Tata Cara Penagihan Hutang Pajak dengan Surat Paksa Kepada Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Tujuan Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur dan merata baik dalam hal material maupun spiritual, hal ini dapat diwujudkan melalui pembangunan Nasional secara bertahap, terencana, berkesinabungan dan berkelanjutan (Mardiasmo, 2006).

Dalam rangka mewujudkan pembangunan Nasional secara bertahap, terencana, berkesinambungan dan berkelanjutan maka diperlukan dana dalam jumlah besar untuk melaksanakannya. Salah satu sumber dana yang berasal dari dalam negeri berasal dari sektor pajak. Oleh karena itu dari tahun ke tahun target penerimaan dari sektor pajak terus ditingkatkan. Kesit Bambang Prakosa (2003:1), mengidentifikasi pajak adalah iuran wajib anggota masyarakat kepada Negara karena Undang-Undang dan atas pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung dapat.

Pajak merupakan bentuk pembayaran mandiri suatu bangsa, sehingga peran aktif setiap lapisan warga Negara sangat dibutuhkan dalam upaya melaksanakan pembangunaan nasional. Berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaraan masyarakat wajib pajak telah dilaksanakan, tetapi masi dijumpai wajib pajak yang tidak atau belum sepenuhnya melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar dan tepat


(2)

waktu. Untuk itu diperlukan suatu tindakan dari aparatur perpajakan untuk melakukan pencairan tunggakan yang terjadi.

Tindakan yang dilakukan oleh aparatur Negara yaitu penagihan. Penagihan dimulai dengan penerbitan surat teguran yang berfungsi untuk memperingatkan wajib pajak agar segera melunasi hutang pajaknya yang telah lewat jatuh tempo. Apabila pernyataan ini tidak diindahkan oleh wajib pajak, pajak yang terutang ditagih dengan surat paksa dan dapat dilanjutkan dengan tindakan penyitaan barang-barang wajib pajak atau penanggung pajak.

Mengingat dasar inilah penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang membahas tentang “Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan”

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Praktek Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikannya. Tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Lapangan Mandiri ini adalah:

1.1. Mengetahui tata cara penagihan pajak dengan surat paksa di kantor

pelayanan pajak pratama Medan Belawan.

1.2. Mengetahui bagaimana proses penerbitan Surat paksa hingga

mempengaruhi cepat lambatnya proses penerimaan pajak yang dilaksanakan.


(3)

2. Manfaat Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

2.1. Bagi Mahasiswa

a. Menerapkan teori yang di dapat selama dibangku kuliah ke dalam

dunia kerja.

b. Hasil praktik dapat di jadikan sebagai sumber pengembangan ilmu

khususnya di bidang penagihan pajak.

c. Meningkatkan kemampuan, memperluas, dan memantapkan

keterampilan mahasiswa dalam menjalin hubungan yang baik.

2.2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

a. Menjalin hubungan baik dengan , khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

b. Meningkatkan dan mendorong munculnya pemikiran-pemikiran baru

untuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.

c. Mempromosikan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

kepada khususnya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

d. Meningkatkan kerja sama dengan lembaga pendidikan dalam hal

meningkatkan kualitas sumber daya.

2.3. Bagi Program Studi Dipoloma III Administrasi Perpajakan FISIP USU a. Membuat kerja dan mengaplikasikan kurikulum yang nyata.

b. Membuka interaksi antara pengajar (dosen), Program Diploma III

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik , dan mahasiswa dengan instansi dalam hal ini Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belwan.


(4)

d. Memperbaiki pandangan masyarakat atas kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan khususnya Univesitas Sumatera Utara.

e. Memberi bukti nyata atas disiplin ilmu yang telah diterapkan selama dibangku perkuliahan.

C. Uraian Teoritis 1. Defenisi pajak

Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan “surplus-nya” digunakan untuk public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment (Soemitro, 1998). Selanjutnya menurut S.I. Djajadiningrat dalam Siti Resmi (2007:1) mengartikan pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan Pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan secara umum.

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (1) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah Kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat. Berdasarkan golongannya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:


(5)

a. Pajak Langsung adalah pajak yang bebannya harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak yang bersangkutan, tidak boleh dilimpahkan kepada orang lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh)

b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang bebannya dapat

dilimpahkan kepada pihak ketiga atau konsumen. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Pajak Subjektif adalah pajak yang berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh).

b. Pajak Objektif adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).

