Gambaran Perawatan Diri Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perawatan Diri

2.1.1 Definisi Perawatan Diri

Perawatan diri merupakan perawatan diri sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis (Alimul, 2009). Menurut Depkes (2000, dalam Scribd, 2011) perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, seseorang dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat melakukan perawatan diri. Perawatan diri berorientasi pada manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan yang saling mempengaruhi (Meleis, 2007 dalam Herlina, 2013). Penyakit mungkin saja teratasi dengan upaya pengobatan. Akan tetapi, tanpa perawatan penyakit itu akan tetap ada dan kondisi sehat tidak akan tercapai (Asmadi, 2008). Jadi, perawatan diri adalah suatu kemampuan dasar manusia dalam merawat dirinya sendiri yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatannya.

2.1.2 Tujuan perawatan diri

Tujuan umum perawatan diri adalah untuk mempertahankan perawatan diri, baik secara sendiri maupun dengan menggunakan bantuan, dapat melatih hidup sehat/ bersih dengan cara memperbaiki gambaran atau persepsi terhadap


(2)

kesehatan dan kebersihan, serta menciptakan penampilan yang sesuai dengan kebutuhan kesehatan. Membuat rasa nyaman dan relaksasi dapat dilakukan untuk menghilangkan kelelahan serta mencegah infeksi, mencegah gangguan sirkulasi darah, dan mempertahankan integritas pada jaringan (Alimul, 2009).

Perawatan diri juga bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan seseorang, memelihara kebersihan diri, memperbaiki personal hygiene yang kurang, pencegahan penyakit, meningkatkan percaya diri, dan menciptakan keindahan (Tarwoto & Wartonah, 2003). Perawatan diri ini menggambarkan dan menjelaskan manfaat perawatan diri guna mempertahankan hidup, kesehatan, dan kesejahteraannya. Jika dilakukan secara efektif, upaya perawatan diri dapat memberi kontribusi bagi integritas struktural fungsi dan perkembangan manusia (Asmadi, 2008).

2.1.3 Jenis-jenis perawatan diri

2.1.3.1 Personal hygiene/ kebersihan diri

Higiene adalah ilmu kesehatan. Personal hygiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis (Tarwoto & Wartonah, 2010). Cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka disebut higiene perorangan (Potter & Perry, 2005). Secara umum kebersihan diri/ mandi meliputi kemampuan membersihkan badan, memperoleh atau mendapatkan


(3)

sumber air, mengatur suhu atau aliran air mandi, mendapatkan perlengkapan mandi, mengeringkan tubuh, serta masuk dan keluar kamar mandi.

Tujuan mandi menurut Potter & Perry (2005):

1. Membersihkan kulit: pembersihan mengurangi keringat, beberapa bakteria, sebum, dan sel kulit yang mati, yang meminimalkan iritasi kulit dan mengurangi kesempatan infeksi.

2. Stimulasi sirkulasi: sirkulasi yang baik ditingkatkan melalui penggunaan air hangat dan usapan yang lembut pada ekstremitas

3. Peningkatan citra diri: mandi meningkatkan relaksasi dan perasaan segar kembali dan kenyamanan

4. Pengurangan bau badan: sekresi keringat yang berlebihan dari kelenjar aprokin berlokasi di area aksila dan publik menyebabkan bau badan yang tidak menyenangkan. Mandi dan penggunaan antiperspiran meminimalkan bau.

5. Peningkatan rentang gerak: gerakan ekstremitas selama mandi mempertahankan fungsi sendi.

Potter & Perry (2005) dan Alimul (2009) menyatakan kebersihan diri meliputi: 1. Perawatan kulit

Kulit merupakan salah satu bagian penting dari tubuh yang dapat melindungi tubuh dari berbagai kuman atau trauma, sehingga diperlukan perawatan yang adekuat (cukup) dalam mempertahankan fungsinya. Sebagai bagian dari organ pelindung, kulit secara anatomis terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan epidermis dan lapisan dermis. Kulit secara umum memiliki berbagai fungsi yaitu:


(4)

a. Melindungi tubuh dari masuknya berbagai kuman atau trauma jaringan bagian dalam yang juga dapat membantu menjaga keurtuhan kulit

b. Mengatur keseimbangan suhu tubuh dan membantu produksi keringat serta penguapan.

c. Sebagai alat peraba yang dapat membatu tubuh menerima rangsangan dari luar melalui baru rasa sakit, sentuhan, tekanan, atau suhu.

d. Sebagai alat ekskresi keringat melalui pengeluaran air, garam dan nitrogen

e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit yang bertugas mencegah pengeluaran cairan tubuh secara berlebihan.

f. Memproduksi dan menyerap vitamin D sebagai penghubung atau pemberi vitamin D dari sinar ultraviolet matahari.

