Studi Perlakuan Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Dan Pembuatan Komposit Polimer Busa Serta Analisa Uji Tekan Statik

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong kelapa sawit merupakan bagian dari pohon kelapa sawit yang
berfungsi sebagai tempat untuk buah kelapa sawit. Setiap tandan mengandung
62% – 70% buah dan sisanya adalah tandan kosong yang belum dimanfaatkan
secara optimal. Dan tandan kosong kelapa sawit, masing-masing mengandung
kadar selulosa pada polisakarida tersebut dapat dihidrolisis menjadi gula
sederhana dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol.

Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah utama dari industri
pengolahan kelapa sawit. Basis satu ton tandan buah segar akan dihasilkan
minyak sawit kasar sebanyak 0,21 ton (21%), minyak inti sawit sebanyak 0,05 ton
(0,5%) dan sisanya merupakan limbah daam bentuk tandan kosong, serat dan
cangkang biji yang masing-masing sebanyak 0,23 ton (23%), 0,135 ton (13,5%)
dan 0,055 ton (5,5%).Tandan kosong kelapa sawit merupakan limbah
berlignoselulosa yang belum termanfaatkan secara optimal. Selama ini
pemanfaatan tandan kosong hanya sebagai bahan bakar boiler, kompos dan juga
sebagai pengeras jalan di perkebunan kelapa sawit. Padahal tandan kosong kelapa
sawit berpotensi untuk dikembangkan menjadi bahan dasar yang lebih berguna

dalam proses industri lainnya, salah satunya serat TKKS tersebut dimanfaatkan
sebagai bahan dasar untuk pembuatan material komposit.

2.2 Serat TKKS
Dalam penelitian ini digunakan bahan Polimer busa yang diperkuat serat TKKS.
Kebanyakan serat TKKS setelah siap dipakai khususnya di perkebunan sering
dibuang sebagai limbah dan hanya sedikit yang dapat digunakan untuk diproduksi
atau didaur ulang. Dan peneliti ingin coba mengamati sifat atau karakterisitik dari
serat ini karena sifatnya yang kuat dan juga ringan jika dicampur dengan bahan
yang lain. Ukuran panjang TKKS yang digunakan adalah berkisar antara 13 cs/d

Universitas Sumatera Utara

18 cm. Dan panjang serat yang telah dihaluskan sebanyak dua kali sebesar 0.1
mm s.d 0.8 mm.

Minyak kelapa sawit yang telah melalui proses ekstraksi, buah kelapa sawit
diambil dari tandannya sehingga menyisakan TKKS. TKKS banyak mengandung
serat disamping zat-zat lainnya. Bagian dari tandanan yang banyak mengandung
serat atau selulosa adalah bagian pangkal dan ujungnya yang runcing dan keras.


Gambar 2.1 Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Selanjutnya TKKS tersebut dicabik menjadi bebarapa bagian kecil untuk
mempermudah proses pelarutan larutan NaOH. Seperti ditunjukan pada gambar

Gambar 2.2 TKKS yang telah dicabik
TKKS yang telah dicabik kemudian dibersihkan di dalam larutan air dan NaOH
selama 24 jam. TKKS yang telah kering selanjutnya dicacah dengan
menggunakan mesin pencacah dengan kisaran panjang ± 2cm s.d 3cm.Hasil serat
TKKS yang telah dicacah dengan menggunakan mesin pencacah seperti
ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3 Serat TKKS yang sudah dicacah
Ukuran diameter serat TKKS cukup bervariasi, Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk mengamati ukuran diameter serat TKKS. Menurut Zuhri, et al
(2009), diameter serat tunggal TKKS berkisar antara 250 s.d. 610 μm. Kairiah dan
Khairul (2006) menjelaskan bahwa ukuran diameter serat tunggal TKKS adalah
150 s.d. 442 μm. Sreekala dan Thomas (2003) juga telah menjelaskan bahwa

ukuran diameter serat tunggal TKKS berkisar antara 150 s.d. 500 μm. Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk mengamati karakteristik serat tunggal TKKS
berdasarkan hasil pengujian tarik. Karakteristik serat tunggal TKKS yang telah
dipublikasikan ditunjukkan pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Karakteristik Serat Tunggal TKKS
Kekuatan tarik
(MPa)
156,3