2. Fungsi pajak

Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro, S.H, Fungsi pajak ada 2 (dua) yaitu fungsi budgetair dan reguleren. Fungsi budgetair merupakan salah satu sumber penerimaan Pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pengeluaran untuk pembangunan sebagai sumber keuangan Negara, pemerintah terus berupaya memaksimalkan pendapatannya untuk kas Negara, dimana hal ini dapat dilihat dari terus berkembangnya serta berubahnya peraturan-peraturan dari berbagai jenis pajak seperti:


(6)

b. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU No. 42 Tahun 2009)

c. Pajak Bumi dan Bangunan dan Lainnya (UU No. 20 Tahun 2000)

Fungsi reguleren merupakan fungsi mengatur, artinya pajak sebagai sebuah alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Misalnya:

a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi

konsumsi masyarakat terhadap minuman keras

b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk

mengurangi gaya hidup yang konsumtif dari masyarakat

c. Tarif Pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk

Indonesia di pasaran dunia.

3. Penagihan pajak

Selanjutnya pengertian penagihan pajak menurut Moeljo Hadi (2001), mengatakan bahwa penagihan pajak adalah serangkaian tindakan dari aparatur Direktorat Jendral Pajak (DJP), berhubungan wajib pajak tidak melunasi baik sebagian atau seluruh kewajiban perpajakan menurut Undang-Undang Perpajakan yang berlaku.

Sedangkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penaggung pajak melunasi hutang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, membertitahukan


(7)

Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan Penyitaan, melaksanakan Penyanderaan, menjual barang yang telah disita.

Penagihan dilakukan dengan adanya hutang pajak dari Wajib Pajak, yang belum dilunasi sehingga dilakukan penagihan pajak melalui Surat Tagihan Pajak. Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009) Pasal 1 Ayat (20) adalah “ Surat untuk melakukan tagihan Pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Beberapa alasan yang menyebabkan Surat Tagihan Pajak (STP) dapat dikeluarkan kepada Wajib Pajak adalah:

a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar

b. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan

pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan atau salah hitung

c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda danatau bunga

d. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

e. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi

membuat faktur pajak atau pengusaha telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi tidak membuat faktur pajak.


(8)

f. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tidak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.

4. Surat tagihan pajak

Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20, yang dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda. Surat Tagihan Pajak memiliki jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 24/PMK.03/2008. Surat Tagihan Pajak memiliki beberapa fungsi, yaitu:

a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutama SPT Wajib Pajak, yang

artinya jika pajak dalam tahun berjalan yang tidak atau kurang dibayar / disetor ataupun kekurangan pembayaran pajak, akibat salah tulis dan atau salah hitung dalam surat pemberitahuan

b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda

c. Alat untuk menagih.

5. Dasar penagihan pajak

Sesuai dengan sistem Self Assessment yang berlaku sekarang ini, wajib pajak wajib menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri hutang pajaknya. Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan dalam melakukan penghitungan pajak yang terutang atau Wajib Pajak melanggar ketentuan Undang Undang Perpajakan maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang berupa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),


(9)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Keputusan Pembetulan (SKP), Surat Keputusan Keberatan (SKK) dan Putusan Banding (PB) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

a. Surat Tagihan Pajak (STP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara

Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (20), adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Menurut Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (16), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus dibayar

c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Menurut

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (17), adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan

d. Surat Keputusan Pembetulan (SKP) Menurut Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (16), adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar


(10)

e. Surat Keputusan Keberatan (SKK) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (34), adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak

f. Putusan Banding (PB) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (35), adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

6. Penagihan pajak dengan surat paksa

Sesuai dengan Pasal 1 Ayat (21) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah Surat perintah membayar hutang pajak dan biaya penagihan pajak. Di dalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah hutang pajaknya. Surat Paksa yang berkepala “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Surat Paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung.

Menurut Faisal (2009) Penagihan pajak merupakan salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan administrasi pajak dalam rangka memastikan wajib pajak patuh dalam melunasi hutang pajaknya. Tindakan penagihan pajak dilakukan


(11)

terhadap wajib pajak penunggak pajak. Dasar hukum penagihan pajak dengan menggunakan surat paksa adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

b. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang

Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.

c. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan

untuk Tujuan Penagihan Pajak.

d. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 tentang Kebijakan

Penagihan Pajak Tahun 2004. 7. Penerbitan surat paksa

Menurut UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 8 Suat Paksa dapat diterbitkan apabila:

a. Penanggung Pajak tidak melunasi hutang pajak setelah Surat Teguran

diterbitkan.

b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan

sekaligus.

c. Penaggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum di

dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat:


(12)

a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak.