Kulit juga berfungsi sebagai pertukaran oksigen, nutrisi, dan cairan dengan pembuluh darah yang berada dibawahnya; mensintesa sel baru; dan mengeliminasi sel mati, sel yang tidak berfungsi. Sel-sel integumen memerlukan nutrisi dan hidrasi yang cukup untuk menahan cedera dan penyakit. Sirkulasi yang adekuat penting untuk memelihara kehidupan sel. Selama kulit masih utuh dan sehat, fungsi fisiologisnya masih optimal (Potter & Perry ,2005).

Usaha untuk membersihkan kulit dapat dilakukan dengan cara mandi 2 kali sehari secara teratur (Alimul, 2009). Gunakan sabun yang tidak bersifat iritatif, sabuni seluruh tubuh terutama area lipatan kulit seperti sela-sela jari, ketiak, belakang telinga, dan lain-lain. Jangan gunakan sabun mandi untuk wajah. Segera keringkan tubuh dengan handuk dari wajah, tangan, badan hingga kaki. Faktor-faktor yang mempengaruhi kulit yaitu umur, jaringan kulit,


(5)

kondisi/keadaan lingkungan. 2. Perawatan kuku dan kaki

Menjaga kebersihan kuku merupakan salah satu aspek penting dalam mempertahankan perawatan diri karena berbagai kuman dapat masuk ke dalam tubuh melalui kuku. Oleh sebab itu, kuku seharusnya tetap dalam keadaan sehat dan bersih. Secara anatomis kuku terdiri atas dasar kuku, badan kuku, dinding kuku, kantung kuku, akar kuku, dan lunula. Kondisi normal kuku ini dapat terlihat halus, tebal kurang lebih 0,5 mm, transparan, dasar kuku berwarna merah muda (Potter & Perry, 2005). Kaki dan kuku seringkali memerlukan perhatian khusus untuk mencegah infeksi, bau, dan cedera pada jaringan. Perawatan dapat digabungkan selama mandi atau pada waktu yang terpisah. Seringkali, orang tidak sadar akan masalah kaki dan kuku sampai terjadi nyeri atau ketidaknyamanan. Masalah dihasilkan karena perawatan yang salah atau kurang terhadap kaki dan tangan seperti menggigit kuku atau pemotongan yang tidak tepat, pemaparan dengan zat-zat kimia yang tajam, dan pemakaian sepatu yang tidak pas. Ketidaknyamanan dapat mengarah pada stres fisik dan emosional.

Kaki penting untuk kesehatan fisik dan emosional. Nyeri pada kaki dapat menyebabkan seseorang berjalan berbeda, yang menyebabkan ketegangan pada kelompok otot yang bebeda. Banyak orang harus berjalan atau berdiri nyaman untuk melakukan pekerjaan mereka dengan efektif.

Masalah/ gangguan pada kuku:

a. Ingrown nail, kuku tangan yang tidak tumbuh-tumbuh dan dirasakan sakit pada daerah tersebut.


(6)

b. Paronychia, radang di sekitar jaringan kuku.

c. Ram’s horn nail, gangguan kuku yang ditandai pertumbuhan yang lambat disertai kerusakan dasar kuku atau infeksi.

d. Bau tidak sedap, reaksi mikroorganisme yang menyebabkan bau tidak sedap. Cara-cara dalam merawat kuku antara lain: jangan memotong kuku terlalu pendek dan kuku jari kaki dipotong dalam bentuk lurus, jangan membersihkan kotoran dibalik kuku dengan benda tajam sebab akan merusak jaringan dibawah kuku, potong kuku seminggu sekali atau sesuai kebutuhan, khusus untuk jari sebaiknya kuku dipotong segera setelah mandi atau direndam, jangan menggigit kuku karena akan merusak bagian kuku.

3. Perawatan mulut

Mulut, atau bukal, rongga yang terdiri dari bibir sekitar pembukaan mulut, leher sepanjang sisi dinding rongga, lidah dan ototnya dan langit-langit mulut bagian depan dan belakang yang membentuk akar rongga. Mukosa mulut secara normal berwarna merah muda terang dan basah. Gigi berfungsi untuk mengunyah. Higiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut, gigi, gusi, dan bibir. Menggosok membersihkan gigi dari partikel-partikel makanan, plak, dan bakteri; memasase gusi; dan mengurangi ketidaknyamanan yang dihasilkan dari bau dan rasa yang tidak nyaman. Flossing membantu lebih lanjut dalam mengangkat plak dan tartar di antara gigi untuk mengurangi inflamasi gusi dan infeksi. Higiene mulut yang lengkap memberikan rasa sehat dan selanjutnya menstimulus nafsu makan. Higiene mulut yang baik termasuk kebersihan, kenyamanan, dan kelembaban struktur mulut. Perawatan yang tepat mencegah


(7)

penyakit mulut dan kerusakan gigi. Perawatan mulut harus diberikan teratur dan setiap hari. Frekuensi tindakan higiene bergantung pada kondisi rongga mulut klien. Tidak makan makanan yang terlalu manis atau asam, tidak menggunakan gigi untuk menggigit dan mencongkel benda keras, gosok gigi, membersihkan dengan serat (flossing), dan perlu pembersihan yang tepat, serta memeriksakan gigi secara teratur setiap 6 bulan sekali. Gosok gigi dengan teliti sedikitnya 4 kali sehari (setelah makan dan khususnya sebelum tidur) adalah dasar program higiene mulut yang efektif.

Masalah umum mulut:

a. Karies gigi (lubang) merupakan masalah mulut paling umum dari orang muda. Perkembangan lubang merupakan proses patologi yang melibatkan kerusakan email gigi pada akhirnya melalui kekurangan kalsium. Selanjutnya dengan berkembangnya lubang, gigi menjadi kecoklatan atau kehitaman.

b. Penyakit periodontal (pyorrhea ): paling sering terjadi pada orang usia lebih dari 35 tahun. Penyakit ini adalah penyakit jaringan sekitar gigi, seperti peradangan membran periodontal atau ligamen periodontal.

c. Halitosis (bau napas) merupakan akibat higiene mulut yang buruk, pemasukan makanan tertentu, atau proses infeksi atau penyakit. Higiene mulut yang tepat dapat mengeliminasi bau kecuali penyebabnya adalah kondisi sistemik seperti penyakit liver atau diabetes.

d. Stomatitis adalah kondisi peradangan pada mulut karena kontak dengan pengiritasi, seperti tembakau; defisiensi vitamin; infeksi oleh bakteri, virus, atau jamur; atau penggunaan obat kemoterapi.


(8)

e. Gingivitis adalah peradangan gusi, biasanya karena higiene mulut yang buruk atau terjadi tanda leukemia, defisiensi vitamin, atau diabetes melitus.

4. Perawatan rambut

Rambut merupakan bagian dari tubuh yang memiliki fungsi sebagai proteksi serta pengatur suhu, melalui rambut perubahan status kesehatan diri dapat diidentifikasi. Secara anatomis, rambut terdiri atas bagian batang, akar rambut, sarung akar, folikel rambut, serta kelenjar sebasea. Penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Penyakit atau ketidakmampuan mencegah klien untuk memelihara perawatan rambut sehari-hari.

Menyikat, menyisir, dan bersampo adalah cara-cara dasar higienis untuk semua klien. Klien juga harus diizinkan bercukur bila kondisi mengizinkan. Pertumbuhan, distribusi, dan pola rambut dapat menjadi indikator status kesehatan umum. Perubahan hormonal, stres emosional maupun fisik, penuaan, infeksi, dan penyakit tertentu atau obat-obatan dapat mempengaruhi karakteristik rambut. Rambut yang tidak bercahaya, kusut, kotor mengindikasikan perawatan rambut yang tidak tepat. Rambut yang tidak disisir mungkin karena kurangnya minat, depresi, atau ketidakmampuan fisik untuk merawat rambut. Penyikatan yang sering membantu mempertahankan kebersihan rambut dan mendistribusi minyak secara merata sepanjang helai rambut. Penyisiran hanya membentuk gaya rambut dan mencegah rambut kusut.

Klien yang mampu melakukan perawatan diri harus dimotivasi untuk memelihara perawatan rambut sehari-hari. Karena rambut dan kulit kepala


(9)

memiliki kecenderungan menjadi kering, maka mungkin diperlukan penyisiran sehari-hari, penyikatan yang lembut, dan aplikasi produk pelembab. Frekuensi bersampo tergantung rutinitas pribadi sehari-hari dan kondisi rambut. Jika klien mampu untuk mandi, biasanya rambut dapat dikeramas tanpa kesulitan. Pencukuran rambut yang berada di bagian wajah dapat dilakukan setelah mandi atau bersampo. Cara perawatan rambut yaitu: cuci rambut 1-2 kali seminggu (sesuai kebutuhan) dengan memakai sampo yang cocok, pangkas rambut agar terlihat rapi, gunakan sisir yang bergigi besar untuk merapikan rambut keriting dan olesin rambut dengan minyak, jangan gunakan sisir yang bergigi tajam karena bisa melukai kulit kepala, pijat-pijat kulit kepala pada saat mencuci rambut untuk merangsang pertumbuhan rambut, pada jenis rambut ikal dan keriting sisir rambut mulai dari bagian ujung hingga kepangkal dengan pelan dan hati-hati.

Masalah/gangguan pada rambut: ketombe, kutu, botak (alopecia ), radang pada kulit di rambut (seborrheic dermatitis) (Potter & Perry, 2005).

