Konsep Pemanfaatan Ruang Sebagai Upaya Pelestarian Sub Das Babura Kota Medan

20

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STUDI TERDAHULU
Referensi peneliti dalam membantu membentuk kerangka konseptual dalam
penelitian ini adalah studi-studi yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti
sebelumnya yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Nama dan Hasil Penelitian Terdahulu
No

Nama Peneliti

Hasil Penelitian

1

Emirhadi, S, (et.al)

Perlu adanya keterpaduan dalam pengelolaan sungai

untuk menangani masalah di sepanjang DAS. Praktek
perancangan harus mempertimbangkan segala
keterkaitannya termasuk dengan aspek kondisi
masyarakat, dan keterpaduan dalam proses perancangan,
pemanfaatan dan pengendalian penataan ruang yang
mengakomodasikan aspek-aspek peraturan pemerintah,
baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah,
kondisi masyarakat, kawasan hulu- hilir, serta
kelestarian lingkungan sepanjang DAS.

2

Fransisca, E

Desa Keseneng sudah melakukan fungsi-fungsi/aktifitas
pengelolaan sumber daya alam yang meliputi
perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pelaksanaan (actuating), dan pengendalian (controlling)
dengan baik. CBNRM di Desa Keseneng mampu
menyeimbangkan tujuan pemberdayaan masyarakat dan

konservasi sumber daya alam. Untuk mendukung
konservasi DAS diusulkan replikasi model tersebut pada
desa-desa di DAS hulu dan kerjasama antardesa dalam
kawasan.

3

Sam’un, J.R

Relasi antar organisasi dalam pengelolaan DAS Citarum,
belum terstruktur dengan baik. Secara umum
pengelolaan DAS Citarum menyadari kepentingan
bersama. Dalam prakteknya masih mengedepankan
kepentingan sendiri, komitmen rendah. Dengan
demikian, model kolaborasi interdependensi sebagai
model yang paling tepat digunakan dalam pengelolaan

Universitas Sumatera Utara

21


DAS Citarum

4

Sodikin

Berdasarkan parameter (indeks penggunaan lahan dan
dahaya erosi) dan standar evaluasi kinerja DAS,
kesehatan DAS Padang tergolong sedang dengan kisaran
nilai 30-75%, dan kesesuaian penggunaan lahan
tergolong baik dengan kisaran nilai 75%.

Lanjutan
No

Nama Peneliti

Hasil Penelitian


5

Suryanto

Seiring pertambahan jumlah penduduk Kota Semarang,
daya dukung DAS Beringin untuk dapat dikembangkan
kawasan permukiman seluas 1.524 Ha (56,62 %),
sedangkan yang sudah tidak memungkinkan untuk
dikembangkan menjadi kawasan permukiman seluas
1.168 hektar (43,38 %).

6

Arief, H

Secara umum, kesesuaian lahan untuk perumahan di
Kota Fakfak adalah sesuai dengan luasan 76,38%
sedangkan sisanya termasuk dalam kelas tidak sesuai
dan kurang sesuai, tetapi dalam kelas ini termasuk
kampung dengan kepadatan penduduk yang relatif

tinggi seperti Kampung Gwerpe dan Lusypkeri
dibandingkan dengan wilayah yang lain. Pengaturan
berupa bimbingan teknis dalam pembangunan serta
penataan perumahan perlu terus dilakukan terutama pada
kampung tersebut dan perumahan yang berada di
sepanjang pesisir pantai yang rawan tsunami.

7

Sumihar, H

Salah satu penyebab terjadinya banjir di Kota Medan
karena adanya degradasi/kerusakan lahan baik akibat
erosi, kekritisan lahan, dan penggunaan lahan yang tidak
sesuai dengan kemampuan penggunaan lahannya.
kerusakan lahan DAS Deli didominasi oleh faktor-faktor
biofisik, terutama penggunaan lahan, kemiringan lereng,
bentuk lahan, dan curah hujan di Sub DAS Deli bagian
hulu. Kerusakan lahan DAS Deli berdasarkan potensi
erosi setiap tahun mencapai 1.293.764,9 ton dengan rata

rata erosi 27,08 ton/ha/tahun atau setara dengan
kehilangan lapisan tanah setebal 1,3 mm. Arahan
konservasi dan penggunaan lahan memberikan dampak
terhadap penurunan debit maksimum dan volume banjir
masing-masing Sub DAS dengan kala ulang 2, 5, dan 10
tahun.

