Prevalensi Spesies Bakteri Yang Menonjol Bagi Kasus Infeksi Nosokomial Pada Pasien Pasca Persalinan Di Departemen Obgyn Rsup Haji Adam Malik, Medan Dari Juni 2012 Hingga Desember 2012

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

INFEKSI NOSOKOMIAL
2.1 Definisi
Nosokomial berasal dari bahasa yunani, dari kata nosos yang artinya
penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomian berarti tempat untuk
merawat atau disebut sebagai rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial diartikan
sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit (Darmadi, 2008).
Infeksi nosokomial adalah adanya infeksi di rumah sakit dengan catatan
sewaktu masuk ke dalam rumah sakit tidak dalam masa inkubasi. Umumnya telah
tampak sewaktu pasien masih dirawat di rumah sakit, tapi sebagian (kira-kira 25%
dari infeksi luka operasi), gejala-gejala akan timbul setelah pasien pulang (mims
CA., et al)
Infeksi yang diperoleh di rumah sakit dan menjadi jelas setelah keluar dari
rumah sakit. Infeksi pada bayi baru lahir yang diakibatkan dari jalan lahir.
(Infectious Disease Epidemiology Section Office of Public Health Louisiana Dept
of Health & Hospitals).

2.2 Epidemiologi
Infeksi nosokomial merupakan suatu masalah yang nyata di seluruh dunia

dan terus meningkat (Alvarado, 2000). Contohnya, kejadian infeksi berkisar dari
terendah sebanyak 1% di beberapa Negara Eropa dan Amerika hingga 40% di
beberapa tempat Asia, Amerika Latin dan Sub sahara Afrika (Lynch, dkk 1997).
Pada 1987, suatu survei prevalensi meliputi 55 rumah sakit di 14 negara
berkembang pada empat wilayah WHO (Eropa, Mediterania timur, Asia
Tenggara, dan pasifik Barat) menemukan rata-rata 8.7% dari seluruh pasien
rumah sakit menderita infeksi nosokomial. Jadi pada setiap saat, terdapat 1.4 juta
pasien di seluruh dunia terkena komplikasi infeksi yang didapat di rumah sakit
(Tikhomirov, 1987). Pada survei ini frekuensi tertinggi dilaporkan dari rumah
sakit di wilayah Timur Tengah Mediterania dan Asia tenggara masing-masing

Universitas Sumatera Utara

11,8% dan 10% (Mayon-white dkk 1988). Angka kejadian ini belum
mencerminkan keadaan saat ini, karena pada waktu itu pandemik HIV/AIDS baru
saja mulai. Terlebih lagi, survei tidak mengikutkan negara di Afrika di mana
insidens infeksi nosokomial jauh lebih tinggi. Walaupun demikian, survei
memberikan beberapa pedoman tentang infeksi nosokomial apa yang sering
terjadi di negara berkembang. Infeksi tempat pembedahan, infeksi saluran kencing
dan infeksi saluran napas bawah (pneumonia) merupakan jenis utama yang

dilaporkan. Urutan ini berbeda dengan yang dilaporkan di AS, misalnya, infeksi
saluran kencing dan saluran pernapasan lebih umum, diikuti oleh infeksi tempat
pembedahan (Emori dan Gaynes 1993).
Penelitian WHO dan lain-lain, juga menemukan bahwa prevalensi infeksi
nosokomial yang tertinggi terjadi di Unit Gawat Darurat, perawatan bedah akut,
dan bangsal ortopedi. Tidak mengherankan apabila kejadian infeksi lebih tinggi di
antara pasien yang lebih rentan karena usia tua, dan beratnya penyakit yang
sedang diderita.

2.3 Etiologi
2.3.1 Agen Infeksi
Pasien akan terpapar berbagai macam mikroorganisme selama ia dirawat
di rumah sakit. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini
tidak selalu menimbulkan gejala klinis karena banyaknya faktor lain yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Kemungkinan terjadinya infeksi
tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat
antibiotika, tingkat virulensi,dan banyaknya materi infeksius (Ducel, G, 2002).
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat
menyebabkan infeksi nosokomial. Bakteri dan virus biasanya sering, jamur dalam
kategori kadang-kadang dan parasit pula jarang dalam menyebabkan infeksi

nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari
orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu
sendiri (self infection). Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih
disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui

Universitas Sumatera Utara

makanan dan udara dan benda atau bahan-bahan yang tidak steril. Penyakit yang
didapat dari rumah sakit saat ini kebanyakan disebabkan oleh mikroorganisme
yang umumnya selalu ada pada manusia yang sebelumnya tidak atau jarang
menyebabkan penyakit pada orang normal (Ducel, G, 2002).
Jenis mikroba penyebab Infeksi Nosokomial :
- Bakteri Gram negatif yang sering :
- Pseudomonas aeruginosa
- Acinetobacter baumanni
- Klebsiella pneumoniae ESBL
- Escherichia coli ESBL
- Enterobacter spp.
- Proteus spp.
- Serratia spp.

