang digunakan untuk menyampaikan pesan, gagasan, perasaan, atau informasi secara tertulis menggunakan bahasa sebagai medianya. Menulis pantun adalah kegiatan yang dilakukan untuk menuangkan gagasan atau perasaan dalam karya sastra lama yang terdiri atas sampiran dan isi dengan berpedoman pada syarat-syarat pantun yang telah ditentukan. Orang yang belum terbiasa menulis pantun akan mengalami kesulitan sehingga perlu adanya cara atau teknik agar pembelajaran menulis pantun dapat dilakukan dengan mudah.

  Secara garis besar, Sugiarto (2013:8) membagi langkah-langkah menulis pantun menjadi tiga. Pertama, menentukan tema. Tema tersebut berkaitan dengan jenis pantun yang akan ditulis. Kedua, mengumpulkan kosakata yang berkaitan dengan tema yang telah ditentukan. Disadari atau tidak, setiap jenis dan tema tertentu dalam sebuah pantun akan memiliki kecenderungan untuk menggunakan kata-kata tertentu. Ketiga, teknis penulisan.

  Teknis penulisan terdiri atas lima tahap: mencari kata terakhir isi yang seusai dengan tema, membuat kalimat dengan kata-kata tersebut sesuai dengan aturan pantun, mencari kata terakhir pada sampiran, membuat kalimat dengan kata-kata tersebut sesuai dengan aturan pantun, serta memeriksa kembali pantun yang sudah dibuat.

  Pendapat tersebut sejalan dengan Wiyanto. Menurut Wiyanto (2005:1214) menulis pantun supaya mudah dilakukan dengan cara membuat isi terlebih dahulu baru membuat sampiran. Isi pantun dirangkai menjadi dua kalimat dan diletakkan dalam baris ketiga dan keempat. Setelah itu, barulah dicari sampiran yang sesuai.

  Sampiran biasanya berkaitan dengan alam, misalnya binatang, buah-buahan, bunga-bungaan, peristiwa-peristiwa alam, dan sebagainya. Sampiran juga dapat dikaitkan dengan pengalaman ataupun lingkungan sekitar. Seperti halnya isi pantun, baris pertama dan baris kedua pada sampiran pun hendaknya memiliki keterkaitan. Dengan cara demikian, pantun dapat dibuat dengan mudah dan tepat.

  Sugiarto (2015: 5) membagi langkah-langkah menulis pantun menjadi tiga: (a) menentukan tema; (b) mengumpulkan kosakata yang berkaitan dengan tema yang telah kita tentukan; (c) teknis penulisan. Tema pantun akan berkaitan dengan jenis pantun yang akan ditulis. Oleh karena itu perlu sekali untuk mengingat pengelompokan pantun berdasarkan isinya.

  Sama halnya dengan Ganie (2015: 48-49) yang membagi langkah menulis pantun adalah sebagai berikut.

  (1) Merangkai kosa kata di baris 3-4 (isi). (2) Mencari kosa kata untuk ditempatkan di akhir baris pertama dan kedua (3) Dianjurkan memilih kosakata yang sama suku katanya. Hasil pemilihan kosakata yang demikian dinilai kreatif dibandingkan dengan sekadar menempatkan kosakaat yang sama huruf terakhirnya saja.

  (4) Mencari kosa kata yang dapat dirangkai dengan kata yang ditemukan pada langkah kedua.

  (5) Pemilihan suku kata minimal sama huruf akhir katanya. (6) Pantun dikatakan baik jika memenuhi syarat minimal yaitu kosa kata di baris pertama dan ketiga serta kedua dan keempat bersajak akhir sama.

3. Metode Mind mapping

  Metode adalah cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud.( Surahmad, 1980: 75) Makin baik metode akan makin efektif pula pencapaian tujuannya. Metode tidak lain dari rencana keseluruhan dalam menyajikan materi bahasa secra teratur.

  Adapun yang dimaksud pembelajaran Menurut Gagne, Briggs, dan Wagner (dalam Winataputra 2008) adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada peserta didik. Sedangkan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

  Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud metode pembelajaran adalah cara atau jalan yang ditempuh oleh guru untuk menyampaikan materi pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai.

  Metode pembelajaran banyak macam-macam dan jenisnya, setiap jenis metode pembelajaran mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing, tidak menggunakan satu macam metode saja, mengkombinasikan penggunaan beberapa metode yang sampai saat ini masih banyak digunakan dalam proses belajar mengajar.

  Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk pembelajaran menyusun pantun, yakni metode mind mapping atau peta pikiran. Menurut Sulistyana (2011:77), metode mind mapping merupakan cara yang mudah merangkum suatu pelajaran yang memiliki suatu topik dengan cara membuat peta pikiran, berbentuk diagram pohon, menuliskan tema atau topik di tengah kertas kemudian menuliskan kata-kata kunci pada cabang-cabang tema tersebut. Kata kunci merupakan kata-kata tertentu atau kata-kata inti. Melalui kata-kata kunci yang dipilih seperti diagram atau cabang-cabang pohon, informasi mudah diterima otak. Cara termudah membuat mind mapping adalah memberikan prinsip dasar kata kunci.

  Metode mind mapping adalah aktivitas pemetaan proses menulis. Dalam teori

  

creative writing teknik mind mapping dapat diterapkan dalam proses kreatif

  menulis para penulis/pengarang, khususnya pada fase pengolahan ide. Dalam fase ini, penulis/pengarang dapat menjabarkan idenya dengan metode mind mapping untuk membentuk elemen-elemen tulisannya (Pranoto, 2011:115).

  Peta pikiran (mind map) bisa digunakan untuk membantu penulisan esai atau tugas-tugas yang berkaitan dengan konsep (Huda 2013:307). Konsep tersebut kemudian dipetakan secara lebih rinci untuk mempermudah pemahaman tentang materi yang dipelajari.

  Peta pikiran (peta konsep) menurut Trianto (2007:160) dilakukan dengan membuat suatu sajian visual atau suatu diagram tentang bagaimana ide-ide penting atau suatu topik tertentu dihubungkan satu sama lain. Peta-peta konsep tersebut membentuk hierarkhi dari konsep yang umum dan berurutan ke yang khusus.

  Teknik pemetaan pikiran memungkinkan otak menggunakan semua gambar dan asosiasinya dalam pola radikal dan jaringan sebagaimana otak dirancang seperti yang secara internal selalu digunakan otak, dan anda perlu membiasakan diri kembali. Teknik mind mapping merupakan cara termudah untuk menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar otak. Teknik pemetaan pikiran adalah cara mencatat kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan” pikiran-pikiran kita. Teknik pemetaan pikiran bisa dibandingkan dengan peta kota. Bagian tengah pemetaan pikiran sama halnya dengan pusat kota dan mewakili gagasan terpenting; jalan-jalan protokol yang memancar keluar dari pusat kota merupakan pikiran-pikiran utama dalam proses berpikir, jalan-jalan atau cabang- cabang sekunder merupakan pikiran sekunder (Buzan 2013:4).

  

Mind mapping adalah cara mencatat yang kreatif, efektif dan secara harfiah

  akan memetakan pikiran-pikiran. Mind mapping juga merupakan peta rute yang memudahkan ingatan dan memungkinkan untuk menyusun fakta dan pikiran, dengan demikian cara kerja alami otak dilibatkan sejak awal. Ini berarti mengingat informasi akan lebih mudah dan lebih bisa diandalkan daripada menggunakan metode mencatat tradisional. Selain itu mind mapping adalah sistem penyimpanan, penarikan data dan akses yang luar biasa untuk perpustakaan raksasa dalam otak manusia yang menakjubkan.

  

Mind mapping bertujuan membuat materi pelajaran terpola secara visual dan

  grafis yang akhirnya dapat membantu merekam, memperkuat, dan mengingat kembali informasi yang telah dipelajari. Mind mapping adalah satu metode mencatat yang mengembangkan gaya belajar visual. Mind mapping memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang terdapat di dalam diri seseorang. Dengan adanya keterlibatan kedua belahan otak maka akan memudahkan seseorang untuk mengatur dan mengingat segala bentuk informasi, baik secara tertulis maupun secara verbal. Adanya kombinasi warna, simbol, bentuk dan sebagainya memudahkan otak dalam menyerap informasi yang diterima.

  Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa metode pemetaan pikiran (mind mapping) merupakan metode mencatat kreatif imajinatif dengan citra visual dan prasarana grafis lainnya untuk memetakan pikiran sehingga dapat membentuk kesan.

  Pada penerapan metode mind mapping memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Buzan (2013:110) mengemukakan beberapa manfaat atau kelebihan pemetaan pikiran (mind map), diantaranya sebagai berikut: (1) meningkatkan kecepatan berpikir, (2) memberi kelenturan yang tak terbatas, (3) menjelajah jauh dari pemikiran tempat ide-ide orisinal menunggu.

  Selain memiliki kelebihan, metode pemetaan pikiran juga mempunyai kekurangan. Kekurangan metode ini adalah apabila terdapat peserta didik yang tidak menyukai menggambar dan mewarnai, maka mereka cenderung akan merasa bosan (Muhibullah, 2011:31).

