Konsep Pemanfaatan Ruang Sebagai Upaya Pelestarian Sub Das Babura Kota Medan Chapter III VI

40

BAB III
METODA PENELITIAN

3.1 Pendekatan Studi
Pendekatan studi dilakukan dengan maksud agar sistematika penelitian ini
dapat dengan jelas diketahui dan dipahami, sehingga dapat meminimalkan
kesalahan dalam pengkajian permasalahan yang diteliti. Pendekatan yang
dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pendekatan kualitatif meliputi :


Identifikasi secara umum kondisi pemanfataan ruang Sub DAS Babura
Kota Medan;



Identifikasi secara umum kondisi Sub DAS Babura Kota Medan;




Identifikasi secara umum kondisi sosial budaya dan sosial ekonomi
masyarakat di Sub DAS Babura.

2. Pendekatan kuantitatif meliputi :


Penilaian terhadap kemampuan, daya dukung dan kesesuaian lahan di Sub
DAS Babura;



Penilaian terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Sub DAS
Babura;

3.2 Organisasi Data
Organisasi data merupakan sistematika penulis di dalam mendapatkan
sumber-sumber data dan informasi yang dibutuhkan di dalam penelitian ini.
Dalam rangka mempermudah penyelesaian penelitian ini, maka penulis
membagi 2 (dua) katagori di dalam mendapatkan data dan informasi yaitu sebagai

berikut :
1. Pengumpulan data primer yaitu dengan melakukan survey ke lokasi penelitian
untuk melihat secara langsung kondisi penggunaan lahan/pemanfaatan ruang,
kondisi sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat, Sub DAS Babura.
Data primer ini dilakukan melalui kegiatan observasi untuk melihat secara
langsung pemanfaatan lahan di Sub DAS Babura.

Universitas Sumatera Utara

41

2. Pengumpulan data sekunder yaitu dengan melakukan kunjungan ke
instansi/dinas/lembaga terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan serta
perencanaan Sub DAS Babura Kota Medan.
3.3 Model Analisa
3.3.1

Analisis Fisik Sub DAS Babura

A. Analisis Satuan Kemampuan Lahan (SKL)

Model

analisis

ini

dipergunakan

untuk

pemilahan

bentuk

bentang

alam/morfologi pada wilayah kajian untuk mengetahui kawasan yang mampu
untuk dikembangkan sesuai dengan fungsi dan daya dukung lahannya.
Model analisis ini akan menghasilkan peta-peta yang menginformasikan
tentang kondisi fisik dan lingkungan daerah kajian yaitu berupa peta sebagai

beikut :
a)

Peta SKL morfologi;

b) Peta SKL kemudahan untuk dikerjakan;
c)

Peta SKL kestabilan lereng;

d) Peta SKL ketersediaan air;
e)

Peta SKL untuk drainase;

f)

Peta SKL terhadap erosi;

g) Peta SKL pembuangan limbah;

h) Peta SKL terhadap bencana alam.
Model analisis ini dilakukan dengan menggunakan teknik tumpang susun
(superimpose) peta fisik daerah perencanaan, kemudian hasilnya akan dinilai
melalui teknik pembobotan untuk menentukan nilai kemampuan setiap tingkatan
pada masing-masing satuan kemampuan lahan, dengan penilaian 3 (tiga) untuk
nilai tertinggi (lahan yang memiliki daya dukung tinggi), 2 untuk daya dukung
sedang, dan 1 (satu) untuk daya dukung rendah). Setelah menentukan nilai, maka
langkah selanjunya adalah mengkalikan dengan bobot masing-masing satuan
kemampuan lahan yang telah ditetapkan. Kemudian masukkan nilai yang telah
dikalikan dengan bobot yang telah ditentukan di masing-masing kemampuan
lahan

tersebut

ke

dalam

sebuah


peta,

sehingga

mendapatkan

peta

Universitas Sumatera Utara

42

wilayah/kawasan yang memiliki kisaran nilai yang menunjukkan kemampuan
lahan di lokasi penelitian.
a) Kemampuan

Lahan

dan


Lingkungan

berdasarkan

Kemudahan

Dikerjakan
Bertujuan untuk mengetahui tingkat kemudahan lahan di wilayah dan/atau
kawasan untuk digali/dimatangkan dalam proses pembangunan/pengembangan
kawasan.
Tabel 3.1 Pembobotan Satuan Kemampuan Lahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8

9

Satuan Kemampuan Lahan
SKL Morfologi
SKL Kemudahan Dikerjakan
SKL Kestabilan Pondasi
SKL Kestabilan Lereng
SKL Ketersediaan Air
SKL Terhadap Erosi
SKL untuk Drainase
SKL Pembuangan Limbah
SKL terhadap Bencana Alam

Bobot
5
1
5
3
5
3

5
1
5

Sumber : Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan, Ekonomi serta Sosial
Budaya dalam Penyususnan Tata Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum,
Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Tahun 2007.

1). Sasaran


Memperoleh gambaran tingkat kemampuan lahan untuk digali, ditimbun,
ataupun dimatangkan dalam proses pembangunan untuk pengembangan
kawasan,



Mengetahui potensi dan kendala dalam pengerjaan masing-masing
tingkatan kemampuan lahan kemudahan dikerjakan,




Mengetahui metode pengerjaan yang sesuai untuk masing-masing
tingkatan kemampuan lahan.