Universitas Sumatera Utara

22

2.2 DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS)
2.2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pengertian daerah aliran sungai menurut Muhjidin Mawardi adalah kesatuan
ruang (hamparan ruang) yang terdiri atas unsur biotik (tanah, air, udara), biotik
(vegetasi, binatang dan organisme hidup lainnya termasuk manusia) saling
berinteraksi satu dengan lainnya, sehingga merupakan satu kesatuan ekosistem
yang dibatasi oleh punggung-punggung gunung/bukit dimana semua air mengalir
ke satu sistem outlet (sungai, danau atau laut). Pengertian lainnya dari DAS
adalah merupakan daerah yang dibatasi punggung-punggung gunung dimana air

hujan yang jatuh pada daerah tersebut akan ditampung oleh punggung-gunung
tersebut dan dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama (Novitasari
et.al, 1).
2.2.2 Konsep Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Pengelolaan DAS merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat,
petani dan pemerintah untuk memperbaiki keadaan lahan dan ketersediaan air
secara terintegrasi di dalam suatu DAS.
Kerangka pemikiran pengelolaan DAS melibatkan 3 (tiga) dimensi
pendekatan analisis seperti dikemukakan oleh Hufschmidt (1986), yaitu sebagai
berikut :
1. Pengelolaan DAS sebagai proses yang melibatkan langkah-langkah
perencanaan dan pelaksanaan yang terpisah tetapi terkait;
2. Pengelolaan DAS sebagai sistem perencanaan pengelolaan dan sebagai alat
implementasi program pengelolaan DAS melalui kelembagaan yang relevan
dan terkait;
3. Pengelolaan DAS sebagai aktivitas berjenjang dan bersifat sekuensial yang
masing-masing berkaitan dan memerlukan perangkat pengelolaan yang
spesifik.

Universitas Sumatera Utara


23

Target pembangunan DAS yang berkelanjutan adalah keselarasan kegiatan
pembangunan ekonomi dan perlindungan lingkungan melalui penyesuaian
kegiatan pengelolaan DAS dan konservasi daerah hulu.
Dengan demikian perlu memperhatikan kriteria fungsi DAS dari sudut
pandang penggunaan lahan dan sistem tutupan lahan untuk mengurangi laju air
permukaan penyebab banjir di daerah hilir DAS (Meine V.N et.al, 2)
Konsep pengelolaan DAS yang baik perlu didukung oleh kebijakan yang
dirumuskan dengan baik melalui praktek-praktek pengelolaan lahan yang
kondusif untuk pencegahan terhadap degradasi tanah dan air. Pendekatan
menyeluruh dan terpadu sangat diperlukan yaitu pendekatan yang menuntut suatu
manajemen terbuka yang menjamin berlangsungnya proses koordinasi antara
lembaga atau instansi terkait (Isrun, 67).
Konsep yang sesuai dengan pengelolaan daerah aliran sungai adalah konsep
kolaborasi yang dapat dilihat dari dua perspektif ; 1) konsep pemecahan konflik
dari perspektif organisasi dan 2) konsep kerjasama antar stakeholders (Sam’un
J.R, 223).
A. Pengelolaan DAS sebagai Sistem Perencanaan

Pengelolaan DAS memiliki arti sebagai pengelolaan dan alokasi sumberdaya
alam di daerah aliran sungai termasuk pencegahan banjir dan erosi, serta
perlindungan nilai keindahan yang berkaitan dengan sumberdaya (Anggara. W, 1)
Sungai memiliki peran strategis sebagai salah satu sumber daya alam yang
mendukung kehidupan masyarakat. Peranan sungai di dalam konteks perkotaan
menjadi sangat penting, khususnya dalam upaya mempertahankan sumber daya
air yang berkelanjutan (Emirhadi. S, 143)
Secara konseptual, pengelolaan DAS dipandang sebagai suatu sistem
perencanaan terhadap beberapa hal (Chay Asdak, 541), yaitu sebagai berikut :
1. Aktifitas pengelolaan sumberdaya termasuk tata guna lahan, praktek
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya setempat, dan praktek pengelolaan
sumberdaya di luar daerah kegiatan program atau proyek;

Universitas Sumatera Utara

24

2. Alat implementasi untuk menempatkan usaha-usaha pengelolaan DAS
seefektif mungkin melalui elemen-elemen masyarakat dan perseorangan;
3. Pengaturan


organisasi

dan

kelembagaan

di

wilayah

perencanaan

dilaksanakan.
Apabila suatu DAS dihutankan kembali maka pengaruhnya terhadap tata air
DAS akan memakan waktu puluhan tahun. Penanaman pohon dengan penyebaran
kayu-kayuan secara merata dalam suatu DAS, dipilih sebagai metode pengatur
tata air DAS, penanamannya harus mencakup sebagian besar wilayah DAS
tersebut. Jika hanya 20- 30% dari wilayah DAS ditanami, pengaruhnya terhadap
tata air mungkin tidak nyata.


B. Kegiatan Pengelolaan DAS
Kegiatan pengelolaan DAS dibedakan menjadi beberapa langkah sesuai
dengan tugas dan wewenang yang dimiliki oleh lembaga-lembaga yang terkait
dengan kegiatan pengelolaan DAS. Langkah-langkah ini dapat dikenal dengan
cara menganalisis program pengelolaan DAS sebagai kegiatan yang bersifat
sekunsial dan saling berkaitan untuk menghasilkan sasaran tertentu dan dengan
aktivitas pengelolaan tertentu.
1.

Aktifitas pertama : seluruh wilayah DAS dibagi menjadi beberapa tipe tata
guna lahan utama (saat ini dan yang akan diusulkan), antara lain, hutan
(produksi, lindung, konservasi), pertanian, perkebunan, pertambangan,
transportasi, pemukiman, dan lain-lain (Tabel 2.2, Panel 1).

2.

Aktifitas kedua : untuk setiap unit operasi tata guna lahan tertantu, perlu
dikembangkan aktivitas pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di
daerah tersebut(Tabel 2.2, Panel 2).
Tabel 2.2 Tiga Kegiatan Utama Pengelolaan DAS
(adaptasi dari Hufschmidt,1986)
Panel 1 : Pembagian DAS menjadi beberapa tata guna lahan
a)
b)
c)
d)

Pertanian (irigasi dan lahan kering)
Perumputan, Holtikultura, Agroforestry
Kehutanan (komersial, serbaguna, perlindungan)
Pertambangan

Universitas Sumatera Utara

25

e) Transportasi
f) Perkotaan
g) Danau, waduk
Panel 2 : Pengembangan pemanfaatan sumberdaya dan kegiatan pengelolaan untuk setiap
unit pemanfaatan untuk masing-masing tata guna lahan utama
Pertanian Irigasi
a) Tipe dan Rotasi Tanaman Pangan
b) Jumlah dan pemberian air, pupuk, pestisida, buruh dan mesin
c) Metode penanaman, pemanfaatan air, pupuk, pestisida
d) Instalasi dan perbaikan strip penyangga, teras, dan lain-lain.
Hutan Komersial :
a) Tipe jenis pohon
b) Rotasi dan distribusi pohon
c) Jumlah dan waktu pemberian input
d) Metode penanaman dan pemanenan, penjarangan, pemupukan
Panel 3 ; Pengembangan kegiatan pengelolaan di daerah hilir
a) Perlindungan pinggir sungai melalui strip penyangga,
penanaman vegetasi, pemasangan batu penahan longsor
b) Pembersihan sampah dan kotoran lainnya
c) Pengerukan lumpur di sungai/saluran lainnya
d) Pengerukan pantai/pelabuhan
e) Dam pengendali dan pengendalian pencemaran
Sumber : Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Tahun 2010

C. Tujuan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
Secara garis besar ada 3 (tiga) sasaran utama yang ingin dicapai dalam
pengelolaan DAS yaitu sebagai berikut :
1.

Rehabilitasi lahan terlantar atau lahan yang masih produktif tetapi digarap
dengan cara yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip konservasi tanah dan
air;

2.

Perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitif terhadap
terjadinya erosi dan atau tanah longsor atau lahan-lahan yang diperkirakan
memerlukan tindakan rehabilitasi dikemudian hari;

3.

Peningkatan atau pengembangan sumberdaya terutama sumber daya air.
Sedangkan tujuan dari pengelolaan DAS tersebut adalah sebagai berikut :
a) Terjaminya

pemanfaatan

sumberdaya

alam

skala

DAS

secara

berkelanjutan;
b) Tercapainya

keseimbangan

ekologis

sebagai

sistem

penyangga

kehidupan;
c) Terjaminnya kuantitas dan kualitas air sepanjang tahun;
d) Pengendalian banjir dan aliran permukaan;

Universitas Sumatera Utara

26

e) Pengendalian erosi tanah dan proses degradasi lahan lainnya.
D. Teknologi Pengelolaan DAS
Pertimbangan pemilihan teknologi dalam pengelolaan DAS agar tercapainya
sasaran konservasi lahan dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat yang ada di
dalamnya, melalui tindakan sebagai berikut :
1) Penggunaan lahan harus disesuaikan dengan sifat dan kemampuan lahan
bersangkutan. Tanah yang berlereng curam, misalnya lebih curam dari 40%,
tidak aman bila digunakan secara intensif untuk tanaman semusim. Penuntun
praktis kriteria kesesuaian lahan diberikan di dalam buku Djaenuddin et al.
(2003). Di dalam buku tersebut diuraikan tanaman apa yang cocok ditanam
pada lahan tertentu.selain itu, dinamika penggunaan lahan tidak sesuai dengan
kemampuannya akan berpengaruh terhadap kondisi hidrologis DAS,
menurunnya kesuburan tanah dan menyebabkan degradasi lahan (Alwi L.O
et.al, 78).
2) Memaksimalkan penutupan tanah dengan menggunakan tanaman penutup,
karena dengan banyaknya tajuk dan seresah tanaman, akan semakin
terlindung permukaan tanah dari terpaan air hujan dan makin terbentuk
jaringan penyaring erosi.
3) Mempertahankan sebanyak mungkin air hujan pada tempat di mana air
tersebut jatuh, sehingga mengurangi aliran permukaan.
4) Mengalirkan kelebihan air permukaan dengan kecepatan yang aman ke
kolam-kolam penampung untuk digunakan kemudian.
5) Menghindari terbentuknya parit (gully) dan menghambatnya (menyumbat)
dengan sumbat parit (gully plug) pada interval yang sesuai untuk
mengendalikan erosi dan pengisian kembali air tanah
6) Memaksimalkan produktivitas lahan per satuan luas, per satuan waktu, dan
per satuan volume air.
7) Meningkatkan intensitas pertanaman dengan tanaman sela dan menata pola
pergiliran tanaman.

Universitas Sumatera Utara

27

8) Menstabilkan sumber penghasilan dan mengurangi resiko kegagalan selama
terjadinya penyimpangan iklim (terlalu sedikit atau terlalu banyak hujan).
9) Meningkatkan/memperbaiki infrastruktur yang dapat membantu kelancaran
distribusi, pemasaran, dan penyimpanan hasil pertanian.
10) Untuk

daerah

beriklim

kering,

kegiatan

terutama ditujukan

untuk

meningkatkan penyimpanan air tanah melalui peningkatan kapasitas infiltrasi
dan simpanan air di permukaan tanah melalui pembuatan sumur, corak atau
embung penampung air.
11) Sisa tanaman perlu dikembalikan ke permukaan tanah baik secara langsung
misalnya dalam bentuk mulsa atau dalam bentuk kompos.
12) Tindakan konservasi tanah harus disesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi
setempat (misalnya status pemilikan tanah, tenaga kerja, penghasilan rumah
tangga). Tindakan konservasi yang mudah diterima petani adalah tindakan
yang memberi keuntungan jangka pendek dalam bentuk peningkatan hasil
panen dan peningkatan pendapatan, terutama untuk petani yang status
penguasaan lahannya tidak tetap.
13) Kegiatan konservasi yang akan diterapkan seharusnya dipilih oleh petani
dengan fasilitasi penyuluh. Petani paling berhak mengambil keputusan untuk
kegiatan yang akan dilakukan pada lahan mereka.
14) Jangan melakukan tindakan konservasi kalau belum dimengerti apa masalah
yang akan dipecahkan dan apa manfaat tindakan tersebut.
15) Permasalahan pokok yang dijumpai dalam DAS adalah:
a) Degradasi lahan (erosi)
b) Penurunan kualitas air
c) Kekeringan dan banjir
d) Pendangkalan sungai, danau atau (perubahan debit sungai) waduk oleh
sedimen

Universitas Sumatera Utara

28

E. Ekosistem Daerah Aliran Sungai
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponen-komponen
yang saling berintgrasi, sehingga membentuk suatu kesatuan (Chay Asdak : 10).
Dalam ekosistem DAS berbagai tataguna lahan, bentuk geomorfologi, flora dan
fauna, bangunan-bangunan fisik serta manusia dan aktivitasnya bersama-sama
menyusun ekosistem tersebut (Sodikin, 105). Sistem tersebut mempunyai sifat
tertentu, tergantung pada jumlah dan jenis komponen yang menyusunnya. Besar
kecilnya ukuran ekosistem tergantung pada pandangan dan batas yang diberikan
pada ekosistem tersebut. Daerah aliran sungai dapatlah dianggap sebagai suatu
ekosistem.
Dalam mempelajari ekosistem DAS, daerah aliran sungai biasanya dibagi
menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu DAS
dicirikan oleh hal-hal sebagai berikut :
1) Merupakan daerah konservasi;
2) Mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi;
3) Merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%);
4) Bukan merupakan daerah banjir;
5) Pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis
vegetasi di dominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang
didominasi hutan bakau/gambut.
Dalam hubungannya dengan sistem hidrologi, DAS mempunyai karakteristik
yang spesifik serta berkaitan erat dengan unsur utamanya seperti jenis tanah, tata
guna lahan, topografi, kemiringan dan panjang lereng. Karakteristik biofisik DAS
tersebut dapat memberikan pengaruh terhadap besar kecilnya evapotranspirasi,
infiltrasi, perkolasi, air larian, aliran permukaan, kandungan air tanah, dan aliran
sungai. Diantara faktor-faktor yang berperan dalam menentukan sistem hidrologi
tersebut di atas, faktor tata guna lahan (A.R As-syakur et.al, 201) dan kemiringan
dan panjang lereng dapat direkayasa oleh manusia. Dalam merencanakan
pengelolaan DAS, perubahan tataguna lahan (perubahan dari pertanian menjadi
hutan atau bentuk tataguna lahan lainnya). Serta pengaturan kemiringan lereng
dan panjang lereng.

Universitas Sumatera Utara

29

F. Pengelolaan DAS dalam Konsep Multiguna
Sasaran pengelolaan DAS untuk tujuan multiguna adalah mengelola
sumberdaya pada tingkat yang paling menguntungkan, baik jangka pendek
maupun jangka panjang.
Dengan demikian, konsep pengelolaan multiguna suatu DAS dapat
diwujudkan melalui satu atau kombinasi cara-cara sebagai berikut :
1) Keseimbangan dan konsistensi pemanfaatan hasil ekstraksi sumberdaya dari
suatu DAS;
2) Pergiliran pemanfaatan berbagai produk sumberdaya atau kombinasi
pemanfaatan hasil tersebut dalam suatu DAS;
3) Kombinasi pemanfaatan hasil pengelolaan sumberdaya DAS berdasarkan
(pemisahan) geografis sehingga konsep pengelolaan multiguna DAS dapat
dicapai melalui unit-unit pengelolaan lahan dalam suatau DAS (setiap unit
lahan dikelola untuk menghasilkan produk tertentu yang berbeda dari unit
lahan lainnya)

Dua tipe pengelolaan multiguna DAS yang umum dikenal dalam
merencanakan pengelolaan DAS adalah sebagai berikut :
1) Pengelolaan multiguna DAS yang berorientasi pada sumberdaya;
2) Pengelolaan yang berorientasi pada wilayah pengelolaan. Pengelolaan
multiguna DAS yang berorientasi pada sumberdaya mengacu pada alternatife
pemanfaatan satu atau lebih sumberdaya.
Agar penggabungan konsep multiguna ke dalam pengelolaan DAS dapat
berjalan efektif, diperlukan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1) Pengukuran hasil pertanian dan sumberdaya lainnya yang dilaksanakan
ditempat kegiatan berlangsung untuk alternatif sistem pengelolaan multiguna
yang sedang dilaksanakan.
2) Pemahaman tentang besarnya biaya dan manfaat dari masing-masing aktifitas
pengelolaan yang diusulkan.
3) Mengenal adanya efek eksternalitas, antara lain kemungkinan timbulnya
dampak di daerah hilir akibat aktifitas pengelolaan di daerah hulu.

Universitas Sumatera Utara

30

2.2.3 Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
A. Hierarki

Perencanaan

Pengelolaan

DAS

Dalam

Perencanaan

Pembangunan
Perencanaan pengelolaan DAS merupakan salah satu bentuk perencanaan
pembangunan sumberdaya alam (vegetasi, tanah, dan air) dengan menggunakan
satuan atau unit pengelolaan daerah tangkapan air (catchment area) atau daerah
aliran sungai dengan bagian-bagian wilayahnya. Salah satu acuan utama peraturan
perundangan yang mendasari penyusunan perencanaan pembangunan di Indonesia
adalah Undang-Undang (UU) No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Oleh karena itu sistem perencanaan pengelolaan DAS
yang dibangun harus kompetibel dengan sistem perencanaan nasional.
Berdasarkan UU No. 25 Tahun 2004 pasal 3, 4, 5, dan 7.
Dalam proses penselarasan, perlu disadari bahwa batas wilayah DAS yang
alami jarang sekali, bahkan tidak mungkin, berhimpitan dengan batas wilayah
administrasi pemerintahan. Sementara itu luas DAS di Indonesia sangat beragam,
sehingga DAS perlu dikelompokkan dengan menyesuaikan keberadaannya dalam
wilayah administrasi pemerintahan yang “dominan” yakni bagian DAS atau
daerah tangkapan air dalam wilayah kabupaten dominan, daerah tangkapan air
dalam wilayah provinsi dominan, dan lintas provinsi. Bagian DAS dalam wilayah
administrasi bisa terdiri dari satu atau lebih sub DAS dan atau sub-sub DAS.
Dengan demikian perencanaan yang tersusun akan memiliki kompatibilitas
dengan pembangunan wilayah yang berangkutan. Perencanaan pengelolaan DAS
lintas kabupaten dan lintas provinsi disusun untuk jangka waktu 15 tahun
sedangkan DAS atau bagian DAS dalam kabupaten dominan disusun untuk
jangka waktu lima tahun atau rencana pembangunan jangka menengah (RPJM).
Dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 17 ayat (1)
disebutkan bahwa hubungan dalam bidang pemanfaatan sumberdaya alam dan
sumberdaya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah meliputi: (c)
penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.

Universitas Sumatera Utara

31

Hirarki perencanaan berimplikasi pada skala peta kerja yang digunakan.
Dalam PP No. 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
disebutkan bahwa skala peta untuk tingkat kabupaten paling sedikit 1 : 50.000,
untuk tingkat provinsi digunakan tingkat ketelitian skala minimal 1 : 250.000, dan
untuk skala nasional 1 : 1.000.000. Dengan demikian skala perencanaan
pengelolaan pada tingkat DAS atau tingkat bagian DAS dalam wilayah
administrasi (sub DAS) mengikuti hirarki skala ini.

B. Prinsip Dasar Perencanaan Pengelolaan DAS
Daerah aliran sungai (DAS) bisa dipandang sebagai suatu sistem pengelolaan,
dimana DAS memperoleh masukan (input) yang kemudian diproses di DAS untuk
menghasilkan luaran (output) (Asdak, 1995 dan Becerra, 1995).
Daerah aliran sungai juga dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi yang
terdiri dari komponen-komponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi
dalam suatu kesatuan. Hubungan antara berbagai komponen berlangsung dinamis
untuk memperoleh keseimbangan secara alami. Dinamika keseimbangan tersebut
bisa menuju ke arah baik atau ke arah buruk, yang kondisinya sangat dipengaruhi
oleh besarnya intervensi manusia terhadap sumberdaya alam dan proses interaksi
alam sendiri. Oleh karena itu, dalam daerah tangkapan air atau DAS terjadi
hubungan timbal balik antara sumberdaya manusia dengan sumberdaya alam yang
mempengaruhi kelestarian sumberdaya alam tersebut. Hubungan timbal balik ini
tidak hanya setempat (onsite) tetapi juga di tempat lain (offsite), sehingga
diperlukan sistem pengelolaan menyeluruh dari hulu sampai hilir.
Menurut Dixon (1986), pengelolaan DAS didefinisikan sebagai proses
formulasi dan implementasi dari suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut
sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS dengan memperhitungkan
kondisi sosial, politik, ekonomi dan faktor-faktor institusi yang ada di DAS dan di
sekitarnya untuk mencapai tujuan sosial yang spesifik, sedangkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 37 tahun 2012, pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam
mengatur hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia di

Universitas Sumatera Utara

32

dalam DAS dan segala aktifitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian
ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara
berkelanjutan.
Pengelolaan DAS bukan hanya hubungan antar biofisik, tetapi juga
merupakan pertalian dengan faktor ekonomi dan kelembagaan. Dengan demikian
perencanaan pengelolaan DAS perlu mengintegrasikan faktor-faktor biofisik,
sosial ekonomi dan kelembagaan untuk mencapai kelestarian berbagai macam
penggunaan lahan di dalam DAS yang secara teknis aman dan tepat, secara
lingkungan sehat, secara ekonomi layak, dan secara sosial dapat diterima
masyarakat (Brooks, et al., 1990). Selain itu pengelolaan DAS juga bertujuan
untuk mencegah kerusakan (mempertahankan daya dukung) dan memperbaiki
yang rusak (pemulihan daya dukung). Kerangka dasar pengelolaan DAS secara
skematis dapat digambarkan seperti diagram Gambar 2.1
Proses penyusunan karakterisasi DAS mirip prosedur diagnosis kesehatan
manusia atau hewan yakni melalui tahap diagnosa awal dan diagnosa lanjut
sebagai dasar untuk melakukan terapi (Gambar 2.2). Dalam sistem pengelolaan
DAS, kondisi hidrologi dan produksi merupakan luaran yang bisa memberikan
indikasi awal kondisi kesehatan/degradasi (diagnosa awal) suatu DAS/Sub DAS

Universitas Sumatera Utara

33

Gambar 2.1 Diagram Alir Sistem Pengelolaan DAS

Universitas Sumatera Utara

34

Gambar 2.2 Proses Diagnosis Kesehatan DAS sebagai Basis Karakterisasi.
(Diadopsi dari Paimin, et al., 2010)

D. Karakterisasi DAS Sebagai Basis Identifikasi Masalah
Sistem karakterisasi tingkat DAS disusun dalam formula tipologi DAS
(Paimin, 2010). Tipologi DAS tersebut menunjukkan kerentanan dan potensi DAS
yaitu tipologi lahan, tipologi sosial ekonomi kelembagaan, tipologi banjir, dan
tipologi kewilayahan yang secara skematis seperti disajikan pada Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

35

Gambar 2.3 Diagram Alir Analisis Tipologi DAS
2.3 PENGEMBANGAN WILAYAH
A. Pembangunan Berkelanjutan
Ukuran tingkat pertumbuhan ekonomi merupakan gambaran perkembangan
wilayah dan kesejahteraan masyarakatnya. Seringkali terjadi pertumbuhan
ekonomi wilayah tidak dibarengi dengan aspek pemerataan pendapatan dan
pelestarian

lingkungan.

Masalah

kemiskinan,

distribusi dan

pemerataan

pendapatan, dan dampak kerusakan lingkungan masih kurang mendapat perhatian
dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi, padahal sebaliknya, sebenarnya
aspek jasa lingkungan dapat memberikan manfaat ekonomi (Ruchyat D.D, 19).
Masalah kemiskinan yang tidak dapat teratasi, dan pemerataan pendapatan
serta pertumbuhan yang terlupakan, akan membawa masalah sosial yang cukup
berat dan pada gilirannya akan mengeluarkan ongkos sosial yang mahal.
Selain itu, pembangunan fisik dengan pertimbangan ekonomi semata seperti
pembangunan perkebunan, industry, perumahan, pertambangan, dan prasarana
transportasi wilayah tanpa memperhatikan aspek lingkungan hidup, selalu akan
memberi dampak kerusakan lingkungan. Dampak kerusakan lingkungan akibat
pembangunan yang tidak direncanakan sesuai tata ruang ini, biasanya akan

Universitas Sumatera Utara

36

membawa bencana yang merugikan, tidak hanya aspek finansial, sarana
prasarana, bahkan juga jiwa manusia.
Para pakar berpendapat tentang mana yang lebih dahulu diprioritaskan
antara pembangunan dan lingkungan. Ada dua aliran yang berbeda dalam
menyikapi hal tersebut yaitu aliran yang secara lemah menginterpretasikan
tentang keberlanjutan atau disebut Aliran Liberal atau Frontier Economy, dan
aliran secara kuat menginterpretasikan hal tersebut yang disebut Aliran Deep
Ecology (Deep Green Environmentalist).
Aliran Liberal mengatakan bahwa modal buatan manusia tidak secara
sempurna dapat mensubtitusi modal lingkungan, akan tetapi ada tingkat minimum
dari modal lingkungan yang perlu dijaga untuk stabilitas dan kekenyalan
lingkungan (Ruchyat D.D, 21). Namun telah diakui, teknologi dan pengetahuan
saat ini belum dapat menyarankan seberapa besar batas minimum yang perlu
dijaga.
Pembangunan berkelanjutan pada dasarnya mencakup tiga dimensi penting,
yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Dimensi ekonomi, antara lain berkaitan
dengan upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memerangi kemiskinan, dan
mengubah pola produksi serta konsumsi ke arah yang seimbang. Dimensi sosial
bersangkutan dengan upaya pemecahan masalah kependudukan, perbaikan
pelayanan masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan, dan lain-lain. Sedangkan
dimensi lingkungan, diantaranya mengenai upaya pengurangan dan pencegahan
terhadap polusi, pengelolaan limbah, dan konservasi/preservasi sumberdaya alam.
Kondisi berkelanjutan sosial yang mampu mendukung secara penuh kualitas
kehidupan yang adil dan sejahtera, sehat serta produktif. Hal ini dapat dicapai
secara bertahap melalui peningkatan peran pemerintah dalam memberantas
kemiskinan, dan memelihara daya dukung lingkungan , sehingga pola produksi
dan konsumsi masyarakat dapat berlangsung secara berkelanjutan.
B. Konsepsi Pengembangan Wilayah
Pemahaman tentang konsep pengembangan wilayah, merupakan modal
dasar di dalam memahami proses pengembangan wilayah itu sendiri. Ada
beberapa pengertian wilayah yang terkait dengan aspek keruangan. Konsep
wilayah dalam proses penataan ruang harus meliputi konsep ruang sebagai ruang

Universitas Sumatera Utara

37

ekonomi, ruang wilayah sosial budaya, ruang wilayah ekologi, dan ruang wilayah
politik. Wilayah itu sendiri adalah batasan geografis (deliniasi yang dibatasi oleh
koordinat geografis) yang mempunyai pengertian/maksud tertentu atau sesuai
fungsi pengamatan tertentu (Ruchyat D.D, 26).
Menurut Undang-undang No. 26 tahu 2007 tentang Penataan Ruang,
pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administrasi dan aspek fungsional. Berdasarkan pengertian undang-undang
tersebut, ada dua aspek yang harus diperhatikan dalam konsep wilayah yaitu
pertama, di dalam wilayah ada unsur-unsur yang saling terkait yaitu ruang yang
berfungsi lindung yang harus selalu dijaga keberadaannya, dan ruang yang
berfungsi budidaya sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya untuk
keberlangsungan

hidupnya.

Kedua,

adanya

pengertaian

deliniasi

fungsi

berdasarkan koordinat geografis dengan batasan bisa berupa batas administrasi
dan wilayah fungsi tertentu lainnya.
Secara umum, beberapa pengertian wilayah ini dapat dikelompokkan
sebagai berikut :
1.

Ruang wilayah ekologis adalah deliniasi fungsi kesatuan ekosistem berbagai
kehidupan alam dan buatan yang membentuk pola ekotipe dan struktur
hubungan hirarkis antara ekotipe, misalnya daerah aliran sungai (DAS)
dengan Sub DAS-nya, wilayah hutan tropis dengan struktur bagian hutan
tropisnya.

2.

Ruang wilayah ekonomi, adalah deliniasi wilayah yang berorintasi pada
fungsi-fungsi ekonomi (manfaat), seperti wilayah produksi, konsumsi,
perdagangan, aliran barang dan jasa.

