Penilaian Kriteria Green Building Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus: Gedung Biro Pusat Administrasi Universitas Sumatera Utara)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan menjelaskan dasar-dasar teori yang menjadi landasan
pendukung penelitian, yaitu literatur yang menjelaskan konsep green building dan
sistem rating Greenship yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan
penelitian, serta hasil penelitian yang up to date dan relevan dengan
mengutamakan hasil penelitian pada jurnal ilmiah.

2.1.

Definisi dan Terminologi

2.1.1. Green Building
Menurut Pitts (2004, dalam Hardjono, 2009:6), green building merupakan
konsep yang menjadi solusi bagi dunia properti untuk mengambil peran dalam
mengurangi dampak pada global warming.
Menurut Chen (2008, dalam Hardjono, 2009:6), green building adalah
sebuah bangunan yang dalam pemanfaatannya (baik sejak saat direncanakan,
didesain, dibangun, digunakan, maupun direnovasi) menggunakan sumber daya
alam dan sumber energi secara minimalis, meminimalisasi limbah, dan ramah

lingkungan.
Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2010
tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan Bab I Pasal 1,
bangunan ramah lingkungan (green building) adalah suatu bangunan yang
menerapkan

prinsip

lingkungan

dalam

perancangan,

pembangunan,

pengoperasian, dan pengelolaannya dan aspek penting penanganan dampak

7
Universitas Sumatera Utara


perubahan iklim. Prinsip lingkungan yang dimaksud adalah prinsip yang
mengedepankan dan memperhatikan unsur pelestarian fungsi lingkungan.
Menurut Green Building Council Indonesia/GBCI (2010), green building
adalah bangunan yang dimana sejak mulai dalam tahap perencanaan,
pembangunan, pengoperasian hingga dalam operasional pemeliharaannya
memperlihatkan aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, serta mengurangi
penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu dari kualitas udara di ruangan, dan
memperhatikan kesehatan penghuninya yang semuanya berpegang pada kaidah
pembangunan yang berkesinambungan.
Menurut Kriss (2014), green building adalah sebuah konsep holistik yang
dimulai

dengan

pemahaman

bahwa

lingkungan


yang

dibangun

dapat

menimbulkan dampak, baik dampak positif dan dampak negatif pada lingkungan
hidup, juga orang-orang yang tinggal di bangunan tersebut setiap hari. Green
building adalah sebuah usaha untuk memperbesar dampak positif dan mencegah

dampak negatif selama umur pakai bangunan.
Menurut Amran (2014), green building adalah bangunan berkelanjutan
yang mengarah pada struktur dan pemakaian proses yang bertanggung jawab
terhadap lingkungan dan hemat sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan
tersebut, mulai dari pemilihan tempat sampai desain, konstruksi, operasi,
perawatan, renovasi, dan peruntuhan.

2.1.2. Penilaian
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008:1004), penilaian adalah proses,

cara, perbuatan menilai. Penilaian dalam penelitian ini diartikan sebagai suatu

8
Universitas Sumatera Utara

proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi berupa data
pengamatan, data sekunder, hasil wawancara dan pengukuran untuk mengetahui
kondisi dari gedung yang ditinjau.

2.1.3. Kriteria
Menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008:761), kriteria adalah ukuran yang
menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu. Pengertian kriteria dalam
penelitian ini adalah ukuran yang tercantum pada Greenship-GBCI sebagai tolok
ukur penilaian green building.

2.1.4. Sistem Rating
Sistem rating adalah suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang
disebut rating dan setiap butir rating mempunyai nilai (credit point/poin nilai).
Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating, maka bangunan itu
akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut. Bila jumlah semua poin nilai

yang berhasil dikumpulkan mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka
bangunan tersebut dapat disertifikasi untuk tingkat sertifikasi tertentu (GBCI,
2012).

2.1.5. Rating
Menurut GBCI (2010), rating adalah bagian dari kategori, berisi muatan
apa saja yang dinilai, tolok ukur apa saja yang harus dipenuhi, dan berapa nilai
poin yang terkandung di dalamnya. (Selanjutnya rating disebut kriteria).