2). Masukan:


Peta Topografi,



Peta Morfologi,

Universitas Sumatera Utara

43




Peta Kemiringan Lereng,



Peta Geologi,



Peta Penggunaan Lahan yang ada saat ini.

3). Keluaran


Peta Satuan Kemampuan Lahan Kemudahan Dikerjakan,



Deskripsi masing-masing tingkatan kemudahan dikerjakan.

b) Kestabilan Lereng
Guna mengetahui tingkat kemantapan lereng di wilayah dan/atau kawasan
dalam menerima beban pada pengembangan wilayah dan/atau kawasan.
1). Sasaran


Memperoleh gambaran tingkat kestabilan lereng untuk pengembangan
wilayah dan/atau kawasan.



Mengetahui

daerah-daerah

yang

berlereng

cukup

aman

untuk

dikembangkan sesuai dengan fungsi kawasan.


Mengetahui

batasan-batasan

pengembangan

pada

masing-masing

tingkatan kestabilan lereng.
2). Masukan


Peta Topografi,



Peta Morfologi,



Peta Kemiringan Lereng,



Peta Geologi,



Karakteristik Air Tanah Dangkal,



Besar Curah Hujan,



Penggunaan Lahan yang ada saat ini,



Bencana Alam.

3). Keluaran


Peta Satuan Kemampuan Lahan Kestabilan Lereng,

Universitas Sumatera Utara

44



c)

Deskripsi masing-masing tingkatan kestabilan lereng.

Kestabilan Pondasi
Bergunan untuk mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam mendukung

bangunan berat dalam pengembangan perkotaan, serta jenis-jenis pondasi yang
sesuai untuk masing-masing tingkatan.
1). Sasaran


Mengetahui gambaran daya dukung tanah secara umum,



Memperoleh gambaran tingkat kestabilan pondasi di wilayah dan/atau
kawasan,



Mengetahui perkiraan jenis pondasi dari masing-masing tingkatan
kestabilan pondasi.

2). Masukan


Peta Kestabilan Lereng,



Peta Geologi,



Karakteristik Air Tanah Dangkal,



Penggunaan Lahan yang ada saat ini.

3). Keluaran


Peta SKL Kestabilan Pondasi,



Deskripsi masing-masing tingkatan kestabilan pondasi, yang memuat juga
perkiraan jenis pondasi untuk masing-masing tingkatan kestabilan pondasi.

d) Ketersediaan Air
Berguna untuk mengetahui tingkat ketersediaan air guna pengembangan
kawasan, dan kemampuan penyediaan air masing-masing tingkatan.
1). Sasaran
• Mengetahui kapasitas air untuk pengembangan kawasan,

Universitas Sumatera Utara

45

• Mengetahui sumber-sumber air yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan
pengembangan kawasan, dengan tidak mengganggu keseimbangan tata air,
• Memperoleh gambaran penyediaan air untuk tiap tingkatan ketersediaan
air, dan pengolahan secara umum untuk air dengan mutu kurang
memenuhi persyaratan kesehatan.
2). Masukan


Peta Hidrologi dan Klimatologi,



Peta Morfologi,



Peta Kemiringan Lereng,



Peta Geologi



Penggunaan Lahan yang ada saat ini.

3). Keluaran


Peta SKL Ketersediaan Air.



Deskripsi masing-masing tingkatan kemampuan ketersediaan air.



Perkiraan kapasitas air permukaan dan air tanah.



Metode pengolahan sederhana untuk air yang mutunya tidak memenuhi
persyaratan kesehatan.


e)

Sumber-sumber air yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber air bersih.

Untuk Drainase
Guna mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam mematuskan air hujan

secara alami, sehingga kemungkinan genangan baik bersifat lokal ataupun meluas
dapat dihindari.
1) Sasaran


Mengetahui tingkat kemampuan lahan dalam proses pematusan.



Memperoleh gambaran karakteristik drainase alamiah masing-masing
tingkatan kemampuan drainase.



Mengetahui

daerah-daerah

yang

cenderung

tergenang

di

musim

penghujan.
2) Masukan

Universitas Sumatera Utara

46



Peta Morfologi,



Peta Kemiringan Lereng,



Peta Topografi,



Peta Geologi,



Peta Hidrologi dan Klimatologi,



Penggunaan Lahan yang ada saat ini.

3) Keluaran

f)



Peta SKL Drainase.



Deskripsi masing-masing tingkatan kemampuan drainase.

Erosi

1) Sasaran


Mengetahui tingkat keterkikisan tanah di wilayah dan/atau kawasan
perencanaan.



Mengetahui tingkat ketahanan lahan terhadap erosi.



Memperoleh

gambaran

batasan

pada

masing-masing

tingkatan

kemampuan terhadap erosi.


Mengetahui daerah yang peka terhadap erosi dan perkiraan arah
pengendapan hasil erosi tersebut pada bagian hilirnya.

2) Masukan
• Peta Permukaan,
• Peta Geologi,
• Peta Morfologi,
• Peta Kemiringan Lereng,
• Peta Hidrologi dan Klimatologi,
• Penggunaan Lahan yang ada saat ini.
3) Keluaran
• Peta SKL Terhadap Erosi.
• Deskripsi masing-masing tingkatan kemampuan lahan terhadap erosi
tersebut.

Universitas Sumatera Utara

47

g) Pembuangan Limbah
Guna mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi
penampungan akhir dan pengolahan limbah, baik limbah padat maupun limbah
cair.
1) Sasaran
• Mengetahui daerah-daerah yang mampu untuk ditempati sebagai lokasi
penampungan akhir dan pengolahan limbah padat atau sampah.
• Mengetahui daerah yang mampu untuk ditempati lokasi penampungan
akhir dan pengolahan limbah cair.
• Mempersiapkan daerah-daerah tersebut dan pengamanannya sebagai lokasi
pembuangan akhir limbah.
2) Masukan
• Peta Morfologi, Kemiringan Lereng dan Topografi,
• Peta Geologi dan Geologi Permukaan,
• Peta Hidrologi dan Klimatologi,
• Penggunaan Lahan yang ada saat ini.
3) Keluaran
• Peta SKL Pembuangan Limbah
• Perkiraan prioritas lokasi pembuangan sampah dan daya tampung lokasi.
Berdasarkan hasil satuan kemampuan lahan di atas dikembangkan metoda
penjumlahan kemampuan lahan terbobot untuk memperoleh gambaran tingkat
kemampuan lahan untuk dikembangkan sebagai perkotaan yang dilakukan dalam
peta klasifikasi kemampuan lahan. Peta klasifikasi ini dipergunakan sebagai
arahan-arahan kesesuaian lahan pada tahap analisa berikutnya.
Nilai bobot sebesar 3 (tiga) untuk nilai tertinggi dan 1 (satu) untuk nilai
terendah, kemudian dikalikan nilai-nilai tersebut dengan bobot dari masingmasing satuan kemampuan lahan. Bobot ini didasarkan pada seberapa jauh
pengaruh satuan kemampuan lahan tersebut pada pengembangan perkotaan.
Dengan

men-superimpose-kan

semua

satuan-satuan

kemampuan

lahan

tersebut,dengan cara menjumlahkan hasil perkalian nilai kali bobot dari seluruh

Universitas Sumatera Utara

48

satuan-satuan kemampuan lahan dalam satu peta, sehingga diperoleh kisaran nilai
yang menunjukkan nilai kemampuan lahan di wilayah dan/atau kawasan
perencanaan. Diperoleh zona-zona kemampuan lahan dengan nilai tertentu yang
menunjukkan tingkatan kemampuan lahan di wilayah ini, dan digambarkan dalam
satu peta klasifikasi kemampuan lahan untuk perencanaan pemanfaatan ruang.
B. Analisa Daya Dukung Lahan
Analisis kemampuan lahan ini diperoleh dari hasil overlay terhadap semua
SKL yang dihasilkan melalui proses pembobotan dengan bobot. Berdasarkan
proses pembobotan diperoleh 3 (tiga) kelas kemampuan lahan, meliputi
kemampuan

pengembangan

rendah,

kemampuan

pengembangan

sedang,

kemampuan pengembangan tinggi.
Kemampuan lahan tinggi menunjukkan bahwa karakteristik lahannya sesuai
untuk

pengembangan

kegiatan

perkotaan

seperti

industri,

permukiman,

perdagangan dan jasa, dan lain sebagainya. Kemampuan lahan sedang
menunjukkan bahwa untuk pengembangan kegiatan perkotaan, karakteristik
lahannya memungkinkan untuk dikembangkan hanya saja di beberapa bagian
membutuhkan suatu rekayasa teknologi, sedangkan kemampuan lahan rendah
tidak memungkinkan untuk pengembangan kawasan perkotaan lebih lanjut.
C. Analisa Kesesuaian Lahan
Analisa kesesuaian lahan diperuntukkan bagi menyusun pola pemanfaatan
ruang untuk kawasan lindung dan budidaya di lokasi penelitian, sehingga dapat
dengan jelas batasan (dalam peta) kawasan-kawasan yang harus dilindungi
(non terbangun) di wilayah Sub DAS Babura. Kawasan lindung adalah wilayah
yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup
yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan budidaya
adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas
dasar kondisi dan potensi seumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan
sumberdaya buatan (Modul Terapan : Pedoman Kriteria Teknis Kawasan
Budidaya, 17).