- Legionella pneumophila
- Bakteri Gram positif yang sering :
- Methicillin Resistant Staphylococcus
- Aureus (MRSA)
- Methicillin Resistant Staphylococcus Epidermidis (MRSE)
- Vancomycin Resistant Enterococcus (VRE)
- Virus : Hepatitis B, Hepatitis C, HIV
- Jamur : Candida spp. , Aspergillus spp.
- Parasit : Malaria
2.3.2 Respon dan toleransi tubuh pasien
Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh
pasien dalam hal ini adalah umur, status imunitas penderita, penyakit yang
diderita, obesitas dan malnutrisi, orang yang menggunakan obat-obatan
immunosupresan dan steroid serta tindakan invasif yang dilakukan pada tubuh
untuk melakukan diagnosa dan terapi (WHO).
Usia muda dan usia tua berhubungan dengan penurunan resistensi tubuh
terhadap infeksi kondisi ini lebih diperberat bila penderita menderita penyakit
kronis seperti tumor, anemia, leukemia, diabetes mellitus, gagal ginjal, SLE dan

Universitas Sumatera Utara


AIDS. Keadaan-keadaan ini akan meningkatkan toleransi tubuh terhadap infeksi
dari kuman yang semula bersifat opportunistik. Obat-obatan yang bersifat
immunosupresif dapat menurunkan pertahanan tubuh terhadap infeksi. Banyaknya
prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi,
intubasi

dan

tindakan

pembedahan

juga

meningkatkan

resiko

infeksi


(WHO).
2.3.3 Lingkungan
Tempat pelayanan kesehatan adalah lingkungan di mana orang yang
terinfeksi dan orang yang berisiko mendapat infeksi akan berkumpul. Pasien
dengan infeksi atau sebagai karier mikroorganisme patogen yang dimasukkan ke
dalam rumah sakit adalah sumber yang utama dalam menyebabkan infeksi pada
pasien lain dan petugas kesehatan. Orang yang ramai yang datang untuk
menerima rawatan di rumah sakit, pasien yang sering ditukar dari satu unit ke unit
yang lain, dan konsentrasi pasien yang sangat rentan terhadap infeksi dalam satu
area (misalnya bayi baru lahir, pasien luka bakar dan pasien dalam perawatan
intensif), semuanya berkontribusi pada pengembangan infeksi nosokomial
(WHO).
2.3.4 Resistensi bakteri
Penggunaan obat antimikroba secara meluas untuk terapi atau profilaksis
(termasuk obat topikal) adalah penentu utama bagi resistensi bakteri terhadap obat
antimikroba. Dalam beberapa kasus, obat antimikroba menjadi kurang efektif
karena resistensi bakteri. Antimikroba yang banyak digunakan menyebabkan
bakteri menjadi resisten terhadap obat ini dan akhirnya muncul dan menyebar di
tempat pelayanan kesehatan. Banyak bakteri seperti staphylococci dan

enterococci, saat ini telah menjadi resisten terhadap sebagian besar atau semua
antimikroba yang dulunya efektif (WHO).

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial
Faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya infeksi nosokomial yang
dikemukakan Darmadi (2008) adalah:

Universitas Sumatera Utara

I.

Faktor-faktor luar (extrinsic factor) yang berpengaruh dalam proses
terjadinya infeksi nosokomial seperti petugas pelayanan medis (dokter,
perawat, bidan, tenaga laboratorium, dan sebagainya), peralatan, dan dan
material medis (jarum, kateter, instrumen, respirator, kain/doek, kassa, dan
lain-lain), lingkungan seperti lingkungan internal seperti ruangan /bangsal
perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah, sedangkan lingkungan
eksternal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan
sampah/pengelolahan


limbah,

makanan/minuman

(hidangan

yang

disajikan setiap saat kepada penderita, penderita lain (keberadaan
penderita lain dalam satu kamar/ruangan/bangsal perawatan dapat
merupakan

sumber

penularan),

pengunjung/keluarga

(keberadaan


tamu/keluarga dapat merupakan sumber penularan).