b. Dasar Penagihan.

c. Besarnya Hutang Pajak.

d. Perintah untuk membayar.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini yang paling mendasar yaitu:

1. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak

Pratama Medan Belawan

2. Faktor penerbitan Surat Paksa hingga faktor yang menghambat selama proses

penerimaan pajak yang dilaksanakan oleh Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

3. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

E. Metode Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Metode Praktek pada Kerja Lapangan Mandiri ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Tahap persiapan merupakan kegitan yang harus dilakukan oleh mahasiswa sebelum melaksanakan PKLM pada objek PKLM yang meliputi kegiatan seperti pemilihan objek PKLM, lokasi PKLM, pengajuan proposal PKLM dan menerima surat pengantar dari fakultas.


(13)

Studi literatur merupakan kegiatan mencari data dan informasi dengan membaca serta menelaah landasan teori, buku literatur, peraturan perundang-undangan perpajakan, surat kabar, internet, catatan-catatan tertulis yang berhubungan dan dapat dijadikan sumber dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Mandiri ini.

3. Observasi lapangan

Observasi lapangan merupakan kegiatan penulis dalam melakukan observasi lapangan selalu sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana dalam observasi ini penulis mengaharapkan bantuan dalam setiap permasalahan yang dihadapi, dan nantinya akan di jadikan bukti dalam daftar dokumentasi.

4. Pengumpulan data

Penulis melakukan pengumpulan data untuk menunjang keberhasilan dari topik yang akan dibahas. Dengan memperhatikan lokasi penulis mengadakan PKLM, dan sumber-sumber yang di gunakan penulis, misalnya buku-buku mengenai materi yang dibahas, wawancara yang di lakukan penulis dan lainya.

5. Analisis dan Evaluasi Data

Penulis melakukan analisis dan evaluasi data mengenai Tata Cara Penagihan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.


(14)

F. Metode Pengumpulan Data

1. Wawancara

Melakukan pengajuan pertanyaan baik lisan maupun tulisan kepada pegawai yang terkait dengan Penagihan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, yang dapat mendukung proses penyusunan laporan.

2. Observasi

Melakukan pengamatan langsung atas kegiatan Penagihan Pajak khususnya dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, untuk mengetahui prosedur yang dilakukan hingga diterbitkannya Surat Paksa tersebut.

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Dalam hal penulisan Laporan ini sistematika penulisan Laporan Praktek Kerja Laporan Mandiri dibuat dan dilengkapi dengan sub bab dan diberikan pejelasan terperinci sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam menyusunan laporan, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis ruang lingkup PKLM, metode penelitian serta sistematika penulisan laporan. BAB II. GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN BELAWAN

Dalam bab ini akan menguraikan gambaran umum tentang sejarah berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, Struktur Oraganisasi, dan uraian uraian tugas pokok.


(15)

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang data yang di peroleh mengenai Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Prosedur penerbitan Surat Paksa dan hal yang berhubungan.

BAB IV. ANALISIS DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang masih banyak Wajib Pajak yang tidak menjawab Surat Teguran dan Prosedur penerbitan Surat Paksa yang mempengaruhi cepat lambatnya penerimaan Negara dari sektor Pajak.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan rangkuman tentang hal-hal yang dibahas dan juga mengemukakan saran berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(1)

e. Surat Keputusan Keberatan (SKK) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (34), adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak

f.Putusan Banding (PB) Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-Undang No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Ayat (35), adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

6. Penagihan pajak dengan surat paksa

Sesuai dengan Pasal 1 Ayat (21) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, yang dimaksud dengan Surat Paksa adalah Surat perintah membayar hutang pajak dan biaya penagihan pajak. Di dalam Surat Paksa dicantumkan nama penanggung pajak dan alamatnya yang jelas serta jumlah hutang pajaknya. Surat Paksa yang berkepala “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa”. Surat Paksa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama seperti Grosse dari putusan hakim dalam perkara perdata yang tidak dapat diminta banding lagi pada Hakim atasan. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa ini adalah suatu bentuk eksekusi tanpa peraturan hakim (yang menjadi wewenang fiskus) yang lazimnya dinamakan eksekusi langsung.

Menurut Faisal (2009) Penagihan pajak merupakan salah satu bentuk pengawasan yang dilakukan administrasi pajak dalam rangka memastikan wajib pajak patuh dalam melunasi hutang pajaknya. Tindakan penagihan pajak dilakukan


(2)

terhadap wajib pajak penunggak pajak. Dasar hukum penagihan pajak dengan menggunakan surat paksa adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 tentang penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

b. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Kebijaksanaan Penagihan Pajak Tahun 2002.

c. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-08/PJ.75/2002 tentang Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak.

d. Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor Se-02/PJ.75/2004 tentang Kebijakan Penagihan Pajak Tahun 2004.