Universitas Sumatera Utara

49

Tabel 3.2 Kriteria Peruntukan Lahan Berdasarkan Kemiringan
Dan Ketinggian Lahan
Peruntukan Lahan Berdasarkan Ketinggian
Kemiringan
Lereng (%) Bentuk Lahan
0 - 500 M
500 - 1000 M
- Daerah terbangun
- Daerah terbangun
(Sampai bangunan
bertingkat)
0–8

Datar

- Tanaman pangan

- Tanaman pangan

- Perkebunan

- Perkebunan

- Peternakan

- Perikanan

- Perikanan
- Rekreasi

8 -15

15 – 25

Berombak

Bergelombang

- Tanaman pangan

- Tanaman pangan

- Peternakan

- Peternakan

- Perkebunan

- Perkebunan

- Penghijauan

- Hutan Produktif

-Daerah terbangun terbatas

- Daerah terbangun terbatas

- Tanaman pangan terbatas

- Tanaman pangan

- Perkebunan

- Perkebunan

- Peternakan

- Peternakan

- Penghijauan

- Konservasi lahan

- Daerah terbangun terbatas
- Hutan Produktif
- Daerah terbangun terbatas
- Reboisasi

25 – 40

Diatas 40

Curam

Terjal

- Hutan produksi

- Hutan produksi terbatas

- Reboisasi

- Reboisasi

- Konservasi lahan

- Konservasi lahan

- Reboisasi

- Hutan lindung

Universitas Sumatera Utara

50

Kemiringan
Lereng (%) Bentuk Lahan

Peruntukan Lahan Berdasarkan Ketinggian
0 - 500 M
500 - 1000 M
- Konservasi lahan
- Rekreasi

Sumber : Modul Terapan : Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya, Kementerian Pekerjaan
Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Tahun 2007.

Analisis kesesuaian lahan ini juga dilakukan untuk memperoleh gambaran
mengenai tingkat kesesuaian, tingkat kemampuan, dan tingkat ketersediaan lahan
untuk kawasan lindung dan budidaya. Proses analisa ini akan menggunakan petapeta yang kemudian ditumpangsusun melalui alat bantu program arc atau map
info, sehingga teridentifikasi kondisi kesesuaian lahan menurut klasifikasi yang
telah ditentukan. Dalam analisis ini juga menggunakan model kriteria fisik untuk
lingkungan kawasan budidaya dan lindung yang ditetapkan berdasarkan Keppres
No.32 Tahun 1990 tentang penetapan kawasan lindung, penetapan kriteria dan
pola pengelolaan kawasan budidaya (BAPPENAS, 1995), FAO (1976) tentang
Kerangka Kerja Evaluasi Kesesuaian Lahan, PPTA (1993).

Tabel 3.3 Kriteria Fisik Lingkungan Kawasan Budidaya
dan Kawasan Lindung
Karakteristik/Tematik
Ketinggian (m dpl)
Bentuk Wilayah
Kemiringan lereng (%)
Singkapan Batuan (%)
Bahaya Banjir
Bahaya Longsor/Erosi
Jenis Tanah

Kriteria Kawasan Lindung

Kriteria Kawasan
Budidaya
2000
Bergunung
>40
>50
≥ 1 x/thn
Labil
Sphagnofibrist, Tropofibrist, Tropofolist, Halaquepts,
Natrobolis, Natraquall, Lithic, Natrustolis,
Lainnya
Natraqualfs, natruslalfs, Hudraquents, Psamments

Sumber : Modul Terapan : Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budidaya, Kementerian Pekerjaan
Umum, Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Tahun 2007.

3.3.2

Analisa Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat

Penilaian terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat menggunakan
pembobotan berdasarkan asumsi peneliti dan ketentuan pembobotan mengacu

Universitas Sumatera Utara

51

pada ketentuan Kementerian Kehutanan yang termuat di dalam buku penelitian
tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Penilaian terhadap kondisi sosial masyarakat berkaitan dengan prilaku
masyarakat terhadap pemanfaatan lahan di wilayah Sub DAS Babura dengan
bentuk penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Penilaian Perilaku Masyarakat Dalam Penggunaan Lahan
No
1

Parameter

Tindakan
Tanpa Sanksi

Katagori
Rendah

Skor
1

2

Hukum

Sanksi Administrasi

Sedang

2

Sanksi Pidana

Tinggi

3

3

Sumber : Asumsi Peneliti, Tahun 2014
Sedangkan penilaian terhadap kondisi ekonomi masyarakat melihat aspek
tingkat pendapatan, dengan penilaian dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tingkat
pendapatan > 1,5 SK, memiliki katagori sangat rendah terhadap kesalahan dalam
pemanfaatan lahan, sedangkan pada tingkat pendapatan < 0,67 SK, sangat rentan
terhadap kesalahan dalam pemanfaatan lahan.

No
1

Tabel 3.5 Interval Besaran Tingkat Pendapatan Masyarakat
berdasarkan Katagori dan Nilai Skor
Besaran
Parameter
(Standard
Kerentanan
Skor
Kemiskinan (SK))
> 1,5
Sangat Rendah
1
1,26 – 1,5 SK

Rendah

2

1,1 – 1,25 SK

Sedang

3

4

0,67 – 1 SK

Tinggi

4

5

< 0,67 SK

Sangat Tinggi

5

2
3

Tingkat
Pendapatan
Masyarakat

Sumber : Asumsi Peneliti, Tahun 2014

Universitas Sumatera Utara

52

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 KEBIJAKSANAAN PENATAAN RUANG KOTA MEDAN
4.1.1

Rencana Kawasan Lindung

Berdasarkan Dokumen Rencana Tata Ruang Kota Medan, kawasan lindung
yang ditetapkan di wilayah penelitian berupa sempadan sungai yaitu Sungai Deli
dan Sungai Babura dengan sempadan sungai sebesar 15 meter yang diukur dari
tepi kanan dan kiri sungai. Penetapan garis sempadan sungai ini dimaksudkan
agar kawasan bantaran sungai selebar 15 meter tersebut dapat dilindungi sebagai
daerah resapan air/terbuka, sehingga dapat menjaga kelestrarian fungsi sungai,
dan dapat mengurangi bahaya banjir.
4.1.2