9
Universitas Sumatera Utara

Menurut GBCI (2012), ada 3 (tiga) jenis kriteria berbeda yang terdapat
dalam Greenship, yaitu:
a. Kriteria prasyarat adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan harus
dipenuhi sebelum dilakukannya penilaian lebih lanjut berdasarkan
kriteria kredit dan kriteria bonus. Apabila salah satu prasyarat tidak
dipenuhi, maka kriteria kredit dan kriteria bonus dalam kategori yang
sama dari gedung tersebut tidak dapat dinilai. Kriteria prasyarat ini
tidak memiliki nilai seperti kriteria lainnya.

b. Kriteria kredit adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan tidak
harus dipenuhi. Pemenuhan kriteria ini tentunya disesuaikan dengan
kemampuan gedung tersebut. Bila kriteria ini dipenuhi, gedung yang
bersangkutan mendapat nilai dan apabila tidak dipenuhi, gedung yang
bersangkutan tidak akan mendapat nilai.
c. Kriteria bonus adalah kriteria yang hanya ada pada kategori tertentu
yang memungkinkan pemberian nilai tambahan. Hal ini dikarenakan
selain kriteria ini tidak harus dipenuhi, pencapaiannya dinilai cukup
sulit dan jarang terjadi di lapangan.

2.2.

Konsep dan Dasar Teori Green Building
Diselenggarakannya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de

Janeiro pada tahun 1992 sebagai tanggapan terhadap masalah lingkungan hidup
dan sumber daya alam yang memprihatinkan telah menghasilkan konsep
Pembangunan Berkelanjutan yang mengandung tiga pilar utama yang saling
terkait dan saling menunjang, yakni pembangunan ekonomi, pembangunan sosial,


10
Universitas Sumatera Utara

dan pelestarian lingkungan hidup. Konferensi yang dihadiri 179 negara ini,
termasuk Indonesia, juga menyepakati untuk melaksanakan konsep pembangunan
baru untuk diterapkan secara global, yaitu Environmentally Sound and
Sustainable Development atau Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan

Lingkungan. (Ervianto, 2012:3)
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (2007, dalam Ervianto,
2012: 33) menyebutkan bahwa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang
dan sedang membangun telah memiliki cetak biru bagi sektor konstruksi sebagai
grand design dan grand strategy yang disebut dengan Konstruksi Indonesia 2030.

Dalam dokumen tersebut dinyatakan bahwa konstruksi Indonesia mesti
berorientasi untuk tidak menyumbang pada kerusakan lingkungan namun justru
menjadi pelopor perbaikan dan peningkatan kualitas lingkungan di seluruh habitat
persada Indonesia, yang didiami oleh manusia dan seluruh makhluk lainnya secara
bersimbiosis mutualisme.
Adapun beberapa peraturan yang telah dikeluarkan Pemerintah Indonesia

terkait perkembangan Green Building di Indonesia, diantaranya:
1.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2010 tentang
Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan

2.

Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 38 Tahun 2012 tentang
Bangunan Gedung Hijau

2.3.

Manfaat Green Building
EPA (2014) menyebutkan manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan Green

Building diantaranya:

11
Universitas Sumatera Utara


a.

Manfaat Lingkungan
- meningkatkan dan melindungi biodiversitas dan ekosistem
- memperbaiki kualitas air dan udara
- mengurangi aliran limbah
- konservasi dan restorasi sumber daya alam

b.

Manfaat Ekonomi
- mengurangi biaya operasional
- menciptakan, memperluas dan membentuk pasar untuk produk dan
pelayanan ramah lingkungan
- memperbaiki produktivitas pengguna gedung
- mengoptimalkan daur hidup performa ekonomi

c.


Manfaat Sosial
- meningkatkan kesehatan dan kenyamanan pengguna gedung
- meningkatkan kualitas estetika
- meminimalkan ketegangan pada infrastruktur lokal
- meningkatkan kualitas hidup secara umum

Adapun keuntungan yang diperoleh dari adanya usaha penerapan Green
Building menurut Jerry Yudelson (2008:31) adalah sebagai berikut:

- menghemat listrik dan air, biasanya 30% - 50%, termasuk mengurangi
“carbon footprint” dari penghematan listrik
- mengurangi biaya perawatan dari usaha pemeriksaan, pengujian
instalansi dan usaha lainnya untuk meningkatkan dan memastikan
integrasi kinerja sistem bekerja dengan semestinya

12
Universitas Sumatera Utara

- meningkatkan nilai pendapatan operasional yang lebih tinggi dan
hubungan masyarakat yang lebih baik

- keuntungan pajak
- pemegang saham yang lebih kompetitif sehingga memungkinkan nilai
saham meningkat
- meningkatkan produktivitas, sebesar 3% - 5%
- mengurangi ketidakhadiran sebesar 5%
- keuntungan manajemen resiko, termasuk penyewaan dan pemasaran
yang lebih cepat, juga pengurangan paparan bau, bahan penyedap iritasi
atau bahan beracun yang terkandung dalam bahan bangunan
- keuntungan pemasaran, terutama untuk pihak developer dan perusahaan
produk konsumen
- keuntungan hubungan dengan masyarakat, terutama untuk pihak
developer dan agen pemasaran untuk masyarakat
- rekrutmen pegawai yang lebih mudah dan retensi pegawai-pegawai
kunci sehingga meningkatkan moral kerja
- insentif pengumpulan dana untuk kampus dan badan amal
- komitmen terhadap usaha perlindungan dan pelestarian lingkungan

2.4.

Standar Penilaian Kriteria Green Building - GBCI
Dalam mendukung penyelenggaraan green building, tiap negara memiliki

lembaga sertifikasi yang dilengkapi dengan sistem penilaian untuk menentukan
apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat green building atau
tidak.

13
Universitas Sumatera Utara

Lembaga Konsil Bangunan Hijau Indonesia atau Green Building Council
Indonesia adalah lembaga mandiri (non government) dan nirlaba (non-for profit)
yang sudah mendapatkan izin dari Kementarian Negara Lingkungan Hidup untuk
melakukan sertifikasi di Indonesia dengan sistem penilaian green building yang
diberi nama Greenship.

Tabel 2.1. Sistem Penilaian Green Building di Beberapa Negara
Negara
Afrika Selatan
Amerika Serikat
Australia
Belanda
Brasil
China
Filipina
Finlandia
Hong Kong
India
Indonesia
Israel
Italia
Jepang
Jerman
Kanada
Korea Selatan
Malaysia
Meksiko
Perancis
Portugal
Selandia Baru
Singapura
Spanyol
Swiss
Taiwan
Uni Emirat Arab
United Kingdom
Sumber: Ervianto (2012)

Standar Penilaian
Green Star SA
LEED/ Green Globes
Green Star
BREEAM Netherlands
LEED Brasil/ AQUA
GB ES (GB Evaluation Standard for Green Building)
BERDE
PromisE
HKBEAM
IGBC Rating System & LEED India
Greenship
SI-5281
Protocollo Itaca
CASBEE
DGNB
LEED/ Green Globes
GBS (Green Building System)
GBI (Green Building Index)
CMES
Care & Bio, Chantier Carbone, HQE
LiderA
Green Star NZ
Green Mark
VERDE
Minergie
EEWH
Pearls Rating System
BREEAM

2.4.1. Sistem Rating Greenship (Greenship Rating Tools)
Greenship merupakan standar bangunan hijau yang disusun oleh GBCI
yang diberlakukan di Indonesia sebagai perangkat penilaian yang terdiri dari:

14
Universitas Sumatera Utara

1.

Greenship untuk rumah hunian

2.

Greenship untuk gedung baru

3.

Greenship untuk gedung terbangun

4.

Greenship untuk interior ruangan

2.4.2. Sistem Rating Greenship untuk Gedung Terbangun Versi 1.0
(Greenship Rating Tools for Existing Building Version 1.0 )
Penyusunan Greenship ini didukung oleh World Green Building Council
dan dilaksanakan oleh Komisi Rating dari GBCI, terdiri dari 6 (enam) kategori
dengan total kriteria prasyarat sebanyak 10 kriteria dan kriteria kredit sebanyak 41
kriteria. Enam kategori Greenship yang dimaksud, yaitu:
1.

Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ ASD)

2.

Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation/ EEC)

3.

Konservasi Air (Water Conservation/ WAC)

4.

Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle/ MRC)

5.

Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort/ IHC)

6.

Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Environment Management/
BEM)

Tabel 2.2. Kriteria dalam Greenship untuk Gedung Terbangun
Kategori
ASD
EEC
WAC
MRC
IHC
BEM
Total Kriteria
Sumber: GBCI (2011)

Prasyarat
2
2
1
3
1
1
10

Kriteria
Kredit
8
7
8
5
8
5
41

Bonus
-

15
Universitas Sumatera Utara

Kriteria kredit memiliki poin tertentu yang apabila poin tersebut mampu
dicapai gedung sesuai dengan total poin minimum yang diisyaratkan GBCI,
gedung diberi sertifikasi dengan tingkat predikat seperti berikut:

Tabel 2.3. Tingkat Predikat Greenship untuk Gedung Baru
Predikat
Platinum
Emas
Perak
Perunggu
Sumber: GBCI (2012)

Minimum
Poin
74
58
47
35

Persentasi
(%)
73
57
46
35

Adapun bangunan gedung yang sudah memperoleh sertifikasi sebagai
bangunan hijau dari GBCI, diantaranya:

Tabel 2.4. Bangunan Gedung yang Tersertifikasi Greenship
No
1

Nama Bangunan Gedung
Gedung Kantor Manajemen Pusat (Kampus), PT
Dahana (Persero), Subang
2
Institut Teknologi Sains Bandung (ITSB),
Bandung
3
Gedung Kementerian Pekerjaan Umum, Jakarta
4
Kantor Bank Indonesia, Solo
5
Alamanda Tower, Jakarta
6
“Main Office Building” PT Holcim Indonesia,
Tuban Plan
7
Wisma Subiyanto, Jakarta
8
Green Office Park 6, Tangerang
9
Menara BCA PT Grand Indonesia, Jakarta
10 Gedung Sampoerna Strategic Square, PT Buana
Sakti, Jakarta
11 German Centre Indonesia
12 Sequis Centre, Jakarta
Sumber: GBCI, 2015

Kategori
Bangunan Baru

Predikat
Platinum

Bangunan Baru

Emas

Bangunan Baru
Bangunan Baru
Bangunan Baru
Bangunan Baru

Platinum
Emas
Emas
Emas

Bangunan Baru
Bangunan Baru
Bangunan Terbangun
Bangunan Terbangun

Emas
Emas
Platinum
Emas

Bangunan Terbangun
Bangunan Terbangun

Emas
Emas

16
Universitas Sumatera Utara

2.4.2.1. Tepat Guna Lahan
Ketepatan penggunaan lahan erat kaitannya dengan pembangunan suatu
kawasan. Hal ini diperlukan dalam perencanaan suatu bangunan karena mengingat
dampak yang ditimbulkan suatu bangunan terhadap lingkungan sekitar. Semakin
tepat pembangunan suatu kawasan, maka akan semakin kecil dampak negatif yang
ditimbulkan. Semakin lengkap fasilitas dan infrastruktur dalam suatu kawasan,
akan semakin mempermudah aksesibilitas dan efisiensi energi. Terciptanya
efisiensi energi, terutama energi fosil, dapat mengakibatkan turunnya jejak karbon
dan jejak ekologis, dan meningkatnya kualitas lingkungan hidup. (GBCI, 2010)
Dalam kategori ini terdapat 2 (dua) kriteria prasyarat dan 8 (delapan)
kriteria kredit bernilai maksimal 16 poin, yaitu:
Prasyarat 1. Kebijakan manajemen tapak (Site Management Policy)
Prasyarat 2. Kebijakan pengurangan kendaraan bermotor (Motor

Vehicle

Reduction Policy)

Tabel 2.5. Kriteria dalam Kategori Tepat Guna Lahan (ASD)
ASD
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber:

Kriteria Kredit
Aksesibilitas masyarakat (Community Accessibility)
Pengurangan kendaraan bermotor (Motor Vehicle Reduction)
Sepeda (Bicycle)
Lansekap pada Lahan (Site Landscaping)
Efek pulau panas (Heat Island Effect)
Manajemen limpasan air hujan (Stormwater Management)
Manajemen tapak (Site Management)
Lingkungan bangunan (Building Neighbourhood )
GBCI, 2011

Poin
Evaluasi
2
1
2
3
2
2
2
2

17
Universitas Sumatera Utara

2.4.2.2. Efisiensi dan Konservasi Energi
Adanya kebutuhan energi yang besar dalam suatu gedung, secara tidak
langsung akan menimbulkan emisi gas karbondioksida (CO2) dimana merupakan
salah satu gas pembentuk efek rumah kaca. Apabila hal ini dibiarkan terus
menerus, maka pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya pemanasan global.
Oleh karena itu diperlukan upaya efisiensi dan konservasi energi yang dilakukan
di dalam suatu gedung. (Rahayu, 2014)
Dalam kategori ini terdapat 2 (dua) kriteria prasyarat dan 7 (tujuh) kriteria
kredit bernilai maksimal 36 poin, yaitu:
Prasyarat 1. Kebijakan dan strategi manajemen energi (Policy and Energy
Management Plant)