7. Penerbitan surat paksa

Menurut UU No. 19 Tahun 2000 Pasal 8 Suat Paksa dapat diterbitkan apabila: a. Penanggung Pajak tidak melunasi hutang pajak setelah Surat Teguran

diterbitkan.

b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus.

c. Penaggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum di dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran. Surat Paksa mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan grosse akte yaitu putusan pengadilan perdata yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Surat Paksa sekurang-kurangnya harus memuat:


(3)

a. Nama Wajib Pajak, atau nama Wajib Pajak dan Penanggung Pajak. b. Dasar Penagihan.

c. Besarnya Hutang Pajak. d. Perintah untuk membayar.

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini yang paling mendasar yaitu:

1. Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

2. Faktor penerbitan Surat Paksa hingga faktor yang menghambat selama proses penerimaan pajak yang dilaksanakan oleh Seksi Penagihan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan

3. Prosedur Pelaksanaan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa

E. Metode Praktek Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Metode Praktek pada Kerja Lapangan Mandiri ini adalah sebagai berikut: 1. Tahap persiapan

Tahap persiapan merupakan kegitan yang harus dilakukan oleh mahasiswa sebelum melaksanakan PKLM pada objek PKLM yang meliputi kegiatan seperti pemilihan objek PKLM, lokasi PKLM, pengajuan proposal PKLM dan menerima surat pengantar dari fakultas.


(4)

Studi literatur merupakan kegiatan mencari data dan informasi dengan membaca serta menelaah landasan teori, buku literatur, peraturan perundang-undangan perpajakan, surat kabar, internet, catatan-catatan tertulis yang berhubungan dan dapat dijadikan sumber dalam melaksanakan Praktek Kerja Lapangan Mandiri ini.

3. Observasi lapangan

Observasi lapangan merupakan kegiatan penulis dalam melakukan observasi lapangan selalu sesuai dengan peraturan yang berlaku, dimana dalam observasi ini penulis mengaharapkan bantuan dalam setiap permasalahan yang dihadapi, dan nantinya akan di jadikan bukti dalam daftar dokumentasi.

4. Pengumpulan data

Penulis melakukan pengumpulan data untuk menunjang keberhasilan dari topik yang akan dibahas. Dengan memperhatikan lokasi penulis mengadakan PKLM, dan sumber-sumber yang di gunakan penulis, misalnya buku-buku mengenai materi yang dibahas, wawancara yang di lakukan penulis dan lainya.

5. Analisis dan Evaluasi Data

Penulis melakukan analisis dan evaluasi data mengenai Tata Cara Penagihan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan.


(5)

F. Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara

Melakukan pengajuan pertanyaan baik lisan maupun tulisan kepada pegawai yang terkait dengan Penagihan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, yang dapat mendukung proses penyusunan laporan.

2. Observasi

Melakukan pengamatan langsung atas kegiatan Penagihan Pajak khususnya dengan Surat Paksa pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, untuk mengetahui prosedur yang dilakukan hingga diterbitkannya Surat Paksa tersebut.

G. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Dalam hal penulisan Laporan ini sistematika penulisan Laporan Praktek Kerja Laporan Mandiri dibuat dan dilengkapi dengan sub bab dan diberikan pejelasan terperinci sebagai berikut:

BAB I. PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi dasar pemikiran dalam menyusunan laporan, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis ruang lingkup PKLM, metode penelitian serta sistematika penulisan laporan. BAB II. GAMBARAN UMUM KPP PRATAMA MEDAN BELAWAN

Dalam bab ini akan menguraikan gambaran umum tentang sejarah berdirinya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan, Struktur Oraganisasi, dan uraian uraian tugas pokok.


(6)

Dalam bab ini penulis akan menguraikan tentang data yang di peroleh mengenai Tata Cara Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Prosedur penerbitan Surat Paksa dan hal yang berhubungan.

BAB IV. ANALISIS DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan mengemukakan tentang masih banyak Wajib Pajak yang tidak menjawab Surat Teguran dan Prosedur penerbitan Surat Paksa yang mempengaruhi cepat lambatnya penerimaan Negara dari sektor Pajak.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan mengemukakan rangkuman tentang hal-hal yang dibahas dan juga mengemukakan saran berdasarkan data dan informasi yang telah diperoleh.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN