Kinerja Manajemen Stratejik

RANGKUMAN MATERI KINERJA, KEPEMIMPINAN, DAN
MANAJEMEN STRATEGI

Tugas ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Manajemen Koperasi oleh
Dr. Mamat R. Irmansyah, Drs., SE., M.Si.

DISUSUN OLEH
Nama : IKHSAN DWITAMA
NPM : 120310100127
Jurusan : Manajemen

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2011

A.

Kinerja
A.1. Studi Perilaku
Kinerja sebagai salah satu kajian perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut Sutermester seperti yang dikutip oleh Tati Joesron menyatakan bahwa

kinerja sangat dipengaruhi oleh dua hal yaitu motivasi (motivation) dan kemampuan
(ability). Secara grafis penjelasan Sutermester bisa dijelaskan sebagai berikut :

Kecakapan

Keterampilan,
Kepribadian

Pengetahuan

Diklat,
Pengalaman,
Minat

Pemenuhan
Kebutuhan

Needs of
Achievement,
Power Affiliation


Kebutuhan

Struktur
organisasi,
Kepemimpinan,
Budaya
Organisasi

Kemampuan

Kinerja

Motivasi

A.2. Motivasi
Seperti pendapat Steers yang dikutip oleh Tati Joesron menyatakan bahwa
istilah motivasi berasal dari kata latin movere yang memiliki makna gerakan. Menurut
Dale Timpe motivasi merupakan proses yang mengendalikan pilihan, dibuat oleh
orang atau organisasi, diantara bentuk - bentuk pilihan kegiatan sukarela. Kemudian

menurut Winardi motivasi adalah keinginan yang terdapat pada individu yang
dirangsang melalui tindakan. Tati Joesron berpendapat bahwa motivasi adalah kondisi
batiniah dan sikap mental manusia yang memberikan energi, mendorong kegiatan atau
gerakan, dan mengarah pada tampilan perilaku untuk meraih kepuasan.
Beberapa penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap
kinerja individu. Namun pada tahap analisis, pengaruh hubungan ini tetap tidak dapat
ditemukan karena motivasi sukar untuk diukur. Berbagai kepustakaan melukiskan hal
ini sebagai dilema motivasi.
Motivasi kerja terbentuk karena adanya interaksi antara kebutuhan pegawai
(employee needs) dengan kondisi kerja (working condition).

A.2.1. Kebutuhan Pegawai
Beberapa teori motivasi muncul dengan didasari dengan pendapat bahwa
individu akan lebih termotivasi jika individu merasa butuh akan suatu hal.
Contoh – contoh teori kepuasan yang terkenal ada tiga macam, yaitu :
a. Teori Maslow. Teori ini menjelaskan bahwa individu memiliki 5
hierarki tingkat kebutuhan, yaitu physiological, safety, love,
esteem, dan self actualization. Maslow menjelaskan motivasi akan

meningkat ketika individu sudah memenuhi setiap tingkatan secara

berurutan pada masanya. Jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
maka akan menimbulkan konflik dan tekanan sehingga membuat
kinerja individu tidak baik. Teori ini banyak dikritik oleh banyak
ahli karena bukti riset menunjukan bahwa pemenuhan kebutuhan
tidak harus berurutan.
b. Teori Dua Faktor. Teori ini berasal dari Herzberg yang
menyatakan bahwa terdapat dua faktor yang dapat meningkatkan
motivasi individu yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor ekstrinsik terbentuk oleh keadaan pekerjaan sedangkan
kondisi intrinsik terbentuk oleh kepuasan kerja. Jika faktor
ekstrinsik tidak ada maka akan menyebabkan ketidakpuasan
individu sedangkan bila ada maka bisa memuaskan individu. Jika
faktor intrinsik tidak ada maka dapat meningkatkan kepuasan
individu sedangkan bila tidak ada maka tidak akan menimbulkan
ketidakpuasan yang berlebihan. Teori ini banyak dikritik oleh ahli
karena pemakaian sampling dianggap tidak representatif.
c. Teori McClelland. Teori ini menjelaskan bahwa individu akan
termotivasi untuk memenuhi 3 kelompok kebutuhan yaitu
kebutuhan akan prestasi (n-Ach), kebutuhan akan afiliasi (n-Aff),
dan kebutuhan akan kekuasaan (n-Pow). Teori ini sperti Maslow

tetapi dalam pemenuhan kebutuhannya individu tidak harus
melakukannya secara berurutan. Teori ini dikritik pula oleh ahli
atas ketepatan penggunaan tes TAT (Thematic Apperception Test)
dalam mengukur tiga kebutuhan manusia.

A.2.2. Kondisi Kerja
Aspek lain yang membangkitkan motivasi kerja adalah kondisi kerja
(working condition). Kondisi kerja menurut Sutermester dibagi menjadi kondisi
kerja fisik dan kondisi kerja sosial. Kondisi kerja fisik berupa kegaduhan,

penerangan, waktu istirahat yang tersedia. Kondisi kerja kedua adalah kondisi
kerja sosial yang terbentuk oleh keadaan organisasi apakah formal, informal,
maupun grup, pemimpin atau penyelia, dan serikat kerja.

A.3. Modifikasi Kinerja
Kajian empiris membuktikan sebagian besar koperasi (kasus Indonesia)
sebenarnya mampu efisien tetapi tidak efektif. Dalam kata lain, koperasi mampu
untuk meminimumkan biaya tetapi tidak mampu mengoptimumkan hasil usahanya.
Hal ini terjadi diakibatkan oleh kurangnya motivasi dan kinerja pengurus koperasi.
Motivasi dan kinerja pengurus yang buruk akan menyebabkan individu melakukan

perilaku kritis, perilaku yang berlawanan dengan aktivitas harian, seperti bolos kerja,
kurang inisiatif, korupsi, dsb. Untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu
diterapkan teori modifikasi perilaku, sebuah usaha untuk memperbaiki tingkah laku
individu atau kelompok ke arah yang lebih baik, kepada seluruh pengurus koperasi.
Penerapan modifikasi perilaku harus didahului oleh 5 langkah yaitu identifikasi
perilaku kritis, memperoleh data objektif mengenai perilaku kritis, mengadakan
analisis fungsional atas perilaku kritis, memilih alternatif strategi intervensi, dan
mengevaluasi strategi yang dipilih. Setidaknya terdapat tiga macam alternatif strategi
yang dapat diimplementasikan yaitu:
a. Positive Reinforcement Strategy. Sebuah strategi yang mengarah pada
pemberian balasan positif (pujian dan hadiah) kepada individu yang
berhasil mencapai hasil yang diharapkan.
b. Punishment & Positive Reinforcement Strategy. Strategi ini merupakan
perpaduan antara memberikan hukuman bagi individu yang tidak mencapai
hasil yang diharapkan dengan memberikan balasan positif kepada individu
yang berhasil mencapai hasil yang diharapkan.
c. Extinction & Positive Reinforcement Strategy. Strategi ini merupakan
perpaduan antara mengabaikan perilaku individu yang tidak mencapai
hasil yang diharapkan atas dasar asumsi perilakunya bersifat sementara
dengan meningkatkan perhatian kepada individu.


A.4. Efektivitas Organisasi
Richard M. Steers menjelaskan bahwa terdapat empat faktor pendukung
terciptanya efektivitas organisasi yaitu karakteristik organisasi, karakteristik
lingkungan, karakteristik pekerja, dan kebijakan serta praktek manajemen.
Karakteristik organisasi sangat berkaitan dengan struktur dan teknologi organisasi.
Hal ini berpengaruh atas cepat atau lambatnya gerak koperasi. Karakteristik kedua

adalah lingkungan yang terdiri dari lingkungan ekstern seperti pesaing, mitra, dan
unsur pembina serta lingkungan intern seperti heterogenitas anggota. Karakteristik
ketiga adalah karakteristik pekerja yaitu karakteristik yang dimiliki pekerja seperti
kebiasaan, motivasi, dan kepribadian. Majunya usaha koperasi selain dipengaruhi oleh
kemampuan pengelola juga motivasi tinggi yang dimilikinya. Karakteristik terakhir
adalah karakteristik kebijakan dan praktek bisnis.
Menurut Tati Joesron salah satu karakteristik yang terpenting untuk
meningkatkan tingkat produktivitas adalah karakteristik pekerja. Hal ini disebabkan
karena pekerja merupakan sumber daya yang berkaitan langsung dengan koperasi
serta sumber daya yang memiliki kemampuan adaptasi yang cepat. Adaptasi disini
bisa dicontohkan ketika individu merasa timbal balik yang didapat dari koperasi tidak
memadai maka hal ini membuat individu melakukan perilaku – perilaku yang

mengganggu jalannya aktivitas koperasi seperti bolos kerja bahkan mengundurkan
diri. Oleh karena itu pengelola koperasi perlu melakukan proses pengembangan
sumber daya manusia sehingga individu merasa lebih diperhatikan serta meningkatkan
antusiasmenya untuk bekerja di koperasi.

B.

Kepemimpinan
B.1. Masalah Kepemimpinan
Rendahnya kinerja koperasi salah satu faktornya adalah kebijakan pemimpin
yang tidak tepat atau proses kepemimpinannya bermasalah. Sebagai gerakan yang
tumbuh dari bawah, koperasi membutuhkan figur pemimpin yang tidak hanya
memahami kondisi internal organisasinya tetapi juga membutuhkan kemampuan serta
kemauan untuk membenahinya. Sehingga harapan semua stakeholders koperasi untuk
mewujudkan organisasi ideal akan tercapai.

B.2. Konsep Kepemimpinan
Banyak pakar yang dikutip oleh Tati Joesron dalam menjelaskan konsep
kepemimpinan. Menurut Munson, Moore, dan Bundel berpendapat bahwa
kepemimpinan itu adalah seni. Sedangkan Taed dan Tery menganggap kepemimpinan

sebagai penancapan pengaruh. Hersey dan Blanchard serta Davis mengartikan
kepemimpinan sebagai kemampuan untuk memengaruhi orang lain untuk mencapai
tujuan dengan antusias dengan tidak hanya mengedepankan fisik dan emosi tetapi juga
etika dan estetika.
Penerapan konsep kepemimpinan dalam koperasi adalah bagaimana karyawan
dan anggota koperasi dapat memperoleh pengarahan dan bimbingan untuk mencapai
tujuan koperasi. Tanpa kepemimpinan yang baik anggota koperasi bisa kehilangan

arah yang dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan koperasi. Sudah sejatinya
pemimpin bertugas untuk menghimpun, mengembangkan, dan mendidik potensi
sumber daya yang ada di dalam organisasinya melalui wewenang dan tugas seperti
yang digambarkan pada model berikut :

Kekuasaan Pemimpin
Kinerja Bawahan
Lebih Baik
Perilaku
Pemimpin

Reaksi

Bawahan

Menurut Tati Joesron sumber – sumber kekuasaan adalah sebagai berikut :
a. Kewenangan (authority or legitimation), melalui kewenangan ini
pemimpin memiliki hak untuk menekankan permintaan dan tuntutan
kepada bawahannya.
b. Kekuasaan atas imbalan (reward), pemimpin diikuti oleh bawahan
karena dianggap memberikan imbalan yang bernilai bagi bawahannya.
c. Kekuasaan memaksa (coercive), pemimpin yang senantiasa menerapkan
hukuman kepada bawahannya.
d. Kekuasaan karena keahlian (expertise), pemimpin diikuti karena
memiliki keahlian tertentu.
e. Kekuasaan karena wibawa (kharisma), pemimpin diikuti karena adanya
sesuatu yang membuat dorongan emosi bawahan untuk loyal kepada
pemimpinnya
f. Kekuasaan karena kaitan (connection), pemimpin diikuti karena memiliki
hubungan dengan sumber kekuasaan yang lebih tinggi lagi.
g. Kekuasaan karena informasi (information), pemimpin diikuti karena
memiliki informasi yang lebih banyak daripada bawahnnya.
Kekuasaan memiliki daya gerak yang cukup kuat untuk mendorong,

mengarahkan, dan membimbing anggota kelompok untuk mencapai tujuan. Dampak
negatif yang mungkin ditimbulkan oleh kekuasaan adalah timbulnya penyelewengan
dan manipulasi. Oleh karena itu sesuai dengan prinsip koperasi, tipe kepemimpinan
yang tepat bagi koperasi adalah tipe partisipatif dengan tujuan saling mengawasi
antara pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai dalam koperasi.