  Buzan (2009:14) menerangkan bahwa untuk dalam menerapkan metode mind

  

mapping diperlukan sarana dan prasarana, diantaranya: kertas kosong tak bergaris,

  pena dan pensil warna, otak dan imajinasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk membuat mind mapping membutuhkan imajinasi atau pemikiran. Adapun cara pembuatan mind mapping adalah sebagai berikut: a) Mulailah dari tengah kertas kosong.

  b) Gunakan gambar (simbol) untuk ide utama.

  c) Gunakan berbagai warna.

  d) Hubungan cabang-cabang utama ke gambar pusat.

  e) Buatlah garis hubung yang melengkung.

  f) Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis.

  g) Gunakan gambar. Metode mind mapping dapat bermanfaat secara optimal bila dilaksanakan dengan tepat. Buzan (2013) mengungkapkan sejumlah aturan yang harus diikuti agar metode tersebut dapat memberikan manfaat secara optimal. Berikut penjabarannya.

  a) Kertas: polos dengan ukuran minimal A4 dan paling baik adalah ukuran A3 dengan orientasi horizontal (landscape). Central topic diletakkan di tengah- tengah kertas dan sedapat mungkin berupa image dengan minimal 3 warna.

  b) Garis: lebih tebal untuk BOIs (Basic Ordering Ideas) dan selanjutnya semakin jauh dari pusat garis akan semakin tipis. Garis harus melengkung (tidak boleh garis lurus) dengan panjang yang sama dengan panjang kata atau image yang ada di atasnya. Seluruh garis harus tersambung ke pusat.

  c) Kata: menggunakan kata kunci saja dan hanya satu kata untuk satu garis.

  Harus selalu menggunakan huruf cetak supaya lebih jelas dengan besar huruf yang semakin mengecil untuk cabang yang semakin jauh dari pusat. d) Image: gunakan sebanyak mungkin gambar, kode, simbol, grafik, tabel dan ritme karena lebih menarik serta mudah untuk diingat dan dipahami. Kalau memungkinkan gunakan image yang 3 dimensi agar lebih menarik lagi.

  e) Warna: gunakan minimal 3 warna dan lebih baik 5-6 warna. Warna berbeda untuk setiap BOIs dan warna cabang harus mengikuti warna BOIs.

  f) Struktur: menggunakan struktur radian dengan sentral topic terletak di tengah-tengah kertas dan selanjutnya cabang-cabangnya menyebar ke segala arah. BOIs umumnya terdiri dari 2-7 buah yang disusun sesuai dengan arah jarum jam dimulai dari arah jam 1.

  

Gambar 1

Contoh Aplikasi Mind mapping

  Menurut Buzan (2010:15) Langkah dalam membuat mind mapping sebagai berikut : a) Mind mapping dibuat dengan menulis topiknya di bagian tengah, yang sisi panjangnya diletakkan mendatar. Memulai dari tengah memberi kebebasan kepada otak untuk menyebar ke segala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih bebas dan alami. b) Mind mapping dibuat dengan gambar atau foto untuk ide sentral. Sebuah gambar bermakna seribu kata dan membantu kita menggunakan imajinasi.

  Sebuah gambar sentral akan lebih menarik, membuat kita tetap terfokus, membantu kita berkonsentrasi, dan mengaktifkan otak.

  c) Mind mapping dibuat dengan menggunakan warna karena warna sama menariknya dengan gambar.Warna membuat mind mapping lebih hidup, menambah energi kepada pemikiran kreatif, dan menyenangkan.

  d) Mind mapping dibuat dengan menghubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-cabang tingkat dua dan tiga ke tingkat satu dan dua, dan seterusnya. Otak senang mengaitkan dua, tiga, atau empat hal sekaligus. Bila kita hubungkan cabang-cabang, kita akan lebih mudah mengerti dan mengingat.

  e) Mind mapping dibuat dengan garis hubung yang melengkung, bukan garis lurus, karena garis lurus akan membosankan otak. Apabila menghubungkan cabang-cabang tersebut, akan lebih mudah dimengerti dan diingat. Penghubung cabang-cabang utama akan menciptakan dan menetapkan struktur dasar atau arsitektur pikiran. Ini serupa dengan cara pohon mengaitkan cabang-cabangnya yang menyebar dari batang utama.

  f) Mind mapping menggunakan satu kata kunci untuk setiap garis. Kata kunci tunggal memberi lebih banyak daya dan fleksibilitas kepada mind mapping.

  Setiap kata tunggal atau gambar adalah pengganda, menghasilkan sederet asosiasi, hubungannya sendiri, dan memicu ide dan pikiran baru. Kalimat atau ungkapan cenderung menghambat efek pemicu ini. Mind mapping yang memiliki lebih banyak kata kunci seperti tangan yang semua sendi jarinya bekerja.

  g) Mind mapping dibuat dengan menggunakan gambar sentral karena setiap gambar bermakna seribu kata. Apabila kita memiliki 10 gambar di dalam

  mind mapping , mind mapping kita sudah setara dengan 10.000 kata catatan.