T1 752013018 BAB III

BAB III
PERAN GEREJA DALAM PEMBANGUNAN KARAKTER TARUNA-PEMUDA
DI GPIB JEMAAT BUKIT SION BALIKPAPAN

Dalam Bab III ini akan dipaparkan tentang gambaran umum GPIB Jemaat Bukit Sion
Balikpapan, baik dari latar belakang terbentuknya yang bersifat historis hingga jumlah jemaat
berdasarkan tiga klasifikasi. Ketiga klasifikasi yang dimaksud ialah ekonomi, pendidikan, dan
demografi (usia berdasarkan Pelayanan Kategorial). Gambaran umum tersebut didukung oleh
data-data yang diperoleh dari hasil penelitian dengan metode obeservasi maupun wawancara.
Dalam hasil penelitian akan dipaparkan tentang pemahaman pendeta, majelis (presbiter), dan
pelayan kategorial terkait dengan karakter Kristen; bagaimana gereja selama ini berperan dalam
membangun karakter; strategi yang digunakan gereja dalam membangun karakter; relasi yang
dibangun oleh gereja dengan pihak-pihak terkait; sistem penilaian yang digunakan dalam menilai
keberhasilan pembangunan karakter yang telah dilakukan; dan melihat kesesuaian kurikulum yang
digunakan oleh Sabda Bina Taruna dan Sabda Bina Pemuda sebagai pedoman renungan yang
digunakan oleh para taruna dan pemuda.
III.1 Gambaran Umum GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan
III.1.1 Latar belakang
III.1.1.1 Berdirinya GPIB Balikpapan
Pada awalnya Balikpapan belum mengenal gereja-gereja yang berada di bawah
payung Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB). Sekitar tahun

1924/1925, telah ada persekutuan bergereja yang tidak dapat dipastikan kapan
tepatnya umat Protestan di Balikpapan mulai membentuk persekutuan tersebut.
Walaupun demikian, kekristenan di Balikpapan serupa dengan kekristenan di
tempat-tempat lainnya, di mana Belanda menjadi pembawa dan penyebar yang jitu.

59

Hal itu nampak dalam buku yang terbit pada tahun 1924 yang berisi tentang
petunjuk daerah pelayanan yang ditugaskan kepada pendeta-pendeta di HindiaBelanda. Dalam buku Atlas yang berjudul der Protestantsche Kerk in Nederlandsch
mencatat bahwa Balikpapan merupakan salah satu wilayah yang menjadi tempat
pelayanan mereka.
Ibadah-ibadah yang dilakukan pada saat itu bertempat di aula BPM (Bataafsche
Petroleum Maatschappij yaitu salah satu perusahaan minyak milik Belanda yang
berada di Balikpapan, atau yang saat ini berganti nama P.T PERTAMINA) dengan
dilayani oleh guru jemaat yang bernama D.Kawulur (mulai bertugas sejak tanggal
22 Agustus 1937). Guru Jemaat bertugas melayani orang-orang Kristen yang
berbahasa Indonesia sedangkan yang melayani jemaat yang berbahasa Belanda
adalah Ds. D.B.Staerenburg yang dibantu oleh Ny.J.de Reus sebagai Kerkeraad
(Majelis Gereja). Persekutuan yang demikian terus berlanjut hingga tahun 1942
dengan pelaksanaan yang silih berganti. Ibadah yang berbahasa Indonesia

dilakukan pada sore hari sedangkan yang berbahasa asing (Belanda) dilakukan pada
pagi hari. Ibadah-ibadah tersebut akhirnya harus terhenti sekitar pada bulan JanuariFebruari tahun 1943 dikarenakan gejolak perang Jepang yang masuk di Balikpapan.
Pada tanggal 1 Juli 1943 Jepang menyuruh penduduk untuk mulai mengungsi
mencari perlindungan ke Tenggarong (saat itu membutuhkan waktu 10 hari untuk
tiba di kota itu). Tanggal 13 Agustus 1943, Balikpapan mendapat serangan bom
dari para tentara sekutu. Persitiwa tersebut membuat para pemimpin gereja yang
telah terbentuk menjadi bubar, terpencar, dan lari. Sekitar bulan Mei 1946, perang
usai dan para pengungsi yang merasakan bahwa keadaan telah aman, memutuskan
untuk kemballi lagi ke Balikpapan dan menjalankan kembali persekutuan yang
pernah ada. Kerinduan yang besar, yang dimiliki oleh mereka pada akhirnya
membuat mereka menjalin relasi dan bekerjasama dengan para pegawai BPM dan

60

tentara KNIL (Koningklijke Nedelands Indische Leger) untuk membangun tempat
ibadah di dekat bangsal yang mereka tinggal. Ibadah tersebut berjalan dengan
dipimpin secara bergantian oleh Bpk.H.Nikijuluw dan Bpk.F.Th.Sopaheluwakan.
Pada saat itu guru jemaat D.Kawulur telah kembali ke tempat asalnya, yaitu
Manado. Pelayanan yang dilakukan oleh kedua pemimpin tersebut dilihat dan
disetujui oleh Komandan Militer. Oleh karena itu, beliau menetapkan

Bpk.H.Nikijuluw menjadi pendeta di jemaat tersebut dengan memberikan surat
tugas pada tanggal 4 September 1946.
BPM semakin berkembang luas, sehingga membutuhkan ruang untuk
pembangunan kilang-kilangnya. Dengan demikian, gedung gereja yang ada di
wilayah tersebut harus dibongkar. Tempat ibadah pun dipindahkan kembali ke
rumah keluarga Pantouw (etnis Minahasa) dan keluarga Poo’ (etnis Tionghoa). Saat
itu diketahui terdapat kira-kira 60 KK dengan 240 jiwa dengan latar belakang suku
Minahasa dan sebagian kecil berasal dari suku Ambon. Pada waktu yang tidak
diketahui, tempat ibadah kembali dipindahkan di gedung Sekolah Rendah
berbahasa Indonesia yang beralamat di Kampung Baru Tengah. Tempat ibadah
jemaat pada saat itu belum-lah menetap. Mereka kembali pindah pada awal tahun
1951 di gedung olahraga milik SD BPM Air Terjun Selatan (saat ini disebut dengan
Gunung pipa).66
Dalam Sinode Am Gereja Protestan di Indonesia menetapkan akan mendirikan
Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB). Terdapat lima puluh tiga jemaat
ketika GPIB dilembagakan sebagai gereja mandiri, dan Clasis Borneo khususnya
jemaat Balikpapan merupakan jemaat yang termasuk di dalamnya. Walaupun
demikian, jemaat tersebut belum memiliki pendeta khusus yang melayani. Oleh
karena itu, tanggal 13 Maret 1951 Sinode Gereja Protestan di Indonesia bagian
66


Tim Penyusun, Tuaian Sudah Matang, (Balikpapan: Majelis Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion, 1999), 14.

