2. BAB II HAKEKAT BUKU TEKS

2. BAB II: HAKEKAT BUKU TEKS
A. Pengertian dan Definisi Buku Teks
Buku teks adalah buku pelajaran dalam bidang studi tertentu, yang merupakan buku standar,
yang disusun oleh para pakar dalam bidang itu buat maksud-maksud dan tujuan instruksional,
yang diperlengkapi dengan sarana pengajaran ynag serasi dan mudah dipahami oleh para
pemakainya di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sehingga dapat menunjang sesuatu
program pengajaran.
B. Fungsi Buku Teks
Buku–buku teks merupakan sarana penting dan ampuh bagi penyediaan dan pemenuhan
pengalaman tak langsung dalam jumlah yang besar dan terorganisasi rapi. Buku teks
mempunyai beberapa fungsi yaitu buku teks mencerminkan suatu sudut pandangan,
menyediakan suatu sumber yang teratur rapi dan bertahap, menyajikan pokok masalah yang
kaya dan serasi, menyediakan aneka metode dan sarana pengajaran, menyajikan fiksasi awal
bagi tugas dan latihan, serta menyajikan sumber bahan evaluasi dan remedial.
Keuntungan-keuntungan buku teks antara lain:
a) Kesempatan mempelajarinya sesuai dengan kecepatan masing-masing
b) Kesempatan untuk mengulangi atau meninjaunya kembali
c) Kemungkinan mengadakan pemeriksaan atau pencekam terhadap ingatan.
d) Kemudahan untuk membuat catatan-catatan bagi pemakaiannya selanjutnya
e) Kesempatan khusus yang dapat ditampilkan oleh sarana-sarana visual dalam menunjang
upaya belajar dari sebuah buku.

C. Kualitas Buku Teks
Buku teks yang baik adalah buku teks yang relevan dan menunjang pelaksanaan kurikulum.
Kualitas buku teks dapat dilihat dari sudut pandangan (point of view), kejelasan konsep,
relevan dengan kurikulum, menarik minat siswa, menumbuhkan motivasi, menstimulasi
aktivitas siswa, ilustratif, buku teks harus dimengerti oleh siswa, menunjang mata pelajaran
lain, menghargai perbedaan individu, serta memantapkan nilai-nilai.
Butir-butir yang harus dipenuhi oleh suatu buku teks yang tergolong dalam kategori
berkualitas tinggi ialah:
a)Buku teks harus menarik minat anak-anak, yaitu para siswa yang mempergunakannya.
b) Buku teks harus mampu memberi motivasi kepada para siswa yang memakainya.
c)Buku teks harus memuat ilustrasi yang menarik hati para siswa yang memanfaatkannya.

d) Buku teks seyogyanya mempertimbangkan aspek-aspek linguistik sehingga sesuai dengan
kemampuan para siswa yang memakainya.
e)Buku teks isinya harus berhubungan erat dengan pelajaran-pelajaran lainnya, lebih baik lagi
kalau dapat menunjangnya dengan rencana, sehingga semuanya merupakan suatu kebulatan
yang utuh dan terpadu.
f) Buku teks harus dapat menstimulasi, merangsang aktivitas-aktivitas pribadi para siswa
yang mempergunakannya.
g) Buku teks harus dengan sadar dan tegas menghindari konsep-konsep yang samar-samar

dan tidak biasa, agar tidak sempat membingungkan para siswa yang memakainya.
h) Buku teks harus mempunyai sudut pandangan atau point of view yang jelas dan tegas
sehingga juga pada akhirnya menjadi sudut pandangan para pemakainya yang setia.
i) Buku teks harus mampu memberi pemantapan, penekanan pada nilai-nilai anak dan orang
dewasa.
j) Buku teks harus dapat menghargai perbedaan-perbedaan pribadi para siswa pemakainya.
D. Keterbatasan Buku Teks
Greene dan Petty mengidentifikasikan keterbatasan-keterbatasan buku teks yaitu sebagai
berikut:
a) Buku teks itu sendiri tidaklah mengajar (walaupun beberapa kegiatan belajar dapat dicapai
dengan membacanya), tetapi merupakan suatu sarana pengajaran.
b) Isi yang disajikan sebagai perangkat-perangkat kegiatan belajar dipadu secara artifisial
atau secara buatan saja bagi setiap kelas tertentu.
c) Latihan-latihan dan tugas-tugas praktis agaknya kurang adekuat atau kurang memadai
karena keterbatasan-keterbatasan dalam ukuran buku teks dan dikarenakan begitu banyaknya
praktek-praktek, latihan yang perlu dilaksanakan secara perbuatan.
d) Sarana-sarana pengajaran juga sangat sedikit dan singkat karena keterbatasan-keterbatasan
ruang, tempat, atau wadah yang tersedia di dalamnya.
e) Pertolongan-pertolongan atau bantuan-bantuan yang berkaitan dengan evaluasi hanyalah
bersifat sugestif dan tidaklah mengevalusi keseluruhan ataupun keparipurnaan yang

diinginkan.
E. Jenis-Jenis Buku Teks
Empat dasar atau patokan yang digunakan dalam mengklasifikasikan buku teks yaitu:
a) Berdasarkan mata pelajaran atau bidang studi (terdapat di SD, SMTP, SMTA).
b) Berdasarkan mata kuliah bidang yang bersangkutan (terdapat di perguruan tinggi).

c) Berdasarkan penulisan buku teks (mungkin di setiap jenjang pendidikan).
d) Berdasarkan jumlah penulis buku.
3. BAB III: BUKU KERJA
A. Pengertian dan Prinsip-Prinsip Buku Kerja
“Buku teks adalah buku baku dalam bidang studi tertentu yang terdiri atas dua tipe, yaitu
buku utama dan buku suplemen” (Lange, 1940). Beberapa pengertian pokok yang terkandung
dalam buku kerja dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1) Semacam buku pedoman bagi pengoperasian instruks-instruksi atau pelajaran-pelajaran.
2) Sejenis buku yang dirancang untuk membimbing para siswa dengan pencantuman
beberapa bahan pengajaran atau materi intruksional dan biasanya memuat serta menyajikan
pertanyaan-pertanyaan, tugas serta pelatihan.
3) Sejenis buku yang berisikan rekaman yang bermaksud melestarikan tugas atau kerja yang
telah diselesaikan dan direncanakan.
Buku kerja berfungsi pembimbing siswa dalam melaksanakan tugas-tugas, pertanyaan dan

pelatihan. Kesimpulan bahwa buku kerja adalah buku pelatihan yang berfungsi sebagai alat
untuk mengetahui apakah siswa sudah mengetahui, memahami, dan menguasai bahan
pelajaranyang disajikan dalam buku teks atau belum. Buku kerja adalah pasangan, pembantu,
pelengakap, atau suplemen buku pokok atau buku utama. Fungsi buku kerja pada hakikatnya
merupakan pedoman, pengarah, pembimbing siswa dalam melaksanakan tugas yang telah
diprogramkan berdasarakan buku utama. Buku kerja pada dasarnya berupa buku tugas bagi
siswa.
Gray telah mengidentifikasikan prinsip-prinsip penyusunan buku kerja, prinsip yang
terpenting ialah:
1) Sang penulis haruslahmembuat setiap pelatihan
2) Sang penulis seyogianya menyediakan tipe-tipe pelatihan yang beraneka ragam
3) Sang penulis janganlah membiarakan bahan itu menjadi tujuan akhir
4) Sang penulis haruslah berupaya sedemikian rupa agar bahasa yang disajikan merupakan
dasar bagi pengajaran tambahan
5) Sang penulis haruslah berupaya sedapat mungkin agar para siswa pemakai buku kerja
tersebut harus mudah memahami serta menguasai.
Dari prinsip-prinsip daiatas Kita dapat mengambil beberapa kesimpulan. Dan kesimpulankesimpulan itu adalah:
1. Mengenai latihan

