Menuju Keadilan Gender Perempuan dalam B

DEMOCRACY, GENDER, AND HUMAN RIGHTS

MENUJU KEADILAN GENDER
PEREMPUAN DALAM BUDAYA PATRIARKI DI INDONESIA

Disusun Oleh :
Ira Rambu Teba Hika
2012160953
IR 16-2C

2015

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Istilah emansipasi bukanlah hal yang baru di telinga masyarakat. Meskipun
istilah tersebut sudah tidak lagi asing, namun bukan berarti pengimplementasian dari
kalimat emansipasi telah berjalan dengan baik dalam lingkungan masyarakat terutama
di Indonesia, yang mayoritas menganut system budaya Patriarki. Setiap manusia

diahirkan dengan hak yang sama, baik laki – laki maupun perempuan, maka dari itu
seharusnya mereka memiliki akses yang sama baik dalam memperoleh pekerjaan,
pendidikan, mengambil keputusan, bergabung dalam politik dan sebagainya. Namun
sangat disayangkan, kenyataan yang ada ternyata malah pembangunan masyarakat
berbasis keadilan gender masih jauh dari kata adil itu sendiri. Meskipun dalam proses
pembangunan perempuan dapat berpartisipasi secara aktif, tetapi dalam prateknya
masih banyak hambatan yang dijumpai.
Ketimpangan gender akibat dari masih kentalnya pandangan dalam budaya
masyarakat kita terhadap laki-laki dan perempuan. Hakikat keadilan dan kesetaraan
gender memang tidak bisa dilepaskan dari konteks yang selama ini dipahami oleh
masyarakat tentang peranan kedudukan laki-laki dan perempuan di dalam realitas sosial
mereka. Masyarakat belum memahami bahwa gender adalah suatu konstruksi/bangunan
budaya tentang peran, fungsi, dan tanggung jawab sosial antara laki-laki dan
perempuan

Pada tatanan kehidupan sosial, konsep patriarki sebagai landasan ideologis,
pola hubungan gender dalam masyarakat secara sistematik dalam praktiknya dengan
pranata- pranata sosial lainnya. Faktor budaya merupakan salah satu penyebab
dari adanya kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan. Hal ini dikarenakan terlalu
diprioritaskannya laki- laki (maskulin).


1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah keadilan gender di Indonesia sudah berjalan dengan baik?
2. Apa saja bentuk ketidakadilan gender yang ada di Indonesia?
1.3 MANFAAT PENELITIAN
Dengan penulisan makalah ini, penulis berharap agar pembaca dapat mengerti
dan memahami ketidakadilan gender yang masih ada di Indonesia serta mengetahui
seperti apa saja contoh kasus dari ketidakadilan gender yang ada di Indonesia.
1.4 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab adanya ketidakadilan gender
di Indonesia
2. Untuk mengetahui peran perempuan di Indonesia
3. Untuk mengetahui seberapa besar diskriminasi gender yang ada di Indonesia

BAB II

zz


2.1 LANDASAN TEORI
A. Patriarki

Patriarki adalah tatanan kekeluargaan yang sangat mementingkan garis turunan
bapak1. Secara etimologi, patriarki berkaitan dengan system sosial dimana ayah
menguasai seluruh anggota keluarganya, harta miliknya, serta sumber-sumber ekonomi.
Ia juga membuat semua keputusan penting bagi keluarga. Dalam sistem sosial, budaya
dan juga keagamaan, patriarki muncul sebagai bentuk kepercayaan atau ideologi bahwa
laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan.
Patriarki

juga

dapat

dijelaskan

dimana


keadaan

masyarakat

yang

menempatkan kedudukan dan posisi laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan dalam
segala aspek kehidupan sosial, budaya dan ekonomi2.
Di negara-negara barat, Eropa barat termasuk Indonesia, budaya dan ideologi
patriarki masih sangat kental mewarnai berbagai aspek kehidupan dan struktur
masyarakat. Bila dilihat secara garis besar, mayoritas penduduk Indonesia adalah
masyarakat yang patrilineal yang dalam hal ini posisi ayah atau bapak (laki-laki) lebih
dominan dibandingkan dengan posisi ibu (perempuan).
Perbedaan gender

sebetulnya tidak

menjadi masalah selama tidak

melahirkan ketidakadilan gender. Namun ternyata perbedaan gender baik melalui

mitos-mitos, sosialisai, kultur, dan kebijakan pemerintah telah melahirkan hukum
yang tidak adil bagi perempuan.
yang

berkaitan

Pada

masyarakat

patriarki,

nilai-nilai

kultur

dengan seksualitas perempuan mencerminkan ketidaksetaraan

gender menempatkan perempuan pada posisi yang tidak adil.
B. Feminism


Teori feminis ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu feminisme radikal, feminisme
marxis sosialis, dan feminisme radikal. Pertama feminisne radikal, tokoh aliran ini
adalah Margaret Fuller (1810-1850), Harriet Martineau (1802), Anglina Grimke
(1792-187), dan Susan Antoni (1820-1906). Dasar pemikiran kelompok in adalah
semua manusia laki-laki dan perempuan diciptaan seimbang serasi dan mestinya tidak
terjadi penindasan antara satu dengan yang lainnya. Feminisme liberal diinspirasi oleh
1 Kamus Besar Bahasa Indonesia .2001. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jakarta : Balai Pustaka hlm 654.
2 Retno, Wulandari.2010.Budaya Hukum Patriarki v. Feminis. Jurnal Hukum Dosen Tetap
pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti.

zz

prinsip-prinsip penserahan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki
kekhususan-kekhususan. Secara ontology keduanya sama, hak laki-laki sendirinya juga
menjadi hak perempuan. Tetapi kelompok ini tetap menolak persamaan secara
menyeluruh antara laki-laki dan perempuan, terutama yang yangt berhubungan dengan
reproduksi3.
Kedua teori feminisme Marxis Sosialis, aliran ini mulai berkembang di Jerman

dan Rusia dengan menampilkan beberapa tokohnya seperti Clara Zetkin (1857-1933)
dan Rosa Luxemburg (1871-1919). Aliran ini berupaya menghilangkan struktur kelas
dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin dengan melontarkan isu bahwa
ketimpangan peran antara kedua jenis kelamin itu sesungguhnya lebih disebabkan oleh
faktor budaya alam. Aliran ini menolak anggapan tradisional dan para teolog bahwa
status perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena faktor biologis dan latar
belakang sejarah.
Ketiga aliran feminisme Radikal, menurut kelompok ini perempuan tidak harus
tergantung kepada laki-laki, bukan saja dalam hal pemenuhan kepuasan kebendaan
tetapi juga pemenuhan kebutuhan seksual. Perempuan dapat merasakan kehangatan,
kemesraan, dan kepuasan seksual kepada sesama perempuan.
C. Gender
Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis. Jenis kelamin biologis
merupakan pemberian; kita dilahirkan sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan. Tetapi
jalan yang menjadikan kita maskulin atau feminin adalah gabungan blok-blok bangunan
biologis dasar dan interpretasi biologis oleh kultur kita. Setiap masyarakat memiliki berbagai
naskah (scripts) untuk diikuti oleh anggotanya seperti mereka belajar memainkan peran
feminine atau maskulin, sebagaimana halnya setiap masyarakat memiliki bahasanya sendiri.
Sejak kita sebagai bayi mungil hingga mencapai usia tua, kita mempelajari dan mempraktikkan
cara-cara khusus yang telah ditentukan oleh masyarakat bagi kita untuk menjadi laki-laki dan

perempuan. Gender adalah seperangkat peran yang menyampaikan kepada orang

lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin4.

2.2

STUDI KASUS KETIDAKADILAN GENDER (PEREMPUAN) DI INDONESIA

3 Hillary, M.Lips. 1993. Sex and Gender : An Introduction. London : Mayfield Publishing
Company.
4 Mosse, Julia Cleves. 2007. Gender and Developmment. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

zz

Ketimpangan gender yang terjadi diakibatkan karena masih kentalnya
pandangan dalam masyarakat kita, bahwa anak laki-laki dan perempuan memiliki nilai
yang berbeda. Memiliki anak laki-laki dianggap lebih penting dan bernilai daripada
anak perempuan. Anak laki-laki kelak diharapkan menjadi pemimpian bagi keluarga,
tidak saja dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam semua lini5. Akibatnya prioritas dana
keluarga akan selalu untuk pendidikan anak laki-laki daripada anak perempuan. Karena

semakin tinggi tingkat pendidikan anak laki-laki, maka akan semakin tinggi pula nilai
dan kedudukannya dalam masyarakat.
Dalam ranah kebudayaan, perempuan telah dipersepsi sebagai manusia
domestik, yang ruang geraknya sangat terbatas. Tidak heran jika insiden kemiskinan
dan buta huruf lebih banyak menimpa perempuan. Berikut merupakan contoh-contoh
ketertinggalan perempuan terhadap laki-laki:
a.

Tingkat pendidikan perempuan dibandingkan laki-laki masih rendah. Data
Susenas Tahun 2003 menunjukkan bahwa penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas
yang tidak/belum sekolah jumlahnya 2 kali lipat penduduk laki-laki (11,56 %
berbanding 5,43 %). Penduduk perempuan yang buta aksara sekitar 5,48 %. Rata- rata
lamanya sekolah pada perempuan adalah 6,5 tahun, sedangkan laki-laki adalah
7,6 tahun.

b.

Angka kematian ibu hamil/melahirkan (AKI) masih tinggi, yaitu 307 per 100.000
kelahiran hidup. Prevalensi anemia pada ibu hamil masih lebih dari 50 %.


c. Keterwakilan perempuan di DPR masih rendah. Hanya 17,32% untuk periode 20142019
d.

Partisipasi perempuan dalam jabatan publik juga masih rendah. Dapat dilihat dari
rendahnya persentase perempuan PNS yang menjabat sebagai eselon I, II, dan III.

e.

Masih banyak peraturan/perundangan serta pelaksanaannya yang bias gender dan
diskriminatif terhadap perempuan.

f. Masih kuatnya budaya patriarkhi sebagian besar masyarakat, sehingga masyarakat
belum berpartisipasi secara maksimal dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan.
5Jurnal Perempuan, No. 44 Tahun 2005. Pendidikan Alternatif untuk Perempuan.

zz

g.

Tingkat kemiskinan penduduk yang tinggi, sebagian besar adalah perempuan,

termasuk perempuan kepala keluarga, janda, dan lanjut usia6.
Ketidakadilan gender ini bayak terjadi dalam berbagai bentuk. Menurut
Mansour Faqih, ada lima bentuk yang mengakibatkan ketidakadilan gender yang
ditimbulkan oleh perbedaan jenis kelami antara lak-laki dan perempuan yaitu:

a. Subordinasi atau penomorduaan dalam kehidupan politik. Bentuk ketidakadilan ini
antara lain berupa penempatan perempuan hanya pada posisi yang kurang penting,
posisi yang tidak punya wewenang untuk mempengaruhi
keputusan

proses

pembentukan

bahkan keputusan-keputusan yang mempengaruhi masa depannya seperti

kebijakan kependudukan dan reproduksi, hak kerja dan lain-lain.
b. Marginalisasi atau pemiskinan perempuan dalam kehidupan ekonomi.
c. Stereotype atau pelabelan negative dalam kehidupan budaya. Stereotype dalam
kaitannya dengan gender adalah pelabelan negatif terhadap jenis kelamin tertentu,
umumnya perempuan.
d. Kekerasan (violence) terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan, yang
disebabkan perbedaan gender. Kekerasan mulai dari kekerasan fisik (pemerkosaan,
maupun pembunuhan) sampai pada kekerasaan yang lebih halus (pelecehan seksual
dan penciptaan ketergantungan).
e. Karena peran perempuan adalah mengelola rumah tangga, maka perempuan banyak
menanggung beban domestic yang lebih banyak dan
Perempuan

bertugas

menjaga

dan memelihara

lama
kerapian

(double
dan

burden).

pemeliharaan

dalam rumah tangga. 7

6 Jurnal FONDASIA 2008. Diakses pada 5 juli 2015.
7 Faqih, Mansour.2006. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar

zz

2.3

MENUJU KEADILAN GENDER INDONESIA

Dalam masyarakat patriarki, hubungan pembagian kerja tidak menampakkan
pola keseimbangan. Dalam pekerjaan, lakii-laki lebih dihargai dibandingkan pekerjaan
perempuan. Pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan sangat sedikit mendapatkan
penghargaan. Hal ini diakibatkan oleh konstruksi sosial berdasarkan tubuh perempuan
dan laki-laki.8
Pembagian yang tidak seimbang ini banyak dirasakan oleh kaum perempuan
hingga melahirkan beban kerja. Dengan demikian, kondisi kaum perempuan banyak
diintimidasi oleh system patriarki, sedangkan laki-laki lebih banyak menguasai
lapangan pekerjaan disektor publik.
Keadilan gender sering dianggap erat kaitannya dengan permasalahan keadilan
sosial alam masyarakat, terutama keadilan yang berkisar antara laki-laki dan
perempuan.
Keadilan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk
memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan
berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan,
pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan

dalam menikmati

hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi
dan ketidakadilan structural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Keadilan
gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki.
Perlu ditumbuhkan kesadaran dan keadilan gender di masyarakat.
Pengembangan program peningkatan peran dan kedudukan perempuan perlu strategi,
yaitu mengembangkan model pendidikan yang berperspektif gender9.

8 Nurlian, Delauy.2010. Analisis Ketidakadilan Gender : Pembagian Kerjaa Petani Ladang.
Jurnal Universitas Sumatera Utara
9 Sumijati, As. 2001. Manusia dan Dinamika Budaya, dari Kekerasan sampai
Baratayuda.Yogyakarta : BPPF Fakultas Sastra UGM

zz

BAB III
KESIMPULAN

Konsep keadilan gender memang merupakan suatu konsep yang sangat rumit
dan kontroversial, yang sampai saat ini belum ada consensus mengenai apa uang
disebut keadilan dan kesetaraan antara pria dan wanita, ada yang mengatakan bahwa
kesetaraan ini adalah persamaan antara hak dan kewajiban, tetapi masih belum tentu
jelas juga, da nada pula yang mengartikannya dengan konsep mitra kesejajaran antara
pria dan wanita dan sering juga diartikan bahwa wanita mempunyai hak yang sama
dengan pria dalam

aktualisasi

diri,

namun

harus

sesuai

dengan

kodratnya

masing- masing.
Keadilan bukan hanya dengan memberikan perlakuan sama kepada setiap
individu yang mempunyai aspirasi dan kebutuhan berbeda, melainkan dengan
memberikan perhatian sama kepada setiap individu agar kebutuhannya yang spesifik,
dapat terpenuhi, konsep ini dapat disebut “kesetaraan konstektual” artinya: kesetaraan
adalah bukan kesamaan (sameness) yang sering menuntut persamaan matematis,
melainkan lebih kepada kesetaraan yang adil sesuai dengan konteks masingmasing individu.
Dari studi kasus yang telah penulis sampaikan sebelumnya, dapat kita tarik
kesimpulan bahwa ketidakadilan gender di Indonesia masih terasa hal tersebut bisa kita
lihat dari ketertinggalan perempuan terhadap laki-laki, adanya diskriminasi gender,
serta beberapa kekerasan dan undersertimate terhadap kaum perempuan. Hal ini tidak
dapat disalahkan sepenuhnya, karena kembali lagi, ini semua berawal dari budaya yang
telah menjadi kebiasaan dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia yang sebagian
besar dan sudah lama menganut system patriarki. Namun hal tersebut tidak menutup
kemungkinan bagi para kaum perempuan untuk terus berkarya dan berpartisipasi dalam
membangun Negara.

zz

Daftar Pustaka
Faqih, Mansour.2006. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Hillary, M.Lips. 1993. Sex and Gender : An Introduction. London : Mayfield
Publishing Company
Jurnal FONDASIA 2008. Diakses pada 5 juli 2015.
Jurnal Perempuan,
Perempuan.

No.

44

Tahun

2005.

Pendidikan

Kamus Besar Bahasa Indonesia . 2001. Departemen
Kebudayaan. Jakarta : Balai Pustaka hlm 654.

Alternatif
Pendidikan

untuk
dan

Mosse, Julia Cleves. 2007. Gender and Developmment. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Nurlian, Delauy.2010. Analisis Ketidakadilan Gender : Pembagian Kerjaa Petani
Ladang. Jurnal Universitas Sumatera Utara
Retno, Wulandari.2010.Budaya Hukum Patriarki v. Feminis. Jurnal Hukum
Dosen Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Trisakti.
Sumijati, As.2001. Manusia dan Dinamika Budaya, dari
sampai Baratayuda.Yogyakarta : BPPF Fakultas Sastra UGM

zz

Kekerasan