Tanebaum dan Schmidt seperti yang dikutip oleh Tati Joesron membuat sebuah
rangkaian perilaku kepemimpinan dimulai dari kepemimpinan yang berpusat kepada
pemimpin sampai yang berpusat kepada bawahan (partisipasi) yaitu :

Menurut Tati Joesron, sejarah pemikiran kepemimpinan dibagi ke dalam tiga
tahap yaitu :
a. Tahap sifat. Tahap ini mulai berkembang sejak sebelum masehi hingga
akhir tahun 1940. Tahap ini menekankan kajiannya atas ciri – ciri
pemimpin (usia, fisik, cara bergaul). Asumsi dasar teori kepemimpinan
pada tahap ini adalah pemimpin itu dilahirkan bukan dididik. Teori yang
terkenal pada tahap ini di antaranya adalah The Great Man Theory dan
Trait Theory. The Great Man Theory menjelaskan bahwa keberhasilan

memimpin ditentukan karena ia dilahirkan untuk memimpin. Sedangkan
Trait Theory mendeskripsikan ciri – ciri umum pemimpin yang berhasil

seperti menurut Keith Davis ada empat hal yaitu intelengensi,
kematangan sosial, inner motivation, dan human relations attitude.
b. Tahap Perilaku.Tahapan ini berfokus pada kajian perilaku pemimpin
pada saat mengorganisasikan dan merancang hubungan dengan bawahan.
Asumsi dasar pada teori ini adalah perilaku pimpinan sangat
memengaruhi baik atau tidaknya hubungan dengan bawahan. Salah satu
studi yang dilakukan oleh The Ohio Study University menjelaskan bahwa
pemberian perhatian berdampak pada berkembangnya inisiatif bawahan.
Hal ini dijelaskan oleh teori Hersey dan Blanchard yang berpendapat
terdapat empat kombinasi kepemimpinan yang mengaitkan hubungan

pimpinan dan bawahan dengan penugasan yang diberikan oleh pimpinan.
Setelah itu terdapat studi lain yang mirip dengan studi Ohio yaitu
Mangerial Grid yang dipopulerkan oleh Robert R. Blake dan Tane S.

Mouton. Studi tersebut menjelaskan bahwa terdapat lima gaya
kepemimpinan yaitu :
1) Tipe pemimpin penguasa (task) adalah tipe pemimpin yang
sangat

mementingkan

kepentingan

kerja

dibandingkan

kepentingan hubungan pribadi.
2) Tipe pemimpin kelompok (team) adalah tipe pemimpin yang
saling mementingkan kepentingan kerja dan kepentingan
hubungan pribadi.
3) Tipe pemimpin perkumpulan (country club) adalah tipe
pemimpin yang lebih mementingkan kepentingan hubunga
pribadi dibandingkan kepentingan kerja.
4) Tipe pemimpin santai (improvished) adalah tipe pemimpin yang
tidak mementingkan kepentingan hubungan pribadi juga
kepentingan tugas.
5) Tipe pemimpin pertengahan (middle road) adalah tipe pemimpin
yang

menyeimbangkan

antara kepentingan

kerja dengan

kepentingan hubungan pribadi.

Perbedaan diantara kedua teori tersebut terletak pada dimensi sikap
masing – masing teori. Jika mangerial grid lebih berfokus kepada model
sikap yang mengukur sikap pemimpin, sedangkan model Ohio State
berfokus pada jenis – jenis model kepemimpinan. Selain kedua teori
tersebut terdapat teori lain yang bernama Group and Exchange Theory of
Leadership. Teori ini menjelaskan bahwa terdapat pengaruh positif

maupun negatif terhadap perilaku masing – masing individu dan
bawahan ketika terjadi interaksi di antara mereka.
c. Tahap Situasional. Menurut teori pada tahapan ini, kepemimpinan
merupakan sebuah peranan (leadership is a role). Hollander merumuskan
peran sebagai sebuah harapan mengenai bagaiman setiap orang dalam
suatu posisi tertentu harus berpikir dan bertindak. Teori Contigensy dari
Fred Fidler menyatakan bahwa kepemimpinan memiliki hubungan antara
tiga faktor situasional seperti hubungan pemimpin dengan anggota,
susunan tugas, serta posisi kekuasaan. Teori lainnya yaitu teori Path

Goal yang bersisi analisis pengaruh kepemimpinan terhadap kepuasan

kerja bawahan.