Pelatihan haruslah berguna, bermanfaat serta sesuai pula dengan kebutuhan siswa dalam

setiap jenjang pendidikan atau kelas. Pelatihan harus juga sesuai dengan minat siswa yang
bervariasi agar lebih menarik, memikat, dan merangsang siswa.
2. Mengenai bahan
Bahan harus padu. Artinya, bahan dari buku teks atau bahan inti ditambah dengan bahan
pilihan guru, lalu dua-duanya diramu sehingga lebih lengkap, mutahir, dan relevan.
3. Mengenai pemahaman
Baik instruksi, tugas maupun pelatihan yang terkandung dalam buku teks harus dapat dan
mudah dipahami siswa.
Dasar umum penyusunan buku teks adalah kurikulum. Dari kurikulumlah, diturunkan
sejumlah butir dasar penulisan buku teks. Dan ini berlaku bagi setiap mata pelajaran. Dasar
umum ini dilengkapi dengan dasar khusus. Dasar khusus ini dijabarkan dari mata pelajaran
tertentu. Hanya berlaku bagi mata pelajaran yang relevan. Dasar-dasar penyusunan buku
kerja dijabarkan dari buku pokok sehingga secara taklangsung dasar-dasar penyusunan buku
kerja itu sebenarnya berasal dari kurikulum dan mata pelajaran yang bersangkutan. Jadi,
dasar-dasar penyusunan buku kerja seharusnya sesuai dengan tuntutan kurikulum dan
tuntutan mata pelajaran.
B. Keunggulan dan Kelemahan Buku Kerja
Keunggulan-keunggulan buku kerja yaitu bermanfaat, hemat waktu, memantapkan kebiasaan
kerja, memudahkan pengawasan, menyediakan tugas yang relevan, menyediakan bahan dan
pelatihan individual, menyediakan sarana penyesuaian bagi perbedaan individua,

menyediakan sarana pemeliharaan karya dan sarana umpan balik, diagnostic dan remedial,
menganekaragamakan kelengkapan pengajaran, menghemat waktu dan tenaga guru, dan
menghemat biaya.
Kelemahan-kelemahan buku kerja, aatara lain sadar atau tidak, buku kerja sebenarnya sudah
turut membatasi programedukasional pada kelas atau siswa yang memakainya, tidak jarang
buku kerja mengandung hal-hal yang tidak logis atau tidak masuk akal bila idpandang secara
edukasional, sadar atau tidak sadar, buku kerja telah turut menjadi penolong bagi guru yang
malas dan malangsehingga hal itu turut pula menempa mereka menjadi insane yang tidak
kreatif, buku kerja sering gagal menghasilkan kemajuan-kemajuan serta perbaikan-perbaikan
yang diharapkan dalam bahasa, seperti terlihat dari skor ujian bahasa, buku kerja sering gagal
menghasilkan kemampuan unggul untuk menulis kalimat lengkap dan juga wacana utuh,
buku kerja turut memperbanyak serta menambahkan hal-hal yang tidak perlu pada pernyataan
perlengkapan instruksional, dan buku kerja gagal memelihara scara memadai perbedaanperbedaan pribadi yang terdapat pada para siswa.
Buku kerja memang memudahkan guru dalam melaksanakan proses belajar-mengajar. Bahan
dan tugas-tugas bagi siswa yang sudah tersedia mungkin membuat para guru menjadi malas
dan kurang kreatif. Dalam pengajaran bahasa, buku kerja gagal atau sering tidak berhasil
dalam membina keterampilan bahasa. Demikianlah sekadar aneka kelemahan buku kerja.
Dengan menyadari kelemahan-kelemahan tersebut, para guru dapat menjaga diri agar tidak
terperosok ke dalamnya.


C. Penyeleksian
Buku teks meliputi dua buah yakni buku pokok dan buku kerja. Tugas buku kerja adalah
melengkapi bahan dan tempat berlatih para siswa terhadap bahan pelajaran yang sudah
disajikan dalam buku pokok. Greene dan Petty sudah menyusun atau mengidentifikasi
sejmlah pertanyaan yang membimbing guru kearah pemilihan buku, dalam hal ini khusus
buku kerja.
Mengenai bahan yang terkandung dalam buku kerja harus memenuhi beberapa criteria.
Criteria-kriteria itu antara lain bahan tersusun logis dan sistematis, bahan menyediakan
pelatihan yang bervariasi, bahan sesuai dengan kemampuan siswa. Dari segi metode, kita
lihat bahwa buku kerja haruslah memperkaya kegiatan kelas, berisi pelatihan yang bervariasi
dan memotivasi, mengarahan, instruksi jelas dan mudah dipahami.
Evaluasi yang termuat dalam buku kerja haruslah terbuka untuk dinilai dan diresensi,
mempunyai cara untuk menilai penguasaan bahan oleh siswa, dan merangsang penilaian
pribadi siswa. Yang berkaiatan dengan siswa, buku kerja dituntut untuk menarik, atraktif dan
menambahkan keyakinan ‘berhasil’ siswa. Kriteria penyeleksian buku kerja meliputi tujuan,
bahan, metode, evaluasi, dan siswa. Sebelum guru menggunakan buku kerja tersebut,
diadakan terlebih dahulu suatu penyeleksian buku kerja. Criteria yang digunakan meliputi
lima butir, seperti tujuan, bahan, metode, evaluasi, dan siswa.
Prinsip-prinsip penggunaan buku kerja berikut ini:
1) Sejak dini, buku kerja atau bahan pelatihan lain yang dipilihitu, harus dinilai secara teliti

berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
2) Setiap pelatihan, praktik, dan tes dalam buku kerja haruslah diperiksa secepat mungkin,
lebih baik lagi bila setiap siswa dapat memeriksa miliknya sendiri.
3) Penugasan suatu pelajaran atau tugas pelatihan yang dipilih secara cermat dari buku kerja
sama sekali tidaklah berarti menutup atau melepaskan tanggung jawab guru.
Buku kerja berisi tugas dan bahan pelengkap. Para guru harus memanfaatkan kedua hal ini
sebagai penyumbang kearah peningkatan kualitas belajar siswa melalui bahan disempurnakan
atau dilengkapakan bahan pengajaran. Dengan demikian, kita sudah mengetahui paling
sedikit ada sepuluh butir prinsip yang perlu diperhatikan sebelum menggunkan buku kerja.
4. BAB IV: PENYUSUNAN BUKU TEKS
A. Buku Teks dan Kurikulum
Buku teks brkaitan erat sekali dengan dengan kurikulum. Keeratan hubungan buku teks dan
kurikulum dapat diumpamakan, digambarkan, atau dibandingkan dengan hubungan antara
iakan dan air atau air dan tebing.
1. Kurikulum Mendahului Buku Teks

Pendapat yang umum diikuti dan dianggap paling logis-nalar adalah kurikulum mendahului
buku teks. Kurikulum ditetapkan atau diumumkan oleh pihak yang berwenang, para
pengarang menulis buku teks yang relevan dengan kurikulum.
2. Buku Teks Mendahului Kurikulum

Buku teks yang dianggap bermutu yang juga memang ditulis oleh para pakar di bidangnya
dijadikan dasar, landasan, dan pedoman penyusunan kurikulum.
3. Buku Teks dan Kurikulum Serentak Diumumkan
Pertama, kurikulum disusun lebih dahulu, lalu disusun buku teksnya. Kedua, mungkin pula
berdasarkan buku teks tertentu, lalu disusun kurikulum. Baik buku teks maupun kurikulum
serentak digunakan dan diumumkan.
4. Buku Teks dan Kurikulum Lahir Sendiri-sendiri
Buku teks disusun tersendiri, lalu diterbitkan mungkin mendahului atau sesudah adanya
kurikulum yang berlaku.
Menurut Brown, stevens ataupun Tarigan, ada lima butir yang tercakup dalam kurikulum
yang perlu diperhatikan, yakni tujuan, pendekatan, bobot, urutan, metodologi. Pada buku
pedoman kurikulum 1984, kita dapat membaca bahwa pendekatan kurikulum tersebut tidak
hanya berorientasi kepada tujuan, tetapi juga kepada keterampilan proses.
B. Dasar-Dasar Penyusunan Buku Teks
Patokan penyusunan buku teks yang dijabarkan dari kedua kegiatan belajar itu merupakan
patokan yang bersifat umum. Artinya, patokan itu dapat digunakan sebagai dasarpenyusunan
setiap buku teks. Disimpulkan bahwa dalam penyusunan buku teks digunakan dua patokan.
Patokan pertama bersifat umum yang berlaku bagi setiap buku teks. Patokan kedua bersifat
khusus yang berlaku bagi buku teks tertentu saja.
Patokan umum yang berlaku bagi setiap buku teks meliputi pendekatan: keterampilan proses

yang meliputi, mengamati, menginterpretasikan, mengaplikasikan konsep, tujuan: kognitif,
afektif, psikomotor, bahan pengajaran, program: kelas, semester, jam pelajaran, metode,
sarana dan sumber, penilaian, dan ahasa. Keterampilan proses untuk mata pelajaran bahasa
dan sastra Indonesia dijabarkan sebagai berikut: mengamati, menggolongkan, menafsirkan,
menerapkan, mengomunikasikan.

Shalom,
Buku teks pelajaran tidak dapat dipisahkan dari dunia akademis.
Sekolah
Dasar hingga perguruan tinggi, kita selalu membutuhkan buku ini
menolong
kita memahami mata pelajaran atau mata kuliah yang disampaikan.
seberapa
jauh kita mengenal definisi buku teks pelajaran? Dan, bagaimana
buku

Sejak
untuk
Namun,
kriteria


teks yang baik?
Pada edisi kali ini, e-Penulis mengajak Pembaca sekalian untuk mengenal
lebih
jauh mengenai buku teks sehingga kita dapat bersikap kritis terhadap buku
teks
yang kita gunakan. Jangan lupa, simak pula tulisan Dr. Dorodjatun Kuntjoro
tentang Bahasa Indonesia dan fungsinya dalam pembangunan bangsa. Kiranya
apa
yang kami sajikan ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Tetaplah
berkarya!
Pemimpin Redaksi e-Penulis,
Yudo
< yudo(at)in-christ.net >
< http://pelitaku.sabda.org >
ARTIKEL: BUKU TEKS PELAJARAN DAN PERANANNYA
Pendidikan, sebagai aktor utama yang memegang peran penting bagi kemajuan
bangsa, saat ini masih terus dalam tahap perbaikan dan peningkatan
kualitas.
Usaha-usaha perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan, khususnya pelajaran
bahasa Indonesia, secara sistematis telah dilakukan oleh pemerintah.
Perbaikanperbaikan tersebut dilakukan dalam berbagai hal seperti tenaga pendidik,
fasilitas sekolah, dan juga penataan perangkat pendukung pembelajaran
bahasa
Indonesia.
Perangkat pembelajaran bahasa Indonesia yang dianggap strategis dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan bahasa Indonesia adalah kurikulum. Kurikulum
yang
dikembangkan di Indonesia selalu mengalami kemajuan yang signifikan.
Kurikulum
1975 sebagai kurikulum penyempurna dari kurikulum sebelumnya, yaitu
kurikulum
1968, merupakan kurikulum yang sudah mengalami kemajuan. Kurikulum 1975 ini
merupakan awal dari terbentuknya pengajaran yang semula berorientasi pada
guru,
berubah menjadi lebih berorientasi pada siswa. Hal ini terbukti dalam
kurikulum
1975 yang dinamakan CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif). Kurikulum 1975 ini
kemudian
disempurnakan oleh kurikulum 1984, dan selanjutnya disempurnakan lagi oleh
kurikulum 1994 yang sudah diarahkan pada fungsi komunikasi. Kurikulum 2004,
yang
merupakan kurikulum penyempurna kurikulum sebelumnya, lebih mengaktifkan
siswa
dalam proses belajar mengajar. Kurikulum 2004 yang dikenal sebagai
Kurikulum
Berbasis Kompetensi (KBK) ini menyediakan banyak sekali pembaruan dalam
pembelajaran. Pembaruan pembelajaran yang dilakukan dalam kurikulum ini,
misalnya dengan menerapkan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and
Learning). Namun, Kurikulum 2004 itu ternyata hanya berlaku selama 2 tahun
saja.
Tahun 2006 dikeluarkan kembali kurikulum baru yang disebut Kurikulum
Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini merupakan usaha perbaikan yang
dilakukan

