Efektifitas Bahan Kumur Berbasis Minyak Atsiri Buah Kapulaga (Amomum cardamomum L) Terhadap Penurunan Gas Volatile Sulfur Compound (VSC) Pada Subjek Halitosis Chapter III VI
44
BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, tahap I merupakan penyediaan
minyak atsiri buah kapulaga terstandar, tahap II uji pre-klinis, sedangkan tahap III
merupakan uji klinis. Tiap tahap mempunyai desain penelitian masing-masing.
Tahap I : Penyediaan Minyak Atsiri buah Kapulaga Terstandar
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan mendapatkan
minyak atsiri dari buah kapulaga terstandar dengan kadar minyak atsiri > 3%,
diperoleh dari simplisia yang memenuhi standar Materi Medika Indonesia.
3.1.1 Sampel Penelitian
Sampel penelitian berupa buah kapulaga yang diambil secara purposif dari
lahan kebun desa Bintang Meriah kecamatan STM Hulu kabupaten Deli Serdang.
Kriteria inklusi dan eksklusi meliputi :
a. Kriteria inklusi
1) Buah kapulaga yang tumbuh pada suatu lahan kebun desa Bintang Meriah
kecamatan STM Hulu Kabupaten Deli Serdang.
2) Usia tanaman rata-rata 6 bulan.
3) Buah masih segar dan berwarna putih.
4) Simplisia buah kapulaga memiliki kadar air < 10%
5) Simplisia buah kapulaga mengandung minyak atsiri > 3%
b. Kriteria eksklusi
Tanaman yang menggunakan pestisida
Universitas Sumatera Utara
45
3.1.2 Tempat
a. Identifikasi tanaman kapulaga dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Pusat Penelitian Biologi di Bogor.
b. Pembuatan simplisia terstandar dan isolasi minyak atsiri dilakukan di
Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
3.1.3 Pembuatan Simplisia
Identifikasi/determinasi buah kapulaga yang diperoleh dari lahan kebun desa
Bintang Meriah kecamatan STM Hulu kabupaten Deli Serdang dilakukan di
“Herbarium Bogoriense”, Balitbang Botani, Puslitbang Biologi-LIPI Bogor.
Cara kerja pembuatan simplisia buah kapulaga:
1. Pengeringan simplisia
Buah kapulaga dibersihkan, kemudian dilakukan pensortiran, penimbangan
basah, dan dikeringkan di lemari pengering pada suhu tidak lebih dari 40oC, lalu
dilakukan penimbangan (kering) dan foto simplisia.
2. Pemeriksaan standarisasi simplisia
Pemeriksaan standarisasi simplisia meliputi penetapan kadar air, penentuan
kadar abu total tidak larut dalam asam dan penentuan kadar sari larut dalam air/larut
dalam etanol
a. Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluene).
Alat terdiri atas labu alas bulat 500 ml, alat penampung, tabung penerima 5 ml
berskala 0,05 ml, pendingin, tabung penyambung, dan pemanas.
Universitas Sumatera Utara
46
Gambar 3.1. Alat penetapan kadar air
Cara kerja:
Penjenuhan toluene dilakukan dengan memasukkan ke dalam labu alas bulat
sebanyak 200 ml toluene dan air 2 ml air suling, dipasang alat penampung dan
pendingin, kemudian dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan
dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima
dibaca dengan ketelitian 0,05 ml (WHO, 1992). Kemudian ke dalam labu tersebut
dimasukkan 5 gram serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan
hati-hati selama 15 menit. Setelah toluene mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes
untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi
dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam
pendingin dibilas dengan toluene. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian
tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluene
memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua
volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes, 1995; WHO, 2009).
b. Penetapan kadar sari
1. Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam
dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam
Universitas Sumatera Utara
47
labu bersumbat sambil dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18
jam lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam
cawan penguap yang beralas rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995; WHO, 2009).
2. Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam
dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6
jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindari
penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap yang beralas rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada
suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol 95% dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995; WHO, 2009).
c. Penetapan kadar abu
1. Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan.
Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu
6000C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot
tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes
RI, 1995; WHO, 2009).
1. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam
25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian
didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap
bahan yang dikeringkan (Depkes RI, 1995; WHO, 2009).
Universitas Sumatera Utara
48
d. Penetapan kadar minyak atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri simplisia buah kapulaga (Amomum
cardamommum L) dilakukan dengan alat Stahl.
Gambar 3.2 Alat Stahl
Sebanyak 10 gram kapulaga yang sudah kering dan sudah dihancurkan
dimasukkan dalam labu alas diatas pemanas listrik. Labu dihubungkan dengan
pendingin dan alat penampung berskala, buret diisi dengan air sampai penuh. Isi labu
dididihkan dengan pemanasan yang sesuai untuk menjaga pendidihan berlangsung
lambat tetapi teratur sampai minyak atsiri terdestilasi sempurna dan tidak bertambah
lagi dalam alat berskala (6 jam). Setelah penyulingan selesai, dibiarkan tidak kurang
dari 15 menit, kemudian volume minyak atsiri dicatat pada buret. Kadar minyak atsiri
dihitung dalam %v/b (Depkes RI, 1995; WHO, 2009).
a) Isolasi minyak atsiri dari buah kapulaga
Isolasi minyak atsiri simplisia buah kapulaga (Amomum cardamommum L)
yang sudah kering dilakukan dengan metode destilasi air.
Universitas Sumatera Utara
49
Caranya: Sebanyak 200 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam labu alas bulat
berleher panjang 2 liter ditambahkan air suling sampai sampel terendam. Kemudian
dirangkai alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 6 jam. Minyak atsiri yang
diperoleh ditampung dalam corong pisah setelah itu dipisahkan antara minyak dan
air. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat,
dikocok dan didiamkan selama 24 jam (Gambar 3.3).
Tanaman Buah
Kapulaga
Buah Kapulaga yang
Dikeringkan (Simplisia)
Minyak Atsiri Buah
Kapulaga
Simplisia Buah
Kapulaga Dihaluskan
Penyulingan Buah
Kapulaga Dengan Alat
Stahl
Gambar 3.3 Proses pembuatan tanaman buah kapulaga menjadi minyak atsiri
3.1.4 Analisis Data
Rencana analisis data untuk uji tahap I ini adalah deskriptif dengan nilai ratarata dari hasil uji untuk mendapatkan persyaratan mutu.
3.2 Tahap II : Uji Pre-klinis
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan
tujuan untuk pembuatan sediaan obat kumur herbal terstandar, uji aktivitas bakteri, uji
stabilitas sediaan, dan uji hedonik.
Universitas Sumatera Utara
50
3.2.1 Pembuatan Sediaan Obat Kumur Herbal Terstandar
Formulasi pembuatan obat kumur herbal terstandar berdasarkan konsentrasi
bahan minyak atsiri buah kapulaga 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, sebagai
emulgator digunakan larutan HPMC 5%. HPMC adalah turunan dari cellulose yang
berfungsi sebagai pembuat gel. Keuntungan HPMC ini dapat menghasilkan gel yang
netral, jernih, tidak berwarna, dan stabil pada pH 3-11, serta mempunyai resistensi
yang baik terhadap serangan mikroba (Soekarto, 1985) 5% HPMC terdiri atas
propilenglycol 12,8%, methyl paraben 0,18%, dan HPMC bubuk 3%, berdasarkan uji
pendahuluan yang dilakukan di Laboratorium Farmasi USU maka diperoleh
komposisi formula sediaan obat kumur minyak atsiri buah kapulaga seperti tertera
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Komposisi formula obat kumur minyak atsiri buah kapulaga (berdasarkan
studi pendahuluan, September 2012)
Komposisi
Minyak atsiri buah kapulaga
Aquadest (ad)
HPMC 3%
Konsentrasi
2,5%
5%
10%
20%
2,5 g
5g
10 g
20 g
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
5g
5g
5g
5g
3.2.2 Uji Aktivitas Anti Bakteri Dari Obat Kumur Minyak Atsiri buah
Kapulaga
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium untuk
menentukan aktivitas bakteri yang dominan menjadi penyebab halitosis serta
menetukan kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM).
Uji aktivitas anti bakteri dari minyak atsiri buah kapulaga dilakukan dengan
berbagai konsentrasi terhadap bakteri–bakteri tersebut. Diharapkan sediaan obat
Universitas Sumatera Utara
51
kumur minyak atsiri buah kapulaga ini aktif terhadap jenis bakteri yang dominan
menjadi penyebab halitosis.
Sumber bakteri diperoleh dari stok kultur Porphyromonas gingivalis ATCC
33277 pada laboratorium mikrobiologi dan jika tidak ada dilakukan isolasi bakteri
dan spesimen sehingga diperoleh jenis bakteri penyebab halitosis dengan metode
biakan murni.
Gambar 3.4 Stok Kultur Porphyromonas gingivalis ATTC 33277
3.2.3 Identifikasi Variabel
a. Variabel bebas adalah obat kumur minyak atsiri buah kapulaga dengan
konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2%.
b. Variabel tergantung adalah KHM (Kadar Hambat Minimal) dan KBM
(Kadar Bunuh Minimal).
Universitas Sumatera Utara
52
3.2.4 Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.2. Definisi operasional variabel uji pre-klinis
No
Variabel
1.
Bakteri
Porphyromonas
gingivalis
2.
3.
Definisi
Adalah bakteri anaerob gram negatif
yang dapat memetabolisme asam
amino dan menghasilkan metabolit
yang bersifat toxic terhadap jaringan
gingival
manusia,
dominan
menyebabkan timbulnya bau mulut
(halitosis)
Kadar Hambat Kadar minimal dari bahan obat atau
Minimal/KHM senyawa
kimia
yang
dapat
(MIC)
menghambat
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan bakteri dengan
diameter hambat
Kadar Bunuh Kadar minimal dari bahan obat atau
Minimal/KBM
senyawa
kimia
yang
dapat
(MBC)
membunuh
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan
bakteri
dari
jumlah koloni bakteri
Cara Pengukuran
Hasil Ukur
Skala
Dengan cara membiak bakteri
dari asal biakan murni ke dalam
deretan medium yang sudah
ditambahkan larutan minyak
atsiri buah kapulaga dengan
kadar yang semakin menipis
Ada atau tidak Nominal
ada
pertumbuhan
bakteri
Setelah pengeraman dilihat
pada tabung mana yang tidak
terlihat adanya pertumbuhan
bakteri (warna pembenihan
tetap jernih) disebut kadar
hambat minimal
Biakan pada tabung MIC
sampai
tabung
yang
mengandung kadar minyak
atsiri buah kapulaga tertinggi
dibiak ulang pada perbenihan
agar Brucella, kemudian dieram
secara anerob selama 24-72
jam.
Setelah
pengeraman
dilihat adakah pertumbuhan
koloni pada lempeng agar, bila
tidak maka disebut kadar bunuh
minimal
Ada atau tidak Nominal
ada
pertumbuhan
bakteri
Ada atau tidak Nominal
ada
pertumbuhan
bakteri
51
Universitas Sumatera Utara
53
Sampel penelitian ini adalah biakan murni Porphyromonas gingivalis yang
berasal dari laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia. Besar sampel dihitung dengan rumus Federer (Federer, 2005), yaitu : (t-1)
(r-1) ≥ 15; (t = jumlah kelompok perlakuan; r = jumlah sampel/pengulangan). Pada
penelitian ini untuk uji aktifitas antibakteri jumlah kelompok perlakuan ada 4
sehingga diperlukan 6 pengulangan untuk setiap kelompok perlakuan.
(t-1) (r-1) ≥ 15
(t-1) x (r-1) ≥ 15
(4-1) x (r-1) ≥ 15
(3) x (r-1) ≥ 15
3r – 3 ≥ 15
3r = 15 + 3
3r = 18
r=6
Keterangan:
t = Jumlah perlakuan dalam penelitian
r = Jumlah perlakuan ulang (sampel)
Jumlah perlakuan (r) ulang yang digunakan adalah 4. Pada penelitian ini digunakan 6
kali pengulangan.
1. Kelompok I
: minyak atsiri dengan konsentrasi 0,125% = 6 pengulangan
2. Kelompok II
: minyak atsiri dengan konsentrasi 0,25% = 6 pengulangan
3. Kelompok III
: minyak atsiri dengan konsentrasi 0,5% = 6 pengulangan
4. Kelompok IV
: minyak atsiri dengan konsentrasi 1% = 6 pengulangan
5. Kelompok V
: minyak atsiri dengan konsentrasi 1,5% = 6 pengulangan
6. Kelompok VI
: minyak atsiri dengan konsentrasi 2% = 6 pengulangan
Universitas Sumatera Utara
54
3.2.5 Cara Kerja
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode Dilusi (Dillusion method)
dan metode Difusi (Difusion method).
3.2.5.1 Metode Dilusi (Dilution method)
a. Minyak atsiri buah kapulaga konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5
dan 2% diencerkan dengan media cair BHI.
b. Masing-masing bahan uji sebanyak 2 ml diteteskan 0,05 cc suspensi
Porphyromonas gingivalis MF 0,5 diinokulasikan ke dalam bahan uji masing-masing
5 deret tabung sehingga didapat konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5 dan 2%.
c. Semua tabung dimasukkan kedalam anaerogen compact dan dieram pada
suhu 37oC didalam inkubator selama 3×24 jam
Gambar 3.5 Larutan uji minyak atsiri buah kapulaga dengan metode dilusi
Universitas Sumatera Utara
55
3.2.5.2 Metode Difusi (Diffusion method)
a. Pembuatan media
1. Muller Hinton Agar
Komposisi : Beef infusion from
300 g
Casein hydroxylat
17,5 g
Starch
1,50 g
Bacto-Agar
17,0 g
(pH = 7,4)
Cara pembuatan:
Ditimbang sebanyak 28 g serbuk MHB, ditambah 15 g Bacto Agar , kemudian
disuspensikan ke dalam tabung Erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan
sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan hingga mendidih sambil sesekali
diaduk sampai bahan larut sempurna dan jernih. Tutuplah Erlenmeyer dengan kapas
yang dilapisi aluminium foil, lalu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C
tekanan 1½ atm selama 15 menit.
2. Pembuatan larutan NaCl 0,9%
Komposisi :
Natrium Klorida
0,9 g
Air suling ad
100 ml
Cara pembuatan :
Ditimbang sebanyak 0,9% natrium klorida, lalu dilarutkan dalam air suling
steril sedikit demi sedikit dalam labu ukur 100 ml sampai larut sempurna. Air suling
steril ditambahkan sampai garis tanda, dimasukkan dalam Erlenmeyer steril yang
bertutup, lalu disterilkan pada autoklaf pada suhu 121°C tekanan 1½ atm selama 15
menit.
Universitas Sumatera Utara
56
Gambar 3.6 Pembuatan media Muller Hinton agar
3. Pembuatan suspensi standar Mc Farland
Suspensi-suspensi standar Mc Farland (MF) menunjukkan konsentrasi
kekeruhan suspensi bakteri. MF1 setara dengan 3×108 CFU/ml.
Komposisi: Larutan asam sulfat 1%
Larutan barium klorida 1,175% b/v
9,5 ml
0,5 ml
Cara pembuatan:
Kedua larutan disuspensikan dalam tabung reaksi steril, dikocok sampai
homogen dan ditutup. Apabila kekeruhan hasil suspensi bakteri setara dengan
kekeruhan suspensi MF1 standar, berarti konsentrasi bakterinya 3×108 CFU/ml.
Gambar 3.7 Pembuatan standar Mc Farland
Universitas Sumatera Utara
57
4. Pembuatan media Brucella broth
Komposisi: Pancreatin digest casein 10,0 g
Peptamin
10,0 g
Dekstrosa
1,0 g
Yeast extract
2,0 g
Natrium klorida
5,0 g
Natrium bisulfit
0,1 g
Aquadest ad.
1000 ml
Cara pembuatan:
Semua bahan dipanaskan hingga mendidih, kemudian disaring dengan kertas
saring, setelah itu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 14oC tekanan 1½ atm selama
15 menit setelah steril bahan dibagi-bagikan kedalam tabung steril.
Gambar 3.8 Pembuatan media brucella broth
5. Pembuatan Media Padat yang Diperkaya (Brucella Agar + darah +
vitamin K)
Komposisi A:
Pancreatin digest casein
2,5 g
Peptamin
2,5 g
Dekstrosa
0,25 g
Universitas Sumatera Utara
58
Yeast extract
Natrium bisulfit
Aquadest ad.
Komposisi B:
0,5 g
0,025 g
250 ml
Darah-domba steril
10 ml
Vitamin K steril
0,5 ml
Cara pembuatan:
Semua bahan A disuspensikan dengan menggunakan aquadest sehingga
volumenya 250 ml. Panaskan hingga larut, lalu sterilkan dengan menggunakan
autoklaf pada suhu 121°C tekanan 1½ atm selama 15 menit. Setelah larutan A steril,
biarkan suhunya turun. Saat suhunya 50°C ditambahkan 0,5 ml vitamin K. Pada suhu
40°C-38°C tambahkan darah domba 10 ml. Kemudian dibagi pada media cawan
(plat) @20 ml (tebal media pada plat 6 mm). Selanjutnya didinginkan dalam media
selama 1×24 jam.
Gambar 3.9 Media padat Brucella agar
b. Pembuatan stok kultur bakteri
Satu osebakteri Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 dilarutkan kedalam
tabung evis yang berisi 1 ml NaCl 0,9% dan diaduk dengan mikropipet Eppendorf
sampai larut. Kemudian diinokulasikan pada media padat yang diperkaya Brucella
agar + vitamin K + darah domba 4%, juga pada media cair Brucella broth.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik Anaerogen compact kemudian ditutup
untuk diinkubasi selama 5 hari pada suhu 37°C dalam suasana anaerob.
Universitas Sumatera Utara
59
Gambar 3.10 Stok kultur bakteri
c. Pembuatan inokulum bakteri
Bakteri hasil inkubasi menggunakan ose steril disuspensikan ke dalam tabung
yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% steril, kemudian dihomogenkan dengan
Eppendorf hingga diperoleh kekeruhan suspensi bakteri yang setara dengan
kekeruhan MF1. Ini berarti bahwa konsentrasi suspensi bakteri adalah 3×108 CFU/ml.
Setelah itu, dilakukan pengeceran 2 kalinya dengan menggunakan NaCl 0,9%
sehingga diperoleh suspensi bakteri dengan kekeruhan MF 0,5.
Gambar 3.11 Pembuatan inokulum bakteri
Universitas Sumatera Utara
60
3.2.6 Uji Stabilitas Sediaan
3.2.6.1 Pengukuran pH
Setiap sampel obat kumur diukur nilai pH-nya, dengan dua kali pengukuran.
Sebelum pengukuran, pH meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan bufer
standar pH 4 dan pH 7. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda dibilas dengan
akuades dan dikeringkan dengan kertas tisu. Kemudian elektroda dicelupkan pada
larutan sampel dan dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil,
lalu nilai pH dicatat (Pradewa, 2008).
3.2.6.2 Pengukuran viskositas
Viskositas sampel obat kumur diukur dengan menggunakan Ubbelohde
viscometer . Sampel sebanyak ± 10 ml dimasukkan ke dalam tabung Ubbelohde
sampai batas yang telah ditetapkan. Sambungkan tabung pada selang-selang yang
tersambung dengan Viscosity Measurement Unit. Viskometer dinyalakan hingga
didapat nilai jumlah waktu pada alat.Viskositas dihitung dengan mengkonversi nilai
viskositas yang telah ditetapkan dengan konstanta pada tabung Ubbelohde (Pradewa,
2008).
Gambar 3.12 Alat Ubbelohde viscometer
3.2.6.3 Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik (uji kesukaan) pada
empat formulasi obat kumur yang berbeda.Dalam uji hedonik, panelis diminta
tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau hedonik (Sarastani, 2008). Skala hedonik
Universitas Sumatera Utara
61
yang digunakan adalah 1-5, di mana angka 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 =
netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka. Dalam analisisnya, skala hedonik
ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat
kesukaan (Rahayu, 1994). Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah
suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat (Sarastani,
2008). Uji organoleptik ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan kesukaan panelis
terhadap warna, kekentalan, aroma, rasa, sensasi di mulut, dan penampakan
(penilaian) umum. Sampelnya adalah subjek yang memenuhi kriteria inklusi diluar
subjek pada penelitian uji klinis.
Untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap sediaan berdasarkan masingmasing parameter, digunakan skala numerik yang dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Skala numerik pada uji organoleptik sediaan (Sarastani, 2008)
Skala hedonic
Frekuensi
Sangat tidak suka
1
Tidak suka
2
Netral
3
Suka
4
Sangat suka
5
3.2.7 Tempat
1. Pembuatan obat kumur minyak atsiri buah kapulaga terstandar dilakukan
di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Uji aktifitas bakteri dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia.
3. Uji viskositas, pengukuran pH, uji hedonik sediaan dilakukan di
Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
62
3.3 Tahap III : Uji Klinis
Rancangan penelitian ini adalah Randomized, clinical trial, cross over design,
dan double blinded dengan tujuan untuk mendapatkan rata-rata penurunan gas VSC
dan membandingkan efektifitas obat kumur minyak atsiri buah kapulaga dengan obat
kumur Listerine® dan plasebo.
3.3.1 Populasi studi: Seluruh santri pada pondok pesantren Raudhatul
Hasanah Medan yang berjumlah 300 orang.
3.3.2 Jumlah Sampel
Perhitungan jumlah sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda 2
proporsi:
Alokasi sama (Uniform allocation = 1 )
Z1
n
2
2 (1 P ) ( P1 (1 P1 ) P2 (1 P2 ) 2
( P1 P2 ) 2
Keterangan:
α = Level of significance (%) = 5%
1 – β = Power of the test (%) = 90%
P1 = Acticipated Population Proportion 1 = 0.90%
P2 = Acticipated Population Proportion 2 = 0.50%
n = Besar Sampel = 20 (Minimal)
Dari perhitungan tersebut maka diperoleh jumlah sampel minimal 20 orang, yang
terdiri atas 10 orang pria dan 10 orang wanita.
3.3.3 Sampel :
Kriteria inklusi:
1. Dewasa usia 18 – 21 tahun
2. Memiliki kesehatan umum yang baik
3. Tidak sedang mengalami radang pulpa (pulpitis.
4. Tidak sedang menderita kelainan jaringan periodonsium
5. Tidak terdapat tongue coating
Universitas Sumatera Utara
63
6. Tidak memiliki kebiasaan merokok
7. Bukan wanita yang sedang haid atau hamil
8. Tidak
sedang
mengonsumsi
obat
tertentu
seperti
antiparkinson,
antipsikotik, antihipertensi
9. Konsentrasi rata-rata gas VSC ≥ 2,4 ppb
10. Bersedia
untuk
mengikuti
seluruh
kegiatan
penelitian
dengan
menandatangani informed consent
Kriteria eksklusi:
1. Memiliki penyakit kelainan sistemik: gangguan pencernaan, pernafasan
2. Memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol
3. Memakai peralatan ortodonti cekat
4. Memakai gigi tiruan
5. Pasien yang mengalami demam sehingga harus mengonsumsi antibiotik
yang akan mengganggu pengukuran
6. Tidak bersedia menandatangani informed consent
Sebelum memulai penelitian, diberikan kuisioner kepada subjek untuk
mendapatkan data karakteristik. Penelitian ini mendapat izin dari Komisi Etik
Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.3.4 Variabel Penelitian
a. Variabel bebas adalah obat kumur minyak atsiri buah kapulaga, obat
kumur kontrol positif Listerine®, dan obat kumur negatif plasebo.
b. Variabel terikat adalah skor organoleptik dan kadargas VSC.
Universitas Sumatera Utara
64
3.3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.4. Definisi operasional variabel uji klinis
No
1.
Variable
Kadar VSC:
a. H2S
b. CH3SH
c. (CH3)2S
Definisi
Cara pengukuran
Hasil Ukur
Skala
Jumlah kadar gas yang Spuit yang telah berisi udara Hasil pengukuran > 2,4 ppb Rasio
diukur dengan alat Oral nafas dari subjek dimasukkan dinyatakan halitosis
chroma .
kedalam alat oral chroma,
setelah beberapa menit hasil
dapat terbaca dilayar monitor
alat Oral chroma .
2.
Skor Organoleptik
Udara pernafasan yang
keluar dari mulut pasien
setelah menutup mulut
selama 2 menit
3.
Intervensi
3.1
Berkumur
minyak Larutan yang dibuat oleh Dengan
Randomized
atsiri buah kapulaga peneliti
mengandung Clinical Trial, Double Blind,
konsentrasi 0,5%
bahan seperti terdapat Cross Over Design
pada tabel kandungan
obat kumur penelitian
Berkumur Listerine® Adalah obat kumur yang
telah beredar dipasaran
dan bersifat antiseptik
3.2
Dengan menilai aroma udara
pernafasan
menggunakan
sedotan yang berjarak 10 cm
antara mulut subjek dengan
hidung pemeriksa. Hasil
penilaian berskala 0 – 5
0 = bau mulut tidak terdeteksi
Interval
1 = bau mulut terdeteksi
namun
dianggap
bukan
halitosis
2 = halitosis ringan
3 = halitosis terdeteksi
4 = halitosis sangat terasa tapi
masih dapat ditoleransi oleh
operator
5 = halitosis berat hingga tidak
dapat ditoleransi oleh operator
63
Universitas Sumatera Utara
65
Cara Kerja
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap pekerjaan, yaitu:
1. Melakukan screening untuk menentukan subjek dengan cara pemberian
kuisioner dan pemeriksaan.
2. Melakukan pre-test dengan tujuan untuk mengetahui rata-rata kadar gas
VSC pada subjek sebelum diberikan perlakuan.
3. Pemberian informasi yang jelas mengenai tujuan penelitian, prosedur, rasa
tidak enak, risiko, menolak ikut atau mengundurkan diri dari penelitian.
4. Jika subjek menyetujuinya maka subjek menandatangani informed consent.
5. Pengukuran organoleptik dengan cara:
1) Persiapan kalibrasi antar pemeriksa.
2) Persiapan alat-alat: karton dan sedotan.
3) Lubang kecil dibuat di tengah karton untuk penempatan sedotan.
4) Karton diletakkan diantara subjek dengan peneliti sehingga peneliti
tidak bisa melihat subjek
5) Subjek penelitian menghembuskan nafas melalui sedotan.
6) Peneliti menilai bau mulut dari nafas tersebut dengan skala 0-5
0 = bau mulut tidak terdeteksi
1 = bau mulut terdeteksi namun dianggap bukan halitosis
2 = halitosis ringan
3 = halitosis sedang dan cukup mengganggu
4 = halitosis sangat terasa dan sangat mengganggu
5 = halitosis berat hingga tidak dapat ditoleransi oleh operator
6. Pengukuran kadar gas VSC dengan alat Oral chroma:
1) Spuit yang sudah dibuka jarumnya dimasukkan ke dalam rongga mulut
dan ditahan di antara bibir. Keadaan ini dipertahankan sekitar 30 detik
dengan mulut tertutup rapat (jangan menyentuh lidah dengan spuit).
2) Kemudian perlahan-lahan plunger ditarik, didorong kembali, dan ditarik
untuk kedua kalinya sebelum mengeluarkan spuit dari mulut.
Universitas Sumatera Utara
66
3) Jika ujung syringe basah, dikeringkan dengan tisu. Lalu jarum
dipasangkan ke syringe.
4) Sampel gas dalam syringe diinjeksikan ke dalam inlet oral chroma.
5) Pengukuran akan berlangsung secara otomatis.
6) Hasil pengukuran secara otomatis ditampilkan dalam data oral chroma.
7) Hasil ditunjukkan pada data grafis, kurva, dan angka dari ketiga
komponen gas H2S, CH3SH dan (CH3)2S dalam satuan ppb (part per
billion).
7. Data dari kedua hasil pengukuran gas VSC dicatat.
8. Subjek sarapan dengan menu yang sama.
9. Setelah sarapan, subjek menyikat gigi dan diinstruksikan berkumur dengan
obat kumur yang sudah ditentukan.
10. Enam jam setelah pengukuran pertama (pukul 11.00) dilakukan kembali
pengukuran gas VSC dengan pengukuran organoleptik dan alat oral chroma .
11. Pada pukul 21.00 sebelum tidur subjek diinstruksikan berkumur dengan
obat kumur yang telah ditentukan.
12. Perlakuan dilakukan selama 5 hari berturut-turut dan kemudian perlakuan
dihentikan selama 3 hari untuk periode washout.
13. Setelah periode washout jenis pengobatan dipertukarkan, subjek yang
semula mendapat obat yang diteliti diganti menjadi kontrol dan sebaliknya (cross
over design).
Seluruh subjek penelitian diberikan instruksi umum sebagai berikut:
1. Selama penelitian, subjek hanya diperkenankan menyikat gigi dengan pasta
gigi dan menggunakan obat kumur yang diberikan peneliti.
2. Selama penelitian, sewaktu menyikat gigi subjek juga diminta untuk
menyikat lidah dengan cara satu arah dari punggung lidah bagian belakang kearah
ujung lidah (anterior) dengan menggunakan sikat gigi secara berulang-ulang.
3. Selama penelitian, subjek tidak diperkenankan melakukan scaling dan root
planning pada seluruh elemen giginya.
Universitas Sumatera Utara
67
4. Sedapat mungkin tidak mengonsumsi obat-obatan apapun selama
penelitian, terutama dari golongan antibiotik sebab antibiotik menghambat
pertumbuhan bakteri (bersifat bakteriostatik dan bakterisidal).
5. Subjek tidak diperkenankan merokok selama penelitian.
6. Menu makanan dikontrol untuk menghindari jenis makanan yang
menimbulkan bau mulut.
3.3.6 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat
Uji klinis sediaan obat kumur fitofarmaka minyak atsiri buah kapulaga
dilakukan di pondok pesantren Raudhatul Hasanah Medan.
b. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan bulan Januari 2013 s/d Juni 2013.
3.3.7 Analisis Data
Untuk menganalisis perbedaan rata-rata penurunan kadar gas VSC baseline
dan 6 jam kemudian, digunakan Uji T-berpasangan.
Untuk membandingkan efektivitas obat kumur minyak atsiri buah kapulaga
dengan Listerine® dan plasebo digunakan uji Anova repeated measure.
3.3.8 Etika Penelitian
Dewasa ini, semua uji klinik yang dimaksudkan untuk mengembangkan obat
baru harus dikerjakan dengan suatu standar internasioanl yang disebut Good Clinical
Practise (GCP) atau Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB). Dengan menerapkan GCP
ini akan diperoleh dua kepastian. Yang pertama ialah bahwa data yang diperoleh
dapat dipercaya, tepat, dan akurat. Yang kedua ialah terjaminnya hak, keselamatan,
integritas, dan kesejahteraan subjek yang ikut dalam penelitian.
Uji klinis merupakan suatu bentuk kegiatan penelitian yang sarat dengan
rambu-rambu etika karena melibatkan subjek manusia yang dipaparkan terhadap rasa
Universitas Sumatera Utara
68
tidak enak dan risiko. Untuk setiap uji klinis, selalu harus dipertimbangkan dulu
risiko dan manfaatnya sebelum dimulai.
Metodologi yang kurang baik adalah tidak etis karena mungkin tidak
menghasilkan kesimpulan, menghasilkan kesimpulan tetapi tidak akurat, atau bahkan
penelitiannya juga tidak dapat diselesaikan. Dengan demikian terjadi pengorbanan
subjek manusia.
Penelitian ini sudah memenuhi persyaratan uji klinis dan mendapatkan izin
dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
69
3.3 Alur Penelitian
Tahap I : Penyediaan minyak atsiri buah kapulaga
- Tempat tumbuh, foto tanaman
- Umur tanaman, foto buah basah
- Identifikasi tanaman LIPI Bogor
Sampel buah
Kapulaga
-
Pembuatan
simplisia
Pencucian, pentirisan, pensortiran
Penimbangan (basah)
Pengeringan di lemari pengering
Pengeringan (kering), foto simplisia
Simplisia buah
Kapulaga
- Standardisasi simplisia (PK air, PK abu, dll)
- PK minyak atsiri dengan alat Stahl
Simplisia
terstandar
- Isolasi minyak atsiri dengan cara steam destilasi
Minyak atsiri
buah kapulaga
Isolasi minyak
atsiri
Tahap II : Uji Pre-klinis
Uji aktivitas
antibakteri
- Pemeriksaan sifat kimia fisika
- PK sineol dengan GCMS
Formulasi sediaan
- Bahan pelarut
- Bahan tambahan
Penetapan KHM
dan KBM
Sediaan obat
kumur Herbal
Terstandar
Uji Organoleptik/
Hedonik
Tahap III : Uji klinis : Randomized Clinical Trial with
Cross Over Design
-
Jumlah sampel
Izin komite etik
Informed consent
Dosis efektif
Subjek
Double blinded
SEDIAAN OBAT
KUMUR
FITOFARMAKA
Listerine®
Plasebo
Universitas Sumatera Utara
70
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Tahap I. Penyediaan Minyak Atsiri buah Kapulaga Terstandar
4.1 Identifikasi Sampel Kapulaga
Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium
Bogoriense, Bidang Botani Pusat, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor Jl. Raya Jakarta-Bogor menunjukkan sampel
termasuk golongan Amomum cardamommum L suku Zingiberaceae.
4.2 Pemeriksaan Simplisia Kapulaga
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia kapulaga yaitu menentukan kadar
air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total
dan kadar abu yang tidak larut dalam asam menunjukkan bahwa kapulaga sudah
memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia.
Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia kapulaga yang memenuhi
kriteria terlihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia kapulaga
Pemeriksaan
Kadar air
Kadar sari yang larut dalam air
Kadar sari yang larut dalam etanol
Kadar abu total
Kadar abu yang tidak larut dalam asam
Kadar
(%)
8,9
12,5
2,9
11,5
1,7
Standar menurut MMI
(%)
Tidak lebih dari 10
Tidak kurang dari 10,7
Tidak kurang dari 2,7
Tidak lebih dari 12,3
Tidak lebih dari 2,3
4.3 Tahap II : Uji Pre-klinis
4.3.1 Uji Aktifitas Antibakteri
Dengan menggunakan metode dilusi dan difusi, 6 konsentrasi obat kumur
minyak atsiri buah kapulaga (0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2%) diuji cobakan
pada bakteri Porphyromonas gingivalis, diperoleh hasil pada konsentrasi 0,125%
Universitas Sumatera Utara
71
masih banyak tumbuh koloni, konsentrasi 0,25% sedikit tumbuh koloni, dan
konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% tidak tumbuh koloni (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri buah kapulaga dengan metode
dilusi
Bahan Uji
Minyak Atsiri Buah
Kapulaga
Konsentrasi
2%
1,5%
1%
0,5%
0,25%
0,125%
Pertumbuhan Bakteri
(-)
(-)
(-)
(-)
(+) (+) (+) (+)
(+) (+) (+) (+) (+) (+)
Hasil dilusi didukung oleh uji gores dengan metode difusi yang juga
menunjukkan tidak terjadi pertumbuhan koloni bakteri Porphyromonas gingivalis
pada konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% (Gambar 4.1).
(A)
(B)
Gambar 4.1. Hasil uji bakteri dengan metode difusi
0,125%
A. Sebelum
2% diberikan bahan uji
B. Hasil goresan setelah 3 × 24 jam
CP
= Control Pelarut (+)
1%
CP
CB = Control Broth (+)
0,125% = tumbuh banyak koloni (+)
0,25%
= tumbuh sedikit koloni CB
(+)
0,125%
0,5%
= tidak tumbuh koloni (–)
1%
= tidak tumbuh0,25%
koloni (–)
0,5%
1,5%
= tidak
tumbuh koloni (–)
2%
= tidak tumbuh koloni (–)
Universitas Sumatera Utara
72
Rerata diameter hambat hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri buah
kapulaga dengan 6 konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2% terhadap bakteri
Porphyromonas gingivalis (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Hasil uji aktivitas antibakteri dari minyak atsiri buah kapulaga
Konsentrasi Larutan
minyak atsiri buah
kapulaga (% v/v)
2,00
1,50
1,00
0,50
0,25
0,125
Pelarut
Rerata Diameter
Hambat (mm)
25
20
18
11
9
0
0
Keterangan
(mm)
10,5
7,0
6,0
2,5
1,5
0
0
KHM
4.3.2 Uji Hedonik Sediaan Obat Kumur Minyak Atsiri buah Kapulaga
Dari 15 orang semi panelis terlatih yang melakukan uji hedonik meliputi uji
aroma, warna, dan rasa terlihat bahwa yang paling disukai panelis baik dari aroma,
warna, dan rasa adalah konsentrasi sediaan obat kumur minyak atsiri dengan
konsentrasi 0,5%.
Gambar 4.2. Hasil uji hedonik dari 15 orang panelis yang meliputi uji aroma, warna
dan rasa
Universitas Sumatera Utara
73
4.3.3 Uji Stabilitas Sediaan
4.3.3.1 Pengukuran pH
Pengukuran pH obat kumur minyak atsiri buah kapulaga 0,5% dilakukan
sebanyak 3 kali pengukuran dengan menggunakan pH meter dan diperoleh hasilnya
berturut-turut 6,5, kemudian 6,7, dan 6,7.
4.3.3.2 Pengukuran Viskositas
Viskositas sampel obat kumur minyak atsiri buah kapulaga diukur dengan alat
viscometer Brookfield menggunakan spindel No 61, kecepatan 30 rpm dan faktor
koreksi 2. Viskositas adalah angka yang terbaca dikali faktor koreksi. Setiap
pengukuran (3 × pengukuran) angka yang terbaca adalah 1,5 maka kadar viskositas
untuk 3 pengukuran masing-masing 3.
4.4 Tahap III : Uji Klinis
Penelitian ini dilakukan terhadap 20 subjek yang terdiri atas 10 orang laki-laki
dan 10 orang perempuan berusia 18 - 21 tahun (rerata: 19,7 ± 0,91 tahun). Subjek
memiliki kesehatan umum baik, tidak merokok, tidak sedang mendapatkan terapi
antibiotik atau obat-obatan lainnya. Pada 45% subjek dijumpai karies fisur. Subjek
penelitian memiliki kebersihan mulut yang baik, tidak mengalami gingivitis, dan
tidak menggunakan gigi tiruan (Tabel 4.4).
Universitas Sumatera Utara
74
Tabel 4.4 Karakteristik subjek (n = 20)
Karakteristik Subjek
Jenis kelamin
n
%
Laki – laki
10
50,0
Perempuan
10
50,0
18
2
10,0
19
7
35,0
20
6
30,0
21
5
25,0
Ada
9
45,0
Tidak ada
11
55,0
Umur
Karies
Rerata kadar gas H2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah kapulaga,
Listerine® dan plasebo menunjukkan adanya penurunan rerata kadar gas, kapulaga
dari hari pertama pengukuran 1,046 ± 0,638 sampai hari kelima 0,370 ± 0,296,
Listerine® 1,312 ± 1,212 pada hari pertama sedangkan hari kelima menjadi 0,391 ±
0,446, sedangkan plasebo pada hari pertama 1,057 ± 0,947 dan hari kelima 0,936 ±
0,651 (Tabel 4.5).
Universitas Sumatera Utara
75
Tabel 4.5 Rerata kadar gas H2S, pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine® dan plasebo (n = 20)
I
Kapulaga
x SD
(µg/10ml)
1,046 ± 0,638
Listerine®
x SD
(µg/10ml)
1,312 ± 1,212
Plasebo
x SD
(µg/10ml)
1,057 ± 0,947
II
1,027 ± 0,787
1,052 ± 0,956
1,051± 0,906
I
0,980 ± 0,773
0,976 ± 0,964
1,059 ± 0,927
II
0,895 ± 0,670
0,885 ± 0,883
1,040 ± 0,924
I
0,831 ± 0,662
0,801 ± 0,876
0,987 ± 0,894
II
0,724 ± 0,605
0,733 ± 0,796
0,996 ± 0,783
I
0,619 ± 0,545
0,637 ± 0,690
0,992 ± 0,899
II
0,535 ± 0,473
0,560 ± 0,680
0,986 ± 0,773
I
0,499 ± 0,401
0,493 ± 0,577
0,916 ± 0,649
II
0,370 ± 0,296
0,391 ± 0,446
0,936 ± 0,651
Waktu
Pengamatan
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
Keterangan : I (Pukul 05.00) II (Pukul 11.00)
Gambaran rerata kadar gas H2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine® dan plasebo menunjukkan adanya trend penurunan yang
signifikan terlihat pada garis grafik pada perlakuan obat kumur minyak atsiri buah
kapulaga dan Listerine®, sedangkan garis grafik pada obat kumur plasebo tidak
banyak mengalami penurunan (Gambar 4.3).
Universitas Sumatera Utara
Kadar gas (µg/ml)
76
Gambar 4.3. Grafik rerata kadar gas H2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri
buah kapulaga, Listerine®, dan plasebo
Rerata kadar gas CH3SH pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine®, dan plasebo menunjukkan kapulaga dari hari pertama
pengukuran 1,312 ± 1,212 sampai hari kelima menjadi 0,391 ± 0,446, Listerine® hari
pertama 1,430 ± 1,387 menurun menjadi 0,496 ± 0,578 hari kelima, sebaliknya
plasebo hari pertama 0,813 ± 0,777 dan hari kelima naik menjadi 0,880 ± 0,814
(Tabel 4.6).
Universitas Sumatera Utara
77
Tabel 4.6 Rerata kadar gas CH3SH pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine® dan plasebo (n = 20)
Kapulaga
x SD
Listerine®
x SD
Plasebo
(µg/10ml)
(µg/10ml)
(µg/10ml)
I
1,312 ± 1,212
1,430 ± 1,387
0,813 ± 0,777
II
1,052 ± 0,956
1,270 ± 1,255
0,915 ± 0,863
I
0,976 ± 0,964
1,225 ± 1,197
0,957 ± 0,879
II
0,885 ± 0,883
1,043 ± 1,031
0,946 ± 0,925
I
0,801 ± 0,876
1,039 ± 1.070
0,960 ± 0,818
II
0,733 ± 0,796
0,936 ± 0,980
0,951 ± 0,890
I
0,637 ± 0,690
0,795 ± 0,789
0,917 ± 0,757
II
0,560 ± 0,680
0,708 ± 0,725
0,780 ± 0,693
I
0,493 ± 0,577
0,693 ± 0,797
0,745 ± 0,533
II
0,391 ± 0,446
0,496 ± 0,578
0,880 ± 0,814
Waktu
Pengamatan
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
x SD
Keterangan : I (Pukul 05.00) II (Pukul 11.00)
Sama halnya dengan gas H2S maka kadar gas CH3SH pada perlakuan obat
kumur minyak atsiri buah kapulaga dan Listerine® juga menunjukkan garis grafik
menurun sampai pada hari kelima, sebaliknya garis grafik pada obat kumur plasebo
malah meningkat (Gambar 4.4).
Universitas Sumatera Utara
Kadar gas (µg/ml)
78
Gambar 4.4. Grafik rerata kadar gas CH3SH pada perlakuan berkumur minyak atsiri
buah kapulaga, Listerine®, dan plasebo
Rerata kadar gas (CH3)2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga hari pertama 0,755 ± 0,837 dan hari kelima menjadi 0,209 ± 0,231,
Listerine® hari pertama 0,745 ± 0,772 menjadi 0,289 ± 0,327 pada hari kelima,
plasebo hari pertama 0,413 ± 0,297 dan 0,448 ± 0,411 pada hari kelima (Tabel 4.7).
Universitas Sumatera Utara
79
Tabel 4.7 Rerata kadar gas (CH3)2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine® dan plasebo (n = 20)
Kapulaga
Listerine®
Plasebo
Waktu
x SD
x SD
x SD
Pengamatan
(µg/10ml)
(µg/10ml)
(µg/10ml)
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
I
0,755 ± 0,837
0,745 ± 0,772
0,413 ± 0,297
II
0,575 ± 0,624
0,699 ± 0,610
0,413 ± 0,292
I
0,473 ± 0,492
0,621 ± 0,540
0,398 ± 0,295
II
0,422 ± 0,446
0,625 ± 0,547
0,369 ± 0,302
I
0,443 ± 0,597
0,539 ± 0,494
0,394 ± 0,331
II
0,340 ± 0,417
0,437 ± 0,436
0,399 ± 0,309
I
0,301 ± 0,333
0,429 ± 0,457
0,358 ± 0,285
II
0,285 ± 0,305
0,418 ± 0,439
0,528 ± 0,773
I
0,248 ± 0,278
0,323 ± 0,347
0,550 ± 0,683
II
0,209 ± 0,231
0,289 ± 0,327
0,448 ± 0,411
Keterangan : I (Pukul 05.00) II (Pukul 11.00)
Gambar 4.5 menunjukkan garis grafik rerata kadar gas (CH3)2S pada
perlakuan berkumur minyak atsiri buah kapulaga dan Listerine® mengalami
penurunan sedangkan perlakuan berkumur plasebo tidak menunjukkan adanya
penurunan garis grafik sampai hari keempat, malah meningkat hari kelima dan
kembali menurun pada hari kelima.
Universitas Sumatera Utara
Kadar gas (µg/ml)
80
Gambar 4.5. Grafik rerata kadar gas (CH3)2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri
buah kapulaga, obat kumur Listerine®, dan obat kumur plasebo
4.5 Hasil uji analisis pengukuran gas VSC
Rerata kadar gas VSC dengan perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga hari pertama 3,363 ± 1,773 menjadi 1,118 ± 0,597 pada hari kelima,
Listerine® hari pertama 3,488 ± 2,002 menjadi 1,177 ± 0,766 pada hari kelima,
plasebo hari pertama 2,284 ± 1,366 kemudian 2,267 ± 1,336 pada hari kelima.
Hasil uji Anova Repeated Measure gas VSC pada perlakuan berkumur
minyak atsiri buah kapulaga dan Listerine®, menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan yaitu masing-masing p = 0,001 dan p = 0,007 (p < 0,05) sedangkan
perlakuan berkumur plasebo tidak mengalami perbedaan dimana p = 0,172 (p > 0,05)
(Tabel 4.8).
Universitas Sumatera Utara
81
Tabel 4.8
Hasil uji Anova Repeated Measures gas VSC pada perlakuan berkumur
minyak atsiri buah kapulaga, Listerine® dan plasebo (n = 20)
Kapulaga
Waktu
Pengamatan
x SD
(µg/10ml)
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
Listerine®
Plasebo
x SD
P
(µg/10ml)
x SD
p
(µg/10ml)
I
3,363 ± 1,773
3,488 ± 2, 002
2,284 ± 1,366
II
2,952 ± 1,270
3,022 ± 1,711
2,379 ± 1,363
I
2,691 ± 1,156
2, 823 ± 1,610
2,468 ± 1,399
II
2,461 ± 1,083
2,553 ± 1,511
2,401 ± 1,325
I
2,332 ± 1,128
II
2,005 ± 0,943
2,107 ± 1,303
2,346 ± 1,393
I
1,763 ± 0,842
1,859 ± 1,138
2,267 ± 1,260
II
1,549 ± 0,761
1,687 ± 1,107
2,295 ± 1,292
I
1,380 ± 0,707
1,502 ± 1,079
2,213 ± 1,253
II
1,118 ± 0,597
1,177 ± 0,766
2,267 ± 1,336
0,001
2,380 ± 1,464
0,007
2,319 ± 1,235
p
0,172
Gambaran rerata kadar gas VSC menunjukkan adanya garis grafik semakin
menurun pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah kapulaga dan Listerine®,
sedangkan pada perlakuan berkumur plasebo hampir tidak menunjukkan adanya
Kadar gas (µg/ml)
penurunan (Gambar 4.6).
Gambar 4.6. Grafik rerata penurunan kadar gas VSC pada perlakuan berkumur
minyak atsiri buah kapulaga, Listerine®, dan plasebo
Universitas Sumatera Utara
82
4.6 Hasil Uji Organoleptik
Hasil uji Ancova pengukuran organoleptik terhadap 3 bahan uji menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perlakuan berkumur minyak atsiri
buah kapulaga dengan plasebo, minyak atsiri buah kapulaga dengan Listerine® pada
pagi hari pertama. Perbedaan yang signifikan terlihat antara perlakuan berkumur
minyak atsiri buah kapulaga dengan Listerine® dan minyak atsiri buah kapulaga
dengan plasebo pada siang hari kelima. Perbedaan yang signifikan juga terlihat antara
perlakuan berkumur Listerine® dengan plasebo baik pagi hari pertama maupun siang
hari kelima (Tabel 4.9).
Tabel 4.9 Hasil uji Organoleptik pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine® dan plasebo
Obat Kumur
Pagi (Hari 1)
Siang (Hari 5)
Kapulaga
2.60
0.5
Listerine®
2.75
1
Placebo
2.05
1.7
Kapulaga vs Listerine®
Adjusted Mean
p = 0.633
p = 0.049*
95% CI
-0.77±0.47
-1.00± 0.00
Listerine® vs Placebo
Adjusted Mean
p = 0.029*
p = 0.007*
95% CI
0.08±1.32
-1.20± -0.20
Kapulaga vs Placebo
Adjusted Mean
p = 0.083
p = 0.0001*
95% CI
-0.07±1.17
-1.70± -0.70
Universitas Sumatera Utara
83
BAB 5
PEMBAHASAN
Sumber daya alam bahan obat dan obat tradisional merupakan aset nasional
yang perlu terus digali, diteliti, dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya.
Penelitian dan pengembangan obat tradisional bertujuan untuk menunjang
pembangunan di bidang obat tradisional yang bermutu tinggi dan aman serta
memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas untuk
pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan
formal (Kebijakan Obat Tradisional Nasional, 2007).
Penelitian ini dilakukan 3 tahap yaitu tahap I (tahap penelitian deskriptif)
untuk memperoleh minyak atsiri buah kapulaga yang terstandar. Tahap II uji preklinis
(tahap penelitian eksperimental laboratorik) untuk menentukan Kadar Hambat
Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) minyak atsiri buah kapulaga
terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis. Uji stabilitas sediaan dilakukan untuk
mengetahui nilai pH dan viskositas obat kumur minyak atsiri buah kapulaga. Uji
hedonik untuk mengetahui apakah sediaan dapat diterima oleh masyarakat dalam
segi warna, rasa, aroma. Tahap III uji klinis (clinical trial) dilakukan pada subjek
penderita halitosis untuk mengetahui rerata penurunan kadar gas VSC setelah
menggunakan obat kumur minyak atsiri buah kapulaga, serta membandingkan
efektifitasnya dengan obat kumur Listerine® dan plasebo.
Uji klinis merupakan penelitian klinis yang harus direncanakan dan
dilaksanakan secara multidisiplin, sesuai dengan pedoman good clinical (trial)
practice (GCP). Sejak sekitar tahun 1991 di Amerika dan Jepang, mengharuskan uji
klinik dikelola secara baik sehingga dapat dijaga masalah hak asasi manusia dengan
lebih ketat dan dijamin kualitasnya (quality assurance) (Pedoman Pelaksanaan Uji
Klinik Obat Tradisional, 2000).
Universitas Sumatera Utara
84
Beberapa negara di Eropa, Jepang, dan Australia (Mun‟im & Hanani, 2011)
mensyaratkan produk-produk obat herbal harus memenuhi persyaratan GMP (Good
Manufacturing Practise) atau CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik).
Penelitian ini telah mengikuti persyaratan ilmiah dan etik penelitian klinis
dalam melaksanakan uji klinis obat nasional, oleh karena ketiga tahap telah dilalui,
yaitu tahap menentukan kadar minyak atsiri yang terstandar, tahap uji preklinis dan
tahap uji klinis.
5.1 Tahap I : Penyediaan Minyak Atsiri buah Kapulaga yang Terstandar
Hasil identifikasi tanaman menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan pada
penelitian ini adalah Amomum cardamomum L suku Zingiberaceae.
Simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku harus memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan
untuk menghasilkan simplisia yang terstandarisasi. Salah satu persyaratan agar obat
tradisional dapat digunakan dalam upaya pelayanan kesehatan harus memenuhi
persyaratan parameter standar mutu bahan baku, yaitu identifikasi tanaman yang
terdiri atas penetapan kadar air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut
dalam etanol, kadar abu total, kadar abu yang tidak larut dalam asam (Materia
Medika Indonesia).
Hasil pemeriksaan kadar air simplisia kapulaga adalah 8,9%, kadar sari yang
larut dalam air 12,5%, kadar sari yang larut dalam etanol 2,9%. Tujuan dilakukan
penetapan kadar air dan kadar sari yang larut dalam air terhadap simplisia adalah
untuk menjaga kualitas dari simplisia karena sangat berhubungan dengan
pertumbuhan kapang dan jamur sehingga simplisia harus benar-benar dikeringkan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan (WHO, 1992).
Hasil pemeriksaan kadar abu total 11,5%, dan kadar abu yang tidak larut
dalam asam 1,7%. Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui jumlah
material yang tersisa setelah pembakaran, dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar
abu total pada simplisia kapulaga adalah 11,5%. Abu total terbagi atas dua, yang
Universitas Sumatera Utara
85
pertama abu fisiologis yaitu abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan
abu non fisiologis yaitu sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari
luar (seperti pasir dan tanah) yang terdapat pada permukaan simplisia. Hasil
pemeriksaan simplisia kapulaga ini terbukti telah memenuhi persyaratan dari Materia
Medika Indonesia.
Hasil isolasi minyak atsiri dari simplisia kapulaga mengandung minyak atsiri
sebesar 5%. Hal ini sesuai dengan standar Materia Medika Indonesia bahwa kadar
minyak atsiri tidak kurang dari 5% v/b.
5.2 Tahap II : Uji Pre-klinis
5.2.1 Uji Aktivitas Antibakteri
Hasil uji antibakteri dengan metode dilusi yang dilakukan terhadap bakteri
Porphyromonas gingivalis dengan 6 konsentrasi obat kumur minyak atsiri buah
kapulaga (0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2%) menunjukkan pada konsentrasi
0,125% terjadi kekeruhan sedangkan pada konsentrasi 0,5% terlihat bening. Hasil uji
metode difusi menunjukkan pada konsentrasi 0,125% terjadi pertumbuhan banyak
koloni, pada konsentrasi 0,25% hanya sedikit tumbuh koloni, sedangkan pada
konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% tidak terjadi pertumbuhan koloni. Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi minyak atsiri buah kapulaga 0,25% menjadi kadar
hambat minimal (KHM) dan konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2% menjadi kadar bunuh
minimal (KBM). Semakin tinggi konsentrasi, maka akan semakin kuat daya bunuh
obat terhadap bakteri. Pada penelitian ini diambil konsentrasi 0,5% sebagai kadar
bunuh minimal (KBM). Kadar 0,5% merupakan penetapan konsentrasi terendah
karena sudah memberikan daya bunuh yang efektif terhadap pertumbuhan bakteri.
Bau mulut merupakan akibat dari proses pembusukan oleh bakteri, di mana
bakteri oral bekerja pada protein saliva untuk menghasilkan produk-produk
compound. Proses pembusukan oleh bakteri dinyatakan sebagai penyebab utama
pembentukan halitosis. Perkembangbiakan bakteri anaerob yang hidup normal dalam
rongga mulut secara berlebihan dan partikel makanan yang tersisa di dalam rongga
Universitas Sumatera Utara
86
mulut menghasilkan sulfur yang berbau seperti telur busuk. Mikroorganisme terutama
bakteri gram negatif akan memecah substrat protein menjadi rantai peptida dan asam
amino dengan rantai sa
BAB 3
METODE PENELITIAN
Penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, tahap I merupakan penyediaan
minyak atsiri buah kapulaga terstandar, tahap II uji pre-klinis, sedangkan tahap III
merupakan uji klinis. Tiap tahap mempunyai desain penelitian masing-masing.
Tahap I : Penyediaan Minyak Atsiri buah Kapulaga Terstandar
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan tujuan mendapatkan
minyak atsiri dari buah kapulaga terstandar dengan kadar minyak atsiri > 3%,
diperoleh dari simplisia yang memenuhi standar Materi Medika Indonesia.
3.1.1 Sampel Penelitian
Sampel penelitian berupa buah kapulaga yang diambil secara purposif dari
lahan kebun desa Bintang Meriah kecamatan STM Hulu kabupaten Deli Serdang.
Kriteria inklusi dan eksklusi meliputi :
a. Kriteria inklusi
1) Buah kapulaga yang tumbuh pada suatu lahan kebun desa Bintang Meriah
kecamatan STM Hulu Kabupaten Deli Serdang.
2) Usia tanaman rata-rata 6 bulan.
3) Buah masih segar dan berwarna putih.
4) Simplisia buah kapulaga memiliki kadar air < 10%
5) Simplisia buah kapulaga mengandung minyak atsiri > 3%
b. Kriteria eksklusi
Tanaman yang menggunakan pestisida
Universitas Sumatera Utara
45
3.1.2 Tempat
a. Identifikasi tanaman kapulaga dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia, Pusat Penelitian Biologi di Bogor.
b. Pembuatan simplisia terstandar dan isolasi minyak atsiri dilakukan di
Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan.
3.1.3 Pembuatan Simplisia
Identifikasi/determinasi buah kapulaga yang diperoleh dari lahan kebun desa
Bintang Meriah kecamatan STM Hulu kabupaten Deli Serdang dilakukan di
“Herbarium Bogoriense”, Balitbang Botani, Puslitbang Biologi-LIPI Bogor.
Cara kerja pembuatan simplisia buah kapulaga:
1. Pengeringan simplisia
Buah kapulaga dibersihkan, kemudian dilakukan pensortiran, penimbangan
basah, dan dikeringkan di lemari pengering pada suhu tidak lebih dari 40oC, lalu
dilakukan penimbangan (kering) dan foto simplisia.
2. Pemeriksaan standarisasi simplisia
Pemeriksaan standarisasi simplisia meliputi penetapan kadar air, penentuan
kadar abu total tidak larut dalam asam dan penentuan kadar sari larut dalam air/larut
dalam etanol
a. Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluene).
Alat terdiri atas labu alas bulat 500 ml, alat penampung, tabung penerima 5 ml
berskala 0,05 ml, pendingin, tabung penyambung, dan pemanas.
Universitas Sumatera Utara
46
Gambar 3.1. Alat penetapan kadar air
Cara kerja:
Penjenuhan toluene dilakukan dengan memasukkan ke dalam labu alas bulat
sebanyak 200 ml toluene dan air 2 ml air suling, dipasang alat penampung dan
pendingin, kemudian dilakukan destilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan
dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima
dibaca dengan ketelitian 0,05 ml (WHO, 1992). Kemudian ke dalam labu tersebut
dimasukkan 5 gram serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, labu dipanaskan
hati-hati selama 15 menit. Setelah toluene mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes
untuk tiap detik sampai sebagian besar air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi
dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam
pendingin dibilas dengan toluene. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian
tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluene
memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua
volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang
diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes, 1995; WHO, 2009).
b. Penetapan kadar sari
1. Penetapan kadar sari larut dalam air
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam
dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam
Universitas Sumatera Utara
47
labu bersumbat sambil dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18
jam lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam
cawan penguap yang beralas rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan
pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995; WHO, 2009).
2. Penetapan kadar sari larut dalam etanol
Sebanyak 5 gram serbuk yang telah dikeringkan, dimaserasi selama 24 jam
dalam 100 ml etanol 95% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6
jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat untuk menghindari
penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap yang beralas rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada
suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol 95% dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes RI, 1995; WHO, 2009).
c. Penetapan kadar abu
1. Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 gram serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan.
Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu
6000C selama 3 jam kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot
tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes
RI, 1995; WHO, 2009).
1. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dalam
25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring dipijarkan sampai bobot tetap, kemudian
didinginkan dan ditimbang. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap
bahan yang dikeringkan (Depkes RI, 1995; WHO, 2009).
Universitas Sumatera Utara
48
d. Penetapan kadar minyak atsiri
Penetapan kadar minyak atsiri simplisia buah kapulaga (Amomum
cardamommum L) dilakukan dengan alat Stahl.
Gambar 3.2 Alat Stahl
Sebanyak 10 gram kapulaga yang sudah kering dan sudah dihancurkan
dimasukkan dalam labu alas diatas pemanas listrik. Labu dihubungkan dengan
pendingin dan alat penampung berskala, buret diisi dengan air sampai penuh. Isi labu
dididihkan dengan pemanasan yang sesuai untuk menjaga pendidihan berlangsung
lambat tetapi teratur sampai minyak atsiri terdestilasi sempurna dan tidak bertambah
lagi dalam alat berskala (6 jam). Setelah penyulingan selesai, dibiarkan tidak kurang
dari 15 menit, kemudian volume minyak atsiri dicatat pada buret. Kadar minyak atsiri
dihitung dalam %v/b (Depkes RI, 1995; WHO, 2009).
a) Isolasi minyak atsiri dari buah kapulaga
Isolasi minyak atsiri simplisia buah kapulaga (Amomum cardamommum L)
yang sudah kering dilakukan dengan metode destilasi air.
Universitas Sumatera Utara
49
Caranya: Sebanyak 200 gram serbuk simplisia dimasukkan dalam labu alas bulat
berleher panjang 2 liter ditambahkan air suling sampai sampel terendam. Kemudian
dirangkai alat destilasi air. Destilasi dilakukan selama 6 jam. Minyak atsiri yang
diperoleh ditampung dalam corong pisah setelah itu dipisahkan antara minyak dan
air. Kemudian minyak atsiri yang diperoleh ditambahkan natrium sulfat anhidrat,
dikocok dan didiamkan selama 24 jam (Gambar 3.3).
Tanaman Buah
Kapulaga
Buah Kapulaga yang
Dikeringkan (Simplisia)
Minyak Atsiri Buah
Kapulaga
Simplisia Buah
Kapulaga Dihaluskan
Penyulingan Buah
Kapulaga Dengan Alat
Stahl
Gambar 3.3 Proses pembuatan tanaman buah kapulaga menjadi minyak atsiri
3.1.4 Analisis Data
Rencana analisis data untuk uji tahap I ini adalah deskriptif dengan nilai ratarata dari hasil uji untuk mendapatkan persyaratan mutu.
3.2 Tahap II : Uji Pre-klinis
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium dengan
tujuan untuk pembuatan sediaan obat kumur herbal terstandar, uji aktivitas bakteri, uji
stabilitas sediaan, dan uji hedonik.
Universitas Sumatera Utara
50
3.2.1 Pembuatan Sediaan Obat Kumur Herbal Terstandar
Formulasi pembuatan obat kumur herbal terstandar berdasarkan konsentrasi
bahan minyak atsiri buah kapulaga 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2%, sebagai
emulgator digunakan larutan HPMC 5%. HPMC adalah turunan dari cellulose yang
berfungsi sebagai pembuat gel. Keuntungan HPMC ini dapat menghasilkan gel yang
netral, jernih, tidak berwarna, dan stabil pada pH 3-11, serta mempunyai resistensi
yang baik terhadap serangan mikroba (Soekarto, 1985) 5% HPMC terdiri atas
propilenglycol 12,8%, methyl paraben 0,18%, dan HPMC bubuk 3%, berdasarkan uji
pendahuluan yang dilakukan di Laboratorium Farmasi USU maka diperoleh
komposisi formula sediaan obat kumur minyak atsiri buah kapulaga seperti tertera
pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Komposisi formula obat kumur minyak atsiri buah kapulaga (berdasarkan
studi pendahuluan, September 2012)
Komposisi
Minyak atsiri buah kapulaga
Aquadest (ad)
HPMC 3%
Konsentrasi
2,5%
5%
10%
20%
2,5 g
5g
10 g
20 g
100 ml
100 ml
100 ml
100 ml
5g
5g
5g
5g
3.2.2 Uji Aktivitas Anti Bakteri Dari Obat Kumur Minyak Atsiri buah
Kapulaga
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium untuk
menentukan aktivitas bakteri yang dominan menjadi penyebab halitosis serta
menetukan kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM).
Uji aktivitas anti bakteri dari minyak atsiri buah kapulaga dilakukan dengan
berbagai konsentrasi terhadap bakteri–bakteri tersebut. Diharapkan sediaan obat
Universitas Sumatera Utara
51
kumur minyak atsiri buah kapulaga ini aktif terhadap jenis bakteri yang dominan
menjadi penyebab halitosis.
Sumber bakteri diperoleh dari stok kultur Porphyromonas gingivalis ATCC
33277 pada laboratorium mikrobiologi dan jika tidak ada dilakukan isolasi bakteri
dan spesimen sehingga diperoleh jenis bakteri penyebab halitosis dengan metode
biakan murni.
Gambar 3.4 Stok Kultur Porphyromonas gingivalis ATTC 33277
3.2.3 Identifikasi Variabel
a. Variabel bebas adalah obat kumur minyak atsiri buah kapulaga dengan
konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2%.
b. Variabel tergantung adalah KHM (Kadar Hambat Minimal) dan KBM
(Kadar Bunuh Minimal).
Universitas Sumatera Utara
52
3.2.4 Definisi Operasional Variabel
Tabel 3.2. Definisi operasional variabel uji pre-klinis
No
Variabel
1.
Bakteri
Porphyromonas
gingivalis
2.
3.
Definisi
Adalah bakteri anaerob gram negatif
yang dapat memetabolisme asam
amino dan menghasilkan metabolit
yang bersifat toxic terhadap jaringan
gingival
manusia,
dominan
menyebabkan timbulnya bau mulut
(halitosis)
Kadar Hambat Kadar minimal dari bahan obat atau
Minimal/KHM senyawa
kimia
yang
dapat
(MIC)
menghambat
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan bakteri dengan
diameter hambat
Kadar Bunuh Kadar minimal dari bahan obat atau
Minimal/KBM
senyawa
kimia
yang
dapat
(MBC)
membunuh
pertumbuhan
dan
perkembangbiakan
bakteri
dari
jumlah koloni bakteri
Cara Pengukuran
Hasil Ukur
Skala
Dengan cara membiak bakteri
dari asal biakan murni ke dalam
deretan medium yang sudah
ditambahkan larutan minyak
atsiri buah kapulaga dengan
kadar yang semakin menipis
Ada atau tidak Nominal
ada
pertumbuhan
bakteri
Setelah pengeraman dilihat
pada tabung mana yang tidak
terlihat adanya pertumbuhan
bakteri (warna pembenihan
tetap jernih) disebut kadar
hambat minimal
Biakan pada tabung MIC
sampai
tabung
yang
mengandung kadar minyak
atsiri buah kapulaga tertinggi
dibiak ulang pada perbenihan
agar Brucella, kemudian dieram
secara anerob selama 24-72
jam.
Setelah
pengeraman
dilihat adakah pertumbuhan
koloni pada lempeng agar, bila
tidak maka disebut kadar bunuh
minimal
Ada atau tidak Nominal
ada
pertumbuhan
bakteri
Ada atau tidak Nominal
ada
pertumbuhan
bakteri
51
Universitas Sumatera Utara
53
Sampel penelitian ini adalah biakan murni Porphyromonas gingivalis yang
berasal dari laboratorium Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Indonesia. Besar sampel dihitung dengan rumus Federer (Federer, 2005), yaitu : (t-1)
(r-1) ≥ 15; (t = jumlah kelompok perlakuan; r = jumlah sampel/pengulangan). Pada
penelitian ini untuk uji aktifitas antibakteri jumlah kelompok perlakuan ada 4
sehingga diperlukan 6 pengulangan untuk setiap kelompok perlakuan.
(t-1) (r-1) ≥ 15
(t-1) x (r-1) ≥ 15
(4-1) x (r-1) ≥ 15
(3) x (r-1) ≥ 15
3r – 3 ≥ 15
3r = 15 + 3
3r = 18
r=6
Keterangan:
t = Jumlah perlakuan dalam penelitian
r = Jumlah perlakuan ulang (sampel)
Jumlah perlakuan (r) ulang yang digunakan adalah 4. Pada penelitian ini digunakan 6
kali pengulangan.
1. Kelompok I
: minyak atsiri dengan konsentrasi 0,125% = 6 pengulangan
2. Kelompok II
: minyak atsiri dengan konsentrasi 0,25% = 6 pengulangan
3. Kelompok III
: minyak atsiri dengan konsentrasi 0,5% = 6 pengulangan
4. Kelompok IV
: minyak atsiri dengan konsentrasi 1% = 6 pengulangan
5. Kelompok V
: minyak atsiri dengan konsentrasi 1,5% = 6 pengulangan
6. Kelompok VI
: minyak atsiri dengan konsentrasi 2% = 6 pengulangan
Universitas Sumatera Utara
54
3.2.5 Cara Kerja
Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode Dilusi (Dillusion method)
dan metode Difusi (Difusion method).
3.2.5.1 Metode Dilusi (Dilution method)
a. Minyak atsiri buah kapulaga konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5
dan 2% diencerkan dengan media cair BHI.
b. Masing-masing bahan uji sebanyak 2 ml diteteskan 0,05 cc suspensi
Porphyromonas gingivalis MF 0,5 diinokulasikan ke dalam bahan uji masing-masing
5 deret tabung sehingga didapat konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5 dan 2%.
c. Semua tabung dimasukkan kedalam anaerogen compact dan dieram pada
suhu 37oC didalam inkubator selama 3×24 jam
Gambar 3.5 Larutan uji minyak atsiri buah kapulaga dengan metode dilusi
Universitas Sumatera Utara
55
3.2.5.2 Metode Difusi (Diffusion method)
a. Pembuatan media
1. Muller Hinton Agar
Komposisi : Beef infusion from
300 g
Casein hydroxylat
17,5 g
Starch
1,50 g
Bacto-Agar
17,0 g
(pH = 7,4)
Cara pembuatan:
Ditimbang sebanyak 28 g serbuk MHB, ditambah 15 g Bacto Agar , kemudian
disuspensikan ke dalam tabung Erlenmeyer dengan air suling yang ditambahkan
sedikit demi sedikit hingga 1000 ml, dipanaskan hingga mendidih sambil sesekali
diaduk sampai bahan larut sempurna dan jernih. Tutuplah Erlenmeyer dengan kapas
yang dilapisi aluminium foil, lalu disterilkan di dalam autoklaf pada suhu 121°C
tekanan 1½ atm selama 15 menit.
2. Pembuatan larutan NaCl 0,9%
Komposisi :
Natrium Klorida
0,9 g
Air suling ad
100 ml
Cara pembuatan :
Ditimbang sebanyak 0,9% natrium klorida, lalu dilarutkan dalam air suling
steril sedikit demi sedikit dalam labu ukur 100 ml sampai larut sempurna. Air suling
steril ditambahkan sampai garis tanda, dimasukkan dalam Erlenmeyer steril yang
bertutup, lalu disterilkan pada autoklaf pada suhu 121°C tekanan 1½ atm selama 15
menit.
Universitas Sumatera Utara
56
Gambar 3.6 Pembuatan media Muller Hinton agar
3. Pembuatan suspensi standar Mc Farland
Suspensi-suspensi standar Mc Farland (MF) menunjukkan konsentrasi
kekeruhan suspensi bakteri. MF1 setara dengan 3×108 CFU/ml.
Komposisi: Larutan asam sulfat 1%
Larutan barium klorida 1,175% b/v
9,5 ml
0,5 ml
Cara pembuatan:
Kedua larutan disuspensikan dalam tabung reaksi steril, dikocok sampai
homogen dan ditutup. Apabila kekeruhan hasil suspensi bakteri setara dengan
kekeruhan suspensi MF1 standar, berarti konsentrasi bakterinya 3×108 CFU/ml.
Gambar 3.7 Pembuatan standar Mc Farland
Universitas Sumatera Utara
57
4. Pembuatan media Brucella broth
Komposisi: Pancreatin digest casein 10,0 g
Peptamin
10,0 g
Dekstrosa
1,0 g
Yeast extract
2,0 g
Natrium klorida
5,0 g
Natrium bisulfit
0,1 g
Aquadest ad.
1000 ml
Cara pembuatan:
Semua bahan dipanaskan hingga mendidih, kemudian disaring dengan kertas
saring, setelah itu disterilkan dalam autoklaf pada suhu 14oC tekanan 1½ atm selama
15 menit setelah steril bahan dibagi-bagikan kedalam tabung steril.
Gambar 3.8 Pembuatan media brucella broth
5. Pembuatan Media Padat yang Diperkaya (Brucella Agar + darah +
vitamin K)
Komposisi A:
Pancreatin digest casein
2,5 g
Peptamin
2,5 g
Dekstrosa
0,25 g
Universitas Sumatera Utara
58
Yeast extract
Natrium bisulfit
Aquadest ad.
Komposisi B:
0,5 g
0,025 g
250 ml
Darah-domba steril
10 ml
Vitamin K steril
0,5 ml
Cara pembuatan:
Semua bahan A disuspensikan dengan menggunakan aquadest sehingga
volumenya 250 ml. Panaskan hingga larut, lalu sterilkan dengan menggunakan
autoklaf pada suhu 121°C tekanan 1½ atm selama 15 menit. Setelah larutan A steril,
biarkan suhunya turun. Saat suhunya 50°C ditambahkan 0,5 ml vitamin K. Pada suhu
40°C-38°C tambahkan darah domba 10 ml. Kemudian dibagi pada media cawan
(plat) @20 ml (tebal media pada plat 6 mm). Selanjutnya didinginkan dalam media
selama 1×24 jam.
Gambar 3.9 Media padat Brucella agar
b. Pembuatan stok kultur bakteri
Satu osebakteri Porphyromonas gingivalis ATCC 33277 dilarutkan kedalam
tabung evis yang berisi 1 ml NaCl 0,9% dan diaduk dengan mikropipet Eppendorf
sampai larut. Kemudian diinokulasikan pada media padat yang diperkaya Brucella
agar + vitamin K + darah domba 4%, juga pada media cair Brucella broth.
Selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik Anaerogen compact kemudian ditutup
untuk diinkubasi selama 5 hari pada suhu 37°C dalam suasana anaerob.
Universitas Sumatera Utara
59
Gambar 3.10 Stok kultur bakteri
c. Pembuatan inokulum bakteri
Bakteri hasil inkubasi menggunakan ose steril disuspensikan ke dalam tabung
yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% steril, kemudian dihomogenkan dengan
Eppendorf hingga diperoleh kekeruhan suspensi bakteri yang setara dengan
kekeruhan MF1. Ini berarti bahwa konsentrasi suspensi bakteri adalah 3×108 CFU/ml.
Setelah itu, dilakukan pengeceran 2 kalinya dengan menggunakan NaCl 0,9%
sehingga diperoleh suspensi bakteri dengan kekeruhan MF 0,5.
Gambar 3.11 Pembuatan inokulum bakteri
Universitas Sumatera Utara
60
3.2.6 Uji Stabilitas Sediaan
3.2.6.1 Pengukuran pH
Setiap sampel obat kumur diukur nilai pH-nya, dengan dua kali pengukuran.
Sebelum pengukuran, pH meter dikalibrasi dengan menggunakan larutan bufer
standar pH 4 dan pH 7. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda dibilas dengan
akuades dan dikeringkan dengan kertas tisu. Kemudian elektroda dicelupkan pada
larutan sampel dan dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil,
lalu nilai pH dicatat (Pradewa, 2008).
3.2.6.2 Pengukuran viskositas
Viskositas sampel obat kumur diukur dengan menggunakan Ubbelohde
viscometer . Sampel sebanyak ± 10 ml dimasukkan ke dalam tabung Ubbelohde
sampai batas yang telah ditetapkan. Sambungkan tabung pada selang-selang yang
tersambung dengan Viscosity Measurement Unit. Viskometer dinyalakan hingga
didapat nilai jumlah waktu pada alat.Viskositas dihitung dengan mengkonversi nilai
viskositas yang telah ditetapkan dengan konstanta pada tabung Ubbelohde (Pradewa,
2008).
Gambar 3.12 Alat Ubbelohde viscometer
3.2.6.3 Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji hedonik (uji kesukaan) pada
empat formulasi obat kumur yang berbeda.Dalam uji hedonik, panelis diminta
tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau hedonik (Sarastani, 2008). Skala hedonik
Universitas Sumatera Utara
61
yang digunakan adalah 1-5, di mana angka 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 =
netral, 4 = suka, dan 5 = sangat suka. Dalam analisisnya, skala hedonik
ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik menurut tingkat
kesukaan (Rahayu, 1994). Tujuan uji penerimaan adalah untuk mengetahui apakah
suatu komoditi atau sifat sensorik tertentu dapat diterima oleh masyarakat (Sarastani,
2008). Uji organoleptik ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan kesukaan panelis
terhadap warna, kekentalan, aroma, rasa, sensasi di mulut, dan penampakan
(penilaian) umum. Sampelnya adalah subjek yang memenuhi kriteria inklusi diluar
subjek pada penelitian uji klinis.
Untuk melihat tingkat kesukaan panelis terhadap sediaan berdasarkan masingmasing parameter, digunakan skala numerik yang dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Skala numerik pada uji organoleptik sediaan (Sarastani, 2008)
Skala hedonic
Frekuensi
Sangat tidak suka
1
Tidak suka
2
Netral
3
Suka
4
Sangat suka
5
3.2.7 Tempat
1. Pembuatan obat kumur minyak atsiri buah kapulaga terstandar dilakukan
di Laboratorium Obat Tradisional Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
2. Uji aktifitas bakteri dilakukan di Laboratorium Biologi Oral Fakultas
Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia.
3. Uji viskositas, pengukuran pH, uji hedonik sediaan dilakukan di
Laboratorium Penelitian Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
62
3.3 Tahap III : Uji Klinis
Rancangan penelitian ini adalah Randomized, clinical trial, cross over design,
dan double blinded dengan tujuan untuk mendapatkan rata-rata penurunan gas VSC
dan membandingkan efektifitas obat kumur minyak atsiri buah kapulaga dengan obat
kumur Listerine® dan plasebo.
3.3.1 Populasi studi: Seluruh santri pada pondok pesantren Raudhatul
Hasanah Medan yang berjumlah 300 orang.
3.3.2 Jumlah Sampel
Perhitungan jumlah sampel dengan menggunakan rumus uji hipotesis beda 2
proporsi:
Alokasi sama (Uniform allocation = 1 )
Z1
n
2
2 (1 P ) ( P1 (1 P1 ) P2 (1 P2 ) 2
( P1 P2 ) 2
Keterangan:
α = Level of significance (%) = 5%
1 – β = Power of the test (%) = 90%
P1 = Acticipated Population Proportion 1 = 0.90%
P2 = Acticipated Population Proportion 2 = 0.50%
n = Besar Sampel = 20 (Minimal)
Dari perhitungan tersebut maka diperoleh jumlah sampel minimal 20 orang, yang
terdiri atas 10 orang pria dan 10 orang wanita.
3.3.3 Sampel :
Kriteria inklusi:
1. Dewasa usia 18 – 21 tahun
2. Memiliki kesehatan umum yang baik
3. Tidak sedang mengalami radang pulpa (pulpitis.
4. Tidak sedang menderita kelainan jaringan periodonsium
5. Tidak terdapat tongue coating
Universitas Sumatera Utara
63
6. Tidak memiliki kebiasaan merokok
7. Bukan wanita yang sedang haid atau hamil
8. Tidak
sedang
mengonsumsi
obat
tertentu
seperti
antiparkinson,
antipsikotik, antihipertensi
9. Konsentrasi rata-rata gas VSC ≥ 2,4 ppb
10. Bersedia
untuk
mengikuti
seluruh
kegiatan
penelitian
dengan
menandatangani informed consent
Kriteria eksklusi:
1. Memiliki penyakit kelainan sistemik: gangguan pencernaan, pernafasan
2. Memiliki kebiasaan mengonsumsi alkohol
3. Memakai peralatan ortodonti cekat
4. Memakai gigi tiruan
5. Pasien yang mengalami demam sehingga harus mengonsumsi antibiotik
yang akan mengganggu pengukuran
6. Tidak bersedia menandatangani informed consent
Sebelum memulai penelitian, diberikan kuisioner kepada subjek untuk
mendapatkan data karakteristik. Penelitian ini mendapat izin dari Komisi Etik
Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.3.4 Variabel Penelitian
a. Variabel bebas adalah obat kumur minyak atsiri buah kapulaga, obat
kumur kontrol positif Listerine®, dan obat kumur negatif plasebo.
b. Variabel terikat adalah skor organoleptik dan kadargas VSC.
Universitas Sumatera Utara
64
3.3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.4. Definisi operasional variabel uji klinis
No
1.
Variable
Kadar VSC:
a. H2S
b. CH3SH
c. (CH3)2S
Definisi
Cara pengukuran
Hasil Ukur
Skala
Jumlah kadar gas yang Spuit yang telah berisi udara Hasil pengukuran > 2,4 ppb Rasio
diukur dengan alat Oral nafas dari subjek dimasukkan dinyatakan halitosis
chroma .
kedalam alat oral chroma,
setelah beberapa menit hasil
dapat terbaca dilayar monitor
alat Oral chroma .
2.
Skor Organoleptik
Udara pernafasan yang
keluar dari mulut pasien
setelah menutup mulut
selama 2 menit
3.
Intervensi
3.1
Berkumur
minyak Larutan yang dibuat oleh Dengan
Randomized
atsiri buah kapulaga peneliti
mengandung Clinical Trial, Double Blind,
konsentrasi 0,5%
bahan seperti terdapat Cross Over Design
pada tabel kandungan
obat kumur penelitian
Berkumur Listerine® Adalah obat kumur yang
telah beredar dipasaran
dan bersifat antiseptik
3.2
Dengan menilai aroma udara
pernafasan
menggunakan
sedotan yang berjarak 10 cm
antara mulut subjek dengan
hidung pemeriksa. Hasil
penilaian berskala 0 – 5
0 = bau mulut tidak terdeteksi
Interval
1 = bau mulut terdeteksi
namun
dianggap
bukan
halitosis
2 = halitosis ringan
3 = halitosis terdeteksi
4 = halitosis sangat terasa tapi
masih dapat ditoleransi oleh
operator
5 = halitosis berat hingga tidak
dapat ditoleransi oleh operator
63
Universitas Sumatera Utara
65
Cara Kerja
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap pekerjaan, yaitu:
1. Melakukan screening untuk menentukan subjek dengan cara pemberian
kuisioner dan pemeriksaan.
2. Melakukan pre-test dengan tujuan untuk mengetahui rata-rata kadar gas
VSC pada subjek sebelum diberikan perlakuan.
3. Pemberian informasi yang jelas mengenai tujuan penelitian, prosedur, rasa
tidak enak, risiko, menolak ikut atau mengundurkan diri dari penelitian.
4. Jika subjek menyetujuinya maka subjek menandatangani informed consent.
5. Pengukuran organoleptik dengan cara:
1) Persiapan kalibrasi antar pemeriksa.
2) Persiapan alat-alat: karton dan sedotan.
3) Lubang kecil dibuat di tengah karton untuk penempatan sedotan.
4) Karton diletakkan diantara subjek dengan peneliti sehingga peneliti
tidak bisa melihat subjek
5) Subjek penelitian menghembuskan nafas melalui sedotan.
6) Peneliti menilai bau mulut dari nafas tersebut dengan skala 0-5
0 = bau mulut tidak terdeteksi
1 = bau mulut terdeteksi namun dianggap bukan halitosis
2 = halitosis ringan
3 = halitosis sedang dan cukup mengganggu
4 = halitosis sangat terasa dan sangat mengganggu
5 = halitosis berat hingga tidak dapat ditoleransi oleh operator
6. Pengukuran kadar gas VSC dengan alat Oral chroma:
1) Spuit yang sudah dibuka jarumnya dimasukkan ke dalam rongga mulut
dan ditahan di antara bibir. Keadaan ini dipertahankan sekitar 30 detik
dengan mulut tertutup rapat (jangan menyentuh lidah dengan spuit).
2) Kemudian perlahan-lahan plunger ditarik, didorong kembali, dan ditarik
untuk kedua kalinya sebelum mengeluarkan spuit dari mulut.
Universitas Sumatera Utara
66
3) Jika ujung syringe basah, dikeringkan dengan tisu. Lalu jarum
dipasangkan ke syringe.
4) Sampel gas dalam syringe diinjeksikan ke dalam inlet oral chroma.
5) Pengukuran akan berlangsung secara otomatis.
6) Hasil pengukuran secara otomatis ditampilkan dalam data oral chroma.
7) Hasil ditunjukkan pada data grafis, kurva, dan angka dari ketiga
komponen gas H2S, CH3SH dan (CH3)2S dalam satuan ppb (part per
billion).
7. Data dari kedua hasil pengukuran gas VSC dicatat.
8. Subjek sarapan dengan menu yang sama.
9. Setelah sarapan, subjek menyikat gigi dan diinstruksikan berkumur dengan
obat kumur yang sudah ditentukan.
10. Enam jam setelah pengukuran pertama (pukul 11.00) dilakukan kembali
pengukuran gas VSC dengan pengukuran organoleptik dan alat oral chroma .
11. Pada pukul 21.00 sebelum tidur subjek diinstruksikan berkumur dengan
obat kumur yang telah ditentukan.
12. Perlakuan dilakukan selama 5 hari berturut-turut dan kemudian perlakuan
dihentikan selama 3 hari untuk periode washout.
13. Setelah periode washout jenis pengobatan dipertukarkan, subjek yang
semula mendapat obat yang diteliti diganti menjadi kontrol dan sebaliknya (cross
over design).
Seluruh subjek penelitian diberikan instruksi umum sebagai berikut:
1. Selama penelitian, subjek hanya diperkenankan menyikat gigi dengan pasta
gigi dan menggunakan obat kumur yang diberikan peneliti.
2. Selama penelitian, sewaktu menyikat gigi subjek juga diminta untuk
menyikat lidah dengan cara satu arah dari punggung lidah bagian belakang kearah
ujung lidah (anterior) dengan menggunakan sikat gigi secara berulang-ulang.
3. Selama penelitian, subjek tidak diperkenankan melakukan scaling dan root
planning pada seluruh elemen giginya.
Universitas Sumatera Utara
67
4. Sedapat mungkin tidak mengonsumsi obat-obatan apapun selama
penelitian, terutama dari golongan antibiotik sebab antibiotik menghambat
pertumbuhan bakteri (bersifat bakteriostatik dan bakterisidal).
5. Subjek tidak diperkenankan merokok selama penelitian.
6. Menu makanan dikontrol untuk menghindari jenis makanan yang
menimbulkan bau mulut.
3.3.6 Tempat dan Waktu Penelitian
a. Tempat
Uji klinis sediaan obat kumur fitofarmaka minyak atsiri buah kapulaga
dilakukan di pondok pesantren Raudhatul Hasanah Medan.
b. Waktu penelitian
Penelitian dilakukan bulan Januari 2013 s/d Juni 2013.
3.3.7 Analisis Data
Untuk menganalisis perbedaan rata-rata penurunan kadar gas VSC baseline
dan 6 jam kemudian, digunakan Uji T-berpasangan.
Untuk membandingkan efektivitas obat kumur minyak atsiri buah kapulaga
dengan Listerine® dan plasebo digunakan uji Anova repeated measure.
3.3.8 Etika Penelitian
Dewasa ini, semua uji klinik yang dimaksudkan untuk mengembangkan obat
baru harus dikerjakan dengan suatu standar internasioanl yang disebut Good Clinical
Practise (GCP) atau Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB). Dengan menerapkan GCP
ini akan diperoleh dua kepastian. Yang pertama ialah bahwa data yang diperoleh
dapat dipercaya, tepat, dan akurat. Yang kedua ialah terjaminnya hak, keselamatan,
integritas, dan kesejahteraan subjek yang ikut dalam penelitian.
Uji klinis merupakan suatu bentuk kegiatan penelitian yang sarat dengan
rambu-rambu etika karena melibatkan subjek manusia yang dipaparkan terhadap rasa
Universitas Sumatera Utara
68
tidak enak dan risiko. Untuk setiap uji klinis, selalu harus dipertimbangkan dulu
risiko dan manfaatnya sebelum dimulai.
Metodologi yang kurang baik adalah tidak etis karena mungkin tidak
menghasilkan kesimpulan, menghasilkan kesimpulan tetapi tidak akurat, atau bahkan
penelitiannya juga tidak dapat diselesaikan. Dengan demikian terjadi pengorbanan
subjek manusia.
Penelitian ini sudah memenuhi persyaratan uji klinis dan mendapatkan izin
dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan Universitas Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
69
3.3 Alur Penelitian
Tahap I : Penyediaan minyak atsiri buah kapulaga
- Tempat tumbuh, foto tanaman
- Umur tanaman, foto buah basah
- Identifikasi tanaman LIPI Bogor
Sampel buah
Kapulaga
-
Pembuatan
simplisia
Pencucian, pentirisan, pensortiran
Penimbangan (basah)
Pengeringan di lemari pengering
Pengeringan (kering), foto simplisia
Simplisia buah
Kapulaga
- Standardisasi simplisia (PK air, PK abu, dll)
- PK minyak atsiri dengan alat Stahl
Simplisia
terstandar
- Isolasi minyak atsiri dengan cara steam destilasi
Minyak atsiri
buah kapulaga
Isolasi minyak
atsiri
Tahap II : Uji Pre-klinis
Uji aktivitas
antibakteri
- Pemeriksaan sifat kimia fisika
- PK sineol dengan GCMS
Formulasi sediaan
- Bahan pelarut
- Bahan tambahan
Penetapan KHM
dan KBM
Sediaan obat
kumur Herbal
Terstandar
Uji Organoleptik/
Hedonik
Tahap III : Uji klinis : Randomized Clinical Trial with
Cross Over Design
-
Jumlah sampel
Izin komite etik
Informed consent
Dosis efektif
Subjek
Double blinded
SEDIAAN OBAT
KUMUR
FITOFARMAKA
Listerine®
Plasebo
Universitas Sumatera Utara
70
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Tahap I. Penyediaan Minyak Atsiri buah Kapulaga Terstandar
4.1 Identifikasi Sampel Kapulaga
Hasil identifikasi/determinasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium
Bogoriense, Bidang Botani Pusat, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor Jl. Raya Jakarta-Bogor menunjukkan sampel
termasuk golongan Amomum cardamommum L suku Zingiberaceae.
4.2 Pemeriksaan Simplisia Kapulaga
Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia kapulaga yaitu menentukan kadar
air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, kadar abu total
dan kadar abu yang tidak larut dalam asam menunjukkan bahwa kapulaga sudah
memenuhi persyaratan Materia Medika Indonesia.
Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia kapulaga yang memenuhi
kriteria terlihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia kapulaga
Pemeriksaan
Kadar air
Kadar sari yang larut dalam air
Kadar sari yang larut dalam etanol
Kadar abu total
Kadar abu yang tidak larut dalam asam
Kadar
(%)
8,9
12,5
2,9
11,5
1,7
Standar menurut MMI
(%)
Tidak lebih dari 10
Tidak kurang dari 10,7
Tidak kurang dari 2,7
Tidak lebih dari 12,3
Tidak lebih dari 2,3
4.3 Tahap II : Uji Pre-klinis
4.3.1 Uji Aktifitas Antibakteri
Dengan menggunakan metode dilusi dan difusi, 6 konsentrasi obat kumur
minyak atsiri buah kapulaga (0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2%) diuji cobakan
pada bakteri Porphyromonas gingivalis, diperoleh hasil pada konsentrasi 0,125%
Universitas Sumatera Utara
71
masih banyak tumbuh koloni, konsentrasi 0,25% sedikit tumbuh koloni, dan
konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% tidak tumbuh koloni (Tabel 4.2).
Tabel 4.2 Hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri buah kapulaga dengan metode
dilusi
Bahan Uji
Minyak Atsiri Buah
Kapulaga
Konsentrasi
2%
1,5%
1%
0,5%
0,25%
0,125%
Pertumbuhan Bakteri
(-)
(-)
(-)
(-)
(+) (+) (+) (+)
(+) (+) (+) (+) (+) (+)
Hasil dilusi didukung oleh uji gores dengan metode difusi yang juga
menunjukkan tidak terjadi pertumbuhan koloni bakteri Porphyromonas gingivalis
pada konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% (Gambar 4.1).
(A)
(B)
Gambar 4.1. Hasil uji bakteri dengan metode difusi
0,125%
A. Sebelum
2% diberikan bahan uji
B. Hasil goresan setelah 3 × 24 jam
CP
= Control Pelarut (+)
1%
CP
CB = Control Broth (+)
0,125% = tumbuh banyak koloni (+)
0,25%
= tumbuh sedikit koloni CB
(+)
0,125%
0,5%
= tidak tumbuh koloni (–)
1%
= tidak tumbuh0,25%
koloni (–)
0,5%
1,5%
= tidak
tumbuh koloni (–)
2%
= tidak tumbuh koloni (–)
Universitas Sumatera Utara
72
Rerata diameter hambat hasil uji aktivitas antibakteri minyak atsiri buah
kapulaga dengan 6 konsentrasi 0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5%, 2% terhadap bakteri
Porphyromonas gingivalis (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Hasil uji aktivitas antibakteri dari minyak atsiri buah kapulaga
Konsentrasi Larutan
minyak atsiri buah
kapulaga (% v/v)
2,00
1,50
1,00
0,50
0,25
0,125
Pelarut
Rerata Diameter
Hambat (mm)
25
20
18
11
9
0
0
Keterangan
(mm)
10,5
7,0
6,0
2,5
1,5
0
0
KHM
4.3.2 Uji Hedonik Sediaan Obat Kumur Minyak Atsiri buah Kapulaga
Dari 15 orang semi panelis terlatih yang melakukan uji hedonik meliputi uji
aroma, warna, dan rasa terlihat bahwa yang paling disukai panelis baik dari aroma,
warna, dan rasa adalah konsentrasi sediaan obat kumur minyak atsiri dengan
konsentrasi 0,5%.
Gambar 4.2. Hasil uji hedonik dari 15 orang panelis yang meliputi uji aroma, warna
dan rasa
Universitas Sumatera Utara
73
4.3.3 Uji Stabilitas Sediaan
4.3.3.1 Pengukuran pH
Pengukuran pH obat kumur minyak atsiri buah kapulaga 0,5% dilakukan
sebanyak 3 kali pengukuran dengan menggunakan pH meter dan diperoleh hasilnya
berturut-turut 6,5, kemudian 6,7, dan 6,7.
4.3.3.2 Pengukuran Viskositas
Viskositas sampel obat kumur minyak atsiri buah kapulaga diukur dengan alat
viscometer Brookfield menggunakan spindel No 61, kecepatan 30 rpm dan faktor
koreksi 2. Viskositas adalah angka yang terbaca dikali faktor koreksi. Setiap
pengukuran (3 × pengukuran) angka yang terbaca adalah 1,5 maka kadar viskositas
untuk 3 pengukuran masing-masing 3.
4.4 Tahap III : Uji Klinis
Penelitian ini dilakukan terhadap 20 subjek yang terdiri atas 10 orang laki-laki
dan 10 orang perempuan berusia 18 - 21 tahun (rerata: 19,7 ± 0,91 tahun). Subjek
memiliki kesehatan umum baik, tidak merokok, tidak sedang mendapatkan terapi
antibiotik atau obat-obatan lainnya. Pada 45% subjek dijumpai karies fisur. Subjek
penelitian memiliki kebersihan mulut yang baik, tidak mengalami gingivitis, dan
tidak menggunakan gigi tiruan (Tabel 4.4).
Universitas Sumatera Utara
74
Tabel 4.4 Karakteristik subjek (n = 20)
Karakteristik Subjek
Jenis kelamin
n
%
Laki – laki
10
50,0
Perempuan
10
50,0
18
2
10,0
19
7
35,0
20
6
30,0
21
5
25,0
Ada
9
45,0
Tidak ada
11
55,0
Umur
Karies
Rerata kadar gas H2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah kapulaga,
Listerine® dan plasebo menunjukkan adanya penurunan rerata kadar gas, kapulaga
dari hari pertama pengukuran 1,046 ± 0,638 sampai hari kelima 0,370 ± 0,296,
Listerine® 1,312 ± 1,212 pada hari pertama sedangkan hari kelima menjadi 0,391 ±
0,446, sedangkan plasebo pada hari pertama 1,057 ± 0,947 dan hari kelima 0,936 ±
0,651 (Tabel 4.5).
Universitas Sumatera Utara
75
Tabel 4.5 Rerata kadar gas H2S, pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine® dan plasebo (n = 20)
I
Kapulaga
x SD
(µg/10ml)
1,046 ± 0,638
Listerine®
x SD
(µg/10ml)
1,312 ± 1,212
Plasebo
x SD
(µg/10ml)
1,057 ± 0,947
II
1,027 ± 0,787
1,052 ± 0,956
1,051± 0,906
I
0,980 ± 0,773
0,976 ± 0,964
1,059 ± 0,927
II
0,895 ± 0,670
0,885 ± 0,883
1,040 ± 0,924
I
0,831 ± 0,662
0,801 ± 0,876
0,987 ± 0,894
II
0,724 ± 0,605
0,733 ± 0,796
0,996 ± 0,783
I
0,619 ± 0,545
0,637 ± 0,690
0,992 ± 0,899
II
0,535 ± 0,473
0,560 ± 0,680
0,986 ± 0,773
I
0,499 ± 0,401
0,493 ± 0,577
0,916 ± 0,649
II
0,370 ± 0,296
0,391 ± 0,446
0,936 ± 0,651
Waktu
Pengamatan
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
Keterangan : I (Pukul 05.00) II (Pukul 11.00)
Gambaran rerata kadar gas H2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine® dan plasebo menunjukkan adanya trend penurunan yang
signifikan terlihat pada garis grafik pada perlakuan obat kumur minyak atsiri buah
kapulaga dan Listerine®, sedangkan garis grafik pada obat kumur plasebo tidak
banyak mengalami penurunan (Gambar 4.3).
Universitas Sumatera Utara
Kadar gas (µg/ml)
76
Gambar 4.3. Grafik rerata kadar gas H2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri
buah kapulaga, Listerine®, dan plasebo
Rerata kadar gas CH3SH pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine®, dan plasebo menunjukkan kapulaga dari hari pertama
pengukuran 1,312 ± 1,212 sampai hari kelima menjadi 0,391 ± 0,446, Listerine® hari
pertama 1,430 ± 1,387 menurun menjadi 0,496 ± 0,578 hari kelima, sebaliknya
plasebo hari pertama 0,813 ± 0,777 dan hari kelima naik menjadi 0,880 ± 0,814
(Tabel 4.6).