5. Perawatan mata, telinga dan hidung

Secara normal tidak ada perawatan khusus yang diperlukan untuk mata karena secara terus-menerus dibersihkan air mata, dan kelopak mata dan bulu mata mencegah masuknya partikel asing. Seseorang hanya perlu memindahkan kotoran mata/ sekresi kering yang terkumpul pada kantus sebelah dalam atau bulu mata, melindungi mata dari kemasukan debu dan kotoran, dan bila menggunakan kacamata hendaklah selalu dipakai. Pembersihan mata dilakukan selama mandi dan melibatkan pembersihan dengan waslap bersih yang dilembabkan ke dalam air, dengan cara menyeka dari dalam ke luar kantus mata untuk mencegah sekresi


(10)

dari pengeluaran ke dalam kantung lakrimal. Tekanan langsung jangan digunakan di atas bola mata karena dapat menyebabkan cedera serius.

Higiene telinga mempunyai implikasi untuk ketajaman pendengaran bila substansi lilin atau benda asing berkumpul pada kanal telinga luar, yang mengganggu konduksi udara. Khususnya pada lansia rentan terkena masalah ini. Membersihkan telinga merupakan bagian rutin dalam kegiatan mandi. Bila ada kotoran yang menyumbat telinga keluarkan secara pelan-pelan, dan jangan menggunakan peniti atau jepitan rambut untuk membersihkan kotoran telinga karena dapat merusak gendang telinga.

Hidung memberikan indera penciuman tetapi juga memantau temperatur dan kelembaban udara yang dihirup serta mencegah masuknya partikel asing kedalam sistem pernapasan. Secara tipikal, perawatan higienis hidung adalah sederhana. Mengangkat sekresi hidung secara lembut dengan membersihkan ke dalam dengan tisu lembut menjadi higiene harian yang diperlukan. Jangan mengeluarkan kotoran dengan kasar atau dengan jari karena mengakibatkan tekanan yang dapat mengiritasi mukosa hidung, jaga agar lubang hidung tidak kemasukan air atau benda kecil sebab nantinya dapat terhisap dan menyumbat jalan nafas serta menyebabkan luka pada membran mukosa. Perdarahan hidung adalah tanda kunci dari pengeluaran yang kasar, iritasi mukosa, atau kekeringan.

6. Perawatan alat kelamin

Perawatan diri pada alat kelamin yang dimaksud adalah pada alat kelamin perempuan, yaitu perawatan diri pada organ eksterna yang terdiri atas mons veneris, terletak di depan simpisis pubis; labia mayora, labia minora, klitoris


(11)

(sebuah jaringan erektil yang serupa dengan penis laki-laki); kemudian bagian yang terkait di sekitarnya, seperti uretra, vagina, perenium, dan anus. Umumnya wanita lebih suka melakukannya sendiri tanpa bantuan orang apabila mereka masih mampu secara fisik.

2.1.3.2 Toileting (BAK/BAB)

Kegiatan toileting yang normal adalah adanya dorongan dan keinginan individu untuk melakukan eliminasi sisa metabolisme (menstruasi, urin, dan defekasi) dan membersihkan diri setelahnya secara mandiri tanpa bantuan setiap harinya. Toileting meliputi kemampuan dalam mendapatkan jamban/ kamar kecil, duduk atau bangkit dari jamban, melepaskan dan memakai kembali pakaian untuk toileting, membersihkan diri setelah BAB/ BAK dengan tepat, dan menyiram toilet atau kamar kecil (Fitria, 2009).

2.1.3.3 Berhias

Berhias terdiri dari kemampuan mengambil pakaian dari lemari dan menaruhnya kembali, menanggalkan/melepaskan pakaian, mengenakan pakaian dalam, mengancing baju dan celana (resleting dan kancing), menggunakan kaos kaki, menggunakan alat tambahan, memperoleh atau menukar pakaian, memilih pakaian, mempertahankan penampilan pada tingkat yang memuaskan, dan mengenakan sepatu secara tepat sesuai dengan iklim dan kondisi sosial (Fitria, 2009). Dan seluruh kegiatan ini tergantung pada kesukaan dan budaya seseorang. Bagi wanita memakai make up, mencukur bulu ketiak dan alis merupakan bagian


(12)

yang penting dari kerapian. Sedangkan untuk pria mencukur merupakan sesuatu yang penting sekali bagi penampilan dan harga diri mereka.

2.1.3.4 Makan

Individu memiliki kemampuan menelan makanan, mempersiapkan makanan, menangani perkakas, mengunyah makanan, menggunakan alat tambahan, mendapatkan makanan, membuka container, memanipulasi makanan dalam mulut, mengambil makanan dari wadah lalu memasukkannya ke mulut, melengkapi makan, mencerna makanan menurut cara yang diterima masyarakat, mengambil cangkir atau gelas, dan mencerna cukup makanan dengan makanan , serta berdoa sebelum makan (Fitria, 2009).