3.

Ruang wilayah sosial budaya adalah deliniasi wilayah yang terkait dengan
budaya adat dan berbagai perilaku masyarakatnya, misalnya wilayah
adat/marga, suku, maupun wilayah pengaruh kerajaan.

4.

Wilayh politik adalah deliniasi wilayah yang terkait dengan batasan
administrasi, yaitu batasan ruang kewenangan kepala pemerintahan yang
mengatur dan mengelola berbagai sumberdaya alam dan pemanfaatannya

Universitas Sumatera Utara

38

untuk kepentingan pengembangan wilayah yang akan diatur dan yang
menjadi kewenangan politiknya selaku penguasa wilayah.
Dalam konteks pemanfaatan ruang, pemahaman terhadap konsep ruang
wilayah yang disusun berdasarkan kluster ini menjadi penting untuk dapat secara
rinci dan mudah menetapkan variabel-variabel dominan yang mempengaruhi
dalam proses pengembangan wilayah.
C. Penataan Ruang dan Upaya Pelestarian Lingkungan
Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruangnya
(UU No. 26/2007). Undang-undang ini juga menjelaskan pengertian perencanaan
tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang yaitu susunan
pusat-pusat permukiman, sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi
sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis
memiliki hubungan fungsional, dan pola ruang yaitu distribusi fungsi lindung dan
budidaya.
Penataan ruang secara prinsip harus didasarkan pada karakteristik, daya
dukung, dan daya tampung lingkungan serta pelaksanaannya harus didukung oleh
teknologi analisis yang sesuai dan memadai, sehingga dapat dicapai keserasian,
keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Dengan teknologi analisis tersebut
akan meningkatkan kualitas ruang yang ada.
Untuk mencapai tujuan penataan ruang yang maksimal, dalam proses
perencanaan tata ruang terlebih dahulu harus dilakukan analisa komponen
pemanfaatan ruang secara terpadu yaitu mencapai aspek waktu, modal,
optimalisasi daya dukung dan daya tampung lingkungan, pengembangan sektor
secara terpadu dalam suatu entitas ruang, dan garta geopolitik.
Dari sisi pelestarian lingkungan, aspek lingkungan dan ekonomi harus
secara bersinergi memberikan manfaat kepada masyarakat dan lingkungan secara
berkelanjutan. Representasi penilaian manfaat ekonomi harus diukur dengan
keterkaitan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah, sehingga dapat memberikan manfaata secara ekonomi dan lingkungan.
Sebaliknya, pembangunan yang menggunakan prinsip do nothings, mengikuti

Universitas Sumatera Utara

39

trend keinginan pasar, memberikan manfaat ekonomi langsung dan mungkin
cepat, tetapi untuk masa yang akan datang dan jangka panjang, belum tentu dapat
terus menerus meningkatkan manfaat ekonomi.
Dalam konteks pemecahan masalah lingkungan, para pakar berpendapat
nilai lingkungan tidak hanya bergantung pada nilai pasar pemanfaatan langsung
saja, melainkan juga bergantung pada seluruh fungsi sumberdaya lainnya yang
menghasilkan nilai yang setinggi-tingginya. Konsep ini dikenal dengan nama nilai
ekonomi total.
Munasinghe (1993) mengatakan bahwa, idealnya biaya dan manfaat
lingkungan harus dapat dikuantitatifkan secara ekonomis dan dalam satu analisis
perhitungan manfaat biaya yang terpadu. Representasi penilaian manfaat ekonomi
harus diukur dengan keterkaitan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
kesepakatan kebijakan (dalam hal ini rencana tata ruang wilayah).
D. Pertisipasi Masyarakat dalam Perencanaan dan Pembangunan
Pertisipasi masyarakat terdiri atas tiga tujuan yaitu sumber informasi dan
kebijakasanaan dalam meningkatkan efektifitas keputusan perencanaan, alat untuk
mengorganisir keputusan dan pendukungan untuk tujuan program serta
perencanaan, cara pembenaran, perlindungan individu, dan kelompok.
Partisipasi masyarakat memiliki nilai dalam pencapaian tujuan akhir. Untuk
itu diperlukan suatu strategi agar dapat memberikan hasil yang baik. Penggunaan
strategi ini dilakukan pada organisasi yang terdiri atas perencana dan masyarakat
maupun organisasi, yang seluruhnya merupakan anggota masyarakat.
Strategi yang baik untuk menumbuhkembangkan partisipasi masyarakat di
dalam perencanaan dan pembangunan meliputi terapi pendidikan (education
therapy), perubahan tingkah laku (behavioral change), tambahan staff (staff
supplement), kemitraan (cooptation), kekuatan masyarakat (community power),
dan pembelaan (advocacy) (Ernan, R. et al, 364).

Universitas Sumatera Utara