B.3. Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan oleh Hersey dan Blanchard seperti yang dikutip oleh Tati
Joesron diartikan sebagai pola perilaku pemimpin yang terbagi menjadi dua perilaku
utama yaitu perilaku penugasan dan perilaku hubungan. Perilaku penugasan
menunjukkan sampai sejauh mana pemimpin dapat mengatur dan menetapkan
peranannya dalam kelompok. Sedangkan perilaku hubungan menunjukkan sampai
sejauh mana pemimpin dapat memelihara hubungan pribadi dengan anggotanya. Teori
ini dijelaskan melalui model berikut ini :

1. Telling Style (S1). Gaya
kepemimpinan ini memiliki
ciri – ciri perilaku tugas
yang tinggi dan perilaku
hubungan yang rendah.
2. Selling Style (S2). Gaya
kepemimpinan ini memiliki
ciri – ciri perilaku tugas
yang tinggi dan perilaku
hubungan yang tinggi.
3. Participating Style (S3). Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri – ciri
perilaku tugas yang rendah dan perilaku hubungan yang tinggi.
4. Delegating Style (S4). Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri – ciri perilaku
tugas yang rendah dan perilaku hubungan yang rendah.

Selain gaya kepemimpinan tersebut, Ralph White dan Ronald Lipiit
menjelaskan bahwa terdapat tiga gaya kepemimpinan yang dirangkum dalam tabel
berikut :
Otokratis

Demokratis

Bebas Kendali

1. Semua penentuan
kebijakan dilakukan
oleh pemimpin

1. Semua kebijakan
diambil melalui diskusi

2. Cara pengerjaan
diarahkan langsung
oleh pemimpin

2. Pemimpin berdiskusi
terlebih dahulu dengan
bawahannya

1. Keputusan dilakukan
secara bebas dengan
partisipasi minimal dari
pemimpin
2. Pemimpin tidak
mengambil bagian
dalam diskusi tetapi
tetap membantu

3 . Pemimpin langsung
membagi tugas kerja
dan anggotanya

3. Bebas memilih tugas
kerja dan anggotanya

3. Pemimpin tidak
bepartisipasi dalam
pembagian tugas

4. Melakukan tindakan
secara subjektif dan
lebih pilih - pilih

4. Melakukan tindakan
secara objektif dan tidak
pilih - pilih

4. Melakukan tindakan
objektif dengan
menanyakan tugas

Ketiga gaya tersebut dalam prakteknya dapat dikombinasikan sesuai dengan
kondisi organisasi serta tujuan yang ingin dicapai. Kombinasi ketiga gaya tersebut
dapat ditunjukkan oleh model sebagai berikut:

Demokratis
Dominasi
Minoritas

Diskusi tanpa
Pimpinan

Otokratis

Bebas
Kendali
Paternalistik

B.4. Efektivitas Kepemimpinan
Untuk mencapai efektivitas kepemimpinan Rodger D’Collons menjelaskan
terdapat lima sifat yang harus dimiliki oleh pemimpin yaitu kelancaran berbicara,
kemampuan untuk memecahkan masalah, kesadaran akan kebutuhan, keluwesan,
kecerdasan, kesediaan menerima tanggung jawab, keterampilan sosial, serta kesadaran
akan diri dan lingkungan.
Selain faktor – faktor internal pemimpin, faktor – faktor eksternal seperti
kondisi lingkungan koperasi dan heterogenitas anggota turut pula memengaruhi
pemimpin karena tugas seorang pemimpin menjadi lebih berat dalam mencapai tujuan
koperasi.

B.5. Budaya Organisasi
Salah satu aspek penting kepemimpinan adalah mampu untuk mengembangkan
budaya organisasi. Budaya organisasi bagi organisasi sangat penting sebab budaya
merupakan pedoman dasar atas perilaku yang dianggap baik oleh organisasi. Suatu
organisasi memiliki kredibilitas yang tinggi ketika organisasi mampu untuk
memperlakukan anggotanya secara adil. Mengambil kasus koperasi maka ketika ciri
tersebut sudah dibudayakan, maka bukan hanya apresiasi yang didapat tetapi juga
menaikkan nilai tawar koperasi atas barang dan jasa yang diproduksinya.