Kawasan Budidaya

Daerah penelitian merupakan bagian wilayah Kota Medan bagian Selatan.
Arahan pemanfaatan lahan Kota Medan bagian Selatan berupa permukiman
dengan berbagai tingkatan kepadatan yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Permukiman dengan tingkat kepadatan tinggi ditetapkan di Kecamatan
Kecamatan Medan Maimum (Kelurahan Hamdani, Kelurahan Sei Mati), tingkat
kepadatan sedang adalah Kecamatan Medan Petisah yaitu di Kelurahan Sei Barat,
Kelurahan Sei Putih Tengah, dan Kelurahan Sekip, sedangkan yang ditetapkan
sebagai permukiman kepadatan rendah yaitu Kecamatan Medan Polonia, Medan
Baru, Johor, Selayang dan Tuntungan.
4.2 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.2.1

Letak Geografis dan Luas Wilayah Sub DAS Babura

Letak geografis Wilayah Sub DAS Babura berada pada kisaran koordinat
3o35’39” – 3o39’20” Lintang Utara dan 98o41’0” – 96o37’10” Bujur Barat.
Berdasarkan digitasi peta citra, luas wilayah Sub DAS Babura adalah sebesar
2.761.94 Ha. Wilayah Sub DAS Babura merupakan sebuah kawasan dengan batas

Universitas Sumatera Utara

53

wilayah tidak berdasarkan batas administrasi kecamatan, melainkan deliniasi dari
kawasan yang merupakan wilayah Sub DAS Babura yang penentuan dealiniasinya
telah ditentukan oleh Pemerintahan Kota Medan. Wilayah kecamatan yang
termasuk ke dalam Sub DAS Babura adalah sebagai berikut :
1.

Sebagian Kecamatan Medan Baru;

2.

Sebagian Kecamatan Medan Petisah;

3.

Sebagian Kecamatan Medan Polonia;

4.

Sebagian Kecamatan Medan Maimun;

5.

Sebagian Kecamatan Medan Selayang;

6.

Sebagian Kecamatan Medan Johor; dan

7.

Sebagian Kecamatan Medan Tuntungan.

4.2.2

Ketinggian dan Kemiringan Lereng Sub DAS Babura

Sub DAS Babura memiliki ketinggian lahan yang bervariasi yaitu antara 23 –
77 meter di atas permukaan laut (dpl). Ketinggian wilayah yang paling rendah
(23-35 mdpl) berada di daerah bagian tengah sampai ke arah Utara Sub DAS
Babura, yaitu Kecamatan Medan Johor, Medan Polonia, Medan Baru, Medan
Maimun, Medan Petisah, dan Medan Baru. Ketinggian lahan di atas 35 mdpl
berada di sebelah Selatan Sub DAS Babura yaitu Kecamatan Medan Johor dan
Medan Tuntungan.
Kemiringan lereng Sub DAS Babura berkisar antara 2 – 45 %, dengan
katagori kemiringan ≤ 8%, dapat dikatagorikan datar, sedangkan kemiringan di
atas 45%, dikatagorikan terjal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.7
dan Gambar 4.1.
4.2.3

Fisiografi, Tanah dan Bentuk Wilayah DAS Babura

Fisiografi menunjukkan bentuk permukaan lahan dipandang dari faktor dan
proses pembentukan tanah, sehingga fisiografi memberikan pengaruh terhadap
perkembangan tanah. Secara umum fisiografi kawasan Sub DAS Babura dan
sekitarnya dapat dikelompokan dalam beberapa grup antara lain: 1) grup Aluvial,
2) grup marin 3) grup volkan 4) grup tufa masam beserta satuan lahan/unit lahan

Universitas Sumatera Utara

54

Tabel 4.1 Luas dan Klasifikasi Kemiringan Lereng Sub DAS Babura
No

Kemiringan Lereng
(%)

Katagori

1

15

Berombak

798,15

3

15 - >25

Bergelombang

439,11

4

25 - >45

Curam

323,54

5

>45

Terjal

71,23

Luas Total :

Luas (Ha)
1.129,91

2.761.94

Sumber : Hasil Digitasi Peta Citra, Tahun 2011

Universitas Sumatera Utara

55

Gambar 4.1 Peta Ketinggian Lahan dan Kemingan Lereng
Sub DAS Babura

sesuai dengan proses geomorfologinya, susunan geologi dan keadaan iklim
dominan.
a.