61

Barat (GPIB) mensahkan melalui surat yang ditanda tangani oleh J.A. Huliselan
(sekretaris) dan Ds.J.Hstegman (Wakil Ketua), bahwa Bpk.H.Nikijuluw menjadi
pendeta yang melayani di jemaat tersebut.67
Saat

kepemimpinan

berada

pada

pundak

Bpk.H.Nikijuluw


dan

Bpk.F.Th.Sopaheluwakan, Bpk.F.Th.Sopaheluwakan mencatat bahwa pada tanggal
12 Juli 1949 telah diadakan pertemuan anggota majelis gereja dengan komite
(panitia) pembangunan rumah gereja yang baru di Balikpapan. Gedung gereja yang
dimaksud ialah Gedung Gereja Bundar. Persiapan dan pembangunan pun
dilakukan. Selama pembangunan dilakukan, ibadah-ibadah tetap dilaksanakan di
Sekolah BPM Gunung Terjun hingga tanggal 26 Januari 1953. Pada tanggal 1
Februari 1953, pembangunan gedung gereja tersebut telah selesai dan ditahbiskan
oleh ketua jemaat, Bpk.H.Nikijuluw.
Telah diutarakan di awal bahwa di Balikpapan telah terbentuk persekutuanpersekutuan Protestan yang tidak diketahui kapan awal terbentuknya. Pesekutuan
tersebut tidak hanya “Jemaat BPM” yang diketuai oleh Bpk.H.Nikijuluw, namun
juga terdapat “Jemaat Tentara”. Disebut sebagai “Jemaat Tentara” sebab, anggota
jemaat tersebut berprofesi sebagai tentara, polisi, swasta, dan pegawai negeri.68
Pada akhir tahun 1953, kedua jemaat tersebut disatukan dengan nama Gereja
Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB) Balikpapan. Ketika kedua jemaat
tersebut menjadi satu, warga jemaat pada saat itu berjumlah kurang lebih 200 KK
dan ditambah kurang lebih 50 pemuda/pemudi. Nampak dengan nyata bahwa
perkembangan jemaat semakin hari semakin pesat, sehingga pelayanan dengan
seorang pendeta tidak-lah cukup menjangkau. Dengan melihat realita ini serta

melihat luasnya wilayah pelayanan yang harus dijangkau, memunculkan ide baru
yaitu melembagakan jemaat tersebut. Rencana tersebut menimbulkan pro dan
67
68

Tim Penyusun,ibid., 3-8.
Tim Penyusun,ibid., 18.

62

kontra. Majelis maupun jemaat cenderung menolak hal-hal yang baru sebab,
mereka belum memiliki pemahaman yang benar tentang maksud dari pemekaran
tersebut. Makna yang terkandung dibalik rencana tersebut yaitu menjadikan mereka
mandiri sehingga mereka mampu mengatur jemaat sendiri. Berbagai tahap
persiapan dan kerja pun dilakukan. Adapun calon jemaat yang dipersiapkan, yaitu:
a. Calon Jemaat I diberi nama MARANATHA mencakup sektor 1, 2, 3A, 3B, 3C,
dan Karang Joang.
b. Calon Jemaat II diberi nama PNIEL mencakup sektor 5, 6, 7.
c. Calon Jemaat III diberi nama Bukit Sion mencakup sektor 4A, 4B, 4C, 4D, 8,
dan 9.

d. Calon Jemaat IV dengan nama SYALOM mencakup sektor 9, wilayah gunung
Binjai, dan Samboja.
Ide-ide terkait pelembagaan tersebut pada akhirnya disetujui. Pada hari Minggu
tepatnya bersamaan dengan hari Paskah, tanggal 30 Maret 1986 diadakan acara
pentahbisan gedung gereja dan peresmian pelembagaan Jemaat-jemaat GPIB
Balikpapan.69 Inilah sebagai awal GPIB terbentuk di Balikpapan, termasuk salah
satunya yaitu GPIB Jemaat Bukit Sion.
III.1.1.2 GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan
Pemberian nama Bukit Sion bagi Calon Jemaat III ini merupakan hasil
kesepakatan dalam Sidang Pleno Majelis Jemaat. Usulan nama tersebut berasal dari
Sektor Pelayanan IV. Pada waktu itu mereka memiliki kelompok paduan suara
yang bernama “SION”, kemudian dikaitkan dengan keadaan strategi dari gedung
gereja yang terletak diatas bukit.70 Selain itu juga, nama Bukit Sion terdapat dalam
kitab Ibrani 12: 22 yang bertuliskan “Tetapi kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke

69
70

Tim Penyusun,ibid., 58-59.
Tim Penyusun,ibid., 68.


63

kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu
kumpulan yang meriah,”.
Pendeta yang melayani sebagai Ketua Jemaat di jemaat ini adalah Pdt.Subroto,
Sm.Th. Beliau bersama keluarga ditempatkan oleh Sinode sejak bulan Desember
1985. Beliau melayani jemaat dibantu oleh para presbiter atau majelis yang diutus
oleh masing-masing sektor. GPIB Jemaat Bukit Sion saat itu hanya terbagi menjadi
lima Sektor Pelayanan dengan lima puluh tujuh orang presbiter, yang terdiri dari
dua puluh tujuh orang penatua dan tiga puluh orang diaken. Para presbiter tersebut
memiliki masa jabatan selama empat tahun, yaitu dari tahun 1984-1988.71
Terkait dengan sistem organisasi, GPIB Jemaat Bukit Sion saat itu telah
menyusun Pengurus Harian Majelis Jemaat (PHMJ) yang bertugas bertanggungjawab dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah disepakati bersama
presbiter dalam suatu sidang atau rapat. Selain itu juga, untuk mengkoordinasikan
sektor-sektor yang ada, telah ditunjuk oleh masing-masing sektor seorang
kordinator sektor. Tidak hanya itu, ibadah dalam jemaat ini juga pada waktu yang
telah ditentukan, diadakan ibadah sesuai dengan kategori usia dan gender. Ibadah
tersebut disebut ibadah BPK (Bidang Pelayanan Kategorial), terdiri dari: PKP
(Persekutuan Kaum Perempuan); PKB (Persekutuan Kaum Bapak); GP (Gerakan

Pemuda); PT (Persekutuan Taruna); dan PA (Pelayanan Anak). Masing-masing
BPK dilengkapi dengan pengurus tingkat jemaat maupun sektor. Dalam
kepengurusan tersebut dipimpin oleh seseorang serta beberapa BPK dibantu oleh
wakil ketua, sekretaris, dan bendahara. Untuk membantu pelaksanaan tugas Majelis
Jemaat, tanggal 11 Juli 1986 dibentuk-lah komisi-komisi yang juga dilengkapi
dengan ketua, sekretaris, dan beberapa anggota. Komisi-komisi yang dimaksud
yaitu: Litnabang, Musik Gereja, Diakonia, dan Pembangunan. Komisi tersebut
71

Tim Penyusun,ibid., 69.

64

dapat berubah sesuai dengan kebutuhan pelayanan di jemaat ini. Pada dasarnya,
seluruh nama yang masuk dalam kepengurusan yang ada, dapat berubah-ubah
dengan berbagai alasan, seperti pindah tugas keluar kota.72
III.1.2 Letak Geografis
GPIB Jemaat Bukit Sion yang adalah Calon Jemaat III ini memilih lokasi di
Gunung Malang, dengan batas-batas wilayah pada saat itu sebagai berikut:73
Sebelah Utara


: Jalan Karang Joang

Sebelah Selatan : Selat Makasar
Sebelah Timur

: Sungai Nangka

Sebelah Barat

: Jalan

Pangeran

Antasari,

jalan

Mayjen


Sutoyo,

jalan

Martadinata, jalan Karang Bugis.
Seiring dengan perkembangan wilayah kota Balikpapan maka berkembang dan
berubah pula wilayah-wilayah yang membatasi lingkungan gereja. Adapun
wilayah-wilayah yang dimaksud sebagai berikut:74
a. Sebelah Utara:
Berbatasan dengan GPIB Jemaat “Maranatha” mulai dari Jln. Dr.
Sutomo Karang Jawa ke Jln. Karang Rejo I sampai Jln. Gunung Samarinda
Strat I kearah timur laut terus ke Kampung Timur mengikuti garis imajinier
melalui Sungai Ampal, hingga GPIB Jemaat ”Bukit Benuas”.
b. Sebelah Selatan :
Berbatasan dengan GPIB Jemaat ”Immanuel”

mulai

Selat Makasar

sampai simpang tiga lampu lalu lintas Jln. Jend. Sudirman - Balikpapan
Center.