Modulus
Regangan total
elastisitas(GPa)
(%)
_
11,88

Referensi

Gunawan, et al (2009)


71

1,7

11

Zuhri, et al (2009)

100 s.d. 400

1,0 s.d. 9

8 s.d. 18

Sreekala, et al (2001)

Sementara hasil penelitian yang telah dilakukan oleh sebuah institusi komersial
terhadap komposisi material kimianya diketahui bahwa kandungan material serat
dalam TKKS merupakan kandungan maksimum seperti diperlihatkan pada Tabel 2.2


Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Parameter tipikal TKKS per kg.
No

Material-material Kandungan

1.

Uap air

5,40

2.

Protein

3,00


3.

Serat

35,00

4.

Minyak

3,00

5.

Kelarutan Air

16,20

6.


Kelarutan Unsur Alkali 1%

29,30

7.

Debu

5,00

8.

K

1,71

9.

Ca


0,14

10.

Mg

0,12

11.

P

0,06

12.

Mn, Zn, Cu, Fe

1,07


TOTAL

Komposisi (%)

100,00

Sumber: http://www.w3.org/TR/REC-html40, 2008
Berdasarkan data pada Tabel 2.2 terlihat bahwa kandungan serat merupakan
unsur dominan dalam TKKS. Dengan demikian TKKS diperkirakan akan
memberikan sifat mekanik yang cukup baik terhadap material komposit yang
dibentuk.

2.3 Defenisi Komposit
Komposit didefinisikan sebagai dua macam atau lebih material yang digabungkan
atau dikombinasikan dalam skala makroskopis (dapat terlihat langsung oleh mata)
sehingga menjadi material baru yang lebih berguna. Komposit terdiri dari 2
bagian utama yaitu matriks dan filler. Matriks berfungsi untuk perekat atau
pengikat dan pelindung filler (pengisi) dari kerusakan eksternal. Matriks yang
umum digunakan berupa polimer, keramik, dan logam.


Universitas Sumatera Utara

2.3.1 Klasifikasi Bahan Komposit.
Klasifikasi komposit dapat dibentuk dari sifat dan strukturnya. Bahan komposit
dapat diklasifikasikan kedalam beberapa jenis. Secara umum klasifikasi komposit
sering digunakan antara lain seperti :
1. Klasifikasi menurut kombinasi material utama, seperti metal-organic atau
metal anorganic.
2. Klasifikasi menurut karakteristik bulk-form, seperti sistem matrik atau
Laminasi
3. Klasifikasi menurut distribusi unsur pokok, seperti continous dan
discontinous.
4. Klasifikasi menurut fungsinya, seperti elektrikal atau struktural (Schwartz,
1984).
Sedangkan klasifikasi untuk komposit serat (fiber-matrik composites)
dibedakan menjadi beberapa macam antara lain ;
1. Fiber composites (komposit serat) adalah gabungan serat dengan matrik.
2. Flake composites adalah gabungan serpih rata dengan matrik.
3. Particulate composites adalah gabungan partikel dengan matrik.
4. Filled composites adalah gabungan matrik continous skeletal dengan

matrik yang kedua
5. Laminar composites adalah gabungan lapisan atau unsur pokok lamina