2.1.4 Jenis perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaan

Jenis perawatan diri berdasarkan waktu pelaksanaannya (Alimul, 2009): 1. Perawatan dini hari

Perawatan dini hari merupakan perawatan diri yang dilakukan pada waktu bangun tidur, untuk melakukan tindakan seperti perapian dalam pengambilan bahan pemeriksaan (urine atau feses), memberikan pertolongan, mempersiapkan pasien dalam melakukan makan pagi dengan melakukan tindakan perawatan diri, seperti mencuci muka, tangan, dan menjaga kebersihan mulut.

2. Perawatan Pagi hari

Perawatan yang dilakukan setelah melakukan makan pagi dengan melakukan perawatan diri seperti melakukan pertolongan dalam pemenuhan kebutuhan


(13)

eliminasi (buang air besar dan kecil), mandi atau mencuci rambut, melakukan perawatan kulit, melakukan pijatan pada punggung, mengganti pakaian, membersihkan mulut, kuku, dan rambut, serta merapikan tempat tidur pasien. 3. Perawatan siang hari

Perawatan diri yang dilakukan setelah melakukan berbagai tindakan pengobatan tau pemeriksaan dan setelah makan siang. Berbagai tindakan perawatan diri yang dapat dilakukan, antara lain mencuci muka dan tangan, membersihkan mulut, merapikan tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan kebersihan lingkungan kesehatan pasien.

4. Perawatan menjelang tidur

Perawatan diri yang dilakukan pada saat menjelang tidur agar pasien dapat tidur atau beristirahat dengan tenang. Berbagai kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain pemenuhan kebutuhan eliminasi (buang air besar dan kecil), mencuci tangan dan muka, membersihkan mulut, dan memijat daerah punggung.

2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi praktik higiene

Sikap seseorang melakukan higiene perorangan dipengaruhi oleh sejumlah faktor. Tidak ada dua orang yang melakukan perawatan kebersihan dengan cara yang sama, dan perawat dapat memberikan perawatan secara individual setelah mengetahui praktik higiene klien yang unik. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi praktik higiene menurut Potter & Perry (2005) adalah:


(14)

1. Citra tubuh

Penampilan umum dapat menggambarkan pentingnya higiene pada orang tersebut. Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang tentang penampilan fisiknya. Citra tubuh ini dapat seringkali berubah. Citra tubuh mempengaruhi cara mempertahankan higiene. Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan dirinya. Klien yang kelihatan tidak rapi atau tidak tertarik pada higiene membutuhkan pendidikan tentang pentingnya higiene.

2. Praktik sosial

Kelompok-kelompok sosial wadah seseorang berhubungan dapat mempengaruhi praktik higiene pribadi. Selama masa kanak-kanak, anak-anak mendapatkan praktik higiene dari orangtua mereka. Kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, dan ketersediaan air panas dan/atau air mengalir hanya merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi perawatan kebersihan. Remaja dapat menjadi lebih perhatian pada higiene seperti peningkatan ketertarikan mereka pada teman kecannya. Selanjutnya dalam kehidupan, teman-teman dan kelompok kerja membentuk harapan orang mengenai penampilan pribadi mereka dan perawatan yang dilakukan dalam mempertahankan higiene yang adekuat. Praktik higiene lansia dapat berubah dikarenakan situasi kehidupan.

3. Status sosioekonomi

Sumber daya ekonomi seseorang mempengaruhi jenis dan tingkat praktik kebersihan yang digunakan. Personal higiene memerlukan alat dan bahan seperti


(15)

sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. Dalam lingkungan rumah ada kebutuhan untuk menambah alat-alat yang membantu klien dalam memelihara higiene dalam keadaan yang aman. Hal ini menjadi tidak mungkin jika klien mempunyai pendapatan yang tetap.

4. Pengetahuan

Pengetahuan tentang pentingnya higiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik higiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Seseorang juga harus termotivasi untuk memelihara perawatan diri. Seringkali, pembelajaran tentang penyakit atau kondisi mendorong seseorang untuk meningkatkan higiene. Misalnya, ketika klien diabetes sadar akan efek diabetes pada sirkulasi di kaki, mereka jadi lebih menyukai belajar teknik perawatan kaki yang tepat. Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.

5. Kebudayaan

Kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan higienis. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik perawatan diri yang berbeda. Di Amerika Utara, misalnya banyak orang menggunakan shower sehari-hari atau bak mandi. Di Asia kebersihan dipandang penting bagi kesehatan. Di negara Eropa, bagaimanapun, hal ini biasa untuk mandi secara penuh hanya sekali dalam seminggu. Di sebagian masyarakat indonesia jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.