72

Tim Penyusun, ibid., 70-73.
Tim Penyusun, ibid., 68.
74
Majelis Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan, “Batas Wilayah Pelayanan GPIB Jemaat Bukit Sion
Balikpapan”, periode 2012-2017, 1.
73

65

c. Sebelah Timur :
Berbatasan dengan GPIB Jemaat “Syaloom”, mulai dari Sungai
Nangka/Kantor Trakindo baru di bagian Selatan. Selanjutnya mengikuti garis
imajiner hingga pompa bensin Jln. Syarifudin Yoes, dan kesimpang empat
lampu lalu lintas, GPIB Jemaat “Bukit Benuas”.
d. Sebelah Barat :
Berbatasan dengan GPIB Jemaat “Immanuel” mulai dari Jln. AP Pranoto, Jln.
A Yani hingga simpang tiga lampu lalu lintas, Gunung Pasir, Jln. P. Tendean ke
kanan Jln. Martadinata, masuk ke kiri Jln. Pembangunan hingga batas pagar
Perumahan Total Fina Elf/GPIB Jemaat “Maranatha”.
III.1.3 Segi Ekonomi
GPIB Jemaat Bukit Sion berdomisili di Balikpapan yang terkenal dengan kota
penghasil minyak di Indonesia. Oleh karena itu, di kota ini hingga saat ini tetap
berdiri kokoh sebuah perusahaan minyak ternama, PT.PERTAMINA. Walaupun
demikian, tidak seluruh dari warga Balikpapan termasuk jemaat Bukit Sion adalah
karyawan dari perusahaan tersebut. Hasil pengamatan dari data yang dimiliki oleh
Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ), diperoleh beragam jenis pekerjaan yang
ditekuni oleh warga jemaat. Pekerjaan terbanyak yang dilaksanakan oleh jemaat
yaitu sebagai pelajar yang di dalamnya juga termasuk mahasiswa dan mahasiswi.
Tercatat sebanyak tiga ratus sembilan puluh tujuh (397) orang yang menjadi
pelajar, baik di dalam kota Balikpapan maupun di luar kota dan pulau. Di urutan
kedua, sebanyak tiga puluh empat (34) orang menekuni bidang wiraswasta. Profesi
lainnya yang ditekuni yaitu guru sebanyak delapan belas (18) orang; aparat
sebanyak enam belas (16) orang; pendeta dan pelaut sebanyak masing-masing enam
(6) orang; perawat, pengacara, dan honorer berjumlah masing-masing profesi

66

sebanyak dua (2) orang; dan pekerjaan yang lainnya yaitu sebagai petani; karyawan
Perusahaan Listrik Negara; marketing; tukang; dan helper cook.75 Dengan
pekerjaan-pekerjaan tersebut, warga jemaat dapat memenuhi kebutuhan hidup
keluarga mereka masing-masing, serta dengan sukacita memberikan persembahan.
III.1.4 Segi Pendidikan
Keberadaan GPIB Jemaat Bukit Sion yang berada di pusat kota Balikpapan
menjadikan sumber daya insani-nya mengikuti perkembangan kota. Maksudnya
ialah jemaat ini secara keseluruhan merasakan bangku pendidikan, baik mulai dari
kelompok belajar hingga Perguruan Tinggi. Adapun jumlah jemaat yang berada
pada pendidikan tersebut, antara lain: yang terdata berada pada tingkat pendidikan
Sekolah Dasar (SD) sebanyak dua ratus empat puluh dua (242) orang, di tingkat
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama berjumlah seratus lima puluh satu (151) orang,
di Sekolah Lanjutan Tingkat Atas sebanyak seribu empat ratus empat puluh (1440)
orang, sedangkan yang memilih pada sekolah-sekolah kejuruan berjumlah dua
puluh sembilan (29) orang. Merasa bahwa pendidikan adalah kebutuhan dalam
hidup membuat mereka tidak hanya berhenti pada tingkat atas, namun melanjutkan
pada tingkat yang lebih tinggi yaitu perguruan tinggi. Jemaat yang melanjutkan di
Diploma 1 (D1) berjumlah sembilan (9) orang, Diploma 2 (D2) berjumlah tiga (3)
orang, dan Diploma 3 (D3) berjumlah delapan puluh tiga (83) orang. Pada tingkatan
yang lebih tinggi, terdapat tingkat Strata 1 (S1) sebanyak dua ratus delapan (208)
orang, di program Magister (S2) berjumlah tiga belas (13) orang, di program
Doktoral (S3) sebanyak enam (6) orang.76 Pendidikan adalah hal penting yang
mendukung perkembangan jemaat juga gereja pada masa depan. Gereja yang

75
76

Data base Sensus Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan tahun 2011-2012.
Data base Sensus Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan tahun 2011-2012.

67

memiliki sumber daya insani yang tinggi tentunya akan mampu membawa
perkembangan besar dalam kehidupan bergereja.
III.1.5 Segi Demografi
GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan terdiri dari segala usia. Selain itu juga,
secara umum GPIB memiliki pelayanan khusus terhadap kategori (PELKAT) yang
telah dibagi. Pembagian kategori tersebut berdasarkan usia. Terdapat enam
kategori, yaitu Pelayanan Anak yang terdiri dari usia nol hingga sebelas (0-11
tahun), Persekutuan Taruna yang terdiri dari usia dua belas hingga tujuh belas (1217 tahun), Gerakan Pemuda terdiri dari usia tujuh belas hingga tiga puluh-an (1730an tahun, namun yang masih berstatus lajang). Selain itu juga, untuk usia
produktif (30-59 tahun) dibagi menurut gender yaitu kategori Persekutuan Kaum
Perempuan dan Persekutuan Kaum Bapak. Kategori yang terakhir ialah LANSIA
(Lanjut Usia). Mereka yang termasuk dalam kategori ini ialah mereka yang telah
berusia enam puluh (60 tahun) ke atas.
Berdasarkan keenam kategori maka dapat dijadikan patokan untuk melihat
jumlah jemaat dari segi demografi. Adapun jumlah jemaat dari segi ini ialah
sebagai berikut: Pelayanan Anak berjumlah tiga ratus tiga puluh tiga (333) orang,
Persekutuan Taruna berjumlah seratus delapan puluh (180) orang, Gerakan Pemuda
berjumlah lima ratus lima (505) orang, Persekutuan Kaum Perempuan berjumlah
tujuh ratus tiga belas (713) orang, Persekutuan Kaum Bapak berjumlah enam ratus
lima puluh dua (652) orang, dan LANSIA berjumlah dua ratus delapan puluh satu
(281) orang.77
III.2 Hasil Penelitian
III.2.1. Peran Gereja Dalam Pembangunan Karakter Taruna-Pemuda

77

Data Sensus anggota Gerakan Pemuda GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan, 12 September 2014.

68

Gereja Protestan di Indonesia Bagian Barat (GPIB) merupakan suatu badan yang
memiliki jemaat dalam jumlah banyak, dan tersebar di seluruh Indonesia. Melihat
banyaknya jumlah jemaat yang dimiliki maka gereja ini memilih dan menggunakan
asas presbiterial sinodal. Dalam asas ini, pada dasarnya para presbiter dapat
menetapkan suatu kebijakan melalui permusyawaratan yang dilakukan dalam dua
persidangan, yaitu sidang majelis sinode dan majelis jemaat. Selain itu juga, segala
bentuk pelayanan dan pengelolaan sumber daya gereja tidak hanya menjadi
tanggungjawab para presbiter, namun seluruh unsur jemaat. Berakar dari pemahaman
di atas, menurut hasil wawancara, dipaparkan bahwa gereja telah berperan dalam
membangun karakter Kristen jemaat. Peran tersebut nampak dalam sistem yang
melibatkan jemaat, termasuk para taruna dan pemuda dalam kegiatan-kegiatan
gereja. Keterlibatan seluruh unsur jemaat dirasa penting sebab, dengan cara itu gereja
dapat mendidik mereka, sehingga mereka memperoleh hal-hal positif, di mana halhal tersebut dapat dipelajari oleh mereka secara langsung. Melibatkan seluruh unsur
jemaat adalah suatu bentuk nyata atas sistem yang menjadi asas dari seluruh Jemaat
GPIB, termasuk Jemaat Bukit Sion Balikpapan.
Pada dasarnya, persidangan dalam asas presbiterial sinodal merupakan penentu
dari segala kebijakan maupun ketetapan, termasuk dalam hal penggunaan buku
pedoman renungan dan pembelajaran. Buku yang dimaksud ialah Sabda Bina Anak
(SBA); Sabda Bina Taruna (SBT); Sabda Bina Pemuda (SBP); Sabda Bina Umat,
Sabda Bina Krida (SBK), dan Sabda Bina Dharma (SBD). Buku-buku tersebut
sebagai tindak lanjut atas materi-materi yang telah disetujui seluruh wakil jemaat
GPIB se-Indonesia.78
Dari hasil penelitian, diungkapkan juga peran gereja yang lainnya. Peran yang
dimaksud ialah sebagai pendukung segala kegiatan yang telah dirancang melalui
78

Wawancara dengan Pnt. Bpk. Wuri Sumampouw, M,h, (PHMJ ketua I yang membidangi Pelayanan dan Kesehatan
(PELKES) serta pengajar katekisasi) pada hari: Kamis, 07 Agustus 2014, pukul 17.14 WITA

69

program, dan peran tersebut menurut narasumber telah dilakukan gereja dengan baik.
Gereja selalu mengupayakan apa yang menjadi kebutuhan dari kegiatan-kegiatan.
Hal itu nampak nyata dalam kegiatan-kegiatan, beberapa contoh diantaranya yaitu
gereja memberikan bantuan dana atau pun kemudahan dalam mendatangkan pakar
yang sesuai dalam seminar yang akan diadakan.79
Gereja dalam hal ini secara khusus menunjuk pada para presbiter yang
memberikan diri untuk melayani jemaat. Oleh karena itu, dalam GPIB terdapat tugas
kepejabatan dari para presbiter, baik itu pendeta; penatua; dan diaken. Mereka telah
memiliki tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) masing-masing. Salah satunya ialah
melayani dan mendidik melalui khotbah. Jika dikaitkan dengan karakter, baik nilai
karakter yang dimiliki oleh para presbiter maupun yang terkandung dalam substansi
diri khotbah akan berperan dalam membangun karakter pendengarnya. Peran mereka
sebagai gereja juga nampak dalam perkunjungan. Melalui perkunjung mereka dapat
membangun relasi dan komunikasi dengan jemaat.
Peran gereja dalam karakter tentunya tidak terlepas dari para pelayan yang secara
langsung berhadapan dengan para taruna dan pemuda. Oleh karena itu, para pelayan
seharusnya dipilih yang sesuai. Dalam artian bahwa melihat segi usia. Usia yang
masih produktif akan mampu menjadikan pelayanannya berkualitas sebab, dengan
usia yang demikian seseorang masih mampu mengeluarkan ide-ide menarik atau
kreatif. Mereka masih mampu mengkorelasikan ajaran-ajaran Kristen dengan nilainilai Kristen serta perkembangan kehidupan sekuler dan kebutuhan para taruna
maupun pemuda. Realita yang terjadi di banyak GPIB termasuk Jemaat Bukit Sion
memperlihatkan bahwa terdapat beberapa para pelayan yang tidak lagi mampu
menghasilkan ide-ide menarik atau kreatif, khususnya Pelayanan Anak dan
Persekutuan Taruna. Ketidaksesuaian tersebut tidak diharapkan terjadi dalam kelas
79

Wawancara kedua dengan Ibu Sandra Imantoro (Koordinator Persekutuan Taruna tingkat Jemaat GPIB Jemaat
Bukit Sion Balikpapan), pada hari: Selasa, 12 Agustus 2014, pukul 11:00 WITA.

70

katekisasi. Pengajaran katekisasi tidak boleh diberikan kepada mereka yang hanya
mendapat pelatihan dalam beberapa waktu.80 Penyebabnya ialah pengajaran yang
diberikan melalui katekisasi adalah penting dalam memperluas dan memperkuat
ajaran-ajaran Kristen yang selama ini telah diperoleh dari kegiatan maupun ibadahibadah.

Disamping itu,

pengajaran

katekisasi

juga

menjadi

sarana

bagi

pembentukkan dan menumbuh-kembangkan karakter Kristen. Melihat signifikansi
dari pengajaran katekisasi, sebagian besar orang berpendapat bahwa pengajar
katekisasi adalah orang yang memiliki pengetahuan yang banyak dan juga kehidupan
pribadi serta keluarga yang sesuai dengan ajaran Kristen.
Pemilihan pelayan maupun pengajar yang selektif akan berdampak pada mutu
pelayanan dan pengajaran. Sebab, jika pelayan atau pengajar dipilih berdasarkan
kriteria tertentu maka akan mempengaruhi substansi dari materi yang diberikan.
Selanjutnya hal tersebut akan mempengaruhi diri para taruna. Hal itu nampak dalam
aplikasi kehidupan khususnya para taruna yang menunjukkan keaktifan mereka
dalam kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh gereja. Sedikit berbeda dengan
aplikasi yang ditunjukkan oleh pemuda. Kedekatan dengan alkohol, kurangnya
terlibat dalam persekutuan maupun kegiatan-kegiatan gereja; dan cara berbicara yang
tidak sopan adalah beberapa tindakan yang tidak bermoral, yang ditunjukkan oleh
sebagian pemuda.
Pembangunan karakter melalui pendidikan adalah hal yang sangat penting untuk
dilaksanakan oleh dan di gereja. Pembangunan tersebut diperuntukan bagi seluruh
jemaat, khususnya anak-anak hingga pemuda. Penyebabnya ialah mereka sebagai
generasi penerus gereja yang justru rentan terhadap pengaruh buruk. Oleh karena itu,
apabila gereja tidak melaksanakan pembangunan ini bagi mereka maka gereja harus
bersiap menerima kegagalan di hari esok. Hal ini semakin tegas ketika menurut
80

Wawancara dengan Pdt.Bpk. Elon Pandaleke, (Pendeta Se-Azas) pada hari: Jumat, 15 Agustus 2014, pukul 11.05
WITA

71

narasumber, masa taruna adalah masa yang menentukan seseorang untuk memiliki
karakter baik. Penyebabnya ialah tiap individu yang berada pada masa ini tentunya
memperoleh berbagai proses pembentukkan karakter pada masa sebelumnya. Dengan
berbagai perkembangan yang terjadi disekitar mereka, membuat mereka harus
menentukan dan mengambil keputusan untuk tidak atau tetap bersedia melakukan
proses tersebut.
Signifikansi pembangunan karakter memiliki kaitan dengan iman Kristen. Jika
melihat kembali pada kepercayaan agama Kristen yang meyakini bahwa gereja hadir
di bumi karena memiliki tugas. Salah satu tugas gereja yaitu mengajar atau mendidik
manusia untuk menjadi baik. Tujuan tersebut tercapai ketika gereja mampu
membangun karakter yang baik dalam diri mereka. Tidak terbatas pada tugas
mendidik, namun juga gereja harus menjadi berkat bagi semua orang.81 Dengan
gereja berhasil membangun karakter jemaat maka gereja tidak hanya menjadi berkat
bagi jemaat melainkan bagi setiap orang yang meneladani karakter tersebut.
Di samping alasan yang dipaparkan di atas, gereja penting membangun karakter
karena melihat keadaan psikis anak-anak yang berada pada masa taruna atau remaja
berada dalam proses pencarian jati diri. Oleh karena itu, dengan mengembangkan
karakter yang baik di dalam diri mereka akan membantu moral, mental, dan spiritual
mereka dapat menjadi lebih baik. Dengan demikian, ketika secara khusus
memfokuskan arah pada karakter Kristen maka spiritual yang dimaksud dalam hal ini
ialah iman Kristen. Atau secara singkat ingin dikatakan secara tegas bahwa karakter
Kristen memiliki kaitan yang erat dengan iman Kristen.82 Kaitan tersebut nampak
dalam diri seorang anak yang memiliki iman Kristen yang kuat tentunya ia akan
memiliki karakter yang kuat pula. Iman merupakan buah dari ajaran-ajaran Kristen
81

Wawancara dengan Pdt.Ibu Evie Iroth (Pendeta yang membantu pelayanan dan pengajaran katekisasi di GPIB
Jemaat Bukit Sion Balikpapan), pada hari Minggu, 17 Agustus 2014, pukul 14.15 WITA.
82
Wawancara pertama dengan Ibu Sandra Imantoro (Koordinator Persekutuan Taruna tingkat Jemaat GPIB Jemaat
Bukit Sion Balikpapan), pada hari: Jumat, 08 Agustus 2014, pukul 18.25 WITA

72

yang selama ini diyakini sebagai firman Tuhan, dipegang teguh, dan dilakukan di
dalam kehidupan. Hal ini telah ditegaskan dalan kitab Mazmur 1: 2 yaitu “.......tetapi
yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang
dan malam.” Dapat dikatakan bahwa iman Kristen menjadi dasar dalam karakter
Kristen.

III.2.2. Strategi Gereja Dalam Pembangunan Karakter
III.2.2.1. Pemahaman Gereja Bukit Sion Tentang Karakter
Karakter merupakan hal penting yang marak dibahas di Indonesia pada tahun ini. Hal
itu disebabkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak baik terjadi di dalam bangsa ini. Dapat
dikatakan bahwa karakter pada dasarnya hanya memiliki satu visi, yaitu merubah
tindakan buruk yang telah dilakukan seseorang menjadi baik serta membentuk tindakan
baik pada diri individu yang belum tercemar dengan tindakan yang kurang baik. Walapun
demikian, banyak pemahaman yang muncul berkaitan dengan karakter. Dari hasil
penelitian ditemukan beberapa pemahaman yang berbeda. Ada pemahaman yang menilai
bahwa karakter adalah hal yang menyangkut personality atau pribadi seseorang.83
Pemahaman yang lebih spesifik ditunjukkan dengan mengasumsikan bahwa karakter
sebagai sesuatu yang mampu menghasilkan tindakan baik. Beberapa pemahaman yang
demikian antara lain: a) Karakter ialah sikap hidup yang diwujudnyatakan dalam
perkataan dan perbuatan.84 b) Karakter adalah perkembangan yang lebih tertuju pada
mental, di mana pembentukannya dimulai sejak kecil serta hasilnya nampak dari tindakan
yang dilakukan di tengah pergaulan.85 c) Karakter adalah perilaku, sikap, atau tindakan
yang sesuai dengan aturan-aturan yang bersifat positif. Karakter tidak hanya pesan teori,
83

Wawancara pertama dengan Pdt. Bpk. Jimmy H.K. Iroth, S.Th (Ketua Majelis Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion
Balikpapan), pada hari: Sabtu, 09 Agustus 2014, pukul 13.00 WITA
84
Wawancara dengan Pdt.Bpk. Elon Pandaleke, (Pendeta Se-Azas) pada hari: Jumat, 15 Agustus 2014, pukul 11.05
WITA
85
Wawancara dengan Sdri.Melisa Mamentu (Koordinator Gerakan Pemuda tingkat Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion
Balikpapan), pada hari: Selasa, 05 Agustus 2014, pukul 21.00 WITA

73

melainkan menerapkan pada tindakan. Karakter terbentuk dari menghargai aturan yang
ada dan berkomitmen untuk melakukannya. Dengan demikian seseorang akan terus
bertanggung-jawab dalam melakukan tindakan yang positif.86 Pemahaman-pemahaman di
atas menunjukan bahwa gereja pada dasarnya telah mengetahui tentang karakter.
Secara umum karakter ialah sesuatu yang tidak serta merta terbentuk pada diri
seseorang, melainkan dari serangkaian proses yang panjang. Karakter terbentuk berawal
dari tindakan-tindakan yang dilakukan secara berulang, sehingga menjadi kebiasaan
(habbit), dan pada akhirnya menjadi suatu pola hidup bagi orang tersebut. Siklus inilah
yang membentuk karakter di dalam diri seseorang. Pembentukkan karakter juga
ditentukan oleh beberapa hal, antara lain: pola pikir; cara hidup; pergaulan; bentuk
komunikasi dengan keluarga. Karakter juga dapat terbentuk ketika memberikan tempat
untuk keterlibatan anak taruna dan pemuda secara langsung. Hal inilah yang menurut
pengakuan pengurus Gerakan Pemuda, telah diterapkan dalam kehidupan Gerakan
Pemuda. Para anggota dapat terlibat secara langsung dalam berbagai kegiatan termasuk
dalam persekutuan.87 Hal ini juga ditemui dari hasil pengamatan terhadap Persekutuan
Taruna. Para taruna dilibatkan dalam beberapa kegiatan yang diadakan oleh gereja.
Dari hasil wawancara dengan narasumber yang berbeda, menurutnya terdapat dua cara
terbentuknya karakter dalam diri seseorang, yaitu: 1. Karakter yang menjadi pembawaan
dari tempat asal, latar belakang keluarga (secara internal); 2. Karakter terbentuk dari
faktor eksternal atau terbentuk karena pengaruh dari lingkungan sekitar, khususnya
teman-teman satu komunitas. Mereka yang termasuk dalam PT lebih tergantung pada
keluarga, sebaliknya dengan GP. Di mana dengan kematangan cara berpikir dan

86

Wawancara dengan Pdt.Ibu. Ritha Hutagalung-Londok, S.Th (Pendeta Gereja Se-Azas), pada hari: Kamis, 14
Agustus 2014, pukul 18.10 WITA
87
Wawancara dengan Pnt. Bpk. Wuri Sumampouw, M,h, (PHMJ ketua I yang membidangi Pelayanan dan Kesehatan
(PELKES) serta pengajar katekisasi) pada hari: Kamis, 07 Agustus 2014, pukul 17.14 WITA