Grup Aluvial
Grup Aluvial umumnya terbentuk dari endapan kasar dan halus yang

berumur Quarter (Qal dan Qh), yang umumnya berasal dari endapan sungai, Grup
Aluvial ini meliputi dataran banjir disekitar jalur aliran Sungai Deli), dan dataran
Aluvial. Dataran banjir umumnya menyebar disekitar aliran sungai besar dekat
muara berbatasan dengan pantai. Dataran Aluvial merupakan peralihan dari grup

Universitas Sumatera Utara

56

Marin, relatif datar airnya bersifat tawar sampai payau dan bagian besar telah
dimanfaatkan sebagai areal persawahan dan perkebunan negara. Secara rinci
satuan lahan/unit lahan yang termasuk dalam grup Aluvial disajikan uraiannya di
bawah ini:


Dataran Aluvial Peralihan ke Marin
Satuan lahan ini merupakan dataran Aluvial peralihan ke Marin, dengan

bahan sedimen halus dan kasar masam, bentuk wilayah datar (lereng 3%). Jenis
tanah dominan adalah Troquents, Fluvaquents dan setempat yang agak kering di
dominasi oleh Eutropepts. Satuan lahan ini tersebar secara luas dibagian agak
hilir sebelah kanan dan kiri dari Sungai Deli.
b.

Grup Volkan
Grup volkan ini umumnya berasal dari volkan muda berumur kuarter dari

Gunung Sibayak dan Gunung Sinabung di sebelah Utara Berastagi, dengan bahan
utama berupa tufa masam dan intermedier. Hasil erupsi kedua gunung tersebut
mengisi bagian dataran sebelah Utara di sekitar Medan dan Binjai, sedangkan
bagian yang berlereng terisi bahan tufa toba masam. Ketebalan abu volkan
Sibanyak dan Sinabung makin tebal ke arah pusat erupsi (Brastagi) serta menipis
ke daerah berbukit dan jauh dari pusat erupsi (Medan/Binjai). Penyebaran grup
volkan ini mendominasi kawasan Medan dan sekitarnya, meliputi kawasan
Medan dan Binjai memanjang ke arah Kabanjahe.
c.

Grup Tufa Masam
Grup ini terbentuk dari aliran abu volkan hasil erupsi volkan toba pada masa

tersier. Aliran abu masam (dasit dan liparit) ini membentuk endapan sangat tebal
dan kadang-kadang melebur (welded) terutama di dekat Danau Toba. Di dataran
rendah membentuk endapan volkan masam yang sangat luas sebelum pada mas
kwarter. Fisiografi ini mempunyai penyebaran luas di sebelah Selatan Medan
termasuk Sub DAS Babura sampai Danau Toba.

Universitas Sumatera Utara

57

4.2.4

Klimatologi

Kondisi klimatologi di Sub DAS Babura sama dengan kondisi klimatologi
Kota Medan karena Sub DAS Babura merupakan bagaian wilayah Kota Medan.
Menurut Stasiun BMG Sampali suhu minimum berkisar antara 23,0° C – 24,1° C
dan suhu maksimum berkisar antara 30,6° C – 33,1 ° C, dengan kelembaban
udara untuk rata-rata berkisar antara 78 –82%. Kecepatan angin rata-rata sebesar
0,42 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm.
Hari hujan rata-rata perbulan 19 hari dengan rata-rata curah hujan per bulannya
berkisar antara 211,67 mm – 230,3 mm (Gambar 4.3)
4.2.5

Penggunaan Lahan Sub DAS Babura

Secara umum, penggunaan lahan di Sub DAS Babura Kota Medan di
dominasi oleh perumahan mencapai 1.402,1 Ha yang terdiri dari perumahan
kepadatan rendah seluas 649,6 Ha, perumahan kepadatan sedang seluas 315,4 Ha,
dan perumahan kepadatan tinggi seluas 315,4 Ha. Selain itu, penggunaan lahan
berupa penggunaan lain seperti kebun campuran dan lahan belum termanfaatkan
seluas 473,1 Ha, kegiatan perdagangan seluas 224,5 Ha, jasa komersial seluas 142
Ha, fasilitas umum dan sosial seluas 143,4 Ha, kolam seluas 17,7 Ha, serta sungai
seluas 26 Ha. Total luas Sub DAS Babura dalam kajian ini adalah seluas 2.761,94
Ha. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Gambar 4.4.

Universitas Sumatera Utara

58

Gambar 4.2 Peta Jenis Tanah Sub DAS Babura

Universitas Sumatera Utara

59

Gambar 4.3 Peta Jenis Batuan Sub DAS Babura

Universitas Sumatera Utara

60

Gambar 4.4 Peta Klimatologi Sub DAS Babura

Universitas Sumatera Utara

61

Tabel 4.2 Jenis Penggunaan Lahan Sub DAS Babura
No

Jenis Penggunaan Lahan

Luas (Ha)

1

Kolam

17,7

2

Perdagangan

224,5

3

Fasilitas Umum dan Sosial

143,4

4

Jasa Komersial

142

5

Kawasan sempadan sungai

62,9

6

Perumahan Kepadatan Rendah

649,6

7

Perumahan Kepadatan Sedang

437,1

8

Perumahan Kepadatan Tinggi

315,4

9

Lahan campuran

473,1

10

Infrastruktur

296,64

Jumlah Total :

2.761,94

Sumber : Hasil Digitasi Peta Citra, Tahun 2012

Berikut ini beberapa jenis penggunaan lahan di Sub DAS Babura berdasarkan
hasil observasi peneliti yang didokumentasikan dalam bentuk gambar.