pemerintah dengan menetapkan satuan pendidikan untuk mengelola sendiri
pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dilaksanakan dengan asumsi bahwa
lembaga
satuan pendidikanlah yang mengetahui potensi siswa serta mengenal siswa dan
lingkungannya.
Selain dengan dikembangkannya kurikulum-kurikulum yang baru, usaha
perbaikan
mutu pengajaran bahasa Indonesia harus juga ditopang oleh buku pelajaran
yang
baik dan sesuai dengan kurikulum yang berlaku. Buku teks sebagai buku
penopang
dalam pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat penting,
yaitu
untuk menentukan baik buruknya hasil pembelajaran yang dilakukan. Jika
kualitas
buku teks yang digunakan oleh sekolah baik, besar kemungkinan kualitas
pengajaran bahasa Indonesia yang dilakukan juga akan baik. Namun, jika buku
teks
yang digunakan kurang baik atau bahkan buruk, pengajaran yang terjadi akan
sangat sulit mencapai hasil yang diharapkan.
Berkenaan dengan pentingnya faktor buku teks dalam pembelajaran bahasa
Indonesia
yang digunakan dalam pengajaran bahasa Indonesia, timbul pertanyaan apakah
buku
teks yang digunakan di sekolah-sekolah telah memenuhi standar mutu, baik
dilihat
dari tolok ukur kurikulum maupun teori-teori yang relevan. Untuk mengetahui
hal
tersebut, terlebih dahulu kita pahami tentang buku teks itu sendiri.
Pengertian Buku Teks
Pengertian buku teks telah banyak disampaikan oleh para pakar, yang di
antaranya
adalah menurut Hall-Quest (dalam Tarigan 1986:11). Menurutnya, buku teks
adalah
rekaman pikiran rasial yang disusun untuk maksud-maksud dan tujuan-tujuan
instruksional. Lange (dalam Tarigan 1986:11) menjelaskan bahwa buku teks
adalah
buku standar, buku setiap cabang khusus, dan buku studi. Buku teks dapat
terdiri
dari dua tipe, yaitu buku pokok/utama dan suplemen/tambahan. Lebih
terperinci
lagi, Bacon (dalam Tarigan 1986:11) mengemukakan bahwa buku teks adalah
buku
yang dirancang untuk penggunaan di kelas, disusun dengan cermat serta
dipersiapkan oleh para pakar atau para ahli dalam bidang tersebut, dan
diperlengkapi dengan sarana-sarana pengajaran yang sesuai dan serasi.
Buckingham (dalam Tarigan 1986:11) mengatakan bahwa buku teks adalah sarana
belajar yang biasa digunakan di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi
untuk
menunjang suatu program pengajaran dalam pengertian modern dan yang umum
dipahami. Buku pelajaran adalah buku yang dijadikan pegangan siswa pada
jenjang
tertentu sebagai media pembelajaran (instruksional), berkaitan dengan
bidang
studi tertentu (Depdiknas 2004:4).

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa buku teks
adalah buku pelajaran yang disusun oleh para ahli atau pakar dalam
bidangnya
untuk menunjang program pengajaran yang telah digariskan oleh pemerintah.
Fungsi Buku Teks
Penyusunan buku teks dalam upaya pengembangan pembelajaran di sekolah
tidaklah
disusun tanpa fungsi yang jelas. Fungsi dan peranan buku teks itu adalah:
(a)
Mencerminkan suatu sudut pandang yang tangguh dan modern mengenai
pengajaran,
serta mendemonstrasikan aplikasinya dalam bahan pengajaran yang disajikan.
(b)
Menyajikan suatu sumber pokok masalah yang kaya, mudah dibaca dan
bervariasi,
sesuai dengan minat dan kebutuhan para siswa. Selain itu, juga berfungsi
sebagai
dasar bagi program-program kegiatan yang disarankan untuk memperoleh
keterampilan-keterampilan ekspresional di bawah kondisi yang menyerupai
kehidupan sebenarnya. (c) Menyediakan suatu sumber yang tersusun rapi dan
bertahap mengenai keterampilan-keterampilan ekspresional yang mengemban
masalah
pokok dalam komunikasi. (d) Metode dan sarana penyajian bahan dalam buku
teks
harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Misalnya, harus menarik, menantang,
merangsang, dan bervariasi sehingga siswa benar-benar termotivasi untuk
mempelajari buku teks tersebut. (e) Menyajikan fiksasi (perasaan yang
mendalam)
awal yang perlu dan juga sebagai penunjang bagi latihan-latihan dan tugastugas
praktis. (f) Di samping sebagai sumber bahan, buku teks juga berperan
sebagai
sumber atau alat evaluasi dan pengajaran remidial yang serasi dan tepat
guna
(Green dan Petty, dalam Tarigan 1986).
Fungsi buku teks bagi guru adalah sebagai pedoman untuk mengidentifikasi
apa
yang harus diajarkan atau dipelajari oleh siswa, mengetahui urutan
penyajian
bahan ajar, mengetahui teknik dan metode pengajarannya, memperoleh bahan
ajar
secara mudah, dan menggunakannya sebagai alat pembelajaran siswa di dalam
atau
di luar sekolah (Krisanjaya 1997:85).
Fungsi buku teks bagi siswa adalah sebagai sarana kepastian tentang apa
yang
dipelajari, alat kontrol untuk mengetahui seberapa banyak dan seberapa jauh
ia
menguasai materi pelajaran, sebagai alat belajar (di luar kelas buku teks
berfungsi sebagai guru) untuk dapat menemukan petunjuk, teori, konsep, dan
bahan-bahan latihan atau evaluasi (Krisanjaya 1997:86).
Kualitas Buku Teks
Buku teks berkaitan erat dengan kurikulum yang berlaku. Buku teks yang baik
harus relevan dan menunjang pelaksanaan kurikulum. Ada sebelas aspek untuk

menentukan kualitas buku teks, yaitu: (1) memiliki landasan prinsip dan
sudut
pandang yang berdasarkan teori linguistik, ilmu jiwa perkembangan, dan
teori
bahan pembelajaran. (2) Memiliki konsep yang jelas. (3) Relevan dengan
kurikulum
yang berlaku. (4) Sesuai dengan minat siswa. (5) Menumbuhkan motivasi
belajar.
(6) Merangsang, menantang, dan menggairahkan aktivitas siswa. (7) Memiliki
ilustrasi yang tepat dan menarik. (8) Mudah dipahami siswa, bahasanya
memiliki
karakter yang sesuai dengan enam tingkat perkembangan bahasa siswa
(kalimatkalimatnya efektif, terhindar dari makna ganda, sederhana, sopan, dan
menarik).
(9) Dapat menunjang mata pelajaran lain. (10) Menghargai perbedaan
individu,
kemampuan, bakat, minat, ekonomi, sosial dan budaya. (11) Memantapkan
nilainilai budi pekerti yang berlaku di masyarakat (Tarigan 1986:22).
Hal-hal yang berhubungan dengan kualitas buku pelajaran menurut tim penilai
buku
ajar dapat dikelompokkan ke dalam empat aspek, yakni (1) isi atau materi
pelajaran, (2) penyajian materi, (3) bahasa dan keterbacaan, dan (4) format
buku
atau grafika. Keempat aspek ini saling terkait satu sama lain (Depdiknas
2004:15). Dengan demikian, secara garis besar, standar buku pelajaran
diukur
melalui aspek isi atau materi, penyajian materi, bahasa, dan keterbacaan,
serta
grafik.
Spiralisasi
Untuk memudahkan siswa memperoleh pemahaman yang utuh dan berkesinambungan,
penulis buku pelengkap perlu menata urutan penyajiannya berdasarkan
prinsipprinsip spiralisasi yang baik. Prinsip-prinsip itu adalah penjenjangan dan
pembobotan (Abdussamad 2002:57). Prinsip penjenjangan mengharuskan materi
diurutkan dari yang lebih mudah ke yang lebih sulit, dari yang harus
dikuasai
lebih dulu ke yang merupakan lanjutan, dari yang sederhana ke yang lebih
kompleks.
Prinsip pembobotan menyangkut keluasan dan kedalaman materi yang harus
disajikan
pada setiap pembelajaran. Penerapan prinsip ini harus memperhitungkan
kesinambungan program. Materi tertentu yang memiliki tingkat kesulitan
tersendiri atau yang sangat memerlukan keterampilan, dapat diulang
penyajiannya.
Pengulangan penyajian itu hendaknya memperhitungkan keluasan dan kedalaman
materi. Materi yang diulang harus lebih luas dalam hal bobotnya daripada
penyajian sebelumnya atau merupakan pengembangan dari materi yang pernah
disajikan sebelumnya
Diambil dan disunting dari:
Nama situs: Ramlannarie
Alamat URL: http://ramlannarie.wordpress.com/2011/10/22/buku-tekspelajaran-dan-peranannya/
Penulis: Ramlan Arie

Tanggal akses: 30 September 2013
POJOK BAHASA: MEMBANGUN BANGSA DENGAN BAHASA INDONESIA
Istilah pembangunan bangsa tidak hanya berkaitan dengan pembangunan di
bidang
ekonomi, tetapi juga di bidang politik, sosial, dan budaya. Ada tiga hal
yang
harus diperhatikan. Hal pertama yang paling penting adalah kemampuan kita
untuk
berkomunikasi dengan satu sama lain. Semakin kita jauh dari proklamasi
tahun
1945, mengharuskan kita untuk senantiasa memperkaya kosakata bahasa
Indonesia
karena permasalahan kita semakin banyak dan kompleks sifatnya. Yang juga
penting
adalah keterkaitan kita dengan daerah-daerah di seluruh Indonesia, di mana
tidak
bisa keputusan-keputusan itu dibuat sendiri oleh Jakarta, tetapi juga harus
menyertakan keinginan dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan dengan
Indonesia. Dalam hal ini, peran bahasa Indonesia sangat penting agar tidak
timbul kesalahpahaman.
Pada waktu ini, memang terjadi rebutan dalam penggunaan bahasa dari
berbagai
pihak untuk memahami apa yang terjadi di dunia. Termasuk di ASEAN, yaitu
antara
bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Kesulitan-kesulitan ini merupakan
salah
satu penyebab timbulnya penggunaan kosakata yang campur aduk di dalam
siaran TV
dan media lainnya. Bahasa yang campur aduk ini menjadi semakin sulit untuk
dimengerti oleh rakyat.
Misalnya saja, mengatakan bahwa argumen yang disampaikan oleh pak menteri
tidak
mengandung nuansa yang aspiratif dan tidak solutif. Itu maksudnya apa? Dan
banyak sekali kata-kata seperti itu.
Fenomena ini juga terjadi di Perancis. Orang Perancis sendiri merasa
diserbu
oleh kosakata bahasa Inggris. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat
baru
memiliki sekitar 90 ribu lema. Padahal, Roget’s Thesaurus yang dijangkar di
perpustakaan karena sangat mahal harganya, memiliki hampir satu kosakata.
Itu
sebabnya, bahasa Indonesia makin didesak oleh keperluan dari luar sehingga
timbul penggunaan kosakata bahasa Inggris yang berlebih. Dan akhirnya,
makin
menyulitkan komunikasi kita dengan rakyat.
Yang kedua, semakin jauh kita berjalan, semakin banyak persoalan yang
menimbulkan makin tingginya keperluan untuk senantiasa mengembangkan bahasa
Indonesia. Contohnya, "Talk Show" yang kini banyak diselenggarakan oleh
media
elektronik menimbulkan banyak perdebatan atau polemik, baik di surat kabar
maupun media digital seperti internet. Bahasa Indonesia akhirnya menjadi
keperluan kita untuk membangun konsensus yang dikehendaki oleh musyawarah
mufakat.

Tetapi, memang ada sisi negatifnya, yaitu dengan menyebarnya bahasa
Indonesia ke
seluruh pelosok nusantara, kini semakin banyak suku bangsa, daerah, dan
kelompok
agama yang mampu mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap satu sama lain.
Dalam
keadaan demikian, ada yang berpendapat konflik lebih mudah terjadi. Dahulu,
tanpa bahasa pemersatu, masing-masing daerah akan sulit berkomunikasi
apalagi
menyatakan kemarahan. Misalnya, antara suku Banten Selatan dengan Tapanuli
Utara
atau daerah Minahasa dengan Bugis. Hal negatif lainnya adalah seperti
dikemukakan oleh UNESCO, hampir 700 bahasa regional di Indonesia terancam
punah.
Yang terakhir adalah, jika kita menengok dunia film, dunia sastra dan dunia
teater, bahasa Indonesia membuat kesusastraan, kebudayaan, dan dunia seni
Indonesia menjadi semakin kaya. Setiap lakon daerah kini bisa dibawa atau
ditayangkan ke wilayah lainnya di Indonesia. Dengan teknologi multimedia,
semakin banyak dorongan bagi para seniman untuk lebih kreatif menggapai
pasar
Indonesia yang luas ini.
Inilah tiga soal yang harus diperhatikan mengapa bahasa Indonesia
memerlukan
perluasan kosakata yang cepat dan terus-menerus sebagai bagian dari pilar
pembangunan bangsa lewat pembangunan ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
Diambil dan disunting seperlunya dari:
Nama situs: Bahasa Kita
Alamat URL: http://bahasakita.com/membangun-bangsa-dengan-bahasa-indonesia/
Penulis: Dr. Dorodjatun Kuntjoro
Tanggal akses: 02 Oktober 2013
Kontak: penulis(at)sabda.org
Redaksi: Yudo, Santi T., dan Berlin B.
Berlangganan: subscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Berhenti: unsubscribe-i-kan-penulis(at)hub.xc.org
Arsip: http://sabda.org/publikasi/e-penulis/arsip/
BCA Ps. Legi Solo, No. 0790266579, a.n. Yulia Oeniyati
(c) 2013 -- Yayasan Lembaga SABDA < http://ylsa.org >