Universitas Sumatera Utara
77
Tabel 4.6 Rerata kadar gas CH3SH pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine® dan plasebo (n = 20)
Kapulaga
x SD
Listerine®
x SD
Plasebo
(µg/10ml)
(µg/10ml)
(µg/10ml)
I
1,312 ± 1,212
1,430 ± 1,387
0,813 ± 0,777
II
1,052 ± 0,956
1,270 ± 1,255
0,915 ± 0,863
I
0,976 ± 0,964
1,225 ± 1,197
0,957 ± 0,879
II
0,885 ± 0,883
1,043 ± 1,031
0,946 ± 0,925
I
0,801 ± 0,876
1,039 ± 1.070
0,960 ± 0,818
II
0,733 ± 0,796
0,936 ± 0,980
0,951 ± 0,890
I
0,637 ± 0,690
0,795 ± 0,789
0,917 ± 0,757
II
0,560 ± 0,680
0,708 ± 0,725
0,780 ± 0,693
I
0,493 ± 0,577
0,693 ± 0,797
0,745 ± 0,533
II
0,391 ± 0,446
0,496 ± 0,578
0,880 ± 0,814
Waktu
Pengamatan
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
x SD
Keterangan : I (Pukul 05.00) II (Pukul 11.00)
Sama halnya dengan gas H2S maka kadar gas CH3SH pada perlakuan obat
kumur minyak atsiri buah kapulaga dan Listerine® juga menunjukkan garis grafik
menurun sampai pada hari kelima, sebaliknya garis grafik pada obat kumur plasebo
malah meningkat (Gambar 4.4).
Universitas Sumatera Utara
Kadar gas (µg/ml)
78
Gambar 4.4. Grafik rerata kadar gas CH3SH pada perlakuan berkumur minyak atsiri
buah kapulaga, Listerine®, dan plasebo
Rerata kadar gas (CH3)2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga hari pertama 0,755 ± 0,837 dan hari kelima menjadi 0,209 ± 0,231,
Listerine® hari pertama 0,745 ± 0,772 menjadi 0,289 ± 0,327 pada hari kelima,
plasebo hari pertama 0,413 ± 0,297 dan 0,448 ± 0,411 pada hari kelima (Tabel 4.7).
Universitas Sumatera Utara
79
Tabel 4.7 Rerata kadar gas (CH3)2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine® dan plasebo (n = 20)
Kapulaga
Listerine®
Plasebo
Waktu
x SD
x SD
x SD
Pengamatan
(µg/10ml)
(µg/10ml)
(µg/10ml)
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
I
0,755 ± 0,837
0,745 ± 0,772
0,413 ± 0,297
II
0,575 ± 0,624
0,699 ± 0,610
0,413 ± 0,292
I
0,473 ± 0,492
0,621 ± 0,540
0,398 ± 0,295
II
0,422 ± 0,446
0,625 ± 0,547
0,369 ± 0,302
I
0,443 ± 0,597
0,539 ± 0,494
0,394 ± 0,331
II
0,340 ± 0,417
0,437 ± 0,436
0,399 ± 0,309
I
0,301 ± 0,333
0,429 ± 0,457
0,358 ± 0,285
II
0,285 ± 0,305
0,418 ± 0,439
0,528 ± 0,773
I
0,248 ± 0,278
0,323 ± 0,347
0,550 ± 0,683
II
0,209 ± 0,231
0,289 ± 0,327
0,448 ± 0,411
Keterangan : I (Pukul 05.00) II (Pukul 11.00)
Gambar 4.5 menunjukkan garis grafik rerata kadar gas (CH3)2S pada
perlakuan berkumur minyak atsiri buah kapulaga dan Listerine® mengalami
penurunan sedangkan perlakuan berkumur plasebo tidak menunjukkan adanya
penurunan garis grafik sampai hari keempat, malah meningkat hari kelima dan
kembali menurun pada hari kelima.
Universitas Sumatera Utara
Kadar gas (µg/ml)
80
Gambar 4.5. Grafik rerata kadar gas (CH3)2S pada perlakuan berkumur minyak atsiri
buah kapulaga, obat kumur Listerine®, dan obat kumur plasebo
4.5 Hasil uji analisis pengukuran gas VSC
Rerata kadar gas VSC dengan perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga hari pertama 3,363 ± 1,773 menjadi 1,118 ± 0,597 pada hari kelima,
Listerine® hari pertama 3,488 ± 2,002 menjadi 1,177 ± 0,766 pada hari kelima,
plasebo hari pertama 2,284 ± 1,366 kemudian 2,267 ± 1,336 pada hari kelima.
Hasil uji Anova Repeated Measure gas VSC pada perlakuan berkumur
minyak atsiri buah kapulaga dan Listerine®, menunjukkan ada perbedaan yang
signifikan yaitu masing-masing p = 0,001 dan p = 0,007 (p < 0,05) sedangkan
perlakuan berkumur plasebo tidak mengalami perbedaan dimana p = 0,172 (p > 0,05)
(Tabel 4.8).
Universitas Sumatera Utara
81
Tabel 4.8
Hasil uji Anova Repeated Measures gas VSC pada perlakuan berkumur
minyak atsiri buah kapulaga, Listerine® dan plasebo (n = 20)
Kapulaga
Waktu
Pengamatan
x SD
(µg/10ml)
Hari 1
Hari 2
Hari 3
Hari 4
Hari 5
Listerine®
Plasebo
x SD
P
(µg/10ml)
x SD
p
(µg/10ml)
I
3,363 ± 1,773
3,488 ± 2, 002
2,284 ± 1,366
II
2,952 ± 1,270
3,022 ± 1,711
2,379 ± 1,363
I
2,691 ± 1,156
2, 823 ± 1,610
2,468 ± 1,399
II
2,461 ± 1,083
2,553 ± 1,511
2,401 ± 1,325
I
2,332 ± 1,128
II
2,005 ± 0,943
2,107 ± 1,303
2,346 ± 1,393
I
1,763 ± 0,842
1,859 ± 1,138
2,267 ± 1,260
II
1,549 ± 0,761
1,687 ± 1,107
2,295 ± 1,292
I
1,380 ± 0,707
1,502 ± 1,079
2,213 ± 1,253
II
1,118 ± 0,597
1,177 ± 0,766
2,267 ± 1,336
0,001
2,380 ± 1,464
0,007
2,319 ± 1,235
p
0,172
Gambaran rerata kadar gas VSC menunjukkan adanya garis grafik semakin
menurun pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah kapulaga dan Listerine®,
sedangkan pada perlakuan berkumur plasebo hampir tidak menunjukkan adanya
Kadar gas (µg/ml)
penurunan (Gambar 4.6).
Gambar 4.6. Grafik rerata penurunan kadar gas VSC pada perlakuan berkumur
minyak atsiri buah kapulaga, Listerine®, dan plasebo
Universitas Sumatera Utara
82
4.6 Hasil Uji Organoleptik
Hasil uji Ancova pengukuran organoleptik terhadap 3 bahan uji menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara perlakuan berkumur minyak atsiri
buah kapulaga dengan plasebo, minyak atsiri buah kapulaga dengan Listerine® pada
pagi hari pertama. Perbedaan yang signifikan terlihat antara perlakuan berkumur
minyak atsiri buah kapulaga dengan Listerine® dan minyak atsiri buah kapulaga
dengan plasebo pada siang hari kelima. Perbedaan yang signifikan juga terlihat antara
perlakuan berkumur Listerine® dengan plasebo baik pagi hari pertama maupun siang
hari kelima (Tabel 4.9).
Tabel 4.9 Hasil uji Organoleptik pada perlakuan berkumur minyak atsiri buah
kapulaga, Listerine® dan plasebo
Obat Kumur
Pagi (Hari 1)
Siang (Hari 5)
Kapulaga
2.60
0.5
Listerine®
2.75
1
Placebo
2.05
1.7
Kapulaga vs Listerine®
Adjusted Mean
p = 0.633
p = 0.049*
95% CI
-0.77±0.47
-1.00± 0.00
Listerine® vs Placebo
Adjusted Mean
p = 0.029*
p = 0.007*
95% CI
0.08±1.32
-1.20± -0.20
Kapulaga vs Placebo
Adjusted Mean
p = 0.083
p = 0.0001*
95% CI
-0.07±1.17
-1.70± -0.70
Universitas Sumatera Utara
83
BAB 5
PEMBAHASAN
Sumber daya alam bahan obat dan obat tradisional merupakan aset nasional
yang perlu terus digali, diteliti, dikembangkan dan dioptimalkan pemanfaatannya.
Penelitian dan pengembangan obat tradisional bertujuan untuk menunjang
pembangunan di bidang obat tradisional yang bermutu tinggi dan aman serta
memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas untuk
pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan
formal (Kebijakan Obat Tradisional Nasional, 2007).
Penelitian ini dilakukan 3 tahap yaitu tahap I (tahap penelitian deskriptif)
untuk memperoleh minyak atsiri buah kapulaga yang terstandar. Tahap II uji preklinis
(tahap penelitian eksperimental laboratorik) untuk menentukan Kadar Hambat
Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) minyak atsiri buah kapulaga
terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis. Uji stabilitas sediaan dilakukan untuk
mengetahui nilai pH dan viskositas obat kumur minyak atsiri buah kapulaga. Uji
hedonik untuk mengetahui apakah sediaan dapat diterima oleh masyarakat dalam
segi warna, rasa, aroma. Tahap III uji klinis (clinical trial) dilakukan pada subjek
penderita halitosis untuk mengetahui rerata penurunan kadar gas VSC setelah
menggunakan obat kumur minyak atsiri buah kapulaga, serta membandingkan
efektifitasnya dengan obat kumur Listerine® dan plasebo.
Uji klinis merupakan penelitian klinis yang harus direncanakan dan
dilaksanakan secara multidisiplin, sesuai dengan pedoman good clinical (trial)
practice (GCP). Sejak sekitar tahun 1991 di Amerika dan Jepang, mengharuskan uji
klinik dikelola secara baik sehingga dapat dijaga masalah hak asasi manusia dengan
lebih ketat dan dijamin kualitasnya (quality assurance) (Pedoman Pelaksanaan Uji
Klinik Obat Tradisional, 2000).
Universitas Sumatera Utara
84
Beberapa negara di Eropa, Jepang, dan Australia (Mun‟im & Hanani, 2011)
mensyaratkan produk-produk obat herbal harus memenuhi persyaratan GMP (Good
Manufacturing Practise) atau CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik).
Penelitian ini telah mengikuti persyaratan ilmiah dan etik penelitian klinis
dalam melaksanakan uji klinis obat nasional, oleh karena ketiga tahap telah dilalui,
yaitu tahap menentukan kadar minyak atsiri yang terstandar, tahap uji preklinis dan
tahap uji klinis.
5.1 Tahap I : Penyediaan Minyak Atsiri buah Kapulaga yang Terstandar
Hasil identifikasi tanaman menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan pada
penelitian ini adalah Amomum cardamomum L suku Zingiberaceae.
Simplisia yang akan digunakan sebagai bahan baku harus memenuhi
persyaratan yang tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan
untuk menghasilkan simplisia yang terstandarisasi. Salah satu persyaratan agar obat
tradisional dapat digunakan dalam upaya pelayanan kesehatan harus memenuhi
persyaratan parameter standar mutu bahan baku, yaitu identifikasi tanaman yang
terdiri atas penetapan kadar air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut
dalam etanol, kadar abu total, kadar abu yang tidak larut dalam asam (Materia
Medika Indonesia).
Hasil pemeriksaan kadar air simplisia kapulaga adalah 8,9%, kadar sari yang
larut dalam air 12,5%, kadar sari yang larut dalam etanol 2,9%. Tujuan dilakukan
penetapan kadar air dan kadar sari yang larut dalam air terhadap simplisia adalah
untuk menjaga kualitas dari simplisia karena sangat berhubungan dengan
pertumbuhan kapang dan jamur sehingga simplisia harus benar-benar dikeringkan
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan (WHO, 1992).
Hasil pemeriksaan kadar abu total 11,5%, dan kadar abu yang tidak larut
dalam asam 1,7%. Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui jumlah
material yang tersisa setelah pembakaran, dari hasil penelitian diketahui bahwa kadar
abu total pada simplisia kapulaga adalah 11,5%. Abu total terbagi atas dua, yang
Universitas Sumatera Utara
85
pertama abu fisiologis yaitu abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri dan
abu non fisiologis yaitu sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan dari
luar (seperti pasir dan tanah) yang terdapat pada permukaan simplisia. Hasil
pemeriksaan simplisia kapulaga ini terbukti telah memenuhi persyaratan dari Materia
Medika Indonesia.
Hasil isolasi minyak atsiri dari simplisia kapulaga mengandung minyak atsiri
sebesar 5%. Hal ini sesuai dengan standar Materia Medika Indonesia bahwa kadar
minyak atsiri tidak kurang dari 5% v/b.
5.2 Tahap II : Uji Pre-klinis
5.2.1 Uji Aktivitas Antibakteri
Hasil uji antibakteri dengan metode dilusi yang dilakukan terhadap bakteri
Porphyromonas gingivalis dengan 6 konsentrasi obat kumur minyak atsiri buah
kapulaga (0,125%, 0,25%, 0,5%, 1%, 1,5% dan 2%) menunjukkan pada konsentrasi
0,125% terjadi kekeruhan sedangkan pada konsentrasi 0,5% terlihat bening. Hasil uji
metode difusi menunjukkan pada konsentrasi 0,125% terjadi pertumbuhan banyak
koloni, pada konsentrasi 0,25% hanya sedikit tumbuh koloni, sedangkan pada
konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% tidak terjadi pertumbuhan koloni. Hal ini
menunjukkan bahwa konsentrasi minyak atsiri buah kapulaga 0,25% menjadi kadar
hambat minimal (KHM) dan konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, 2% menjadi kadar bunuh
minimal (KBM). Semakin tinggi konsentrasi, maka akan semakin kuat daya bunuh
obat terhadap bakteri. Pada penelitian ini diambil konsentrasi 0,5% sebagai kadar
bunuh minimal (KBM). Kadar 0,5% merupakan penetapan konsentrasi terendah
karena sudah memberikan daya bunuh yang efektif terhadap pertumbuhan bakteri.
Bau mulut merupakan akibat dari proses pembusukan oleh bakteri, di mana
bakteri oral bekerja pada protein saliva untuk menghasilkan produk-produk
compound. Proses pembusukan oleh bakteri dinyatakan sebagai penyebab utama
pembentukan halitosis. Perkembangbiakan bakteri anaerob yang hidup normal dalam
rongga mulut secara berlebihan dan partikel makanan yang tersisa di dalam rongga
Universitas Sumatera Utara
86
mulut menghasilkan sulfur yang berbau seperti telur busuk. Mikroorganisme terutama
bakteri gram negatif akan memecah substrat protein menjadi rantai peptida dan asam
amino dengan rantai sa