Petugas(dokter,perawat
dan lain-lain)
Peralatan medis

Penderita lain

penderita dalam
perawatan

Bangsal/lingkungan

Makanan dan
minuman
Pengunjung atau
keluarga

Gambar 2.1 Faktor-faktor luar (extrinsic factors) yang berpengaruh dalam
proses terjadinya infeksi nosokomial


Universitas Sumatera Utara

II.

Faktor-faktor yang ada dalam diri penderita (instrinsic factors) seperti
umur, jenis kelamin, kondisi umum penderita, risiko terapi, atau adanya
penyakit lain yang menyertai (multipatologi) beserta komplikasinya.

III.

Faktor keperawatan seperti lamanya hari perawatan (length of stay),
menurunnya standar pelayanan perawatan, serta padatnya penderita dalam
satu ruangan.

IV.

Faktor mikroba seperti tingkat kemampuan invasi serta tingkat
kemampuan merusak jaringan, lamanya paparan (length of exposure)
antara sumber penularan (reservoir) dengan penderita.


2.5 Penilaian yang digunakan untuk Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital Acquired Infection”
apabila memenuhi batasan atau kriteria sebagai berikut: (Darmadi, 2008)
I.

Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tandatanda klinik dari infeksi tersebut.

II.

Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi
tersebut.

III.

Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 × 24 jam
sejak mulai dirawat.

IV.

Infeksi

tersebut

bukan

merupakan

sisa

(residual)

dari

infeksi

sebelumnya.(Hasbullah T, 1992)
V.

Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan
terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit
yang sama pada waktu yang lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai
infeksi nosokomial.
Dari batasan infeksi nosokomial tersebut di atas, ada catatan khusus yang

perlu diketahui:
1. Penderita sedang dalam proses asuhan keperawatan di rumah sakit dan
kemudian menderita keracunan makanan dengan penyebab bukan produk
bakteri, tidak termasuk infeksi nosokomial.

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk penderita yang telah keluar dari rumah sakit dan kemudian timbul
tanda-tanda infeksi dapat digolongkan sebagai infeksi nosokomial apabila
infeksi tersebut dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
3. Infeksi

yang

terjadi

pada

petugas

kesehatan

medis

serta

keluarga/pengunjung, tidak termasuk infeksi nosokomial.

2.6 Cara penularan Infeksi Nosokomial
Menurut Depkes RI (1995) macam-macam penularan infeksi nosokomial
bisa berupa :
1) Infeksi silang (Cross Infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman
yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung
atau tidak langsung.
2) Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection), yaitu infeksi yang disebabkan
oleh kuman dari penderita itu sendiri berpindah tempat dari satu jaringan
kejaringan lain.
3) Infeksi lingkungan (Environmental infection), yaitu infeksi yang disebabkan
oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang
berada di lingkungan rumah sakit, misalnya lingkungan yang lembab dan
lain-lain.

2.7 Dampak infeksi nosokomial
Infeksi nososkomial menambahkan ketidakberdayaan fungsional, tekanan
emosional, dan kadang-kadang pada beberapa kasus akan menyebabkan kondisi
kecacatan sehingga menurunkan kualitas hidup. Sebagai tambahan,
nosokomial

sekarang

juga

merupakan

salah

satu

penyebab

infeksi
kematian

(Ponce-de-Leon 1991). Dampak infeksi nosokomial jelas di Negara miskin,
terutama yang dilanda HIV/AIDS, karena temuan terakhir membuktikan bahwa
pelayanan medis yang tidak aman merupakan factor penting dalam transmisi HIV
(Gisselquist dkk 2002).
Selama 10-20 tahun terakhir banyak kemajuan dalam mengatasi masalah
mendasar yang menjadi penyebab meningkatnya kejadian infeksi nosokomial.

Universitas Sumatera Utara

Infeksi nosokomial meningkatkan biaya pelayanan kesehatan di negara-negara
yang kurang mampu karena meningkatnya:
Lama rawat inap di rumah sakit,
i.

Terapi dengan obat-obat mahal (seperti obat retroviral untuk HIV/AIDS,
dan antibiotik)

ii.

Penggunaan pelayanan lain (seperti pemeriksaan laboratorium, rontsen,
transfusi)
Konsekuensinya, di negara dengan sumber daya rendah, upaya

pencegahan infeksi nosokomial harus dianggap jauh lebih penting jika, upaya
untuk memperbaiki pelayanan kesehatan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan
lainnya akan dilakukan (Panduan pencegahan Infeksi Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dengan Sumber Daya terbatas).

2.8 Pencegahan
Pencegahan infeksi nosokomial yang dikemukakan oleh WHO (2002)
menyatakan bahwa infeksi nosokomial membutuhkan keterpaduan, pemantauan,
dan program dari semua tenaga kesehatan profesional yang meliputi: dokter,
perawat, terapis, apoteker, dan lain-lain. Pencegahan infeksi nosokomial yang
menjadi kunci utama yaitu:
a. membatasi transmisi organisme antara pasien dalam melakukan perawatan
pasien secara langsung melalui cuci tangan, menggunakan sarung tangan,
teknik aseptik yang tepat, strategi isolasi, sterilisasi dan teknik desinfektan.
b. mengendalikan lingkungan yang berisiko untuk infeksi.
c. melindungi pasien dengan penggunaan profilaksis antimikroba yang tepat,
nutrisi, dan vaksinasi.
d. membatasi risiko terjadinya infeksi endogenous dengan meminimalkan
prosedur invasif, dan mempromosikan penggunaan antimikroba yang optimal.
e. surveilans infeksi, mengidentifikassi dan mengendalikan wabah.
f.

pencegahan infeksi pada tenaga kesehatan.

g. Pencegahan dapat juga dilakukan secara source isolation dan protective
isolation.

Universitas Sumatera Utara

h. meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan secara terus menerus dengan
memberikan pendidikan.

2.9 Sejarah infeksi nosokomial pada pasien obstetri
Menjelang paruh kedua abad XIX Ignaz Philip Semmelwis, seorang dokter
ahli kebidanan di Wina Austria, telah mengamati 30% dari para ibu yang
melahirkan di rumah sakit menderita demam setelah melahirkan dengan angka
kematian sebesar 12,24%. Mereka yang melahirkan di rumah sendiri tidak
terserang demam demikian.
Semmelwis melihat pula bahwa para dokter muda yang memeriksa para
ibu tersebut di rumah sakit umumnya tidak mencuci tangannya sebelum
melakukan pemeriksaan. Ketika kemudian salah seorang dokter itu meninggal
karena demam setelah tangannya terluka karena terkena pisau bedah, Semmelwis
menyimpulkan bahwa demam pada para ibu yang melahirkan itu akibat sepsis
(terkena hama) dan dapat menular.
Kemudian ia mewajibkan para dokter yang akan memeriksa pasien agar
terlebih dahulu mencuci tangan mereka dengan cairan kaporit. Dengan cara ini
angka kematian para ibu dapat diturunkan sampai 1,27%.
Tetapi, Semmelwis tidak mendapat atas penemuannya itu, bahkan banyak
ditentang oleh para dokter di zamannya. Akhirnya, ia meninggal di rumah sakit
jiwa di Wina pada thaun 1865 (Managemen Berbasis Lingkungan, 2006).

2.10 Definisi Infeksi nosokomial pada pasien obstetri
Infeksi yang tidak ada dan juga tidak dalam masa inkubasi pada saat
pasien masuk ke dalam rumah sakit. Kebanyakan infeksi saluran kencing dan
endometritis adalah nosokomial sekalipun organisme penyebabnya dari dalam
yaitu ada dalam saluran genital bawah maternal sebelum persalinan. (Panduan
pencegahan Infeksi Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya terbatas)

Universitas Sumatera Utara

2.11 Teori infeksi nosokomial pada persalinan pervaginam dan seksio sesarea
Setiap tindakan medis obstetri baik fisiologis (normal) maupun patologis
(abnormal) akan mengundang resiko adanya invasi mikroba pathogen yang akan
menimbulkan penyakit infeksi bagi ibu dan janinnya (Darmadi, 2008)
Persalinan pervaginam berhubungan dengan sejumlah faktor yang
meningkatkan resiko perempuan terhadap endometriosis dan infeksi saluran
kencing termasuk:
a. Ketuban pecah lama (>24 jam)
b. Trauma jalan lahir (laserasi vaginal atau perineal dan robekan uretral)
c. Pengeluaran plasenta secara manual karena tertinggalnya sisa-sisa plasenta
d. Episiotomi
e. Persalinan forceps tengah (Hemsell 1991; Newton, Prihoda dan Gibbs
1990)
Seksio sesarea merupakan faktor paling penting yang memberi sumbangan
pada frekuensi dan keparahan endometritis pascapersalinan (Gibbs 1980).

