PERATURAN MENGENAI AKSES PASAR ID

PERATURAN MENGENAI AKSES PASAR
Akses pasar atas barang dan jasa dari negara - negara lain ke dalam pasar anggota WTO dapat, dan
sering terjadi , dihalangi atau dilarang masuk dengan berbagai cara. Hambatan atau laragan dapat
berupa tarif atau non - tarif. Yang paling umum dari hambatan berupa tarif terhadap akses pasar adalah
(setidaknya untuk barang) bea masuk. Hambatan non - tarif terhadap akses pasar - untuk barang dan
juga untuk jasa dan pemberi jasa dapat berupa:



Hambatan kuantitatif (quantitative restrictions)
Hambatan non - tarif lainnya, seperti hambatan teknis dalam perdagangan, kurangnya
transportasi dalam regulasi perdagangan nasional, penerapan yang kurang adil dan memihak
dari regulasi perdagangan nasional dan formalitas dan prosedur perpajakan.

Bea Masuk
Bea masuk adalah biaya atau tagihan keuangan yang berbentuk pajak yang diterapkan pada barang barang pada waktu, dan / atau karena, impor barang - barang tersebut. Akses pasar adalah sementara
sampai setelah pembayaran bea masuk. Sebagian besar bea masuk tersebut adalah ad volarem, yaitu
persentasi dari nilai barang impor tersebut.
Bea masuk atau tarif yang diterapkan oleh tiap negara ( atau sebuah teritori pajak yang terdiri sendiri)
berlaku untuk impor yang diatur dalam ketentuan tarif negara tersebut. Tarif adalah daftar terstruktur
mengenai deskripsi dari barang dan besara bea masuknya. Di Indonesia referensi mengenai bea masuk

dan pajak - pajak lain yang berhubungan dengan impor dapat dilihat dalam Buku Tarif Bea Masuk
Indonesia yang biasanya diperbaharui setiap tahun.

Negosiasi Tarif
Hukum WTO, terutama GATT 1994, tidak melarang penerapan bea masuk . Bea masuk , tidak seperti
larangan kuantitatif (quantitative restrictions ), mewakili sebuah perangkat perlindungan terhadap impor
yang secara umum diizinkan oleh GATT 1994 . Tetapi Pasal XXVIII bis GATT 1994, menganjurkan anggota
WTO untuk melakukan negoisasi penurunan bea masuk untuk meningkatkan akses pasar barang. Namun
demikian, bea masuk tetap merupakan hambatan terpenting bagi perdagangan internasional untuk
beberapa alasan dan untuk itu negoisasi lebih jauh untuk pengurangan tarif adalah diperlukan. Dahulu,
prinsip utama dan peraturan yang mengatur negoisasi tarif adalah :
- prinsip timbal balik (reciprocity) dan keuntungan bersama (mutual advantage)
-kewajiban perlakuan MFN pada Pasal 1 GATT 1994

Konsesi Tarif (Tariff Concessions)

Hasil dari kesuksesan negoisasi tarif disebut sebagai konsesi tarif (tariff concessions) atau peraturan peraturan yang mengikat mengenai tarif (tariff bindings). Sebuah tariff concession, atau tariff binding
adalah komitmen untuk tidak menaikkan bea masuk atas barang tertentu di atas batas yang sudah untuk
tidak menaikkan bea masuk atas barang tertentu di atas batas yang sudah disetujui.


Dokumen yang terkait

ANALISIS PENGARUH PERATURAN PEMERINTAH NO.58 TAHUN 2005 TERHADAP AKUNTABILITAS KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO

2 44 15

ii EVALUASI KINERJA ANGKUTAN SUNGAI “KLOTOK” DI SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN (STUDI KASUS RUTE DERMAGA JEMBATAN BASIRIH – DERMAGA PASAR LIMA)

1 62 21

RESISTENSI PAGUYUBAN PEDAGANG PASAR TRADISIONAL TERHADAP PEMBANGUNAN MALL DINOYO CITY (Studi di Paguyuban Pedagang Pasar Dinoyo Kota Malang)

10 89 45

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

PENERAPAN STRATEGI PEMASARAN YANG TEPATGUNA MENINGKATKAN PANGSA PASAR PADA PERUSAHAAN ROLL KARET UD. SARI ARGO MANDIRI MALANG

6 98 2

FUNGSI DAN KEWENANGAN BADAN PENGAWAS PASAR MODAL (BAPEPAM) DALAM RANGKA PENEGAKAN HUKUM DI BURSA EFEK JAKARTA (BEJ)

5 65 215

INTEGRASI PASAR BERAS DUNIA TERHADAP KETERSEDIAAN PASAR BERAS INDONESIA

0 19 9

KAJIAN YURIDIS PENGAWASAN OLEH PANWASLU TERHADAP PELAKSANAAN PEMILUKADA DI KOTA MOJOKERTO MENURUT PERATURAN BAWASLU NO 1 TAHUN 2012 TENTANG PENGAWASAN PEMILIHAN UMUM KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

1 68 95

SIKAP MASYARAKAT KOTA PALEMBANG TERHADAP PEMINDAHAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) PASAR 16 ILIR PALEMBANG KE PASAR RETAIL JAKABARING

4 84 128

RECONSTRUCTION PROCESS PLANNING REGULATORY FRAMEWORK IN THE REGIONAL AUTONOMY (STUDY IN THE FORMATION OF REGULATION IN THE REGENCY LAMPUNG MIDDLE ) REKONSTRUKSI PERENCANAAN PERATURAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH (STUDI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

0 34 50