C.

Manajemen Strategi (Strategic Management)
C.1. Batasan dan Manfaat
Menurut Djaslim Saladin seperti yang dikutip oleh Tati Joesron menjelaskan
bahwa strategi merupakan cara – cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Strategi
merupakan rencana yang bersifat komprehensif, menyeluruh,dan sistematis.
Koperasi yang berada pada lingkungan terbuka menanggung konsekuensi logis
menghadapi persaingan yang kompleks dimana koperasi harus tetap melakukan
optimasi sumber daya. Untuk meminimalisasi dampak tersebut maka koperasi harus
melakukan sebuah upaya yang bernama manajemen strategi. Manajemen strategi
adalah proses penyusunan siasat / strategi yang berguna demi perkembangan
organisasi sekarang dan masa depan.
Berikut manfaat – manfaat dari manajemen strategi koperasi :
1. Mengidentifikasi dan meramal perubahan – perubahan yang terjadi
sehingga setiap divisi koperasi dapat menghadapinya.
2. Mengurangi resiko yang mungkin terjadi seperti konflik kepentingan dan
kerugian produksi

C.2. Mekanisme Manajemen Strategi
Dalam merancang sebuah strategi, Tati Joesron menjelaskan terdapat 3 faktor
yang patut dipertimbangkan yaitu :
a. Norma. Setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh para pengelola koperasi
harus berada pada ruang lingkup norma yang dianut. Dalam hal ini norma
berperan sebagai pertimbangan apakah kegiatan ini etis dan patut untuk
dilaksanakan.
b. Kemampuan. Berbagai aktivitas dan tindakan strategis koperasi akan
berjalan baik ketika kemampuan pengelola koperasi cukup menunjang.
Jika kemampuannya kurang mencukupi maka secara langsung akan
membatasi kemungkinan untuk mendatangkan keuntungan yang lebih
baik.
c. Motivasi. Strategi yang baik akan berjalan apabila disertai dorongan /
motivasi sungguh – sungguh untuk melaksanakannya. Tanpa motivasi
hampir mustahil pengelola akan bergerak menjalankan strategi – strategi
yang sudah direncanakan.

Secara sistematis sumber dan pengembangan strategi menurut Tati Joesron
terdapat 5 hal penting yaitu :

1. Tujuan : Menjelaskan apa saja yang ingin dicapai oleh koperasi dalam
menjalankan kegiatan koperasi dan menyejahterakan anggotanya.
2. Sasaran : Menjelaskan tujuan dalam jangka waktu pendek agar koperasi
mampu mencapai SHU yang optimal.
3. Strategi : Siasat atau cara untuk mencapai sasarn.
4. Kebijakan : Tindakan yang terprogram sebagai hasil dari sebuah keputusan
5. Taktik : sarana operasional bagi pelaksana sebuah strategi.

Secara karakteristik, Tati Joesron berpendapat bahwa penyusun strategi dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe penyusun yaitu :
Kewiraswastaan

Adaptif

Keputusan didominasi
oleh mereka yang
mencari peluang
Kekuasaan terpusat di
satu tangan pengurus /
pengelola (manajer)
Membuat banyak
lompatan – lompatan
gagasan
Berorientasi pada
pertumbuhan

Reaktif terhadap masalah
yang dihadapi

Digunakan oleh
organisasi sederhana

Kemungkinan digunakan
pada organisasi yang besar

Tidak berorientasi pada
tujuan

Perencana
Menggunakan analisis
sebagai sarana penyusun
strategi
Berorientasi pada tujuan

Membuat keputusan secara
bertahap

Hati – hati dalam menilai
biaya dan manfaat

Keputusan terksesan tidak
konsisten

Adanya konsistensi dan
integrasi antara keputusan
dan strategi
Digunakan oleh organisasi
yang besar

Langkah – langkah rancangan sistematis dalam menyusun menurut Tati Joesron
sedikitnya membutuhkan beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Analisis posisi saat ini melalui identifikasi strategi dan evaluasi kinerja.
2. Menentukan tujuan masa depan melalui analisis lingkungan dan
analisis internal.
3. Membandingkan alternatif strategi.
4. Melaksanakan strategi
5. Evaluasi dan pengontrolan strategi

Tujuan utama dari perencanaan strategi adalah untuk menemukan peluang dan
ancaman pada masa mendatang. Menurut Djaslim Saladin seperti yang dikutip oleh
Tati Joesron menyatakan bahwa salah satu tahap yang sangat penting sekali dalam
analisa situasi (lingkungan) adalah analisis SWOT - UP ( Strenght. Weakness,
Opportunities, Threats, Underlying planing)

C.3. Masalah – Masalah Kritis dalam Manajemen Strategi
Sumber – sumber masalah kritis berasal dari spektrum yang cukup luas.
Menentukan strategi bagi setiap kondisi diperlukan identifikasi lebih lanjut. Berikut
pertanyaan – pertanyaan yang dapat digunakan menurut Benjamin B. Tregog dan Junn
W. Zimmerman yang dikutip oleh Tati Joesron yaitu :
a. Perubahan – perubahan apakah yang disarankan dalam struktur organisasi?
b. Kemampuan – kemampuan dan sumber baru apakah yang akan dibutuhkan
organisasi?
c. Apa akibatnya bagi kepercayaan – kepercayaan , kebijaksanaan kebijaksanaan, prosedur - prosedur, dan sistem – sistem sekarang?
d. Apakah kiranya konsekuensi dari setiap ancaman dari luar dan dalam,
yang tidak disinggung oleh strategi masa depan?
Ciri – ciri berikut ini merupakan petunjuk penting yang berpotensi bagi
manajemen strategi menurut Benjamin B. Tregog dan Junn W. Zimmerman yang
dikutip oleh Tati Joesron, antara lain:
a. Berpikir dengan konsep : kemampuan untuk berpikir secara mendalam dan
sistematis dalam memecahkan permasalahan – permasalahan strategis.
b. Titik pandang : kemampuan untuk melihat sesuatu secara keseluruhan
c. Kemampuan mengutarakan : kemampuan untuk menjelaskan pemikiran
abstrak seseorang kepada individu lainnya secara jelas.
d. Perhatian terhadap masa depan : menganggap masa depan sebagai ukuran
penting sehingga ketika terdapat pilihan – pilihan maka kita harus memilih
yang terbaik.
e. Daya rasa untuk mengurus : mengorbankan keuntungan yang didapat pada
jangka pendek dibandingkan dengan keuntungan jangka panjang.

Untuk merumuskan strategi diperlukan kejelasan serta keakuratan informasi
yang mendasarinya. Sebab jika tidak tepat strategi justru akan memberikan kerugian
bagi organisasi terutama dari segi waktu dan segi finansial. Menurut V.K. Gupta
seperti yang dikutip oleh Tati Joesron berpendapat bahwa informasi – informasi yang
dibutuhkan berkaitan dengan pertanyaan berikut :
1. Pertanyaan yang berkaitan dengan anggota :

 Sudahkan pendapatan tersebut naik secara merata diantara anggota?

 Siapakah yang terutama memperoleh manfaat kegiatan sosial koperasi ?
2. Pertanyaan yang berkaitan dengan sumber daya manusia / keuangan :

 Bagaimana status kerjasama diantara anggota dalam kelompok kecil
dan dalam kaitannya dengan berbagai kegiatan?

 Kesempatan investasi macam apakah yang telah dilakukan anggota bagi
tabungannya?
3. Pertanyaan yang berkaitan dengan pengurus :

 Peran apakah yang dinaikan oleh pengurus dalam menjamin kerjasama
dan peran serta anggota dalam kegiatan – kegiatan tertentu ?

 Adakah kepuasan diantara anggota dalam pemilihan ekonomi serta
kebijaksanaan pengurus ?
4. Pertanyaan yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah :

 Adakah perubahan – perubahan dalam kebijakan pemerintah dalam hal
suku bunga, pemberian uang margin, subsidi ekspor dan impor serta
kebijakan – kebijakan pembangunan ?

 Berapa besarkah perubahan tersebut secara kualitatif dan kuantitatif
serta berapa besar pula pengaruh kebijakan pemerintah tersebut dalam
kegiatan – kegiatan koperasi ?
5. Pertanyaan yang berkaitan dengan teknologi :

 Apakah teknologi yang digunakan sudah tepat ?

 Apakah permintaan atas produk koperasi serta bagian pasarnya
berkembang ?
6. Pertanyaan yang berkenaan dengan manajemen :
 Apakah

manajemen

sering

menaksir

perbedaan

target

yang

direncanakan serta target yang tercapai ?

 Apakah perubahan yang dilakukan oleh pengelola memperbaiki
kinerja?
7. Pertanyaan yang berkaitan dengan personil dan organisasi :

 Adakah pegawai bangga terhadap koperasi dimana ia bekerja ?

 Sudahkah pengangkatan dan promosi pegawai sesuai dengan tata cara
yang telah ditetapkan ?
8. Pertanyaan yang berkaitan dengan susunan keuangan :

 Apakah dana modal cukup bagi kegiatan yang dianggarkan ?

 Apakah sumbangan anggota terhadap sumbangan wajib dan sukarela
cukup memuaskan ?

C.4. Manajemen Strategi pada SHO (Self Help Organization)
Strategi manajemen dari SHO membutuhkan informasi – informasi penting
seperti yang dijelaskan oleh Tati Joesron sebagai berikut :

 Tidak banyak rencana SHO diseluruh dunia dianggap baik. Kegagalan
umumnya akan terjadi ketika tidak sesuai dengan aturan serta tidak adanya
evaluasi secara menyeluruh.

 Banyaknya pemikiran strategi yang diabaikan, bahkan SHO sering
diperhatikan dan dikelola oleh pihak yang tidak profesional. Untuk
meminimalisasinya

dibutuhkan

pelatihan

yang

sistematis

dalam

merencanakan strategi organisasi.

Masalah dasar dalam menjalankan strategi dari manajemen koperasi adalah
penguasaan dasar dalam membangun paradigma. Selain itu kurangnya tingkat
partisipasi anggota menyebabkan strategi tidak menerapkan konsep hukum dan
manajemen yang baik.
Untuk mengetahui faktor – faktor apa yang menciptakan keuntungan bagi
anggota SHO bergantung kepada pembuat keputusan (pengusaha) dalam organisasi
koperasi. Kegiatan tersebut dipengaruhi oleh tiga faktor yang dijelaskan oleh Tati
Joesron sebagai berikut :
1. Norma. Faktor ini menjelaskan bahwa koperasi harus memiliki hal – hal
yang tepat untuk memasuki pasar monopoli untuk dapat memberikan
keuntungan bagi anggota.
2. Kemampuan. Faktor ini menjelaskan bahwa manajemen koperasi
memerlukan kemampuan minimum untuk sukses bersaing dengan
perusahaan lain.
3. Penujang. Faktor ini menjelaskan bahwa manajemen koperasi harus
memiliki kemauan untuk masuk dalam pasar monopoli secara nyata dan
bersaing dengan perusahaan lain.

Dalam strategi manajemen Kenichi Ohmae seperti yang dikutip oleh Tati
Joesron menjelaskan sebuah identifikasi pemeran – pemeran penting yang dikenal
dengan istilah “ Three c’s “. Hal tersebut dijelaskan dalam model berikut :

Daerah Sasaran

Nasabah

Nilai

Perbedaan
antara produk
/ pelayanan

Daerah Multiple
Market
Nilai

Koperasi

Pesaing
Harga

Menurut Ohmae kesuksesan strategi merupakan sesuatu jaminan yang lebih
baik dan lebih kuat sesuai dengan kemampuan koperasi menghadapi pesaingnya.
Dengan strategi ini diharapkan koperasi dapat membedakan strateginya dengan
memperhatikan 3 elemen dasar tersebut.

D. Daftar Pustaka
Sumber Internet :
http://www.salemmarafi.com/wp-content/uploads/2011/10/situational_leadership.png
diambil pada tanggal 3 Desember 2011.
http://www.managementstudyguide.com/continuum-leadership-behaviour.htm diambil pada
tanggal 4 Desember 2011.