Buku teks memiliki keterkaitan dengan proses pembelajaran. Oleh karena itu,
setiap guru dan lebih-lebih calon guru hendaknya membekali dirinya dengan
pengetahuan tentang telaah buku teks.
Kehadiran buku teks di lembaga pendidikan yang memang kondisinya sangat
kompleks sudah tentu mempunyai nilai tertentu. Nilai butu teks bergantung pada
bobotnya, juga pada misi, dan juga fungsinya.
Buku teks dikatakan mempunyai nilai yang tinggi dalam proses belajar mengajar
karena adanya kenyataan bahwa pemegang mata pelajaran bahasa Indonesia di
sekolah-sekolah tidak sedikit bukan bidangnya. Jelas, mereka menguasai bidang
bahasa Indonesia sebagi materi pelajaran, tetapi tidak banyak mengeetahui
strategi pengajaran bahasa Indonesia, menentukan materi pelajaran, menyajikan
materi pelajaran, dan tidak bisa mengevaluasi hasil belajar-mengajar.
Dalam interaksi belajar-mengajar tidak hanya diperlukan seorang pengajar dan
peserta didik, melainkan juga diperlukan sebuah alat pembelajaran. Salah
satunya adalah buku teks (BT). Dengan adanya buku teks, guru dan siswa akan
terbantu dalam memperlancar proses belajar-mengajar.
Seorang guru diharapkan memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap kritis
terhadap keberadaan buku teks sebagai pendukung kurikulum yang berlaku,
yang pengadaannya semakin gencar dilakukan. Tahap selanjutnya, guru dapat
mengkaji buku teks dan hubungannya dengan kurikulum sehingga guru tidak
hanya sekadar menerima apa saja yang ada dalam buku teks, namun mampu
memahami, mengkritisi dengan menelaah buku teks, yang pada akhirnya guru
mampu menyusun sebuah buku teks sederhana. Paling tidak buku teks tersebut
digunakan di lingkungan sekolah yang bersangkutan saja.
Buku teks memegang peranan penting dalam pengajaran yang dapat
memperlancar aktivitas siswa dalam pembelajaran, baik di dalam kelas maupun
di luar kelas. Semakin baik kualitas buku teks, maka semakin sempurna
pengajaran mata pelajaran yang ditunjang oleh buku teks tersebut. termasuk
mata pelajaran Bahasa Indonesia. Buku teks mengenai bahasa Indonesia yang
bermutu, jelas akan meningkatkan kualitas pengajaran bahasa Indonesia dan
hasil pengajaran bahasa Indonesia.
Sebuah buku teks tidak hanya perlu ditelaah dari segi nilainya, tetapi juga
ditelaah dari segi jangkauan materi pelajarannya. Jangkauan materi pelajaran
yang dimaksud adalah luas lingkup masalah yang berhubungan dengan system
dan struktur bahasa serta pemakaian bahasa.
Banyaknya pengadaan buku teks oleh pihak-pihak penerbit, menyebabkan guru
kesulitan dan kebingungan dalam menentukan buku teks yang akan digunakan.
Oleh karena itu, seperti hal yang penulis ungkapkan di atas, seorang guru harus
pandai memilih buku teks yang sesuai dengan kurikulum dan kebutuhan siswa
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Pengadaan buku teks
yang disajikan oleh banyak penulis membuat kualitas buku teks juga menjadi
beragam. Ada buku teks yang memiliki kualitas tinggi, kualitas sedang, dan ada
pula buku teks yang memiliki kualitas rendah.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka sudah sepatutnya seorang guru memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam menelaah sebuah buku teks untuk
menyesuaikan buku teks dengan kurikulum

yang berlaku sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan maksimal.

Potret pembelajaran sastra disekolah selama ini sebelum kurikulum KBK 2004 terlihat tidak
seimbang. Bisa dikatakan sebagai bias gender dibanding dengan bahasa yang memiliki
kekuatan yang mutlak. Bisa dikatakan bahwa sastra mengalami marginalisasi atau dipandang
sebelah mata atau the second class sehingga pembelajaran sastra sekedar menjadi suplemen
bagi pelajar bahasa. Selama ini pembelajaran sastra hanya sebagai sisipan sedangkan materi
utamanya adalah ketatabahasaannya.
Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting, dilihat dari fungsi membaca sendiri
(Suyitno;1985. 37-38) untuk penyempurnaan teknik membaca, untuk penyempurnaan
pemahaman isi bacaan, untuk mendapatkan pemahaman kosakata, untuk mendapatkan
penumbuhan kesadaran untuk kepentingan membaca sebagai sarana mendapatkan informasi,
dan untuk mendapatkan penumbuhan sikap suka mencari kesenangan, kenikmatan, dan
kepuasan batin. Artinya dalam membaca ataupun menuliskarya sastra membutuhkan daya
imajinasi sekaligus penalaran manusia.
Kenyataan saat ini bahwa guru Bahasa Indonesia secara sepintas lalu umumnya hanya
mengajarkan sastra secara teoritis, tidak apresiatif. Namun penulis disini juga tidak
menghakimi sepenuhnya, bahwa dalam hal pembelajaran disekolah bukan kesalahan
sepenuhnya terletak dari guru mata pelajaran Bahasa Indonesia sendiri, namun beberapa
faktor lain seperti kurikulum yang tidak memadai, tidak adanya soal pada Ujian Akhir
Nasional dan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) di Perguruan Tinggi Negeri
(PTN) yang menyinggung masalah pembelajaran sastra khususnya membaca puisi.
Disisilain karena guru ditargetkan untuk menyelesaikan kurikulum. Kemendiknas (2011:59)
menyatakan penyajian pengajaran sastra hanya sekedar memenuhi tuntutan kurikulum,
kering, kurang hidup, dan cenderung kurang mendapat tempat dihati siswa. Sehingga
pembelajaran sastra hanya sekedar teoritis belaka, yang penting hanya tercapainya target saja.
Adapun pembelajaran apresiasi sastra yang memerlukan wktu relative lama tidak dilakukan.
Disamping alas an waktu, kemampuan apresiasi sastra sebagian guru bahasa dan sastra
Indonesia yang memiliki kemampuan mengapresiasi sastra memadai sangatlah jarang .
Sejalan dengan itu aktivitas-aktivitas bersastra disekolah yang semestinya dilakukan oleh
siswa pada hakikatnhya jarang sekali.Aktivitas seperti membaca, memahami, mendiskusikan,
dan membicarakan sastra, menonton pentas teater/drama dan khususnya dalam bermain
drama, menginterpretasi makna sastra, menuliskan hasil interpretasinya mencipta sastra dan
membaca puisi khususnya dianggap tidak penting oleh guru. Yang sering terjadi adalah
pembelajaran instan dengancara mengajak para siswa menjawab soal-soal lembar krja siswa
(LKS). Selain itu soal-soal sastra alam UAN, UAS dan SPMB juga tidak apresiatif, yang
hanya menanyakan soal teoritis saja.
Setelah dipaparkan beberapa permasalahan yang ada dalam pembelajara sastra maka guru
sastra khususnya guru bahasa Indonesia yang menjadi aktor utama atau pemegang kunci.
Sebab, bagaimana mungkin pembelajaran sastra akan berjalan apresiatif dan menarik minat

siswa untuk mencintai sastra, jika gurunya sendiri tidak memiliki rasa cinta dengan sastra.
Oleh karenanya guru juga di tuntut agar sekreatif mungkin dalam mengajar.
b. Fungsi sastra dan Pembelajaran sastra
Sastra sangat penting bagi siswa dalam upaya pengembangan rasa, cipta dan karsa. Fungsi
utama sastra yaitu sebagai penghalus budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian
sosial, penumbuhan apresiasi budaya, dan penyalur gagasan, imajinasi dan ekspresi secara
kreatif dan konstruktif. Sastra akan dapat memperkaya pengalaman batin pembacanya.
Sebagai karya imajinatif, Meeker (1972: 8) menyatakan, sastra merupakan konstruksi unsurunsur pengalaman hidup, di dalamnya terdapat model-model hubungan-hubungan dengan
alam dan sesama manusia, sehingga sastra dapat mempengaruhi tanggapan manusia
terhadapnya.
Lazar (1993: 24) menjelaskan, bahwa fungsi sastra adalah: (1) sebagai alat untuk merangsang
siswa dalam menggambarkan pengalaman, perasaan, dan pendapatnya; (2) sebagai alat untuk
membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan intelektual dan emosionalnya dalam
mempelajari bahasa; dan (3) sebagai alat untuk memberi stimulus dalam pemerolehan
kemampuan berbahasa. Adapun fungsi pembelajaran sastra adalah: (1) memotivasi siswa
dalam menyerap ekspresi bahasa; (2) alat simulatif dalam language acquisition; (3) media
dalam memahami budaya masyarakat; (4) alat pengembangan kemampuan interpretative; dan
(5) sarana untuk mendidik manusia seutuhnya (educating the whole person).
Frey (1974: 129) mengemukakan bahwa melalui pembelajaran sastra yang apresiatif
diharapkan pembelajaran sastra dapat membentuk pengembangan imajinasi pada siswa.
Sebagai contoh melalui membaca puisi siswa dapat mengetahui makna yg terdapat dalam
diksi puisi, dapat membuat dan menikmati dan merasakan apa yang ada dalam puisi
khususnya emosi dari pengarangny serta nilai-nilai kearifan dalam kehidupan. Membaca
puisi dengan tehnik tertentu bisa mengajak pendengar untuk merasakan apa yang kita baca.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa sastra memiliki fungsi dan manfaat
yang penting bag kehidupan. Dalam proses pembealajaran,sastra dapat dimanfaat oleh guru
sebagai alat untuk meningkatkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai dari kearifan dalam
mengahadapi kehidupan yang kompleks dan multidimensi. Dimana didalamnya termasuk
realitas social, lingkungan hidup, kedamaian dan perpeahan, kejujuran dan kecurangan, cinta
kasih dan kebencian, kesalihan dan kezhaliman, serta ketuhanan dan kemanusiaan.
Dengan demikian melalui pembelajaran apresiasi sastra yang apresiatif, diharapkan siswa
mampu membentuk dirinya menjadi manusia yang seutuhnya yang dapat diterima
eksistensinya dilingkungannya sehingga dapat hidup ditengah masyarakat dan terus berkarya
demi mengisi kehidupan yang lebih bermakna.
c. Hakikat Puisi dan Membaca Puisi
Aminudin (2002), Hudson mengungkapkan bahwa puisi merupakan salah satu cabang sastra
yang menggunakan kata-kata sebagai media penyampaian untuk membuahkan ilusi dan
imajinasi, dimana kata-kata yang digunakan tentunya bersifat kiasan. Luxemburg,et:1987)
mengungkapkan bahwa puisis merupakan pengungkapan perasaan. Jadi puisis merupakan
sebuah karya sastra yang mengungkapkan perasaan dimana didalamnya terdapat imajanasi
yang berbentuk kata-kata yang bersifat kiasan. Sementara itu dalam puisi juga terdapat unsurunsur estetika (keindahan), misalnya gaya bahasa dan komposisinya, misalnya persajakan,

diksi (pilihan kata), irama, dan gaya bahasa. Gaya bahasa meliputi semua pengunaan bahasa
secara khusus untuk mendapatkan efek tertentu yakni efek estetika atau aspek kepuitisan.
Ketika seseorang ingin mengetahui efek estetika atau aspek kepuitisan yang ada dalam
sebuah puisi pastinya sesorang harus memahami sebuah karya sastra itu. Caranya adalah
dengan kegiatan membaca. Jadi dalam upaya pemahaman unsure-unsur yang terdapat dalam
suatu cipta sastra khususnya puisi hendaknya seorang apresiator dapat memahami hakikat
membaca. Dalam teori membaca Todorov, member batasan dalam kegiatan membaca suatu
cipta sastra, diantaranya : 1) proyeksi, 2) komentar, dan 3) puitika.
Dalam tahap proyeksi, kegiatan pembaca adalah memahami unsur-unsur di luar teks, tetapi
yang secara kongruen atau secara laras dan bersama-sama menunjang kehadiran teks. Unsurunsur itu meliputi kehidupan pengarang, kehidupan sosial masyarakat, yang melatari
kehidupan teks sastra serta system konvensi yang dianuti pengarangnya. Dalam tahap
komentar, seorang pembaca memahami isi paparan teks
yang terbatas pada bentuk paparan yang “tersisa” dari jangkauan pemahaman pembaca. Oleh
karena itu, ada tiga tahap kegiatan yang terdapat dalam komentar, yakni:
1) Eksplikasi, yakni menguraikan isi paparan yang belum dipahami dengan jalan
menghubungkannya dengan isi bagian paparan lain yang sudah dipahami.
2) Elusidasi, yakni menerangkan secara jelas hasil uraian isi paparan yang belum dipahami
dalam kaitannya dengan bagian isi paparan yang lainnya ssecara umum.
3) Précis, yakni meringkas uraian panjang lebar tentang isi paparan yang belum dipahami
sesuai dengan ketepatan dan keselarasannya dengan isi dalam bagian lain dari teks itu sendiri.
Kegiatan terakhir adalah paraphrase.
Pada tahap puitika, pembaca harus berusaha memahami kaidah-kaidah abstrak yang secara
instrinsik terdapat dalam teks sastra itu sendiri. Dalam hal ini, kaidah abstrak tersebut dapat
dipahami melalui dua tahap kegiatan, antara lain, 1) inter-pretasi, dan 2) deskripsi.
Interpretasi terhadap makna dalam teks sastra dalam hal ini harus bertolak dari realitas yang
ada dalam teks sastra itu sendiri.
Tahap kedua adalah deskripsi. Meskipun deskripsi itu tampak terlalu ilmiah untuk mengkaji
ragam seni, tetapi menurut Todorov, isitilah tersebut memiliki nuansa arti sendiri. Bila dalam
metode deskriptif adalah metode yang bertujuan memberikan perolehan realitas yang diteliti
apa adanya, maka tahap pendeskripsian makna dalam teks sastra diharapkan sepenuhnya
bertolak dari makna yang terkandung dalam teks sastra itu sendiri.
d. Pembelajaran Membaca Puisi
Dalam pembelajaran membaca puisi hal yang perlu diperhatikan adalah siswa, sasaran,
metode dan evaluasi. Setelah persiapan pembelajaran dilakukan, dilaksanakan pembelajaran
keterampilan membaca puisi dengan menggunakan metode belanja video. Dimana tehnik
awalnya kegiatan siswa menaksikan video, belanja video, mendiskusijan video, dan
menerapkan tehnik membacakan puisi sesuai dengan video yang sudah dipilih atau dibeli
siswa. Penulis menggunakan metode ini agar dapat menstimuli siswa dalam berimajinasi

untuk mengembangkan dan teknik membaca puisi dengan jenis berbeda serta menciptakan
puisi atau dalam hal menulis puisi.
Dalam langkar pra membaca siswa diajak memahami puisi yang akan dibacakan dengan
membicarakan kosakata yang dianggap sukar bagi siswa. Kemudian dilanjutkan dengan
membari tanda jeda pada baris-baris puisi guna mengatur pernafasan. Ketika siswa
menyaksiskan video pembacaan puisi tidak lupa mendiskusikan apa yang sudah siswa
saksikan. Pada tahap pasca membaca siswa dapat menerapkan keterampilannya dengan
pembacaan puisi yang lain atau dengan aspek-aspek yang dipelajari dalam membaca puisi.
e. Teknik Pembelajaran Membaca Puisi
Teknik yang digunakan dalam pembelajaran membaca puisi kali ini menggunakan
pendekatan structural atau disebut dengan membacakan puisi terpapar. Dimana teknik
pebelajaran membaca puisi ini dilakukan secara berkesinambungan. Adapun tehnik
pembelajaran membacakan puisi terpapar sebagai berikut :
Pendekatan Struktual
Sebelum melakukan pendekatan ini, siswa diharuskan untuk mencari puisi yang akan
dibacakan. Siswa boleh memilih satu puisi dari berbagai macam sumber.
a. Membaca berulang-ulang
Tahap ini merupakan tahap mengenali bentuk puisi. Dengan membaca berulang-ulang, akan
diketahui bentuk puisi berikut makna yang hendak disam-paikan penyair. Tipografi puisi
dapat digali hingga menemukan maksud penyair.
b. Memberinya jeda
Setelah memahami bentuknya, berilah tanda jeda agar memperoleh rima yang enak didengar
saat membacakan puisi nanti. Tanda jeda (/) diletakkan di antara kata yang hendak dipisah
pelafalannya. Harapanya, dengan pemberian tanda jeda, dapat mempermudah untuk
menyampaikan isi dari puisi kepada pendengar (penonton). Dengan pemenggalan tanda yang
tepat, setidaknya makna yang disampaikan lebih baik.
c. Mencari alur
Setiap karya sastra yang baik, tentu memiliki alur cerita yang ditandai dengan puncak alur
sebagai konflik. Dalam puisi, penulis melihat adanya puncak konflik itu. Dengan menemukan
alur, puisi dapat dibacakan secara tepat. Pembaca puisi harus bisa membedakan suara ketika
sedang membaca-kan bait-bait yang merupakan penciptaan konflik, konflik, hingga
penyelesaian konflik. Dengan demikian, siswa akan mengetahui bait-bait mana yang harus
dibacakan secara maksimal.
d. Memahami makna secara intensif
Setelah melakukan tahapan di atas, tahapan terakhir adalah tahapan yang memerlukan waktu
cukup lama untuk menafsirkan kembali makna puisi. Penafsiran ini membutuhkan waktu
yang sangat lama. Proses perenungan ba-banyak terjadi di sini. Tidak cukup 10-20 menit

untuk mencari “nyawa” dari puisi yang dipilih, melainkan bisa memakan waktu 2-3 hari.
Pada awal tahap ini harus dilakukan secara serius, kemudian boleh dilakukan di sela-sela
aktivitas sehari-hari, misal sambil makan.
Bentuk dan Gaya Baca Puisi
Kegitan ini dilakukkan proses : 1) pelafalan, 2) penentuan kualitas bunyi: tinggi-rendah,
keras-lunak, 3) tempo, dan 4) irama. Selain keempat aspek tersebut, membaca secara lisan
juga melibatkan aspek tubuh, pembaca juga harus mampu menata gerak mimik atau facial
expression, gerak bagian-bagian tubuh atau gesture, maupun penataan posisi tubuh atau
posture. Juga, eye contact sebagai salah satu upa-ya menciptakan hubungan batin dengan
pendengarnya juga harus diperhatikan.
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya pembaca membawa
teks puisi. Adapun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1)
berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi
disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan. Intonasi baca seperti keras
lemah, cepat lambat, tinggi rendah dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca
puisi ini relatif mudah dilakukan.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan puisi
disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah, menunduk menoleh, (2)
gerakan raut wajah: mengerutkan dahi, mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak,
meredup, memejam, (4) gerakan bibir: ter-senyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan
tangan, bahu, dan badan, dilakukan seperlunya. Sedangkan intonasi baca dilakukan dengan
cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata
tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang
harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah
dan pandangan mata dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan
dilakuakan dengan seperlunya. Sedang yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1)
mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri dilakukan
dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan
dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan
terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan
dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
f. Media Pembelajaran
Media pembelajran adalah sebuah alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan
pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar
dan bahan ajar. Media pembelajaran selalu terdiri atas 2 unsur penting, yaitu unsur peralatan
(hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (software). Perangkat keras adalah sarana atau
peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan/bahan ajar tersebut. Sedangkan perangkat
lunak (software) adalah informasi atau bahan ajar itu sendiri yang akan disampaikan kepada
siswa.

Dalam proses belajar-mengajar, media mempunyai arti yang cukup penting. Karena dalam
kegiatan pembelajaran, ketidakjelasan bahan yang disampaikan kepada anak didik dapat
disederhanakan dengan bantuan media. Media dapat mewakili apa yang kurang mampu guru
ucapkan melalui kata-kata atau kalimat tertentu. Bahkan keabstrakan bahan pembelajaran
dapat dikonkretkan dengan kehadiran media. Dengan demikian, anak didik lebih mu-dah
mencerna bahan pembelajaran daripada tanpa menggunakan media.
Hal yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan media adalah tujuan pembelajaran
yang akan dicapai. Oleh karena itu, tujuan pembelajaran yang berupa kompetensi dasar
tertentu dalam kurikulum harus dijadikan dasar penggunaan media pembelajaran. Nana
Sudjana (dalam Syiful Bahhri Djamarah dan Aswan Zain, 2006:155) menyatakan beberapa
fungsi media pembelajaran. Fungsi media pembelajaran tersebut antara lain: 1) meletakkan
dasar-dasar yang nyata untuk berpikir, sehingga dapat mengurangi verbalisme, 2) meletakkan
dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar bertambah mantap, 3) memberikan
pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri pada setiap siswa,
4) memberikan pengalaman yang tidak mudah dengan cara lain, 5) bahan pembelajaran akan
lebih jelas maknanya, sehingga siswa akan lebih paham dan memungkinkan siswa menguasai
tujuan pembelajaran dengan baik.
Sementara itu, Harjanto (2006:237) mengelompokkan media pembelajaran menjadi empat
jenis, yaitu: 1) media grafis atau media dua dimensi, seperti gambar, foto, grafik, bagan,
poster, kartun, komik, dll., 2) media tiga dimensi, yaitu dalam bentuk model seperti model
padat (solid model), model penampang, model susun, dll., 3) media proyeksi seperti slide,
filmstrip, film, OHP, video klip dll., dan 4) lingkungan.
Ketika seorang guru menggunakan media dalam pembelajarannya sebagai alat bantu dalam
proses mengajar, harus didasarkan pada criteria objek. Sebab penggunaan media
pembelajaran tidak sekedar menampilkan program pengajaran didalam kelas, tetpai juga
mempertimbangkan tujuan pebelajaran,, strategi yang digunakan, termasuk bahan
pembelajarannya.
Lagkah-langkah dari metode belanja video
1. Siswa mengamati cuplikan tayangan video yang telah disediakan oleh guru. Kegiatan ini
dilakukan secara berkelompok
2. Guru mengajak siswa untuk berdiskusi dan menjelaskan tehnik membaca puisi
3. Guru menyiapkan keranjang (sejumlah 4 buah tergantung jumlah kelompok), replika uang,
replika keeping cd. Replika uang dan keranjang dibagikan kepada masing-masing kelompok.
Kemudian guru memanggil ketua dari masing-masing kelompok untuk berbelanja kepingan
cd yg sudh disusun rapi di depan kelas.
4. Setelah masing-