(16)

6. Pilihan pribadi

Setiap orang memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur dan melakukan perawatan rambut. Klien memilih produk yang berbeda (misalnya, sabun, sampo, deodoran, dan pasta gigi) menurut pilihan dan kebutuhan pribadi. Klien juga memiliki pilihan mengenai bagaimana melakukan higiene. Misalnya, seorang pria menyukai untuk bercukur sebelum mandi, padahal yang lalinnya bercukur setelah mandi.

7. Kondisi fisik

Orang yang berada pada suatu kondisi/menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi sering kali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan higiene pribadi. Kondisi jantung, neurologis, paru -paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau menjadikan klien tidak mampu dan memerlukan perawat untuk melakukan perawatan higienis total.

2.1.6 Dampak Perawatan Diri

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene antara lain: 1. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit karena kulit kotor maka akan mudah terkena luka, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.


(17)

2. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial (Tarwoto & Wartonah, 2010).

2.2 Narapidana Wanita

2.2.1 Definisi narapidana wanita

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas (UU RI No.12 Th. 1995 tentang pemasyarakatan pasal 1 ayat 3). Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan, menurut WHO (2009), narapidana wanita adalah wanita yang berusia minimal 18 tahun, ditahan di penjara, sedang menunggu pemeriksaan pengadilan atau telah menjalani hukuman di penjara.

2.2.2 Perawatan diri narapidana wanita

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengatur tentang kehidupan narapidana di lapas. UU ini menjelaskan bahwa petugas harus menyediakan makan dan minum. Selaku institusi yang berwenang, lapas berwenang mendistribusikan makanan. Dengan kata lain narapidana wanita hanya mendapatkan makanan yang disediakan oleh lapas. Oleh karena itu, lapas harus selalu memperhatikan dan mengusahakan agar pengelolaan makanan bagi


(18)

narapidana wanita dapat terselenggara dengan baik dan menjaga kualitas maupun kuantitasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila makanan yang tidak sesuai dengan jumlahnya dan rendah kualitasnya disamping dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban, dari segi kesehatan juga dapat menyebabkan penyakit kekurangan gizi. Narapidana wanita yang kekurangan gizi akan lebih mudah terserang penyakit, kurang motivasi, bereaksi lamban, apatis, prestasinya menurun, sehingga produktivitas kerjanya akan berkurang. Sedangkan kebutuhan lain yang bersifat pribadi dapat diperoleh dari keluarga yang sedang berkunjung atau belanja di koperasi yang telah disediakan (Andansari, 2014).

Para tahanan harus disediakan lingkungan yang sehat, udara yang bersih, pencahayaan, suhu, ventilasi, toilet yang sehat dan pantas, tempat mandi, dan sebagainya. Pihak manajemen penjara tidak boleh memaksa tahanan untuk mengenakan seragam tahanan, dan semua tahanan diberikan kebebasan untuk mengenakan pakaian yang mereka inginkan. Setiap narapidana yang tidak diperbolehkan memakai pakaiannya sendiri, harus disediakan pakaian yang sesuai dengan iklim dan cukup untuk menjaga dirinya tetap dalam keadaan sehat. Bagaimana pun, pakaian tersebut tidak boleh merendahkan martabat atau memalukan. Semua pakaian harus bersih dan terawat baik. Pakaian dalam harus diganti dan dicuci sesering yang diperlukan untuk menjaga kesehatan pribadi, dalam keadaan khusus jika seorang narapidana dibawa ke luar lembaga untuk tujuan yang sah, narapidana tersebut harus diizinkan untuk mengenakan pakaiannya sendiri atau pakaian lain yang tidak menarik perhatian (Handayani, 2012).


(19)

Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat yang rentan dalam penyebaran penyakit, terutama penyakit kulit. Hal ini karena sanitasi yang kurang baik, air bersih sulit diperoleh, pakaian jarang diganti, dan kerap pula sehelai handuk dipakai beramai-ramai, serta sel yang kotor dan pengap. Hasil observasi yang dilakukan oleh Astriyanti, Lerik & Sahdan, (2010) di Lapas Klas IIA Kupang, menunjukkan bahwa narapidana tetap memakai pakaian yang dikenakan kemarin, selesai bekerja tidak mencuci kaki dan tangan dengan baik dan benar, serta tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum makan. Berdasarkan hasil wawancara Astriyanti, dkk (2010) pada narapidana dan pegawai lapas menunjukkan bahwa narapidana tidur bersama dalam satu kamar dengan ukuran 5x2 m terdiri dari 7-9 narapidana, pakaian kotor digantung atau ditumpuk dalam kamar, dan tidak mengganti sprei tempat tidur secara berkala.