74

kemampuan dalam menghidupi diri sendiri dan keluarga menjadikan mereka tidak
tergantung pada peran orang tua untuk mengawasi mereka.88
Karakter merupakan sesuatu hal yang berkaitan langsung dengan keluarga sebagai
pembentuk utama karakter. Di mana ketika seseorang yang memiliki latar belakang
keluarga yang baik maka anak-anak akan memiliki karakter yang baik juga. Karakter
terbagi menjadi dua, yaitu yang baik dan buruk. Karakter tersebut terbentuk berdasarkan
pendidikan yang diberikan oleh keluarga. Artinya adalah pendidikan yang diberikan oleh
keluarga di dalam rumah akan membentuk karakter anak-anak. Sebagai contoh, ketika
orang tua rajin terlibat dalam pelayanan dan memberikan pendidikan yang benar dalam
pergaulan, maka hal-hal tersebut akan menjadi bagian dalam diri anak serta akan
membentuk karakter yang baik dalam diri anak. Sebaliknya, ketika keluarga memberikan
pendidikan yang keras atau keadaan orang tua yang broken home, maka akan
menciptakan karakter yang keras dan buruk dalam diri anak.89
Membangun karakter adalah hal yang tidak mudah seperti yang dipaparkan di awal, di
mana membutuhkan proses yang panjang. Demikian halnya ketika karakter seseorang
telah terbentuk, akan sangat sulit untuk dirubah. Ketika sejak awal telah dibangun
karakter yang negatif maka akan membutuhkan perjuangan keras untuk merubahnya
menjadi karakter positif. Jadi karakter dapat dirubah namun dengan waktu yang lama.
Hal itu terjadi disebabkan karakter yang telah terwujud dalam tindakan telah berada dan
melekat erat di alam sadar orang tersebut.
Dalam membangun karakter Kristen bagi anak-anak taruna dan pemuda tentunya
memerlukan perhatian dari berbagai pihak. Selama ini para pelayan, khususnya PELKAT
PT telah memberikan perhatian walaupun tidak dalam jumlah seratus persen. Hal ini
dibatasi oleh waktu pertemuan dengan adik-adik layan yang terbatas pada tiap hari
88

Wawancara dengan Pnt.Bpk Donie Fenti Saisab (PHMJ Ketua III membidangi Pembinaan, Pengembangan Sumber
Daya Insani (PPSDI) dan Pelayanan Kategorial (PELKAT)), pada hari Sabtu, 09 Agustus 2014, pukul 13.30 WITA.
89
Wawancara pertama dengan Ibu Sandra Imantoro (Koordinator Persekutuan Taruna tingkat Jemaat GPIB Jemaat
Bukit Sion Balikpapan), pada hari: Jumat, 08 Agustus 2014, pukul 18.25 WITA

75

Minggu dan pada kegiatan PT lainnya, seperti Bible Camp. Pada dasarnya perhatian yang
diberikan oleh pelayan PT difokuskan pada pembuatan kegiatan-kegiatan yang dapat
menarik perhatian anak-anak untuk terlibat aktif. Segala perhatian yang diberikan oleh
pelayan maupun pengurus PT akan mempengaruhi pembangunan karakter dalam diri para
taruna. Pengaruh yang positif akan nampak ketika mereka meniru atau meneladani
tindakan-tindakan positif yang dilakukan oleh para pelayan dan pengurus.
Perhatian tidak hanya diberikan oleh pengurus PELKAT PT, namun juga GP. Cara
memberi perhatian yang dilakukan oleh para pengurus ialah dengan membuat GP
menjadi rumah.90 Maksudnya ialah pengurus merancang sedemikian rupa, baik itu
kegiatan maupun keadaan di GP yang dalamnya anggota dapat merasakan penerimaan
secara baik dan rasa keakraban tercipta antara satu dengan lainnya. Rasa kekeluargaan
menjadi hal yang utama dalam pemberian perhatiaan oleh pengurus. Contoh perhatian
yang demikian yaitu ketika ibadah GP telah selesai dan anggota GP memiliki
kebingingungan transportasi untuk pulang, saat itu pengurus menolong mencarikan rekan
lainnya yang memiliki transportasi dan dapat menolong rekan yang pertama untuk
pulang. Dengan demikian nilai karakter Kristen kasih dapat terwujud dalam tindakan para
pemuda. Melalui perhatian ini maka karakter dapat dibentuk. Perhatian lainnya yang
diberikan oleh pengurus GP ialah berbagai cara dilakukan untuk mengajak anggota
pemuda untuk terlibat aktif dalam ibadah pemuda. Mengadakan pendekatan secara
langsung kepada anggota maupun kepada orang tua. Hal itu dilakukan dengan maksud
dapat membangun karakter para pemuda melalui persekutuan.
Pembangunan karakter tidak hanya membutuhkan perhatian dari berbagai pihak,
namun juga dibutuhkan pokok pengajaran. Pokok yang dimaksud ialah nilai-nilai
karakter. Dari hasil wawancara, terdapat beberapa karakter yang dipaparkan. Menurut
Pendeta Pandaleke, terdapat tiga jenis yang menjadi nilai dasar dalam karakter Kristen.
90

Wawancara dengan Sdri.Melisa Mamentu (Koordinator Gerakan Pemuda tingkat Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion
Balikpapan), pada hari: Selasa, 05 Agustus 2014, pukul 21.00 WITA

76

Nilai yang dimaksud ialah kesadaran (sense of belonging). Kesadaran dalam hal ini ialah
bahwa gereja merupakan milik Tuhan yang dipercayakan kepada manusia. Dengan
kesadaran tersebut maka perlu ada nilai partisipasi. Setiap orang-orang Kristen memiliki
kesediaan dalam berpartisipasi pada seluruh kegiatan-kegiatan gereja; dan nilai yang
ketiga yaitu tanggungjawab (sense of responsibility). Generasi muda penerus gereja perlu
mengembangkan nilai-nilai tersebut untuk menjadi karakter dalam diri. Agar hal itu
terjadi, gereja perlu berjuang menanamkan nilai-nilai tersebut sebagai nilai karakter
Kristen yang dasar. Dengan nilai-nilai tersebut ditanamkan kepada jemaat, khususnya
anak-anak taruna dan pemuda maka akan menjadikan gereja kokoh dan memiliki
pendirian.
Menurut pendapat narasumber yang berbeda, inti dari pendidikan karakter ialah nilainilai yang bersifat positif.91 Dengan demikian dalam karakter Kristen yang menjadi inti
ialah nilai-nilai Kristen. Nilai-nilai karakter Kristen berasal dari ajaran Kristus kepada
seluruh manusia. Ajaran yang dimaksud dapat dilihat dalam salib, yang merupakan
simbol agama Kristen. Dalam salib terdapat dua garis yang membentuk, yaitu garis
vertikal dan garis horizontal. Garis vertikal menunjukkan hubungan manusia dengan
Tuhan (habluminallah dalam bahasa Arab), dan garis horizontal menunjuk pada
hubungan manusia dengan sesama (habluminannas dalam bahasa Arab). Berdasarkan
filosofi salib tersebut serta dalam kitab Matius 22: 37-39 tertulis Jawab Yesus kepadanya:
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan
segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua,
yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri,

maka untuk

menemukan nilai-nilai karakter Kristen dapat dilakukan dengan menarik kedua hukum
tersebut, yaitu mengenal dengan benar dan mengasihi Tuhan, Allah dengan cara
mengasihi sesama manusia terlebih dahulu. Kedua hukum tersebut dapat dijadikan nilai
91

Wawancara dengan Pnt. Bpk. Wuri Sumampouw, M,h, (PHMJ ketua I yang membidangi Pelayanan dan Kesehatan
(PELKES) serta pengajar katekisasi) pada hari: Kamis, 07 Agustus 2014, pukul 17.14 WITA

77

karakter yang menjadi dasar bagi nilai-nilai lainnya. Apabila kedua nilai ini berhasil
menjadi karakter dalam diri para taruna dan pemuda maka mereka akan mampu hidup
baru dengan menjadi manusia yang baru (Efesus 4: 21-5: 21). Hal ini juga didukung oleh
narasumber lainnya yang mengatakan bahwa ketika mereka mengasihi Tuhan melalui
mengasihi sesama maka mereka akan mampu melakukan nilai-nilai lainnya, seperti
kejujuran; ketaatan; bersikap adil; peduli sesama.92 Penuturan yang serupa juga diperoleh
dari wawancara bersama Pendeta Evie. Menurutnya nilai karakter kasih adalah yang
terutama dan pertama. Dengan nilai tersebut maka memunculkan banyak perilaku
karakter seperti mengampuni, memiliki kesolidaritasan, rela berkorban, rela memberi.
Kasih adalah kunci dari karakter. Melakukan seluruh nilai yang dipaparkan diatas
membuat anak-anak taruna dan pemuda telah masuk dalam kehidpan yang baru. Ketika
mereka mampu hidup baru maka mereka akan memperoleh hasil dalam bentuk buah-buah
roh yang tertulis dalam kitab Galatia 5: 22-23.
Nilai-nilai yang terdapat dalam karakter pada umumnya belum tentu secara
keseluruhan menjadi nilai-nilai karakter Kristen. Penyebabnya ialah nilai-nilai karakter
secara umum dapat dilakukan dengan mengedepankan alasan atau dasar yang salah dalam
berbat. Misal, melakukan nilai sabar, rendah hati, ramah karena memiliki motivasi untuk
dekat dengan seseorang. Ciri-ciri dari nilai karkater Kristen adalah melakukan nilai-nilai
tersebut dengan mendasarkan pada kedua hukum yang menjadi nilai-nilai karakter
Kristen yang utama.
Karakter memiliki kaitan yang erat dengan apa yang disebut sebagai moralitas. Di
mana orang yang ingin memiliki karakter yang baik tentunya harus memiliki moralitas
yang baik sebab, moralitas berperan sebagai alat ukur seseorang dalam bertindak. Secara
definisi, moralitas ialah segala yang dipikirkan maupun tindakan yang memiliki tolak
ukur yang mengatur, yaitu hukum; budaya; agama, dan juga etika. Dengan demikian,
92

Wawancara I dengan Ibu Sandra Imantoro (Koordinator Persekutuan Taruna tingkat Jemaat GPIB Jemaat Bukit
Sion Balikpapan), pada hari: Jumat, 08 Agustus 2014, pukul 18.25 WITA

78

moralitas harus disesuaikan dengan konteks dari hal-hal yang menjadi tolak ukur
tersebut.
Secara spesifik, dapat dikatakan berat ketika meninjau moralitas dan karakter dalam
konteks para taruna dan pemuda yang dinaungi oleh suatu badan, yaitu Gereja Protestan
di Indonesia Bagian Barat (GPIB). Penyababnya ialah moralitas dan karakter
mendasarkan atau menggantungkan diri pada firman Tuhan yang tertulis dalam Alkitab.
Moralitas dan karakter tidak lagi seperti moralitas dan karakter pada umumnya yang
bergantung pada budaya, etika, maupun hukum. Hal tersebut harus dimulai dalam
kegiatan internal, yaitu keluarga. Di mana orang tua menjadi teladan dalam melakukan
tindakan yang merupakan wujud dari karakter Kristen yang berstandar pada firman
Tuhan dalam Alkitab. Dengan situasi yang demikian serta didukung oleh persekutuan
baik PT maupun GP maka akan terbentuk karakter khusus, yaitu berkaitan dengan iman
yang tinggi juga kemampuan (skill) yang sanggup memberi teladan dalam bertindak.
Dengan demikian mereka akan mampu dilihat sebagai para pengikut Yesus. Untuk
mengetahui seseorang adalah pengikut Yesus bukan dari perkataan yang secara jelas
menyebutkan identitas sebagai orang Kristen atau pun dengan simbol-simbol yang
digunakan, melainkan melalui tindakan dan tutur kata yang mencerminkan karakter
Kristen. Secara konkret, beberapa contoh dari tindakan tersebut adalah tidak
mengeluarkan kata-kata yang kasar dan kotor; mengasihi sesama; tidak mengalami
kecanduan pada obat-obatan terlarang maupun pada minuman beralkohol.
III.2.2.2. Strategi GPIB Jemaat Bukit Sion dalam Pembangunan Karakter TarunaPemuda
Pembangunan karakter para taruna dan pemuda adalah hal yang sangat penting sebab,
secara psikologi seorang anak yang bertumbuh dari masa anak-anak menuju remaja
tentunya memiliki perubahan cara pandang dan dalam hal ketertarikan. Di mana ketika
berada di Ibadah Minggu Pelayanan Anak (IMPA), mereka hanya melihat;

79

mengidolakan; memperhatikan; bahkan meniru figur yang berada di sekitar mereka,
khususnya dalam lingkungan keluarga dan sekolah.93 Hal-hal tersebut berkembang
seiring perkembangan mereka menuju taruna. Dengan pergaulan yang semakin luas
menjadikan semakin banyak figur-figur diluar lingkungan keluarga dan sekolah yang
dilihat; diidolakan; diperhatikan; dan semakin banyak ditiru. Misalnya muncul figur para
artis maupun penyanyi-penyanyi mancanegara. Selain itu juga, pada masa ini semakin
besar tingkat keingin-tahuan mereka terhadap segala sesuatu.
Melihat keadaan yang demikian, di lain sisi timbul suatu kekhawatiran bahwa bahaya
akan mengancam mereka apabila karakter Kristen tidak dibangun oleh gereja. Sadar akan
hal tersebut, gereja menggunakan beberapa tindakan yang diasumsikan sebagai strategi.
Tindakan yang dimaksud yaitu:
1. Gereja memberikan motivasi-motivasi serta doktrin tentang ajaran-ajaran maupun
nilai-nilai Kristen sebagai sesuatu yang harus dilakukan. Disamping itu, gereja
menyertakan alasan-alasan dibalik hal-hal tersebut. Alasan-alasan diberikan dengan
maksud agar mereka mengerti maksud yang tersirat dalam keharusan tersebut.
2. Gereja juga melaksanakan kegiatan-kegiatan yang secara keseluruhan disepakati
bersama melalui program-program yang dirancang. Misalnya beberapa di antara
kegiatan Persekutuan Taruna maupun Gerakan Pemuda yang diprogramkan pada tahun
2014-2015 ialah ibadah Persekutuan Taruna, ibadah Gerakan Pemuda, retreat pemuda,
talk show HIV AIDS, GP Interpersonal Skill Training, Aksi Bakti Sosial
Pemberdayaan (ABSP), latihan musik, bible camp taruna, kunjungan pengurus inti di
setiap sektor.94
3. Pembinaan merupakan salah satu kegiatan yang terprogram. Pembinaan yang
dilakukan banyak ditujukan bagi pendeta, majelis, dan jemaat. Sebab dalam GPIB,
93

Wawancara dengan Pnt. Bpk. Wuri Sumampouw, M,h, (PHMJ ketua I yang membidangi Pelayanan dan Kesehatan
(PELKES) serta pengajar katekisasi) pada hari: Kamis, 07 Agustus 2014, pukul 17.14 WITA
94
Majelis Jemaat GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan, Program Kerja dan Anggaran Tahun 2014-2015,
(Balikpapan: GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan, 2014), 48-58.

80

pembinaan adalah cara sentral yang digunakan untuk mendidik hal-hal yang baik,
termasuk untuk membentuk dan mengembangkan karakter Kristen bagi seluruh
komponen yang secara integral berada dalam gereja.
Pembinaan terbagi menjadi dua kategori, yaitu dalam konteks formal dan non-formal.
Pembinaan dalam konteks formal, ialah: membuat tema, mengumpulkan orang, dan
memberikan materi tertentu. Dalam konteks demikian, GPIB Jemaat Bukit Sion telah
menjalankan dengan baik hingga saat ini. Sebagai contoh seminar tentang narkoba yang
diadakan pada hari Sabtu, 2 Agustus 2014 di gedung gereja. Pembinaan formal lainnya
ialah mengadakan dialog seperti yang terwujud dalam persiapan-persiapan sebelum
melayani ibadah-ibadah.95 Pendapat yang berbeda dikatakan oleh narasumber yang
berbeda, di mana menurutnya pembinaan yang dilakukan oleh gereja dalam rangka
pembentukkan karakter Kristen bagi taruna dan pemuda, sangat kurang. Pernyataan
tersebut mendasarkan diri pada permasalahan di tubuh Gerekan Pemuda tentang
presentase keaktifan dalam ibadah-ibadah Gerakan Pemuda di sektor dan gabungan, yang
hingga saat ini belum dapat diperbaiki. Oleh karena itu, narasumber memberi tempat
dalam membentuk karakter melalui persiapan-persiapan yang diberikannya.96
Dari sudut pandang yang berbeda, yang menilai bahwa pembinaan dalam konteks
formal telah berjalan maka pembinaan dalam konteks non-formal seharusnya juga dapat
berjalan. Pembinaan tersebut berfungsi sebagai pembinaan yang berkelanjutan. Untuk
mengembangkan karakter Kristen para taruna dan pemuda yang dilakukan melalui
pembinaan, seharusnya dilakukan dalam semua bidang kehidupan, dan hal itu telah

95

Wawancara dengan Pnt. Bpk. Wuri Sumampouw, M,h, (PHMJ ketua I yang membidangi Pelayanan dan Kesehatan
(PELKES) serta pengajar katekisasi) pada hari: Kamis, 07 Agustus 2014, pukul 17.14 WITA.
96
Wawancara dengan Pdt.Bpk. Elon Pandaleke, (Pendeta Se-Azas) pada hari: Jumat, 15 Agustus 2014, pukul 11.05
WITA

81

dilakukan oleh GPIB Jemaat Bukit Sion Balikpapan. Dalam GPIB Jemaat Bukit Sion,
pembinaan yang demikian telah dilakukan dalam berbagai bentuk, antara lain:97
a. Khotbah, baik dalam bentuk dialog maupun monolog. Khotbah dalam bentuk dialog
ditemui dalam ibadah-ibadah PELKAT, ibadah sektor, dan penyegaran iman.
b. Pekan keluarga yang di dalamnya tersirat maksud untuk mengajarkan anggota
keluarga dalam mengambil perannya masing-masing di dalam liturgi yang telah
disediakan oleh sinode.
c. Ibadah kreatif yang dilaksanakan berbeda dengan ibadah pada umumnya, namun tetap
memegang rumpun GPIB, seperti ibadah pada minggu kelima yang menggunakan alat
musik band dan konsep khotbah kebangunan rohani. Ibadah kreatif ini juga
dilaksanakan dalam konsep ibadah padang.
d. GPIB Jemaat Bukit Sion juga menghadirkan pembinaan dalam bentuk seni musik dan
suara yaitu dengan adanya latihan untuk menjadi pianis; organis; pemain band;
kantoria98; dirigen; dan paduan suara.
e. Dalam bidang ekonomi pun nampak dalam pembinaan yang memiliki tujuan untuk
mengajarkan jemaat yang terbiasa menerima diakonia dapat memberikan diakonia
kepada yang lain. Atau dengan kata lain belajar memberi dalam ketidakmampuan.
f. Pembinaan dalam bidang etika, yaitu tentang bagaimana cara berbicara (How to
Speech) dan cara berpakaian yang sopan untuk para presbiter.
g. Tersedianya ruang-ruang konsultasi bidang-bidang tertentu, yaitu hukum; psikologi;
dan kesehatan yang dilengkapi dengan SDM atau orang yang mampu pada bidangbidang tersebut.
h. Perkunjungan yang telah terjadwal di tiap-tiap sektor yang dilakukan oleh para
Pelaksana Harian Majelis Jemaat (PHMJ) pada saat ibadah gabungan di sektor.
97

Wawancara dengan Pnt. Bpk. Wuri Sumampouw, M,h, (PHMJ ketua I yang membidangi Pelayanan dan Kesehatan
(PELKES) serta pengajar katekisasi) pada hari: Kamis, 07 Agustus 2014, pukul 17.14 WITA
98
Sekelompok orang yang menguasai pujian dan membantu jemaat dalam memimpin pujian ketika bernyanyi di
ibadah-ibadah.

82

Pembinaan yang terlaksana dalam berbagai bentuk tersebut memiliki kaitan erat
dengan Tri Tugas Panggilan Gereja (Koinonia, Marturia, dan Diakonia).99 Di mana gereja
memakai tugas-tugas tersebut menjadi cara untuk membina karakter Kristen anak-anak
taruna dan pemuda. Tidak hanya terfokus pada Koinonia atau persekutuan, namun juga
memakai Marturia (kesaksian) dan Diakonia (pelayanan) dalam membentuk karakter
Kristen.
Strategi lain yang selama ini telah dilakukan oleh gereja khususnya para pelayan
Perseutuan Taruna adalah dengan melakukan pendekatan yang lebih kepada masingmasing taruna. Pendekatan tersebut bermaksud untuk mengetahui macam-macam
karakter yang dimiliki oleh masing-masing adik layan. Ketika ditemukan karakter yang
baik maka para kakak layan berperan dalam membantu mereka untuk terus
mengembangkan karakter tersebut. Sebaliknya ketika ditemukan karakter yang buruk dan
berujung pada masalah maka dalam situasi ini-lah peran pelayan semakin berat. Para
pelayan berperan dalam mencari tahu masalah yang sebenarnya terjadi dan mencarikan
solusi bagi mereka. Kakak layan tidak berperan dalam menghakimi atas karakter buruk
yang mereka lakukan atau atas masalah yang terjadi pada mereka, namun kakak layan
berperan dalam mengarahkan mereka kepada karakter yang benar serta membantu
mereka untuk bersedia meminta pengampunan kepada Tuhan. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa pendekatan tersebut mengarahkan para pelayan menjadi teman dan
sahabat bagi adik-adik anggota Persekutuan Taruna. Dengan pendekatan yang demikian
akan memudahkan para pelayan untuk masuk lebih dalam pada kehidupan mereka. Para
pelayan dan adik-adak layan dapat berdisukusi dan saling berbagai tentang permasalahan
yang terjadi dalam hidup. Pendekatan yang demikian menurut pelayan adalah cara yang
efektif dalam membina ajaran Kristen dan mengembangkan nilai-nilai karakter Kristen
untuk terwujud dalam tindakan mereka setiap hari. Menjadi penting sebab melihat realita
99

Wawancara dengan Pdt.Bpk. Elon Pandaleke, (Pendeta Se-Azas) pada hari: Jumat, 15 Agustus 2014, pukul 11.05
WITA

83

yang terkadang menunjukkan jarak yang cukup jauh antara adik-adik layan dengan orang
tua mereka.
Pendekatan tidak hanya dilakukan oleh para pelayan kepada adik-adik layan, namun
juga kepada sesama pelayan, khususnya yang berada di sektor masing-masing.
Pendekatan tersebut dilakukan dengan cara perkunjungan yang telah dijadwalkan dan
dilaksanakan oleh para pengurus tingkat jemaat ketika ibadah PT berlangsung.
Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk memantau perkembangan pelayan dan adik-adik
PT di seluruh sektor dan juga terkadang melayani sebagai pengajar di ibadah tersebut. 100
Perkunjungan tersebut serupa dengan kegiatan pada umumnya yakni melewati program.
K