Prasyarat 2. Penggunaan

energi

minimum

(Minimum

Building

Energy

Performance)

Tabel 2.6. Kriteria dalam Kategori Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC)
EEC

Poin
Evaluasi

Kriteria Kredit

1

Pengoptimalan efisiensi energi bangunan (Optimized Efficiency Building
Energy Performance )
2
Pengujian, komisioning ulang, atau retro-komisioning (Testing,
Recommissionng, or Retro-commissioning)
3
Pendayagunaan sistem energi (System Energy Performance)
4
Pengawasan energi (Energy Monitoring and Control)
5
Pelaksanaan dan pemeliharaan (Operation and Maintenance )
6
Energi terbarukan dalam tapak (On Site Renewable Energy)
7
Penurunan emisi energi (Less Energy Emission )
Sumber: GBCI, 2011

16
2
12
3
3
5B
3B

2.4.2.3. Konservasi Air
Sumber air dalam suatu gedung biasanya berasal dari PDAM dan air
tanah. Apabila konsumsi air dalam gedung terus menerus dilakukan tanpa ada

18
Universitas Sumatera Utara

kegiatan konservasi, maka kuantitas dan kualitas air bersih akan menurun, apalagi
jika yang digunakan sebagai sumber yaitu air tanah. Oleh karena itu, perlu adanya
usaha konservasi air dalam suatu gedung. Hal ini dapat dilakukan dengan banyak
cara, diantaranya dengan sumber air alternatif, pemilihan alat pengatur keluaran
air dan penghematan penggunaan air. (GBCI, 2010)
Dalam kategori ini terdapat 1 (satu) kriteria prasyarat dan 8 (delapan)
kriteria kredit bernilai maksimal 20 poin, yaitu:
Prasyarat

Kebijakan penggunaan air (Water Management Policy)

Tabel 2.7. Kriteria dalam Kategori Konservasi Air (WAC)
WAC

Kriteria Kredit

1
Sub-meter air (Water Sub-Metering)
2
Pengawasan air (Water Monitoring Control)
3
Pengurangan penggunaan air (Fresh Water Efficiency)
4
Kualitas air (Water Quality)
5
Daur ulang air (Recycled Water )
6
Air minum (Potable Water )
7
Pengurangan penggunaan sumur dalam (Deep Well Reduction )
8
Efisiensi air keran (Water Tap Efficiency)
Sumber: GBCI, 2011

Poin
Evaluasi
1
2
8
1
5
1
2
2B

2.4.2.4. Sumber dan Siklus Material
Siklus material dimulai dari tahap eksploitasi produk, pengolahan dan
produksi,

desain

bangunan

dan

aplikasi

yang

efisien,

hingga

upaya

memperpanjang masa akhir pakai produk material. (GBCI, 2010)
Dengan adanya sumber yang jelas dan pengelolaan siklus material yang
baik, maka suatu pembangunan akan menjadi berkelanjutan sehingga dapat
menjaga pelestarian alam.

19
Universitas Sumatera Utara

Dalam kategori ini terdapat 3 (tiga) kriteria prasyarat dan 5 (lima) kriteria
kredit bernilai maksimal 12 poin, yaitu:
Prasyarat 1. Refrigeran fundamental (Fundamental Refrigerant)
Prasyarat 2. Kebijakan pembelanjaan material (Material Purchasing Policy)
Prasyarat 3. Kebijakan manajemen limbah (Waste Management Policy)

Tabel 2.8. Kriteria dalam Kategori Sumber dan Siklus Material (MRC)
MRC
1
2
3
4
5
Sumber:

Kriteria Kredit
Penggunaan Non ODS (Usage Non ODS)
Pembelanjaan material (Material Purchasing Practice)
Manajemen limbah (Waste Management Practice )
Manajemen limbah beresiko (Hazardous Waste Management)
Manajemen barang bekas (Management of Used Good )
GBCI, 2011

Poin
Evaluasi
2
3
4
2
1

2.4.2.5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang
Kualitas udara dan kenyamanan dalam ruang erat kaitannya dengan
kesehatan penggunaan gedung, atau yang sering disebut sebagai Sick Building
Syndrome (SBS). Keadaan ini diakibatkan kualitas udara dan kenyamanan buruk.