Gambar 2.4 Klasifikasi / Skema Struktur Komposit (Callister,1994).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Tipe Komposit Serat
Untuk memperoleh komposit yang kuat harus dapat memempatkan serat dengan
benar. Berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe seratpada komposit
yaitu :
1. Continuous Fiber Composite
Tipe ini mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina
diantara matriknya. Jenis komposit ini paling sering digunakan. Tipe ini
mempunyai kelemahan pada pemisahan antar lapisan. Hal ini dikarenakan
kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriknya
2. Woven Fiber Composite (bi-directional)
Komposit ini tidak mudah dipengaruhi pemisahan antar lapisan karena
susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat
memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan
kekakuan akan melemah.
3. Discontinuous Fiber Composite
Discontinuous Fiber Composite adalah tipe komposit dengan serat
pendek. Tipe ini dibedakan lagi menjadi 3 (Gibson, 1994 ) :
a) Serat terputus Blok
b) Off-sumbu sejajar serat diskontinyu
c) Serat kontinu berorientasi secara acak

a. serat terputus b. sejajar kontiniu c. serat acak
Gambar 2.5. Tipe discontinuous fiber
4. Hybrid Fiber Composite
Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipe serat
lurus dengan serat acak. Tipe ini digunakan supaya dapat menganti
kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya.

Universitas Sumatera Utara

(komposit serat kontinu)

(tenunan serat komposit)

(berorientasi secara acak diskontinyu serat)

(hibrida komposit serat)

Gambar 2.6. Tipe komposit serat

2. 4 Polimer busa
Busa didefinisikan sebagai penyebaran gelembung-gelembung gas yang terjadi
pada material cair dan padat. Busa berkembang menjadi rongga-rongga mikro
yang memiliki diameter 10 μm. Busa yang tersebar dalam polimer dapat mencapai
108/cm3 (Kumar,2005).Pada saat ini, perkembangan penelitian telah menghasilkan
karakteristik fisik dan mekanik material busa (Klempner dan Sendijarevic, 2004).
Karakteristik fisik tersebut meliputi faktor geometri, seperti ukuran rongga dan
ketebalan dinding rongga. Selain karakteristik fisik juga terdapat karakteristik
mekanik. Karakteristik mekanik terdiri atas densitas dan modulus elastisitas.

Material busa memiliki susunan rongga yang bervariasi. Susunan rongga
tersebut dapat diketahui melalui pengamatan struktur mikro material busa.
Susunan rongga dibagi atas dua jenis, yaitu susunan terbuka (open-cell) dan
tertutup (closed-cell). Pada material busa dengan susunan rongga terbuka terdapat

Universitas Sumatera Utara

pemutusan dinding rongga dan bersifat fleksibel. Material busa dengan susunan
rongga tertutup tidak terdapat pemutusan dinding rongga dan bersifat kaku.
Perbedaan kedua jenis susunan rongga tersebut ditunjukkan pada gambar. 2.9

Gambar 2.7 Jenis Material Berongga

rongga-rongga pada polimer terbentuk akibat adanya pencampuran fase padat dan
gas. Dua fase tersebut terjadi dengan cepat dan membentuk permukaan material
yang berongga. Busa yang dihasilkan dari polimer merupakan gelembung udara
atau rongga udara yang bergabung di dalam polimer tersebut . Gas yang
digunakan untuk membentuk busa disebut blowing agent. Pemberian blowing
agent dilakukan secara kimia dan fisika.

Blowing agent

secara kimia

menimbulkan dekomposisi unsur-unsur material dalam suatu reaksi kimia.
Blowing agent secara fisika terjadi akibat adanya gas yang diberikan pada
material. Polimer busa yang bersifat fleksibel dihasilkan oleh reaksi polyurethane.
Polyurethane dalam pembentukan Polimer busa juga berfungsi sebagai blowing
agent. Proses pembentukan rongga dari hasil reaksi polyurethane fleksibel
berlangsung relatif cepat. Pada saat reaksi pembentukan polyurethane terjadi
pengeluaran panas (eksoterm) dengan kenaikan temperatur mencapai 75 s.d.
1600C. Peningkatan volume yang dihasilkan poliuerthane sekitar 20 s.d 50 kali
volume mula-mula.Menurut Sivertsen (2007), reaksi kimia pembentukan Polimer
busa adalah reaksi polyisocyanante (OCN – R – NCO) dengan polyol (HO – R’ –
OH) menghasilkan polyurethane (O – OC – HN – R – NH – CO – O – R’).

Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Material Komposit Polimer busa
Polyester resin tak jenuh merupakan material polimer kondensat yang dibentuk
berdasarkan reaksi antara kelompok polyol, yang merupakan organik gabungan
dengan alkohol multiple atau gugus fungsi hidroksi, dan polycarboxylic yang
mengandung ikatan ganda. Tipikal jenis polyol yang digunakan adalah glycol,
seperti ethylene glycol. Sementara asam polycarboxylic yang digunakan adalah
asam phthalic dan asam maleic.

Poliester resin tak jenuh adalah jenis polimer thermoset yang memiliki
struktur rantai karbon yang panjang. Matriks jenis ini memiliki sifat dapat
mengeras pada suhu kamar dengan penambahan katalis tanpa pemberian tekanan
ketika proses pembentukannya. Struktur material yang dihasilkan berbentuk
crosslink dengan keunggulan pada daya tahan yang lebih baik terhadap jenis
pembebanan statik dan impak. Hal ini disebabkan molekul yang dimiliki material
ini ialah dalam bentuk rantai molekul raksasa atom-atom karbon yang saling
berhubungan satu dengan lainnya.

Pada umumnya material ini digunakan dalam proses penuangan, perbaikan
badan kendaraan bermotor, pengisi kayu, dan sebagai material perekat. Material
ini memiliki sifat perekat dan aus yang baik, dan dapat digunakan untuk
memperbaiki dan mengikat secara bersama beberapa jenis material yang berbeda.
Material ini memiliki umur pakai yang panjang, kestabilan ketahanan terhadap
sinar matahari, dan daya tahan yang baik terhadap air. Tetapi material ini tidak
diproduksi dalam jenis yang sama, karena untuk keperluan tertentu material ini
akan memiliki formulasi yang berbeda.Kekuatan material ini diperoleh ketika
dicetak dalam bentuk komposit, dimana kehadiran material-material penguat,
seperti serat TKKS akan meningkatkan sifat mekanik material tersebut.

2.4.2. Blowing Agent (BA)
Blowing agent ialah material yang digunakan untuk menghasilkan struktur
berongga pada komposit yang dibentuk. Jenis blowing agent yang digunakan pada

Universitas Sumatera Utara

penelitian ini ialah polyuretan. Polyuretan adalah suatu jenis polimer yang
mengandung jaringan uretan, yaitu -NH-CO-O-. Poliuretan dibentuk oleh reaksi
senyawa isosianat yang bereaksi dengan senyawa yang memiliki hidrogen aktif,
seperti diol (polyol), yang mengandung grup hidroksil dengan pemercepat reaksi
(katalis). Unsur Nitrogen yang bermuatan negatif pada isosianat akan tertarik ke
arah unsur Oksigen yang bermuatan positif pada kelompok alkohol (polyol) untuk
membentuk ikatan uretan antara dua unit monomer dan menghasilkan dimer
uretan. Reaksi isosianat ini akan membentuk amina dan gas karbon dioksida
(CO2). Gas ini yang kemudian akan membentuk busa pada material polimer yang
terbentuk. Material yang terbentuk dari campuran BA dan polimer disebut dengan
material Polimer busa Ilustrasi material Polimer busa ditunjukkan pada Gambar
2.8

Gambar 2.8 Ilustrasi material Polimer busa

2.4.3. Katalis MEKPO (Methyl Ethyl Keton Peroksida)
Katalis merupakan material kimia yang digunakan untuk mempercepat reaksi
polimerisasi struktur komposit pada kondisi suhu kamar dan tekanan atmosfir.
Pemberian katalis dapat berfungsi untuk mengatur waktu pembentukan
gelembung blowing agent, sehingga tidak mengembang secara berlebihan, atau
terlalu cepat mengeras yang dapat mengakibatkan terhambatnya pembentukan
gelembung.

Universitas Sumatera Utara

2.5. Pembuatan Komposit
Beberapa metode pembuatan material komposit polimer yang umum digunakan
ialah :
1. Metode penuangan langsung (hand layup).
2. Metode pemampatan/tekanan.
3. Metode pemberian tekanan dan panas.
Metode penuangan langsung dilakukan dengan cara melekatkan atau
menyentuhkan material-material penyusun pada cetakan terbuka dan dengan
perlahan-lahan diratakan dengan menggunakan roda perata atau dengan
pemberian tekanan luar. Metode ini cocok untuk jenis penguat serat kontinu.
Metode pemampatan/tekanan ini menggunakan prinsip ekstrusi dengan pemberian
tekanan pada material bakunya yang dialirkan kedalam cetakan tertutup. Metode
ini pada umumnya berupa suntikan, mampatan, dan semprotan. Material penguat
yang cocok untuk jenis ini ialah penguat partikel. Metode yang ketiga
menggunakan tekanan dengan pemberian pemanasan awal. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan material komposit mengisi pada bagian-bagian yang sulit
terjangkau atau ukuran yang sangat kecil.
2.6 Respon Mekanik akibat Beban Tekan Statik
Respon

didefinisikan

sebagai

reaksi

yang

muncul

akibat

terjadinya

gangguan.Sebagai contoh, gangguan diberikan terhadap suatu material yang dapat
mengakibatkan respon secara mekanik adalah gaya. Beberapa respon yang
diakibatkan oleh gaya adalah tegangan, retak, patah, dan lain-lain. Berdasarkan
hasil respon mekanik akan diperoleh informasi mengenai karakteristik suatu
material.Penyelidikan respon dinamik suatu material atau struktur merupakan
rangkaian kegiatan dalam mempelajari perubahan bentuk atau kerusakan akibat
pembebanan tertentu. Kegiatan tersebut merupakan tindakan dasar untuk
menanggulangi terjadinya kegagalan material dalam aplikasi teknik. Salah satu
kegiatan yang paling dasar adalah melakukan pengujian dengan pembebanan
tertentu terhadap sejumlah sampel. Setelah respon material secara kuantitatif
diperoleh dari

Universitas Sumatera Utara

Penyelidikan respon dinamik suatu material atau struktur merupakan
rangkaian kegiatan dalam mempelajari perubahan bentuk atau kerusakan akibat
pembebanan tertentu. Kegiatan tersebut merupakan tindakan dasar untuk
menanggulangi terjadinya kegagalan material dalam aplikasi teknik. Salah satu
kegiatan yang paling dasar adalah melakukan pengujian dengan pembebanan
tertentuterhadap sejumlah sampel. Setelah respon material secara kuantitatif
diperoleh dari hasil pengujian atau data yang tersedia, maka kesempatan untuk
berhasil dalam mendesain suatu struktur tertentu dapat dievaluasi

2.7 Uji Tekan Statik
Pengujian tekan dilakukan dengan menggunakan standar ASTM D1621-00, yaitu
standarisasi khusus untuk material. Gambar spesimen seperti terlihat pada gambar
2.9

Gambar 2.9 Spesimen uji tekan standar ASTM D1621-00

Respon mekanik yang terjadi terhadap Polimer busa dapat dilihat melalui
kurva tegangan dan regangan. Kurva tersebut memberi informasi yang khas untuk
setiap jenis pembebanan. Menurut Gibson dan Ashby (1999), di sepanjang garis
kurva terdapat tiga tingkat respon, yaitu: perilaku elastis (elastisitas linier),
plastisitas (plateau), dan densification yang ditandai dengan peningkatan tegangan

Universitas Sumatera Utara

yang sangat cepat. Untuk beban tekan statik aksial, tipikal kurva tegangan
regangan ditunjukkan seperti Gambar 2.10

Gambar 2.10 Tipikal Kurva Respon Tegangan-Regangan terhadap Material Busa
akibat beban Tekan Statik

Disepanjang garis kurva terdapat tiga tingkat respon, yaitu: perilaku elastis
(linear-elastic respon), plastisitas (plateau), dan densification yang ditandai
dengan peningkatan tegangan yang sangat cepat. Pada phasa pertama (linearelastic respon) tegangan bertambah secara linear dengan perubahan bentuk dan
regangan yang terjadi. Phasa kedua (plateau) adalah karakteristik yang ditandai
dengan perubahan bentuk yang kontinu pada tegangan yang relatif konstan yang
dikenal dengan stress atau collapse plateau. Dan phasa ketiga dari deformasi
adalah densifikasi dimana tegangan (stress) meningkat tajam dan busa mulai
merespon pemadatan solid. Pada phasa ini stuktur sel dimana material busa
mengalami kegagalan dan deformasi selanjutnya memerlukan penekanan dari
material busa padat tersebut. Mekanisme yang dikaitkan dengan collapse plateau
adalah berbeda-beda tergantung pada sifat dinding cell Untuk busa yang fleksible,
collapse plateau terjadi karena elastik tekuk (elastic buckling) dari dinding sel.
Untuk kekakuan dan kegetasan busa, plastik yield dan brittle crushing dinding sel
adalah mekanisme utama kegagalan yang berulang-ulang. Nilai modulus
elastisitas Polimer busa dapat diketahui melalui slope garis elastisitas linear.

Universitas Sumatera Utara

Sehingga secara matematis, nilai modulus elastisitas akibat beban statis dapat
diketahui melalui persamaan 2.1 (hukum Hooke).
E = σ/�

(2.1)

dimana E adalah modulus elastisitas, σ adalah tegangan normal, dan ε adalah
regangan. Tegangan normal akibat beban aksial (tekan) dapat ditentukan
berdasarkan Pers 2.2.
σ = �/�

. Dimana:

(2.2)

E = Modulus elastisitas (MPa)
σ = Tegangan normal (MPa)
ε = Regangan
F = Beban tekan (N).
A = Luas penampang yang dikenai beban tekan (mm2).

Secara skematik, beban tekan statik yang diberikan terhadap material ditunjukkan
pada Gambar 2.13

Gambar 2.11 Diagram Uji Tekan Statik

Akibat beban statik tekan tersebut diperoleh persamaan regangan berikut ini:

Universitas Sumatera Utara

ε=



(2.3)



dimana;
δ = defeksi yang terjadi (mm)
ℓ = Panjang awal (mula-mula) (mm).
Dengan mensubsitusi pers 2.2 dan pers 2.3 ke pers 2.1 diperoleh hasil:

E=
Sehingga

2.8 Kerangka Konsep Penelitian

�.ℓ

�.δ

�.ℓ
δ = �.�

(2.4)

Hasil yang diperoleh dalam sebuah penelitian dipengaruhi oleh beberapa variabel.
Oleh karena itu, di dalam penelitian ini dibuat kerangka konsep yang
menghubungkan variabel dengan permasalahan dan hasil yang akan diperoleh.
Kerangka konsep pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.12

Permasalahan:
Karakteristik dan Respon akibat beban
tekan statik yaitu: nilai modulus elastisitas
(E),tegangan maksimum (σmaks), regangan
statik(ε), kerapatan(ρ) mode retak/patah,
distribusi tegangan terhadap Polimer busa
yang diperkuat serat TKKS belum
diketahui.

Universitas Sumatera Utara

Variabel bebas:
- Prosedur pembebanan
Tekan
- Hubungan Tegangan-regangan,
- Hubungan Modulus elastisitasNaOH
- Hubungan kerapatan-NaOH,
- Hubungan Tegangan-NaOH,
- Hubungan Regangan-NaOH,
- Hubungan Beban tekanNaOH

Uji tekan Statik, Peneliti
menganalisa,membandingkan
dan menghitung hasil akhir
dari pengujian

Hasil yang diperoleh:
Karakteristik dan respon akibat beban
tekan statik yaitu: nilai modulus elastisitas
(E),tegangan maksimum (σmaks), regangan
statik (ε),kerapatan(ρ) distribusi tegangan
terhadap Polimer busa yang diperkuat
serat TKKS telah diketahui.

Gambar 2.12 Kerangka Konsep Penelitian

Universitas Sumatera Utara