Gambar Kegiatan Perdagangan berupa
Pasar Tradisional di Jalan Jamin Ginting

Gambar kegiatan permukiman di Kel.
Beringin Kecamatan Medan Selayang

Gambar Kegiatan pendidikan di Medan
Baru

Gambar Kegiatan jasa dan kegiatan
perkotaan lainnya di Medan Johor

Universitas Sumatera Utara

62

Gambar 4.5 Peta Citra Sub DAS Babura

Universitas Sumatera Utara

63

Gambar 4.6 Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Babura

4.2.6

Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat

A. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Jumlah penduduk daerah penelitian mengacu pada jumlah penduduk masingmasing kecamatan yang termasuk dalam daerah penelitian ini yaitu Kecamatan

Universitas Sumatera Utara

64

Medan Maimun, Medan Polonia, Medan Baru, Medan Petisah, Medan Johor,
Medan Selayang dan Medan Tuntungan. Kecamatan yang paling tinggi jumlah
penduduknya berada di Kecamatan Medan Johor yaitu sebesar 125.456 jiwa,
sedangkan jumlah penduduk paling rendah berada di Kecamatan Medan Maimun.
Bila dilihat dari tingkat kepadatan, kecamatan yang memiliki kepadatan
penduduk lebih tinggi bila dibanding dengan kecamatan lainnya adalah
Kecamatan Maimun yaitu sebasar 133 jiwa/Ha, sedangkan yang paling rendah
adalah Kecamatan Medan Tuntungan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel 4.3
Tabel 4.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Daerah Penelitian Tahun 2012

No

Kecamatan

Luas (Ha)

1

Medan Tuntungan

2.068

2

Medan Johor

1.458

3

Medan Maimun

298

4

Medan Polonia

901

5

Medan Baru

584

6

Medan Selayang

7

Medan Petisah
Jumlah/Total

1.281
533
7.123

Jumlah
(Jiwa)

Kapadatan
(Jiwa/Ha)

81.798

40

125.456

86

39.646

133

53.384

59

39.564

68

99.982

78

61.832

91

501.662

Sumber : Kota Medan Dalam Angka Tahun 2012
B. Kondisi Sosial Masyarakat
Berdasarkan hasil pengamatan di daerah penelitian, kondisi sosial masyarakat
di daerah penelitian sangat beragam. Berdasarkan tingkat pendidikan, jenjang
pendidikan masyarakat sangat bervariasi, ada yang hanya lulusan Sekolah Dasar
(SD), ada yang hanya lulusan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), ada
yang lulusan Sekolah Menengah Umum (SMU), dan ada juga yang sudah lulusan
dari tingakt Akademik (D3) dan Universitas/Sekolah Tinggi (S1).

Universitas Sumatera Utara

65

Berdasarkan jenjang pendidikan tersebut, pola pikir yang dimiliki sangat
bervariasi tentang pola pemanfaatan lahan sebagai tempat tinggal dan sebagai
tempat beraktifitas. Ada yang faham tentang bagaimana sebaiknya tentang
memanfaatkan lahan sesuai dengan kondisi lahan, dan ada juga yang tidak perduli
sama sekali dengan kondisi lahan yang mereka tempati untuk tempat tinggal dan
beraktifitas karena alasan ekonomi. Umumnya, masyarakat dengan pendapatan
relatif rendah menempati lahan-lahan yang secara peraturan tidak dibenarkan
untuk dimanfaatkan seperti daerah sempadan/bantaran sungai yang rawan akan
bahaya banjir. Rata-rata umumnya yang bertempat tinggal di bantaran sungai
tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan dan tingkat pendidikan hanya sebagai
SMU. Umumnya memiliki tingkat pengetahuan lingkungan yang kurang baik,
karena lingkungan tempat tinggal mereka kurang terawat dengan baik, sehingga
kualitas lingkungan sangat buruk. Suasana kekerabatan masih sangat baik, karena
ketergantungan satu dengan lainnya sangat tinggi. Tingkat hunian cukup tinggi.
Hal ini ditandai dengan kerapatan bangunan yang cukup tinggi, dengan tidak
memiliki jarak antar bangunan, hanya dibatasi oleh jalan lingkungan yang berkisar
antara 1 - 1,5 m. Hal ini sangat rawan terhadap bahaya kebakaran, dan kurang
baik untuk kesehatan dan mental generasi muda yang ada.
C. Kondisi Sosial Ekonomi
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di lapangan, kondisi sosial ekonomi
masyarakat di daerah penelitian sangat beragam. Ada yang memiliki tingkat
ekonomi yang tinggi, ada juga yang menengah dan juga masyarakat dengan
kondisi ekonomi kelas bawah. Tingkat pendapatan yang berbeda tersebut
merupakan faktor terbesar masyarakat untuk memilih tempat tinggal dan
beraktifitas. Pada daerah permukiman dengan kepadatan tinggi, umumnya kondisi
ekonomi masyarakat berada diantara kelas menengah ke bawah, sedangkan
masyarakat dengan tingkat perekonomian menengah ke atas lebih memilih
memanfaatkan lahan-lahan yang bernilai strategis dan dengan tingkat kepadatan
menengah dan rendah. Namun ada juga masyarakat yang tingakt ekonominya
mengenah ke bawah menempati lahan-lahan di permukiman kepadatan rendah
seperti di Kecamatan Medan Johor dan Kecamatan Medan Tuntungan, karena
mereka berdekatan dengan lahan-lahan pertanian sebagai sumber mata