Oleh karena itu, perlu adanya pengaturan dan kontrol pada kualitas udara dan
kenyamanan, sehingga kondisi ruangan menjadi nyaman dan dapat meningkatkan
produktivitas kerja pengguna gedung. (GBCI, 2010)
Dalam kategori ini terdapat 1 (satu) kriteria prasyarat dan 8 (delapan)
kriteria kredit bernilai maksimal 20 poin, yaitu:
Prasyarat

Larangan merokok (No Smoking Campaign)

20
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.9. Kriteria dalam Kategori Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (IHC)
IHC
1
2
3
4
5
6
7
8
Sumber:

Kriteria Kredit
Introduksi udara di luar ruang (Outdoor Air Introduction )
Pengendalian asap rokok (Environmental Tobacco Smoke Control)
Pemantauan CO2 dan CO (CO 2 and CO )
Polusi fisik dan kimiawi (Physical and Chemical Pollutants)
Polusi biologis (Biological Pollutants)
Kenyamanan visual (Visual Comfort)
Tingkat kebisingan (Accoustic Level)
Survey pengguna gedung (Building User Survey)
GBCI, 2011

Poin
Evaluasi
2
2
2
6
3
1
1
3

2.4.2.6. Manajemen Lingkungan Bangunan
Pengelolaan lingkungan bangunan diperlukan sejak awal gedung mulai
direncanakan. Tujuannya untuk memudahkan dan mengarahkan desain yang
berkonsep Green Building. Cakupan dalam kategori ini adalah pengelolaan
sumber daya melalui rencana operasional konsep yang berkelanjutan, kejelasan
informasi (data), dan penanganan dini yang membantu pemecahan masalah,
termasuk manajemen sumber daya manusia dalam penerapan konsep bangunan
hijau untuk mendukung penerapan tujuan pokok dari kategori lain. (GBCI, 2010)
Dalam kategori ini terdapat 1 (satu) kriteria prasyarat dan 5 (lima) kriteria
kredit bernilai maksimal 13 poin, yaitu:
Prasyarat

Kebijakan operasional dan perawatan (Operation & Maintenance
Policy)

Tabel 2.10. Kriteria dalam Kategori Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM)
BEM
1
2

Kriteria Kredit

Inovasi (Innovations)
Kebijakan Pemilik Proyek & Desain (Design Intent & Owner’s Project
Requirement)
3
Tim Pemeliharaan & Operasional Ramah Lingkungan ( Green Operational &
Maintenance Team)
4
Kontrak Green (Green Occupancy/ Lease)
5
Operasional, Pemeliharaan, &Pelatihan (Operation & Maintenance Training )
Sumber: GBCI, 2011

Poin
Evaluasi
5
2
2
2
2

21
Universitas Sumatera Utara

2.4.3. Kriteria dalam Greenship
Kriteria green building yang terdapat dalam Perangkat Penilaian
Greenship Untuk Gedung Terbangun Versi 1.0 terdiri dari 41 kriteria kredit yang
ditentukan oleh GBCI berdasarkan standar teori dan peraturan yang telah
disesuaikan di Indonesia. Berikut adalah sebagian penjelasan mengenai kriteria
kredit yang terdapat dalam Greenship:

2.4.3.1. Efek Pulau Bahang
Salah satu fenomena iklim yang menjadi isu global akhir-akhir ini adalah
fenomena Pulau Bahang atau yang lebih dikenal dengan heat island effect.
Fenomena ini dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti diantaranya penggunaan
material pada area atap dan non-atap gedung sehingga mempengaruhi nilai albedo
(daya refleksi panas matahari) sekitar gedung. Albedo adalah reflektivitas dari
permukaan yang terintegrasi di seluruh belahan bumi dan panjang gelombang
matahari. Semakin permukaan bahan berwarna gelap dan bertekstur kasar, maka
nilai albedo akan semakin kecil. (Taha, 1992)
Greenship menetapkan nilai albedo yang baik adalah > 0,3. Berikut daftar
nilai albedo pada beberapa jenis bahan:

Tabel 2.11. Nilai Albedo pada Beberapa Jenis Material
No
Nama Bahan
Nilai Albedo
1.
Aspal
0,05 - 0,20
2.
Beton
0,10 - 0,35
3.
Paving blok
0,07 - 0,35
4.
Rumput/semak
0,25 - 0,30
5
Pohon
0,15 - 0,18
6
Tanah
0,29*)
Sumber: Kaloush et al (2008)
*
)Reagan dan Acklam (1979) dalam Taha, Sailor dan Akbari (1992)

22
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Nilai Albedo pada Beberapa Jenis Material
Sumber: Kaloush et al (2008)

Berikut ini rumus untuk menghitung nilai albedo pada lahan yang
heterogen (GBCI, 2010):





Keterangan:
An= Nilai Albedo dari luasan
Ln= Luas area (m2)

23
Universitas Sumatera Utara

2.4.3.2. Manajemen Limpasan Air Hujan
Sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan
meresapkan air hujan ke dalam tanah. Berdasarkan SNI 03-2453-2002 tentang
Tata Cara Perencanaan Sumur Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan, maka
persamaan yang dipakai untuk menghitung volume air limpasan hujan, yaitu:

Vab = 0,855 Ctadah x Atadah x R/1000

Keterangan:
Vab

= Volume andil banjir yang akan ditampung sumur resapan (m3)

Ctadah

= Koefisien limpasan dari bidang tadah (tanpa satuan)

Atadah

= Luas bidang tanah (m2)

R

= Tinggi hujan harian rata-rata (L/m2.hari)

Berikut adalah nilai koefisien aliran (C) dari masing-masing tata guna
lahan:
Tabel 2.12. Nilai Koefisien Limpasan
Tata Guna Lahan
Nilai Albedo
1
Aspal, beton
0,70 - 0,95
2
Batu bata, paving
0,50 - 0,70
3
Atap
0,75 - 0,95
4
Tanah berpasir
0,05 - 0,10
5
Padang rumput
0,21
Sumber: McGuen (1989); Hassing (1995) dalam Rahayu (2013)

No

2.4.3.3. Intensitas Konsumsi Energi (IKE)
Menurut SNI 03-6196-2000 tentang Prosedur Audit Energi Pada
Pembangunan Gedung, Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik adalah
pembagian antara konsumsi energi listrik pada kurun waktu tertentu dengan
24
Universitas Sumatera Utara

satuan luas bangunan gedung. Menurut Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi
dan Pengawasannya di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, nilai IKE
dari suatu bangunan gedung digolongkan dalam dua kriteria, yaitu untuk
bangunan ber-AC dan bangunan tidak ber-AC. Berikut adalah kriteria IKE untuk
gedung ber-AC:

Tabel 2.13. Kriteria IKE Bangunan Gedung ber-AC
Kriteria
Sangat Efisien
(4,17-7,92)
Kwh.m2/bulan
Efisien
(7,93-12,08)
Kwh.m2/bulan
Cukup Efisien
(12,08-14,58)
Kwh.m2/bulan
Agak Boros
(14,58-19,17)
Kwh.m2/bulan
Boros
(14,58-19,17)
Kwh.m2/bulan
Sangat Boros
(14,58-19,17)
Kwh.m2/bulan

Keterangan
a). Desain gedung sesuai standar tata cara perencanaan teknis konservasi
energi
b). Pengoperasian peralatan energi dilakukan dengan prinsip-prinsip
manajemen energi
a). Pemeliharaan gedung dan peralatan energi dilakukan sesuai prosedur
b). Efisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan melalui
penerapan sistem manajemen energi terpadu
a). Penggunaan energi cukup efisien melalui pemeliharaan bangunan dan
peralatan energi masih memungkinkan
b). Pengoperasian dan pemeliharaan gedung belum mempertimbangkan
prinsip konservasi energi
a). Audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan perbaikan
efisiensi yang mungkin dilakukan
b). Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian gedung
belum mempertimbangkan
a). Audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan langkahlangkah perbaiakn sehingga pemborosan energi dapat dihindari
b). Instalasi peralatan dan desain pengoperasian dan pemeliharaan tidak
mengacu pada penghematan energi
a). Agar ditinjau ulang atas semua instalasi/peralatan energi serta
penerapan manajemen energi dalam pengelolaan bangunan
b). Audit energi adalah langkah awal yang perlu dilakukan

