Peran Balai Pemasyarakatan Medan Dalam Melaksanakan Bimbingan Kemandirian Bagi Klien Pemasyarakatan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Indra Pramono (2011), melakukan penelitian dengan judul “Peran Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) dalam Melaksanakan Bimbingan Terhadap Klien Anak
Pemasyarakatan (Studi di BAPAS Semarang)”. Rumusan Masalah dari penelitian
ini adalah: 1) Bagaimanakah kesesuaian peran Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dengan
kondisi yang ada di lapangan 2) bagaimana pelaksanaan bimbingan yang
dilakukan

oleh

Balai

Pemasyarakatan

(BAPAS)

terhadap


klien

anak

pemasyarakatan di Balai Pemasyarakatan Semarang 3) faktor-faktor apa sajakah
yang menjadi kendala bagi Balai Pemasyarakatan Semarang dalam melaksanakan
bimbingan terhadap klien anak pemasyarakatan. Metode penelitian yang
digunakan adalah Kualitatif Deskriptif dari hasil penelitian ini diketahui bahwa:
1) peran yang dilaksanakan oleh BAPAS Semarang telah sesuai Undang-Undang
No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sebagai pranata yang melaksanakan
bimbingan terhadap Klien Pemasyarakatan, 2) Program dan kegiatan bimbingan
telah sesuai dengan peraturan Perundang-undangan 3) Hambatan-hambatan yang
ditemui oleh Balai Pemasyarakatn Semarang tergolong menjadi 2 faktor intern
dan ekstern yang menjadikan kinerja dari Balai Pemasyarakatan Semarang dalam
melaksanakan tugasnya terhambat.

20

Universitas Sumatera Utara


Rafiqoh Lubis (2001), melakukan penelitian dengan judul “Peranan Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) dalam peradilan pidana anak”. Rumusan Masalah dari
penelitian ini adalah: 1) Bagaimana peranan BAPAS Klas I Medan dalam
peradilan pidana anak dan Apa saja kendala yang dihadapi BAPAS Klas I Medan
2) Upaya apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala yang
dihadapi. Metode penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Analisis. Dari hasil
penelitian ini diketahui bahwa: 1) BAPAS Klas I Medan mempunyai peranan
yang lebih menonjol dalam penyelesaian perkara anak dibandingkan dalam
perkara dewasa karena keterlibatan BAPAS di mulai sejak anak dalam tahap
penyidikan. 2) Kendala yang dihadapi BAPAS Klas 1 Medan yakni kurangnya
dana, sarana dan prasarana. Upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan
dana operasional BAPAS, meningkatkan sarana dan prasarana, realisasi kerjasama
dengan instansi lain dan peningkatan koordinasi aparat penegak hukum dalam
sistem peradilan pidana dengan BAPAS.
Herlin Dwi Kusumawardani (2010), dengan judul “Peranan Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) Kota Surakarta Dalam Pembinaan Terhadap Anak
Yang Memperoleh

Sanksi


Tindakan”. Rumusan penelitian ini adalah:

1)Mengetahui pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan yang diberikan Balai
Pemasyarakatan (BAPAS) Kota Surakarta terhadap anak yang memperoleh
Sanksi Tindakan. 2) Mengetahui kendala yang dialami oleh Balai Pemasyarakatan
(BAPAS) Kota Surakarta dalam pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan
terhadap anak yang memperoleh Sanksi Tindakan. 3) Mengetahui upaya yang
dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kota Surakarta untuk mengatasi
kendala dalam pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan terhadap anak yang

21

Universitas Sumatera Utara

memperoleh Sanksi Tindakan. Teknik analisis data menggunakan analisis
kualitatif. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1)
Pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan yang diberikan Balai Pemasyarakatan
(BAPAS) Kota Surakarta terhadap anak yang memperoleh Sanksi Tindakan
dibagi ke dalam 3 (tiga) bidang yakni: a) Pembinaan mental yang meliputi, antara
lain: pembinaan kesadaran beragama, pembinaan kesadaran berbangsa dan

bernegara, pembinaan kemampuan intelektual (kecerdasan) dan pembinaan
mengintegrasikan diri dengan masyarakat. b) Pembinaan kesadaran hukum,
berupa penyuluhan tentang hukum kepada klien, sehingga klien memahami fungsi
hukum dan kedepannya tidak akan mengulangi perbuatannya karena bertentangan
dengan hukum. c) Pembinaan Kemandirian yang meliputi, antara lain:
ketrampilan

untuk

mendukung usaha-usaha

mandiri,

ketrampilan

untuk

mendukung usahausaha industri kecil, ketrampilan yang dikembangkan sesuai
dengan bakatnya masing-masing, ketrampilan untuk mendukung usaha-usaha
indutri dengan menggunakan teknologi madya atau teknologi tinggi. 2) Kendala

yang dialami dalam pelaksanaan pembinaan dan pembimbingan terhadap anak
yang memperoleh Sanksi Tindakan antara lain: kendala dalam hal anggaran,
kendala dalam hal tenaga kerja, kendala dalam hal fasilitas, lokasi tempat tinggal
klien yang jauh dan terpencil, dan alamat klien yang tidak jelas atau tidak 17
lengkap, dan tidak adanya aturan hukum atau peraturan yang membolehkan
BAPAS Surakarta untuk melakukan tindakan apabila ada klien yang melanggar
hukum lagi. 3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala antara blain: a)
BAPAS Surakarta berusaha dengan semaksimal mungkin dengan anggaran yang
sedikit tetap cukup untuk melakukan bimbingan. b) BAPAS Surakarta berusaha

22

Universitas Sumatera Utara

untuk mencatat alamat klien dengan jelas dan benar. e) Untuk klien yang
melakukan tindak pidana lagi BAPAS Surakarta hanya bisa memberikan motivasi
serta semangat agar klien tidak melakukan pelanggaran hukum lagi. Hal ini
dikarenakan BAPAS Surakarta tidak berwenang dalam hal melakukan tindakan
apa-apa.
Arya Mulatua (2016), dengan judul penelitian “Peranan BAPAS Dalam

Diversi Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan
Pidana Anak” rumusan masalah dalam penulisan ini yaitu: 1) Untuk mencapai
pemahaman bagaimana peranan BAPAS dalam melaksanakan proses Diversi 2)
Untuk mengetahui faktor apa saja yang menghambat BAPAS dalam
melaksanakan proses Diversi dalam penelitian ini digunakan 2 (dua) metode yaitu
Yuridis Normatif dan Empiris. Hasil dari penelitian ini adalah 1) Perlindungan
terhadap anak merupakan suatu kewajiban yang harus diberikan oleh negara
termasuk kepada anak yang berkonflik dengan hukum. Salah satu cara yang
dilakukan dengan mengalihkan proses penyelesaian perkara pidana yang
dilakukan oleh anak dari proses yustisial menuju ke non yustisial, dan proses
pengalihan tersebut dikenal dengan istilah diversi. Penyelesaian perkara pidana
yang dilakukan oleh anak melalui mekanisme diversi didasari oleh UndangUndang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dengan
menggunakan pendekatan restoratif justice. 2) BAPAS Klas I Medan merupakan
BAPAS yang terlibat dalam penyelesaian perkara pidana yang dilakukan oleh
anak melalui mekanisme diversi sebagaimana yang telah diamanatkan oleh
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
BAPAS mempunyai peranan penting dalam proses diversi karena pada dasarnya

23


Universitas Sumatera Utara

BAPAS sudah terlibat sejak awal diketahuinya tindak pidana. BAPAS merupakan
pihak netral yang bertindak baik sebagai Petugas Kemasyarakatan, Mediator
maupun Co.mediator pada saat diversi dilaksanakan. Keterlibatan BAPAS dalam
diversi berkenaan dengan tugas dari BAPAS itu sendiri seperti Penelitian
Kemasyarakatan, Pendampingan, Pembimbingan dan Pengawasan. Keberadaan
BAPAS itu sendiri juga untuk Universitas Sumatera Utara membantu tugas aparat
penegak hukum seperti penyidik, penuntut umu dan hakim dalam proses
penyelesaian perkara pidana anak. 3) Hambatan yang dihadapai BAPAS Klas I
Medan dalam pelaksanaan proses diversi adalah : a. Faktor Substansi Hukum.
Pelaksanaan diversi yang dilakukan oleh BAPAS Klas I Medan berdasarkan pada
ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak. Secara keseluruhan tugas dari pada BAPAS sudah diatur secara
tegas oleh undang-undang ini, namun masih terdapat hambatan yang dihadapi
oleh BAPAS khususnya dalam pembuatan litmas. Undangundang tidak melihat
pada kondisi BAPAS hari ini yang tidak memungkinkan BAPAS untuk membuat
litmas 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam, sehingga sampai saat ini ketentuan
yang diamanatkan oleh undang-undang ini sulit untuk direalisasikan karena
BAPAS Klas I Medan mempunyai wilayah kerja yang luas dan terbatasnya

jumlah PK BAPAS itu sendiri. b. Faktor Struktur Hukum. BAPAS Klas I Medan
sampai saat ini masih belum dapat secara optimal dalam menjalankan tugastugasnya yang berkenaan dengan diversi, hal ini karenakan masih terdapat
sejumlah keterbatasan yang dimiliki oleh BAPAS Klas I Medan. Keterbatasan
tersebut dapat dilihat melalui SDM yang dimiliki oleh BAPAS pada saat ini yang
mana masih terdapat keterbatasan baik secara kualitas dan kuantitas dari SDM

24

Universitas Sumatera Utara

BAPAS Klas I Medan sehingga berimbas pada pelaksanaan tugas BAPAS.
Minimnya sarana dan prasarana Universitas Sumatera Utara yang dimiliki oeh
BAPAS Klas I Medan secara tidak lansung menjadi penghambat dari pelaksanaan
tugas BAPAS itu sendiri karena ketersediaan sarana dan prasarana juga membantu
dalam pelaksanaan tugas suatu institusi, selain itu juga hubungan atau kordinasi
antara aparat penegak hukum dalam penyelesaian perkara anak juga merupakan
faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan tugas BAPAS.
Pada dasarnya BAPAS Klas I Medan mempunyai kordinasi yang baik dengan
aparat penegak hukum akan tetapi terkadang masih dijumpai adanya pola
kordinasi yang menjadi penghambat, seperti halnya terlambat meminta litmas dan

tidak melibatkan BAPAS dalam proses diversi sehingga keadaan seperti ini tidak
jarang menjadi penghambat bagi BAPAS. c. Faktor Kultur Budaya. Pola pikir
masyarakat yang masih konvensional dan tidak mengerti diversi merupakan
hambatan lainnya yang harus dihadapi oleh BAPAS Klas I Medan. Masayarakat
hanya berpikir bahwa setiap orang yang salah harus dihukum tanpa memikirkan
bentuk dan tujuan dari dijatuhkannya penghukuman, keadaan seperti ini
menyulitkan proses diversi untuk dapat dilaksanakan atau dapat tercapai
kesepakatan diversi yang mana masyarakat tidak mengerti tujuan dari pelaksanaan
diversi tersebut.
Arif Yuniarso (2015), dengan judul penelitian “Peran Dan Pola Bimbingan
Balai Pemasyarakatan Klas Ii Purwokerto Dalam Mendampingi Klien Setelah
Mendapatkan Masa Pembebasan Bersyarat” Rumusan Masalah dalam penelitian
ini adalah 1) Untuk mengetahui peran Pembimbing Kemasyarakatan Balai
Pemasyarakatan Klas II Purwokerto 2) Untuk mengetahui pola bimbingan yang di

25

Universitas Sumatera Utara

terapkan di Balai Pemasyarakatan Klas II Purwokerto. Hasil dari penelitian ini

adalah 1) Peran balai pemasyarakatan klas II purwokerto ini adalah sebagai
lembaga yang melakukan pembinaan luar (pambinaan di luar lembaga
pemasyarakatan) kepada klien/ mantan narapidana yang telah mendapatkan surat
keputusan pembebasan bersyarat (PB), cuti bersyarat (CB), cuti menjelang bebas
(CMB), dan pidana bersyarat. Peran BAPAS klass II purwokerto daam
pendampingan klien setelah mendapatkan masa pembebasan bersyarat itu adalah
pendampingan dan pembimbingan luar kepada klien setelah mendapkan hak yaitu
masa pembebasan bersyarat . Masa pembebasan bersyarat diberikan kepada
narapidana yang telah melaksanakan 2/3 masa tahan yang di jalani dan dapat
berkelakuan baik selama menjalani masa pembinaan di dalam lembaga
pemasyarakatan. Selain itu narapidana harus mempunyai penjamin untuk bisa
menjamin narapidana itu untuk bisa mendapatkan masa pembebasan bersyarat,
dan mengajukan surat pembebasan bersyarat. Setelah narapidana dapat
melengkapi semua kewajibannya , dan mendapatkan surat keputusan pembebasan
bersyarat maka narapidana itu statusnya berubah menjadi klien BAPAS
purwokerto setelah melakukan registrasi di BAPAS. Pertemuan pertama
dilakukan selain utntuk registrasi juga di lakukan 88 kontrak kerja, pertemuan
biasanya di lakukan sebulan sekali di kantor BAPAS purwokerto dan tidak bisa
untuk di wakili oleh penjamin ataupun orang lain.Tetapi ini belum berjalan
sebagaimana mestinya . Karena menurut pengamatan penulis dan pengakuan PK

bahwa masih ada yang suka di wakilkan utntuk melaksanakan apel di BAPAS
Purwokerto. 2) Tentang Pola Bimbingan Balai Pemasyarakatan Klass II
purwokerto Masa bimbingan luar di BAPAS purwokerto itu 1/3 dari masa tahanan

26

Universitas Sumatera Utara

di tambah satu tahun masa percobaan. Selama masa pembimbingan luar di
BAPAS purwokerto ada tiga kali kunjungan rumah/ home vissit yang berguna
untuk memantau perkembangan klien setelah bebas bersyarat, dilakukan tiga kali
waktunya yaitu yang pertama ¼ masa bimbingan , yang ke-dua 2/4, yang ketiga
masa pengakhiran. Tetapi ini belum sepenuhnya terlaksana karean beberapa hal
yaitu salah satunya adalah keterbatasan SDM dan pencakupan wilayah yang luas.
Kewajiban apel di balai pemasyarakatan harus di laksanakan sesuai dan
sebagaimana kontrak bimbingan yang telah disepakati antara klien dan PK sampai
masa pembebasan bersyarat selesai. Salah satu pencabutan hak dari pembebasan
bersyarat itu adalah 3kali berturut-turut tidak melaksanakan apel di BAPAS
purwokerto. Tetapi ini juga belum terlaksana dengan baik karena menurut hasil
wawancara yang dilakukan penulis adalah belum ada pencabutan masa
pembebasan bersyarat karena klien tidak melakukan apel 3 kali berturut-turut,
yang dikarenakan beberapa hal. Padahal menurut pengakuan PK masih ada klien
yang memang sudah lebih dari 3 kali apel tidak datang. 89 Setelah klien telah
melesaikan sepenuhnya masa pembebasan bersyarat maka klien mendapatkan
surat pembebasan murni untuk klien itu sendiri dan tembusan kepada desa agar
perangkat desa mengetahui bahwa klien telah selaesai melaksanakan masa
bimbingan di LAPAS dan BAPAS.
Seperti yang telah diuraikan diatas, kelima penelitian terdahulu membahas
peran Balai Pemasyarakatan yang lebih menekankan terhadap klien anak,
sedangkan penelitian yang penulis lakukan dengan judul “Peran Balai
Pemasyarakatan Medan dalam Melaksanakan Bimbingan Kemandirian bagi Klien
Pemasyarakatan” memfokuskan pada klien pemasyarakatan dewasa.

27

Universitas Sumatera Utara

2.2 Konsep Peran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) peran adalah tindakan
yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. Tiap-tiap individu memiliki
peran yang berbeda satu dengan yang lainnya yang didasarkan pada pola
pergaulan dan lingkungan sekitarnya, dalam hal ini peran menekankan pada
fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.
Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan
kewajiban yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari status yang
disandangnya. Peran dapat dijabarkan kedalam unsur-unsur antara lain seperti
Peran yang ideal ideal role, Peran yang seharusnya expected role, Peran yang
dianggap oleh diri sendiri perceived role, Peran yang sebenarnya dilakukan actual
role. (Soekanto 2002)
Peran

yang

sebenarnya

dilakukan

lazimnya

dinamakan

“role

performance”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa peran yang ideal dan
peran yang seharusnya merupakan harapan-harapan yang “pantas” atau “layak”
yang diharapkan dari kedudukan atau pemegang peran tersebut yang timbul dari
intervensi dari pihak luar, sedangkan peran yang dianggap diri sendiri serta peran
yang sebenarnya dilakukan merupakan pengejawantahan dari dalam diri pribadi.
Menurut Biddle and Thomas (1966) ada lima istilah tentang perilaku dalam
kaitannya dengan teori peran yaitu :
1. Expectation (Harapan) Peran adalah harapan-harapan orang lain tentang
perilaku yang akan terjadi oleh seseorang yang mempunyai peran tertentu.

28

Universitas Sumatera Utara

2. Norm (Norma) Harapan normatif adalah keharusan yang menyertai suatu
peran baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat atau tuntutan suatu
peran yang harus dipenuhi.
3.

Performance (Wujud perilaku) Peran diwujudkan dalam perilaku oleh
aktor. Berbeda dari norma, wujud perilaku ini nyata bukan hanya sekedar
harapan. Perilaku yang nyata ini bervariasi, berbeda-beda dari satu peran
ke peran yang lain.

4.

Evaluation (Penilaian) Penilaian didasarkan pada harapan masyarakat
tentang norma. Berdasarkan norma itu masyarakat dapat memberi kesan
positif atau negatif terhadap suatu perilaku. Kesan positif atau negatif
inilah yang disebut penilaian peran.

5.

Sanction (Sanksi) Sanksi adalah usaha orang untuk mempertahankan suatu
nilai positif atau agar perwujudan peran diubah sedemikian rupa sehingga
hal yang tadinya negatif bisa menjadi positif.
Biddle and Thomas memaparkan tentang perilaku yang dibawakan oleh

seseorang dalam melakoni peran yang melekat atau menjadi kewajiban yang
seharusnya atas peran tersebut. Berdasarkan pengertian peran dari pendapat para
tokoh dan referensi yang telah dikemukakan tersebut, penulis mengartikan secara
umum bahwa peran adalah hak dan kewajiban yang dilekatkan pada suatu jabatan
atau organisasi yang dipengaruhi oleh keadaan sosial sekitar. Dalam melalukan
peran inilah orang atau organisasi yang dikenakan peran tersebut berarti
menjalankan peran yang melekat atas hak dan kewajiban yang mempengaruhi dari
apa yang dikerjakan atau dijabatnya. Peran tersebut menjadi harapan atas

29

Universitas Sumatera Utara

pengaruhnya dalam sebuah perilaku atau institusi, organisasi, atau lembaga
kemasyarakatan lain.
Peran dalam penelitian ini adalah Peran Balai Pemasyarakatan

yang

meliputi pelaksanaan bimbingan kemandirian berupa Bakat dan Keterampilan
untuk klien Pemasyarakatan yang menjalani pembebasan bersayarat, cuti
bersyarat dan cuti menjelang bebas.
2.3 Pengertian Umum Pemasyarakatan
Upaya perbaikan terhadap pelanggar hukum baik yang berada di
penahanan sementara maupun yang sedang menjalani pidana terus diadakan dan
ditingkatkan sejak bangsa indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada
tanggal 17 agustus 1945.

Dalam buku lembaga kemasyarakatan tahun 2011

menyebutkan Hasrat untuk mengadakan pembaharuan dibidang tata peradilan
diawali oleh Dr. Saharjo , S.H yang menjabat sebagai Mentri kehakiman pada saat
itu. Pada tanggal 5 juli 1963 di Istana Negara RI dalam penganugerahan gelar
Dokter Honor Causa bidang hukum dengan pidatonya “pohon beringin
pengayoman” yang antara lain dinyatakan bahwa tujuan dari pidana penjara
adalah pemasyarakatan pendapatnya tentang mereka yang pernah mendekam di
penjara amatlah mulia.
Setiap narapidana adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai
layaknya manusia biasa meskipun narapidana tersebut telah tersesat dan
melakukan tindak pidana. Dalam konferensi lembang dirumuskan prinsip-prinsip
pokok yang menyangkut

perlakuan terhadap narapidana dan anak didik.

Keseluruhan prinsip pemasyarakatan

yang disepakati sebagai pedoman,

30

Universitas Sumatera Utara

pembinaan terhadap narapidana di Indonesia Gagasan Saharjo dirumuskan dalam
10 prinsip pembinaan dan bimbingan bagi narapidana sebagai berikut
1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan kepadanya bekal
hidup sebagai warga negara yang baik dan berguna bagi masyarakat.
2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara.
3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyikasa melainkan
bimbingan.
4. Negara tidak berhak membuat seorang narapidana lebih buruk atau lebih
jahat dari sebelum ia masuk lembaga.
5. Selama kehilangan kemerdekaan bergerak, narapidan harus dikenalkan
kepada masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat.
6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidan tidak boleh bersifat mengisi
waktu semata hanya diperuntukan bagi kepentingan lembaga atau negara
saja, pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan
negara.
7. Bimbingan dan didikan harus berdasarkan asas pancasila.
8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia
meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukan kepada narapidana
bahwa ia itu penjahat.
9. Narapidana itu hanya dijatuhi pidana hilang kemerdekaan.
10. Sarana fisik lembaga ini merupakan salah satu hambatan pelaksanaan
sistem pemasyarakatan. (Harsono , 1995:2)

31

Universitas Sumatera Utara

Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga
binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem kelembagaan dan cara pembinaan
yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana,
sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara
pembinaan warga binaan pemasyrakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan
secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat. tidak seorangpun
boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam secara tanpa mengingat
kemanusiaan ataupun diperlakukan dengan cara yang menghinakan (United
Nation, 2010)
Semua orang yang dirampas kebebasanya harus dilakukan secara
manusiawi dan hal itu dilakukan dengan menghormati harkat yang melekat pada
insan manusia.sistem pidana yang dipakai harus mencakup perlakuan terhadap
para narapidana yang tujuan utamanya ialah untuk perbaikan diri mereka dan
rehabilitasi sosial.

32

Universitas Sumatera Utara

2.4 Balai Pemasyarakatan
2.4.1

Pengertian Balai Pemasyarakatan (BAPAS)
Balai Pemasyarakatan yang disingkat BAPAS pada awalnya disebut

dengan Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (Balai BISPA)
yang merupakan unit pelaksana teknis di bidang bimbingan klien kemasyarakatan.
Bimbingan kemasyarakatan adalah bagian dari sistem pemasyarakatan yang
merupakan bagian dari tata peradilan pidana yang mengandung aspek penegakan
hukum berdasarkan pada Pancasila. Sistem pemasyarakatan ini merupakan
pembaharuan dari sistem kepenjaraan yang baku pada tanggal 27 April 1964.
Dengan lahirnya sistem pamasyarakatan tersebut, kemudian terbentuk unit
pelaksana teknis bidang Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak
(BISPA) pada tahun 1966 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Presiden
Kabinet tanggal 3 Nopember 1966 Nomor 75/4/Kep/1966. Oleh karena Balai
Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA) menjadi bagian dari
sistem pembinaan tuna warga, maka tugasnya mencakup segala macam bentuk
pembinaan bagi tuna warga, termasuk anak nakal yang dianggap membahayakan
masyarakat.
Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA)
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor
M.01.PR.07.03 tahun 1997 berubah menjadi Balai Pemasyarakatan yang disingkat
BAPAS. Hal ini hanya dalam perubahan namanya saja, sedangkan dalam hal tata
kerja dan organisasinya tetap sama seperti pada organisasi Balai BISPA. Dengan
demikian mulai tanggal 12 Februari 1997 nama Balai BISPA diganti dengan Balai
Pemasyarakatan (BAPAS).

33

Universitas Sumatera Utara

Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan memberikan pengertian bahwa ”Balai Pemasyarakatan yang
selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien
Pemasyarakatan.” Pengertian Klien Pemasyarakatan sendiri menurut Pasal 1
angka 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tantang Pemasyarakatan adalah
seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS.
Pembimbingan yang dilakukan oleh BAPAS merupakan bagian dari suatu
Sistem Pemasyarakatan yang diselenggarakan dalam rangka membentuk warga
binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan,
dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab
(Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 1995).

2.4.2

Tugas, Fungsi dan kedudukan Balai Pemasyarakatan
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor:

M.02-PR.07.03 Tahun 1987 tanggal 2 Mei 1987 tentang organisasi dan Tata Kerja
Balai Pemasyarakatan tugas pokok dan fungsi Balai Pemasyarakatan adalah
sebagai berikut, Tugas Pokok BAPAS adalah memberikan bimbingan dan
pengawasan terhadap klien pemasyarakatan. Bimbingan klien pemasyarakatan
adalah bagian dari sistem pemasyarakatan yang menjiwai tata peradilan pidana
dan mengandung aspek penegakan hukum dalam rangka pencegahan kejahatan
dan bimbingan pelanggar hukum, dalam pelaksanaannya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

34

Universitas Sumatera Utara

Adapun fungsi BAPAS sebagai pelaksana tugas yaitu :
a.

Membuat Penelitian Kemasyarakatan untuk sidang Pengadilan anak
dan sidang TPP di LAPAS.

b.

Melakukan Registrasi klien Pemasyarakatan.

c.

Melakukan Bimbingan Kemasyarakatan.

d.

Mengikuti sidang di Pengadilan Negeri dan sidang TPP di LAPAS
sesuai dengan peraturan yang berlaku.

e.

Memberikan bantuan bimbingan kepada Ex. napi dewasa, anak dan
klien pemasyarakatan yang memerlukan.

f.

Melakukan urusan tata usaha.

Kedudukan Balai Pemasyarakatan (BAPAS) adalah sebagai unit pelaksana
teknis (UPT) di bidang pembimbingan luar Lembaga Pemasyarakatan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di Propinsi. Hal ini mengandung
pengertian bahwa Balai Pemasyarakatan masuk dalam naungan Departemen
Hukum dan Hak Asasi Manusia (Depkumham) yang secara teknis berada di
bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Balai Pemasyarakatan merupakan
unit pelaksana teknis bimbingan kemasyarakatan sebagai bagian dari sistem
pemasyarakatan yang menjiwai kata peradilan pidana dan mengandung aspek
penegakan hukum dalam rangka pencegahan kejahatan dan bimbingan terhadap
pelanggar hukum.

35

Universitas Sumatera Utara

Balai pemasyarakatan merupakan suatu organisasi dengan mekanisme
kerja yang menggambarkan hubungan dan jalur-jalur perintah atau komando
vertikal maupun horizontal dalam mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam hal ini
setiap petugas harus mengerti dan dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Oleh karena itu penerapan
organisasi Balai Pemasyarakatan telah diatur sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Dalam struktur organisasi Balai Pemasyarakatan dibedakan dengan
klasifikasi berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
Nomor M.02.12.07.03 Tahun 1997 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai
Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA) dan Keputusan
Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.01.PR.07.03 Tahun 1997
menghapus Balai Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak (BISPA)
menjadi Balai Pemasyarakatan (BAPAS).
Perihal klasifikasi tersebut didasarkan atas lokasi, beban kerja, dan
wilayah kerja. Berdasarkan hal tersebut, Balai Pemasyarakatan diklasifikasikan
menjadi dua kelas, yaitu:
1) Balai Pemasyarakatan Klas 1
2) Balai Pemasyarakatan Klas 2

36

Universitas Sumatera Utara

2.5 Bimbingan
2.5.1

Pengertian Bimbingan
Dalam buku Bimbingan dan Konseling Institusi Pendidikan 2006 Istilah

bimbingan sebagaimana digunakan dalam literatur profesional di indonesia, istilah
bimbingan diberikan arti yaitu memberikan informasi yaitu menyajikan
pengetahuan

yang

dapat

digunakan

dalam

mengambil

keputusan

atau

memberitahukan sesuatu sambil memberikan nasihat, mengarahkan, menuntun
kesuatu tujuan, tujuan itu mungkin hanya diketahui oleh pihak yang mengarahkan
mungkin perlu diketahui oleh dua belah pihak, sedangkan menurut Moegiadi
(1970) bimbingan dapat berarti :
1. Suatu

usaha

untuk

melengkapi

individu

dengan

pengetahuan

,

pengalaman, dan informasi tentang dirinya sendiri.
2. Suatu cara pemberian pertolongan dan bantuan kepada individu untuk
memahami dan mempergunakan secara efisien dan efektif segala
kesempatan yang dimilik untuk perkembangan dirinya.
3. Sejenis pelayanan kepada individu individu agar mereka dapat
menentukan pilihan, menetapkan tujuan dengan tepat dan menyusun
rencana realistis sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan
memuaskan didalam lingkungan dimana mereka hidup.
4. Proses pemberian bantuan atau pertolongan kepada individu dalam hal
memahami diri sendiri menghubungkan pemahaman tentang dirinya
sendiri dengan lingkungan, memilih menentukan dan menyusun rencana
sesuai dengan konsep dirinya sendiri dan tuntutan dari lingkungan.

37

Universitas Sumatera Utara

Menurut Rochman Natawidjaja (1981) bimbingan adalah proses
pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan
supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga ia sanggup
mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan
keluarga serta masyarakat dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan
hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
2.5.2

Tujuan Bimbingan
Tujuan dari pemberian bimbingan ialah agar individu dapat merencanakan

kegiatan kehidupan pada masa yang akan datang, mengembangkan seluruh
potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, dapat menyesuaikan
diri dalam lingkungan masyarakat, mengatasi hambatan serta kesulitan yang
dihadapi dalam masyarakat. Dalam pencapaian tujuan-tujuan yang diinginkan
maka objek bimbingan harus mengetahui beberapa Kriteria. Menurut Achmad
Juntika Nurihsan dalam Bimbingan dan Konseling menyebutkan beberapa
Kriteria sebagai berikut
a. Mengenal dan memehami potensi, kekuatan, serta tugas-tugasnya,
b.Mengenal dan memahami potensi-potensi yang ada di sekitar lingkungannya
c. Mengenal dan menentukan tujuan, rencana hidupnya, serta rencana
pencapaian tujuan tersebut,
d. Memahami dan mengatasi kesulitan-kesulitan sendiri,
e. Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, lembaga, dan
masyarakat,

38

Universitas Sumatera Utara

f. Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya, dan
g. Mengembanngkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara
tepat, teratur dan optimal.(Nurihsan 2006:8)
2.6 Kemandirian
2.6.1 Pengertian Kemandirian
Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapatkan awalan
“ke” dan akhiran “an” yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata
benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar diri, pembahasan mengenai
kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan
diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self oleh
Brammer dan Shostrom (1982).
Kemandirian (self-reliance) adalah kemampuan untuk mengelola semua
yang dimilikinya sendiri yaitu mengetahui bagaimana mengelola waktu, berjalan
dan berfikir secara mandiri, disertai dengan kemampuan dalam mengambil resiko
dan memecahkan masalah. Dengan kemandirian tidak ada kebutuhan untuk
mendapat persetujuan orang lain ketika hendak melangkah menentukan sesuatu
yang baru. Individu yang mandiri tidak dibutuhkan yang detail dan terus menerus
tentang bagaimana mencapai produk akhir, ia bisa berstandar pada diri sendiri.
Kemandirian berkenaan dengan pribadi yang mandiri, kreatif dan mampu berdiri
sendiri yaitu memiliki kepercayaan diri yang bisa membuat seseorang mampu
sebagai individu untuk beradaptasi dan mengurus segala hal dengan dirinya
sendiri (Parker, 2006).

39

Universitas Sumatera Utara

Menurut Parker (2006) pribadi yang mandiri memiliki ciri-ciri sebagai
berikut:
a. Tanggung jawab berarti memiliki tugas untuk menyelesaikan
sesuatu dan diminta hasil pertanggung jawaban atas hasil kerjanya.
b. Independensi adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak
tergantung kepada otoritas dan tidak membutuhkan arahan.
Independensi juga mencakup ide adanya kemampuan mengurus
diri sendiri dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
c. Otonomi dan kebebasan untuk menentukan keputusan sendiri,
berarti mampu untuk mengendalikan atau mempengaruhi apa yang
akan terjadi kepada dirinya sendiri.
d. Keterampilan memecahkan masalah, dengan dukungan dan arahan
yang menandai, individu akan terdorong untuk mencapai jalan
keluar bagi persoalan-persoalan praktis relasional mereka sendiri.

40

Universitas Sumatera Utara

2.7 Klien Pemasyarakatan
Klien Pemasyarkatan termuat di dalam Undang undang No. 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan dalam Pasal 1 Angka 9 yang menyebutkan sebagai
berikut : “Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang
yang berada dalam binmbingan BAPAS”. Orang yang ada dalam bimbingan
BAPAS yang dimaksud adalah orang yang dijabarkan dalam Pasal 42 Undangundang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan sebagai berikut :
1. Terpidana bersyarat;
2. Narapidana, Anak Pidana, dan Anak Negara yang mendapatkan
pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas
3. Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaannya
diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial;
4. Anak negara yang berdasarkan Keputusan Menteri atau pejabat di
lingkungan

Direktorat

Jenderal

Pemasyarakatan

yang

ditunjuk,

bimbingannya diserhakan kepada orang tua asuh atau badan sosial; dan
5. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan bimbingannya dikembalikan
kepada orang tua atau walinya. Klien yang dalam bimbingan Balai
Pemasyarakatan disini ialah seseorang yang telah melalui proses peradilan
atau proses hukum dan telah diputus oleh pengadilan yang memiliki
kekuatan hukum tetap. Berdasarkan putusan pengadilan itulah Balai
Pemasyarakatan berwenang dan berkewajiban melaksanakan bimbingan
pada klien pemsayarakatan.

41

Universitas Sumatera Utara

2.8 Kerangka Pemikiran
Balai pemasyarakatan (BAPAS) adalah sebagai unit pelaksana teknis
(UPT) di bidang pembimbingan luar Lembaga Pemasyarakatan yang berada di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di Propinsi. Yang bertugas sebagai
pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan, Menurut Pasal 2
UU Nomor 12 Tahun 1995 Pembimbingan yang dilakukan oleh BAPAS
merupakan bagian dari suatu Sistem Pemasyarakatan yang diselenggarakan dalam
rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia
seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak
pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif
berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang
baik dan bertanggung jawab, untuk itu Balai Pemasyarakatan sangat penting
keberadaannya dalam membangun narapidana untuk dapat menjadi manunia yang
produktif, pembangunan dapat terselenggara dengan baik apabila dilaksanakan
oleh manusia yang bermental dan berkualitas baik dalam hubungan inilah
pemasyarakatan memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka pembinaan
sumber daya manusia. Salah satunya yang dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan
Medan dengan memberikan bimbingan kemandirian yang diarahkan pada bakat
dan keterampilan.

42

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1: Bagan Alir Pikiran

Peran Balai Pemasyarakatan Medan

Memberikan bantuan bimbingan
kepada klien pemasyarakatan

Bimbingan Kemandirian

-

Montir
Mengemudi
Service Handphone
Budidaya Anggrek
Sablon
Memasak

Hasil yang diharapkan :
-

Kemandirian
Keterampilan
Berfungsinya Peranan

43

Universitas Sumatera Utara

2.9. Definisi Konsep dan Definisi Operasional
2.9.1 Definisi Konsep
Definisi konsep merupakan proses dan upaya penegasan dan pembatasan
makna konsep dalam suatu penelitian. Untuk menghindari salah pengertian atas
makna konsep yang dijadikan objek penelitian, maka seorang peneliti harus
menegaskan dan membatasi makna konsep yang akan diteliti. Dengan kata lain
peneliti berupaya mengiring para pembaca hasil penelitian untuk memaknai
konsep sesuai dengan yang di inginkan dan dimaksudkan oleh peneliti, definisi
konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu
penelitian (Siagian,2011:138)
Adapun batasan konsep yang dibuat peneliti adalah
1. Peran adalah hak dan kewajiban yang dilekatkan pada suatu jabatan atau
organisasi yang dipengaruhi oleh keadaan sosial sekitar. Dalam melalukan
peran inilah orang atau organisasi yang dikenakan peran tersebut berarti
menjalankan peran yang melekat atas hak dan kewajiban yang
mempengaruhi dari apa yang dikerjakan atau dijabatnya.
2. Peran dalam penelitian ini dalah Peran Balai Pemasyarakatan
meliputi

pelaksanaan

bimbingan

kemandirian

berupa

Bakat

yang
dan

Keterampilan untuk klien Pemasyarakatan yang menjalani pembebasan
bersayarat, cuti bersyarat dan cuti menjelang bebas.
3. Bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang
dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat
memahami dirinya sendiri, sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan

44

Universitas Sumatera Utara

dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta
masyarakat dengan demikian dia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya
serta dapat memberikan sumbangan yang berarti.
4. Kemandirian (self-reliance) adalah kemampuan untuk mengelola semua
yang dimilikinya sendiri yaitu mengetahui bagaimana mengelola waktu,
berjalan dan berfikir secara mandiri, disertai dengan kemampuan dalam
mengambil resiko dan memecahkan masalah. Dengan kemandirian tidak
ada kebutuhan untuk mendapat persetujuan orang lain ketika hendak
melangkah menentukan sesuatu yang baru. Individu yang mandiri tidak
dibutuhkan yang detail dan terus menerus tentang bagaimana mencapai
produk akhir, ia bisa berstandar pada diri sendiri
5. Balai Pemasyarakatan (BAPAS) merupakan salah satu unit pelaksana
teknis (UPT) di bidang pembimbingan luar Lembaga Pemasyarakatan
yang sangat penting dalam membentuk warga binaan pemasyarakatan agar
menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan
tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan
dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab
yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala
Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di Propinsi.
6. Klien Pemasyarakatan adalah yang seseorang yang berada dalam
binmbingan BAPAS, Klien Pemasyarakatan dalam penelitian ini adalah
seseorang yang mendapatkan Bimbingan kemandirian.

45

Universitas Sumatera Utara

2.9.2 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah petunjuk bagaimana variabel diukur dengan
membaca suatu definisi operasional dalam suatu penelitian, seseorang peneliti
akan tahu pengukuran suatu variabel, sehingga ia dapat mengetahui baik buruknya
pengukuran. Ditinjau dari proses atau langkah langkah penelitian, dapat
dikemukakan bahwa perumusan definisi operasional merupakan langkah lanjutan
dari perumusan definisi konsep. Definisi Konsep ditujukan untuk mencapai
keseragaman pemahaman tentang konsep konsep, baik berupa objek, peristiwa
maupun fenomena yang diteliti. Maka perumusan definisi operasional ditunjukkan
dalam upaya transformasi konsep ke dunia nyata sehingga konsep konsep
penelitian dapat diobservasi (Siagian, 2011:141).
1. Peran Balai Pemasyarakatan Medan meliputi:
Pelaksanaan bimbingan kemandirian berupa keterampilan seperti:
a. Keterampilan Montir
b. Keterampilan Mengemudi
c. Keterampilan Service Handphone
d. Keterampilan Budidaya Anggrek
e. Keterampila Sablon
f. Keterampilan Memasak
2. Penyediaan sarana dan prasarana
3. Tepat sasaran meliputi:
Klien menjalankan bimbingan kemandirian
4. Tujuan meliputi:
-

Kemandirian Klien Pemasyarakatan
46

Universitas Sumatera Utara

-

Keterampilan Klien Pemasyarakatan

-

Berfungsinya Peranan sosial Klien Pemasyarakatan saat kembali ke
lingkungan masyarakat.

5. Perubahan Nyata
-

Perasaan ingin berubah kearah yang lebih baik

-

Adanya skill yang dimiliki

47

Universitas Sumatera Utara