Universitas Sumatera Utara

66

pencaharian mereka. Masyarakat yang menempati lahan dengan fungsi sebagai
permukiman kepadatan sedang dan tinggi, umumnya bekerja di daerah-daerah
pusat Kota Medan, seperti di Kecamatan Medan Baru, Kecamatan Medan Petisah,
Kecamatan Medan Polonia, dan Kecamatan Medan Maimun. Namun ada juga
yang bekerja di Kecamatan Medan Johor dan Kecamatan Medan Tuntungan.
Tingkat pendapatan masyarakat di daerah penelitian sangat bervariasi yaitu
ada yang di bawah Rp 1.500.000/bulan (pedagang asongan dan penarik becak
dayung) ada juga yang lebih dari Rp. 3.000.000 /bulan (pegawai dengan posisi
staf dan pedagang menengah), dan bahkan ada yang memiliki tingkat pendapatan
di atas Rp 5.000.000/bulan (umumnya memiliki usaha sendiri dan pegawai yang
memiliki posisi kepala bagian di sebuah instansi atau perusahaan).
4.3 LAHAN CADANGAN PENGEMBANGAN SAAT INI
Pengembangan pemanfaatan lahan di Kawasan Sub DAS Babura di masa
yang akan datang akan bergantung pada ketersediaan lahan-lahan yang ada saat
ini. Berdasarkan hasil digitasi peta citra, penggunaan lahan terbesar di kawasan
Sub DAS Babura saat ini adalah jenis pemanfaatan lahan untuk permukiman
penduduk sebesar 1.401,9 Ha atau 61 % dari total luas kawasan Sub DAS Babura,
kemudian lahan yang dimanfaatakan untuk fasilitas umum dan sosial serta
perdagangan dan jasa sebesar 509,9 Ha atau 19 %. Sedangkan pemanfaatan
lainnya berupa kolam, lahan campuran dan sempadan sungai sebesar 553,7 Ha
atau 20%.
Ketersediaan lahan pengembangan untuk kawasan perkotaan saat ini di
kawasan Sub DAS Babura dapat dihitung dengan menggunakan persamaan seperti
di bawah ini :
LP = X – (Y + Z)
Keterangan :
LP

= Lahan pengembangan;

X

= Total luas lahan;

Y

= Lahan terbangun;

Z

= Lahan dengan fungsi lindung.

Universitas Sumatera Utara

67

Berdasarkan persamaan di atas, ketersediaan lahan pengembangan di Sub
DAS saat ini sebesar 2.761,94 – (1.992,4 + 80,4) = 689,14 Ha.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas, lahan cadangan untuk pengembangan
kawasan perkotaan di Sub DAS Babura adalah sebesar 689,14 atau 25% dari total
luas lahan Sub DAS Babura. Luas lahan tersebut merupakan lahan yang dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan perkotaan seperti permukiman, perdagangan dan
jasa, kebutuhan sarana dan prasarana, ruang terbuka hijau dan lain sebagainya.
4.4 ANALISA DAYA DUKUNG POTENSIAL
Daya dukung lahan adalah tingkat kemampuan lahan untuk mendukung
segala aktivitas manusia yang ada di wilayahnya (Riyadi dan Bratakusumah,
2003). Penilaian terhadap daya dukung lahan potensial dapat dilakukan dengan
menggunakan model satuan kemampuan lahan (SKL). SKL merupakan suatu
studi yang dilakukan untuk melihat kemampuan fisik geografis suatu wilayah
untuk dapat dikembangkan dari segi aspek fisik dan kegeologian.
Model analisis ini dipergunakan untuk pemilahan bentuk bentang
alam/morfologi pada wilayah kajian untuk mengetahui kawasan yang mampu
untuk dikembangkan sesuai dengan fungsi dan daya dukung lahannya.
Pemanfaatan lahan di Sub DAS Babura akan ditentukan dari kondisi fisik
lahan yang ada. Kondisi fisik tersebut akan dianalisis dengan menggunakan model
analisa SKL. Analisa tersebut meliputi :
1) Analisa SKL untuk morfologi;
2) Analisa SKL untuk kemudahan untuk dikerjakan;
3) Analisa SKL untuk kestabilan lereng;
4) Analisa SKL untuk ketersediaan air;
5) Aanlisa SKL untuk drainase;
6) Analisa SKL terhadap erosi;
7) Analisa SKL untuk pembuangan limbah;
8) Analisa SKL untuk bencana alam.
4.4.1

SKL Morfologi

Penilaian terhadap morfologi Sub DAS Babura dimaksudkan untuk melihat
daya dukung lahan berdasarkan kemiringan lereng. Kemiringan Lereng di Sub

Universitas Sumatera Utara

68

DAS Babura berkisar antara 2 – 45 %. Berdasarkan kriteria kelas lereng yang
dikeluarkan dari Kementerian Pekerjaan Umum yang menetapkan bahwa
kemiringan lereng 0 -< 15% merupakan bentuk lahan datar-landai, kemiringan
lereng 15-