Praktek hygiene perorangan narapidana penderita penyakit kulit yang buruk ditunjukkan pada item frekuensi mandi, frekuensi mengganti pakaian, dan meminjam atau meminjamkan pakaian dan handuk pada orang lain. Para narapidana sering meminjam atau meminjamkan pakaian dan handuk kepada orang lain khususnya teman sekamar. Sudah menjadi hal yang wajar bila sesama teman sekamar pinjam meminjam pakaian dan sebagainya karena persediaan yang minim sehingga lebih mudah meminjam milik teman sekamar. Namun, setiap narapidana mempunyai pandangan dan perasaan yang berbeda-beda, serta adanya perbedaan kepercayaan atau keyakinan, kehidupan soaial, dan kecenderungan untuk bertindak, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi tindakan perawatan diri (Astriyanti dkk, 2010).


(20)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wirawan, dkk (2011) menunjukkan higiene perorangan warga binaan Lapas Wanita Kelas II A Semarang dapat dilihat berdasarkan frekuensi mandi dua kali sehari sebanyak 27 orang (52,9%), frekuensi ganti pakaian satu kali sehari sebanyak 28 orang (54,9%), frekuensi pemakaian sabun pada saat mandi dua kali kali sehari sebanyak 27 orang (52,9%), frekuensi mencuci pakaian tidak tiap hari tapi pakai sabun sebanyak 27 orang (52,9%), frekuensi mencuci handuk lebih dari tiga hari tapi pakai sabun sebanyak 31 orang (60,8%), frekuensi mencuci sprai lebih dari dua minggu tapi pakai sabun sebanyak 26 orang (51,0%), dan kebiasaan menggunakan alat makan secara bergantian dengan dicuci menggunakan sabun terlebih dahulu 26 orang (51,0%). Hal ini memungkinkan terjadinya penularan herpes simplek pada warga binaan di Lapas wanita Semarang.


(1)

sabun, pasta gigi, sikat gigi, shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya. Dalam lingkungan rumah ada kebutuhan untuk menambah alat-alat yang membantu klien dalam memelihara higiene dalam keadaan yang aman. Hal ini menjadi tidak mungkin jika klien mempunyai pendapatan yang tetap.

4. Pengetahuan

Pengetahuan tentang pentingnya higiene dan implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik higiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri tidaklah cukup. Seseorang juga harus termotivasi untuk memelihara perawatan diri. Seringkali, pembelajaran tentang penyakit atau kondisi mendorong seseorang untuk meningkatkan higiene. Misalnya, ketika klien diabetes sadar akan efek diabetes pada sirkulasi di kaki, mereka jadi lebih menyukai belajar teknik perawatan kaki yang tepat. Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan.

5. Kebudayaan

Kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi mempengaruhi perawatan higienis. Orang dari latar kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik perawatan diri yang berbeda. Di Amerika Utara, misalnya banyak orang menggunakan shower sehari-hari atau bak mandi. Di Asia kebersihan dipandang penting bagi kesehatan. Di negara Eropa, bagaimanapun, hal ini biasa untuk mandi secara penuh hanya sekali dalam seminggu. Di sebagian masyarakat indonesia jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.


(2)

6. Pilihan pribadi

Setiap orang memiliki keinginan individu dan pilihan tentang kapan untuk mandi, bercukur dan melakukan perawatan rambut. Klien memilih produk yang berbeda (misalnya, sabun, sampo, deodoran, dan pasta gigi) menurut pilihan dan kebutuhan pribadi. Klien juga memiliki pilihan mengenai bagaimana melakukan higiene. Misalnya, seorang pria menyukai untuk bercukur sebelum mandi, padahal yang lalinnya bercukur setelah mandi.

7. Kondisi fisik

Orang yang berada pada suatu kondisi/menderita penyakit tertentu atau yang menjalani operasi sering kali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk melakukan higiene pribadi. Kondisi jantung, neurologis, paru -paru, dan metabolik yang serius dapat melemahkan atau menjadikan klien tidak mampu dan memerlukan perawat untuk melakukan perawatan higienis total.

2.1.6 Dampak Perawatan Diri

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene antara lain: 1. Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah: gangguan integritas kulit karena kulit kotor maka akan mudah terkena luka, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.


(3)

2. Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi sosial (Tarwoto & Wartonah, 2010).

2.2 Narapidana Wanita

2.2.1 Definisi narapidana wanita

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lapas (UU RI No.12 Th. 1995 tentang pemasyarakatan pasal 1 ayat 3). Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan, menurut WHO (2009), narapidana wanita adalah wanita yang berusia minimal 18 tahun, ditahan di penjara, sedang menunggu pemeriksaan pengadilan atau telah menjalani hukuman di penjara.

2.2.2 Perawatan diri narapidana wanita

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan mengatur tentang kehidupan narapidana di lapas. UU ini menjelaskan bahwa petugas harus menyediakan makan dan minum. Selaku institusi yang berwenang, lapas berwenang mendistribusikan makanan. Dengan kata lain narapidana wanita hanya mendapatkan makanan yang disediakan oleh lapas. Oleh karena itu, lapas harus


(4)

narapidana wanita dapat terselenggara dengan baik dan menjaga kualitas maupun kuantitasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila makanan yang tidak sesuai dengan jumlahnya dan rendah kualitasnya disamping dapat menimbulkan gangguan keamanan dan ketertiban, dari segi kesehatan juga dapat menyebabkan penyakit kekurangan gizi. Narapidana wanita yang kekurangan gizi akan lebih mudah terserang penyakit, kurang motivasi, bereaksi lamban, apatis, prestasinya menurun, sehingga produktivitas kerjanya akan berkurang. Sedangkan kebutuhan lain yang bersifat pribadi dapat diperoleh dari keluarga yang sedang berkunjung atau belanja di koperasi yang telah disediakan (Andansari, 2014).

Para tahanan harus disediakan lingkungan yang sehat, udara yang bersih, pencahayaan, suhu, ventilasi, toilet yang sehat dan pantas, tempat mandi, dan sebagainya. Pihak manajemen penjara tidak boleh memaksa tahanan untuk mengenakan seragam tahanan, dan semua tahanan diberikan kebebasan untuk mengenakan pakaian yang mereka inginkan. Setiap narapidana yang tidak diperbolehkan memakai pakaiannya sendiri, harus disediakan pakaian yang sesuai dengan iklim dan cukup untuk menjaga dirinya tetap dalam keadaan sehat. Bagaimana pun, pakaian tersebut tidak boleh merendahkan martabat atau memalukan. Semua pakaian harus bersih dan terawat baik. Pakaian dalam harus diganti dan dicuci sesering yang diperlukan untuk menjaga kesehatan pribadi, dalam keadaan khusus jika seorang narapidana dibawa ke luar lembaga untuk tujuan yang sah, narapidana tersebut harus diizinkan untuk mengenakan pakaiannya sendiri atau pakaian lain yang tidak menarik perhatian (Handayani, 2012).


(5)

Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat yang rentan dalam penyebaran penyakit, terutama penyakit kulit. Hal ini karena sanitasi yang kurang baik, air bersih sulit diperoleh, pakaian jarang diganti, dan kerap pula sehelai handuk dipakai beramai-ramai, serta sel yang kotor dan pengap. Hasil observasi yang dilakukan oleh Astriyanti, Lerik & Sahdan, (2010) di Lapas Klas IIA Kupang, menunjukkan bahwa narapidana tetap memakai pakaian yang dikenakan kemarin, selesai bekerja tidak mencuci kaki dan tangan dengan baik dan benar, serta tidak mencuci tangan dengan bersih sebelum makan. Berdasarkan hasil wawancara Astriyanti, dkk (2010) pada narapidana dan pegawai lapas menunjukkan bahwa narapidana tidur bersama dalam satu kamar dengan ukuran 5x2 m terdiri dari 7-9 narapidana, pakaian kotor digantung atau ditumpuk dalam kamar, dan tidak mengganti sprei tempat tidur secara berkala.

Praktek hygiene perorangan narapidana penderita penyakit kulit yang buruk ditunjukkan pada item frekuensi mandi, frekuensi mengganti pakaian, dan meminjam atau meminjamkan pakaian dan handuk pada orang lain. Para narapidana sering meminjam atau meminjamkan pakaian dan handuk kepada orang lain khususnya teman sekamar. Sudah menjadi hal yang wajar bila sesama teman sekamar pinjam meminjam pakaian dan sebagainya karena persediaan yang minim sehingga lebih mudah meminjam milik teman sekamar. Namun, setiap narapidana mempunyai pandangan dan perasaan yang berbeda-beda, serta adanya perbedaan kepercayaan atau keyakinan, kehidupan soaial, dan kecenderungan untuk bertindak, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi tindakan perawatan


(6)

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wirawan, dkk (2011) menunjukkan higiene perorangan warga binaan Lapas Wanita Kelas II A Semarang dapat dilihat berdasarkan frekuensi mandi dua kali sehari sebanyak 27 orang (52,9%), frekuensi ganti pakaian satu kali sehari sebanyak 28 orang (54,9%), frekuensi pemakaian sabun pada saat mandi dua kali kali sehari sebanyak 27 orang (52,9%), frekuensi mencuci pakaian tidak tiap hari tapi pakai sabun sebanyak 27 orang (52,9%), frekuensi mencuci handuk lebih dari tiga hari tapi pakai sabun sebanyak 31 orang (60,8%), frekuensi mencuci sprai lebih dari dua minggu tapi pakai sabun sebanyak 26 orang (51,0%), dan kebiasaan menggunakan alat makan secara bergantian dengan dicuci menggunakan sabun terlebih dahulu 26 orang (51,0%). Hal ini memungkinkan terjadinya penularan herpes simplek pada warga binaan di Lapas wanita Semarang.