Infeksi di
tempat
sayatan
bedah
19%

Organ/
rongga
sayatan
bedah
55%

Infeksi
saluran
kencing
12%

Pneumonia

3%

Infeksi
aliran
darah
primer
2%

Lainnya

9%

Tabel 2.1 Distribusi infeksi nosokomial pada pasien seksio sesarea
Diadaptasi dari: Horan dkk. 1993.

Infeksi sayatan bedah organ/ruangan seperti endometritis lebih dari
separuhnya dan yang paling serius dan mahal adalah infeksi luka (hampir 20%).
Umpamanya, pasien dengan luka biasanya menghabiskan 7 hari lebih lama di
rumah sakit daripada mereka yang tidak terkena infeksi dan 4 hari lebih lama dari
pasien dengan endometritis. Infeksi luka terutama akibat kontaminasi langsung
dari area sayatan dengan organisme pada rongga uterus pada saat pembedahan.
(Panduan pencegahan Infeksi Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya
terbatas).

Universitas Sumatera Utara

Faktor predisposisi untuk infeksi luka adalah perempuan yang:
I.

Mempunyai vaginosis bacterial (Gardenella vaginalis) yang diperoleh dari
endometrium

II.

Diseksio sesarea sewaktu kala dua persalinan

III.

Didiagnosis infeksi selaput ketuban (korioamniotis) sebelum kelahiran
(Mead 1993)
Infeksi obstretik lainnya jarang, berkisar kurang 1% sampai dengan 15%.

Urutan frekuensi yang menurun, termasuk infeksi saluran kencing nosokomial
(kira-kira 12%) yang kebanyakan terjadi pada perempuan yang mengalami seksio
sesarea,infeksi episiotomi (

Dokumen yang terkait

Prevalensi Endometriosis Di RSUP Haji Adam Malik Periode 2011-2013

2 61 55

Karakteristik Pasien Kondiloma Akuminata Di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode 1 Januari 2008 - 31 Desember 2011

1 61 53

Profil Intervensi Koroner Perkutan pada Unit Kateterisasi RSUP Haji Adam Malik periode 2009-2010

0 37 60

Angka Prevalensi Infeksi Nosokomial Pada Pasien Luka Operasi Pasca Bedah Di Bagian Bedah Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik, Medan Dari Bulan April Sampai September 2010

17 95 46

Prevalensi Spesies Bakteri Yang Menonjol Bagi Kasus Infeksi Nosokomial Pada Pasien Pasca Persalinan Di Departemen Obgyn Rsup Haji Adam Malik, Medan Dari Juni 2012 Hingga Desember 2012

0 10 46

Prevalensi Spesies Bakteri Yang Menonjol Bagi Kasus Infeksi Nosokomial Pada Pasien Pasca Persalinan Di Departemen Obgyn Rsup Haji Adam Malik, Medan Dari Juni 2012 Hingga Desember 2012

0 0 10

Prevalensi Spesies Bakteri Yang Menonjol Bagi Kasus Infeksi Nosokomial Pada Pasien Pasca Persalinan Di Departemen Obgyn Rsup Haji Adam Malik, Medan Dari Juni 2012 Hingga Desember 2012

0 0 2

Prevalensi Spesies Bakteri Yang Menonjol Bagi Kasus Infeksi Nosokomial Pada Pasien Pasca Persalinan Di Departemen Obgyn Rsup Haji Adam Malik, Medan Dari Juni 2012 Hingga Desember 2012

0 0 3

Prevalensi Spesies Bakteri Yang Menonjol Bagi Kasus Infeksi Nosokomial Pada Pasien Pasca Persalinan Di Departemen Obgyn Rsup Haji Adam Malik, Medan Dari Juni 2012 Hingga Desember 2012

0 0 2

Prevalensi Spesies Bakteri Yang Menonjol Bagi Kasus Infeksi Nosokomial Pada Pasien Pasca Persalinan Di Departemen Obgyn Rsup Haji Adam Malik, Medan Dari Juni 2012 Hingga Desember 2012

0 0 7