Sumber: Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi, 2002

2.4.3.4. Energi Baru Terbarukan
Energi terbarukan dapat diartikan sebagai bentuk dari kemampuan energi
untuk meregenerasi secara alamiah. Sebagai contoh, cahaya matahari, angin, dan
air yang mengalir merupakan sumber energi terbarukan. (Chiraz, 2004 dalam
Rahayu, 2013)

25
Universitas Sumatera Utara

Energi terbarukan merupakan energi yang dihasilkan dari sumber yang
keberadaannya kontinyu atau dengan cepat dapat diperbaharui. Energi terbarukan
cenderung ramah lingkungan, mengemisi CO2 dan gas rumah kaca dalam
persentase rendah dibandingkan energi minyak atau fosil. Energi terbarukan yang
bisa dimanfaatkan di Indonesia adalah energi surya, energi angin, energi air,
energi panas bumi, serta energi yang berasal dari biomassa, seperti syngas, biogas,
biofel, dan hydrogen cair. (Karyono, 2010 dalam Rahayu, 2013)

2.4.3.5. Penurunan Emisi Energi
Widhi (2013) menyebutkan bahwa sektor energi merupakan penyumbang
terbesar gas rumah kaca khususnya CO2 dibandingkan sektor lain seperti
transportasi dan industri. Emisi CO2 terbesar dari penggunaan energi listrik
berasal dari aktivitas dalam gedung yaitu sebesar 70%.
Dengan mengetahui penggunaan daya listrik gedung, jumlah emisi CO2
(EE) dapat dihitung dengan mengalikan penggunaan listrik dengan faktor emisi
(EF) berdasarkan letak wilayah. Hal ini disesuaikan dengan Amanat Peraturan
Menteri ESDM no. 13 Tahun 2012 tentang Penghematan Pemakaian Listrik.
(USAID Indonesia, 2014)

Avoided Emission EE = JP x EF

Dimana:
EE= Emisi Energi
JP= Jumlah Penghematan (kWh)
EF= Faktor Emisi Grid (kgCO2-e/kWh)

26
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.14. Faktor Emisi Grid untuk Tiap Wilayah
Faktor Emisi
(kg CO2-e/kWh)
Jawa-Madura-Bali (JAMALI)
0,823
Sumatera
0,687
Khatulistiwa (Sistem Kalbar)
0,732
Barito (Sistem Kalsel dan Kalteng)
0,900
Mahakam (Sistem Kaltim)
1,069
Minahasa-Kotamobagu
0,600
Sulawesi Selatan – Sulawesi Barat
0,746
Batam
0,836
Maluku, Nusa Tenggara dan Papua
0,800
Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
0,800
Sumber: Ditjen Ketenalistrikan, 2013 (dalam USAID Indonesia, 2014)
Sistem Interkoneksi

2.4.3.6. Sumber dan Siklus Material
Isu utama dari sumber dan siklus material adalah untuk menjaga
keberlanjutan sumber daya alam dengan menerapkan tatanan dan pengelolaan
yang baik. Untuk menjaga keberlanjutan dapat dilakukan dengan memperpanjang
daur hidup material dimulai dari tahap eksploitasi, pengelolaan dan produksi.
(Ervianto, 2012)
Dalam kategori sumber dan siklus material, penggunaan refrigeran
dimasukkan ke dalam prasyarat utama. Tujuannya untuk mencegah pemakaian
bahan perusak ozon yang memiliki nilai Ozone Depleting Potential (ODP) > 1.
Menurut Peraturan Menteri Perindustrian No.33/MIND/PER/4/2007
tentang Larangan Memproduksi Barang yang Menggunakan Bahan Perusak
lapisan Ozon, yang dimaksud dengan Bahan Perusak Ozon (BPO) adalah senyawa
kimia yang berpotensi dapat bereaksi dengan molekul ozon di lapisan stratosfer.
BPO dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu chlorofluorocarbon
(CFC), hydro-chlorofluorocarbons (HFCs), halon, hydro-bromofluorocarbons
(HBFCs), methyl chloroform, carbon tetrachloride dan methyl bromide. Berikut
adalah jenis-jenis refrigeran dan nilai ODP nya:
27
Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.15. Jenis Refrigeran dan Nilai ODP
No

Refrigeran

Group

Atmospheric
Life
1
R11
CFC
130
2
R12
CFC
130
3
R22
HCFC
15
4
R134a
HFC
16
5
R404a
HFC
16
6
R410a
HFC
16
7
R507
HFC
130
8
R290
HC